Analisis vegetasi di sekitar Danau Paniai Kecamatan Enarotali ...
p.eco p1#Analisis Vegetasi
-
Upload
anieda-phitri -
Category
Documents
-
view
160 -
download
0
Transcript of p.eco p1#Analisis Vegetasi
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang memiliki hutan tropika terbesar
kedua di dunia, kaya dengan keanekaragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu dari
7 (tujuh) negara “megabiodiversity” kedua setelah Brazilia.
Distribusi tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropis Indonesia
lebih dari 12 % (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000). Lepas dari itu,
tumbuhan lain seperti epifit, tumbuhan menjalar, perdu, semak dan herba juga
melimpah di hutan Indonesia. Tak terkecuali hutan tropis buatan yang terletak di desa
Kalitirto Berbah Sleman. Disana terdapat bermacam-macam jenis tumbuhan, mulai
tumbuhan tingkat tinggi, sampai ke herba.
Hutan selain digunakan sebagai paru-paru kota, penghasil berbagai macam
kayu, sarana rekreasi, sarana pertahanan dan perlindungan peperangan, juga digunakan
sebagai sumber pembelajaran bagi para ilmuwan
Untuk itu, studi tentang vegetasi di salah satu hutan tropis di Indonesia yaitu
hutan buatan di desa Kalitirto Berbah Sleman perlu dilakukan, mengingat pentingnya
fungsi hutan bagi manusia, maupun bagi mahluk hidup lain..
II. PERMASALAHAN ILMIAH
A. Metode apa yang bisa digunakan untuk analisis vegetasi yang dilakukan di hutan
buatan desa Kalitirto Berbah?
B. Bagaimana keanekaragaman jenis tumbuhan yang ditemukan disana?
C. Bagaimana struktur vegetasi yang ada di hutan buatan desa Kalitirto Berbah
Sleman?
III. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Praktikan dapat menganalisis ekosistem hutan vegetasi pada ekosistem tumbuhan
bawah
B. Tujuan Khusus
1. Praktikan dapat menerapkan metode pengambilan data pada studi ekologi,
khususnya pada studi vegetasi dengan teknik plotting (Quadrat Sampling
Technique) atau releve
2. Praktikan dapat mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan
3. Praktikan dapat menganalisis struktur vegetasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP EKOSISTEM
Konsep ekosistem di perkenalkan oleh Sir Artur Tesley seorang ahli ekologi di
Britain pada tahun 1935. Istilah "ekosistem" berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang
artinya rumah atau tempat tinggal. Ekosistem merujuk kepada satu sistem dimana dua
komponen, yaitu mahluk hidup dan bukan hidup saling bertindak balas, komponen
hidup terdiri dari manusia, hewan, dan tumbuhan termasuk mikroorganisme.
Komponen bukan hidup terdiri dari unsur-unsur udara, cahaya, air, dan tanah. Semua
komponen itu mempunyai fungsi tertentu. Setiap unsur saling bergantungan satu sama
lain untuk mewujudkan keadaan seimbang. Bagi komponen hidup dalam ekosistem,
individu suatu spesies yang berkumpul dikenali sebagai populasi. Populasi-populasi
spesies berlainan mewujudkan komunitas. Kelompok-kelompok komunitas seperti
hutan, padang rumput, burung, ikan, dan komponen kehidupan lain, serta komponen
bukan hidup merupakan alam fisik yang disebut sebagai habitat . (Anonim, 2009)
II. ANALISIS VEGETASI
Dalam kegiatan penelitian ekologi tumbuhan, terkadang sering terjadi kekacauan
istilah dalam penyebutan tumbuhan, flora dan vegetasi. Tumbuhan adalah mahluk
hidup yang mempunyai kemampuan menangkap, mengikat, dan mengubah energi sinar
matahari menjadi energi bentuk lain yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan sendiri dn
mahluk hidup lain. Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu
wilayah, sedang vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai
populasi jenis tumbuhan yang terdapat di dalam satu wilayah atau ekosistem serta
memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu (Fachrul, 2008).
Untuk penelitian, data yang paling diperlukan adalah mengenai vegetasi dengan
informasi variabelnya, misalnya pengelompokkan vegetasi pada ekosistem hutan.
Untuk mengetahui segi-segi menyeluruh dari vegetasi tersebut, digunakan istilah hutan
jati, padang rumput, sabana, dll. Namun dengan hanya istilah tersebut belum bisa
menjelaskan variabel-variabel data vegetasi secara jelas dan detail. Maka itu diperlukan
adanya analisis vegetasi (Fachrul, 2008).
Dalam melakukan analisis vegetasi ini dibutuhkan suatu teknik pengambilan
sampel penelitian. Tujuan sampling vegetasi pada ekosistem alami maupun pada
ekosistem yang sudah terganggu, pada umumnya adalah untuk melakukan identifikasi
jenis potensial atau untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan vegetasi dan
perubahan komunitas yang terjadi. Perhitungan dan analisis data yang diambil secara
langsung di lapangan meliputi komposisi, struktur dan jenis vegetasi, nilai INP (indeks
nilai penting), H (indeks keanekaragaman jenis), dan IS (indeks kesamaan komunitas)
(Fachrul, 2008).
Beberapa metode analisis vegetasi yang bisa digunakan adalah metode quadrat
sampling, metode transek, metode loop, serta metode titik. Pemilihan metode ini
digunakan berdasarkan pada pengukuran area yang akan diamati mencakup tumbuhan
yang ada di dalamnya. Teknik sampling kuadrat sendiri merupakan suatu teknik survey
vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Caranya adalah
dengan membuat petak-petak contoh berbentuk persegi, persegi panjang atau lingkaran.
Petak-petak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai
dengan prinsip-prinsip teknik sampling. Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung
pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya.
Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan
bahwa petak bentuk segi empat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat.
(Widhiastuti, 2006).
Menurut Soerionegara dan Indrawan (1980), analisis vegetasi dalam ekologi
tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis
tumbuhan. Komposisi ekosistem tumbuhan dapat diartikan variasi jenis flora yang
menyusun suatu komunitas. Komposisi jenis tumbuhan merupakan daftar floristik dari
jenis tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas (Misra, 1980). Sedang, struktur
tumbuhan merupakan hasil penataan ruang oleh komponen penyusun tegakan dan
bentukan hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi. Selanjutnya menurut Keershaw
(1973), struktur vegetasi dibatasi oleh 3 komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan
secara vertikal (stratifikasi), susunan jenis tumbuhan secara horizontal (sebaran
individu) dan kemelimpahan jenis.
Ewusie (1992) dalam Mayor (1997), menyatakan bahwa vegetasi suatu komunitas dapat
diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas
antara lain adalah susunan flora dan fauna serta pelapisan berbagai unsur dalam komunitas. Ciri
kuantitatifnya meliputi beberapa parameter yang dapat diukur seperti kekerapan (frekuensi),
kepadatan dan penutupan. Menurut Kusmana (1997), parameter kuantitatif vegetasi dari suatu
tipe komunitas tumbuhan adalah:
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu.
Kedua, frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis
tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran
persen. Ketiga adalah penutupan yaitu proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi
tajuk tumbuhan.
Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian ekologi hutan.
Kesalahan identifikasi struktur akan menyebabkan kesalahan dalam memahami kondisi hutan
yang sebenarnya. Struktur hutan yang dimaksudkan adalah komponen penyusun hutan itu
sendiri. Penjelasan tentang masing-masing struktur vegetasi adalah sebagai berikut:
1. Pohon : Tumbuhan dengan diameter lebih dari 20 cm. Pengukuran yang akan
dilakukan untuk pohon adalah diameter batang. tinggi pohon serta jumlah individu dan jenis
pohon. Pengukuran diameter batang dilakukan pada ketinggian 1,3 meter atau 20 cm di atas
akar papan jika akar papan lebih tinggi dari 1,3 meter. Pengukuran tinggi pohon adalah tinggi
bebas cabang. Rekaman hasil pengukuran dicatat dalam tally sheet yang telah disiapkan.
Ukuran petak (kuadran) untuk pengukuran pohon adalah 20 x 20 meter.
2. Tiang : Tumbuhan dengan diameter antara 10-20 cm. Pengukuran dilakukan pada
petak sub-kuadran berukuran 10 x 10 in. Sama dengan pohon. maka parameter pengukuran
adalah diameter tiang, tinggi tiang bebas cabang. jumlah tiang dan jumlah jenis. Pengukuran
diameter batang juga dilakukan pada ketinggian 1,3 meter. Rekaman hasil pengukuran dicatat
pada sheet yang telah disiapkan
3. Pancang : Pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 meter
serta diameter batang kurang dari 10 cm. Ukuran petak pengamatan yang digunakan untuk
pengukuran pancang ini adalah 5x5 meter. Tidak seperti tiang dan pohon, diameter pancang
tidak diukur. Pengukuran hanya dilakukan pada jumlah mdividu dan jumlah spesies. Karena
pada tahap pertumbuhan pancang, yang penting untuk diketahui adalah kerapatan dan frekuensi
4. Semai / anakan : Anakan pohon adalah regenerasi awal dari pohon dengan ukuran
ketinggian kurang dari 1,5 meter. Ukuran petak yang digunakan untuk pengukuran anakan
adalah 2x2 meter. Sebagaimana pancang, tahap pertumbuhan anakan hanya dihitung individu
serta jenis anakan saja. Tidak perlu dilakukan pengukuran diameter batang.
5. Liana : Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat pohon
(woody climbers). Pengenalan jenis liana ini agak rumit sehingga jika tidak dimungkinkan
spesimen yang terdiri dari batang. daun dan bunga/biji (jika ada) perlu untuk diambil dan
dilakukan penomoran spesimen (misal: Liana sp1. Liana sp2.). Petak contoh untuk pengamatan
liana berukuran 5x5 meter.
6. Epifit : Epifit adalah tumbuhan yang menempel di pohon lain atau yang menjadikan
pohon lain sebagai inangnya. Pengukuran terhadap epifit dilakukan terhadap jumlah individu
dan spesies, jika bisa diidentifikasi oleh pengenal pohon karena biasanya jenis epifit sulit untuk
dikenali, kecuali oleh ahli epifit. Pengukuran terhadap epifit dilakukan pada petak 5x5 meter.
7. Tumbuhan Bawah : Tumbuhan bawah adalah semua tumbuhan yang hidup di lantai
hutan kecuali regenerasi pohon (anakan dan pancang). Beberapa tumbuhan bawah diantaranya
adalah: (1) keluarga palma. jika tingkatan pohon dewasanya lebih tinggi dari 1,5 meter; (2)
pandan. tidak ada kategori untuk jenis tumbuhan bawah ini: (3) paku-pakuan: dan (4) semak
atau herba lainnya. Sebagaimana liana dan epifit jika tidak dimungkinkan pengenalan jenis,
penomoran spesimen/contoh (Palma sp1.. Paku-pakuan sp1., Herba sp1., dst). Ukuran petak
contoh pengamatan tumbuhan bawah berukuran 5x5 meter.
III. HIPOTESIS
A. Studi vegetasi dengan metode plotting dapat digunakan sebagai metode
pengambilan data vegetasi di lokasi praktikum, yaitu ekosistem tumbuhan bawah di
desa Kalitirto Berbah Sleman.
B. Keanekaragaman jenis tumbuhan di hutan buatan desa Kalitirto Berbah Sleman
cukup bervariasi.
C. Struktur vegetasi di hutan buatan desa Kalitirto banyak didominasi oleh vegetasi
bawah, seperti semak dan herba
BAB III
METODE PENELITIAN
I. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi praktikum dilaksanakan di hutan buatan desa Sumberkidul, Kalitirto, Berbah,
Sleman. Wilayah ini berada pada ketinggian rata-rata m dpl. Lokasi ibu kota kecamatan
Berbah terletak di 7.80254‘ LS dan 110.44290‘ BT, berada pada ketinggian 194 meter
di atas permukaan laut. Topografi kawasan rata dengan berbagai macam tumbuhan
yang ada disana.
Praktikum Lapangan analisis vegetasi dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 20 April
2013, pukul 08.30-12.00 WIB.
II. ALAT DAN BAHAN
A. Patok
B. Tali rafia
C. Meteran
D. Kantong plastik
E. Kertas label
F. Koran + kardus
G. Alat tulis + gunting
H. Kamera Digital
I. Soiltester
J. Thermometer tanah
K. Luxmeter
L. GPS (Global Positioning System
III. CARA KERJA
A. Menentukan lokasi dan batas-batas wilayah studi
B. Menentukan luas minimal plot
1. Secara acak tentukan kuadran 1 dengan panjang sisi 1 x 1 m atau 1 m2
2. Identifikasi spesies dan hitung jumlah individunya
3. Perluas kuadran 1 menjadi 2 kali lipat luasnya, yang disebut kuadran 2 (1 x 2) m
atau 2 m2
4. Catat dan hitung jumlah individu dari spesies yang belum ditemukan di kuadran
1
5. Perluas kuadran 2 menjadi dua kali lipatnya, menjadi 2 x 2 m atau 4 m2, yang
kemudian disebut kuadran 3.
6. Pada kuadran ini, kelompok kami tidak menemukan spesies yang berbeda dari
kedua kuadran terdahulu
7. Perluas kuadran menjadi 2 kali lipat luasannya, menjadi 2 x 4 m atau 8 m2,
sehingga disebut kuadran 4, untuk membuktikan kekonstanan data
8. Membuat grafik berdasar data yang diperoleh dengan ketentuan sumbu x adalah
luas kuadran, dan sumbu y adalah jumlah kumulatif spesies
9. Tentukan titik pada sumbu x seharga 10% dari luas kuadran terbesar, dan titik
pada sumbu y seharga 10% dari jumlah kumulatif sspesies
10. Buat garis ordinasi melalui titik temu 10% masing-masing sumbu
11. Buat garis sejajar dengan garis ordinasi 10% yang menyinggung grafik harga
jumlah kumulatif spesies
12. Proyeksikan titik singgung antara garis ordinasi dan grafik pada sumbu y, maka
ditemukan luas minimum plot yang dimaksud
C. Pengamatan spesies dan menghitung individu pada plot minimum
D. Melakukan perhitungan data untuk dapat menentukan nilai penting setiap spesies
yang terdiri dari densitas (densitas dan absolut), dominansi (densitas dan absolut),
dan frekuensi (densitas dan absolut).
E. Pengukuran faktor abiotik/ parameter lingkungan
IV. PERHITUNGAN DATA
Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung data adalah :
Densitas Absolut= jumlahindividuluasareal / plot
Densitas relatif = densitas tiap spesiesjumlahdensitas semua spesies
x 100 %
Frekuensi|olut|= jumlah plot yang ditempati spesies yang bersangkutanjumlahseluruh plot
Frekuensirelatif = frekuensi tiap spesiesjumlah frekuensi seluruh spesies
x 100 %
V. ANALISIS DATA
Pengambilan data di kebun desa Kalitirto Berbah dilakukan dengan menggunakan
metode Quadrat Sampling Techniques. Analisis data yang dilakukan hanya untuk
indeks nilai penting :
Nilai penting=d ensitas relatif +dominansi relatif + frekuensi relatif
Hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel yang sesuai dengan tanaman
yang telah diidentifikasi, cara mengidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi,
atlas tumbuhan, dan situs plantamor.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
I. HASIL PENELITIAN
A. Tabel1. Tabel sebaran tumbuhan di hutan buatan desa Kalitirto Berbah Sleman
Spesiesluas minimum plot (m²)
1 1 4 1.5 8 8 2 9 41 2A Sp A 1 5 B Polygorum caespilosum 9 4 2 3 7E Sp E 9 F Elephantopus scaber 4 4 3 11 G Biophytum sensitivum 1 6 9 2H Sp H 21 I Panicum malabaricum 70 120 200 30 60 9 15 180 J Andropogon conthortus 29 12 2 K Borreria alata 1 L Aksonopus compressus 9 1 M Sp M 26 N Ageratum conyzoides 3 72 44 5 70 O Galinsoga parviflora 5 2 P Lepidagathus parviflora 13 3 37 4Q Salvia sp 2 9 27 56 4 56 2R Triumveta indica 5 10 16 6 10 5 4 4S Sp S 4
TMalvastrum coromandelianum
24
U Takapal mata 3 V Amorphophallus albus 1 W Podocarpus Sp. 1 X Isachne miliacea 1 Tectona grandis 1 1 2
Vitex sp 10 Desmodium sp 1 Mimosa pudica 1 1 2 Eupatorium sp 3 2 5 Streblus asper 1 Cocos nucifera 1 Cyanotis axillaris 3 Mangifera indica 1 Nephelium lappaceum 1 Lantuna sp 16 Costus sp. 342
B. Tabel2. Tabel parameter lingkungan
Komponen yang diukurPlot
(rata")I II III IV V VI VII VIII IX X
Udara
Suhu udara (0C) 28 29 28 33 30 29 29 29 29.4Kelembaban udara (%) 44 66 66 60 71 55 66 74 66 66 63.4
Intensitas cahaya (Lux)
175 X 10 194
523 X 10
421 X 10
731,2
388 X 10
1.6 X 10 481
1.6 X 10
1,6 X 10 337.5
Tanah
PH 6.2 6.9 6.8 6,7 6,6 6.2 6 7 6 6 6.4Suhu tanah (OC) 28 28 29 29 30 30 29 31 29 29 29.2Kelembab tanah (%) 40 65 60 60 60 50 60 61 60 60 57.6
C. Tabel3. Tabel densitas relatif, dan densitas absolut
Kode SpesiesDensitas Absolut Densitas Relatif
A Sp A 0.008 0.340B Polygorum caespilosum 0.032 1.416E Sp E 0.012 0.510F Elephantopus scaber 0.028 1.246G Biophytum sensitivum 0.021 0.907H Sp H 0.027 1.190I Panicum malabaricum 0.883 38.754J Andropogon conthortus 0.055 2.436K Borreria alata 0.001 0.057L Aksonopus compressus 0.013 0.567M Sp M 0.034 1.473N Ageratum conyzoides 0.250 10.992O Galinsoga parviflora 0.009 0.397
P Lepidagathus parviflora 0.074 3.229Q Salvia sp 0.201 8.839R Triumveta indica 0.077 3.399S Sp S 0.005 0.227
TMalvastrum coromandelianum 0.031 1.360
U Takapal mata 0.004 0.170V Amorphophallus albus 0.001 0.057W Podocarpus Sp. 0.001 0.057X Isachne miliacea 0.001 0.057 Tectona grandis 0.005 0.227 Vitex sp 0.013 0.567 Desmodium sp 0.001 0.057 Mimosa pudica 0.005 0.227 Eupatorium sp 0.013 0.567 Streblus asper 0.001 0.057 Cocos nucifera 0.001 0.057 Cyanotis axillaris 0.004 0.170 Mangifera indica 0.001 0.057 Nephelium lappaceum 0.001 0.057 Lantuna sp 0.021 0.907 Costus sp. 0.441 19.377
Jumlah 2.277 100.000
D. Tabel4. Tabel frekuensi sbsolut dan frekuensi relatif
Kode Spesies
Frekuensi Absolut
Frekuensi Relatif
A Sp A20 2.439
B Polygorum caespilosum50 6.098
E Sp E10 1.220
F Elephantopus scaber40 4.878
G Biophytum sensitivum40 4.878
H Sp H10 1.220
I Panicum malabaricum80 9.756
J Andropogon conthortus30 3.659
K Borreria alata10 1.220
L Aksonopus compressus20 2.439
M Sp M 10 1.220
N Ageratum conyzoides50 6.098
O Galinsoga parviflora20 2.439
P Lepidagathus parviflora40 4.878
Q Salvia sp70 8.537
R Triumveta indica80 9.756
S Sp S10 1.220
TMalvastrum coromandelianum
10 1.220
U Takapal mata10 1.220
V Amorphophallus albus10 1.220
W Podocarpus Sp.10 1.220
X Isachne miliacea10 1.220
Tectona grandis30 3.659
Vitex sp10 1.220
Desmodium sp10 1.220
Mimosa pudica30 3.659
Eupatorium sp30 3.659
Streblus asper10 1.220
Cocos nucifera10 1.220
Cyanotis axillaris10 1.220
Mangifera indica10 1.220
Nephelium lappaceum10 1.220
Lantuna sp10 1.220
Costus sp.10 1.220
Jumlah 820 100
II. PEMBAHASAN
Pada kegiatan praktikum ini dilakukan untuk mengetahui struktur dan
komposisi vegetasi, serta spesies yang mempunyai peran penting dalam ekosistem
hutan buatan desa Kalitirto Berbah Sleman yang berada pada ketinggian + 115 m dpl.
Adapun cara yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan teknik ploting
(Quadrat Tecnique). Dimana pada teknik ini perluasan plot yang dibuat adalah kuadrat
dari plot sebelumnya dan perluasan plot di hentikan apabila jumlah spesies pada plot
terakhir cenderung tetap (tidak berarti lagi).
Praktikum ini dilakukan secara berkelompok, dimana setiap kelompok
menempati plot yang berbeda-beda, sehingga dihasilkan data kelompok. Namun, untuk
mengetahui struktur dan komunitas vegetasi secara keseluruhan digunakan data kelas
untuk bahan analisisnya. Selama praktikum, semua plot dipasang pada ketinggian yang
sama, karena daerah tersebut memiliki ketinggian yang hampir sama.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa spesies
terbanyak adalah Panicum malabaricum dengan nilai densitas absolut 0,883 dan
densitas relatifnya 38,754%. Sedangkan spesies yang ditemukan dalam jumlah paling
sedikit adalah Borreria alata, Amorphopallus albus, Podocarpus sp., Isachne milliacea,
Streblus asper, Cocos nucifera, Mangifera indica, Nephelium lappaceu dengan nilai
densitas absolutnya 0,001 dan densitas relatifnya 0,057% sama untuk tiap spesies. Nilai
densitas absolute ini menunjukan besarnya suatu spesies menutupi area tertentu.
Panicum malabaricum termasuk famili Poaceae (rumput-rumputan), yang cocok
tumbuh di daerah dengan topografi rata dan parameter lingkungan yang sesuai pula.
Sedangkan untuk spesies-spesies yang ditemukan dalam jumlah kecil,
dimungkinkan karena kondisi lingkungan yang kurang cocok sebagai tempat untuk
tumbuh. Spesies-spesies itu kemungkinan akan tumbuh pada daerah yang memiliki
salah satu atau beberapa parameter lingkungan yang berbeda dari hutan di desa
Kalitirto ini. Kemungkinan lain dikarenakan adanya kompetisi antar vegetasi yang
tumbuh di kawasan hutan tersebut. Dimana tumbuhan yang memiliki daya adaptasi
yang tinggi serta laju pertumbuhan yang cepat yang akan mendominasi.
Nilai penting dari spesies ditentukan oleh densitas relatif, dominansi relatif dan
frekuensi relatif. Tetapi dalam praktikum ini tidak dilakukan perhitungan terhadap
dominansi relatif. Spesies yang mempunyai nilai densitas relatif, dominansi relatif, dan
frekuensi relatif tinggi akan mempunyai nilai penting yang tinggi pula. Nilai penting
berguna untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya.
Sehingga dapat diketahui spesies yang mempunyai nilai penting paling besar adalah
Panicum malabaricum karena memiliki nilai densitas relatif dan nilai frekuensi relatif
yang tinggi pula.
Dalam praktikum ini juga ditentukan luas plot minimal dengan cara membuat
grafik dari data hasil pengamatan. Pembuatan grafik ini dilakukan oleh masing-masing
kelompok. Langkah pembuatan seperti pada cara kerja, dan setelah dibuat proyeksi
terhadap sumbu y didapatkan luas minimal plot adalah 2 m2, untuk kelompok 5B atau
10. Angka ini menunjukan bahwa luas plot sesungguhnya adalah 2 m2, dengan ukuran 2
x 1 m.
Sesuai dengan tabel komponen abiotik, dapat diketahui bahwa parameter
lingkungan diantaranya kelembapan udara di setiap plot berbeda. Perbedan ini
diakibatkan oleh tingkat ketinggian tanah, walaupun secara kasat mata kawasan hutan
memiliki tanah yang rata. Selain itu, ada tidaknya penutupan/ coverage dari pohon-
pohon besar di kawasan hutan juga mempengaruhi kelembapan yang diteliti. Perbedaan
kelembapan inilah yang akan memberikan pengaruh pada jumlah tanaman dan jenis
tanaman yang ada. Selain kelembapan udara, kelembapan pada tanah juga diukur.
Kelembapan tanah ini juga mempengaruhi jenis dan struktur vegetasi disana. Pada
tanah yang memiliki kelembapan yang tinggi, jenis tumbuhan yang dtemukan juga akan
bervariasi.
Komponen abiotik lain yang diukur adalah pH dan suhu. pH tanah yang tidak
terlalu asam dan tidak terlalu basa memungkinkan semua jenis tumbuhan untuk tumbuh
ditempat tersebut dengan baik. Sedangkan suhu, diukur pada suhu tanah dan suhu
udara. Dimana kemungkinan keduanya tidak terlalu mempengaruhi tumbuhan yang
tumbuh disana, sebab baik suhu usara maupun suhu tanah di semua plot hampir sama,
dengan rata-rata suhu udara 29,4OC, sementara pada suhu tanah 29,9OC, kondisi suhu
diluar batas toleransi biasanya merupakan factor pembatas dalam distribusi populasi
tertentu dan juga merupakan penentu seleksi bagi sub-kelompok tersebut. Sebagian
besar vegetasi memiliki mekanisme khusus untuk mampu bertahan dari suhu ekstrim
lebih lama, dikenal sebagai kriptobiosis.(Sambas, 2003). Intensitas cahaya juga
merupakan komponen abiotik hutan yang sangat penting yang juga turut berpengarh
pada jenis vegetasi yang tumbuh. Dimana jenis tumbuhan semak dan perdu yang
banyak tumbuh di daerah dengan intensitas cahaya yang redup.
BAB V
PENUTUP
Dari kegiatan praktikum yang dilakukan di kebun desa Kalitirto Berbah Sleman,
dengan menggunakan teknik ploting (Quadrat sampling techniques) kita dapat
menganalisis ekosistem tumbuhan bawah yang ada di daerah tersebut. Jenis-jenis
tumbuhan yang ditemukan tergolong kompleks, terlihat dari data yang diperoleh.
Tumbuhan yang mendominasi adalah spesies Panicum malabaricum , yaitu famili
rumput-rumputan yang memang cocok tumbuh di daerah dataran rendah.
Keanekaragaman jenis di hutan butan ini sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan
dengan ditemukannya jenis tumbuhan tingkat tinggi/pohon, tiang, pancang, semai/
anakan, serta semak. Namun, dominansi tertinggi oleh anggota semak, sebab memiliki
densitas dan frekuensi relatif paling tinggi pula.
Struktur vegetasi dipengaruhi oleh faktor abiotik yang meliputi suhu tanah, suhu
udara, kelembapan udara, Ph tanah, intensitas cahaya, dan kelembapan tanah, sehingga
hutan buatan desa Kalitirto Berbah Sleman termasuk hutan dataran rendah, dimana
terletak pada ketinggian + 115 m dpl.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Ekosistem Alam. Diakses melalui http://members.tripod.com pada
tanggal 29 April 2013.
Dr. Retno Widhiastuti. 2006. Ekologi Tumbuhan. Diakses melalui http://e-
course.usu.ac.id/course/course.php?id=13&app=textbook.pdf. Pada tanggal 29
April 2013
Fachrul, Dr. Melati F. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Misra, R. 1973. Ecology Work Book. New Delhi: Qxford & IBH Publishing Co
Muhammad Mansur. 2003. Analisis Vegetasi Hutan di Desa Salua dan Kaduwaa
Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Diakses pada tanggal 29 April
2013.
Soeriatmaja, I dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. UI
Press: Jakarta