Pdh-sdh Andika El
-
Upload
andy-soenoewidjoyo -
Category
Documents
-
view
5 -
download
2
description
Transcript of Pdh-sdh Andika El
PDH (PLESIOCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY) DAN
SDH ( SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY )
ANDIKA ESKHA LAKSONO (H1C013044)
1. Latar belakang
Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan
informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini
berarti bahwa setiap individu diberbagai negara di dunia dapat saling berkomunikasi
secara langsung kepada siapapun yang dikehendaki walaupun terpisah jarak yang relatif
jauh. Perkembangan itu juga disebabkan semakin tingginya kebutuhan manusia akan
informasi. Pada kenyataannya jaringan komunikasi membutuhkan suatu perangkat yang
berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem transmisi yang lebih cepat
dan efisien. Hal ini didukung dengan semakin meluasnya penggunaan kabel serat optik
yang memiliki daya tampung sangat tinggi.
Standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH (Plesiochronous Digital
Hierarchy) yang ditetapkan oleh CCITT (ITU-T). Sesuai namanya, jaringan PDH tidak
melakukan sinkronisasi secara sempurna akan tetapi hanya menggunakan clock yang
cukup akurat akan tetapi tidak persis sama di setiap simpulnya (switching node). Apakah
sebenarnya PDH itu dan transmisi apa yang mampu menggantikan PDH?
2. PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy)
Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah teknologi yang digunakan dalam
jaringan telekomunikasi untuk mengangkut sejumlah besar data melalui peralatan
transportasi digital seperti serat optic dan microwave radio system. jaringan PDH
dijalankan dalam keadaan di mana bagian yang berbeda dari jaringan hampir, tapi tidak
cukup sempurna, disinkronisasi.PDH untuk mentransmisikan sinyal digital pada system
komunikasi serat optik tersebut,maka dilakukan proses multiplexing dalam pemrosesan
sinyal digitalnya. PDH ini membantu dalam transmisi yang tepat dari data yang umumnya
berjalan pada tingkat yang sama, tetapi memungkinkan beberapa variasi kecil dalam
kecepatan dari tingkat nominal. Transfer rate data dasar adalah 2048 kilobit per detik.
Misalnya, dalam setiap transmisi pidato, istirahat tingkat normal menjadi berbeda tiga
puluh saluran dari 64 kilobit per detik bersama dengan dua yang berbeda 64 kilobit per
detik untuk melakukan tugas sinkronisasi dan sinyal. Tingkat khas transmisi data melalui
sistem serat optik adalah 565 Mbit / detik untuk mengangkut data dalam jarak jauh.
Tetapi karena teknologi telah membaik dengan berjalannya waktu, kini perusahaan
telekomunikasi telah menggantikan peralatan PDH dengan dari peralatan SDH, yang
memiliki kemampuan transmisi data pada tingkat yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem PDH.
2.1 Cirri-ciri PDH
PDH memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Sebuah multiplex orde tinggi yang digunkan untuk sebagai macam tipe
dari pemultiplex time slot untuk menghasilkan kecepatan transmisi yang
lebih tinggi sampai 565 Mbps
Tidak dapat mengakses sinyal orde lebih rendah secara langsung dan
adanya keterbat- asan operasi , administrasi , pemeliharaan dan
kemungkinan penambahan features
2.2 karakteristik sinyal
Jenis sinyal plesiokron, yaitu adanya pergeseran clock.
Bit rate dasar sebesar 1.544 Kb/s (PCM-24) biasa disebut sinyal T1, atau 2.048
Kb/s (PCM-30) biasa disebut sinyal E1.
Teknik multiplexing bit-by-bit.
Penyelarasan terhadap bit rate dari frame dilakukan dengan metode Jastifikasi
Positif.
Sinyal input di sisi tributary tidak mengalami sinkronisasi.
Penyelarasan phase menggunakan Buffer Memory.
Setiap tahapan (orde) multiplex memiliki struktur frame yang berbeda.
Pengaksesan sinyal selalu melalui prosedur bertingkat.
Setiap vendor dapat memilih penggunaan kode saluran optik.
Perangkat PDH yang diaplikasikan di Indonesia adalah mengikuti standar Eropa, yaitu
orde satu yang disebut sebagai Primary TDM (Low order) dengan bit rate 2 Mbps (E1),
dan High Order (PDH) dengan bit rate : 8 Mps, 34 Mbps, dan 140 Mbps.
2.3 Hirarki perangkat PDH
Pembentukan sinyal analog menjadi digital tidak ada perbedaan antara standar
Amerika, Jepang, dan Eropa yaitu 64 kbps (1 kanal voice), yang biasa disebut serbagai
sinyal DS-1. Untuk PDH Level-1 dan seterusnya, ketiga standar ini mempunyai
perbedaan kecepatan bit yang mencolok, sehingga tidak bisa diintegrasikan secara
langsung. Bahkan di dalam satu standar pun, integrasi antar vendor sangat sulit dilakukan,
karena tidak adanya standar internasional tentang kode saluran yang digunakan dalam
PDH orde tinggi (not open standard). Integrasi antar perangkat hanya bisa dilakukan
dalam satu vendor (proprietary).
Jadi, inilah salah satu kelemahan sistem PDH, yaitu fleksibilitas integrasi sangat kecil.
PDH standar eropa
Terdiri dari 32 timeslot, tetapi hanya 30 timeslot yang digunakan untuk voice
(oleh karena itu disebut juga PCM-30). Kecepatan frame (frame rate): 2,048
Mbps.
1 TS = 8 bit
PDH standar amerika/japan/kanada
Terdiri dari 24 timeslot untuk voice
Kecepatan frame (frame rate): 1,544 Mbps
2.4 Mekanisme Kerja Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH)
Teknik multiplexing PDH didasari dengan proses multiplexing pada bit rate
2Mbps, 8Mbps, 34Mbps, 140Mbps sehingga memerlukan banyak peralatan digital
multiplexing berupa add/drop Multiplexing dan Cross Connection PDH.
Pada gambar dibawah ini diperlihatkan tiga level multiplexing pada PDH, yaitu:
a. 2Mbit/s ke 8Mbit/s
b. 8Mbit/s ke 34Mbit/s
c. 34Mbit/s ke 140Mbit/s
Jadi untuk membawa atau memodulasikan 2Mbit/s aliran data melewati saluran
dengan bit rate 140 Mbit/s memerlukan multiplexing melalui tingkatan multiplexer yang
lebih tinggi ( bit rate 8Mbit/s, 34Mbit/s) hingga mencapai ke bit rate 140 Mbit/s dan
kemudian di kembalikan lagi seperti semula (demultiplexing) melalui tingkatan
multiplexer yang lebih rendah dari 140 Mbit/s. Karena Plesiochronous tidak cukup
sinkron (plesio: hampir), masing-masing multiplexer membutuhkan sedikit overhead di
port yang berkecepatan lebih tinggi, untuk memenuhi sedikit perbedaan dalam tingkat
aliran data dari port yang kecepatannya lebih rendah. Beberapa data dari port
berkecepatan lebih rendah (yang berjalan terlalu cepat) dapat dimasukan dalam slot
overhead tadi, dan ini dapat terjadi di semua tingkat multiplexing. Hal ini dikenal sebagai
justification atau bit stuffing.
Gambar di atas menunjukkan bahwa ada dua hirarki yang jelas berbeda, satu untuk AS
dan Jepang dan satu lagi untuk di belahan dunia lain(dalam hal ini Eropa & Australia).
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa perbedaan tingkatan multiplexing tidak berlaku
kelipatan satu sama lain. Misalnya, CEPT2 mendukung 120 Panggilan tetapi
membutuhkan lebih dari 4 kali bandwidth CEPT1 untuk mencapai jumlah panggilan
tersebut. Ini karena PDH tidak persis sinkron dan setiap tingkat multiplexing memerlukan
tambahan bandwidth untuk melakukan bit stuffing. Jadi PDH membutuhkan bit stuffing
di semua tingkatan, untuk memenuhi perbedaan clock. Hal ini membuat sangat sulit
untuk menemukan aliran data tertentu dengan bit rate 2Mbit/s di kanal 140Mbit/s, kecuali
anda sepenuhnya men-demultiplexing aliran data 140Mbit/s ke 2Mbit/s.
2.5 Kekurangan PDH
Ternyata bahwa PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik
pengendalian dan pemrosesan sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh
perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan
transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam
jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-
beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan jaringan. Meskipun
PDH merupakan terobosan dalam system transmisi digital, PDH mempunyai beberapa
kekurangan, yaitu:
1 Tidak ada standar internasional dalam format digital (terdapat ketidakcocokan pada
tiga standar regional, yaitu Eropa, Amerika Utara, dan Jepang).
2 Tidak ada standar untuk interface-interface optic.
3 Struktur pemultipleksan asinkron yang kaku.
4 Kemampuan manajemen yang terbatas.
3. SDH ( Synchronous Digital hierarchy )
SDH merupakan suatu struktur transport digital yang beroperasi dengan
pengaturan yang tepat terhadap payload dan mengirimnya melalui jaringan transmisi
sinkron. Sebelum SDH, hirarki digital yang paling umum digunakan adalah
plesiochronous digital hierarchy (PDH), di dunia ada tiga macam versi PDH yaitu versi
Amerika, Eropa dan Jepang, ketiga versi tersebut tidak kompatibel satu dengan yang
lainnya, sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka munculah teknologi sinkron yang
baru yaitu SDH. Selain itu keterbatasan PDH untuk menyediakan kanal yang besar turut
pula melatar belakangi munculnya Teknologi SDH yang mampu mengirimkan sinyal
informasi dengan kecepatan dan fleksibilitas yang cukup tinggi. Selain itu SDH memiliki
struktur yang lebih sederhana dari pada PDH. Dalam SDH, tributary Amerika Utara dan
Eropa hanya melalui satu tahapan pemultipleksan, sedangkan dalam PDH pemultipleksan
asinkron digunakan saat suatu tributary di multipleks ke dalam suatu tributary yang laju
bitnya lebih tinggi.
Evolusi jaringan PDH ke SDH
Karena format transmisi SDH dirancang untuk mengatasi keterbatasan PDH,
maka semua perusahaan telekomunikasi memang ditantang untuk memperkenalkan
transmisi SDH ke dalam jaringan PDH yang sudah di bangun lebih dulu. Isu yang penting
adalah masalah keseimbangan antara keuntungan yang ditawarkan oleh SDH dan
hambatan biaya dalam investasi jaringan. Untuk itu diperlukan strategi mengenai evolusi
jaringan dari PDH ke SDH.
Ada tiga alternatif utama, yang masing-masing memiliki keuntungan dan
kerugian. Perusahaan telekomunikasi mungkin perlu untuk mengadopsi suatu strategi
campuran sebagai jawaban yang terbaik bagi kondisi lingkungannya masing-masing.
Tiga alternatif tersebut adalah :
Top-down (metode level atau layer)
Bottom-up (metode pulau atau branch)
Paralel (Metode overlay)
Metode lapisan teristimewa relevan dengan perusahaan layanan telekomunikasi
yang masih memperkenalkan digitalisasi pada level trunk dari jaringan yang dimilikinya
atau bagi yang membutuhkan untuk mendukung layanan-layanan baru pada lapisan-
lapisan yang lebih atas dari jaringan-jaringan antar urban (sebagai contoh untuk koneksi
MAN to MAN)
Tujuan pokoknya adalah penghematan biaya untuk transportasi kapasitas besar
dalam menangani pertumbuhan lalu lintas komunikasi. Dalam strategi ini introduksi
untuk SDH dimulai pada level tulangpunggung/supernode level dengan sedikit simpul-
simpul yang dihubungkan dengan sistem-sistem STM-16 atau STM-4 SDH. Interkoneksi
ke suatu jaringan PDH adalah dengan sebuah gateway (gerbang penghubung), umumnya
pada port cross connect dan persediaan port cross connect yang memadai untuk
mendukung semua fungsionalitas PDH dan SDH yang diperlukan. Ini merupakan suatu
aspek yang penting dari perencanaan jaringan.
Langkah berikut adalah mengubah lapisan-lapisan berikutnya yang lebih rendah
ke SDH, dan memindahkan gateway-nya ke titik dimana keuntungan SDH paling dapat
dijamin. Dengan demikian SDH memberikan keuntungan secara penuh bagi lapisan-
lapisan yang lebih tinggi dan secara selektif pada lapisan-lapisan yang lebih rendah.
Strategi dengan metode pulau adalah memasang SDH pada simpul-simpul
jaringan pada level tengahan maupun level bawah, yakni menyediakan pulau-pulau SDH
untuk komunitas tertentu (sebagai contoh pusat-pusat perdagangan dan finansial). Dengan
pendekatan lapisan, (gerbang penghubung), umumnya pada port cross connect dan
persediaan port cross connect yang memadai untuk mendukung semua fungsionalitas
PDH dan SDH yang diperlukan. Ini merupakan suatu aspek yang penting dari
perencanaan jaringan.
Langkah berikut adalah mengubah lapisan-lapisan berikutnya yang lebih rendah
ke SDH, dan memindahkan gateway-nya ke titik dimana keuntungan SDH paling dapat
dijamin. Dengan demikian SDH memberikan keuntungan secara penuh bagi lapisan
lapisan yang lebih tinggi dan secara selektif pada lapisan-lapisan yang lebih rendah.
Strategi dengan metode pulau adalah memasang SDH pada simpul-simpul
jaringan pada level tengahan maupun level bawah, yakni menyediakan pulau-pulau SDH
untuk komunitas tertentu (sebagai contoh pusat-pusat perdagangan dan finansial). Dengan
pendekatan lapisan, dibutuhkan beberapa gateway untuk jaringan PDH.
Pada level ini, beberapa cross-connect utamanya akan menjadi produk-produk
pitalebar (wideband), menginterkoneksi sistem-sistem transport STM-1 melalui
antarmuka-antarmuka 155 Mbps (atau 140 Mbps melalui sebuah antarmuka gateway),
dengan menyalurkan dan memadukan fasilitas pada VC level 1, 2 dan 3 yang dibawa
dalam kecepatan 2 Mbps atau 1,5 Mbps.
Melalui metode paralel, SDH diinstalasi dalam sebuah jaringan overlay (yang
ditumpang-tindihkan) di samping jaringan PDH nya dalam beberapa simpul. Tujuannya
adalah untuk mengimplementasikan layanan-layanan baru tertentu (seperti
videoconferencing dan interkoneksi LAN/LAN) serta memperoleh keuntungan dari
semua fungsi SDH sesegera mungkin, dan menyediakan perbaikan-perbaikan dalam hal
kualitasnya.
Gateway bagi jaringan PDH masih dibutuhkan, meskipun ada segregasi
(pemisahan) antara layanan-layanan lama dan baru antara fasilitas-fasilitas SDH dan
PDH. Penting juga bahwa semua peralatan yang diperlukan untuk menyediakan
fungsionalitas SDH secara penuh dalam SDH yang ditumpang-tindihkan ini sudah
dipasang.
Strategi ini menarik bagi perusahaan telekomunikasi dengan pertumbuhan lalu
lintas komunikasi yang cepat, dan bagi yang berharap untuk menambahkan
fungsionalitas SDH (sebagai contoh, untuk menawarkan premium services; yakni
pemanggil/penelpon yang ditarik biaya pulsa dengan tarif khusus, yang biasanya
diterapkan pada layanan-layanan informasi) selagi mereka menambah kapasitas
jaringannya.
SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada transmisi sinkron yang
telah ditetapkan oleh ITU-T. Dalam dunia telekomunikasi, sejumlah multiplexing sinyal-
sinyal dalam transmisi menimbulkan masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan
(add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan untuk memonitor dan mengendalikan
jaringan transmisinya. Hirarki multiplexing SDH dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah
ini.
Gambar 1. Multiplexing SDH
SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang demikian tinggi
dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan kemampuan
manajemen jaringan baik untuk payload traffic-nya maupun elemenelemen jaringan.
Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk dikembangkan
dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH ke dalam jaringan lain yang secara
aktif mentransportasikan dan mengatur informasi.
Selain dua keuntungan tersebut, SDH juga memiliki beberapa keuntungan
lainnya, diantaranya adalah :
Self-healing, yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi
secara otomatis tanpa interupsi layanan.
Provisi yang cepat.
Akses yang fleksibel, manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita
tetap ke tempat-tempat pelanggan.
Kemampuan memberikan informasi (detail alarm) dalam menganalisis
masalah yang terjadi pada sistem.
Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang terbuka, sangat dibutuhkan
dalam lingkup yang kompetitif sekarang ini bagi perusahaanperusahaan penyedia layanan
telekomunikasi.
3.1 Struktur Frame SDH
Struktur frame terendah yang didefinisikan dalam standar SDH adalah STM-1
(Synchronous Transport Module level 1) dengan laju bit 155,520 Mbit/s (155 Mbps).
Ini berarti STM-1 terdiri dari 2430 byte dengan durasi frame 125μ s. Bit rate atau
kecepatan transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi juga telah distandarisasi
sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x 155,520 Mbps, seperti yang terdapat
pada Tabel 1. dibawah ini.
Tabel 1.Standar Frame dan Kecepatan SDH
Frame STM-1 tersusun atas 9 baris, setiap baris terdiri dari 270 kolom (1 kolom = 1
byte). Sembilan byte pertama pada setiap baris terdiri dari daerah Section Overhead,
sedangkan byte sisanya adalah daerah informasi (payload). Transmisi dilakukan baris per
baris, dimulai dari byte teratas sebelah kiri dan diakhiri oleh byte terbawah sebelah kanan.
Struktrur frame STM-1 yang membawa payload dalam VC-4 tampak pada Gambar 2.
dibawah ini.
Gambar 2. Struktur Frame STM-1
Bagian Section Overhead sebagai sinyal manajemen terdiri dari RSOH (Regenerator
Section Overhead), MSOH (Multiplex Section Overhead) dan AU pointer[5]. RSOH
berfungsi untuk pengendalian pengiriman informasi dari satu node ke node berikutnya
dalam jaringan SDH.
Semua elemen jaringan SDH berakhir pada RSOH. Sedangkan MSOH mengontrol
setiap section antara node elemen jaringan SDH kecuali regenerator dan
mengendalikan perantaraan transmisi antara dua elemen multiplekser yang berdekatan
atau sejajar. AU pointer berfungsi untuk mengatur pemetaan (mapping) container
yang berisi informasi (payload) ke dalam frame STMN.
3.2 Proses Multiplexing SDH
Fungsi utama multiplexing adalah untuk memultipleks sinyal digital yang
mempunyai bitrate rendah ke sinyal digital yang mempunyai bitrate yang lebih tinggi dan
mentransmisikan informasi yang besar itu secara efisien. Dalam ITU-T G.707
direkomendasikan sistem multiplexing SDH seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Multiplexing SDH
Berdasarkan gambar 3. dapat dijelaskan roses multiplexing sebagai berikut :
1 Masukan berupa tributary dimuat ke dalam container (C), untuk tributary 2 Mbps
dimuat dalam Container C-12
2 Pada Container ditambahkan Path Overhead (POH) yang berisi byte pengontrol.
Container yang dilengkapi POH disebut virtual container (VC). Disini terjadi proses
pemetaan (mapping) berupa penyusunan tributary menjadi VC yang sesuai.C-12
dipetakan menjadi VC-12 dengan metode bit sinkron.
3 Pada VC-12 ditambahkan TU pointer sehingga terbentuk Tributary Unit (TU-12). TU
pointer disini berfungsi sebagai tanda diawalinya VC-12
4 TU menjalani proses multiplex menjadi tributary unit group (TUG) atau high order
VC, untuk TU-12 maka yangdiproses adalah 3 buah TU-12 menjadi satu TUG
5 Tujuh buah TUG-12 diproses multiplex menjadi satu TUG-3
6 Pada TUG-12 ditambahkan POH menjadi satu VC-4
7 High order VC-4 membentuk administrative unit (AU), dalam hal ini AU-4.Suatu AU
pointer ditambahkan untuk tanda dimulainya High Order VC
Di dalam sistem SDH dikenal tiga tahapan proses multiplexing yang tergantung dari
sinyal masukan yang dikirimkan. Proses tersebut terdiri atas :
1 Mapping
Mapping adalah proses pemetaan sinyal-sinyal PDH yang akan dibawa melalui
jaringan SDH. Pertama sinyal–sinyal PDH dimasukkan ke dalam container tertentu
(C-n) sesuai dengan laju bit masing-masing. Kemudian C-n ditambahkan POH (Path
Overhead) untuk membentuk Virtual Container (VC-n). Proses ini yang disebut
dengan mapping. POH berfungsi untuk memantau kualitas dan mengidentifikasi tipe
dari Container. VC merupakan elemen dasar yang akan dikontrol dan diatur dalam
sistem SDH. Ada beberapa jenis VC yaitu VC-11,VC-12, VC-2 disebut dengan VC
orde rendah dan VC-3 dan VC-4 disebut sebagai VC orde tinggi.
2 Multiplexing orde rendah
Multiplexing orde rendah adalah membentuk VC orde tinggi dengan melakukan
multiplexing VC orde rendah. Untuk multiplexing VC orde rendah pertama kali
dilakukan adalah dengan menambahkan pointer untuk membentuk TU (Tributary
Unit) sesuai dengan VC-nya yang disebut dengan aligning. TU tersebut digabungkan
untuk membentuk TUG (Tributary Unit Group). Kemudian menambahkan POH pada
TUG sehingga terbentuk VC orde tinggi.
3 Multiplexing orde tinggi
Multiplexing orde tinggi diperoleh dengan melakukan multiplexing VC orde tinggi
untuk membentuk frame STM-N. VC orde tinggi bisa didapat dari multiplexing orde
rendah atau langsung melalui pemetaan container C-3 dan C-4. Seperti halnya
multiplexing orde rendah, VC orde tinggi tersebut ditambahkan pointer untuk
membentuk AU (Administrative Unit) sesuai dengan VC-nya (aligning). Selanjutnya
AU tersebut digabungkan untuk membentuk AUG (Administrative Unit Group).
Frame STM-N dibentuk dengan melakukan multiplexing AUG.
3.3 Elemen-elemen SDH
Suatu elemen jaringan SDH dikontrol dengan menggunakan software, sehingga dapat
lebih fleksibel dalam penggunaan multiplexer dan demultiplexer. Elemen-elemen SDH
tersebut terdiri dari regenerator, Terminal Multiplexer (TM), Add and Drop Multiplexer
(ADM), dan Digital Cross Connect (DXC).
1. Regenerator
Dalam jaringan SDH, fungsi regenerator adalah untuk membangkitkan dan
menguatkan sinyal SDH yang datang. Perangkat ini memperbaiki sistem clock
dan amplituda sinyal data yang telah teredam dan berubah oleh karena adanya
dispersi. Skema regenerator dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Regenerator
2. TM
Terminal Multiplexer berfungsi untuk melakukan multiplexing sinyal-sinyal
masukan (tributary) menjadi sinyal keluaran (aggregate). Dalam suatu jaringan,
perangkat ini digunakan untuk membentuk konfigurasi point-to-point. Selain itu,
perangkat ini juga digunakan untuk mengkombinasikan sinyal input synchronous
dan plesiochronous menjadi sinyal STM-N dengan bitrate yang lebih tinggi. Hal
ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Terminal Multiplexer
3. ADM
ADM adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk memultipleks sinyal-sinyal
PDH atau VC. Selain itu ADM juga digunakan sebagai terminal drop/insert sinyal
sehingga sangat efisien dalam membentuk sistem jaringan telekomunikasi. ADM
memiliki dua buah aggregate dengan arah yang berlainan. Jika sejumlah ADM
saling dihubungkan maka akan membentuk sebuah topologi ring, sehingga akan
mempunyai sistem keamanan yang mempu memberikan proteksi terhadap
jaringan apabila terjadi gangguan. Sistem dari perangkat ini dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Add/Drop Multiplexer
4. DXC
Elemen ini memiliki fungsi yang lebih luas. DXC memungkinkan terjadinya
pemetaan sinyal-sinyal tributary PDH ke dalam virtual container dan juga
merupakan switching dari berbagai macam level STM. Biasanya DXC ini
digunakan untuk membentuk konfigurasi mesh atau star. Gambar 2.16
memperlihatkan skema DXC.
Gambar 7. Digital Cross Connect
Topologi Jaringan SDH
Ada beberapa model topologi jaringan yang dapat dibentuk oleh teknologi SDH,
diantaranya yaitu point-to-point, ring, dan mesh. Topologi ini dapat berdiri sendiri atau
campuran dari beberapa topologi. Pada Gambar 8. berikut adalah beberapa gambaran
topologi jaringan yang dapat dibentuk oleh SDH.
Gambar 4. Model Topologi Jaringan