PDF Combine
-
Upload
hendry-maruf -
Category
Documents
-
view
130 -
download
0
Transcript of PDF Combine
-
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES KUALIFIKASI ALAT MICROWAVE MUFFLE FURNACE
DI LABORATORIUM QUALITY CONTROL
PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
OKTA FESTI AMANDA, S.Farm.
1306344021
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
FEBRUARI 2014
-
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Validasi dan Kualifikasi ...................................................................... 3
2.2 Lean Validation Approach (LeVA) .................................................... 7
2.3 Kualifikasi Model-V ......................................................................... 12
2.4 Microwave Muffle Furnace .............................................................. 13
BAB 3. METODOLOGI ...................................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tempat Kualifikasi ......................................................... 15 3.2 Penyiapan Dokumen Kualifikasi ...................................................... 15 3.3 Pengujian .......................................................................................... 18 3.4 Pembuatan Laporan Kualifikasi dan Pembuatan Standar Operasional
Prosedur ............................................................................................ 20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 21
4.1 Pembuatan Dokumen Validasi .......................................................... 21
4.2 Hasil Pengujian ................................................................................. 22
4.3 Pembuatan Laporan .......................................................................... 24
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 26
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 27
-
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Life Cycle Validasi menurut sistem LeVA ........................................... 8
Gambar 2.2 Kualifikasi Model-V .......................................................................... 13
Gambar 2.2 Microwave Muffle Furnace dengan pilihan pengabuan sulfat ........... 14
-
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan produk utama yang dihasilkan oleh industri farmasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010, obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan, terutama bagi produk yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara
kesehatan. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah pedoman mengenai Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
untuk mengatur segala hal terkait proses pembuatan obat.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat,
pengendalian secara menyeluruh merupakan hal yang sangat esensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012). Oleh karena itu, setiap industri farmasi diwajibkan
untuk menyertakan sertifikat penerapan CPOB saat pengajuan izin mendirikan
industri farmasi.
Industri farmasi harus menerapkan 12 aspek yang dibahas di dalam CPOB.
Salah satu aspek penting dalam CPOB yaitu kualifikasi dan validasi. Validasi dan
kualifikasi harus dilakukan oleh suatu industri farmasi sebagai bukti pengendalian
aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Segala hal yang akan memengaruhi mutu
produk, baik proses, peralatan, sistem komputer, metode analisis, dan proses
pembersihan harus divalidasi agar dapat meminimalisasi risiko yang akan terjadi
selama proses dilakukan.
-
2
Universitas Indonesia
Validasi untuk peralatan atau instrumen di industri farmasi dinamakan
dengan kualifikasi. Setiap alat baru yang akan digunakan dalam proses pembuatan
obat dan mempengaruhi mutu obat harus dikualifikasi. Tujuan kualifikasi ini adalah
untuk memastikan bahwa alat yang akan digunakan tersebut memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan serta dapat menghasilkan produk sesuai standar mutu yang
ditetapkan atau memberikan hasil analisis yang valid secara konsisten.
Pada tugas khusus akan membahas proses kualifikasi dari sebuah alat baru
yang akan digunakan di laboratorium Quality Control, yaitu Microwave Muffle
Furnace. Alat ini merupakan jenis baru dari tanur yang akan digunakan untuk
analisis abu sulfat (Sulfated Ash), susut pengeringan (Loss on Ignition), dan sisa
pemijaran (Residue on Ignition) dari bahan baku. Oleh karena alat ini diharuskan
memberikan hasil analisis yang valid dan dapat dipercaya maka sebelum digunakan
harus dilakukan kualifikasi terhadap alat ini. Tugas khusus ini bertujuan untuk
mengetahui setiap tahapan yang harus dilalui dalam proses kualifikasi sebuah alat
baru, mulai dari pembuatan rencana validasi hingga alat dinyatakan valid untuk
dapat digunakan.
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Boehringer Ingelheim Indonesia ini adalah untuk :
a. Mengetahui tahapan yang harus dilalui dalam proses kualifikasi alat baru
hingga dapat digunakan
b. Mengetahui dan memahami dokumen-dokumen yang harus disiapkan serta
pihak-pihak yang terlibat dalam proses kualifikasi alat.
-
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Validasi dan Kualifikasi
Validasi merupakan bagian yang sangat penting dalam penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP). Prinsip penerapan GMP adalah bahwa mutu tidak
bisa hanya di uji terhadap suatu produk, melainkan mutu, keamanan, dan khasiat
tersebut harus didisain dan dibangun sejak awal ke dalam suatu produk. Validasi
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko
hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Validasi merupakan suatu kegiatan pembuktian dan pendokumentasian
bahwa segala proses, prosedur, atau metode yang digunakan dapat mencapai hasil
sesuai dengan yang diinginkan secara konsisten. Singkatnya, validasi merupakan
verifikasi atau pembuktian yang menyatakan bahwa semua hal yang diinginkan dari
suatu proses tertentu memenuhi persyaratan. Pengertian kualifikasi sebenernya
hampir sama dengan validasi, tetapi kualifikasi lebih mengarah kepada peralatan
dan sistem komputer. Jadi dapat diartikan bahwa kualifikasi merupakan
pembuktian yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa instrumen atau sistem
yang digunakan terpasang dengan baik dan/atau bekerja dengan benar sehingga
dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu, dapat
disimpulkan bahwa kualifikasi merupakan bagian dari validasi (World Health
Organization (WHO), 2006).
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncakan. Unsur utama program
validasi dirinci dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau
dokumen setara. RIV sekurang-kurangnya terdiri dari : kebijakan validasi; struktur
organisasi kegiatan validasi; ringkasan, fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang
akan divalidasi; format dokumen, terdiri dari format protokol dan laporan validasi,
perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen
-
4
Universitas Indonesia
yang digunakan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protokol tersebut dikaji dan disetujui oleh kepala
bagian manajemen mutu (Pemastian Mutu). Di dalamnya hendaklah merinci
langkah kritis dan kriteria penerimaan, setelah itu dibuat pula laporan yang
mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat
ringkasan yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi,
kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Setiap perubahan hendaklah
didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.1.1. Validasi Proses
Validasi proses merupakan proses pembuktian yang terdokumentasi untuk
memastikan bahwa proses pembuatan sediaan farmasi mampu menghasilkan
produk sesuai dengan standar mutu yang diharapkan secara konsisten. Validasi
yang dilakukan meliputi validasi terhadap proses baru (initial validation), validasi
bila terjadi perubahan proses, dan validasi ulang. Validasi proses dilakukan setelah
validasi peralatan, metode analisis, dan validasi pembersihan selesai dilakukan.
Validasi proses secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Validasi prospektif, yaitu validasi proses yang dilakukan sebelum produk
dipasarkan.
b. Validasi konkuren, yaitu validasi yang dilakukan selama proses produksi
rutin.
c. Validasi retrospektif, yaitu validasi yang dilakukan pada proses yang telah
dilakukan rutin jika terdapat perubahan spesifikasi. (Badan Pengawas Obat
dan Makanan, 2012).
2.1.2. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk mengkonfirmasi efektifitas prosedur
pembersihan. Batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan cemaran
mikroba harus ditentukan secara rasional dan berdasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dicapai dan diverifikasi.
Metode analisis yang digunakan untuk melakukan validasi pembersihan
harus tervalidasi dan memiliki kepekaaan untuk mendeteksi residu atau cemaran.
-
5
Universitas Indonesia
Validasi pembersihan baisanya dilakukan hanya untuk permukaan alat yang
bersentuhan langsung dengan produk. Untuk bagian alat yang tidak berkontak
langsung dengan produk, validasi pembersihan dapat dipertimbangkan juga.
Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan serta antara pembersihan
dan penggunaan kembali hendaklah divalidasi (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012).
Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan
dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur
pembersihan tersebut telah tervalidasi. Pada validasi pembersihan tidak dapat
digunakan Uji Sampai Bersih (test until clean) melakinkan metode yang
digunakan yang harus valid hingga kriteria terpenuhi (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012).
2.1.3. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis dilakukan untuk menunjukkan bahwa metode
analisis sesuai dengan tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis dilakukan
terhadap empat jenis, yaitu : a) uji identifikasi; b) uji kuantitas kandungan
impuritas; c) uji batas impuritas; d) uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif
obat atau obat atau komponen tertentu dalam obat. Metode analisis yang lain,
seperti uji disolusi atau penetuan partikel bahan aktif obat, hendaklah juga
divalidasi. Validasi ulang mungkin diperlukan jika terjadi perubahan sintesis bahan
aktif obat, perubahan komposisi produk jadi, dan perubahan prosedur analisis
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012) :
a. Akurasi;
b. Presisi;
c. Ripitabilitas;
d. Intermediate precision;
e. Spesifisitas;
f. Batas deteksi;
g. Batas kuantitasi;
h. Linearitas;
-
6
Universitas Indonesia
i. Rentang.
2.1.4. Kualifikasi Sistem dan Peralatan
Setiap sistem dan peralatan yang digunakan harus didisain, ditempatkan,
diinstal, di operasikan, dan dirawat sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem
yang memiliki dampak terhadap mutu harus dikualifikasi, seperti air handling
systems, compress air system, dan steam system. Peralatan yang digunakan di
produksi dan laboratorium Quality Control harus terkualifikasi (WHO, 2006).
Setiap alat dan sistem harus melalui tahapan kualifikasi, meliputi Disain Kualifikasi
(Design Qualification (DQ)), Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification (IQ)),
Kualifikasi Operasional (Operational Qualification (OQ)), dan Kualifikasi Kinerja
(Performance Qualification (PQ)) (WHO, 2006).
a. Kualifikasi Disain/ Design Qualification (DQ)
Kualifikasi disain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap
fasilitas, sistem, atau perlatan baru. Disain yang dibuat hendaklah memenuhi
ketentuan CPOB dan didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012).
b. Kualifikasi Instalasi/ Installation Qualification (IQ)
IQ dilakukan terhadap fasilitas, sistem, dan peralatan baru atau yang
dimodifikasi. IQ hendaklah mencakup :
instalasi peralatan, pipa, dan sarana penunjang dan instrumentasi sesuai
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didisain.
pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok.
ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
verifikasi bahan konstruksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
c. Kualifikasi Operasional/Operational Qualification (OQ)
OQ hendaklah dilakukan setelah IQ selesai dilakukan, dikaji, dan disetujui.
OQ hendaklah mencakup :
Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses,
sistem, dan peralatan
-
7
Universitas Indonesia
Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk (worst
case)
Penyelesaian OQ yang berhasil hendaklah mencakup finalisasi kalibrasi,
prosedur operasional dan prosedur pembersihan, pelatihan operator, dan
persyaratan perawatan preventif. Setelah selesai OQ, maka pelulusan fasilitas,
sistem dan peralatan dapat dilakukan secara formal (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012).
d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)
PQ dilakukan setelah IQ dan OQ selesai dilakukan, dikaji, dan disetujui.
Meskipun dipisahkan dari OQ, dalam beberapa kondisi, pelaksanaan PQ dapat
disatukan dengan OQ. PQ hendaklah mencakup :
pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan;
uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
2.2 Lean Validation Approach (LeVA)
LeVA merupakan sistem baku yang diberlakukan di PT. Boehringer
Ingelheim yang harus diimplementasikan tanpa interpretasi lebih lanjut. Sebelum
menggunakan sistem LeVA, masing-masing perwakilan PT. Boehringer di setiap
negara memiliki standar operasional prosedur lokal masing-masing, tetapi dengan
adanya sistem LeVA semua prosedur dan sistem operasional telah diseragamkan
untuk semua perwakilan Boehringer oleh corporate di pusat. Jadi, perwakilan
Boehringer di tiap negara hanya boleh menerjemahkan, tetapi tidak boleh membuat
standar operasional baru lagi (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
Sistem LeVA lebih memfokuskan pada validasi peralatan. Peralatan yang
dimaksud baik yang hanya terdiri dari hardware saja (seperti densitometer,
tanur,dll) maupun yang terdiri dari software dan hardware (seperi HPLC, GC,
spektrofotometer) (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
-
8
Universitas Indonesia
Sistem LeVA memiliki kelebihan di antaranya pendokumentasian menjadi
lebih mudah dilakukan dan lebih mudah dipahami karena telah memiliki satu
format, serta dapat menghemat biaya dan waktu karena sistem validasi dan
pendokumentasian jadi lebih ringkas (karena validasi alat yang menggunakan
sistem komputer dilakukan sekaligus). Pendokumentasian menggunakan sistem
LeVA digunakan hanya untuk peralatan yang berkaitan dengan GxP. Jika terdapat
keraguan apakah suatu alat berkaitan dengan GxP atau tidak, maka dilakukan
determinasi validasi terlebih dahulu untuk menentukan apakah suatu alat perlu
divalidasi atau tidak. Pada sistem LeVA, dokumen yang berasal dari pemasok alat
(vendor) dapat digunakan sebagai bagian dokumen kualifikasi (Boehringer
Ingelheim Indonesia, 2014).
Berikut adalah life cylcle validasi pada suatu alat dalam sistem LeVA:
Gambar 2.1 Life Cycle Validasi dalam Sistem LeVA
(Sumber : Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014, telah diolah kembali)
Validasi Determinasi
(Validation Determination)
Perencanaan validasi
(Validation Planning)
Tahapan pembuatan
spesifikasi dan Disain
(Spesification and Design
Phase)
Instalasi dan Pembangunan
Sistem (System Build and
Installation)
Retirement
Penggunaan operasional
(Operational Use)
Tahapan Kualifikasi
(Qualification phase)
Perubahan dan
perbaikan
sistem (System
change and
Improvement)
-
9
Universitas Indonesia
2.2.1 Determinasi Validasi (Validation Determination)
Determinasi validasi merupakan langkah untuk menentukan apakah suatu
peralatan perlu untuk divalidasi atau tidak. Cara untuk melakukannya adalah
dengan mengidentifikasi apakah peralatan tersebut berkaitan dengan GxP atau
tidak. Determinasi validasi harus didokumentasikan agar suatu alat memiliki
dokumen pendukung yang menyatakan bahwa alat tersebut tidak perlu divalidasi.
Maka dari itu, LeVA juga telah menyediakan contoh (template) dokumennya
(Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.2 Perencanaan Validasi (Validation Planning)
Setiap kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Setiap hal yang akan
dilakukan dalam program validasi harus dijelaskan dan didokumentasikan dalam
dokumen validation plan. Dokumen ini dibuat dalam bentuk yang singkat, tepat,
dan jelas. Hal-hal yang sekurang-kurangnya ada pada validation plan adalah
sebagai berikut (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014):
a. Tujuan validasi;
b. Ruang lingkup validasi
c. Pihak-pihak yang terlibat dalam validasi;
d. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi;
e. Dokumen-dokumen yang harus tersedia selama proses validasi serta
perencanaan dan jadwal pelaksanaan;
f. Pengendalian perubahan;
g. Acuan dokumen yang digunakan.
2.2.3 Pendekatan Berdasarkan Kajian Risiko (Risk Based Approach)
Dalam sistem LeVA, dokumen pengkajan risiko dibuat dalam bentuk Risk
Assessment (RA). Risk assessment merupakan dokumen yang berisi analisis risiko
yang berkaitan dengan penggunaan alat. Risiko diidentifikasi berdasarkan
persyaratan GxP dan fungsi dari alat dan diklasifikasikan menurut aturan yang telah
ditetapkan. Hasil pengkajian risiko ini akan menjadi dasar untuk strategi
manajemen risiko dan selalu ditentukan selama siklus hidup dari alat (Boehringer
Ingelheim Indonesia, 2014).
-
10
Universitas Indonesia
2.2.4 Requirement Traceability Matrix (RTM)
RTM merupakan dokumen yang dibuat untuk memastikan bahwa semua
persyaratan GxP baik fungsional maupun disain sudah diuji dan memenuhi kriteria
yang ditetapkan. RTM dapat berguna bagi tim validasi untuk memastikan
persyaratan yang ditetapkan tidak ada yang terlewat selama proses validasi, dan
bagi auditor dapat digunakan untuk memeriksa (mengkaji) dokumentasi validasi
(Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.5 Spesifikasi Persyaratan Pengguna (User Requirement Spesifications)
User requirement spesification (URS) dibuat pada awal proses validasi,
biasanya sebelum sistem dibuat. URS dibuat oleh pemilik sistem dan pengguna,
dengan masukan dari bagian pemastian mutu. URS mendeskripsikan persyaratan
minimal yang harus dipenuhi oleh suatu alat dan akan menunjukkan persyaratan
fungsional, operasional, dan data untuk sebuah alat. URS nantinya dapat diturunkan
menjadi spesifikasi disain dan fungsional (design and functional spesifications)
(Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.6 Pembangunan Sistem dan Instalasi (System Build and Installation)
Setelah spesifikasi dibuat, maka perlu dilakukan pembangunan sistem dan
instalasi (System Build and Installation) untuk melihat apakah alat yang akan dibeli
tersebut sesuai dengan spesifikasi disain dan bisa terpasang dengan baik.
Pembangunan sistem dapat dilakukan dengan cara FAT (Factory Acceptance Test)
ataupun SAT (Site Acceptance Test). FAT merupakan pengecekan yang dilakukan
di pabrik alat (vendor) sebelum dilakukan pengiriman ke perusahaan pembeli untuk
melihat apakah alat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh
pembeli. Sedangkan SAT merupakan pengecekan terhadap spesifikasi alat atau
sistem di tempat alat tersebut akan digunakan. Setelah pengecekan di vendor atau
situs tempat alat digunakan, dilanjutkan dengan commissioning. Commissioning
merupakan dokumen yang menyatakan bahwa alat atau sistem tersebut sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan pengguna/user serta cost-effective dan
memenuhi persyaratan regulasi yang berlaku saat ini (Boehringer Ingelheim
Indonesia, 2014).
-
11
Universitas Indonesia
2.2.7 Protokol Validasi (Validation Protocol)
Dokumen protokol validasi berisi tes-tes spesifik dan kriteria penerimaan
yang akan dilakukan selama proses validasi. Protokol validasi terdiri dari IQ, OQ,
dan PQ. Jika terjadi penyimpangan selama proses validasi maka harus dibuat
laporan tertulis tentang penyimpangan yang terjadi. Dalam sistem LeVA,
dokumentasi yang harus ada dalam protokol validasi adalah :
a. Protokol, test case, dan laporan yang dibutuhkan
b. Penggunaan dokumen teknis
c. Signature log, digunakan untuk mengidentifikasi pihak yang terlibat dalam
proses validasi
Di dalam protokol validasi harus dijelaskan kualifikasi yang akan
dilakukan. Biasanya kualifikasi yang dilakukan dimulai dari kualifikasi instalasi,
operasional, dan kinerja. Untuk pelaksanaan uji yang dilakukan pada tiap tahap
kualifikasi, biasanya digunakan dokumen kualifikasi yang disediakan oleh
pemasok. Namun, jika ada tambahan tes yang diinginkan oleh pengguna, dpat
dilampirkan pula addendum untuk tiap-tiap tahapan. Biasanya tes yang akan
dilakukan pada IQ, OQ, PQ diringkas pada sebuah dokumen yang dinamakan Test
Summary Sheet. Selain itu, jika terdapat penyimpangan pada tiap tahapan
kualifikasi, maka harus dicatat dalam dokumen discrepancy log dan discrepancy
form (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.8 Discussion and Release
Dokumen ini merupakan dokumen resmi yang dilakukan jika terdapat
kondisi misalnya alat tersebut akan dirilis parsial, jika terdapat lebih dari satu fungsi
pada alat tersebut (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.9 Validation Summary Report (VSR)
VSR merupakan dokumen terkontrol yang berisi ringkasan tentang
pengujian selama validasi yang telah dilaksanakan, hasil dari uji yang dilakukan,
penyimpangan serta resolusi dan kesimpulan yang diputuskan berdasarkan hasil
yang telah diperoleh. Pada laporan ini juga mencakup hasil validasi pada tahapan
IQ, OQ, dan PQ. Karena pada VSR terdapat keputusan apakah suatu alat layak
-
12
Universitas Indonesia
digunakan atau tidak, maka dokumen ini bertindak sebagai inisiator penggunaan
alat secara rutin (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.2.10 Penggunaan Operasional (Operational Use)
Setelah proses kualifikasi alat selesai dan alat dinyatakan dapat digunakan
maka selama penggunaan alat secara rutin harus dilakukan pemeliharaan terhadap
alat tersebut agar tetap konsisten memberikan hasil yang valid. Adapun aktifitas
yang harus dilakukan di antaranya (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014):
a. Validation Maintenance during Operation
Hal-hal yang dilakukan untuk menjaga alat tetap valid antara lain :
pelatihan, monitoring alat/sistem, standar operasional prosedur penggunaan,
program kalibrasi, penanganan deviasi, uji kesesuaian sistem (untuk instrumen),
dokumentasi alat, program corrective action and preventive action (CAPA), dan
pengendalian perubahan (change control).
b. Periodic Review
Alat yang telah divalidasi harus dikaji ulang setiap periode waktu tertentu
sesuai dengan yang telah direkomendasikan dalam VSR. Dalam dokumen periodic
review harus dicantumkan dokumen ini merupakan periodic review yang keberapa
dan waktu terakhir periodic review dilakukan sebelumnya.
2.2.11 Retirement
Dokumen yang harus disiapkan ketika suatu alat tidak akan digunakan lagi
dan akan diganti dengan alat yang baru (Boehringer Ingelheim Indonesia, 2014).
2.3 Kualifikasi Model-V
Salah satu model kualifikasi yang banyak digunakan pada perusahaan
adalah model-V. Bagian kiri huruf V menggambarkan persyaratan dan menjelaskan
perubahannya, sedangkan bagian kanan menggambarkan bahwa untuk setiap
persyaratan yang ada di bagian kiri akan ada kegiatan untuk memverifikasinya.
-
13
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Kualifikasi Model-V
(Sumber: Process Logic, n.d., telah diolah kembali)
User requirement merupakan dokumen yang berisi kebutuhan dasar yang
harus terdapat pada alat yang akan divalidasi yang disiapkan oleh perusahaan yang
akan menggunakan. User requirement berhubungan dengan Performance
Qualification, yang merupakan tahapan untuk menguji kemampuan alat tersebut
sesuai dengan kebutuhannya. Functional spesifications merupakan dokumen yang
biasanya dibuat oleh pemasok alat yang mendeskripsikan fungsi dari masing-
masing alat atau sistem. Functional spesifications diuji pada tahapan operational
qualification, yang merupakan tahapan untuk menguji tiap fungsi yang dapat
dilakukan oleh alat. Design spesification merupakan dokumen yang menjelaskan
secara detail mengenai komponen-komponen yang membangun suatu alat atau
sistem. Dokumen ini berkaitan dengan installation qualification, yang merupakan
tahapan bahwa semua komponen alat tersedia dan alat telah terpasang dengan benar
(Deshpande, 2008)
2.4 Microwave Muffle Furnace
Microwave muffle furnace merupakan alat yang digunakan di laboratorium
QC industri farmasi untuk melakukan pengabuan kering (Dry Ashing) dengan
-
14
Universitas Indonesia
tujuan mengidentifikasi bahan baku. Dengan menggunakan alat ini dapat diukur %
abu; %ROI (Residue on Ignition) menggunakan H2SO4; kandungan logam secara
kolorimetri menggunakan H2SO4 dan HNO3; %LOI (Loss on Ignition) (CEM
Corporation, 2006).
Panas pada alat ini dihasilkan oleh gelombang mikro, berbeda dengan tanur
konvensional. Oleh karena itu, alat ini dapat mempersingkat waktu pengerjaan uji
dari hitungan jam, menjadi hitungan menit. Alat ini dapat digunakan hingga
pemanasan mencapai suhu 1200oC. Microwave Muffle Furnace ini telah memenuhi
persyaratan USP 281 Residu on Ignition dan USP 733 Loss on Ignition (CEM
Corporation, 2006).
Alat ini dilengkapi dengan sistem pemanasan menggunakan gelombang
mikro, tungku pembakaran yang akan dimasukkan (furnace insert), pengaturan
temperatur yang terprogram, dan kipas yang terintegrasi untuk mendinginkan alat.
Selain itu, sistem ini telah memenuhi persyaratan ISO 14000 tentang regulasi asam
nitrat dan sulfur dioksida karena alat ini dilengkapi dengan pilihan pengabuan sulfat
(sulfating ashing option) yang berguna untuk menetralkan secara aman dan
menghilangkan sulfur dioksida dan asam nitrat yang dihasilkan selama pengabuan
sampel menggunakan asam sulfat telah memenuhi. Sistem dalam alat ini dapat
menerima sampel hingga 10 gram bahan organik tanpa butuh proses penghilangan
kandungan organik menggunakan hot plate dan menyimpan 20 jenis metode
berbeda (CEM Corporation, 2006).
Gambar 2.3 Microwave muffle furnace dengan pilihan pengabuan sulfat
(Sumber : CEM Corporation, 2006)
-
15 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Kualifikasi
Kualifikasi alat Microwave Muffle Furnace dilakukan mulai dari tanggal 10
sampai dengan 12 Februari 2014 di laboratorium QC PT. Boehringer Ingelheim
Indonesia.
3.2 Penyiapan Dokumen Kualifikasi
Sebelum kualifikasi, dilakukan penyiapan dokumen terlebih dahulu sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam sistem LeVA.
Berikut dokumen yang harus disiapkan :
3.2.1 Validation Plan
Dokumen ini dibuat dalam bentuk yang singkat, tepat, dan jelas. Validation
plan berisikan gambaran secara umum seperti apa kualifikasi yang akan dilakukan.
Dalam dokumen ini dijelaskan tujuan kualifikasi yang akan dilakukan, pihak-pihak
yang terlibat dalam proses kualifikasi, serta ringkasan mengenai alat yang akan
dikualifikasi.
Pada validation plan dijelaskan pula mengenai dokumen-dokumen yang
harus tersedia selama proses kualifikasi. Dokumen ini juga harus menyatakan
pengendalian perubahan serta acuan dokumen yang digunakan. Selain itu, jadwal
pelaksanaan dari tiap-tiap tahapan kualifikasi juga harus direncanakan dalam
dokumen ini.
3.2.2 Risk Assessment (RA)
Dokumen Risk assessment berisi analisis risiko yang berkaitan dengan
penggunaan alat. Risiko diidentifikasi berdasarkan persyaratan GxP dan fungsi dari
alat serta diklasifikasikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Pada pembuatan
RA, parameter risiko dinilai sesuai dengan URS. Risiko diidentifikasi dengan cara
menilai jika masing-masing poin URS tidak terpenuhi, kerusakan atau kegagalan
seperti apa yang kemungkinan bisa terjadi. Dari masing-masing poin tersebut
dilakukan penilaian berdasarkan :
-
16
Universitas Indonesia
a. Kemungkinan terjadinya kerusakan;
b. Keparahan dampak dari kerusakan tersebut;
c. Tingkatan risiko;
d. Kemungkinan mendeteksinya;
e. Risiko secara keseluruhan, yaitu merangkum penilaian risiko berdasarkan
frekuensi kejadian, dampak, dan kemampuan mendeteksinya.
Masing-masing parameter di atas dinilai menggunakan tingkatan Low (L),
Medium (M), atau High (H). Dasar penentuan L, M, H dapat diputuskan oleh
pembuat dokumen atau menyesuaikan dengan yang telah ada pada format LeVA.
3.2.3 Requirement Traceability Matrix (RTM)
Dokumen ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua persyaratan yang
tercantum di dalam URS sudah diuji, baik yang berkaitan dengan GxP, persyaratan
disain, dan fungsional. Pada dokumen ini, terdapat kolom yang berisikan
persyaratan apa yang akan diuji, serta pada langkah kualifikasi mana persyaratan
tersebut akan diuji (IQ/OQ/PQ).
3.2.4 User Requirement Spesifications (URS)
Dokumen ini dibuat oleh pihak pengguna alat, dalam hal ini bagian Quality
Control karena yang mengetahui pasti tentang alat dan fungsinya adalah pengguna
dari alat tersebut. Namun, dalam pembuatannya tetap membutuhkan masukan dari
bagian kualifikasi dan Technical Management. URS berisikan persyaratan
minimum yang harus dipenuhi oleh alat Microwave muffle furnace ini dalam
menjalankan fungsinya. Adapun persyaratan yang dicantumkan dalam URS alat ini
adalah :
a. Standar teknis, seperti disain dan konstruksi peralatan dapat digunakan
sesuai dengan lokasi dan negara pengguna.
b. Persyaratan keamanan
c. Persyaratan umum
d. Persyaratan proses
e. Persyaratan fungsional
f. Otomatisasi
g. Persyaratan dokumentasi dan pelatihan
-
17
Universitas Indonesia
3.2.5 Validation Protocol (P)
Setelah rencana validasi dibuat dalam bentuk validation plan dilanjutkan
dengan membuat spesifikasi apa yang akan diuji dalam validasi ini (URS), dan
membuat pengkajian risiko serta matriks yang akan memastikan segala hal yang
akan diuji telah dilakukan, maka protokol validasi dapat dibuat. Dalam sistem
LeVA, protokol validasi dibuat dalam suatu dokumen validation protocol.
Dokumen ini berisi tes-tes yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi dan
kriteria penerimaan yang akan dilakukan selama proses validasi.
Pada dokumen ini dijelaskan bahwa segala tes yang akan diuji dapat
menggunakan dokumen yang diberikan oleh pemasok (vendor) dan tes-tes yang
dapat dilakukan lainnya sesuai dengan permintaan pembeli, dalam hal ini PT.
Boehringer Ingelheim Indonesia. Personil yang mengeksekusi setiap tes harus
terlatih atau didampingi oleh orang yang telah terlatih dalam pengoperasian alat
tersebut.
Dalam dokumen ini dijelaskan pula strategi tes yang dilakukan, dalam hal
ini pendekatan dengan kajian risiko. Untuk alat microwave muffle furnace ini,
sesuai dengan RA yang telah dibuat sebelumnya maka sistem ini dianggap memiliki
risiko medium. Penilaian risiko medium ini didasarkan pada potensi dampak
kegagalan alat ini (langsung maupun tidak langsung) terhadap kualitas produk
(identitas, kekuatan, mutu, atau kemurnian produk) dan integritas serta mutu dari
data yang dihasilkan.
Setelah itu, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai dokumen apa saja yang
harus ada dalam pelaksanaan kualifikasi. Dokumen tersebut di antaranya :
a. Protokol, test case, laporan
Protokol merupakan dokumen terkontrol yang diajukan berisi tentang
bagaimana validasi akan dilakukan meliputi tujuan, prosedur yang harus diikuti,
pengujian yang harus dilakukan, dan kriteria penerimaan yang harus dipenuhi.
Protokol ini harus disetujui sebelum pelaksanaan kualifikasi/validasi. Test case
merupakan dokumen yang digunakan mendokumentasikan pengujian yang
dilakukan. laporan setelah kualifikasi selesai dibuat dalam bentuk Validation
Summary Report yang menjelaskan secara ringkas dan menyeluruh bagaimana
-
18
Universitas Indonesia
kualifikasi dilakukan, hasil pengujian, penyimpangan yang terjadi terhadap
protokol, serta kesimpulan berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh.
b. Penggunaan dokumen teknis
Dokumen yang dijadikan acuan dalam pembuatan dokumen validasi harus
dicantumkan.
c. Signature log
Dokumen yang berisikan tanda tangan atau inisial dari pihak-pihak yang
terlibat dalam proses kualifikasi. Dalam dokumen ini dijelaskan pula peran dari
masing-masing pihak.
Setelah dokumentasi, diberikan penjelasan tahapan kualifikasi yang
dilakukan. Pada kualifikasi alat microwave muffle furnace ini tahapan yang
dilakukan meliputi : configuration and installation testing (IQ), functional testing
(OQ), dan requirement testing (PQ). Pada tiap tahapan dalam dokumen ini
dijelaskan dokumen acuan yang digunakan dalam pelaksanaan tes serta jika
terdapat diskrepansi (penyimpangan) harus didokumentasikan pada discrepancy
log dan discrepancy form.
3.3 Pengujian
Setelah semua dokumen yang dibutuhkan telah disiapkan dan mendapatkan
nomor dokumen dari bagian Quality Assurance (QA), maka dokumen tersebut
diajukan ke bagian validasi dan kualifikasi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
untuk disetujui oleh manajer bagian tersebut. Setelah segala dokumen dan protokol
disetujui, dokumen diserahkan pada bagian QA untuk disetujui manajer QA dan
dimasukkan dalam pusat dokumen PT. Boehringer Ingelheim (IDEA FOR CON).
Kemudian, sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang telah ditentukan dilakukan
kualifikasi alat dengan pengujian sesuai yang telah dinyatakan dalam protokol
validasi. Dokumen pengujian mengacu pada dokumen yang disediakan oleh
pemasok dengan tambahan poin-poin pengujian yang telah dibuat oleh pengguna
(user).
3.3.1 Kualifikasi Instalasi/ Installation Testing (IQ)
Kualifikasi instalasi dilakukan berdasarkan dokumen yang disediakan oleh
pemasok, yaitu Installation, Operational, and Performance Qualification
-
19
Universitas Indonesia
Procedure. Namun, sebelum masuk ke instalasi, pemasok menyediakan lembar
kerja (worksheet) untuk pre-instalasi. Lembar kerja pre-instalasi ini berisi daftar
pertanyaan yang membantu perwakilan pemasok yang melakukan kualifikasi dan
pembeli alat untuk mengidentifikasi kebutuhan sesuai yang sesuai untuk
mengoperasikan alat sebelum dilakukan instalasi. Setelah itu, dilanjutkan dengan
kualifikasi instalasi. Kualifikasi instalasi dilakukan untuk memastikan bahwa alat
memenuhi disain dan kriteria penerimaan yang ditetapkan serta dapat terpasang
dengan benar. Kualifikasi instalasi dilakukan oleh perwakilan dari pihak pemasok
dan disaksikan oleh pihak pengguna, dalam hal ini bagian quality control, technical
management, dan kualifikasi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.
3.3.2 Kualifikasi Operasional/Functional Testing (OQ)
Setelah kualifikasi instalasi selesai dilakukan, langsung dilanjutkan dengan
kualifikasi operasional. Kualifikasi operasional dilakukan untuk memastikan
bahwa alat dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi/persyaratan pengguna alat dan
memenuhi kriteria penerimaan. Kualifikasi operasional juga dilakukan oleh
perwakilan dari pihak pemasok dan disaksikan oleh pihak pengguna, dalam hal ini
bagian quality control, technical management, dan kualifikasi PT. Boehringer
Ingelheim Indonesia. Pada akhir kualifikasi operasional, dilakukan pelatihan
mengenai penggunaan serta pemeliharaan alat oleh pihak pemasok kepada para
analis dan pihak quality control lain yang hadir.
3.3.3 Kualifikasi Kinerja/ Requirement Testing (PQ)
Setelah kualifikasi operasional selesai dan segala penyimpangan sudah
ditutup pada bagian ini, maka pengujian dapat dilanjutkan ke kualifikasi kinerja.
Kualifikasi kinerja dilakukan untuk memastikan bahwa alat dan sistem
pendukungnya dapat terhubung dengan baik dan bisa berfungsi secara efektif dan
konsisten sesuai dengan proses atau metode yang telah disetujui, spesifikasi, dan
kriterima penerimaan. Rencana pelaksanaan kualifikasi kinerja yang dibuat berisi
penjelasan mengenai prosedur yang harus diikuti untuk mendemonstasikan bahwa
alat dapat bekerja secara konsisten dan memenuhi kriteria yang ditetapkan selama
penggunaan rutin. Kualifikasi kinerja yang dilakukan untuk alat microwave muffle
-
20
Universitas Indonesia
furnace adalah mengukur pengabuan sulfat dari sampel griseofulvin sesuai dengan
Testing Spesification Griseofulvin PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.
3.4 Pembuatan Laporan Kualifikasi dan Standar Operasional Prosedur
Penggunaan Alat
Setelah semua tahapan kualifikasi dilakukan maka dibuat laporan mengenai
pengujian-pengujian yang dilakukan, hasil dari pengujian tersebut, penyimpangan
yang terjadi terhadap protokol, serta kesimpulan terhadap proses kualifikasi alat
tersebut. Laporan ini dibuat dalam bentuk Validation Summary Report. Hasil
pengujian dilaporkan berupa protokol yang telah diisi sesuai dengan hasil yang
diperoleh saat pelaksanaan kualifikasi. Protokol yang telah diisi tersebut
dilampirkan dalam VSR beserta dengan dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan
untuk pemenuhan URS. Segala diskrepansi/penyimpangan yang terjadi selama
proses kualifikasi harus didokumentasikan dan dilakukan penanganannya yang
telah diverifikasi oleh bagian kualifikasi. Hasil pengujian beserta dokumen yang
akan menjadi acuan dalam laporan diringkas dalam sebuah dokumen yang bernama
Test Summary Report yang nantinya akan menjadi bagian lampiran dari VSR.
Laporan yang telah dibuat selanjutnya diperiksa kembali oleh manajer validasi dan
kualifikasi, kemudian disetujui oleh manajer QC sebagai system owner dan QA.
Setelah disetujui oleh manajer QA. Setelah laporan disetujui dan diterima oleh
pusat kontrol dokumen, alat secara resmi dinyatakan dapat digunakan.
Untuk penggunaan alat microwave muffle furnace secara benar dan sesuai
dengan manual yang diberikan oleh pemasok, maka harus dibuat standar
operasional prosedur (SOP) penggunaan alat sesuai dengan format yang ditetapkan
PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. Setelah SOP tersedia, barulah alat dapat
digunakan untuk penggunaan rutin di laboratorium QC.
-
21 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Dokumen Validasi
Dari hasil pengamatan penulis selama tahapan pembuatan dokumen
kualifikasi alat microwave muffle furnace, semua dokumen disiapkan oleh pihak
pengguna alat (user) dalam hal ini bagian Quality Control. Pembuatan dokumen
dilakukan oleh pengguna alat karena penggunalah yang lebih mengetahui
spesifikasi apa yang harus dipenuhi oleh suatu alat dan bagaimana kinerja yang
dikehendaki dari alat tersebut. Namun, pembuatan dokumen tetap menerima
masukan dari bagian kualifikasi dan technical management. Setelah dokumen
dibuat, maka akan dikaji ulang oleh bagian kualifikasi. Jika terdapat hal yang harus
direvisi, maka pembuat dokumen akan merevisi hingga dokumen siap disetujui oleh
manajer validasi dan kualifikasi. Dalam pembuatan dokumen ini juga harus
diketahui dan disetujui manajer QC sebagai System Owner dan manajer QA.
Adapun dokumen yang dibuat sebelum kualifikasi terdiri dari :
a. Validation Plan (VP), berisi kebijakan kualifikasi yang akan dilakukan,
pihak pihak yang terlibat dalam proses kualifikasi, serta ringkasan mengenai alat
yang akan dikualifikasi dalam hal ini microwave muffle furnace. Dalam validation
plan alat ini dijelaskan mengenai fase-fase yang dilalui pada kualifikasi, meliputi :
pembuatan validation plan, URS, RA, RTM, pengujian IQ, OQ, PQ, pembuatan
laporan, dan penanganan penyimpangan. Masing-masing tahapan tersebut
ditentukan jadwal pelaksanaannya.
b. Risk Assessment (RA), berisi kajian risiko terhadap alat yang digunakan.
Risiko dikaji berdasarkan URS yang telah dibuat. Masing-masing URS
diperkirakan dampaknya jika tidak terpenuhi atau terjadi penyimpangan.
c. Requirement Traceability Matrix (RTM), digunakan untuk memastikan
semua yang terdapat dalam URS dites, dan disebutkan pada tahapan kualifikasi
mana URS tersebut akan diuji.
-
22
Universitas Indonesia
d. User Requirement Spesification (URS), berisi kebutuhan minimal yang
harus terdapat pada alat microwave muffle furnace dan harus diuji pada tiap tahapan
kualifikasi.
e. Validation Protocol (P), berisi tes-tes spesifik yang akan dilakukan selama
kualifikasi alat microwave muffle furnace. Dalam validation protokol dijelaskan
bahwa kualifikasi yang dilakukan untuk alat ini terdiri dari IQ, OQ, dan PQ, serta
tes-tes tersebut mengacu pada dokumen yang telah disediakan pemasok dan diberi
tambahan tes oleh pembuat dokumen. Dalam validation protocol juga disebutkan
bahwa jika terdapat penyimpangan, maka harus didokumentasikan dan dibuat
penanganannya. Untuk dapat melanjutkan dari suatu tahapan ke tahapan
selanjutnya, setiap penyimpangan harus telah diselesaikan terlebih dahulu. Dalam
dokumen ini juga dijelaskan startegi pengujian yaitu berdasarkan pengkajian risiko.
Berdasarkan RA yang telah dibuat, alat microwave muffle furnace dinyatakan
memiliki risiko yang medium secara keseluruhan. Hal ini dilihat berdasarkan
dampak risiko kegagalan penggunaan alat tersebut terhadap mutu produk serta
mutu dan integritas data. Maksud dari risiko medium terhadap mutu produk ialah
alat ini penting untuk mengidentifikasi kemurnian sampel, tetapi kegagalan pada
alat ini tidak berdampak langsung terhadap mutu produk karena alat ini hanya
memiliki fungsi pendukung untuk data analisis. Sementara itu, maksud medium
risiko untuk integritas dan mutu data adalah alat ini tidak memiliki dampak
langsung terhadap kualitas dan integritas data yang merupakan bagian dari data
analisis/catatan bets/ data yang dimasukkan ke otoritas. Pada validation protocol
juga dilampirkan signature log serta dokumen kualifikasi yang disediakan oleh
pemasok. Selain itu, dilampirkan juga formulir discrepancy log dan discrepancy
form yang harus diisi jika terjadi penyimpangan selama kualifikasi.
4.2 Hasil Pengujian
Pengujian tahapan kualifikasi instalasi hingga operasional dilakukan oleh
perwakilan pemasok yang telah terlatih dan memiliki pengalaman dalam
pengoperasian dan kualifikasi alat microwave muffle furnace. Proses kualifikasi
disaksikan oleh pihak pengguna yaitu bagian Quality control, staff kualifikasi, dan
-
23
Universitas Indonesia
staff technical management. Hasil pengujian yang diperoleh selama kualifikasi
adalah sebagai berikut :
a. Kualifikasi Instalasi/Installation Testing (IQ)
Kualifikasi instalasi diawali dengan pre-instalasi yaitu daftar pertanyaan
untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai untuk mengoperasikan alat sebelum
dilakukan instalasi. Pada pre-instalasi alat microwave muffle furnace ini dilakukan
pengecekan terhadap lokasi penempatan alat, kecepatan angin yang mendukung
sistem pembuangan dari alat ini, kebutuhan listrik, serta sistem lubang pengeluaran
uap. Dari kegiatan pre-instalasi yang dilakukan, segala hal yang dibutuhkan telah
terpenuhi. Maka proses kualifikasi dapat dilanjutkan ke tahapan pengujian instalasi.
Pada tahapan instalasi dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan
instrumen alat microwave muffle furnace. Pihak perwakilan pemasok melakukan
pengecekan bahwa alat tidak rusak, semua aksesoris peralatan lengkap dan tidak
rusak, posisi pemasangan alat sudah benar, alat telah terpasang dan terhubung
dengan baik satu sama lain, pelanggan telah mengetahui prosedur keamanan
penggunaan alat, dan hal-hal lain yang ingin diketahui pihak pengguna mengenai
pemasangan alat dan aksesorisnya telah dijelaskan dengan baik dan dimengerti oleh
pengguna.
Untuk pengecekan segala hal tersebut, disediakan checklist untuk masing-
masing pemeriksaan. Berdasarkan kualifikasi instalasi yang dilakukan, semua
checklist mengenai lokasi, kelengkapan instrumen, dan prosedur instalasi telah
dapat dipenuhi. Dalam kualifikasi instalasi alat ini tidak terdapat penyimpangan,
sehingga kualifikasi dapat dilanjutkan ke tahapan kualifikasi operasional.
b. Kualifikasi Operasional/Operational Testing (OQ)
Kualifikasi operasional dilakukan untuk memastikan bahwa alat dapat
berfungsi dengan baik sesuai dengan spesifikasi dan kriteria penerimaannya. Pada
kualifikasi operasional ini dilakukan pengecekan sesuai dengan URS mengenai
fungsional alat meliputi : cara pengoperasian alat, pemastian bahwa semua menu
dan metode yang ditetapkan oleh pemasok dapat berfungsi, pemastian semua
parameter yang diatur pada alat sesuai dengan manual yang disediakan pemasok,
pemastian sistem pembuangan dapat berfungsi, sistem temperatur terkontrol dapat
berfungsi, serta pendinginan menggunakan kipas dapat berfungsi.
-
24
Universitas Indonesia
Untuk pengecekan segala hal tersebut, dilakukan pengisian pada protokol
kualifikasi operasional. Di akhir proses kualifikasi operasional, dilakukan pelatihan
mengenai cara penggunaan dan perawatan alat oleh pihak pemasok. Selama proses
kualifikasi, segala hal yang diuji dapat terpenuhi sehingga kualifikasi dapat
dilanjutkan ke tahapan kualifikasi kinerja
c. Kualifikasi Kinerja/ Requirement Testing (PQ)
Kualifikasi kinerja dilakukan untuk memastikan bahwa alat dapat
digunakan sesuai dengan penggunaan rutin yang diinginkan dan memberikan hasil
sesuai spesifikasi dan kriteria penerimaan. Kualifikasi kinerja alat microwave
muffle furnace dilakukan dengan pengujian abu sulfat menggunakan sampel
Griseofulvin. Langkah pengujian dilakukan sesuai dengan testing spesification
Griseofulvin di laboratorium QC PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. Pengujian
dilakukan duplo terhadap satu sampel tersebut. Hasil dari abu sulfat yang diperoleh
dibandingkan dengan spesifikasi yang diinginkan serta hasil yang diperoleh
berdasarkan sertifikat analisis sampel tersebut.
Dari pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa abu sulfat yang diuji
menggunakan alat microwave muffle furnace memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dan sesuai dengan hasil yang diperoleh
berdasarkan CoA.
4.3 Pembuatan Laporan
Setelah semua tahapan kualifikasi selesai, dilakukan penyusunan laporan
kualifikasi. Protokol yang telah diisi dengan hasil pengujian dilampirkan sebagai
hasil pada Validation Summary Report. Pada penyusunan laporan ini dibuat pula
ringkasan pengujian yang telah dilakukan beserta dokumen yang menjadi acuan
untuk melihat hasil pengujian tersebut dalam Test Summary Report. Semua
sertifikat kalibrasi, sertifikat konformitas alat, sertifikat pelatihan perwakilan
pemasok yang melakukan kualifikasi dan pelatihan kepada pengguna alat juga
dilampirkan pada laporan ini. Di dalam VSR, juga dilampirkan lembar kehadiran
pelatihan yang telah dilakukan di akhir kualifikasi operasional.
Setelah semua dokumen yang dibutuhkan untuk laporan telah dipastikan
lengkap, maka pada bagian kesimpulan VSR dapat dinyatakan bahwa alat telah
-
25
Universitas Indonesia
terkualifikasi dan dapat digunakan, serta harus dilakukan pengkajian ulang secara
periodik (jangka waktu 5 tahun). Laporan selanjutnya diperiksa kembali oleh
manajer validasi dan kualifikasi. Selanjutnya, laporan disetujui oleh manajer QC
selaku system owner dan manajer QA. Setelah disetujui, laporan dapat diserahkan
ke bagian QA untuk dimasukkan ke pusat kontrol dokumen PT. Boehringer
Ingelheim Indonesia.
Sesuai dengan pelatihan yang telah diberikan dan manual cara
pengoperasian alat yang diberikan oleh pemasok, maka dibuat sebuah Standar
Operasional Prosedur (SOP) penggunaan alat sesuai dengan format PT. Boehringer.
SOP bertujuan agar penggunaan alat dapat dilakukan dengan cara yang benar dan
sesuai ketentuan. SOP harus disetujui terlebih dahulu oleh manajer QC dan manajer
QA sebelum digunakan. Dengan tersedianya SOP, alat dinyatakan sudah dapat
digunakan untuk kegiatan rutin.
-
26 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Tahapan yang harus dilalui dalam proses kualifikasi alat di PT. Boehringer
Ingelheim Indonesia terdiri dari : pembuatan validation plan, user requirement
spesification, risk asssessment, requirement traceability matrix, validation
protocol, Ekseksusi Kualifikasi Instalasi (IQ), Eksekusi Kualifikasi Operasional
(OQ), Eksesuki Kualifikasi Kinerja (PQ), pembuatan laporan kualifikasi dan
penanganan penyimpangan (discrepancy handling).
b. Dokumen yang harus disiapkan validation plan, user requirement
spesification, risk sssessment, requirement traceability matrix, validation protocol
(termasuk signature log, testcase, protocol, discrepancy log, discrepancy form),
validation summary report (termasuk Test summary report). Sedangkan pihak-
pihak yang terlibat adalah pengguna alat (user), pemilik proses (process owner),
bagian kualifikasi, bagian technical management bagian QA, dan perwakilan
pemasok.
5.2 Saran
Setelah proses kualifikasi alat microwave muffle furnace dilakukan perlu
adanya suatu studi mengenai optimasi efektifitas waktu yang dapat diberikan alat
ini dibandingkan dengan alat furnace konvensional yang digunakan di laboratorium
QC PT. Boheringer Ingelheim Indonesia sebelumnya.
-
27 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Petunjuk Operasional Penerapan
Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Boehringer Ingelheim Indonesia. (2014). LeVA (Lean Validation Approach)
Training. Bogor : PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.
CEM Corporation. (2006). Phoenix Microwave Muffle Furnace. USA: CEM
Corporation World Headquarters.
Deshpande, G. (2008). V-Model and Validation Process-in the Pharaceutical
Industry-FDA Perspective. Cina : SAP.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Process Logic. (n.d.). Life Cycle Development Model. Diunduh dari www.process-
logic.com/content/images/Vmodel.pdf pada tanggal 5 Maret 2014.
World Health Organization (WHO). (2006). Supplementary Guideline on Good
Manufacturing Practices : Validation. WHO Technical Report Series, 237.
cover.pdf (p.1-3)BAB 1.pdf (p.4-5)BAB 2.pdf (p.6-17)BAB 3.pdf (p.18-23)bab 4.pdf (p.24-28)BAB 5 daftar acuan.pdf (p.29-30)