Pbl Skenario 3 Kardio

21
LI.1 Memahami dan Menjelaskan PJR LO.1.1 DEFINISI Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000). Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009). LO.3.2 ETIOLOGI Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A. Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun. LO.3.3 EPIDEMIOLOGI

description

kardio

Transcript of Pbl Skenario 3 Kardio

Page 1: Pbl Skenario 3 Kardio

LI.1 Memahami dan Menjelaskan PJRLO.1.1 DEFINISI

Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.

Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000).

Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).

LO.3.2 ETIOLOGI

Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.

LO.3.3 EPIDEMIOLOGI

Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana 1,8 juta di antaranya menderita PJR. (Ulfah A., 2000) Statistik rumah sakit di Negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan PJR (Afif A., 2008)

Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 1980-1984. (Boestan I.N., 2007) Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun (Asdie A.H., 2000) Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1 (Chandrasoma P, 2006).

Page 2: Pbl Skenario 3 Kardio

DR Akut dan PJR diduga hasil dari respon autoimun, namun patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang meninggal karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih 1%-10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis dan pengobatan disediakan oleh WHO (Thomas K Chin, 2008).

Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3% dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4% didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil (Chakko S. et al, 2001).

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO, 2004).

Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,9- 4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).

LO.3.4 KLASIFIKASI

PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantung yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanya riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa dengan

Page 3: Pbl Skenario 3 Kardio

ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita tersebut mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan tidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.

a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidakdapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.

b. Stenosis MitralStenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yangdapat menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat

c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi   aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.

d. Stenosis aortaStenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan kematian mendadak.Pemeriksaan fisik pada

Page 4: Pbl Skenario 3 Kardio

stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat.

LO.3.5 MANIFESTASI KLINIK

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di bagi dalam 4 stadium.

Stadium IStadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman Beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa demam,batuk,rasa sakit  waktu menelan,tidak jarang di sertai muntah bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IIStadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium IIIYang dimaksud dengan stadium III ini ialah  fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik

Stadium IVDisebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

LO.1.6 PATOFISIOLOGI

Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigenSGA setelah 1-4 minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus di faring. Terdapat dua mekanisme yang diajukan sebagai pathogenesis dari demam reumatik :

Page 5: Pbl Skenario 3 Kardio

1. Respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi,2. Efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.

 Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut imunologi, dimana reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, dengan cara :

1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada

pejamu yang hiperimun,3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan

pejamu yang secara antigenic sama seperti streptococcus,4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga

mengakibatkan kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus  yang menyerang jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit.

Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting, karena :

1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.

Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat. Peradangan di endokardium biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50% kasus adalah katup mitral, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang ditunjukkan dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di sepanjang pinggir daun katup. Proses ini mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.

Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada dinding jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.

Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu pengisian ventrikel sehingga volume sekuncup berkurang.

Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi

Page 6: Pbl Skenario 3 Kardio

limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR.

LO.1.7 DIAGNOSIS

Diagnosis Kriteria Duke:

a. Kriteria Patologis

Mikro-organisme di vegetasi (kultur atau

histologi)

Mikro-organisme di emboli atau abses

intrakardiak

b. Kriteria Klinis

2 kriteria mayor

1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor

5 kriteria minor

Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis demam rematik/penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya:

1.Dua gejala mayor atau2.Satu gejala mayor dengan dua gejala minor

Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu diagnosis demam rematik yaitu:

1.Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA2.Pada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.

Pemeriksaan fisik1. Inspeksi

o Pharynx heperemiso Kelenjar getah bening membesaro Pembengkakan sendio Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendio Ada gerakan yang tidak terkoordinasi

2. Palpasi Nyeri tekan persendian Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan

3. Auskultasi Murmur sistolik injection dan friction rub

Pemeriksaan Penunjang 1. Kultur tenggorok

Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.

2. Rapid antigen test

Page 7: Pbl Skenario 3 Kardio

Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

3. Antistreptococcal antibodi

Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan.

4. Protein fase akut

Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.

5. Pemeriksaan Imaging

a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema

paru yang merupakan gejala gagal jantung.

b. Doppler-echocardiogram

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.

Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.

6. Kateterisasi jantung

Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.

7. EKG

Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

Page 8: Pbl Skenario 3 Kardio

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

Page 9: Pbl Skenario 3 Kardio

Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

8. Pemeriksaan histologi

Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag) dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

LO.1.8 DIAGNOSIS BANDING

Arthritis Rheumatoid

Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.

Sickel cell Anemia/ leukemia

Page 10: Pbl Skenario 3 Kardio

Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang.

Artritis et causa infeksiMemerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.

Karditis et causa virus

Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik (MI). Tidak terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada virus disertai dengan valvulitis.

Keadaan mirip chorea

Multiple tics merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.

Cerbral palsy gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan. Keterlambatan perkembangan.

Post ensefalitis perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.

Kelainan kongenital

Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect) dan ASD (atrium septum defect). Gambaran klinis yang mendasari:

Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising pansistolik murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV parasternal kiri.

Adanya keluhan sesak napas akibat gagal jantung

Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan anamnesis yang teliti terhadap tumbuh kembang anak. Biasanya berat badan anak menurun (pada kasus berat) dan terdeteksi dini anak lebih kecil ( < 1 thn).

LO.1.9 PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug

of choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.

Page 11: Pbl Skenario 3 Kardio

3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.

Tirah baring Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien dengan karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila sendi yang mengalami inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan menyebabkan kerusakan sendi permanen.

Terapi farmakologisTerapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi (baik golongan OAINS ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan inotropik.Antibiotik 1. Penicillin G benzathine

Merupakan drug of choice untuk demam rematik.Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberianAnak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U IM satu kali pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu kali pemberian. Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U procaine penicillin dapat digunakan pada anak yang lebih kecil

2. Penicillin G procaine Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberianBayi dan anak dengan berat badan <27 kg: 600.000 U IM - 1,2 juta Unit IM.

3. AmoxicillinAmoxicillin merupakan obat alternatif untuk terapi demam rematik. Dosis dewasa: 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hariAnak <12 tahun: 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3 g/hari. Anak >12 tahun: sama seperti orang dewasa

4. Erythromycin Merupakan DOC untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Dosis dewasa: 1 g/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hariAnak-anak: 30-50 mg/kg/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari Azithromycin

5. Azithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Dewasa: 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg/hari untuk 4 hari berikutnya.Anak-anak: 10 mg/kg pada hari pertama diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari berikutnya

Obat-obat anti inflamasi

Page 12: Pbl Skenario 3 Kardio

Obat anti inflamasi diberikan untuk mengobati inflamasi dan menghilangakan rasa nyeri dengan derajat ringan hingga sedang. Bila terjadi karditis yang disertai dengan kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif maka inflamasi harus diatasi dengan kortikosteroid (prednison).

1. Aspirin Dosis dewasa: 6-8 g/hari PO selama 2 bulan atau sampai ESR (Erithrocyte Sedimentation Rate) kembali normalAnak-anak: 80-100 mg/kg/hari selama 2 bulan atau sampai ESR kembali normal

2. OAINS (Naproxen)Dosis dewasa: 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5 g/hari Anak-anak <2 tahun: tidak diberikan>2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari

3. Kortikosteroid (Prednison)Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah menghilangkan ataupun mengurangi inflamasi miokardium. Dosis prednison:Dewasa: 60-80 mg/hari POAnak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian (Poestika Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama 2-3 minggu

4. Neuroleptic agents (Haloperidol)Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol:Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hariAnak-anak: <3 tahun: tidak diberikan3-12 tahun: 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari. >12 tahun: sama seperti dosis dewasa

5. Inotropic agents (Digoxin)Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator (D. Manurung, 1998; Meador, 2009). Dosis pemberian digoxin:

Page 13: Pbl Skenario 3 Kardio

Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberianAnak-anak<2 tahun: tidak 2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO , 5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO

LO.1.10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi berupa: Mitral stenosis Mitral regurgitasi Stenosisaorta dan regurgitasi aorta Congestive heart failure(CHF)

Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh (Parillo, 2010; Meador 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung). Endokarditis infeksiosa adalah inflamasi pada endokardium yang biasanya melibatkan katup dan jaringan sekitarnya yang terkait dengan agen penyebab infeksi.

LO.1.11 PROGNOSIS

Prognosis membaik jika :DR tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi akan sangat baik jika bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut DR/membaik.

Prognosis memburuk jika :Gejala karditis lebih berat Ternyata DR akut dengan dengan payah jantung akan sembuh 30% pada tahun 5 pertama dan 40% setelah 10 tahun Penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini. Penelitian melaporkan selama 10 penelitian menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa adanya kekambuhan DR ataupun infeksi.

LO.1.12 PREVALENSI FAKTOR RESIKO

LO.1.13 MORFOLOGI (PA)

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari

Page 14: Pbl Skenario 3 Kardio

kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein. Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Agen penyebab adalah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan utama atau pada serangan ulang.

Daftar Pustaka

Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf

Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin J. E. 2009. Buku saku patofisiologi ed. 3. Jakarta: EGC

Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit FKUI: Jakarta

Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Wahab samik, penyakit jantung anak,EGC,2003 hal 166,179