Pbl Sk 1 Emergensi

36
LI 1. MM HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN LO 1.1 Definisi Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg (Prawirohardjo, 2008). tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selanG 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan keniakan tekanan darahdiastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Hipertensi pada kehamilan terdapat pada 5-10% kehamilan, hipertensi merupakan salah satu dari ketiga penyebab kematian pada ibu hamil selain perdarahan dan infeksi. World Health Organization (WHO) menyatakan pada negara maju 16% kematian maternal diakibatkan karena hipertensi pada kehamilan, dan menempati proporsi kematian pertama setelah perdarahan (13%), aborsi (8%), dan sepsis (2%). Berg et all pada tahun 2003 melaporkan kematian maternal sekitar 16% karena komplikasi dari hipertensi pada kehamilan, dua tahun kemudian berg et al melakukan penelitian yang menunjukan bahwa kematian maternal akibat hipertensi dapat dicegah melalui beberapa tahapan . LO 1.2 Etiologi Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi pre-eklampsia harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa hipertensi dalam kehamilan seringkali terjadi pada : 1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara ) 2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah 3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan. 4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi . Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi : 1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina. 2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal . 3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama kehamilan. 4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ). 5. Pengaruh genetik. LO 1.3 Klasifikasi Klasifikasi hipertensi pada kehamilan terbagi berdasarkan pembagian dari : a. The Working Group classification of hypertensive disorders complicating pregnancy (4) . b. The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) (5) . A. Klassifikasi menurut The Working Group classification of hypertensive disorders complicating pregnancy (4) . 1. Hipertensi Gestasional a. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mm Hg pertama kali selama kehamilan 1

description

yarsi 2015/2016

Transcript of Pbl Sk 1 Emergensi

Page 1: Pbl Sk 1 Emergensi

LI 1. MM HIPERTENSI DALAM KEHAMILANLO 1.1 Definisi

Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg (Prawirohardjo, 2008).

tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selanG 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik  ≥ 30 mmHg dan keniakan tekanan darahdiastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi.

Hipertensi pada kehamilan terdapat pada 5-10% kehamilan, hipertensi merupakan salah satu dari ketiga penyebab kematian pada ibu hamil selain perdarahan dan infeksi. World Health Organization (WHO) menyatakan pada negara maju 16% kematian maternal diakibatkan karena hipertensi pada kehamilan, dan menempati proporsi kematian pertama setelah perdarahan (13%), aborsi (8%), dan sepsis (2%). Berg et all pada tahun 2003 melaporkan kematian maternal sekitar 16% karena komplikasi dari hipertensi pada kehamilan, dua tahun kemudian berg et al melakukan penelitian yang menunjukan bahwa kematian maternal akibat hipertensi dapat dicegah melalui beberapa tahapan.

LO 1.2 EtiologiTeori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi pre-eklampsia harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa hipertensi dalam kehamilan seringkali terjadi pada :

1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara ) 2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah 3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan. 4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi : 1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina. 2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal . 3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama kehamilan. 4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).5. Pengaruh genetik.

LO 1.3 KlasifikasiKlasifikasi hipertensi pada kehamilan terbagi berdasarkan pembagian dari :

a. The Working Group classification of hypertensive disorders complicating pregnancy(4).b. The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)(5).

A. Klassifikasi menurut The Working Group classification of hypertensive disorders complicating pregnancy(4).1. Hipertensi Gestasional

a. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mm Hg pertama kali selama kehamilanb. Tanpa proteinuriac. Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum

2. Preeklampsiaa. Tekanan darah 140/90 atau lebih yang terjadi setelah 20 minggu masa gestasi.b. Proteinuria +1 (Dipstick) atau > 300mg/24 jam

3. EklampsiaPreeklamsia yang disertai oleh kejang.

4. Preeklampsia superimpose oleh hipertensi kronisProteinuria 300mg/24 jam yang terjadi pada usia gestasi 20 minggu atau lebih pada seorang wanita penderita hipertensi sejak sebulum hamil.

5. Hipertensi Kronis.Tekanan darah ≥ 140/190 mmHg yang terjadi sejak sebelum hamil atau terdiagnosis sebelum usia 20 minggu masa gestasi

B. Klassifikasi menurut The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) (4).

1

Page 2: Pbl Sk 1 Emergensi

1. Hipertensi gestasional dan / atau proteinuria yang terjadi selama masa kehamilan, persalinan dan nifas pada seorang wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan tanpa terjadi proteinuria, terbagi menjadi :

a. Hipertensi Gestasional (Tanpa proteinuria)b. Proteinuria Gestasional (Tanpa hipertensi)c. Hipertensi dan Proteinuria gestasional (preeklamsia)

2. Hipertensi Kronik (hipertensi terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu) dan penyakit ginjal kronik (Proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu)

a. Hipertensi kronik (tanpa proteinuria)b. Penyakit ginjal kronik (Proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)c. Hipertensi kronik superimpose preeklampsi (hipertensi kronik dengan onset proteinuria setelah usia gestasi

20 minggu)3. Hipertensi dan/atau proteinuria yang tidak dapat diklasifikasikan 4. Eklampsia

LO 1.4 PatofisiologiMenurut Angsar (2008) teori – teorinya sebagai berikut:

1) Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotela. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel

b. Disfungsi EndotelKerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

1. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.

2. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

3. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)4. Peningkatan permeabilitas kapiler.5. Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin

meningkat.6. Peningkatan faktor koagulasi

3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

2

Page 3: Pbl Sk 1 Emergensi

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

4) Teori Adaptasi kardiovaskularPada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5) Teori GenetikAda faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

6) Teori Defisiensi GiziBeberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

7) Teori Stimulasi InflamasiTeori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.

1.51 Hipertensi kronikA. PengertianHipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 556 )

B. Etiologi Hipertensi konik dapat disebabkan primer: idiopatik: 90 % dan sekunder: 10 %, berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan pembuluh darah.

C.Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilanDiagnosis hipetensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang tela timbul sebelum kehamilan, atau timbul hiprtensi < 20 minggu umur kehamilan. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 557 )Ciri-ciri hipertensi konik:

1.  Umur ibu relatif tua diatas 35 tahun

3

Page 4: Pbl Sk 1 Emergensi

2. Tekanan darah sangat tinggi3. Umumnya multipara4. Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus5. Obesitas6. Penggunaan obat-obat anti hipertensi sebelum kehamilan7. Hipertensi yang menetap pascapersalinan

 D. Dampak hipertensi kronik pada kehamilanPada IbuBila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya, dan hipertensi dapat terkendali, maka hipertensi kronik tidak brpengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap mempunyai resiko tejadinya solusio plasenta, ataupun superimposed preeklampsia.Pada janinDampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau  fetal growth restriction, intra uterine growth restriction: IUGR. Insidens fetal growth restriction berbanding langsung dengan derajat hipertensi yang disebabkan menurunnya pefusi uteroplasenta, sehingga menimbulakna insufiensi plasenta. Dampak lain pada janin ialah peningkatan persalinan preterm.

E. Pemeriksaan Pemeiksaan khusus : ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan pemeriksaan USG ginjal. Pemeriksaan laboratorium lain ialah fungsi ginjal, fungsi hepar, Hb, hematokrit, dan trombosit. Pemeriksaan janin : Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR, dilakukan NST dan profil biofisik.

F.  Pengelolaan pada kehamilanTujuan pengelolaan hipertensi kroni dalam kehamilan adalah meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat antihipertensi.Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hiprtensi yang ringan menjadi lebih berat(pregnancy aggravated hypertension), yang dapat dicapai dengan cara farmakologik atau perubahan pola hidup: diet, merokok, alkoho, dan substance abuse.Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA, infark miokard, serta disfungsi jantung dan ginjal.

Antihipertensi diberikan:- Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipetensi, yatu pada stage 1 hipertensi tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90 mmHg-  Bila terjadi disfungsi end organ.

Obat antihipertensiJenis antihiprtensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah:

α – Metildopa:Suatu α2 – reseptor agonisDosis awal 500 g 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari

Calcium – channel – blockersNifedipin: dosis bervariasi antara 30 – 90 mg per hari.

Diuretik thiazideTidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah utero-plasenta.G. Evaluasi janinUntuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik, perlu dilakukan Nonstress Test dan pemeriksaan ultrasonografi bila curiga terjadinya fetal growth restriction atau terjadi superimginjal posed preeklampsia.

4

Page 5: Pbl Sk 1 Emergensi

1.52 Hipertensi gestasionalHipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalin, kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria. Gejala dapat disertai gejala pre-eklamsi berat yang berupa nyeri epigastrium, dan trombositopenia. Diagnosa hanya dapat ditegakkan pasca persalinan

1.53 Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsiaHipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi adalah hipertensi kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.Gejala :

- Nyeri kepala hebat- Gangguan visus- Edema anasarka- Oliguria- Gangguan neurologi

Kelainan laboratorium :- Peningkatan serum kreatinin- Trombositopenia ( <100.000/mm3)- Peningkatan transaminase serum hepar

1.54 Pre-eklampsiaA. Pengertian preeklamsi Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.Menurut Prawiroharjo 2008 hal-hal yang perlu diperhatikan:1) Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg. Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2

kali pada selang waktu 4 jam-6 jam. 2) Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstic.3) Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsi tetapi sekarang edema tungkai tidak

dipakai lagi, kecuali edema generalisata. Selain itu bila di dapatkan kenaikan berat badan >0,57kg/minggu.

Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, proteinuria adalah tanda penting preeklamsi, terdapatnya proteinuria 300 mg/1+ (Cunningham, 2006).

B. Etiologi atau Predisposisi preeklamsiPenyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklamsi:1) Paritas Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003) 2) Usia Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003). 3) Riwayat hipertensi Riwayat hipertensi adalah ibu yangpernah mengalamihipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan

5

Page 6: Pbl Sk 1 Emergensi

morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham, 2006)4) Sosial ekonomi Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi atau eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)

5) Hiperplasentosis atau kelainan trofoblast Hiperplasentosis atau kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi atau eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006). 6) Genetik Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi atau eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008). 7) Obesitas Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008) c.

C. Klasifikasi preeklamsiPreeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal. Gejala klinik preeklamsi dapat dibagi menjadi preeklamsi ringan dan preeklampsi berat:1) Preeklamsi ringan (PER) a) Pengertian PE ringan Preeklamsi ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Prawirohardjo, 2008). b) Diagnosis Pre-eklampsia ringan Diagnosis preeklamsi ringan menurut Prawirohardjo 2008, ditegakkan berdasarkan atas munculnya hipertensi disertai proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:a. TD ≥140/90 mmHgb. Proteinuria: ≥300 mg/24 jam atau pemeriksaan kualitatif 1 atau 2+c. Edema: edema generalisata (edema pada kaki, tangan,muka,dan perut).

2) Preeklamsi berat a) Pengertian Pre-eklamsia berat Preeklamsi berat adalah preeklamsi dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg, disertai proteinuria ≥5g/24jam atau 3+ atau lebih (Prawirohardjo, 2008). b) Diagnosa Pre-ekmlamsia berat Diagnosis preeklamsi berat menurut Prawirohardjo 2008, dan Wiknjosastro 2007, ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala berikut:

6

Page 7: Pbl Sk 1 Emergensi

1. TD ≥ 160/110 mmHg 2. Proteinuria ≥5 g/24 jam; 3 atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. 3. Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam 4. Kenaikan kadar kreatinin plasma 5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. 6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen. 7. Edema paru-paru dan sianosis 8. Hemolisis mikroangiopatik 9. Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3atau penurunan trombosit dengan cepat. 10. Gangguan fungsi hepar 11. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat 12. Sindrom HELLP

D. Patologi Pre-eklamsi

Perubahan pada sistem dan organ pada preeklamsi menurut Prawirohardjo 2008 adalah:a) Perubahan kardiovaskular Penderita preeklamsi sering mengalami gangguan fungsi kardiovaskular yang parah, gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan afterload jantung akibat hipertensi (Cunningham, 2006). b) Ginjal Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permebelitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vaso dilatasi pada pembuluh darah ginjal. c) Viskositas darah Vaskositas darah meningkat pada preeklamsi, hal ini mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ. d) Hematokrit Hematokrit pada penderita preeklamsi meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklamsi. e) Edema Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologi bila terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. f) Hepar Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini bisa meluas yang disebut subkapsular hematoma dan inilah yang menimbulkan nyeri pada daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar.g) Neurologik Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguan visus. h) Paru Penderita preeklamsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya deuresis.

E. Pencegahan preeklamsiPencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Menurut Prawirohardjo 2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:1) Pencegahan non medikal

7

Page 8: Pbl Sk 1 Emergensi

Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung: a) minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA, b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, dll.c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalium. 2) Pencegahan dengan medikal Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat terjadinya hipovolumia. Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari, selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari,magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100mg/hari atau dipiridamole dan dapat juga diberikan obat anti oksidan misalnya vitamin C, Vitamin E.

F. Pengelolaan pre-eklamsiPengelolaan Pre-eklamsi Ringan

1. Rawat jalan ( ambulatoir )2. Rawat inap ( hospitalisasi )

1.Pengelolaan secara rawat jalan(ambulatoir) 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih

diperlukan. 2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus 3. Vitamin prenatal 4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam 5. Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

 2.Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)

1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi) a. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu b. Proteinuria menetap selama > 2 minggu c. Hasil test laboratorium yang abnormal d. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi berat

 2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur  b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen c. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari d. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklamsi:

- Nyeri kepala frontal atau oksipital - Gangguan visus - Nyeri kuadran kanan atas perut - Nyeri epigastrium

3. Pemeriksaan laboratoriuma. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnya diikuti 2 harib. Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu c. Test fungsi hepar: 2 x seminggu d. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUNe. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

4.Pemeriksaan kesejahteraan janin a. Pengamatan gerakan janin setiap hari b.  NST 2 x semingguc. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif

8

Page 9: Pbl Sk 1 Emergensi

d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggue. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina Terapi medikamentosa

I. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar II. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda pre-eklamsi dan umur kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih

perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.  Pengelolaan obstetrik Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan

1. Bila penderita tidak inpartu : a. Umur kehamilan < 37 minggu

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. b. Umur kehamilan ≥ 37 minggu1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus 2. Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan

2. Bila penderita sudah inpartu : Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf WHO.

3. Konsultasi Selama dirawat di Rumah Sakit lakukan konsultasi kepada : 1. Bagian penyakit mata 2. Bagian penyakit jantung3. Bagian lain atas indikas

Pengelolaan Pre-eklamsi BeratPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung pada umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya : kehamilan dipertahankan

selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan dikahiri setelah mendapat

terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Pemberian terapi medikamentosaa. Segera masuk rumah sakitb. Tirah baring miring ke kiri secara intermitenc. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.e.   Pemberian MgSO4 dibagi :

-          Loading dose (initial dose) : dosis awal-          Maintenance dose : dosis lanjutan

Sumber Regimen Loading dose Maintenance dose

Dihentikan

1.            Prichard, 1955 1957

Intermitent intramuscularinjection

9

Page 10: Pbl Sk 1 Emergensi

Preeklamsi

Eklamsi

10 g IM

1)     4g 20% IV; 1g/menit2)      10g 50% IM: Kuadran atas sisi luar kedua bokong- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri3)     Ditambah 1.0 mllidocaine

4)     Jika konvulsi tetap terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g 20% IV : 1 g/menit Obese : 4g ivPakailah jarum 3-inci, 20 gauge

5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong

5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong(10 g MgSO4 IM dalam 2-3 jam dicapai kadar plasma3, 5-6 mEq/l

24 jam pasca persalinan

2.            Zuspan, 1966

Preeklamsi berat

Eklamsi

Continous IntravenousInjection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 minute

1 g/jam IV

1 g/jam IV

3.        Sibai, 1984

Preeklamsi - eklamsi

Continous IntravenousInjection

4-6 g 20% IV dilarutkan dalam35 100 ml/D5 / 15-20 menit

1) Dimulai 2g/jam IV dalam 10g 1000 cc D5 ; 100 cc/jam2) Ukur kadar Mg setiap 4-6 jam3) Tetesan infus disesuaikan

24 jam pascasalin

10

Page 11: Pbl Sk 1 Emergensi

untuk mencapai maintain dose 4-6 mEq/l(4,8-9,6 mg/dL)

4.    Magpie TrialColaborativeGroup, 2002

Sama dengan Pritchard Regimen

1) 4g 50% dilarutkan dalam normalSaline IV / 10-15 menit2) 10 g 50% IM:- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri

1) 1g/jam/IV dalam 24 jam atau2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O 1. Refleks patella normal2. Respirasi > 16 menit3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

AntidotumBila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :

1. 100 mg IV sodium thiopental2. 10 mg IV diazepam3. 250 mg IV sodium amobarbital4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

b.                   16,7 mg/menit/1 jamc.                    500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

Anti hipertensiDiberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.* Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik2. Desakan darah diturunkan mencapai :

< 160/105 MAP < 125

11

Page 12: Pbl Sk 1 Emergensi

* Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menitDiuretikumDiuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :1.      Memperberat penurunan perfusi plasenta2.      Memperberat hipovolemia3.      Meningkatkan hemokonsentrasiDiuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru2. Payah jantung kongestif3.   Edema anasarka

DietDiet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih

Sikap terhadap kehamilannya:

1.Perawatan Konservatif ; ekspektatif

Tujuan : Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat

dilahirkan Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.

Terapi Medikamentosa :1)      Lihat terapi medikamentosa seperti di atas. : no. VI. 5.a2)      Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.3)      Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti tersebut di atas nomor VI. 5.a Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler4)      Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.

    Perawatan di Rumah Sakit :1)      Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik 2)      Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.3)      Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.4)      Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.5)      Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 26)      Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :a. Ukuran biometrik janin b. Volume air ketuban

Penderita boleh dipulangkan :Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan

pulang.

Cara persalinan :1)      Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm

12

Page 13: Pbl Sk 1 Emergensi

2)      Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya 3)      Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

2.Perawatan aktif ; agresif

Tujuan : Terminasi kehamilan

Indikasi : 1. Indikasi Ibu :

a) Kegagalan terapi medikamentosa :1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah

b) Tanda dan gejala impending eklamsic) Gangguan fungsi hepard) Gangguan fungsi ginjale) Dicurigai terjadi solution placentaf)  Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

 2. Indikasi Janin :1.    Umur kehamilan ≥ 37 minggu2.    IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG3.    NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal4.    Timbulnya oligohidramnion

3. Indikasi Laboratorium :Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP

Terapi Medikamentosa : Lihat terapi medikamentosa di atas : nomor VI. 5.a.      Cara Persalinan : Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginamPenderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8 Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea

b. Indikasi seksio sesarea : 1.      Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam2.      Induksi persalinan gagal3.      Terjadi gawat janin4.      Bila umur kehamilan < 33 minggu Penderita sudah inpartu1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman2. Memperpendek kala II3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia umum

1.55 Eklampsia A. Pengertian

13

Page 14: Pbl Sk 1 Emergensi

Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994: 49). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995: 41) .B. EtiologiSebab eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensiC. GejalaEklamsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklamsi. Gejala-gejala preeklamsi yang berat seperti:

Sakit kepala yang keras Penglihatan kabur Nyeri diulu hati Kegelisahan dan hyperfleksi sering mendahului kejang

Serangan dibagi dalam 3 tingkatan :1. Tingkat invasi (tingkat permulaan)Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu fihak, kejang-kejang halus terlihat pada muka. Berlangsung beberapa detik.

2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang kronis )Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi episthotonus, lamanya 15 sampai 20 detik.

3. Tingkat konvulsiTerjadi kejang yang timbul hilang, radang membuka dan menutup begitu juga mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini bisa menjadi sangat kuat dan bisa menyebabkan pasien terlempar dari tempat tidurnya atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercapur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru. Berlangsung sekitar 1 menit.

4. Tingkat comaSetelah kejang kronis pasien akan coma. Lamanya beberapa menit sampai berjam-jam. Dan jika pasien telah sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang terjadi(amnesi retrograd). Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 10-20 kali.

Sebab kematian eklamsi ialah : oedema paru-paru, apoplexi dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi eklamsi tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah coma. Eklamsi semacam ini disebut “ eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat.

Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklamsi maka “eclampsi sine eclampsi” sering dimasukkan preeklamsi yang berat. Pada eklamsi tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi jika keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memperburuk prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan tersembunyi, pada eklamsi yang berat ada cyanosis. Protein uri hampir selalu ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.

Pada eklamsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklamsi yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklamsi intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke yang lebih ringan ialah dari eklamsi ke dalam keadaan preeklamsi. Jadi kemungkinan eklamsi tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi. Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam 2 minggu. Adakalanya pasien yang telah menderita eklamsi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena oedema retina

D. Diagnosis dan Diagnosis Banding

14

Page 15: Pbl Sk 1 Emergensi

DiagnosisEklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum (Brown dkk., 1987;Lubarsky dkk ., 1994).Eklamsia secara umum dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Penyulit utamanya adalah solusio plasenta, deficit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru, henti kardiopulmonal / cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan kematian ibu.

Diagnosis BandingUmumnya eklamsia lebih besar kemungkinannya terlalu sering di diagnosis (overdiagnosis) daripada kurang terdiagnosis (underdiagnosis) karena epilepsy, ensefalitis, meningitis, tumor serebri, sistiserkosis dan rupture aneurisma serebri pada kehamilan tahap lanjut dan masa nifas dapat menyerupai eklamsia. Namun, sampai kausa-kausa lain ini disingkirkan, semua wanita hamil dengan kejang dianggap menderita eklamsia. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejangan karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejangan; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan lain-lain.

E. ManajemenPritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di Parkland Hospital dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip – prinsip dasar pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita2. Selalu diingat mengatasi masalah – masalah Airway, Breathing, Circulation3. Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena, selanjutnya dapat diikuti dengan

pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4 intramuskuler secara loading dose didikuti MgSO4 intramuskuler secara periodik.

4. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap berbahaya. Batasan yang digunakan para ahli berbeda – beda, ada yang mengatakan 100 mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110 mmHg.

5. Koreksi hipoksemia dan asidosis6. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena kecuali pada kasus kehilangan cairan

yang berat seperti muntah ataupun diare yang berlebihan. Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.7. Terminasi kehamilan

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman pengelolaan eklampsia yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia, berikut ini kami kutipkan pedoman tersebut.a). Pengobatan Medisinal

1. MgSO4 :Initial dose :- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)

Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena 2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan

15

Page 16: Pbl Sk 1 Emergensi

nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .

4. Perawatan pada serangan kejang :a) Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.b) Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.c) Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.d) Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari fraktur.e) Pemberian oksigen.f) Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).

5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).6. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :

- Edema paru- Gagal jantung kongestif- Edema anasarka7. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.8. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.

Catatan:Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%, diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.

Refleks patella (+) Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit. Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian Magnesium Sulfat sampai

20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese

b). Pengobatan Obstetrik :1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir. Setelah kejang terakhir. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir. Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

1. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.c) Perawatan Pasca PersalinanBila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.F. KomplikasiKomplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

16

Page 17: Pbl Sk 1 Emergensi

1. Solutio Plasenta .Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada per-eklampsia.

2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi.

Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial

tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

G. PrognosisEklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.H. PencegahanPada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas  :

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara apabila ditemukan.3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-

tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

LI 2. MM SOLUSIO PLASENTALO 2.1 DefinisiSolusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir. LO 2.2 EtiologiPenyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

17

Page 18: Pbl Sk 1 Emergensi

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan

pertolongan persalinan.- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta (9). Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma (5).

3. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).4. Faktor usia ibuDalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta

berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3).6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3).

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (16).

LO 2.3 Klasifikasia. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (5):

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

18

Page 19: Pbl Sk 1 Emergensi

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2):

1. Solusio Plasenta RinganPerdarahan kurang 250 ml, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%. Komplikasi pada ibu dan janin belum ada.

2. Solusio Plasenta SedangPerdarahan lebih dari 250 ml namun kurang dari 1.000 ml, uterus tegang, hipotensi, takikardi, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Solusio Plasenta BeratPendarahan lebih dari 1.000 ml. Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

LO 2.4 Patofisiologi1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada

desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.

2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.

Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas luas,uterus keras/tegang.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

19

Page 20: Pbl Sk 1 Emergensi

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Penyulit terhadap ibu Penyulit terhadap janin1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah

umum2. Terjadi penurunan tekanan

darah,peningkatan nadi dan pernapasan3. Ibu tampak anemis4. Dapat timbul gangguan pembekuan

darah,karena terjadi pembekuan intravaskuler diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan (hipofibrinogenemia)

5. Dapat timbul perdarahan packapartum setelah persalinan karena atonia uteri atau gangguan pembekuan darah

6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder

7. Timbunan darah yang meningkat dibelakang plasenta dapat menyebabkan uterus menjadi keras,padat dan kaku.

1. Tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian dalam uterus.

LO 2.5 Manifestasi KlinisGambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis:

1. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman (2,5).

2. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5).

3. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

LO 2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

20

Page 21: Pbl Sk 1 Emergensi

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)

1. Perdarahan pervaginam 782. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 663. Gawat janin 604. Persalinan prematur idiopatik 225. Kontraksi berfrekuensi tinggi 176. Uterus hipertonik 177. Kematian janin 15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

1. Anamnesis (5)

- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.

- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .

- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai

dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.2. Inspeksi (5)

- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).3. Palpasi (5)

- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di

luar his.- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.4. Auskultasi (5)

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

21

Page 22: Pbl Sk 1 Emergensi

5. Pemeriksaan dalam - Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada

pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.6. Pemeriksaan umum (5)

- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

7. Pemeriksaan laboratorium - Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering

terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta .Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

- Terlihat daerah terlepasnya plasenta- Janin dan kandung kemih ibu- Darah- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

DIAGNOSIS BANDING Tabel 3. diferensiasi perdarahan antepartum

Klinis Solusio plasenta Plasenta previa Ruptura uteri

Onset kejadian Sewaktu hamil dan inpartu

Sewaktu hamil Inpartu

Cara mulainya Tiba-tiba Perlahan Tiba-tiba

Tipe perdarahan Non recurren Recurren Bergantung pada pembuluh darah yang pecah

Warna darah Darah beku+segar Darah segar Darah segar

Anemia Tak sebanding dengan darah yang keluar

Sesuai dengan darah yang keluar

Perdarahan keluar dan di dalam

Toxemia Bisa ada - -

22

Page 23: Pbl Sk 1 Emergensi

gravidarum

Nyeri perut Ada Tidak ada (+) di segmen bawah rahim

Palpasi Uterus in-bois bagian anak sulit ditentukan

Biasa dan floating Defans muskular, meteoritis

His Kuat Biasa Hilang

Bunyi jantung anak

- + -

Periksa dalam Ketuban tegang, menonjol

Jaringan plasenta Robekan

Plasenta Tipis, cekung Selaput robek pada pinggiran

Biasa

LO 2.7 TatalaksanaPenanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringanEkspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4).

b. Solusio plasenta sedang dan beratApabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah (19).Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17).Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).

LO 2.8 Komplikasi

23

Page 24: Pbl Sk 1 Emergensi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (2,3,12).Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

2. Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

3. Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5).Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :

a. Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria .

b. Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu (2).

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah

24

Page 25: Pbl Sk 1 Emergensi

menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan .

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :1. Fetal distress2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan3. Hipoksia dan anemia4. Kematian

LO 2.9 PrognosisPrognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

LO 2.10 Pencegahan

25