Pbl Sistem Pencernaan Bawah

42
Sistem Pencernaan bawah pada Manusia Faruq Fathullah 102011311 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6. Jakarta, 11510 _________________________________________________________________ __________ Pendahuluan Di dalam tubuh manusia diatur oleh banyak sistem yang masing- masing mempunyai fungsinya dan tentu saja memegang peranan yang penting dalam berlangsungnya kehidupan manusia. Salah satu sistem ini adalah sistem pencernaan yang mengatur pencernaan dan juga penyerapan nutrisi dari makanan ke dalam tubuh. Di dalam sistem organ ini tentu saja terdapat organ-organ yang akan mendukung kinerja pencernaan pada manusia agar menjadi optimal. Seperti dari mulut, esophagus, gaster atau lambung, usus halus, usus besar dan akhirnya dikeluarkan dalam bentuk feces. Dan fungsi utama dari sistem disini adalah untuk mencerna berbagai bahan makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan dan menyerap nutrisi-nutrisi untuk menjadi bahan baku bagi tubuh sendiri dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di bagian distal dari

description

aws

Transcript of Pbl Sistem Pencernaan Bawah

Sistem Pencernaan bawah pada Manusia Faruq Fathullah 102011311 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6. Jakarta, 11510___________________________________________________________________________Pendahuluan

Di dalam tubuh manusia diatur oleh banyak sistem yang masing-masing mempunyai fungsinya dan tentu saja memegang peranan yang penting dalam berlangsungnya kehidupan manusia. Salah satu sistem ini adalah sistem pencernaan yang mengatur pencernaan dan juga penyerapan nutrisi dari makanan ke dalam tubuh. Di dalam sistem organ ini tentu saja terdapat organ-organ yang akan mendukung kinerja pencernaan pada manusia agar menjadi optimal. Seperti dari mulut, esophagus, gaster atau lambung, usus halus, usus besar dan akhirnya dikeluarkan dalam bentuk feces. Dan fungsi utama dari sistem disini adalah untuk mencerna berbagai bahan makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan dan menyerap nutrisi-nutrisi untuk menjadi bahan baku bagi tubuh sendiri dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi atau bersumberpada saluran cerna di bagian distal dari ligamentum Treitz. Jadi dapat berasal dari usus kecil dan usus besar. Pada umumnya perdarahanini(sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per anum/per rektal yang bersifat akut,transient, berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik.PembahasanSystem pencernaan bawah dimulai dari pangkreas ,usus halus, usus besar dan rectum disini kami juga membahas kelainan yang terjadi pada organ-organ tersebut.Organ-organ pembantu pencernaanPankreas mempunyai peranan dalam pencernaan di dalam usus, dimana pankreas ini akan mensekresikan enzim-enzim ke dalam duodenum dan jejunum untuk proses pencernaan makanan yang belum. Berikut contoh enzim yang berperan:1a. Enzim proteolitik yang berperan dalam memecah polipeptida menjadi dipeptida dan beberapa monopeptida. Enzim ini disekresikan dalam bentuk tidak aktif, dan akan diaktifkan oleh enterokinase, baru enzim ini bisa bekerja. Contoh enzim proteolitik dari pankreas yaitu:5 Tripsinogen Kemotripsinogen Procarboxypeptidaseb. Enzim amylase pankreas yang berguna untuk memecah karbohidrat yang berupa polisakarida menjadi disakarida.c. Enzim lipase pankreas yang berfungsi untuk mencerna lemak menjadi trigliserida dan asam lemak. Selain itu adapula sekresi sel duktus pankreas, yang akan mensekresikan NaHCO3 yang berguna sebagai penetral saat kimus dari lambung yang bersifat asam masuk ke duodenum, agar dinding mukosa duodenum tidak rusak.Hati turut mengambil alih peran dalam sistem pencernaan, dimana fungsi hati seperti: tempat perombakan eritrosit, penyimpanan glikogen, dan terutama pada pencernaan adalah sekresi garam empedu. Fungsi garam empedu sendiri adalah untuk membantu pencernaan lemak pada dinding usus. Lemak tersebut akan dilapisi oleh garam empedu, dan nantinya dapat dicerna oleh lipase pankreas dan dapat diserap di dalam epitel usus masuk ke lacteal pusat. Dan garam empedu yang tidak digunakan nantinya akan diserap kembali ke dalam hati dan dirombak kembali.

Usus halusMotilitas pada usus halus terjadi gerakan mencampur dan mendorong kimus bersamaan yaitu segmentasi. Kerja usus halus yang melakukan segmentasi berjalan secara simultan, dimana saat kimus memasuki duodenum terjadi segmentasi, di ikuti segmentasi ileum kosong yang disebabkan refleks gastroileum. Lalu selain itu ada juga migrating motility complex yang tujuannya untuk membersihkan sisa makanan dan yang lainnya untuk segera ke colon.Sekresi pada bagian usus ini terdapat beberapa zat, yaitu seperti mukus pada kelenjar brunner yang berfungsi sebagai pelican dan pelindung. Selain itu pada usus halus pencernaan yang belum selesai, dilanjutkan kembali pada mikrovili atau brushborder, enzim-enzimnya adalah: Aminopeptidase yang berperan mencerna dipeptida menjadi asam amino Disakaridase (maltase, sukrase, laktase) LipaseintestinumPencernaan pada usus halus meliputi semua bahan makanan, baik itu karbohidrat, protein dan juga lemak dari makanan. Berikut pencernaan masing-masing bagian Pencernaan karbohidrat yang pada mulut sudah terjadi sedikit, pada usus halus ini akan diselesaikan. Karbohidrat yang masuk ke dalam usus halus akan dipecah oleh enzim amylase pankreas menjadi disakarida terlebih dahulu. Lalu setelah dicerna menjadi disakarida akan dicerna kembali terutama pada daerha mikrovili yang nantinya disakarida akan dipecah oleh disakaridase (maltase, sukrase, laktase) menjadi monosakarida yaitu seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa. Setelah berbentuk monosakarida, maka dapat diserap menuju ke pembuluh darah. Pencernaan protein yang sebelumnya sudah terjadi pada gaster, akan diselesaikan di usus halus ini. Protein akan dipecah menjadi bentuk yang lebih kecil oleh enzim proteolitik pankreas menjadi dipeptida. Setelah itu pencernaan masih dilanjutkan ke dalam mikrovili dimana terdapat enzim aminopeptidase yang akan segera mengubah dipeptida menjadi asam amino yang akan diserap masuk pembuluh darah. Pencernaan lemak pada usus akan dibantu oleh garam empedu yang disekresikan oleh hepar. Lemak akan bergabung garam empedu dan membentuk micel, dan nantinya micel ini akan dipecah oleh enzim lipase pankreas menjadi monogliserol dan juga asam lemak. Pencernaan ini segera berakhir pada epitel lumen usus, tanpa harus sampai mikrovili. Pada usus halus barulah terjadi semua penyerapan yang nantinya akan dikirim ke sistem vena, dan akhirnya hasil ini akan disebarkan ke seluruh tubuh. Berikut penjelasan mengenai penyerapan masing-masing komponen: Pertama karbohidrat yang sudah terpecah menjadi monosakarida seperti glukosa akan diserap secara aktif ke dalam lumen usus, setelah diserap masuk lumen, akan diteruskan untuk masuk ke dalam pembuluh darah vena yang akan diteruskan ke jantung, dan disalurkan ke seluruh tubuh. Ada juga yang diubah menjadi glikogen saat melewati hepar. Lalu protein juga mengalami hal yang hampir sama, dimana saat protein sudah dicerna menjadi bentuk paling kecil yaitu asam amino pada lumen usus ia akan diserap kebanyakan secara aktif. Penyerapan dari asam amino ini juga akan mengikuti masuk ke dalam pembuluh darah vena, akan masuk ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh. Dan untuk lemak yang sudah berbentuk monogliserin dan asam lemak saat menembus epitel lumen usus akan berkumpul menjadi trigliserin dan juga asam lemak. Trigliserin dan asam lemak akan dilapisi oleh semacam protein dan menjadi kilomikron, dan dikeluarkan secara eksositosis masuk ke peredaran limfe, yaitu lacteal pusat. Dari pembuluh-pembuluh limfe, akan diteruskan ke dalam ductus thoracicus, masuk ke peredaran darah dan akan diedarkan juga ke seluruh tubuh. Selain zat diatas, juga terjadi penyerapan vitamin dan juga mineral-mineral yang berguna bagi tubuh. Begitu juga air sudah diserap pada bagian usus halus ini.Usus besar sampai rectum1a. Pergerakan yang terjadi pada usus besar sendiri ada dua jenis yaitu: Gerakan mencampur atau haustrasi dimana gerakan ini sangat lama antara dua haustrasi sekitar 30 menit. Gerkan haustrasi ini bersifat nonpropulsif atau tidak mendorong ke arah distal. Mass movement yang merupakan gerakan mendorong isi colon menuju ke distal usus besar dan masuk ke dalam rectum.b. Sekresi yang dihasilkan pada usus besar berupa zat mukus yang berfungsi sebagai pelican dan pen pelindung dinding mukosanya. Dan juga mensekresikan HCO3- yang berperan menetralkan asam iritan yang dihasilkan oleh bakteri pada usus besar.c. Pencernaan di usus besar sudah tidak terjadi lagi karena tidak ada enzim pencernaan. Dan penyerapan pada dinding usus besar ini sebagia besar hanya air dan elektrolit-elektrolit yang berguna bagi tubuh. Setelah melewati usus besar, feses akan memasuki rectum untuk dicetak dan siap dikeluarkan. Defekasi pada rectum dirangsang dari refleks gastrocolon dan juga refleks duodenocolon sehingga terjadi rangsangan defekasi, diatur oleh m. Spinchter ani internus yang merupakan otot polos dan m. spinchter ani externus yang merupakan otot lurik, dan juga apabila ada gangguan lainnya.1. Pada bagian ini akan dibahas mengenai enzim-enzim yang berperan dalam proses pencernaan mulai dari mulut sampai keluar melalui anus. Berikut penjelasan mengenai masing-masing enzim yang ada pada proses pencernaan:2 Enzim amylase saliva atau enzim ptyalin yang terdapat di dalam mulut berfungsi untuk mencerna karbohidrat menjadi substrat disakarida. Enzim HCl yang berfungsi mengatifkan enzim pemecah protein di lambung, dan memberikan suasana asam yang cocok untuk pencernaan protein di lambung. Enzim pepsinogen yang masih belum aktif dan diaktifkan oleh HCl di dalam lambung untuk proses pencernaan protein menjadi dipeptida. Enzim-enzim proteolitik yang disekresikan oleh pankreas yang digunakan untuk memecah protein menjadi dipeptida (kemotripsin, tripsin, karboksipeptidase) Enzim amylase pankreas yang digunakan untuk memecah karbohidrat menjadi disakarida seperti maltosa, sukrosa, dan laktosa. Enzim lipase pankreas yang akan bekerja bersama garam mepedu untuk memecah lemak menjadi trigliserida dan asam lemak. Aminopeptidase yang berperan mencerna dipeptida menjadi asam amino pada mikrovili di dalam usus halus. Disakaridase (maltase, sukrase, laktase) yang memecah disakarida menjadi monosakarida pada mikrovili usus. Lipaseintestinum yang berfungsi memecah lemak yang belum dipecah olehh lipase pankreas. Sekresi-sekresi lainnya yang berfungsi dalam proses pencernaan juga ada seperti mucus yang melindungi saluran pencernaan, NaHCO3 yang berfungsi menetralkan asam yang dihasilkan. Begitu juga hormon yang disekresi dalam proses pencernaan.

PankereatitisPankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis.3EtiologiBatu saluran empedu, Infeksi virus atau bakteri, Alkoholisme berat, Obat seperti steroid, diuretik tiazoid, Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V, Hiperparatiroidisme, Asidosis metabolic, Uremia, Imunologi seperti lupus eritematosus, Pankreatitis gestasional karena ketidak seimbangan hormonal, Defisiensi protein Toksin.3PatofisiologiSebagai kontras adanya berbagai faktor etiologi yang menyertai pankreatitis, terdapat berbagai rangkaian kejadian patofisiologi yang uniform yang terjadi pada timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivitas enzim di dalam pancreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti organ. Dalam keadaan normal pancreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestinya sendiri.enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik. Enzim proteolotik ( tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, elastase ) dan fosfolopase A termasuk dalam kelompok ini. Enzim digesti yang lain seperti amylase dan lipase disintesis dalam bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membrane fosfolipid di dalam sel asini. Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pancreas, cairan pancreas dan serum sehingga dapat mengaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini.3Dalam proses aktivasi enzim di dalam pancreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pancreas yang terlihat dalam proses autodigesti ( kemotripsinogen, proelasase,fosfolifase A ). Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung pada tripsin. Aktivasi ezimogen secara normal imulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulainya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas. Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi duodenum dan refluks caian empedu, aktivasi system komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isi duodenum merupakan campuran enzim pancreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi. Semuanya ini mampu menginduksi pancreas akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pancreas, meningkatkan aktivasi lipase dafosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya mengaktivasi proenzim pancreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus pancreatikus yang utama menambah permiabelitas sehingga menyebabkan perubahan structural yang jelas. Kelainan histology utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis koagulasi parenkim dan piknosis inti atau kariolisis yang cepat diikuti oleh degradasi asini yang nekrotik dan absorpsi dbris yang timbul. Adanya ema, pendarahan dan rombosis menunjukkan kerusakan vascular yang terjadi bersamaan.3Manifestasi Klinis1. Rasa Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pancreatitis2. Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen.3. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis.4. Bising usus biasanya menurun sampai hilang.5. Kekakuan otot.6. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus.7. Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut.8. Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia.9. Syok akibat:

A. Hipovolemia karena eksudasi darah dan protein kedalam ruang retroperineum (retroperineal burn)B. Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascularC. syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karenacairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum.

10. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi.KomplikasiKomplikasi yang sering muncul adalah:31. Kista pankreas: kista dapat terjadi karena terkumpulnya cairan di sekeliling pankreas akibat nekrosis pankreas.2. Diabetes militus: nekrosis pada pankreas juga dapat mengenai sel-sel pualau langerhans pankreas sehingga terjadi penurunan insulin.Pemeriksaan Penunjang1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis.2. Ultrasound abdomen : dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi trakrus billier.3. Endoskopi: penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi billier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan: Prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.4. Aspirasi jarum penunjuk CT: dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.5. Foto abdomen: dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, klasifikasi pankreas.Penatalaksanaan 1. Tujuan terapi adalah mengurangi sekresi pankreas dan mengistirahatkan pankreas2. Tindakan konvensional:A. Pemberian anal getik untuk nyeriB. Pemberian cairan dan koloid intravena untuk mempertahankan volume intravascular normalC. PuasaD. Pengisapan nasogastrik untuk menurunkan pelepasan gastrin oleh lambung dan mencegah isi lambung masuk ke duodenum3. Antibiotic untuk infeksi sekunder (flegmon, abses, pseudokista) atau sumbatan aliran empedu (kolangitis asenden, koledokoletasis yang mengalami komplikasi)4. Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan. Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis 5. Laparatomi dengan drainasepengeluaran jaringan nekrotik jika terapi konvensional tidak dapat memperbaiki kondisi klien yang memburuk

Inflammatory Bowel DiseaseInflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulserativa (KU, Ulcerative Colitis), Penyakit Crohn (PC,Crohns Disease), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia, dan radiasi.3EpidemiologiInflammatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di negara-negara Eropa atau Amerika. Laporan sekitar tahun 1990-an didapatkan angka insiden untuk colitis ulseratif/penyakit crohn di Eropa 11,8/7,0, Norwegia 13,6/5,8, Belanda 10,0/6,9, Jepang 1,9/0,5, Italia 5,2/2,3, per 100.000 orang. Jadi terdapat perbedaan tingkat kekerapan antara negara barat (bahkan berbeda antara Eropa Utara dan Selatan) dengan negara Asia Pasifik. Sedangkan untuk angka prevalensi didapatkan di Copenhagen 161,2/44,4, Italia 121/40, Jepang 18,1/5,8, Singapura 6,0/3,6. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda (2530 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan laki-laki. Selain adanya perbedaan geografis di atas, tampaknya orang kulit putih lebih banyak terkena dibandingkan kulit hitam (untuk populasi penduduk di negara barat). Dari segi ras, IBD banyak terdapat pada orang Yahudi. IBD cenderung terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah serat.3Di Indonesia belum dapat dilakukan studi epidemiologi ini, Data yang ada berdasarkan laporan Rumah Sakit (Hospital Based). Sangat mungkin terjadi variasi akurasi diagnosis antar laporan, mengingat akan terdapatnya perbedaan sarana diagnostik penunjang yang tersedia. Sarana diagnostik di Pusat Rujukan akan dapat menegakkan doagnosis secara tepat dan segera menerapkan pengobatan definitifnya. Tetapi sistem rujukan di Indonesia belum berkembang secara optimal sehingga sebagian besar kasus terduga IBD akan mengalami under-diagnoses atau justru dapat terjadi over-diagnosed tentang IBD. Di sini diperlukan suatu sistem di bawah kewenangan profesi agar pasien tidak mengalami over-treatment atau under-treatment. Diperlukan suatu konsensus profesi agar kasus IBD di Indonesia dapat teridentifikasi secara lebih baik dan mendapat pengobatan lebih optimal. Di pihak lain, proses pencatatan dan pelaporan akan lebih seragam dan dapat lebih dipertanggungjawabkan untuk suatu penelitian epidemiologik, baik dalam populasi maupun data Rumah Sakit.Dari data di unit endoskopi pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta (RS Cipto Mangunkusumo, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) didapatkan data bahwa kasus IBD terdapat pada 12,2% kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari kasus dengan hematochezia, 25,9% dari kasus dengan diare kronik, berdarah, nyeri perut. Sedangkan pada kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.

patogenesis Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasannya yang memadai mengenai pola distribusinya. Secara konsep dasar dapat diilustrasikan seperti di bawah ini.3

Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan familial. Teori adanya peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrofil sitoplasmic autoantibody, peran nitrik oksida, dan riwayat infeksi (terutama mikobakterium paratuberkulosis) banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD 8,914. Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.Lebih sering diderita oleh wanita, terbanyak ditemukan pada usia antara 15 dan 20 tahun. Faktor predisposisi yang berkaitan adalah keturunan, imunologi, infeksi virus atau bakteri (masih spekulatif), dan lebih jarang ditemukan pada perokok. Selain itu sebanyak 6070% dari pasien yang diteliti, memiliki p-ANCA (antineutrophil cytoplasmic antibodies) yang berhubungan dengan HLA-DR2, atau bila p-ANCA negatif, sering ditemukan HLA-DR4.4Proses inflamasi yang terjadi biasanya dimulai di rektum, lalu dapat meluas ke proksimal namun tak pernah melewati kolon. Bila bagian rektum saja yang terkena atau meluas sampai sigmoid disebut proktitis atau proktosigmoiditis, sedangkan bila seluruh kolon terlibat disebut pankolitis.4

Gambaran KlinikDiare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodosum, dan kolangitis. Di samping itu tentunya disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan nutrisi. Gambaran klinis KU relatif lebih seragam dibandingkan gambaran klinis pada PC. hal ini disebabkan distribusi anatomik saluran cerna yang terlibat pada KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau terjadi pada semua segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal.3Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan. Dengan sifat perjalanan IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai gambaran aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase remisi. Secara umum Disease Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekuensi diare, ada tidaknya perdarahan per-anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaan endoskopi, dan penilaian keaadan umum, dapat dipakai untuk maksud tersebut.3Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun yang dimulai ringan bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.Pada PC selain gejala umum di atas, adanya fistula merupakan hal yang karakteristik (termasuk perianal). Nyeri perut relatif lebih mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi yang tranmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya bacterial over-growth. Secara endoskopik penilaian aktivitas penyakit KU relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada PC hal tersebut lebih sulit, terlebih bila ada keterlibatan usus halus (tidak terjangkau oleh pemeriksaan kolonoskopik), sehingga dipakai kriterian yang lebih spesifik (Crohns Disease Activity Index) yang didasari oleh adanya penilaian demam, data laboratorium, manifestasi ekstraintestinal, frekuensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya masa intraabdomen dan rasa sehat pasien.Gambaran LaboratoriumAdanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar hemoglobin, leukosit, LED, trombosit, C-reactive protein, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambaran demikian juga dapat ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD. Sebagian besar hanya merupakan parameter proses inflamasi secara umum atau dampak sistemik akibat proses inflamasi gastrointestinal yang memengaruhi proses digesti/absoprsi.3Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan KU. Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C-reactive protein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status nutrisinya yang rendah.3EndoskopiPemeriksaan endoskopi mempunyai peran penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan kasus IBD. Akurasi diagnostik kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7% hasil meragukan.3Pada dasarnya KU merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rectum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi KU adalah 80% pada rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pankolitis). Sedangkan PC bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas, usus halus ataupun kolon. Dari data yang ada, dilaporkan 11% kasus PC terbatas pada ileo-caecal, 33% ileo-kolon, dan 56% hanya di kolon. Daerah ileo-caecal merupakan daerah predileksi untuk beberapa penyakit yaitu PC, TBC, amoebiasis. Dari data yang ada dilaporkan bahwa lesi kolonoskopik terbatas pada ileo-caecal disebabkan oleh 17,6% PC, 23,5% TBC, 17,6% amoebiasis, dan 35,4% karena kolitis infektif.3RadiologiTeknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostik pada IBD yang saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur, fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan disentsibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae. Interpretasi radiologik tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan radiologik merupakan kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Foto polos abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar tanpa material feses di dalamnya. Untuk menilai adanya keterlibatan usus halus dapat dipakai metode enteroclysis yaitu pemasangan kanul naso-gastrik sampai melewati ligamentum treitz sehingga barium dapat dialirkan secara kontinu tanpa terganggu oleh kontraksi pylorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam mendeteksi adanya abses ataupun fistula.3PengobatanPengobatan UmumDengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri intalumen usus dan komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antobiotik, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus, dan perubahan pola diet. Metronidazole cukup banyak diteliti dan cukup banyak bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan pada KU jarang digunakan antibiotik sebagai terapi terhadap agen proinflamasinya. Di samping beberapa konstituen diet yang harus dihindari karena dapat mencetuskan serangan (seperti wheat, cereal yeast, dan produk peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat antioksidan yang dalam penelitian dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek.3Mengingat penyakit ini bersifat eksaserbasi kronik, maka edukasi pada pasien dan keluarganya sangat diperlukan.3Obat Golongan KortikosteroidSampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC (untuk semua derajat) dan KU derajat sedang dan berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednisone, metilprednisolon (bentuk preparat peroral) atau steroid enema. Pada keadaan berat, diberikan kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik (dan efek sampingnya) yang rendah, saat ini telah dikembangkan obat golongan glukokortikoid non-sistemik dalam pengobatan IBD. Dalam hal ini dapat dipakai obat budesodine baik dalam bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. Dosis rata-rata yang banyak digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara dengan 4060 mg prednisone, yang kemudian dilakukan tapering dose setelah remisi tercapai dalam waktu 812 minggu.3Obat Golongan Asam Amino SalisilatObat yang sudah lama dan mapan dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat sulfasalazin yang merupakan gabungan sulpiridin dan aminosalisilat dalam ikatan azo. Preparat ini akan dipecah di dalam usus menjadi sulfapiridin dan 5-acetil salicylic acid (5-ASA). Telah diketahui bahwa yang bekerja sebagai agen anti inflamasi adalah 5-ASA ini. Saat ini telah ada preparat 5-ASA murni, baik dalam bentuk sediaan lepas lambat (di Indonesia, Salofalk) maupun gabungan 5-ASA dalam bentuk ikatan diazo. Pada preparat lepas lambat. 5-ASA akan dilepas pada situasi pH >5 (jadi dalam hal ini di lumen usus halus dan kolon). Baik sulfasalazin maupun 5-ASA mempunyai efektivitas yang relatif sama dalam pengobatan IBD, hanya efek samping lebih rendah pada 5-ASA. Hal ini disebabkan telah dikteahui bahwa efek samping pada sulfasalazin terletak pada unsur sulfapiridinnya. Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 24 gram perhari, yang kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sesuai dengan kondisi pasien.3Obat Golongan ImunosupresifObat ini dipakai bila dengan 5-ASA dan kortikosteroid gagal mencapai remisi. Obat golongan ini seperti: 6-merkaptopurin, azatioprin, siklosporin, dan metotreksat.Surgikal. Peran surgikal bila pengobatan konservatif medikamentosa gagal atau terjadinya komplikasi (perdarahan, obstruksi ataupun megakolon toksik).3Kolitis Ulserativa Kolitis ulserativa adalah suatu penyakit peradangan rektum dan kolon yang terutama mengenai lapisan mukosa usus besar, dan menyebar secara kontinu ke seluruh daerah yang terkena. Tidak terdapat bagian-bagian yang normal seperti pada penyakit Crohn. Lesi-lesi ulseratif membentuk kriptus-kriptus di dasar lapisan mukosa, yang disebut kriptus Lieberkuhn. Kriptu-kriptus ini ditandai oleh bintik-bintik perdarahan yang dapat menjadi abses. Dapat terjadi penebalan dinding usus.5Perjalanan penyakit ini dapat ringan, sedang, atau parah. Diare berdarah bercampur dengan mukus merupakan tanda khas, dan semakin intensif seiring dengan keparahan penyakit.5Gambaran Klinis Kolitis Ulserativa biasanya ditemukan pada kelompok usia 2040 tahun, namun bisa terjadi pada semua usia. Keluhan utama jarang timbul pertama kali pada usia di atas 65 tahun namun mortalitasnya lebih tinggi. Saat datang, 30% pasien memiliki penyakit yang terbatas pada rektum, dan 20% memiliki penyakit yang melua. Diare intermiten dengan lendir dan darah dalam tinja, disertai demam dan remisi menjadi hampir normal, adalah gejala tersering.6Ada tiga pola berbeda:61. Penyakit kadang-kadang timbul sebagai episode singkat diare ringan tanpa gejala lain yang tampaknya mereda degan cepat namun bisa relaps kapan saja.1. Biasanya, terdapat riwayat keadaan umum yang tidak baik selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan diare terus-menerus atau intermiten. Dalam kasus ini penyakit biasanya terbatas pada rektum dan kolon desenden, dan biasanya disebut proktokolitis. Gejala umum bisa ringan atau berat. Sering timbul komplikasi sekunder.1. Sekitar seperlima datang dengan episode diare berdarah akut berat dengan gejala konstitusional berupa demam dan toksemia serta rasa tak enak di perut akibat megakolon toksik yang bisa berlanjut menjadi perforasi.DiagnosisDugaan timbul bila tampak gambaran klinis seperti fi atas dan bisa ditegakkan secara pasti, kecuali pada penderita yang sakit berat, melalui pemeriksaan sigmoidoskopi dengan biopsi dan pemeriksaan barium.6SigmoidoskopiMukosa rektum selalu abnormal pada kolitis ulseratif, merupakan penyakit di bagian distal (proktitis) dengan berbagai tingkatan proksimal ke arah usus besar.Tampakan abnormal, berdasarkan urutan keparahan adalah:6 Mukosa granular dengan hilangnya pola vaskular yang normal; Adanya pus dan darah; dan Ulkus yang jelas disertai perdarahan kontak di bibir sigmoidoskop.RadiologiEnema barium memperlihatkan hilangnya pola haustral normal disertai pemendekan usus besar. Usus besar tampak seperti selang yang mulus (hosepipe appearance). Bisa ditemukan ulkus gali dan pseudopolip. Pembentukan striktur pada kanker menyebabkan daerah penyempitan yang terbatas.6Foto polos abdomen akan menunjukkan dilatasi akut jika ada, dan udara dalam usus besar mungkin menunjukkan garis pinggir ulkus mukosa. Pemeriksaan enema barium dalam keadaan tersebut bisa menyebabkan perforasi.6KomplikasiKeganasan Secara keseluruhan insiden kanker kolorektal pada kolitis ulseratif masih rendah, sekitar 2%, tetapi meningkat 10% pada penderita yang menderita penyakit ini selama 25 tahun. Meningkatnya risiko yang lebih besar pada populasi menyebabkan dianjurkannya surveilans kolonoskopik pada kasus yang menderita lama. Faktor klinis yang berhubunngan dengan risiko kanker yang tinggi ialah: Penyakit ini terjadi pada masa anak-anak Secara klinis serangan pertama tergolong berat Seluruh kolon terkena Gejala berjalan terus-menerus dibandingkan dengan yang intermitenPada praktik klinik, pasien kolitis ekstensif yang lebih dari 810 tahun, umumnya dimasukkan pada kelompok yang mengikuti program surveilans dan diperiksa kolonoskopi secara reguler (biasanya tiap tahun) dan dilakukan biopsi multipel. Apabila terdapat displasia berat, kemungkinan pada penderita telah tumbuh kanker secara fokal di salah satu bagian usus besar dan dianjurkan untuk reseksi usus total.7Komplikasi LokalKadang-kadang timbul perdarahan yang masif dan membahayakan jiwa, tetapi lebih sering berupa kehilangan darah yang berlangsung kronis menimbulkan anemia defisiensi besi. Pada fase akut, diare berat dengan kehilangan air dan mukus yang meningkat sangat nyata menimbulkan gangguan elektrolit yang serius. Bahaya fase akut lebih lanjut adalah dilatasi toksisk. Apabila ulserasi mengenai daerah otot yang lebih luas, akan timbul kegagalan kemampuan dan kekuatan kontraktil. Resultan segmen adinamikumunya kolon transversummenjadi mengembang (distended) secara progresif, sehingga dinding menjadi lebih tipis dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi usus. Walaupun terdapat beberapa adesi yang melokalisasi penyebarannya, perforasi ke kavum peritoneal menimbulkan peritonitis fekal generalisata yang dapat menimbulkan kematian. Radiograf harus sering dilakukan pada penderita yang sangat sakit, karena setiap saat dapat terjadi dilatasi otak.7Komplikasi SistemikPenderita kolitis ulseratif mempunyai risiko terjadinya masalah sistemik, yaitu:7 Kulit: eritema nodosum (radang subkutan) dan pioderma gangrenosum (abses dermal steril) Hepar: perikolangitis (radag sekitar duktus biliaris), kolangitis sklerosing (konstriksi fibrosa dan obliterasi duktus biliaris), kolangiokarsinoma, dan hepatitis kronis aktif Mata: iritis, uveitis dan episkleritis Sendi: meningkatnya insiden ankilosing spodilitis

Penyakit Crohn Penyakit Crohn adalah penyakit peradangan kronik pada usus yang ditandai oleh peradangan salah satu atau semua lapisan saluran GI. Kelainan ini terutama mengenai lapisan submukosa serta usus halus dan usus besar. Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan familial. Penyakit ini dapat bersifat autoimun dan memburuk oleh stres.8Peradangan pada penyakit Crohn timbul sebagai lesi-lesi granulomatosa berbatas tegas dengan pola terpisah-pisah tersebar di seluruh bagian usus yang terkena. Di antara daerah-daerah peradangan terdapat jaringan usus yang normal. Pada peradangan kronik, timbul jaringan ikat dan fibrosis sehingga usus menjadi kaku atau tidak fleksibel. Apabila fibrosis terjadi di usus halus, maka penyerapanzat-zat gizi akan terganggu. Apabila penyakit terutama terlokalisasi di kolon, maka keseimbangan air dan elektrolit dapat terganggu. Hubungan abnormal atau fistula kadang-kadang terbentuk antara bagian-bagian saluran cerna dan antara saluran GI dan vagina, kandung kemih, atau rektum. Hal ini dapat menyebabkan malabsorpsi dan infeksi.8Penyakit Crohn pada usus besar bisa menyerupai kolitis ulseratif. Diagnosis penyakit Crohn didukung dengan adanya kehilangan sedikit darah, mukosa rektal yang normal pada sigmoidoskopi, adanya sepsis perianal, dan perbedaan radiologis.Gambaran Klinis Penyakit Crohn biasanya dimulai di masa remaja dan awal usia 20-an. Terdapat puncak penyakit Crohn yang kedua pada manula. Paling sering mengenai ileum terminal namun bisa juga timbul pada bagian manapun dari saluran cerna. Kolon terkena pada 1020% pasien. Biasanya timbul (8090%) sebagai nyeri perut intermiten dengan diare dan distensi abdomen pada orang muda yang bertubuh kurus. Lebih jarang timbul sebagai abdomen akut dengan tanda-tanda apendisitis akut dengan atau tanpa massa yang teraba. Massa di fosa iliaka kanan akibat ileitis terminal harus dibedakan dari kanker sekum dan abses apendiks. Abses ameba dan tuberkulosis ileosekal adalah sebab yang lebih jarang.9Proses peradangan granulomatosa mengenai usus halus dengan panjang lesi yang pendek-pendek, meninggalkan bagian-bagian usus yang normal di antaranyalesi lompat. Terjadi penebalan dinding dan penyempitan lumen. Ditemukan ulkus mukosa dan limfadenopati regional. Gambaran mikroskopik yang khas adalah peradangan submukosa, yang kurang jelas dibandingkan dengan kolitis ulseratif. Terdapat banyak fisura yang mencapai submukosa dengan atau tanpa jaringan granulasi kronis, yang terdiri atas granuloma nonkaseosa tidak seperti yang ditemukan pada sarkoid.9RadiologiEnema barium. Ileum terminal paling sering terkena dan bisa menyebabkan inkompetensi katup ileosekal. Bisa timbul ulserasi mukosa yang dalam dan paku-paku barium bisa masuk jauh ke dalam dinding usus(duri mawar). Lesi bisa banyak dengan usus normal di antaranya (lesi lompat). Penampakan seperti batu jalan yang kasar pada mukosa terlihat pada stadium awal. Pada stadium lanjut terjai fibrosis yang menyebabkan penyempitan usus (tanda tali sepatu) dengan dilatasi dibagian proksimal.9 Enema usus halus. Bisa tampak ulserasi mukosa, penyempitan lumen, atau mengumpulnya barium dalam kelompokan yang iregular di tempat-tempat adanya massa radang. Pemindaian lekosit berlabel-Indium membantu melokalisasi penyakit radang usus aktif.9Komplikasi Terkenanya usus halus secara menyeluruh dapat menimbulkan sindroma malabsorpsi, tetapi penyebab malabsorpsi yang paling sering pada penyakit Crohn adalah iatrogenik. Reseksi berulang usus halus menimbulkan sindroma usus pendek dimana nutrisi yang adekuat dipertahankan dengan pemberian melalui intravena atau intraperitoneal. Terjadinya fistula merupakan komplikasi terering; penetrasi yang dalam oleh ulkus menimbulkan fistula di antara lengkung usus di sekitarnya dan, terutama setelah terapi bedah, menimbulkan fistula enterokutaneus.10Sekitar 60% penderita mempunyai lesi anal. Ini meliputi tonjolan kecil pada kulit, fisura, dan fistula ke kanalis anal atau kulit perianal. Komplikasi akut seperti perforasi, perdarahan dan dilatasi toksik dapat terjadi tetapi jumlahnya lebih sedikit ditemukan pada penyakit Crohn dibandingkan pada kolitis ulseratif. Pada jangka panjang, terdapat peningkatan risiko keganasan, terutama pada usus halus. Keseluruhan risiko lebih sedikit pada penderita dengan kolitis ulseratif karena sebagian besar penderita penyakit Crohn dilakukan reseksi. Amiloidosis sistemik jarang terjadi, suatu komplikasi jangka panjang yang diakibatkan oleh produksi amiloid protein A serum yang berlebihan.10 Demam, anemia, dan penurunan berat badan. Hipoalbumenia terjadi akibat hilangnya protein, dan pada penyakit malabsorpsi usus halus. Jari tabuh agak sering dijumpai. Kadang-kadang, terjadi uveitis (5%), artritis (5%), dan ruam kulit (eritema nodosum dan pioderma gangrenosum). Fistula, sepsis perianal, dan sepsis usus bisa menjadi komplikasi penyakit Crohn. Batu ginjal terjadi pada 510% kasus.10Manfaat pengawasan dengan kolonoskopi untuk kanker kolorektal pada kolitis ulseratif masih belum jelas. Risikonya lebih besar jika mengenai seluruh kolon, jika riwayat penyakit telah berlangsung lama (10% setelah 10 tahun), jika serangan pertama berat, dan jika serangan pertama terjadi pada usia muda. Pengobatan medis tampaknya menurunkan risiko kanker. Pada penyakit Crohn terjadi peningkatan risiko kanker kolorektal dan kanker usus halus.10DiareDiare adalah defekasi atau buang air besar dengan tinja yang berbentuk setengah cair atau setengah padat lebih dari 3 kali sehari. Diare dapat disertai dengan atau tanpa darah dan lendir. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gantroenterology Organization global guidliness, diare akut didefinisikan sebagai defekasi dengan bentuk tinja yang cair atau setengah cair dengan jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung kurang dari 14 hari. Sementara diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi. Penyebab diare yang terbanyak adalah infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Diare adalah suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare jauh lebih banyak terdapat di Negara berkembang dibandingkan dengan Negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak di dalam kasus mortalitasnya.11-13Etiologi Infeksi merupakan penyebab utama diare akut baik oleh bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat dan berbagai kondisi lain. Dalam penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur di dapatkan bawah hasil isolasi bakteri diare cair akut disebabkan oleh e.coli (38,29%) sebagai penyebab terbanyak.14Sementara virus yang menyebabkan diare akut di negara maju dan berkembang yang terbanyak adalah rotavirus (60%). Rotavirus adalah suatu virus RNA double-stranded yang mempengaruhi usus halus dan menyebabkan diare cair tanpa leukosit dan tanpa darah. Virus ini dapat bertahan beberapa jam pada tangan dan beberapa hari pada lingkungan. Masa inkubasinya sekitar 24-72 jam.Virus lain yang menyebabkan diare pada anak adalah adenovirus serotype 40 dan 41, calcivirus, astovirus, corona-like virus dan virus kecil lainnya. Norovirus yang termasuk calcivirus merupakan virus RNA kecil yang dapat menyebabkan diare pada anak maupun dewasa. Masa inkubasinya sekitar 24-48 jam. Dehidrasi yang terjadi merupakan akibat dari diare yang mengakibatkan kekurangan cairan tubuh.PatofisiologiDiare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak makan, nahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, rotavirus) atau tangan yang terkontaminasi. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab dan faktor pejamu.14Faktor pejamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna seperti keasaman lambung, imunitas juga mencangkup lingkungan flora usus. Faktor penyebab yang mempengaruhi pathogenesis antara lain adalah daya penertrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus serta daya lekat kuman.14Pathogenesis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, terbagi dua yaitu :1. Bakteri nononvasif (enterotoksigenik)Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usu yang diikuti air, ion karbonat, kation natrium dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera, Enterotoksigenik E.coli (ETEC), C.perfringers dan S.aureus. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan tinja menjadi banyak dan cair.4

2. Bakteri enetroinvasifDiare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah Enteroinvasive E.coli (EIEC), S.parathyphi B, Shigella, Yersinia dan C.perfringens.14

Karena pada anak tersebut diarenya hanya berupa cairan dan tidak disertai lendir atau darah jika penyebabnya adalah bakteri maka termasuk bakteri non invasif.Mekanisme yang dilakukan virus masih belum jelas. Kemungkinan dengan merusak sel epitel mukosa walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu absorpsi air dan elektrolit. Sebaliknya sel-sel kripta akan berpoliferasi dan menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan itoleransi alktosa yang akan memperlama diare.14Manifestasi KlinikPasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam dan diare. Kekurangan cairan akan menyebabkan pasien terasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun dan suara menjadi serak.14 Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam. Bila kekurangan cairan berat maka akan terjadi denyut nadi cepat lebih dari 120x permenit, tekanan darah menurun sampai tidak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan sianosis. Kekurangan kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung. Secara umum diare dibagi menjadi dua golongan yaitu diare koleriform yang terdiri atas cairan saja dan diare disentriform yang ditemukan lendir kental dan kadang-kadang darah.14 Dehidrasi merupakan pengenalan dini syok dan kekurangan cairan yang sangat penting pada anak. Pengeluaran urin berkurang juga merupakan tanda dari bertambah beratnya dehidarasi. Dehidrasi berdasarkan gejalanya dibagi menjadi 3, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Pembagian gejala dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1.15Tabel 1. Penilaian Klinis Beratnya Dehidrasi 16GejalaDehidrasi RinganDehidrasi SedangDehidrasi Berat

Kehilangan berat badan (%)3-56-910 atau lebih

Kondisi umum bayi dan anakHaus, sadar, gelisah

Haus, gelisah, hipotensi, mengantuk bila dipegang pada bayiSadar, kuatir, ekstremitas dingin, kulit dan jari berkerut, kejang otot

NadiKecepatan dan tekanan normalCepat dan lemahCepat dan sangat lemah / tidak teraba

RespirasiNormalDalam dan mungkin cepatDalam dan cepat

Ekastisitas kulitCubitan segera kembaliCubitan kembali perlahan Cubitan tidak segera kembali

MataNormalCekungCekung

Air mataAda Tidak ada / berkurangTidak ada

Membrane mukosaLembabKeringSangat kering

Pengeluaran urinNormalJumlah berkurang dan pekatAnuria / oliguria berat

Perkiraan defisit cairan (mL/kg)30-50 60-90100 atau lebih

KomplikasiKomplikasi yang sering terjadi diakibatkan karena keterlambatan diagnosis dan keterlambatan pemberian terapi yang tepat. Komplikasi yang terjadi adalah dehidrasi dan akibat dari dehidrasi itu sendiri seperti asidosis. Terapi yang tidak tepat dapat menyebabkan diare berkepanjangan dan akan mengakibatkan malnutrisi terutama di negara berkembang serta defisiensi mikronutrien seperti zat besi dan zink.Penatalaksanaan1. RehidrasiRehidrasi merupakan prioritas utama dalam pengobatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah Jenis cairanPada diare akut yan rirngan dapat diberikan oralit, cairan Ringer laktat dan jika tidak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonic ditambah satu ampul natrium bikarbonat 7,5% 50 ml. Jumlah cairanJumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu dengan metoda Pierce dan Daldiyono. Metoda Pierce berdasarkan keadaan klinis dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Metoda Pierce berdasarkan Keadaan KlinisDerajat DehidrasiKebutuhan cairan x kg berat badan

Ringan5%

Sedang8%

Berat 10%

Metoda Pierce diberikan cairan berdasarkan kilogram berat badan dinilai dari derajat dehidrasinya. Sementara metoda Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian atau skor. Metoda daldiyono dapat dilihat di Tabel 3.Tabel 3. Metoda Daldiyono Keadaan KlinisSkor

Rasa haus / muntah1

Tekanan darah sistolik 60-9- mmHg1

Tekanan darah sistolik 120 x/ menit1

Kesadaran apatis1

Kesadaran somnolen, spoor atau koma2

Frekuensi nafas >30 x/menit1

Fascies kolerika2

Vox kolerika2

Turgor kulit menurun1

Washer womans hand1

Etremitas dingin1

Sianosis2

Umur 50-60 tahun -1

Umur >60 tahun-2

Kebutuhan cairan = (skor/15) x10% x kgBB x 1 liter

Pada kasus tersebut maka dapat dihitung kebutuhan cairan yang dibutuhkan berdasarkan gejala klinisnya. Jika menggunakan metoda Pierce maka keadaan anak tersebut termasuk dalam dehidrasi berat dan membutuhkan 10% cairan dikalikan dengan berat badan anak tersebut. Sementara jika menggunakan metoda Daldiyono maka dapat dihitung gejala yang terdapat pada anak adalah tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1), keadaan somnolen (2), frekuensi nadi >120 x/menit (1), frekuensi nafas >30 x/menit (1), kelopak mata cekung / fascies cholerica (2), turgor kulit menurun (1) dan akral dingin (1). Maka skor anak tersebut adalah 9.Menggunakan metoda Daldiyono maka kebutuhan cairan yang dibutuhkan adalah 9/15 x 10% x kgBB x 1 liter. Jalan masuk atau pemberian cairan Cara pemberian cairan dapat dipilih oral atau intra vena. Jadwal pemberian cairan Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan menurut metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama, lalu dilakukan penilaian kembali status hidrasi dengan memperhitungkan kebutuhan cairan.2. Diet makananPasien dianjurkan meminum minuman tidak ber gas, teh, hindari susu dan makan makanan yang mudah dicerna. Sup harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase yang disebabkan oleh infeksi serta minuman berkafein dan alcohol juga harus dihindarkan karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.3. Terapi medika mentosaObat antidiare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Pemberian obat untuk diare dapat dilihat pada tabel 4.KesimpulanPencernaan bawah tidak akan terlepas dari gangguan-gangguan yang akan terjadi banyak penyakit yang terjadi di sana jika diognosa dan gejala klinis tidak akurat akan menjadi penyakit yang bahaya dalam tubuh

Daftar Pustaka1. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.h.821-859.2. Sumardjo D. Pengantar kimia: buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.h.20-2.3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.58996.4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesulapius; 2009.h.495.5. Corwin SJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000.h.531.6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.2578.7. Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta: EGC; 1999.h.457.8. Corwin SJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000.h.530.9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.2589.10. Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta: EGC; 1999.h.4523.11. World Health Organization. Indikator perbaikan kesehatan lingkungan anak. Jakarta: EGC; 2005.h.46.12. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Yogyakarta: EGC; 2012.h.247.13. Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Ed. 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2003.h.500-4.14. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2006.h.280-4.15. Meadow R, Newell S. Pediatrika. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002.h.173.16. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC; 2000.h.21.