PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

67
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238 SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI LI.1 Memahami dan menjelaskan trauma kepala LO1.1 Definisi Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006). LO1.2 Etiologi Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut a) Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995). b) Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah. LO1.3 Klasifikasi Berdasarkan Berat 1

description

tesrt

Transcript of PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

Page 1: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

LI.1 Memahami dan menjelaskan trauma kepala

LO1.1 DefinisiTrauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa

struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006).

LO1.2 EtiologiMenurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah

karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006).

Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut a) Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).

b) JatuhMenurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

LO1.3 Klasifikasi Berdasarkan Berat

a) Trauma Kepala RinganDengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT- scan, tiada lesi operatif

dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).

b) Trauma Kepala SedangDengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan

dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin

1

Page 2: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).

c) Trauma Kepala BeratDengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C,

Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi,2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986).Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004)

Berdasarkan Morfologia) Fraktur Kranium

Adanya tanda-tanda, seperti : ekimosis periorbital (raccon eyes sign), ekimosis retroeurikuler (battle sign), kebocoran CSS (rhinorrhea, otorrhea), paresis N VII, dan kehilangan pendengaran yang dapat timbul segera atau beberapa hari posttrauma.

Klasifikasinya :1) Kalvaria

a. Fraktur linear (garis)Merupakan garis fraktur tunggal pada tulang tengkorak yang meliputi seluruh ketebalan tulang. Bila fraktur linear melibatkan rongga udara perinasal maka ada kemungkinan untuk timbulnya rinorea atau otau otorea LCS.

2

Page 3: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

b. Fraktur DiastaseAdalah fraktur yang terjai pada sutura sehingga terjadi pemisahan sutura kranial.

Sering terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun.c. Fraktur communited

Fraktur dengan dua atau lebih fragmen frakturd. Fraktur Depressed

Adalah fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur tergeer dibawah tingkat dari tabula interna tulang tengkorak utuh sekelilingnya. Fraktur jenis ini terjadi bila energi benturan relatif besar terhadap area benturan yang relatif kecil, misalnya benturan oleh kayu, batu, pipa besi, martil. Pada gambaran radiologis akan terlihat suatu area ‘double density’ lebih radio opaq karena ada bagian tulang yang tumpang tindih.

2) Basilar Yaitu fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar tengkorak

a. Fraktur Basis Cranii Fossa AnteriorBagian posteriornya dibatasi oleh os. Sphenoid, prosessus clinoidalis anterior dan

jugum sphenoidalisManifestasi klinisnya :

Ekimosis periorbita bisa bilateral dan disebut brill hematoma atau racoon eyes,anosmia jika cedera melibatkan N. Olfctorius, Rhinorea.

b. Fraktur basis cranii Foss MediaBagian anteriornya langsung berbatasan dengan fossa anterior sedangkan bagian

posteriornya dibatasi oleh yamida os petrosus, os tempoalis, prosesus clinoidalis posterior dan dorsum sella. Manifestasi klinisnya : ecchimosis pada mastoid (battle’s sign), otorrhea, hemotympanum (bila membran tympaninya robek), kelumpuhan N.VII dan N. VIII (hal ni terutama terjadijika garis frakturnya transversal terhadap aksis pyramida petrosus). Carotid-cavernosusfistula (CCF) yang ditandai dengan chymosis, sakit kepala, adanya bruit, exophtalmus yang berdenyut.

3

Page 4: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

c. Fraktur Basis Cranii Fossa posteriorMerupakan dasar ari kompartment infratentorial. Sering tidak disertai gejala dan

tanda yang jelas, tetapi dapat segera menyebabkan kematian karena penekanan terhadap batang otak. Kadang-kadang terdapat battle’s sign

Lesi Intrakranial1). FokalMerupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung pada mekanisme cedera yang terjadi.

a. Epidural Hematom (EDH)Relatif jarang (± 0,5 %) dari semua cedera otak dan 9 % dari penderita yang mengalami koma. EDH terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporoparietal yang dan biasanya disebabkan oleh robeknya a. Meningea media akibat fraktur tulang tengkorak. A. Meningea media ini masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Pada fase awal biasanya penderita tidak menunjukkan gejala dan tanda. Baru setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil anisokor, bahkan pelebaran pupil unilateral akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya akan menjadi negatif. Pada tahap akhir, kesadaran akan menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjkkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Ciri khas hematom epidural murni adalah adanya lucid interval. Tapi jika disertai cedera pada otak, lucid interval tidak akan terlihat. Lucid interval adalah hilangya kesadaran pada awal trauma, kemudian pasien sadar lagi (tenang) dan disusul dgn koma. EDH ini merupakan emergensi bedah saraf. Terapinya hanya dengan operasi.

4

Page 5: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

b. SubduralHematom ini disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya vena didalam

ruang arachnoid (vena-vena kecil di permukaan korteks serebri). Pembesaran hematom akibat robeknya vena memerlukan waktu yang lama. Lebih sering terjadi (30 % cedera kepala berat) akibat robeknya. Biasanya perdarahan menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Hemtom subdural dibagi menjadi hematom subdural akut bila gejala timbul pada hari pertama sampai hari ketiga, subakut bila timbul antara hari ketiga hingga minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu ketiga. Hematom subdural akut dan kronik memberikan gambaran klinis suatu proses desak ruang (space occupying lession) yangprogresif sehingga tidak jarang diangap sebagai neoplasma atau demensia. Penanggulangannya terdiri atas trepanasi dan evekuasi hematom. Biasanya kerusakan otak di bawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dari EDH.

c. Kontusio dan Hematom Intraserebral (ICH)Hematom Intraserebral Adalah hematom yang terbentk pada jaringan otak (parenkim)

sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah. Terutama melibatkan lobus frotal dan temporal (80-90%) tetapi juga dapat melibatkan korpus callosum, batang otak, dan ganglia basalis. Gejala dan tanda tergantung ukuran dan lokasi hematom. Pada CT-Scan terlihat gambaran hiperdens yang homogen dan berbatas tegas. Disekitar lesi akan disertai edem perifokal. Jika hematom tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi,maka keadaan tersebut kontusio. Kontusio ini terjadi (20-30% dari cedera otak berat) dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal. Kontusio serebri dapat dalam beberapa jam atau hari berubah menjadi ICH yang membutuhkan tindakan operasi. Hal ini timbul pada lebih kurang 20% dari penderita dan cara mendeteksi terbaik adalah dengan mengulang CT-Scan dalam 12-24 am setelah CT-Scan pertama. Jika ICH ini disertai dengan SDH dan kontusio atau laserasi pada daerah yang sama maka disebut burs lobe.

2) DifusaMerupakan suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran SOL (space-occupying lession) pada CT-Scan atau MRI. Paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotsi dan peregangan yang timbul menyebabkan robekan seraut saraf pada bebagai tempat yang sifatnya menyeluruh (difus).

5

Page 6: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

a. Konkusi Yaitu Hilangnya kesadaran sementara setelah trauma kepala dan terjadi tanpa kerusakan struktur otak. Konkusi ini berlangsung bbrp menit sampai beberapa jam, Setelah sadar pasien pusing dan bingung. Dapat terjadi hilangnya kesadaran yaitu : • Hilangnya daya ingat setelah kejadian à Amnesia post traumatic • Hilangnya daya ingat sebelum kejadian à Amnesia anterograde

b. Cedera Aksonal Difusa atau Diffuse axonal Injury (DAI)Adanya kerusakan axon yang difus dalam hemisfer serebri, korpus callosum, batang otak, dan serebelum (pedenkulus).Awalnya kekuatan renggang pada saat benturan melebihi level ketahanan akson sehingga terjadi sobekan atau fagmentasi aksolemma , keteraturan susunan sitoskeleton akson menjadi rusak. Terjadi pada saat benturan, tetap ada yang memberi batas waktu dala 60 menit sejak kejadian.Aksolemma dan susunan membran pada awalnya masih utuh, walaupun susunan sistoskeleton terganggu. Penghantaran aksosplasma akan terbendung pada sistoskeleton yang menjadi kerusakan sehingga terjadi pembengkakan akson (retraction ball) yang pada akhirnya akan menyebabkan putusnya akson. Gambaran DAI secara klinis ditandai dengan koma sejak kejadian.Klasifikasi :

Ringan : koma 6-24 jam. Jarang. Sedang : koma > 24 jam. Paling sering. 45%.

Tanpa tanda-tanda batang otak menonjol. Berat : koma > 24 jam. Mematikan. 36%.

Berdasarkan mekanisme terjadinya :a. Cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

b. Cedera tembusCedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

6

Page 7: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Berdasarkan morfologi cedera kepala:a. Luka pada kepala:

Laserasi kulit kepalaDiantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. Luka memar (kontusio)Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimanapembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Abrasi Luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. Avulsi Apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.

b. Fraktur tulang kepala Fraktur linierFraktur dengan bentuk garis tunggal. Fraktur linier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fraktur yang masuk ke dalam rongga intrakranial. Fraktur diastasisJenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural. Fraktur kominutifJenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. Fraktur impresiFraktur ini terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala. Dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada durameter dan jaringan otak. Fraktur basis craniiBerdasarkan tingkat keparahan :Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu :

7

Page 8: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

LO1.4 PatofisiologiOtak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan O2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi

yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2, Jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa. Sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 75% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada komosio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam. Lalu hal ini akan menyebaban asidosis metabolic.

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa : lesi bentur (Coup), lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain=lesi media), dan lesi kontra (counter coup).21 Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder

a. Kerusakan PrimerKerusakan primer adalah kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat

dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus. Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada mekanisme trauma yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran Space Occupying Lesion (SOL) pada CT-Scan atau MRI.

8

Page 9: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

b. Kerusakan SekunderKerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan

primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, Tekanan Tinggi.

9

Page 10: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

LO1.5 Manifestasi KlinisMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

Battle sign (warnabiru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan: Pasientertidurataukesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian

sembuh. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

Respon Mata ≥1 tahun 0-1 tahun

4 Membuka Mata Spontan

3 Membuka Mata dengan perintah

2 Membuka Mata karena Nyeri

1 Tidak membuka mata

Respon Motorik ≥1 tahun 0-1 tahun

6 Mengikuti Perintah Belum dapat Dinilai

5 Melokalisasi Nyeri

4 Menghindari Nyeri

3 Fleksi Abnormal (Dekortikasi)

2 Ekstensi Abnormal (Deserebrasi)

1 Tidak Ada Respon

Respon Verbal ≥5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun

5 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi

Meyebutkan kata-kata yang sesuai Menangis kuat

4 Disorientasi tapi mampu berkomunikasi

Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai

Menangis lemah

10

Page 11: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

3Menyebutkan kata-

kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)

Menangis dan menjerit

Kadang-kadang menangis atau menjerit

2 Mengeluarkan suara

Mengeluarkan suara lemah

Mengeluarkan suara lemah

1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Mual atau dan muntah. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. Perubahan keperibadian diri. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat: Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak

menurun atau meningkat. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi

abnormal ekstrimitas.

LO1.6 Diagnosis dan Diagnosis Bandinga) Pemeriksaan

1. Neurologis(1) Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan secara periodik untuk menilai perbaikan atau perburukan keadaan pasien. Tingkat kesadaran tidak akan terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisfer otak, tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.

(2) Pupil dan Pergerakan Bola Mata, Termasuk Saraf KranialPenilaian pupil menunjukkan fungsi mesensefalon dan sangat penting pada

cedera kepala, karena : Bagian kepala yang mengendaikan kesadaran seara antomis terletak

berdekatan dengan pusat yang mengatur reaksi pupil. Saraf yang mengendalikan reaksi pupil relatif resisten terhadap gangguan

metabolik, sehingga bisa membedakan koma-metabolik atau koma struktural.Reaksi okulosefalik (Doll’s head eye phenomenon) dan reaksi terhadap tes

kalori (okulovestibuler) menunjukkan fungsi medla oblongata dan pons. Jangan melakukan pemeriksaan okulosefalik jika cedera servikal beum dapat disingkirkan. Reaksi okulovestibuler lebih superior daripada reaksi okulosefalik.

11

Page 12: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

(3) Reaksi Motorik Berbagai Rangsang Dari LuarKekuatan rangsangan yang dibutuhkan untuk memicu reaksi dari penderita

(spontan, rangsangan suara, nyeri, atau tanpa respon) berbanding lurus dengan dalamnya penurunan kesadaran.

(4) Reaksi Motorik TerbaikTerbagi atas : Gerakan bertujuan jelasKekuatan gerakan harus dinilai menjadi :

o +5 : kekuatan gerakan normalo +4 : kekuatan gerakan mendekati normalo +3 : mampu melawan gravitasio +2 : dapat bergeser, tidak dapat melawan gravitasio +1 : tampak gerakan otot, tapi belum bergeser

Gerakan bertujuan tidak adekuat Postur fleksor Postur ekstensor Diffise muscle flaccidity

(5) Pola PernapasanPernapasan merupakan suatu kegiatan sensorimotor terintegrasi dari

keterlibatan berbagai saraf yang terletak pada hampir semua tingkat otak dan bagian atas spinal cord. Kerusakan pada berbagai tingkat pada SSP akan memberikan gambaran pola pernapasan yang berbeda.

1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2.      MRIDigunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3.      Cerebral AngiographyMenunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4.      EEG (Elektroencepalograf)Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5.      X-RayMendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.6.      BAERMengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil7.      PETMendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak8.      CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.

12

Page 13: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

9.      ABGsMendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

10.  Kadar ElektrolitUntuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial

11.  Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran

LO1.7 Tatalaksana(Skema Triase)

13

GCS £ 8

Ya Tidak

P / M unekual

Ya

Tidak

Kelola Gadar

CT Cito

C-Kepala terbuka

Ya

Tidak

Neurologi Normal

Tidak

Ya

TS - / á 5” / Risiko á

Ya

Tidak

Pulang + Pesan

Kelola Gadar

CT Elektif

Page 14: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Tatalaksana pasien dalam keadaan sadar (SKG=15) Simple Head Injury (SHI)

Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekalidan tidak ada defisit neurologik, dan tidakada muntah. Tindakan hanya perawatanluka. Pemeriksaan radiologik hanya atasindikasi.Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segeradibawa kembali ke rumah sakit.

Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).

Tatalaksanapasiendenganpenurunan kesadaran Cedera kepala ringan (SKG = 13-15)

Dilakukan pemeriksaan fi sik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.

Cedera kepala sedang (SKG = 9-13)Urutan tindakan:

a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi(Circulation)

b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan

c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnyad. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakraniale. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya. Cederakepalaberat (SKG 3-8)

Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.

14

Page 15: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

(Resiko Cedera Kepala)

RENDAH MODERAT TINGGI

AsimptomatisDizzinessLaserasi skalpAbrasi skalp

Perubahan kesadaranSakit kepala progresifIntoksikasi alkohol/obatRiwayat tidak sesuai± perforasi tengkorak / fraktur depresscedera wajah serius

Kesadaran rendahGejala fokalPenurunan kesadaranCedera penetrasiFraktura depress

a) Primary Survey (1) Airway

Membersihkan jalan nafas dengan memperhatikan kontrol servikal. Pasang servikal collar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal. Intubasi endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma.

(2) BreathingPenderita diberikan ventilasi dengan oksigen 100 % sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. Penggunaan pulse oksimeter sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2 (target > 98%).

(3) CirculationHipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Pada penderita yang hipotensi, harus segera distabiisasi untuk mencapai euvolemia, segera lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang dengan perbandigan 3:1 (300 ml RL/100 mL darah yang hilang).

(4) Disability (Penilaian neurologis cepat) Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS :

A = alert.V = respon terhadap rangsangan verbal.P = respon terhadap rangsangan nyeri.U = tidak ada respon.

Pupil :1. Ukuran.2. Reaksi cahaya.

(5) ExposureUntuk mencari tanda-tanda trauma di tempat lain.

b) Secondary Survey1. Cedera Kepala Ringan (1) Riwayat :

Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera, waktu cedera, kesadaran setelah cedera, tingkat

kewaspadaan Amnesia (Retrograde/antegrade), Sakit kepala (Ringan, sedang atau berat)

(2) Pemeriksaan Umum untuk menyingkirkan cedera sistemik

15

Page 16: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

(3) Pemeriksaan neurologis(4) Radiografi tengkorak, servikal, dll sesuai indikasi(5) Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urin (6) CT-Scan (7) Kriteria Rawat :

Amnesia post traumatika jelas (> 1jam ) Riwayat kehilangan kesadaran Penurunan tingkat kesadaran Nyeri kepala sedang hingga berat Intoksikasi alkohol atau obat Fraktur tengkorak Kebocoran CSS, Otorrhea, atau rinorrhea Cedera penyerta yang jelas Tidak punya orang serumah yang dapat bertanggung jawab CT-Scan Abnormal atau tidak ada Semua cedera tembus

(8) Kriteria pemulangan Tidak memenuhi kriteria rawat Diskusikan kemungkinan kembali kerumah sakit bila keadaan memburuk dan

berikan lembaran observasi Jadwalkan untuk kontrol ulang (1 minggu)

2. Cedera Kepala Sedang(1) Pemeriksan Awal :(2) Sama dengan cedera kepala ringan tapi ditambah pemeriksaan darah sederhana

dan EKG(3) Pemerksaan CT-Scan untuk semua kasus dirawat untuk observasi(4) Setelah dirawat :

Pemeriksan neurologis periodik (tiap setengah jam) CT-Scan ulang pada hari ke-3 atau lebih awal bila ada perburukan atau akan

dipulangkan Bila kondisi membaik (90%), dipulangkan dan kontrol dipoliklinik biasanya 2

minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan bila perlu 1 tahun setelah cedera Bila keadaan memburuk segera lakukan CT-Scan ulang dan penatalaksanaan

sesuai protokol cedera kepala berat3. Cedera Kepala Berat(1) Riwayat :

Usia, jenis, dan saat kecelakaan. Penggunaan alkohol dan obat-obatan. Perjalanan neurologis. Perjalanan tanda-tanda vital. Muntah, aspirasi, anoksia, kejang. Riwayat peyakit sebelumnya, termasuk obat yang dipakai dan alergi.

(2) Stabilisasi kardiopulmoner Jalan napas, intubasi dini

16

Page 17: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Tekanan darah, normalkan segera dengan salin normal atau darah. Kateter Folley, NGT. Film diagnostik : Servikal, Abdomen, Perlvis, Tengkorak, dan Ekstremitas.

(3) Pemeriksaan Umum(4) Tindakan emergensi untuk cedera yang menyertai

Trakeostomi Tube dada Stabilisasi leher : kolar kaku, tong Gardner-Wells, dan traksi Parasentesis abdominal

(5) Pemeriksaan neurologis Kemampuan membuka mata Respon motor Respon verbal Reflek pupil Okulosefalik (dolls) Okulovestibuler (kalorik)

(6) Obat-obat terapeutik Na Bikarbonat Manitol

(7) Tes Diagnostik CT-Scan Ventrikulogram udara Angiogram

c) Terapi Medikamentosa Cedera OtakTujuan utamanya adalah mencegah terjadinya kerusakan sekunder terhadap otak yang telah mengalami cedera.

i) Cairan Intravena Diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan normovolemia. Jangan memberikan cairan hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu, cairan yang dianjurkan adalah larutan garam fisiologis atau Ringer’s Lactate.

ii) HiperventilasiDilakukan dengan menurunkan PCO2 dan akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Sebaiknya dilakukan secara selektif dan hanya pada waktu tertentu. Umumnya, PCO2

dipertahankan pada 35 mmHg atau lebih, karena PCO2 < 30 mmHg akan menyebabkan vasokonstriksi serebri berat dan akhirnya iskemia otak. Hiperventilasi dalam waktu singkat (25-30 mmHg) dapat diterima pada keadaan deteriorasi neurologis akut.

iii) ManitolMerupakan diuretik osmotik yang poten, digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan yang tersedia adalah cairan dengan konsentrasi 20%. Dosis yang diberikan adalah 1 g/kg BB intravena. Jangan diberikan pada pasien yang hipotensi. Indikasinya adalah deteriorasi neurologis yang akut seperti terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran saat pasien observasi. Pada keadaan ini, berikan bolus manitol dengan cepat (dalam 5 menit) dan penderita langsung dibawa ke CT-Scan atau kamar operasi (bila sebab telah diketahui dengan CT-Scan).

17

Page 18: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

iv) FurosemidDiberikan bersama manitol, dosis yang biasa diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara intravena, tapi jangan diberikan pada pasien hipovolemik.

v) SteroidPemberiannya tidak dianjurkan karena menurut beberapa penelitian tidak menunjukkan manfaat.

vi) BarbituratBermanfaat menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obatan lain. Tapi jangan diberikan pada keadaan hipotensi dan hipovolemi

vii)AntikonvulsanEpilepsi pascatrauma kadang terjadi, diduga berkaitan dengan kejang awal yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan intrakranial, atau fraktur depresi. Fenitoin adalah obat yang biasa diberikan pada fase akut. Dosis dewasa awalnya adalah 1 g intravena dengan kecepatan pemberian < 50 mg/menit dan dosis pemeliharaannya adalah 100 mg/8 jam, dengan titrasi untuk mencapai kadar terapeutik serum. Pada pasien dengan kejang lama, diazepam atau lorazepam digunakan digunakan sebagai tambahan sampai kejang berhenti.

d) Tatalaksana Bedah (Tidak berlaku bila mati batang otak) Dilakukan bila ada :

Interval lucid (bila CT tak tersedia segera) Herniasi unkal (pupil/motor tidak ekual) Fraktura depress terbuka Fraktura depress tertutup > 1 tabula/1 cm Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5 mm Massa ekstra aksial 5 mm, uni / bilateral #5 & #6 (<5 mm), tapi mengalami perburukan/sisterna basal terkompres Massa lobus temporal 30 ml

1. Lesi Kulit KepalaPerdarahan dapat diatasi dengan penekanan, kauterisasi, atau ligasi pembuluh darah. Penjahitan, pemasangan klips atau staples dapat dilakukan kemudian. Inspeksi secara cermat dilakukan untuk menemukan adanya fraktur tengkorak atau benda asing. Adanya LCS menunjukkan robekan Dura.

2. Fraktur Depresi TengkorakFraktur ini mebutuhkan koreksi operatif bila tebal depresi lebih tebal dari ketebalan tulang di sekitarnya. CT-Scan berguna untuk menentukan dalamnya depresi tulang, ada-tidaknya perdarahan intrakranial atau kontusi.

3. Lesi Massa IntrakranialLesi harus dikeluarkan atau dirawat oleh seorang ahli bedah saraf. Tindakan kraniotomi darurat dilakukan pada keadaan perdarahan intrakranial yang membesar dengan cepat dan mengancam jiwa.

LO1.8 KompliksasiA. Komplikasi bedah

1. Hematoma Intrakranial

18

Page 19: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Dapat terjadi pada keadaan akut setelah cedera kepala atau delayed setelah beberapa waktu. Keberhasilan pengobatan tergantung pada cepatnya diagnosis dan operasi evakuasi sesegera mungkin.

2. Hidrosefalus(1) Komunikan, timbul karena adanya gangguan penyerapan CSS pada rongga subarachnoid

terutama pada granulasi arachnoid. Gangguan timbul akibat adanya darah dalam rongga subarachnoid yang mengganggu aliran dan penyerapan CSS.

(2) Nonkomunikan, timbul akibat penekanan oleh efek massa perdarahan yang terjadi, terhadap jalur aliran CSS dalam sistem ventrikel, sehingga aliran CSS terbendung.

Diagnosisnya mutlak membutuhkan CT-Scan kepala, akan tampak pelebaran sistem ventrikel, termasuk pelebaran temporal horn, dan adanya periventrikular edema (terutama pada anterior horn). Jika terdiagnosis, maka harus dirujuk ke ahli bedah saraf untuk operasi diversi CSS (VP-shunt).

3. Subdural Hematoma Kronis4. Cedera kepala terbuka5. Kebocoran CSS

Terutama menyertai fraktur basis. Pada proses penyembuhan luka, umumnya kebocoran tersebut akan berhenti. Jika robekan durameter terjepit pada garis fraktur dan menyebabkan kebocoran terus-menerus, maka perlu tindakan operatif.

B. Komplikasi non bedah1. Kejang post traumatika

Merupakan tanda cedera kortikal yang dapat timbul, baik secara dini, maupun lambat, dan biasanya terjadi karena cedera vertikal atau kerusakan pada lobus frontal, temporal ataupun parietal.

2. InfeksiInfeksi pada cedera kepala umumnya disebabkan oleh kuman komensal yang berada di kulit

(scalp). Penggunaan antibiotika harus disesuaikan dengan dugaan empiris kuman penyebab.3. Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan aksis hipotalamus-hipofise, sehingga produksi ADH berkurang, ditandai denganproduksi urin menjadi berlebihan (dewasa > 250 cc/jam, anak > 3 cc/kgBB/jam), osmolaritas urin yang rendah (50-150 Osm/L), berat jenis urin rendah (1.001-1,005), kadar natrium serum normal atau meningkat, osmolaritas plasma meningkat, dengan fungsi adrenal yang normal

4. Gangguan GastrointestinalPenderita cedera kepala akan mengalami peningkatan rangsang simpatik yang mengakibatkan

gangguan fungsi pertahanan mukosa sehingga mudah terjadi erosi. Anisipasinya adalah dengan pemberian obat antagonis H-2 reseptor dan inhibitor pompa proton, seperti simetidin, ranitidin, dan omeprazole.

5. Neurogenic Pulmonary Edema (NPE)Jarang terjadi, umumnya menyertai cedera kepala yang berat. Mekanismenya :

Peningkatan TIK yang cepat atau cedera langsung pada hipotalamus menyebabkan pelepasan rangsangan simpatik sehingga terjadi aliran darah yang meningkat ke paru-paru dengan peningkatan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) dan peningkatan permeabilitas kapiler di paru.

19

Page 20: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Pelepasan katekolamin yang akan mempengaruhi endotel kapiler (peningkatan permeabiitas alveolar)

LO1.9 Prognosis Prognosis TK tergantung berat dan letak TK. Prognosis TK buruk jika pada pemeriksaan ditemukan pupil midriasis dan tidak ada

respon E, V, M dengan rangsangan apapun. Jika kesadarannya baik, maka prognosisnya dubia, tergantung jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih kembali atau traumanya bertambah berat.

Faktor yang memperjelek prognosis adalah terlambatnya penanganan awal/resusitasi, transportasi yang lambat, dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat dilakukan tindakan pembedahan dan disertai trauma multipel yang lain.

LO.2 Memahami dan menjelaskan fraktur basis craniaLO2.1 Definisi

Fraktur ini didefinisikan sebagai fraktur linear dasar tengkorak, dan biasanya frakturnya banyak pada wajah dan meluas kedasar tengkorak. Sinus sphenoid, foramen magnum, os temporal dan sphenoidal adalah daerah yang paling umum terjadi patahan.Basis Craniii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20% fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os etmoidalis di media. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius.Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa anteriorFossa Cranii media : Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n.occulomotorius dan n.abducens.Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang paling lemah dari basis Cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh banyaknya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera

20

Page 21: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek.Fossa Cranii posterior melindungi otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars petrosa os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital. Dasar fossa Cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal.Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan kedua a.vertebralis.Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah otot-otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat ceder

LO3.2 EpidemiologiCedera pada susunan saraf pusat masih merupakan penyebab utama tingginya angka

morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998 sebanyak 148.000 orang di Amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera. Trauma kapitis menyebabkan 50.000 kematian. Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk. Sebanyak 22% pasien trauma kapitis meninggal akibat cederanya. Sekitar 10.000-20.000 kejadian cedera medulla spinalis setiap tahunnya. 5

Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang tengkorak, dan fraktur basis cranii sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%). Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0.02%), atau 42.409 orang setiap tahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun di Amerika Serikat.

LO2.3 KlasifikasiFraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe transversal dari fraktur temporal dan type longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di bawah ini.(A)Transverse temporal bone fracture and (B)Longitudinal temporal bone fracture (courtesy of Adam Flanders, MD, Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania)

A B

21

Page 22: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa Cranii media dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua fraktur longitudinal dan transversal.Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os temporal telah diusulkan. Sistem ini membagi fraktur os temporal kedalam petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang terakhir termasuk fraktur yang melibatkan mastoid air cells. Fraktur tersebut tidak disertai dengan deficit nervus cranialis. Fraktur condylar occipital (Posterior), adalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada pada ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

LO2.4 Manifestasi Klinis Bloody otorrhea. Bloody rhinorrhea Liquorrhea Brill Hematom Batle’s sign Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N VIII

Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial4. Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7 minggu. tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII. Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent neural hearing loss)4. Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius12. Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis. Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia. Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis IX, X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan aspirasi dan paralysis

22

Page 23: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-Sicard sindrom adalah fraktur condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII.

LO2.5 PatofisiologiSuatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan biasanya terjadiakibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat benturan terlokalisir yang dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi padakepala dan kemungkinan besar menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi cranium. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis,dan sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak mungkin terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal,diselubungi oleh penutup meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak.Selain itu, fascia dan otot-otot tulang tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk  jaringan otak. Hasil uji coba telah menunjukkan bahwa diperlukan kekuatan sepuluhkali lebih besar untuk menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak kadaver dengankulit kepala utuh dibanding yang tanpa kulit kepala.Fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan hematom, kerusakan nervus cranialis,kebocoran cairan serebrospinal (CSF) dan meningitis, kejang dan cedera jaringan(parenkim) otak. Angka kejadian fraktur linear mencapai 80% dari seluruh fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini terjadi pada titik kontak dan dapat meluas jauh dari titik tersebut. Sebagian besar sembuh tanpa komplikasi atau intervensi. Fraktur depresimelibatkan pergeseran tulang tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam danmemerlukan tindakan bedah saraf segera terutama bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan tulang tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang bisa melibatkan banyak struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga benturan yang besar, dandapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung dan telinga danmenjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.

Memahami dan menjelaskan perdarahan intracranialPada trauma kapitis dapat terjadi perdarahan intrakranial / hematom intrakranial yang dibagi menjadi :hematom yang terletak diluar duramater yaitu hematom epidural, dan yang terletak didalam duramater yaitu hematom subdural dan hematom intraserebral ; dimana masing-masing dapat terjadi sendiri ataupun besamaan.

1.EPIDURALHEMATOMA

DefinisiHematom epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarangterjadi.

23

Page 24: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

EtiologiKausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :

1. Trauma kepala 2. Sobekan a/v meningea mediana 3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum 4. Ruptur v diplorica

Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid.KlasifikasiBerdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi (1,3) 1.Akut :ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma2.Subakut :ditentukan diagnosisnya antara 24 jam – 7 hari3.Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7

PatofisiologiHematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.

Gejala klinisGejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala; 1. Interval lusid (interval bebas)Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid. Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri. 2. HemiparesisGangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.3. Anisokor pupilYaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam,

24

Page 25: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Diagnosis Dibawah tulang kranium terletak dura mater, yang terletak diatas struktur leptomeningeal, arachnoid, dan pia mater, yang pada gilirannya, terletak diatas otak. Dura mater terdiri atas 2 lapisan, dengan lapisan terluar bertindak sebagai lapisan periosteal bagi permukaan dalam kranium. (1)

Seiring bertambahnya usia seseorang, dura menjadi penyokong pada kranium, mengurangi frekuensi pembentukan perdarahan epidural. Pada bayi baru lahir, kranium lebih lembut dan lebih kecil kemungkinan terjadinya fraktur. Perdarahan epidural dapat terjadi ketika dura terkupas dari kranium saat terjadi benturan. Dura paling menyokong sutura, yang menghubungkan berbagai tulang pada kranium. Sutura mayor merupakan sutura coronalis (tulang-tulang frontal dan parietal), sutura sagitalis (kedua tulang parietal), dan sutura lambdoidea (tulang-tulang parietal dan oksipital). Perdarahan epidural jarang meluas keluar sutura. (1)

Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan epidural adalah regio temporal (70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif tipis dan arteri meningea media dekat dengan skema bagian dalam kranium. Insiden perdarahan epidural pada regio temporal lebih rendah pada pasien pediatri karena arteri meningea media belum membentuk alur dalam skema bagian dalam kranium. Perdarahan epidural muncul pada frontal, oksipital, dan regio fossa posterior kira-kira pada frekuensi yang sama. Perdarahan epidural muncul kurang begitu sering pada vertex atau daerah para-sagital. Berdasarkan studi anatomi terbaru oleh Fishpool dkk, laserasi arteri ini mungkin menyebabkan campuran perdarahan arteri dan vena. Perdarahan epidural jika tidak ditangani dengan observasi atau pembedahan yang hati-hati, akan mengakibatkan herniasi serebral dan kompresi batang otak pada akhirnya, dengan infark serebral atau kematian sebagai konsekuensinya. Karenanya, mengenali perdarahan epidural sangat penting.Pemerikaan LaboratoriumLevel hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. (1)

 Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif. (1)

Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit. (1)

 Pencitraan Radiografi (1)

o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.

o Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar.

25

Page 26: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

CT-scan o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa

perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat.

o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.

o Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah.

o Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal.

o Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral

MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas. (1)

TerapiObat-obatanPengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial. Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif. Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal. Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis, publikasi terbaru “Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury” merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara non-operatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi perburukan.

26

Page 27: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati. Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas.  Terapi BedahBerdasarkan pada “Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury“, perdarahan epidural dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi. Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang supratentorial. Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan. Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :

Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.

Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.Hematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan. Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yamg baru. - Trepanasi –kraniotomi, evakuasi hematom- Kraniotomi-evakuasi hematom

Komplikasi Hematom epidural dapat memberikan komplikasi :

1. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial

2. Kompresi batang otak – meninggal Prognosis

1. Mortalitas 20% -30% 2. Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10% 3. Sembuh tanpa defisit neurologik 4. Hidup dalam kondisi status vegetatif

27

Page 28: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

SUBDURAL HEMATOMADefinisiPerdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari:1. Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein") yaitu vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater.2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoidEtiologi1. Trauma kepala.2. Malformasi arteriovenosa.1. Diskrasia darah.2. Terapi antikoagulanKlasifikasi1. Perdarahan akut Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebihlanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens. 2. Perdarahan sub akut Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin. 3. Perdarahan kronik Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisamenjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodensPatofisiologiVena cortical menuju dura atau sinus dural pecahdan mengalami memar atau laserasi, adalah

28

Page 29: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

lokasi umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.GejalaklinisGejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penutunan kesadaran. Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek massa atau lesi lainnya.Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.TerapiTindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi (diandingkan dengan burr-hole saja).Komplikasi Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :1. Hemiparese/hemiplegia.2. Disfasia/afasia 3. Epilepsi.4. Hidrosepalus.5. Subdural empiemaPrognosis1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%2. Pada sub dural hematom kronis : - Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.- Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.

INTRASEREBRAL HEMATOMDefinisiAdalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 mldalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial /bercak).EtiologiIntraserebral hematom dapat disebabkan oleh :1. Trauma kepala.2. Hipertensi.3. Malformasi arteriovenosa.4. Aneurisme5. Terapi antikoagulan6. Diskrasia darah

29

Page 30: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

KlasifikasiKlasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ;1. Hematom supra tentoral.2. Hematom serbeller.3. Hematom pons-batang otak.PatofisiologiHematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur kalvaria.Gejala klinis.Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%) tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera, namun dengan adanya scan computer tomografi otak diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat. Kriteria diagnosis hematom supra tentorial

nyeri kepala mendadak penurunan tingkat kesadaran dalam waktu 24-48 jam. Tanda fokal yang mungkin terjadi ;

- Hemiparesis / hemiplegi.- Hemisensorik.- Hemi anopsia homonim- Parese nervus III.

Kriteria diagnosis hematom serebeller ; Nyeri kepala akut. Penurunan kesadaran. Ataksia Tanda tanda peninggian tekanan intrakranial.

Kriteria diagnosis hematom pons batang otak: Penurunan kesadaran koma. Tetraparesa Respirasi irreguler Pupil pint point Pireksia Gerakan mata diskonjugat.

TerapiUntuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah observatif dan supportif. Tekanan darah harus diawasi. Hipertensi dapat memacu timbulnya hemmoragi. Intra cerebral hematom yang luas dapat ditreatment dengan hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial sebagai uasaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya elevasi tekanan intrakranial karena terapi medisKonservatif

Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller Bila perdarahan pons batang otak.

30

Page 31: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Pembedahan Kraniotomi - Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc dengan effek massa- Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan effek massaKomplikasi Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;

1. Oedem serebri, pembengkakan otak 2. Kompresi batang otak, meninggal

Prognosis1. Mortalitas 20%-30% 2. Sembuh tanpa defisit neurologis 1. Sembuh denga defisit neurologis 2. Hidup dalam kondisi status vegetatif. 3. Memahami dan mnejelaskan fraktur basis cranii

LI 3. Memahami dan menjelaskan trias cushingDefinisiAdanya hipertensi dan bradikardia yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.Patogenesis dan Patofisiologi

Otak adalah pusat kendali tubuh. Itu juga dilindungi oleh tulang yang membentuk kubah tengkorak. Perlindungan ini, bagaimanapun, adalah pedang bermata dua. Meskipun tengkorak membantu melindungi otak dari cedera, juga bisa melukai otak dengan membatasi ekspansi jaringan setelah cedera. Semua jaringan menanggapi cedera dengan pembengkakan dan pendarahan. Sebagian besar perdarahan ini mikroskopis dan terjadi relatif lambat. Jaringan otak tidak berbeda. Setelah cedera, otak akan membengkak. Namun, tidak seperti jaringan tubuh lainnya, otak terbatas dalam jumlah pembengkakan mungkin karena pembatasan fisik kubah tengkorak. Saat otak mulai membengkak, bahkan hanya di wilayah sekitar saja, pada akhirnya akan mulai mengisi semua ruang yang tersedia dalam kubah tengkorak. Ketika ini terjadi, tekanan dalam tengkorak mulai meningkat (TIK normal berkisar 5-15 mmHg).

Edema otak biasanya terjadi akibat tekanan kapiler meningkat atau kerusakan yang sebenarnya untuk dinding kapiler yang memungkinkan mereka bocor. Bersamaan dengan membengkaknya otak, dua hal mulai terjadi. 1. Edema mulai menekan pembuluh darah yang mensuplai otak. Hasil kompresi ini dalam aliran darah berkurang ke otak dan iskemia otak. Iskemia kemudian akan menyebabkan arteri yang menuju ke otak membesar, menyebabkan peningkatan tambahan dalam tekanan kapiler dan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan intrakranial. Tekanan kapiler meningkat memperburuk edema 2. Penurunan aliran darah otak ke otak kemudian akan menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan otak. Hal ini akan mengurangi kemampuan kapiler di otak untuk berfungsi secara normal dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran. Ketika sel-sel otak kehilangan pasokan energi mereka, pompa intraseluler (pompa natrium/kalium) mulai gagal. Hal ini memungkinkan natrium untuk memasuki sel-sel otak, menyebabkan edema seluler dan akhirnya kematian sel. Aliran darah ke otak secara langsung berkaitan dengan tekanan perfusi serebral (CPP), yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

31

Page 32: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Cerebral Perfusi Tekanan (CPP) = Tekanan Arteri Rata-rata (MAP) Tekanan intrak

LI 4.Memahami dan Menjelaskan Fraktrur Os.Nassal4.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.5

4.2 EtiologiPenyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada

hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3

Penyebab utama dari trauma dapat berupa : Cedera saat olahraga Akibat perkelahian Kecelaaan lalu lintas Terjatuh Masalah kelahiran Kadang dapat iatrogenik 5,6

4.3 Fungsi Hidung

Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1

1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal

2) Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu

3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencega hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas

5) Refleks nasal

4.3.1 Fungsi Respirasi 1

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara nspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37°C. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bateri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.

32

Page 33: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

4.3.2 Fungsi Penghidu 1

Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.

4.3.3 Fungsi Fonetik 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

4.3.4 Refleks Nasal 1

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin dan napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas.

4.4 PatofisiologiTulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya

menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.3

Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3

Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal.3,7,12

33

Page 34: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Gambar 5 : Penulangan hidungDiunduh dari http://www.learn-free-medical-transcription.blogspot.com

Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III. 3,7,12

4.5 KlasifikasiFraktur hidung dapat dibedakan menurut :1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis.2. Arah datangnya trauma :

- Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.

- Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks etmoid.

- Datang dari arah kaudal : relatif jarang.3

Jenis fraktur nasal meliputi :1. fraktur nasal sederhana,2. fraktur pada prosessus frontalis maksila,

3. fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi,

4. fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer,

5. fraktur kominutiva pada vomer, dan

6. fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.1,13

4.5.1 Fraktur hidung sederhana

34

Page 35: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.1

Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang –kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethazoline spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.1

Gambar 6 :Fraktur hidung sederhana 14

4.5.2 Fraktur nasal kominunitivaFraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak

rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.3

4.5.3 Fraktur tulang hidung terbukaFraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung

tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.1

4.5.3 Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleksJika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan

menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah :1

A. Komplikasi neurologik :1

35

Page 36: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

1. Robeknya duramater2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis3. Pneumoensefal4. Laserasi otak5. Avulsi dari nervus olfaktorius6. Hematoma epidural atau subdural7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak

B. Komplikasi pada mata :1. Telekantus traumatika2. Hematoma pada mata3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan4. Epifora5. Ptosis6. Kerusakan bola mata

C. Komplikasi pada hidung :1. Perubahan bentuk hidung2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada

septum3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel

Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.1

Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistul cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan konsultasi dengan ahli mata. Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.1

Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah tersebut untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang patah sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung atau fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan menyebabkan air mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan teliti. Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate & screw. Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi kantus media.1

4.6 Manifestasi KlinisTanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5

a) Depresi atau pergeseran tulang – tulang hidung.b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.

36

Page 37: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).e) Deformitas hidung.f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.

Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi : - Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam- Hidung terlihat miring atau melengkung- Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda- Terjadi demam- Perdarahan hidung berulang 5,15

Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :- Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang

hidung- Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung- Cedera lain pada tubuh dan muka- Kehilangan kesadaran- Sakit kepala yang hebat- Muntah yang berulang- Penurunan indra penglihatan- Nyeri pada leher- Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5

4.7 DiagnosisDiagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan

pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1

Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1

Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang berat.3

a. Anamnesis Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk

penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma

37

Page 38: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13

b. Pemeriksaan fisikKebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam

atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7,13

Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7,13

Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.3,7,12,13

b. Pemeriksaan radiologisJika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang

diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular. 3,12,17

38

Page 39: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Gambar 8: Foto x-ray fraktur hidung 18

Gambar 9: CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur nasal 19

4.8 PenatalaksanaanTujuan Penangananan Fraktur Hidung :a. Mengembalikan penampilan secara memuaskanb. Mengembalikan patensi jalan nafas hidungc. Menempatkan kembali septum pada garis tengahd. Menjaga keutuhan rongga hidung e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan

bentuk punggung hidungf. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 6

4.8.1 KonservatifPenatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan

bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. 1,10

Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko

39

Page 40: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan. Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi. 3,7

Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan pembersihan (debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12

4.8.2 OperatifUntuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan

bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung. 4,12

A. Teknik reduksi tertutup Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang

sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.

Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)2. Cunam Asch3. Cunam Walsham4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)5. Pinset bayonet.

40

Page 41: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Gambar 10 :Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps,

and (right) Boies elevator. 13

Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari. 1

Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1

Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk dari huruf “T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1

Langkah–langkah pada tindakan reduksi tertutup :1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walsham’s digunakan untuk

memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.

2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan forceps walsham’s, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.

3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.

4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.

41

Page 42: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.

6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).3

Reposisi fraktur hidung.

Gambar 11 :Reposisi Fraktur Hidung 20

Gambar 12:Teknik reduksi tertutup 20

B. Teknik reduksi terbukaFraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah

dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada

42

Page 43: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi. 4,13

Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.

2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini harus segera dilakukan.

3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3

4.9 KomplikasiA) Hematom septi

Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,12

Gambar 13: Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture 11

Penanganan hematom septum berupa : 3,13

- insisi dan drainase hematoma, - pemasangan drain sementara, - pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum - dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang - dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya

infeksi.

43

Page 44: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

B) Fraktur dinding orbita

Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler. 3

C) Fraktur septum nasal

Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.3

D) Fraktur lamina kribriformisMerupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan

menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.12,15

4.10 PrognosisKebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa

adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.6,12

44

Page 45: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

DAFTAR PUSTAKA

Bates, B. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Masjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Swartz, M. (1997). Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 1991

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003

Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981

Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981.

Haryono Y. Rinorea cairan serebrospinal. USU. Departemen THT-KL FK USU. 2006

Nadeau K. Neurologic injury(chapter 29) in Jones and barlett learning.com. 2004

Bamberger D. Diagnosis, initial management and prevention of meningitis, University of Missouri–Kansas City School of Medicine, Kansas City, Missouri.

Pillai P, Sharma R,MacKenzie R, Reilly EF, Beery PR, Thomas, Papadimos , Stawicki SPA. raumatic tension pneumocephalus: Two cases and comprehensive review of literature. OPUS 12 Scientist 2010;4(1):6-11

45

Page 46: PBL RIZKY a. HADI Skenario 2 Emergensi

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238SKENARIO 2 BLOK EMERGENSI

Bagian Fraktur Os.Nassal :1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-122,199-202.

2. 2. Adam T.R et al. Nasal and Septal Fractures. Diunduh dari : http: //emedicine.medscape.com/article/878595. 18 Februari 2016 .

3. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal. 18 Februari 2016.

4. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.

5. Mayo Clinic Staff. Broken Nose. Diunduh dari: http//www.mayoclinic.com/health/broken-nose. Juli 2013.

6. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.

7. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.

8. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. Juli 18 Februari 2016

9. Samual J.H. Nasal Fracture. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview. 18 Februari 2016.

10. Corry J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari: www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html. 18 Februari 2016.

11. Fraktur Hidung Sederhana. Di unduh dari : www.healthline.com/adamimage. 18 Februari 2016.

12. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken nose/article em.htm. 18 Februari 2016.

13. Deformitas Septum Nasal. Diunduh dari : www.healthline.com. 18 Februari 2016.14. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6. Cetakan

ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.15. Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. 18 Februari

201616. CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. 18 Februari 201617. Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org 18

Februari 2016

46