PBL KARDIO SK 3 MANDIRI.docx

21
May Rosseaty 1102012157 LI.1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik LO.1.1. Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik Penyakit Jantung Rematik merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan cacatnya katup jantung. Terjadi kerusakan pada katup jantung berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adaya gejala sisa dari demam rematik. Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik, suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum. Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Reumatik. Demam Rheumatik adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan sebagai kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses inflamasi meliputi peradangan yang mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan SSP. LO.1.2. Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Rematik Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit. Faktor-faktor pada individu : 1. Faktor genetik Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus. 2. Jenis kelamin Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan

Transcript of PBL KARDIO SK 3 MANDIRI.docx

May Rosseaty1102012157

LI.1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik LO.1.1. Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik Penyakit Jantung Rematik merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan cacatnya katup jantung. Terjadi kerusakan pada katup jantung berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adaya gejala sisa dari demam rematik. Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik, suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum. Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Reumatik. Demam Rheumatik adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan sebagai kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses inflamasi meliputi peradangan yang mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan SSP.LO.1.2. Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Rematik Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit. Faktor-faktor pada individu : 1. Faktor genetik Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus. 2. Jenis kelamin Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin. 3. Golongan etnik dan ras Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.

4. Umur Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Reaksi autoimun Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

6. Keadaan gizi dan lain-lain Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

Faktor-faktor lingkungan : 1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. Cuaca Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO.1.3. Menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik Insidensi demam rematik maupun penyakit jantung rematik telah menurun di Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Prevalensi penyakit jantung rematik di Amerika Serikat kurang dari 0,05 per 1.000 populasi. Penurunan insidensi dipengaruhi oleh penemuan penisilin atau perubahan virulensi dari kuman Streptococcus. Sebaliknya dengan negara-negara maju, insidensi demam rematik dan penyakit jantung rematik belum menurun di negara berkembang. Perkiraan di seluruh dunia sekitar 5-30 juta anak-anak dan dewasa muda mengalami penyakit jantung rematik dan 90.000 pasien meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya. Morbiditas dan mortalitas : penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas dari demam rematik dan insufisiensi/stenosis mitral di Amerika Serikat dan dunia. Beratnya gangguan katup dipengaruhi oleh jumlah serangan demam rematik, jangka waktu permulaan penyakit dan pemulaan terapi, dan jenis kelamin (wanita lebih sering dari pria). Jenis kelamin : pria sama dengan wanita namun prognosis lebih buruk pada wanita daripada pria. Usia : usia anak-anak, rata-rata usia 10 tahun, bisa juga terjadi pada orang dewasa (20%).

LO.1.4. Menjelaskan Patofisiologi dan patogenesis Penyakit Jantung Rematik PatogenesisHubungan antara infeksi Streptococcus -hemolyticus grup A dan perkembangan penyakit jantung rematik telah dipastikan. PJR adalah respon imun yang tertunda terhadap faringitis yang disebabkan Streptococcus grup A dan manifestasi klinis pada individu ditentukan oleh kerentanan host, genetik, virulensi dari kuman, dan lingkungan yang kondusif. Meskipun Streptococcus dari serogrup B, C, G dan F dapat menyebabkan faringitis dan memicu respon imun host, mereka belum terkait dengan etiologi demam rematik atau penyakit jantung rematik (PJR). Geografis berpengaruh pada variasi prevalensi serogrup dari Streptococcus -hemolitik. Dinegara tropis sampai 60-70% isolat dari tenggorokan anak-anak tanpa gejala menunjukan serogrup C dan G. Sebaliknya, di daerah beriklim sedang, serogrup Aisolat dominan (50-60%). Sekule non supuratif, seperti RF dan RHD, terlihat hanya setelah Streptococcus grup A menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. Meskipun RF telah dinyatakan sebagai penyakit autoimun, mekanisme pathogenesis yang tepat belum dapat dijelaskan. Bukti baru menunjukkan bahwa limfosit T memainkan peran penting dalam patogenesis PJR. Sebuah postulat juga manyatakan bahwa Streptococcus grup A M types bersifat potensial reumatogenik. Serotipe tersebut biasanya sangat bersimpai, dan berukuran besar, koloni berlendir yang kaya M- protein. Karakteristik ini meningkatkan kemampuan bakteri untuk melekat ke jaringan, serta untuk melawan fagositosis pada host manusia.

Streptococcus M-protein M-protein adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan virulensi bakteri. M-protein terdapat pada permukaan sel kuman sebagai alphahelical coiled coil dimer,dan memiliki struktur yang homolog dengan miosin jantung dan molekul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin, dan laminin. Disimpulkan bahwahomologi ini bertanggung jawab pada proses patologis PJR. Laminin adalah protein matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel endotelial yangmelapisi katup jantung and merupakan struktur katup. Laminin juga merupakan target untuk antibodi polireaktif yang mengenali protein M, miosin.

Streptococcus superantigen Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapatmenjembatani kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai bnonpolimorfik V pada reseptor sel T, menstimulasi pengikatan antigen, sehingga terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi sel sititoksik. Pada kasusPJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen protein M (PeP M5). Aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik Streptococcus juga berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan produksi antibodi autoreaktif. Aktivitas dari GRAB (alpha-2 macroglobulin-binding protein) yang dihasilkan oleh Streptococcus pyogenes, streptococcal fibronectin-binding protein 1 (sfb1), yang memediasi perlekatan dan invasi kuman ke sel epitel manusia, streptococcal C5a peptidase (SCPA), yang mengaktivasi komplemen C5a dan membantu perlekatan kuman pada jaringan, semuanya itu berperan dalam patogenesis PJR. Peran host dalam perkembangan demam rematik dan penyakit jantung reumatik Penelitian Pedigree menyatakan bahwa respon kekebalan dikendalikan secara genetik, dengan responsivitas tinggi terhadap antigen dinding sel Streptococcus yang diwariskan melalui gen resesif tunggal, dan respon yang rendah melalui gen dominan tunggal. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa gen pengendali respon level rendah terhadap antigen Streptococcus terkait erat dengan antigen leukosit manusia kelas II, HLA.

Interaksi host dan patogen Infeksi oleh Streptococcus dimulai dengan pengikatan permukaan bakteri denganreseptor spesifik pada sel inang, dan kemudian melibatkan kolonisasi dan invasi.Pengikatan permukaan bakteri reseptor peristiwa permukaan sel host merupakan yang paling penting dalam kolonisasi, dan peristiwa ini diperantarai oleh fibronektin danoleh protein pengikat fibronektin kuman. asam lipoteichoic dan protein M jugamemainkan peran penting dalam perlekatan bakteri. Respon host terhadap infeksiStreptococcus meliputi produksi antibodi tipe spesifik, opsonisasi dan fagositosis. Peranan faktor lingkungan dalam RF dan RH Keadaan lingkungan seperti kondisi ekonomi sosial yang buruk, kepadatan penduduk dan akses ke perawatan kesehatan sangat menentukan perkembangan dankomplikasi RF.Penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kontak antar individu. Variasi musiman kejadian RF (insiden tinggi yaitu pada awal musim gugur,akhir musim dingin dan awal musim semi) sangat menyerupai variasi infeksiStreptococcus. Variasi ini sangat signifikan di daerah beriklim sedang, tetapi tidak signifikan dalam tropis (WHO, 2001).

Patofisiologis

Demam Rheumatik ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik Demam Rheumatik.

Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yangbesar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta.

LO.1.5. Menjelaskan Manifestasi klinis Penyakit Jantung RematikPerjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium : Stadium I Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.Stadium II Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali khorea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian. Stadium III Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Gejala peradangan umum: Demam yang tinggi, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, berat badan menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa sakit disekitar sendi, sakit perut.Stadium IV Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain: 1. Nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena infeksi. 2. Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup). 3. Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa juga terjadi. 4. Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.

LO.1.6. Menjelaskan Pemeriksaan Penyakit Jantung RematikPemeriksaan Laboratorium 1. Kultur tenggorok Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain. 2. Rapid antigen test Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angkaspesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.3. Antistreptococcal antibodi Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kumantersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknyaantibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaantiter ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akutdemam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A ditenggorokan. 4. Protein fase akut Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angkaspesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.5. Pemeriksaan Imaging Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang merupakan gejala gagal jantung. Doppler-echocardiogram Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsiventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat faseakut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan.Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aortaregurgitasi yang menetap. Gambaran echocardiografi Diagnostik miokarditis & pericarditis Kontraktilitas miokardium (EF) Derajat regurgitasi katup mitral dan aorta. Orifisium katup mitral 0,8 cm2, dilatasi LA, RV, dan RA Katup mitral kurang terbuka saat diastole dan tampak aliran turbulen melewati orifisium katup mitral. Tampak aliran regurgitasi dari RV ke RA saat systole Dimensi ventrikel. Diagnostik DR terdiri dari 3 kriteria : 1. Bukti adanya infeksi Streptokokus pyogenes yaitu dengan pemeriksaan ASTO. Nilai normal dewasa 250 Todd, anak-anak 320 Todd. 2. Reaksi fase akut leukositosis, LED meningkat, dan CRP (+) 3. Bukti adanya keterlibatan jantung (interval PR yang memanjang pada EKG, sinus takikardi), Toraks foto (pericarditis)

LO.1.7. Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Penyakit Jantung RematikKriteria diagnosis DR/PJR berdasarkan kriteria Jones ditegakkan bila ditemukan dua kriteria mayor atau kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi streptococcus grup A tenggorok positif dan peningkatan titer antibodi Streptococcus. Kriteria Mayor 1) Karditis merupakan manifestasi klinis demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadinya penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya bising paru atau perubahan sifat bising organik, kardiomegali, perikarditis. 2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih (peradangan pada banyak sendi). Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah (lutut dan engkel), lalu bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan tangan). Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan atritis yang saling tumpang tindik pada beberapa sendi pada waktu yang sama, sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, dan sendi yang lain mulai terlibat. Berespon sangat baik dalam pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada anak-anak. 3) Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat pada umunya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak stabilan emosi. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali. Khorea jarang terjadi pada penderita dibawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. 4) Eritema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan karditis. 5) Nodulus subkutan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.

Kriteria Minor 1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannyam atau bahkan tidak terdiagnosis. 2) Artalgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus diedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikulat lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artalgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor. 3) Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya mencapai 390c, teruta,a jika terdapat karditis. Manifestaso ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna. 4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. 5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. 6) Titer antistreptosilin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Infeksi streptokokus juga dapat dibukikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Diagnosis jantung rheuma hampir pasti jika ditemukan 2 kriteria mayor atau lebih.

Diagnosis Kriteria Duke: a. Kriteria Patologis Mikro-organisme di vegetasi (kultur atau histologi) Mikro-organisme di emboli atau abses intrakardiak b. Kriteria Klinis 2 kriteria mayor 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor 5 kriteria minor Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis demam rematik/penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya: 1. Dua gejala mayor atau 2. Satu gejala mayor dengan dua gejala minor

LO.1.8. Menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Rematik1. Tirah baring Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.2. Eradikasi Kuman Streptokokus Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan, obat pilihan pertama (drug of choice) adalan penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak dibawah 30 kg dan 1,2 juta unit untuk penderita diatas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti. Obat alternatif untuk terapi demam rematik adalah Amoxicillin. Dosis dewasa 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari, dosis anak 12 tahun sama seperti orang dewasa.3. Obat Antiradang Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan atritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam. Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik. Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg.hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg.\/hari selama minggu ketiha dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebpund phenomenon, pada awal minggu ketiga ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya. OAINS (Naproxen), Dosis dewasa 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5g/hari. Dosis Anak-anak 2 tahun 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari. Neuroleptic agents (Haloperidol) diberikan untuk mengatasi Khorea yang terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol pada dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari, anak-anak 12 tahun diberikan sama seperti dosis dewasa. Inotropic agents (Digoxin) dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator. Dosis pemberian pada dewasa 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian, anak-anak 10 tahun 10-15 mcg/kg PO.

LO.1.9. Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung RematikPrognosis akan sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit jatung rematik tidak membaik bila bising organis katup tidak hilang prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat. Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

LO.1.10. Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Rematik Ada 3 aspek dalam pencegahan demam reumatik akut : 1. Pencegahan demam reumatik akut dengan ketepatan dan mengenal cepat dan pengobatan pada streptokokus pharyngitis 2. Pencegahan dari kekambuhan demam reumatik akut melalui pencegahan propilaksis yng terus menerus melawan infeksi streptokokus 3. Prevensi pada endocarditis infeksiosa/baterial pada individu dengan chronik penyakit katup jantung reumatik

Pencegahan Primer : Yaitu upaya pencegahan infeksi streptococcus Grup-A Beta hemolitikus Grup A sehingga tercegah dr demam reumatik. Program pencegahan primer sangat sukar dilaksanakan, karena banyaknya penduduk yang dicakup dan juga adanya infeksi streptococcus Grup-A Beta hemolitikus yang tidak memperlihatkan gejala gejala yang khas. Sedangkan kekambuhan demam reumatik 30% bila terserang infeksi SGA Pencegahan dapat diatasi dengan antibiotika penisilin V, atau benzatin penisilin parenteral yang adekuat terhadap SGA.1. Pencegahan primer : Upaya mencegah terjadinya terjadinya DR / PJR pada pasien yang telah terinfeksi streptokokus. Terapi : Penisilin V dan Benzatin Penisilin Parenteral 2. Pencegahan Sekunder : Yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi streptococcus Grup-A Beta hemolitikus pada bekas pasien demam reumatik 3. Pencegahan sekunder : Upaya mencegah terjadinya infeksi streptokokus pada pasien yang pernah DR / PJR. Terapi : Long-acting Benzatin Penisilin G, pada pasien < 20 tahun 1.2 juta U / 4 minggu sampai berusia 25 tahun, dan pasien > 20 tahun terapi selama 5 tahun.

Pencegahan sekunder tersebut : Bila DR dengan karditis dan atau PJR (Kelainan Katup) dilaksanakan pencegahan sekunder trsebut selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan kadang2 diperlukan sepanjang hidup DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pencegahan sekunder selama 10 tahun DR saja tanpa Karditis dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun sampai umur 21 tahun Secara umum Committee on Rheumatic Fever tahun 1995 menganjurkan pencegahan sekunder ini sampai umur 21 tahun dan 5 tahun lagi setelah terjadi serangan ulangan yang dilakukan tiap 4 minggu. Majeed H.A (1992) melaporkan bahwa selama 12 tahun pencegahan sekunder ini didapatkan kekambuhan DR ini sebanyak 0,003% pasien pertahun dibandingkan tanpa melakukan pencegahan sekunder yaitu sebanyak 0,2% pasien pertahun, juga melaporkan bahwa kekambuhan yang dicegah dengan cara diatas ternyata 70% pasien dengan karditis menghilang bising jantungnya serta dengan irama jantung yang normal.

LI.1. Memahami dan menjelaskan Endokarditis InfeksiosaLO.2.1. Menjelaskan Definisi Endokarditis InfeksiosaEndokarditis infektif (EI) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba pada endokardium jantung atau pada endotel pembuluh darah besar, yang ditandai oleh adanya vegetasi. (Hersunarti, 2003; Alwi, 2007). Infeksi biasanya terjadi pada katup jantung, namun dapat juga terjadi pada lokasi defek septal, atau korda tendinea atau endokardium mural (Alwi, 2007). Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.

LO.2.2. Menjelaskan Etiologi Endokarditis InfeksiosaWalaupun banyak spesies bakteri dan fungi kadang dapat menyebabkan endokarditis, hanya sedikit spesies bakteri yang menjadi penyebab dari sebagian besar kasus endokarditis. Berbagai jenis bakteri yang berbeda menimbulkan gejala klinis yang sedikit bervariasi pada endokarditis. Hal ini dikarenakan jalur masuk masing-masing bakteri juga berbeda. Rongga mulut, kulit, dan saluran pernapasan atas adalah jalur masuk primer bagi Streptococcus viridans, Staphylococcus, dan organisme HACEK (Haemophyllus,Actinobacillus, Cardiobacterium, Eikenella, dan Kingella) yang menyebabkan native valve endocarditis yang didapatkan dari lingkungan. Pada bakteremia Staphylococcus aureus akibat kateter, 6-25% mengalami komplikasi menjadi endokarditis (Fauci et al., 2008).

Beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya endokarditis infektif, antara lain: Cedera pada kulit, lapisan mulut atau gusi (karena mengunyah atau menggosok gigi), yang memungkinkan masuknya sejumlah kecil bakteri kedalam aliran darah. Gingivitis (infeksi dan peradangan pada gusi), infeksi kecil pada kulit dan infeksi pada bagian tubuh lainnya, bisa bertindak sebagai jalan masuk bakteri ke dalam aliran darah. Pembedahan tertentu, prosedur gigi dan beberapa prosedur medik juga dapat mempermudah bakteri untuk masuk ke dalam aliran darah. Contohnya adalah penggunaan infus intravena untuk memasukkan cairan, makanan atau obat-obatan; sistoskopi (memasukkan selang untuk memeriksa kandung kemih) dan kolonoskopi (memasukkan selang untuk memeriksa usus besar). Katup jantung yang telah mengalami kerusakan.Pada orang yang memiliki katup jantung normal, sel darah putih pada tubuh akan menghancurkan bakteri-bakteri yang beredar dalam aliran darah ataupun yang tersangkut pada katup. Akan tetapi pada orang dengan katup jantung yang telah mengalami kerusakan bisa menyebabkan bakteritersangkut dan berkembangbiak pada katup tersebut misalnya pada penyakit jantung rematik ataupun pada keadaan lainnya. Katup jantung buatan Pada katup jantung buatan, bakteri dapat masuk dan bakteri ini akan lebih kebal terhadap pemberian antibiotik. Pada pengguna katup buatan, resiko terbesar terjadinya endokarditis adalah selama 1 tahun setelah pembedahan,setelah itu resikonya berkurang, tetapi tetap beresiko lebih tinggi daripada orang normal. Untuk alasan yang tidak diketahui, resiko selalu lebih tinggi pada katup aorta buatan dibandingkan dengan katup mitral buatan danresiko pada katup mekanis lebih tinggi dibandingkan dengan katup babi. Kelainan bawaan atau kelainan yang memungkinkan terjadinya kebocoran darah dari satu bagian jantung ke bagian jantung lainnya, terutama penyakit jantung kongenital sianotik yang merupakan keadaan dengan resiko tinggiuntuk terjadinya endokarditis. Pemakai jarum suntik Pemakai jarum suntik memiliki resiko untuk terjadinya endokarditis karena mereka sering menggunakan jarum atau larutan yang kotor atau tidak steril. Pada pemakai jarum suntik dan penderita endokarditis karena penggunaan Kateter berkepanjangan, katup yang sering terinfeksi adalah katup yang menuju ke ventrikel kanan (katup trikuspid).

LO.2.3. Menjelaskan Epidemiologi Endokarditis InfeksiosaPrevalensi :2 : 100.000 pddk6000 kasus/tahun

LO.2.4. Menjelaskan Patofisiologi dan patogenesis Endokarditis infeksiosaPatogenesisMikrotrombi steril menempel pada endokardium yang rusak, diduga menjadi nodus primer untuk adhesi bakteri. Faktor hemodinamik (stress mekanik) dan proses imunologis berperan penting dalam kerusakan endokard. Selanjutnya, kerusakan endotel menyebabkan deposisi fibrin dan agregasi trombosit, sehingga terbentuk lesi nonbacterial thrombotic endocardial (NBTE). Jika terjadi infeksi mikrorganisme yang masuk sirkulasi, maka endokarditis nonbakterial akan menjadi EI. Setelah bakteri melekat pada plak thrombus-trombosit, bakteri kemudian berproliferasi lokal dengan penyebaran hematogen.

Patofisilogi Efek destruksi lokal akibat infeksi intrakardiak mengakibatkan kerusakan dan kebocoran katup, terbentuk abses atau perluasan vegetasi ke perivalvular. Vegetasi fragmen septic yang terlepas mengakibatkan tromboemboli (pada sisi kanan atau kiri), mulai dari emboli paru sampai emboli otak. Vegetasi melepas bakteri terus menerus kedalam sirkulasi, mengakibatkan gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan, penurunan berat badan dan sebagainya. Respon antibody humoral dan seluler terhadap infeksi dengan kerusakan jaringan akibat kompleks imun atau interaksi komplemen-antibodi dengan antigen yang menetap dalam jaringan.

LO.2.5. Menjelaskan Manifestasi klinis Endokarditis infeksiosa Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan pada EI. Murmur jantung ditemukan pada 80-85% pasien EI katup asli, dan sering tidak terdengar pada EI katup asli. Pembesaran limpa (splenomegali) ditemukan pada 15-50% pasien dan lebih sering pada EI subakut. Ptekie merupakan manifestasi tersering, dapat ditemukan pada konjungtiva palpebra, mukosa palatal dan bukal, ekstremitas dan tidak spesifik pada EI. Splinter atau subungual hemorrhages, merupakan gambaran gelap, linier atau jarang berupa flame-shaped streak pada dasar kuku atau jari, biasanya bagian proksimal. Osler nodes biasanya berupa nodul subkutan kecil yang nyeri yang terdapat pada jari atau jarang pada jari lebih proksimal dan menetap beberapa jam atau hari dan tak patognomosis untuk EI. Lesi janeway berupa eritema kecil atau makula hemoragis yang tak nyeri pada tapak tangan atau kaki dan merupakan akibat emboli septik. Roth spot perdarahan retina oval dengan pusat yang pucat jarang ditemukan pada EI. Gejala muskuloskeletal sering ditemukan berupa artalgia dan mialgia, jarang artritis dan nyeri bagian belakang yang prominen. Emboli sistemik merupakan sequellae klinis tersering EI, dapat terjadi sampai 40%pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama terapi antibiotik yang efektif.

LO.2.6. Menjelaskan Pemeriksaan Endokarditis infeksiosaPemeriksaan fisik Penampakan umum : normal, tetapi pada stenosis mitral beratmemperlihatkan wajah mitral. Tanda-tandanya ialah sianosis padawajah dan ekstremitas Palpasi : apeks normal, tetapi kadang-kadang sulit ditemukan, kecuali pada posisitertentu (lateral dekubitus) lift pada area ventrikel kanan Auskultasi : bunyi jantung pertama yang mengeras (M1 mengeras) opening snap murmur diastolik, lamanya murmur sesuai dengan derajat obstruksi bunyi jantung P2 yang mengerasbising Graham Steel

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium 1. Kultur darah Pemeriksaan yang terpenting adalah kultur darah. Kultur darah ini paling tidak diambil 3x (dianjurkan 6x) dalam waktu yang berbedadalam beberapa jam. Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk kuman aerobdan satu botol untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurang-kurangnya 1:5 dalam broth media. Minimal jumlah darah yang diambil 5 ml, lebih baik 10 ml pada orang dewasa. Pengambilan sample darah waktu temperature mencapai puncaknya tidak memperbaiki sensitivitas dari pemeriksaan kultur darah. Apabila kultur darah negatif, biasa dilakukan pemeriksaan ulang dengan media khusus untuk pertumbuhan mikroba seperti Brucella, Legionella, dsb. 2. Pemeriksaan hematologis lain Anemia terdapat pada endokarditis subakut. Leukositosis pada endokarditis akut. Dapat ditemukan proteinuria dan hematuria mikroskopik pada sekitar 50% kasus. LED walaupun tidak spesifik, tapi meningkat pada lebih dari 90% kasus. Berkurangnya C3, C4, dan CH50 merupakan bukti adanyaendokarditis sub akut.Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan kelainan jantung yang mendasarinya. Adanya vegetasi merupakan petanda yang membantu diagnosis. Pemeriksaan ekokardiografi transthoracic dapat mendeteksi adanyavegetasi, tetapi pemeriksaan ekokardiografi transoesophagal lebihsensitive (65% disbanding 95%) terutama untuk pemeriksaan katubmitral dan katub buatan. Ekokardiografi transoesophagal lebih sensitive untuk deteksi arcusaorta, abses pada septum dan perforasi pada daun katub jantung.

Pemeriksaan EKG Pemeriksaan EKG tidak khas dan biasanya EKG hanyamenggambarkan kelainan jantung yang mendasarinya Perubahan EKG akibat endokarditis infektif dapat terlihat denganadanya perpanjangan PR interval atau AV blok yang biasmerupakan pertanda adanya abses pada arcus aorta atau septum interventrikularis. CT Scan membantu untuk melokalisasi abses. Cardiac catheterization dapat menentukan derajat kerusakan katup

LO.2.7. Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Endokarditis infeksiosa Kriteria diagnosis atas dasar The Duke Endocarditis Services (tahun 1994) Kriteria Patologi Mikroorganisme dibuktikan dengan cara kultur atau histologi padavegetasi atau dari suatu vegetasi yang teremboli atau pada suatuabses intrakardiak atau Lesi patologi adanya vegetasi atau absesintrakardiak yang secara histologi dibuktikan aktif endokarditis. Kriteria Klinis: menggunakan definisi spesifik, sebagai berikut Memenuhi 2 kriteria mayor atau Memenuhi 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor atau Memenuhi 5 kriteria minor. Kriteria mayor 1. Kultur darah positif untuk endokarditis infektif a. Mikroorganisme khas untuk endokarditis infektif di dapat dari 2kultur terpisah : Streptococci viridans, Streptococcus bovis atau grupHACEK, atau Community acquires Staphylococcus aureus atau enterococci, tanpa ada fokus primer. b. Kultur darah positif menetap didapatkan berulang mikroorganismeyang konsisten dengan endokarditis infektif dari : Kultur darah diambil terpisah selang 12 jam atau semua kdari tiga atau mayoritas dari 4 kultur darah terpisah(dengan sample awal dan akhir diambil terpisah 1 jam) 2. Bukti adanya keterlibatan endokardiuma. a. Positif Ekokardiagram untuk adanya endokarditis infektif Kelainan massa intrakardiak pada katup atau subvalavar ataudi jalur jet aliran regurgitasi, atau pada materi yang ditaruh di jantung tanpa ada alternative anatomi lain atau Abses, atau Tonjolan baru pada katup buatan, atau b. Bising regurgitasi dari katup (meningkatnya derajat atau perubahan murmur tidak cukup)

Kriteria Minor Predisposisi: kondisi penyakit jantung yang mendasarinya atau penggunaan obat intravena. Demam: lebih atau sama dengan 38C Fenomena immunologi: glomerulonephritis, oslers nodes, roth spot , rheumatoid factor. Bukti mikrobiologi: kultur darah positif tetapi tidak memenuhikriteria mayor sebagaimana disebutkan sebelumnya. Terdapat bukti kuat yang menunjang gejala disebabkan penyakitlain Perbaikan manifestasi endokarditis dengan pengobatan antibiotik dalam waktu 4 hari atau kurang Tidak ditemukan bukti endokarditis infektif pada operasi atau otopsi sesudah pengobatan dengan antibiotik 4 hari atau kurang.

LO.2.8. Menjelaskan Penatalaksanaan Endokarditis infeksiosa1. Antibiotika Setelah pemeriksaan kultur darah, pemberian antibiotik bisa dimulai. Sebaiknya antibiotika diberikan sesuai dengan hasil test sensitivitas darimikroba yang ditemukan pada pemeriksaan kultur darah. Apabila dicurigai penyebab endokarditis infektif adalah golongan streptococcus maka bisa diberikan : Benzyl penicillin 2 gr iv setiap 4 jam Gentamycin 80 iv setiap 12 jam Sedangkan apabila dicurigai golongan staphylococcus maka dapatdiberikan : Flucloxacillin 3 gr setiap 6 jam Gentamycin 80 mg setiap 12 jam Pemberian obat-obatan di atas harus diberikan selama 4 minggu. Pada penderita yang sensitive terhadap penicillin bias diberikanVancomycin 1 gr iv 2x sehari atau Teicoplanin iv (400 mg 3x/sehari selam3 hari, kemudian 400 mg iv setiap hari). Pemberian Gentamycin dan Vancomycin harus dimonitor secara seksamakarena adanya efek ototoxicity dan nephrotoxicity pada kedua obat. 2. Pengobatan bila terjadi gagal jantung bisa diberikan obat-obatan seperti digitalis, diuretika, & vasodilator. Apabila terjadi komplikasi pada organ lain, bias diberikan obat-obatansesuai dengan komplikasi yang terjadi. 3. Pembedahan Tindakan pembedahan diperlukan pada keadaan: Gagal jantung akibat tidak berfungsinya katub Adanya infeksi (septicemia) yang tidak bisa diatasi dengan pemberian antibiotika yang optimal Kambuh setelah pengobatan antibiotika yang optimal Emboli multiple Endokarditis pada katup buatan Perluasan infeksi intrakardiak Endokarditis pada lesi jantung akibat penyakit jantung bawaan Endokarditis karena jamur Adanya infeksi para valvar seperti abses pada arcus aorta Aneurisma sinus valsava dan obstruksi katub jantungIndikasi pembedahan dan saat pembedahan yang tepat sangat diperlukan pada penanganan kasus endokarditis mengingat resiko mortalitas dan morbiditasyang tinggi

LO.2.9. Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Rematik Gagal jantung Perforasi katup, ruptur korda tendinea, obstruksi katup Akut atau perlahan Emboli Mengenai paru, pembuluh darah koroner, usus, ekstremitas dan otak Infeksi perianuler Infeksi yang menyebar kesekitarnya Abses splenik (limfa) Bisa mengakibatkan ruptur limfa Aneurisma mikotik Gejala : sakit kepala dan defisit neurologis fokal Ekstra kranial Arteri hepatika : hematemesis dan icterus Renal : hematuria Hematoschezia

LO.2.10. Memahami dan menjelaskan prognosis Endokarditis akut yang disebabkan oleh S.aureus memiliki angka kematian yang tinggi (40%), kecuali saat berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba intravena. Endokrditis yang disebabkan oleh Streptococcus memiliki angka kematian sekitar 10%. Sebagian besar prognosis bergantung pada terjadi atau Tidak adanya komplikasi yang menyertai.

LO.2.11. Memahami dan menjelaskan pencegahan

Daftar pustaka http://www.scribd.com/doc/50631892/4/Patogenesis Hersunati,Nani B.1996.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta:Balai Penerbit FKUI. Sudoyo,Aru W.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Marill,Keith A.2008.Endocarditis.Diambil dari www.emedicine.com/emerg/TOPIC164.HTM www.scribd.com/doc/57007769/Endokarditis-Yang-Baru http://medicastore.com/penyakit/20/Endokarditis_Infektif.html