Pbl Hemato Skenario1

24
1. Memahami dan menjelaskan Eritrosit 1.1. Pembentukan - Rubriblast Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti. - Prorubrisit Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti. - Rubrisit Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %. - Metarubrisit Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5- 10% - Retikulosit

Transcript of Pbl Hemato Skenario1

1. Memahami dan menjelaskan Eritrosit

1.1. Pembentukan

- RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

- ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

- RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

- MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

- RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

- EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

ERITROPOISISPROERITROBLASTØ14-19m,nukl tgh, inti halus, sito basofil

BASOFILIK ERITROBLASØ 13-16m, nukl tdk tmpk, krom padat, >> mt

POLIKROMAFILIK ERITROBLASØ10-12m, nukl bsr, asidofil, <<mt

NORMOBLASTØ8-10m, nukl kcl, konden, sito asido, org kcl

RETIKULOSIT≠ nukl, imatur eritr, msk sirkls, mjd erith dlm 48 j.

1.2. Faktor yang diperlukan

FAKTOR YG BERPERAN : ERITROPOETIN / EPO ADA DI GINJAL 90% dan HEPAR 10%. ERITROPOETIN DIBENTUK BILA HIPOKSIA PADA GINJAL. HIPOKSIA àSUMSUM TULANG àERITROPOESIS

1.3. Morfologi dan sifat fisik

Eritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Eritrosit merupakan sel dengan struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri atas membran dan sitoplasma tanpa inti sel.Komponen eritrosit terdiri atas:- Membran eritrosit- Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden Meyerhoff pathway:

pyruvate kinase; dalam pentose pathway: enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase)

- Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen

Morfologi:- Eritrosit tidak memiliki inti, dipenuhi oleh protein hemoglobin

pembawa O2.- Eritrosit dikelilingi oleh plasmalema. Membran ini terdiri atas lebih

kurang 40% lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid), 50% protein, 10% karbohidrat.

- Diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lengkungan pada sentralnya dengan diameter 7,65 μm.

- Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama.

- Tipisnya eritrosit memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya.

- Kelenturan (fleksibilitas) membran memungkinkan eritrosit berjalan melalui kapiler yang sempit dan berkelok-kelok tanpa mengalami ruptur.

- Luas daerah pucat biasanya tidak melebihi ½ diameter eritrosit, besarnya ± sama dengan besar inti limfosit kecil.

- Eritrosit dengan diameter ≥ 9µm disebut makrosit, dan yang berdiameter ≤ 6µm disebut mikrosit. Banyaknya eritrosit dalam berbagai ukuran disebut anisositosis.

- Rouleaux merupakan suatu kelompok abnormal eritrosit yang saling melekat menyerupai setumpuk koin.

Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan.

1.4. Fungsi

Bentuk khas eritrosit ini ikut berperan, melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsi dalam mengangkut O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, tipisnya sel memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya. Eritrosit juga mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting dalam menentukan bentuknya, dengan adanya sitoskeletal eritrosit dapat mengalami deformitas pada saat menyelinap satu persatu melalui kapiler yang bahkan bergaris tengah hanya 3 μm, normalnya eritrosit bergaris tengah 7 – 8 mikron.Fungsi:- Eritrosit mentranspor O2 ke seluruh jaringan melalui pengikatan Hb

terhadap oksigen.- Hemoglobin eritrosit berikatan dengan CO2 untuk ditranspor ke paru-

paru, tetapi sebagian besar CO2 yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan CO2 untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari eritrosit dan masuk ke dalam plasma.

- Eritrosit berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.

- Ketika eritrosit berada dalam tegangan pembuluh darah yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.

- Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosotiol saat hemoglobin terdeoksigenasi yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

- Eritrosit juga berperan dalam sistem imun. Ketika sel darah mengalami proses lisis oleh akibat patogen atau bakteri, maka Hb pada eritrosit akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.

1.5. Jumlah normal

Eritrosit : Pria = 4,5 – 5,5 juta/µlWanita= 4 -5 juta/µl

Umur dan jenis kelamin Hb Ht

Anak - anak 6 bulan – 6 tahun 11 36

Anak – anak 6 tahun – 14 tahun 12 38

Laki-laki dewasa 13 40

Wanita dewasa tidak hamil 12 38

Wanita dewasa hamil 11 36

1.6. KelainanKelainan yang timbul karena kelainan membran disebut sebagai membranopati, kelainan akibat gangguan sistem enzim eritrosit disebut ensimopati, sedangkan kelainan akibat gangguan struktur hemoglobin disebut sebagai hemoglobinopati

ANEMIA :bila Hb atau eritrosit atau keduanya kurang dari normal. ERITROSITOSIS , atau POLISITEMIA bila konsentrasimya meningkat,

fisiologi pada tekanan atmosfir rendah/ pegunungan. MIKROSITIK :diameter kurang dari normal MAKROSITIK : diameter lebih dari normal ANISOSITOSIS : Bila diameter beragam HIPOCHROM: pucat , kurang zat besi SEL PENSIL : anemia defesiensi besi dan thalasemia SEL TARGET : thalasemia, anemia defesiensi berat, penyakit hati kronis. FRAGMENTOSIT luka bakar berat, talasemia dan kelainan katup jantung POIKILOSITOSIS :sedian yg bermacam macam bentuk eritrosit.

2. Memahami dan menjelaskan Hemoglobin

2.1.Biosintesis dan fungsi

Sintesis heme tSintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan

propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

2.2. Peran zat besi

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

2.3. Reaksi oksigen dan Hemoglobin (kurva disosiasi)

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi. Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2

yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

3. Memahami dan menjelaskan Anemia

3.1. Definisi

Kemampuan darah mengangkut oksigen dibawah normal dan ditandai dengan hematokrit yg rendah.

Kamus kedokteran Dorland edisi 28 : Penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cells dalam darah di bawah normal; gejala yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit dan kelainan.

3.2. Klasifikasi

- Anemia hipokromik mikrositer (MCV <80 fl; MCH <27 pg)a. Anemia defisiensi besib. Thalassemiac. Anemia akibat penyakit kronik à infeksi kronis, proses

peradangan, dan keganasan dapat menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. Defek dasarnya adalah pemakaian besi untuk eritropoiesis. Tampaknya terjadi hambatan penyaluran besi dari simpanan di retikuloendotel ke sel-sel darah merah yang sedang terbentuk.

d. Anemia sideroblastik à sekelompok gangguan yang ditandai oleh kelainan metabolisme heme. Adanya sel darah merah berinti dengan granula besi (sideroblas bercincin) di sumsum tulang dan munculnya gambaran darah tepi dimorfik, yang terutama dijumpai pada tipe primer.

- Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27 – 34 pg)a. Anemia pasca perdarahan akutb. Anemia aplastik – hipoplastik à ditandai dengan penurunan sel

darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karena pajanan radiasi yang berlebihan, keracunan zat kimia, atau kanker.

c. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapatd. Anemia akibat penyakit kronike. Anemia mieloptisikf. Anemia pada gagal ginjal kronikg. Anemia pada mielofibrosish. Anemia pada sindrom mielodisplastik

i. Anemia pada leukemia akut- Anemia makrositer (MCV > 95fl)

a. Megaloblastik~ Anemia defisiensi folat~ Anemia defisiensi vitamin B12

b. Non megaloblastik~ Anemia pada penyakit hati kronik~ Anemia pada hipotiroid~ Anemia pada sindroma mielodisplastik

Berdasarkan etiopatogenesis- Produksi eritrosit menurun

a. Kekurangan bahan untuk eritrosit~ Besi: anemia defisiensi besi~ Vitamin B12 dan asam folat, disebut sebagai anemia megaloblastik

b. Gangguan utilisasi besi~ Anemia akibat penyakit kronik~ Anemia sideroblastik

c. Kerusakan pada jaringan sumsum tulang~ Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia aplastik / hipoplastik~ Penggantian oleh jaringan fibrotic / tumor: anemia leukoeritroblastik / mieloptisik

d. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui~ Anemia diseritropoetik~ Anemia pada sindrom mielodisplastik

- Kehilangan eritrosit dari tubuha. Anemia pascaperdarahan akutb. Anemia pascaperdarahan kronik

- Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)a. Faktor ekstrakorpuskuler

~ Antibodi terhadap eritrosit: autoantibody-AHA (autoimmune hemolytic anemia) dan isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)~ Hipersplenisme~ Pemaparan terhadap bahan kimia~ Akibat infeksi bakteri / parasit~ Kerusakan mekanik

b. Faktor intrakorpuskuler~ Gangguan membran: hereditary spherocytosis dan hereditary elliptocytosis~ Gangguan enzim: defisiensi pyruvate kinase dan defisiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)~ Gangguan hemoglobin: hemoglobinopati structural dan thalassemia

- Bentuk Campuran- Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

3.3. Etiologi

1. Penurunan eritropoesis2. Kehilangan eritrosit dlm jumlah besar3. Defesiensi eritrosit, hemoglobin

3.4. Manifestasi KlinisGejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:- Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:a. System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,

sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantungb. System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.c. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurund. Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis dan halus

- Gejala khas masing-masing anemia

a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis

b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) c. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegalid. Amemia apalstik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi

- Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

3.5. Pemeriksaan Laboraturium

- Pemeriksaan laboratorium Hematologika. Tes penyaring

Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologinya.Pemeriksaannya meliputi : 1. Kadar Hb2. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb,

WBC, RBC, RDW

3. Apusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa adalah :1. Laju endap darah2. Hitung deferensial3. Hitung leukosit

c. Pemeriksaan sumsum tulangJika dalam kasusnya terdiagnosis definitif

d. Periksaan atas indikasi khususDikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi kebeneran dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnya1. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin

dan feritin serum2. Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B123. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs,

elektroforesis Hb

- Pemeriksaan laboratorium non-hematologika. Faal ginjalb. Faal endokrinc. Asam uratd. Faal hatie. Biakan kuman

- Pemeriksaan penunjang laina. Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologib. Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografic. Pemeriksaan sitogenikd. Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)

4. Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi

4.1. DefinisiAnemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di Negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.

4.2. Etiologi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.Kekurangan besi dapat disebabkan:- Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

a. PertumbuhanPada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

b. MenstruasiPenyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

- Kurangnya besi yang diserapa. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuatb. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.

- PerdarahanMerupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

- Transfuse feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.

- HemoglobinuriaDijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.

- Iatrogenic blood loss

Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.

- Idiopathic pulmonary hemosiderosisJarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.

- Latihan yang berlebihanPada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

4.3. Manifestasi KlinisGejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:- Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

- Gejala khas akibat defisiensi besia. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) à kuku menjadi rapuh,

bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilangc. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihand. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaringe. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

- Gejala penyakit dasarDapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

4.4. Pemeriksaan Lab

Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang

menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.

Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinophilia

Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)

Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.

Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

4.5. Pencegahan- Meningkatkan konsumsi Fe à dari sumber alami terutama sumber

hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.

- Pendidikan kesehatan, yaitu:a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan

perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki.b. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorpsi besi.- Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan

kronik paling sering di daerah tropic.- Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan,

seperti ibu hamil dan anak balita à cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.

- Fortifikasi bahan makanan à dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

4.6. Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :a) Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya

pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

b) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy) :o Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena

efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

o Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

c). Pengobatan laino Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama berasal dari protein hewani.o Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan

absorposi besio Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan

hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.Murray, Robert K dkk. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC.Sacher, Ronald A, RIchar A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC.Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.Sudoyo Aru W., Setiyohadi Bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : InternaPublishingSutaryo, dkk. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia.http://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/chem/femetb.htmhttp://www.pennmedicine.orghttp://www.sciencebiotech.net/