PBL gangguan enzim pencernaan

197
1 Skenario 2 Nyeri Seorang laki laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hebat disekitar pusar yang menjalar ke punggung sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasajan memperberat ketika setelah makan. Keluhan disertai demam, mual, muntah, dan diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di regio umbilikalis. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim amilase dan lipase pada serum. Oleh dokter, pasien diberi obat pancrelipase. STEP 1 1. Amilase adalah enzim yang berasal dari pancreas yang mengubah zat pati menjadi oligosakarida dan disakarida maltosa. 2. Lipase adalah enzim yang berasal dari pancreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak bebas. STEP 2 1. Mengapa nyeri menjalar ke belakang ? 2. Mengapa nyeri diperberat ketika setelah makan ? 3. Bagaimana mekanisme gejala penyerta demam mual muntah dan diare ? 4. Mengapa pada pemeriksaan lab lipase dan amilasi meningkat ?

description

PBL gangguan enzim pencernaan

Transcript of PBL gangguan enzim pencernaan

124

Skenario 2

Nyeri

Seorang laki laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hebat disekitar pusar yang menjalar ke punggung sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasajan memperberat ketika setelah makan. Keluhan disertai demam, mual, muntah, dan diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di regio umbilikalis. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim amilase dan lipase pada serum. Oleh dokter, pasien diberi obat pancrelipase.

STEP 1

1. Amilase adalah enzim yang berasal dari pancreas yang mengubah zat pati menjadi oligosakarida dan disakarida maltosa.

2. Lipaseadalah enzim yang berasal dari pancreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak bebas.

STEP 2

1. Mengapa nyeri menjalar ke belakang ?

2. Mengapa nyeri diperberat ketika setelah makan ?

3. Bagaimana mekanisme gejala penyerta demam mual muntah dan diare ?

4. Mengapa pada pemeriksaan lab lipase dan amilasi meningkat ?

5. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ?

6. Patogenesis penyakit pada kasus ?

7. Mengapa dokter memberikan pancrelipase ?

8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?

STEP 31. Mengapa nyeri menjalar ke belakang ?

Nyeri menjalar kepunggung karena adanya nyeri alih karena dari persarafan th 6-9. Spasme spingter oddi, peningkatan tekanan dipunggung menjadi nyeri di punggung.adanya nyeri visceral karena sistem embrional atau anatomi2. Mengapa nyeri diperberat ketika setelah makan ?

Memberat saat makan karena defisiensi amylase memnyebabkan intoleransi untuk makanan yang mengandung zat pati. Gangguan pada ampulla vaterii.3. Mekanisme gejala penyerta demam mual muntah dan diare, adalah sebagai berikut :a) Mual disebabkan oleh penurunan peristaltik yang membuat penurunan kerja tonus yang menyebabkan pengosongan lambung menjadi terlambat.

b) Diare disebabkan karena adanya malabsorbsi.

c) Demam diakibatkan pengeluaran mediator untuk inflamasi (pirogen) berupa sitokin (endogen).

d) Muntah dikarenakan keterlambatan pengosongan lambung. Refluks merangsang persarafan aferen melalui nervus vagus menuju ke medulla oblongata di trigger zone untuk muntah. Peradangan pankreas menyebabkan peningkatan permeabilitas vasa yang menyebabkan enzim pankreas merembes masuk ke dalam aliran darah.

4. Mengapa pada pemeriksaan lab lipase dan amilasi meningkat ?

Pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan amilase yang menandakan adanya peradangan pankreas. Adanya sumbatan di ampulla vateri karena tripsin diaktifkan oleh asam empedu yang menyebabkan peningkatan lipase.

5. Penegakan diagnosis pada kasus yakni :a) anamnesis: seven secrets

b) Pemeriksaan fisik

c) pemeriksaan penunjang6. Patogenesis penyakit pada kasus ?

a. Obstruksi duktus

b. Cedera sel asinus

c. Gangguan transport intrasel

Faktor iskemik eksosendokrin menyebabkan pengaktifan enzim intra pankreas. Terdiri dar 3 fase pada patogenesi pnkreatitis :

a. Pengaktifan enzim intrasel

b. Pengaktifan neutrofil

c. Enzim proteolitik merusak sel sel pankreas

7. Mengapa dokter memberikan pancrelipase ?

Karena mengandung enzim untuk memecah zat zat makanan yang gagal dicerna akibat defisiensi enzim pancreas.8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?

a. Farmakologi : enzim pankreas, analgetik

b. Non farmakologi: cairan , diet makanan yang berpotensi terjadinya nyeri seperti asam , lemak dan protein.

STEP 4

1. Nyeri alih bekerja pada organ yang dipersarafi oleh nervus yang sama. Nyeri akibat edema pankreas merangsang peregangaan peritoneum menimbulkan nyeri.spasme spingter oddi. Nyeri visceral berasal dari pembentukan saat embrional midgut dan forgut menyebabkan nyeri epigastrium.

2. Nyeri memberat setelah makan. Karena adanya peningkatan gerakan peristaltik dan terkenanya peritoneum yang membuat nyeri timbul. Masuknya makanan ke lambung membuat lambung mengisi cairan HCL dalam lambung, pengeluaran HCL merangsang pankreas untuk mengeluarkan enzim eksokrinnya, namun karena ada sumbatan enzim akan aktif di dalam pankreas dan malah mencerna pankreas.

5. Penagakan diagnosis

a. Anamnesis : pasien mengeluhkan nyeri perut di daerah epigastrium, diare , penurunan berat badan,perut kembung, mata kuning , mual dan muntah, dan nyeri menjalar ke punggung.

b. Pemeriksaan fisik : inspeksi tampak pasien memegang daerah yang sakit, pasien lebihnyaman saat membungkuk, nyeri saat terlentang. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan epigastrium. Auskultasi didapatkan bising usus menurun.

c. Pemeriksaan penunjang: leukositosis, lipase dan amilase meningkat pada serum.

Mind Map !

STEP 51. Fungsi sekresi enzim pencernaan dan gangguan yang berkaitan dengan sekresi enzim !2. Patofisiologi, gejala klinis penegakan diagnosis sampai dengan penatalaksanaan pada gangguan yang mungkin ada karena sekresi enzim !3. Farmakologi (obat pada gangguan) berdasarkan farmakodinamik dan farmakokinetik !STEP 6 (Belajar Mandiri)STEP 71. Fungsi sekresi enzim pencernaan dan gangguan yang berkaitan dengan sekresi enzimA. Fungsi sekresi enzim pada pencernaan adalah sebagai berikut :Tabel 1. Fungsi sekresi EnzimOrganEnzimFungsi

Mulut

Kelenjar ludah Amilase/ptialin Mencernakan amilum (polisakarida)

Lambung HCl Pepsin

Renin Membunuh kuman Mencerna protein menjadi pepton Mengubah kaseinogen menjadi kasein Mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol

Pankreas Tripsin

Disakarase

Lipase

Mengubah pepton menjadi asam amino Mengubah disakarida (maltosa, sukrosa, laktosa) menjadi monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) Mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol

Kandung EmpeduAsam empeduMengemulsi (melarutkan) lemak dalam air Menetralkan HCl yang masuk ke usus halus dari lambung

Usus halus Enterokinase

Disakarase

Lipase Mengubah pepton menjadi asam amino Mengubah disakarida menjadi monosakarida Mengemulsi lemak

B. Gangguan yang mungkin terjadi apabila ada kelainan pada sekresi enzim, antara lain :

a) Gastritis

b) GERD (Gastro Esophageal Disease)c) Tukak Gasterd) Tukak Duodenume) Enteritisf) Pankreatitisg) Gangguan Usus Besarh) Hepatobilier (Kolisistisis, Kolelitiasis, Koledokolitiasis, dan Kolangitis)2. Patofisiologi pada gangguan sekresi enzim beserta gejala klinis, penegakan dignosis dan penatalaksanaannya, adalah sebagai berikut :A. GastritisDefinisiSecara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang sampai saat ini masih sering dijumpai. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, atau lokal (Price & Wilson, 2014).Berdasarkan pengetian di atas, penulis menyimpulkan bahwa inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung di tandai dengan adanya radang pada daerah tersebut yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan asam lambung (seperti makanan yang asam atau pedas) atau bisa di sebabkan oleh merokok dan minum alkohol (Price & Wilson, 2014).Kasus gastritis dapat hanya superficial yang berarti belum begitu bahaya namun bila berlangsung lama dapat menyebabkan atrofi mukosa lambung, dapat juga dalam beberapa kasus menjadi sangat akut dan berat dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa gastritis banyak disebabkan oleh infeksi bakterial dan beberapa berasal dari bahan yang dimakan yaitu alkohol dan aspirin. Hal ini bersifat sangat merusak sawar mukosa lambung, yaitu mukosa kelenjar dan sambungan epitel yang rapat (tight junctions) diantara sel pelapis lambung (Price & Wilson, 2014).Jenis - Jenis GastritisTerdapat dua jenis gastritis yang paling sering terjadi yaitu gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronis.a) Gastritis superfisialis akutGastritis superfisialis akut biasanya bersifat jinak. Penyebab penyakit ini adalah endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin (OAINS). Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan cedera. Pada gastritis superficialis didapatkan gambaran mukosa tampak memerah, edema, ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering disertai erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut mereda bila agen penyebab dihilangkan. Penggunaan penghambat Histamin 2 (H2) dapat mengurangi sekresi asam, antasid dapat menetralkan asam yang tersekresi, sehingga mempercepat penyembuhan (Price & Wilson, 2014).b) Gastritis atrofi kronisGastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis tipe A, merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief cell dapat menurunkan sekresi asam dan meningkatnya kadar gastrin. Kedua adalah gastritis kronik tipe B atau disebut juga gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum dan lebih sering terjadi. Penyebab utamanya adalah Helicobacter pylori (H.pylori). Selain itu dapat juga disebabkan oleh alkohol, merokok, dan refluk empedu (Price & Wilson, 2014). Gastritis atrofi yang berupa penipisan lapisan mukosa lambung ini ditandai dengan hilangnya kelenjar karena jejas mukosa yang berulang dan kronis. Gambaran awal atrofi berupa fokus yang multipel (Multifokal Atrophic Gastritis) pada daerah peralihan antrum dan korpus di daerah kurvatura minor. Bila berlangsung kronis akan mengenai seluruh antrum, namun korpus hanya relatif sedikit. Hilangnya kelenjar dapat diakibatkan oleh erosi atau tukak pada mukosa yang disertai rusaknya lapisan kelenjar, proses radang kronik dan kerusakan yang terjadi sedikit demi sedikit ("piecemeal'). Pada umumnya regenerasi dapat melalui berbagai jalur diferensiasi, Pada daerah yang mengalami regenerasi menghasilkan gambaran kelenjar metaplasi pseudo-pilorik' (pada korpus) dan metaplasia intestinal. Prevalensi dan beratnya atrofi pada pasien gastritis meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Faktor makanan tertentu dapat mempengaruhi keadaan ini seperti konsumsi garam berlebihan, makanan diasap, nitrit, nitrosamin. Nitrosamin dapat dirubah menjadi nitrit, yang membantu kolonisasi an-aerobik bakteri ini dalam suasana hiprokhlorhidria lambung. Konsumsi sayuran dan buah-buahan antioksidan vitamin C, E, p-karoten dan selenium dapat mencegah perkembangan gastritis atrofi (Price & Wilson, 2014).Terdapat dua jenis Gastritis Kronis yaitu :Gastritis Kronis Tipe AGastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Price & Wilson, 2014).Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Price & Wilson, 2014).Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Price & Wilson, 2014).Gastritis Kronis Tipe BGastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Price & Wilson, 2014).Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Price & Wilson, 2014).Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Price & Wilson, 2014).Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa lambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yang menunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal(Price & Wilson, 2014).EtiologiLambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada bagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa mempunyai panjang berkisar antara 10 inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan - lipatan tersebut secara bertahap membuka (Price & Wilson, 2014).Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke dalam esophagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esophagus dan lambung (esophageal sphincter) akan membuka dan membiarkan makanan masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung cincin in menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada di lambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar - kelenjar yang berada di mukosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim - enzim dan asam lambung) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut (Price & Wilson, 2014).Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam ini sangat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mukosa - mukosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara regular sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung) sehingga terhindar dari sifat korosif asam hidroklorida (Price & Wilson, 2014).Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :a. Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophicgastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak (Price & Wilson, 2014).b. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer (Price & Wilson, 2014)c. Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal (Price & Wilson, 2014).d. Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis (Price & Wilson, 2014).e. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung (Price & Wilson, 2014)f. Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophicgastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophicgastritis terjadi terutama pada orang tua (Price & Wilson, 2014).g. Crohn's disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis (Price & Wilson, 2014).h. Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung ( Price & Wilson, 2014 ).i. Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis (Price & Wilson, 2014)PatofisiologiGangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas ( Price & Wilson, 2014 ).Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3-sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung ( Price & Wilson, 2014 ).

Bagan 1. Patofisiologi Gastritis (Price & Wilson, 2014).Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis (Price & Wilson, 2014).a. Gastritis AkutGastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimiamisalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupunasam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan sarafsimpatis Nervus vagus yang akan meningkatkan produksi asamklorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalamlambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. (Price & Wilson, 2014)Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkansel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untukmemproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosalambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranyavasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yangmemproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah (Price & Wilson, 2014)Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HClmeningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri iniditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Responmukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosipada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. (Price & Wilson, 2014)Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namundapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosimenghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan (Price & Wilson, 2014)b. Gastritis KronisHelicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme inimenyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi seldan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjardan metaplasia (Price & Wilson, 2014)Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadapiritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan seldesquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat makaelastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambungmelakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastismaka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisanlambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisanmukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price & Wilson, 2014)Manifestasi KlinisGejala umum gastritis yaitu :1. Sakit saat buang air besar2. Mual dan muntah3. Sering merasa lapar4. Perut kembung5. Nyeri yang terasa perih pada perut dan dada6. Sering bersendawa7. Anoreksia8. Nyeri panas pada ulu hati9. Demam, perdarahan, hematemesis10. Ketika makan memperberat sakit (Price & Wilson, 2014)Berdasarkan jenis gastritis :a. Gastritis akut1) Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung.2) Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah.3) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan malena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan (Price & Wilson, 2014)b. Gastritis kronisPada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan (Price & Wilson, 2014)Pemeriksaan PenunjangBila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan tersebut meliputi :1) Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.2) Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.3) Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung (Price & Wilson, 2014)4) Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Price & Wilson, 2014)5) Rontgen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen (Price & Wilson, 2014)Penatalaksanaan GastritisMaag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit yang dapat kambuh apabila penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Biasanya untuk meredakan atau menyembuhkannya penderita harus mengkonsumsi obat jika diperlukan. Tetapi maag dapat di cegah, yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan dan jangan jajan sembarangan (Price & Wilson, 2014)Obat-obatan untuk sakit maag umumnya dimakan dua jam sebelum makan dan dua jam sesudah makan. Adapun dengan tujuan obat dikonsumsi dua jam sebelum makan yaitu untuk menetralisir asam lambung, karena pada saat tersebut penumpukkan asam lambung sudah sangat banyak dan didalam lambung penderita pasti telah terjadi luka-luka kecil yang apabila terkena asam akan terasa perih. Kemudian obat yang diminum dua jam sesudah makan bertujuan untuk melindungi dinding lambung dari asam yang terus diproduksi. Akhirnya dua jam setelah makan, asam yang di lambung akan terpakai untuk mencerna makanan sehingga sudah ternetralisir dan tidak akan melukai dinding lambung (Price & Wilson, 2014)Obat-obatan yang biasanya digunakan : 1) Antasida (Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa nyeri)2) Pompa Proton pencegah pertumbuhan bakteri(Menghentikan produksi asam lambung dan menghambat infeksi bakteri helicobacter pylori)3) Agen Cytoprotektif (Melindungi jaringan mukosa lambung dan usus halus)4) Obat anti sekretorik (Mampu menekan sekresi asam)5) Pankreatin (Membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan mengatasi gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual, dan sering mengeluarkan gas)6) Ranitidin (Mengobati tukak lambung)7) Simetidin (Mengobati dispepsia)(Price & Wilson, 2014)

Selain itu penyakit ini dipercaya memiliki beberapa jenis minuman dan makanan yang kurang baik untuk dikonsumsi yaitu : 1) Minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung antara lain: kopi, anggur putih, sari buah sitrus, dan susu.2) Makanan yang sangat asam atau pedas seperti cuka, cabai, dan merica (makanan yang merangsang perut dan dapat merusak dinding lambung).3) Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini dapat menyebabkan peningkatan peregangan di lambung yang akhirnya dapat meningkatkan asam lambung antara lain makanan berlemak, kue tar, coklat, dan keju.4) Makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah sehingga menyebabkan cairan lambung dapat naik ke kerongkongan seperti alkohol, coklat, makanan tinggi lemak, dan gorengan (Price & Wilson, 2014)5) Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan juga yang terlalu banyak serat, antara lain :a. Sayur-sayuran tertentu seperti sawi dan kolb. Buah-buahan tertentu seperti nangka dan pisang ambonc. Makanan berserat tinggi tertentu seperti kedondong dan buah yang dikeringkand. Minuman yang mengandung banyak gas (seperti minuman bersoda).Selain itu, kegiatan yang dapat meningkatkan gas didalam lambung juga harus dihindari, antara lain makan permen khususnya permen karet serta merokok ( Price & Wilson, 2014 )Gastritis akut penatalaksaan medis pada pasien gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisr asam digunakan antacid umum. Dan bila korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi ( Price & Wilson, 2014 )Sedangkan menurut Sjamsuhidajat, 2004 penatalaksanaannya jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa pembilasan air es disertai antacid dan antagonis reseptor H2- pemberian obat yang berlanjut memerlukan ti ndakan bedah ( Price & Wilson, 2014 )Gastritis kronik Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress dan memuli farmakoterapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotic dan bismuth. ( Price & Wilson, 2014 )

Penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yaitu dengan mengatasi dan mengindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi. ( Price & Wilson, 2014 )

B. Gastroesophageal Refluks Disease (GERD)

DefinisiPada gastroesophageal refluks (GERD) adalahkondisi di mana esophagus mengalami iritasi atau inflamasi karena refluks asam dari lambung. Refluks terjadi ketika otot berbentuk cincin yang secara normal mencegah isi lambung mengalir kembali menuju esophagus disebabkan esophageal sphincter bagian bawah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.Gejala yang paling umum adalah rasa panas atau nyeri terbakar di sekitar dada. Diagnosa tersebut didasarkan pada gejala-gejala. (Setiati, 2014)Esophagus mengeluarkan lapisan pelindung tetapi akibat asam lambung dan enzim yang mengalir ke belakang (refluks) menuju esophagus secara rutin menyebabkan gejala-gejala dan pada beberapa kasus esophagusmengalami kerusakan yang berat pada mukosa.Asam dan enzim mengalir kembali ketika esophageal sphincter bagian bawahtidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketika seseorang berdiri atau duduk, gravitasi membantu untuk mencegah isi perut mengalir kembali menuju esophagus , hal ini menjelaskan kenapa refluks bisa memburuk ketika seseorang sedang berbaring. Refluks dapat terjadi segera setelah makan, ketika jumlah dan keasaman isi di dalam lambung lebih tinggi dan otot sphincter tidak mungkin untuk bekerja sebagaimana mestinya. (Setiati, 2014)Faktor yang menyebabkan terjadinya refluks termasuk pertambahan berat badan, makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan tertentu. Jenis obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan beberapa antihistamin). Penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.Alkohol dan kopi juga berperan dengan merangsang produksi asam.Penundaan pengosongan lambung (disebabkan diabetes atau penggunaan opioid) bisa juga memperburuk refluks. (Setiati, 2014)EtiologiRefluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter(LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien GERD. (Setiati, 2014)Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD :1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier).

Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.

2. Mekanisme pembersihan esofagus.

Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa. Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu, salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus. Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.3. Daya perusak bahan refluks.

Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien GERD.4. Isi lambung dan pengosongannya.

Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi. (Setiati, 2014)Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila : 1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus.

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama. (Setiati, 2014)PatogenesisEsofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah. (Setiati, 2014)Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :

a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat.

b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.

c. Meningkatnya tekanan intraabdominal. (Setiati, 2014)Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat.Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga).Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik. (Setiati, 2014)Pemisah antirefluksPemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES. (Setiati, 2014)Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung. (Setiati, 2014)Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan.Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES. (Setiati, 2014)Bersihan asam dari lumen esophagusFaktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat. (Setiati, 2014)Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus. (Setiati, 2014)Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis.Pada sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal. (Setiati, 2014)Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak aktif. (Setiati, 2014)Ketahanan epithelial esophagusBerbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. (Setiati, 2014)Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :a) Membran selb) Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan esophagus.

c) Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2d) Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler. (Setiati, 2014)Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat.Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas. (Setiati, 2014)Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam. (Setiati, 2014)Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. (Setiati, 2014)Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada.Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barretts esophagus dan adenokarsinoma esophagus.Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung.Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis.Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD.Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD.Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung.Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung.Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi.Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang. (Setiati, 2014)Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas visceral. (Setiati, 2014)Diagnosis GERDAnamnesisGejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah.Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.Walau demikian, derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik.Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus.Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat. (Setiati, 2014)Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar.Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat. (Setiati, 2014)Penyempitan (stricture) pada kerongkongan dari reflux membuat menelan makanan keras meningkat lebih sulit. Gejala-gejala lain pada gastroesophageal reflux termasuk nyeri dada, luka tenggorokan, suara parau, ludah berlebihan (water brash), rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus), dan peradangan pada sinus (sinusitis). (Setiati, 2014)Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang disebut Barretts esophagus).Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada.Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang. (Setiati, 2014)GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. (Setiati, 2014)Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya teofilin). (Setiati, 2014)Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa.Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik. (Setiati, 2014)Pemeriksaan fisikPada kasus GERD pemeriksaan fisik tidak terlalu banyak membantu. (Setiati, 2014)Pemeriksaan PenunjangDisamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :Endoskopi saluran cerna bagian atasPemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). (Setiati, 2014)Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD). \Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD (Setiati, 2014)

Gambar 1. Barret's Esofagus ( Setiatidi, 2014)Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barretts esophagus, displasia, atau keganasan.Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsy pada NERD. (Setiati, 2014)Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi pada pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry-Miller ( Setiati, 2014 ) Tabel 2. Klasifikasi Los Angeles

Derajat KerusakanGambaran Endoskopi

AErosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm

BErosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan

CLesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

DLesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus)

( Setiati, 2014 )Esofagografi dengan bariumDibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia ( Setiati, 2014 )Pemantauan pH 24 jamEpisode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus.Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal.pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal ( Setiati, 2014 )Tes BernsteinTes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas.Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus ( Setiati, 2014 )Pemeriksaan Darah SamarPerdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena). Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja .Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelahditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah ( Setiati, 2014 )Penatalaksanaan GERDPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi. ( Setiati, 2014 )Non MedikamentosaModifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan ( Setiati, 2014 )Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :a. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur.b. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.c. Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.d. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan.e. Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen.f. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.g. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone ( Setiati, 2014 ).MedikamentosaTerdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini.Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas.Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas ( Setiati, 2014 ).Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid ( Setiati, 2014 ).Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down ( Setiati, 2014 )Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :a. Antasid.

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.b. Antagonis reseptor H2.

Obat yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin.Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.c. Obat-obatan prokinetik.

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas.Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.d. Metoklopramid.

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.e. Domperidon.

Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. f. Cisapride.

Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES.Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.g. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat).

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).h. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI).

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung ( Setiati, 2014 )Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. ( Setiati, 2014 )C. Tukak Peptik

Definisi

Ulkus Peptikum (UP) atau tukak peptik adalah putusnya kontinuitas mukosa gastrointestinal (GI) atau lesi pada lambung dan duedenum yang meluas sampai ke epitel. Kerusakan yang tidak meluas kebawah epitel disebut erosi. Tukak peptik bisa terjadi di setiap bagian saluran pencernaan yang terpapar asam lambung atau gastrin yaitu esofagus, lambung, duedenum dan jejenum (Priyanto, 2009).

Tukak peptik lebih mungkin terjadi pada doudenum daripada lambung. Biasanya, ini terjadi secara tunggal, tapi dapat terjadi dalam bentuk multipel. Tukak peptik kronik cenderung terjadi pada kurvatura minor dari lambung, dekat pilorus (Smeltzer, 2002).

Gambar 2. Ulkus peptikum (Smeltzer, 2002).Etiologi

Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab tukak peptik, yaitu karena infeksi Helicobacter pylori, efek samping obat obat anti inflamasi non steroid (AINS) atau Non Steroid Anti Inflamasion Drugs (NSAID), stres, kepekaan atau rentannya mukosa gastrointestinal terhadap asam lambung dan gastrin, dan merokok. Zollinger-Ellizon syndrome adalah bentuk tukak peptik yang jarang terjadi yang disebabkan oleh hipersekresi asam lambung dan gastrin karena tumor (Smeltzer, 2002).

Patogenesis

Kebanyakan tukak terjadi disebabkan oleh peningkatan asam lambung, pepsin dan gastrin atau sekresi zat ini normal tetapi mukosa GI rentan terhadap zat ini. Tukak karena Helicobacter pylori, terjadi karena mikroba ini mengeluarkan toksin dan enzim yang dapat menggangu keutuhan mukosa melalui perubahan respon imun, inflamasi, dan peningkatan sekresi gastrin yang menstimulasi sekresi asam lambung. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya tukak peptik, resikonya proporsional dengan jumlah konsumsi. Merokok juga mengganggu proses penyembuhan dan memacu kekambuhan (Priyanto, 2009).

a. Helicobacter pylori (HP) Helicobacter pylori adalah penyebab lebih dari 50% populasi penderita tukak peptik. Bakteri ini menyebabkan tukak peptik dengan cara merusak lapisan mukosa yang melindungi lapisan lambung dan duodenum kemudian selanjutnya bersama sama dengan asam lambung, pepsin dan gastrin mengiritasi lapisan lambung dan duodenum sehingga menyebabkan tukak peptik (Salinas, 2007).

Gambar 3. Helicobacter pylori (Smeltzer, 2002).Helicobacter pylori merupakan bakteri pleomorfik yang dapat berbentuk spiral atau batang bengkok. Bakteri Helicobacter pylori ini bersifat gram negatif. Helicobacter pylori hidup pada lapisan mukus lambung yang menutupi mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung. Bakteri ini mempunyai keunggulan yakni dapat bertahan dan berkembang biak dalam lambung. Faktor yang menentukan virulensi kuman Helicobacter pylori adalah adanya flagella dan enzim seperti urease, protease, dan fosfolipase. Flagella berperan dalam hal pergerakan aktif bakteri menembus lapisan mukus yang melapisi mukosa lambung. Sedangkan protease dan fosfolipase berturut-turut berperan dalam menghancurkan gliko-protein dan fosfolipid yang terdapat dalam lapisan mukus (Suraatmaja, 2007).

b. Non Steroid Anti Imflamatory Drugs (NSAID)Bila membran mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik maupun mekanis, maka enzim fosfolipase akan mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Kemudian sebagiannya diubah oleh enzim cyclooxigenase menjadi asam endoperoksida. Bagian lainnya akan diubah oleh enzim lipooxigenase menjadi asam hidroperoksida dan selanjutnya akan menjadi leukotrien. Leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar gejala peradangan. Cyclooxygenase mempunyai dua iso-enzim yaitu, COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada plat darah, ginjal, dan saluran cerna. COX-1 berperan melindungi lambung dengan membentuk bikarbonat dan mukosa serta menghambat produksi asam. COX-2 bertanggung jawab bagi sebagian besar peradangan (Wallece, 2008).

Bagan 3. Hubungan NSAID dengan tukak peptik. (Wallece, 2008).NSAID bekerja pada Cyclooxygenase sehingga produksi COX-1 dan COX-2 akan di hambat. Dengan dihambatnya COX-1 oleh NSAID maka produksi mukosa lambung dan bikarbonat tidak dihasilkan untuk menetralisir asam lambung yang terus diproduksi oleh sel epitel lambung sehingga asam lambung dapat langsung terpapar pada lapisan dinding lambung, yang akhirnya dapat menyebabkan ulkus (Wallece, 2008).Gambaran KlinisGambaran klinis pada tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrum. Kabanyakan pasien tukak peptik mengalami kesakitan pada malam hari saat lambung kosong sehingga sulit untuk tidur. Pesien juga mengeluh nyeri ulu hati kadang kadang menjalar sampai ke pinggang disertai mual dan muntah. Nyeri berlangsung selama 1 sampai 3 jam setelah makan. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak (Priyanto, 2009).Makanan kecil yang tidak mengiritasi dan yang terus menerus dimakan dalam selang waktu yang pendek dapat mengurangi nyeri. Dengan pengobatan biasanya rasa sakit akan menghilang dalam 10 hari, tetapi proses penyembuhan berlangsung 1 2 bulan (Priyanto, 2009).Secara umum pesien tukak peptik mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat merasa kenyang (Priyanto, 2009).Penegakan diagnosisBiasanya tidak mungkin untuk membedakan antara tukak lambung dan tukak duodenum bila hanya berdasarkan pada enamnesis. Diagnosa tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium radiogram. Bila barium radiogram tidak berhasil membuktikan adanya tukak lambung atau tukak duodenum tetapi gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Pengujian kadar serum dapat dilakukan jika diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison (Price 2012).Diagnosis tukak lambung ditegakkan berdasarkan pangamatan klinis, hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes CLO (Campylobacter Light Organism), dan biakan kuman Helicobacter pylori (Priyanto, 2009).Upaya penegakkan diagnosa tukak peptik yang lain adalah dengan pemeriksaan Helicobacter pylori sebagai penyebab utama seharusnya diperiksa sebelum memberikan pengobatan. Pemeriksaan Helicobacter pylori dapat dilakukan secara invasif atau non-invasif. (Price 2012)Pemeriksaan Penunjang Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas ( UGIE-Upper Gastrointestinal Endoscopy) dan biopsi lambung (untuk deteksi kuman H.Pylori, massa tumor, kondisi mukosa lambung) (Price 2012).a) Pemeriksaan Radiologi. Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak. Apabila permukaan pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas. (Price 2012).b) Pemeriksaan Endoskopi .Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak akibat keganasan adalah :Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai penyebab tukak (Price 2012).c) Invasive Test. Rapid Urea Test adalah tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat, membuat suasana menjadi basa, yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia, terjadi perubahan pH dan perubahan warna(Price 2012). Untuk pemeriksaan histologi, biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimum 4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir dan sekitar tukak, minimal 6 sampel. Pemeriksaan kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin (Price 2012).d) Non Invasive Test. Urea Breath Test adalah untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled karbondioksida (isotop berat,C-13,C-14) produksi dalam perut, diabsorpsi dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan lewat pernapasan. Stool antigen test juga mengidentifikasi adanya infeksi H.Pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam faeces (Price 2012).Penatalaksanaan Tukak PeptikTujuan pengobatan tukak peptik adalah menghilangkan keluhan atau gejala penderita, menyembuhkan tukak, mencegah relaps atau kekambuhan dan mencegah komplikasi. Secara garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman Helicobacter pylori serta pengobatan atau pencegahan gastropati NSAID (Tarigan, 2006).Pada saat ini, penekanan pangobatan ditujukan pada peran luas infeksi Helicobacter pylori sebagai penyebab tukak peptik. Eradikasi Helicobacter pylori dapat dilakukan dengan pengobatan antibiotik yang sesuai. Penderita tukak peptik harus menghentikan pengobatan dengan NSAID atau apabila hal ini tidak dapat dilakukan pemberian agonis prostaglandin yang bekerja lama, misalnya misoprostol (Tarigan, 2006).Dalam pemberian terapi terhadap tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan penderita tukak peptik kronik. Bila ditemukan penderita dengan keluhan berat, maka sebaiknya dirawat dirumah sakit, serta perlu istirahat untuk beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan berobat jalan (Tarigan, 2006). Secara garis besar pengobatan penderita tukak peptik adalah sebagai berikut :

Non Farmakologia) Istirahat. Secara umum pasien tukak peptik dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap. Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan bertambahnya jumlah jam istirahat, berkurangnya refluks empedu, menurunnya stres dan penghentian penggunaan analgesik. Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak (Tarigan, 2006).b) Diet. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus akan merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan yang merangsang, makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Beberapa peneliti menganjurkan makanan lunak, tidak merangsang dan diet seimbang (Tarigan, 2006).c) Pantang Merokok. Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum, menambah refluk duogonegastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak (Tarigan, 2006). Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang merugikan. Air jeruk yang asam, cola cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan pada waktu perut sedang kosong (Tarigan, 2006).FarmakologiBeberapa obat yang termasuk anti tukak :a) Antagonis Reseptor H2 Mekanisme kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2 sel pariental sehingga sel pariental tidak terangsang mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat revelsibel (Tarigan, 2006). Antagonis reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel periental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Tarigan, 2006).Tabel 4. Obat obat Antagonis Reseptor H2ObatDosisFrekuensi

SimetidinPer oral 300 mg atau

400 mg

800mg

IV 300 mg4x sehari

2x sehari

1x sehari

4x sehari

RanitidinPer oral 150 mg atau

300 mg

IV 50 mg2x sehari

1x sehari

3-4x sehari

FamotidinPer oral 20 mg atau

40 mg

IV 20 mg2x sehari

1x sehari

1x sehari

NizatidinPer oral 150 mg atau

300 mg2x sehari

1x sehari

(Bruton, 2008)Simetidin, ranitidin, dan famotidin kecil pengaruhnya terhadap fungsi otot polos lambung dan tekanan sfingter esofagus. Sementara terdapat perbedaan potensi yang sangat jelas diantara efikasinya dibandingkan obat lain dalam mengurangi sekresi asam. Nizatidin memacu aktifitas kontraksi asam lambung sehingga memperpendek waktu pengosongan lambung (Katzung, 2014).Efek samping sangat kecil antara lain agranulasitosis, gangguan mental khususnya pada usia lanjut, dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian simetidin (Tarigan, 2006).b) PPI (Proton Pump Inhibitor)Inhibitor pompa proton merupakan prodrug, yang memerlukan aktifasi dilingkaran asam. Mekanisme kerjanya adalah memblokir kerja enzim K+/H+ ATPase yang akan memecah K+/H+ ATP. Pemecahan ini akan menghasilkan energi yang akan digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli serta pariental ke dalam lumen lambung (Tarigan, 2006).Inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi asam. Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya (Tarigan, 2006).Efek samping obat golongan ini jarang terjadi. Kalaupun ada biasanya meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Tarigan, 2006).c) Obat Penangkal Kerusakan Mukus1) Bismuth Subcitrate. Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap rangsangan pepsin dan asam. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan H2RA serta adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga memungkinkan relaps berkurang (Tarigan, 2006). Dosis obat 2 x 2 tablet sahari. Efek samping tinja berwarna kehitaman sahingga timbul keraguan dengan perdarahan (Tarigan, 2006).2) Sukralfat.Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain mengambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sukralfat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostaglandin dan faktor pertumbuhan epidermal. Karena diaktifasi oleh asam, maka disarankan agar sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong, satu jam sebelum makan, selain itu harus dihindari penggunaan antasida dalam waktu 30 menit setelah pemberian sukralfat (Tarigan, 2006). Dosis sukralfat 1g 4x sehari atau 2g 2x sehari. Efek samping yang sering di laporkan adalah konstipasi, mual, perasaan tidak enak pada perut (Tarigan, 2006).3) Analog Prostaglandin : Misoprostol Mekanisme kerjanya mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis pada pasien yang menderita radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini. Misoprostol dikontraindikasikan selama kehamilan, karena dapat menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontraktilitas uteru. Dosis 4 x 200mcg atau 2 x 400mg pagi dan malam hari. Efek samping yang sering terjadi adalah diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita hamil (Tarigan, 2006).4) Antasida

Pada saat ini digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan sebagai obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis 3 x 200mg (1 tablet) atau 4 x 30cc (3 x sehari, pada malam hari sebelum tidur). Efek samping yang sering terjadi adalah diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2006).5) Regimen TerapiTerapi yang diinginkan menggunakan kombinasi antibiotik dengan proton pump inhibitor (PPI) dan histamine-2 receptor antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk eradikasi Helicobacter pylori karena penyebab utama tukak peptik adalah Helicobacter pylori. Penggunaan PPI dan H2RA untuk mengurangi sekresi asam lambung yang berlebihan pada tukak peptik (Tarigan, 2006).Tabel 5. Regimen Terapi Helicobacter pyloriObat 1Obat 2Obat 3Obat 4

Proton Pump Inhibitor sebagai dasar terapi 3 obat (Terapi Triple)

Omeprazol 20 mg 2xsehari, atau

Lansoprasol 30mg 2xsehari atau

Pantoprazol 40mg 2xsehari, atau

Esomeprasol 40mg 1xsehari, atau

Rabeprazol 20mg 2xsehariClarithromycin 500mg 2xsehariAmoxicillin 1g 2xsehari atau

Metronidazol 500mg 2xsehari-

Bismuth sebagai dasar terapi 4 obat (Terapi Quadruple)

Omeprazol 40mg 2xsehari, atau

Lansoprasol 30mg 2xsehari atau

Pantoprazol 40mg 2xsehari, atau

Esomeprasol 40mg 1xsehari, atau

Rabeprazol 20mg 1xsehariBismuth subsalisilat 525mg 4xsehariMetronidazol 250-500mg 4x sehariTetracyclin 500mg 4xsehari, atau

Amoxicillin 500mg 4xsehari, atau

Clarithromycin 250-500mg 4xsehari

(Chisholm-Burns, 2008).Pilihan pertama untuk terapi adalah menggunakan proton pump inhibitor (PPI) sebagai dasar terapi 3 obat selama minimal 7 hari, tetapi lebih dianjurkan selama 10 sampai 14 hari. Terapi menggunakan PPI dan H2RA direkomendasikan pada pasien yang memiliki resiko tinggi komplikasi tukak dan pesien yang gagal dalam eradikasi Helicobacter pylori (Tarigan, 2006).Tabel 6. Regimen Terapi yang digunakan untuk PenyembuhanObatPengobatan Tukak Lambung atau Tukak Duodenum

(mg/dosis)Perawatan Tukak Lambung atau Tukak Duodenum

(mg/dosis)

Proton Pump Inhibitor

Omeprazol

Lanzoprazol

Rabeprazol

Pantoprazol

Esomeprasol20-40 sehari

15-30 sehari

20 sehari

40 sehari

20-40 sehari20-40 sehari

15-30 sehari

20 sehari

40 sehari

20-40 sehari

H2-Receptor Antagonits

Simetidin

Famotidin

Nizatidin

Ranitidin300 4xsehari

400 2xsehari

800 menjelang tidur

20 2xsehari

40 menjelang tidur

150 2xsehari

300 menjelang tidur

150 2xsehari

300 menjelang tidur400-800 menjelang tidur

20-40 menjelang tidur

150-300 menjelang tidur

150-300 menjelang tidur

Penangkal Kerusakan Mukosa Sukralfat (g/dosis)1 (4xsehari)

2 (2xsehari)1-2 (2xsehari)

1 (4xsehari)

(Chisholm-Burns, 2008).Berkurangnya nyeri epigastrik harus di monitor dengan seksama. Umumnya nyeri tukak berkurang dalam beberapa hari ketika NSAID tidak digunakan atau 7 hari dengan terapi anti tukak (Tarigan, 2006).Penggunaan NSAID jangka panjang memiliki 2 4% atau resiko berkembangnya ulser simtomatik, perdarahan gastrointestinal bahkan perforasi. NSAID dihentikan sama sekali atau diganti dengan inhibitor COX-2 selektif. Meskipun terus menggunakan NSAID, penyembuhan dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat pensuspensi asam, biasanya dengan dosis yang lebih tinggi dan durasi yang jauh lebih lama (8 minggu). PPI mempunyai efek yang lebih baik daripada H2RA dan misoprostol dalam mendorong tukak aktif, juga untuk mencegah kambuhnya tukak (Tarigan, 2006).Tindakan OperasiTujuan utama dari terapi pembedahan pada tukak peptik adalah:a) Untuk menekan faktor agresif terutama sekresi asam lambung dan pepsin terhadap petogenesis tukak peptik.b) Pada tukak lambung terutama untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum dan mengoreksi statis di lambung.Indikasi pembedahan pada tukak peptik :a) Gagal pengobatan.b) Adanya komplikasi perforasi, pendarahan dan stenosis pilori.c) Tukak peptik dengan serangan keganasan (Tarigan, 2006).Tindakan pembedahan ada 2 macam, yaitu:a) Reseksi bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial gastrectomy).b) Vagotomi yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama pada tukak duodenum.Pada gastrektomi sekitar 20-50% lambung disekresi (20% bila seluruh antrum dibuang, 50% seluruh antrum dan sebagian korpus dibuang). Tindakan operasi gaster yang lain saat ini jarang dilakukan akibat kemajuan terapi farmakologi dan eradikasi kuman Helicobacter pylori (Tarigan, 2006)Alogiritma TerapiBagan 3. Alogiritma Terapi (Wofford, 2009).Komplikasi Tukak PeptikSekitar 25% penderita tukak peptik dapat mengalami komplikasi, seperti pendarahan, perforasi, obstruksi dan kanker lambung (Tarigan, 2006).a) PendarahanPendarahan merukapan komplikasi yang paling sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan panyakit. Walaupun tukak peptik disetiap tempat dapat mengalami pendarahan, namun tempat pendarahan yang paling sering adalah dinding posterior bulbus duodenum dan lambung karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteri gastroduodenalis (Tarigan, 2006).Gejala yang berkaitan dengan pendarahan tukak peptik bergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronis dapat menyebabkan terjadinya anemia dan defisiensi besi. Perdarahan dapat dilihat saat melena dan hematemesis. (Tarigan, 2006).b) PerforasiSekitar 2-3% dari semua tukak peptik mengalami perforasi, dan menyebabkan 65% kematian akibat tukak peptik. Perforasi ulkus lambung atau ulkus duodenum adalah kondisi medis serius yang memerlukan perhatian segera. Perforasi digambarkan dalam tiga fase. Selama fase awal perforasi ulkus terjadi 2 jam setelah onset, pasien mungkin mengalami gejala nyeri epigastrium hebat dengan cepat menyebar ke seluruh perut. Pasien sering tidak mau bergerak bahkan mengambil napas karena sangat menyakitkan. Gejala ini mengindikasikan adanya pelepasan cairan asam ke dalam rongga peritoneum. Fase kedua terjadi 2-12 jam setelah onset di mana rasa sakit sebagian dapat mereda. Fase ketiga terjadi 12 jam setelah onset) ditandai dengan distensi abdomen. Syok peritonitis dan sepsis mungkin terjadi jika ada keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan medis (Tarigan, 2006).c) ObstruksiObstruksi bisa terjadi karena pembengkakan atau adanya jaringan yang meradang disekitar ulkus atau jaringan parut karena ulkus sebelumnya. Obstruksi lebih sering terjadi pada penderita tukak doudenum tetapi kadang kadang terjadi bila tukak terletak pada lambung dekat sfingter pilorus (Tarigan, 2006).Gejala yang sering timbul adalah anoreksia, mual, hematemesis berulang dan berkurangnya nafsu makan. Seringnya hematemesis dapat memicu penurunan berat badan, dehidrasi, dan ketidakseimbangan mineral tubuh (Tarigan, 2006).d) Kanker LambungHelicobacter pylori di identifikasi sebagai karsinogen kanker lambung. Berdasarkan estimasi International Agency on Researce for Cancer (IARC), Helicobacter pylori bertanggung jawab sebagai penyebab sekitar 36-47% dari semua kanker lambung. Pencegahannya adalah dengan eradikasi Helicobacter pylori (Tarigan, 2006).D. Tukak duodenumEtiologiWalaupun faktor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung, namun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.Pylori dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik, dan stress. Ulkus peptikum dan duodenum dapat memiliki penyebab yang berbeda. Sejumlah penyakit yang dihubungkan dengan meningkat resiko terjadi ulkus peptikum, yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronis, penyakit paru kronis, hiperparatiroidisme, gagal ginjal, transplantasi ginjal, tumor jinak- tumor ganas, dan sindrom Zollinger-Ellison. (Hadi, Sujono, 1999)Infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) merupakan penyebab ulkus yang paling sering. Akibatnya, pemberian antibiotik telah memperlihatkan bahwa hal ini merupakan pengobatan yang paling efektif bagi sebagian besar pasien ulkus yang tidak mengonsumsi obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). H.pylori dapat bertahan dalam lingkungan yang asam di lapisan mukosa karena kuman ini memiliki urease khusus. Bakteri ini menggunakan urease untuk menghasilkan CO2 dan NH3. HCO3- serta NH4+ secara berurutan sehingga dapat menyangga ion H+ di sekelilingnya. H.pylori dipindahkan dari satu orang ke orang lain, menyebabkan inflamasi pada mukosa lambung (gastritis, terutama di antrum). Ulkus peptikum atau duodenum sepuluh kali lebih sering terjadi pada kasus di atas dibandingkan bila orang tersebut tidak menderita gastritis tipe ini. Penyebab utama ulkus ini adalah gangguan fungsi sawar epitel yang disebabkan oleh infeksi. (Hadi, Sujono, 1999)Mungkin bersamaan dengan pembentukan ulkus akibat infeksi, terdapat juga Peningkatan serangan kimia, seperti oleh radikal oksigen yang dibentuk oleh bakteri sendiri, serta leukosit dan makrofag yang mengambil bagian dalam respons imun, atau oleh pepsin karena H.pylori merangsang sekresi pepsinogen. (Hadi, Sujono, 1999)Penyebab lain yang sering menimbulkan ulkus adalah penggunaan OAINS atau NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) merupakan kelompok obat-obatan yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau sakit, misal naproxen, ketorolac, oxaprozin, ibuprofen, dan aspirin. Orang yang mengkonsumsi NSAID dalam jangka waktu lama dengan dosis tinggi memiliki resiko besar untuk terjadinya ulkus. Efek anti-inflamasi dan analgetiknya terutama didasarkan melalui penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin (dari asam arakhidonat). Salah satu efek OAINS yang tidak diinginkan adalah obat ini menghambat sintesis prostaglandin secara sistemik, termasuk di epitel lambung dan duodenum. Pada satu sisi, hal ini menurunkan sekresi HCO3- (memperlemah perlindungan mukosa), tetapi pada sisi lain menghentikan penghambatan sekresi asam. Selain itu, obat ini merusak mukosa secara lokal melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa (pH getah lambung