PBL BLOK 5 kram otot

32
Mekanisme Terjadinya Kram Pada Otot dan Faktor Penyebabnya Eifraimdio Paisthalozie 10-2011-384 Kelompok C7 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi :

description

kram otot

Transcript of PBL BLOK 5 kram otot

Page 1: PBL BLOK 5 kram otot

Mekanisme Terjadinya Kram Pada Otot dan Faktor Penyebabnya

Eifraimdio Paisthalozie

10-2011-384

Kelompok C7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi :

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected]

Tahun Ajaran 2011/2012

Page 2: PBL BLOK 5 kram otot

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki berbagai macam organ-organ

dengan struktur kompleks dan sebagian besar anatomi tubuhnya disusun oleh

tulang dan otot. Kedua hal tersebut, yakni tulang dan otot memegang peranan

penting dalam seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manusia, tentu saja tanpa

mengesampingkan fungsi sistem susunan saraf pusat atau otak sebagai pemegang

kendali atas seluruh aktivitas tersebut. Mulai dari bangun tidur, makan, sekolah,

bekerja hingga seorang manusia kembali tidur, tulang dan otot bekerja untuk

memberikan pergerakan bagi manusia tersebut. Tulang merupakan tempat

melekatnya otot, sedangkan otot merupakan penggerak bagi tulang yang

dilekatinya[ (otot somatik yang saya maksud). Di samping tulang dan otot,

manusia pun juga diberkahi dengan sistem saraf, yang merupakan sistem penting

untuk menyalurkan kegiatan apa yang diinginkan oleh otak, selanjutnya impuls

yang dikirimkan dari otak ini akan sampai ke otot yang bersangkutan agar dapat

terjadi pergerakan. Mekanisme pergerakan pada otot terbagi menjadi 2 jenis, yaitu

kontraksi dan relaksasi. Kedua jenis mekanisme ini bersama-sama menghasilkan

pergerakan otot yang normal. Maka dari itu, apabila kontraksi berlangsung terus-

menerus tanpa diikuti oleh relaksasi, terjadi lah kejadian yang disebut sebagai

kejang (tetanus). Seringkali kejang dipicu oleh kelelahan otot yang berlebihan,

aktivitas otot yang terlalu dipaksakan memiliki resiko untuk mengalami kejang

lebih besar.

1.2 Rumusan Masalah

Seorang anak laki-laki yang berusia 15 tahun sedang melakukan latihan renang,

lalu tiba-tiba ia mengalami kram pada betis kanannya.

1.3 Hipotesis

Kram pada betis kanannya disebabkan oleh kontraksi otot yang berlangsung terus

menerus dan tidak diikuti dengan aktivitas relaksasi.

1.4 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana sebenarnya mekanisme

otot manusia terjadi, sekaligus menyingkap penyebab dari kram pada betis kanan

yang dialami oleh anak laki-laki tersebut.

2

Page 3: PBL BLOK 5 kram otot

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jaringan Otot Pada Manusia

Jaringan otot pada manusia merupakan jaringan yang jumlahnya dapat mencapai

40% hingga 50% massa tubuh manusia. Jaringan ini juga sekaligus merupakan

jaringan tunggal yang terbesar di dalam tubuh manusia. Otot berfungsi sebagai

transducer atau mesin yang dapat mengubah energi potensial (kimiawi) menjadi

energi kinetik (mekanis). Otot secara umum memiliki tiga fungsi , antara lain (a)

fungsi pergerakan yaitu untuk menghasilkan pergerakan pada tulang dimana otot

tersebut melekat dan bergerak di dalam bagian-bagian organ internal tubuh, (b) untuk

menopang tubuh dan mempertahankan postur tubuh manusia baik saat duduk maupun

di saat berdiri, dan (c) untuk memproduksi panas yang digunakan untuk

mempertahankan kestabilan suhu tubuh normal manusia. Selain memiliki fungsi-

fungsi tersebut di atas, otot juga memiliki ciri-ciri khusus, yaitu (1) kontraktilitas yang

berarti serabut otot dapat berkontraksi dan menegang yang melibatkan atau mungkin

saja tidak melibatkan pemendekan otot, (2) eksitabilitas yang berarti serabut otot

dapat merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf, (3) ekstensibilitas

yang berarti serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot

saat relaks, dan (4) elastisitas yang berarti serabut otot dapat kembali ke ukurannya

semula setelah melakukan kontraksi atau meregang.1,2

Secara umum, otot pada manusia terbagi menjadi 3 tipe, yaitu (1) otot polos yang

bekerja di luar kesadaran (involunter), (2) otot lurik yang bekerja di bawah kesadaran

(volunter) umumnya terdapat pada dinding organ dalam yang berlumen, dan (3) otot

jantung yang memiliki struktur seperti otot lurik namun memiliki kerja seperti otot

polos, yaitu di luar kesadaran (involunter), otot jantung juga hanya dapat ditemukan di

jantung sehingga sifatnya sangat khusus dan didesain untuk mendukung fungsi

jantung sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh. Untuk makalah saya kali ini, saya

akan membahas lebih dalam mengenai otot lurik/rangka. Otot lurik merupakan sel-sel

serabut otot yang memiliki banyak inti atau multinukleus yang dikelilingi oleh

membran plasma yang dapat dirangsang oleh listrik, dan biasa disebut sarkolema.

Masing-masing serat dari otot lurik ini merupakan berkas miofibril yang tersusun

secara sejajar yang terbenam dalam cairan intrasel yang biasa disebut sarkoplasma.

3

Page 4: PBL BLOK 5 kram otot

Di dalam sarkoplasma inilah, akan ditemukan berbagai macam zat, seperti (a)

glikogen, (b) ATP dan keratin-fosfat, dan (c) enzim-enzim glikolisis. Otot rangka

disebut juga otot lurik karena susunan beraturan miofilamennya membentuk pola

berulang pita yang terang dan pita yang gelap. Masing-masing unit berulang itulah

yang disebut sebagai sarkomer dan merupakan unit fungsional yang bekerja saat otot

melakukan kontraksi maupun relaksasi.2

Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa miofibril masih terbagi lagi menjadi 2

bagian filamen, yaitu filamen tebal dan filamen tipis. Filamen tebal dari miofibril

mengandung protein otot yang disebut miosin, sedangkan filamen tipisnya

mengandung beberapa protein otot, yaitu aktin, troponin, dan tropomiosin

(berbentuk fibrous). Keempat protein otot inilah yang membentuk struktur miofibril

secara keseluruhan dan berperan dalam proses terjadinya kontraksi dan relaksasi.

Selain filamen tebal dan filament tipis, kita juga dapat melihat adanya daerah H, pita

I, pita A, garis M, dan garis Z. Pita A merupakan pita yang terlihat gelap, sedangkan

pita I merupakan pita yang terlihat terang, kedua pita ini bersama-sama membentuk

penampakan gelap-terang pada otot rangka, sehinga terlihat berlurik-lurik. Daerah H

4

Gambar 1. Struktur Otot Lurik3

Page 5: PBL BLOK 5 kram otot

membagi pita A menjadi 2 bagian, sedangkan yang disebut sebagai 1 sarkomer

merupakan regio yang ada di antara garis Z yang sangat padat dan sempit. Kontraksi

akan terjadi apabila filamen tipis melakukan penyisipan ke filamen yang tebal akibat

pengaruh daerah H dan pita I yang memendek. Proses penyisipan ini disebut juga

sebagai proses sliding. Selama proses penyisipan ini, tidak terjadi perubahan panjang

baik pada filamen tebal maupun pada filamen tipis, karena kedua filamen hanya

saling bertumpang tindih satu sama lain Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

mekanisme kontraksi otot, ada baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu komponen-

komponen dari filamen tebal dan filamen tipis secara lebih mendetil. Filamen tipis

mengandung aktin, troponin, dan tropomiosin. Aktin, memiliki monomer yang

disebut G-aktin dan berbentuk globuler, monomer-monomer ini kemudian akan

berpolimerisasi menjadi F-aktin yang berbentuk filamen, F-aktin inilah yang

selanjutnya akan berikatan dengan miosin untuk melaksanakan kontraksi. Selain

aktin, pada filamen tipis juga terdapat troponin dan tropomiosin. Troponin bersifat

unik bagi otot lurik karena terdiri atas tiga macam polipeptida dan ketiganya

berbentuk globuler, yaitu (1) Troponin T atau TpT yang berfungsi untuk mengikat

tropomiosin dan 2 komponen troponin lainnya, (2) Troponin I atau TpI yang

berfungsi sebagai inhibitor untuk menghambat terjadinya ikatan antara F-aktin dan

miosin dan juga mengikat komponen-komponen troponin lainnya, dan (3) Troponin

C atau TpC yang berfungsi sebagai polipeptida pengikat kalsium dan mampu

mengikat sampai 4 molekul ion kalsium. Filamen tebal, seperti yang sudah saya

sebutkan di bagian yang lebih atas, terdiri atas miosin. Miosin membentuk 55%

protein berdasarkan beratnya. Struktur miosin ialah sebagai berikut, memiliki 1 ekor

fibrosa yang terdiri dari 2 heliks yang saling menggulung. Masing-masing heliks

memiliki sebuah bagian kepala yang globular. Miosin apabila dicerna oleh enzim

tripsin akan menghasilkan dua bagian miosin yang disebut meromiosin. Meromiosin

ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu meromiosin ringan (light meromyosin) dan

meromisoin berat (heavy meromyosin). Meromiosin ringan berbentuk serabut heliks

dan tidak dapat larut. Pada meromiosin ringan ini, tidak ditemukan adanya aktivitas

katalitik, yaitu ATPase dan tidak mengikat F-aktin. Meromiosin berat, terdiri atas 2

bagian, bagian 1 yang berbentuk globuler dan bagian lainnya yang berbentuk serabut

heliks. Meromiosin berat apabila dicerna lebih lanjut oleh enzim papain, maka akan

terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen S-1 yang merupakan bagian globulernya

dan fragmen S-2 yang merupakan bagian serabut heliksnya. Fragmen S-1 inilah yang

5

Page 6: PBL BLOK 5 kram otot

menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan akan berikatan dengan F-aktin, sedangkan

fragmen S-2 tidak menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan juga tidak dapat

berikatan dengan F-aktin. Kontraksi pada otot, pada dasarnya merupakan mekanisme

perlekatan dan pembebasan ikatan antara kepala S-1 miosin yang globuler dengan

filamen milik F-aktin. Perlekatan dan pembebasan tersebut dilakukan dalam bentuk

jembatan silang (cross-bridge). F-aktin memiliki tempat pengikatan jembatan silang

untuk selanjutnya berikatan dengan kepala dari fragmen S-1 miosin. Jembatan silang

inilah yang terlihat ketika pengamat mengamati bentangan antara filamen tebal

dengan filamen tipis dengan mikroskop elektron. Jembatan silang yang terjadi

kemudian memicu munculnya kayuhan bertenaga (power stroke) yang imbasnya,

menarik filamen tipis ke arah dalam, sehingga filamen tipis menyisip dan bertumpang

tindih dengan filamen tebal. Untuk menciptakan sebuah power stroke, tentu saja

dibutuhkan energi, dan energi itu didapatkan dari hasil hidrolisis ATP. Lebih jelasnya,

saya akan menjelaskannya secara bertahap. Tahap pertama, kepala S-1 dari miosin

berikatan dengan ATP dan menghidrolisis ATP menjadi ADP dan P, namun produk

hasil hidrolisis ini tidak dapat dilepaskan oleh miosin, selain itu produk ini juga sudah

diperkuat oleh miosin sehingga menjadi konfigurasi yang berenergi tinggi. Tahap

kedua, ketika otot menerima stimulus atau respon, ion Ca2+ dibebaskan dari retikulum

sarkoplasmik, dan membuka jalan agar kepala S-1 miosin dapat berikatan dengan F-

aktin. Semula, tempat terbentuknnya jembatan silang ditutupi oleh kompleks

troponin-tropomiosin, tetapi ketika ion Ca2+ dibebaskan maka ion ini berfungsi untuk

menarik kompleks tersebut agar tempat pengikatan jembatan silang antara kepala S-1

miosin dengan F-aktin dapat terbuka. Akibatnya, aktin dapat diakses dan terjadi lah

ikatan antara aktin-miosin-ADP-P. Tahap ketiga, kompleks ikatan antara aktin dan

miosin yang terbentuk sekaligus mendorong pembebasan P hasil hidrolisis ATP

sebagai sumber energi untuk melakukan power stroke. Hal ini pun sekaligus juga

melepaskan ikatan ADP dari ikatan aktin-miosin. Power stroke yang terjadi menarik

6

Gambar 2. Kondisi Filamen Tipis dan Filamen Tebal Saat Relaksasi (Kiri) dan Kontraksi (Kanan)4

Page 7: PBL BLOK 5 kram otot

aktin ke arah pusat sarkomer, sehingga filamen tipis dengan filamen tebal saling

bertumpang tindih, pada kondisi ini dapat dikatakan otot sedang melakukan

kontraksi. Tahap keempat, ketika ADP sudah terlepas maka kepala S-1 dari miosin

akan mengikat ATP lain sehingga terjadi ikatan antara aktin-miosin-ATP. Kompleks

miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap aktin sehingga aktin terlepas dan

di dalam kondisi inilah, terjadi relaksasi. Keberadaan ATP berfungsi untuk

melepaskan ikatan aktin dengan miosin, sehingga pada kasus rigor mortis (kaku

mayat), kekakuan terjadi karena tubuh sudah tidak memproduksi ATP lagi, dan

ketidakberadaan ATP di dalam tubuh mengakibatkan ikatan aktin-miosin tetap

berlangsung, akibatnya kontraksi terus berlangsung dan sekujur tubuh mengalami

kekakuan permanen.1,5

Otot rangka hanya akan memberikan respon apabila dirangsang dengan neuron

motoris. Ketika dalam fase relaksasi, tempat untuk pengikatan miosin pada molekul

aktin ditutupi protein regulasi tropomiosin seperti yang sudah saya bahas di atas

sebelumnya. Dalam kondisi inilah, peran ion Ca2+ sangat besar dalam menimbulkan

kontraksi, tanpa adanya ion ini maka kontraksi tidak dapat dilangsungkan, karena ion

ini berfungsi sebagai “pembuka jalan”. Maka dari itu, regulasi dari ion Ca2+ sangatlah

penting. Konsentrasi kalsium dalam sitoplasma sel diatur oleh retikulum

sarkoplasmik, yaitu retikulum endoplasmik yang telah mengalami spesialisasi.

Retikulum ini memiliki bentuk seperti jala dan merupakan sebuah jalinan dari

kantung-katung bermembran yang halus. Membrannya secara aktif mengangkut

kalsium dari sitoplasma bagian dalam retikulum tersebut. Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa membran retikulum ini merupakan gudang bagi ion kalsium

intraseluler. Tambahan lagi, di dalam retikulum ini, terdapat protein spesifik yang

mengikat ion kalsium yang disebut kalsekuestrin. Retikulum sarkoplasma akan

bekerja melepaskan ion kalsium di dalamnya apabila ada impuls listrik yang

menandakan dimulainya proses kontraksi, lalu bagaimana dengan relaksasi? Dalam

kondisi relaksasi, dimana aktivitas listrik lokal telah terhenti, maka retikulum

sarkoplasma akan menggiatkan molekul khususnya untuk membawa kembali ion

kalsium yang telah digunakan, kembali ke gudangnya. Retikulum sarkoplasma

memiliki molekul pembawa, yaitu pompa Ca2+-ATPase yang memerlukan energi

untuk bekerja dan secara aktif akan mengangkut ion kalsium dari sitosol untuk

memekatkannya di kantung lateral. Ketika konsentrasi kalsium di sitosol berkurang,

maka dengan segera kompleks troponin-tropomiosin akan menduduki kembali tempat

7

Page 8: PBL BLOK 5 kram otot

pengikatan aktin dengan miosin dan memicu terjadinya relaksasi. Dapat disimpulkan,

bahwa regulasi ion kalsium sangatlah menentukan apakah suatu kontraksi atau

relaksasi akan terjadi.1,5,6

2.2 Jaringan Otot, Dilihat dari Aspek Histologis7-10

Jaringan otot merupakan jaringan yang mampu melangsungkan kerja mekanik

dengan jalan kontraksi dan relaksasi sel atau serabutnya. Jaringan otot terdiri atas

susunan sel-sel yang panjang tanpa komponen lain. Sel-sel khusus jaringan otot

memiliki bangun khusus yang dikaitkan dengan aktivitas kontraksi. Bentuknya

memanjang membentuk serabut. Berdasarkan bentuk serta bangunnya, sel otot disebut

serabut otot. Tetapi serabut otot tentu berbeda dengan serabut jaringan ikat karena

serabut jaringan ikat bersifat ekstraseluler. Serabut otot tersusun dalam berkas,

sumbunya paralel dengan arah kontraksi.

Dalam serabut otot banyak terdapat fibroprotein dalam sarkoplasma yang mudah

menyerap zat warna untuk sitoplasma. Terdapat tiga jenis otot yaitu: otot polos yang

merupakan bagian kontraktil dinding alat jeroan, otot skelet (otot rangka) yang

melekat pada tubuh, berorigo dan berinsersio pada bungkul tulang, dan otot jantung

yang merupakan dinding jantung.

Dengan gambaran mikroskopik, pada sayatan memanjang otot kerangka dan otot

jantung pada myofibrilnya terdapat garis-garis melintang yang khas sedangkan pada

otot polos tidak.

Peranan otot yang utama ialah sebagai penggerak alat tubuh, yaitu tulang. Hal ini

disebabkan oleh sifat otot yang mampu berkontraksi, sedangkan kontraksi dapat

berlangsung bila ada rangsangan (stimulus) baik oleh pengaruh saraf atau oleh

pengaruh lain. Kontraksi dapat terjadi karena adanya energi kimia berupa ATP yang

terbentuk pada sel otot. Kontraksi terjadi sangat dipengaruhi oleh dua jenis protein

yaitu aktin dan miosin. Interaksi dari 2 protein tersebut menyebabkan terjadinya

kontraksi pada otot. Kedua protein ini menyusun myofilamen dari otot.

Adanya fibril serta pola susunannya maka otot dibedakan menurut morfologinya,

yakni:

- Otot polos ( Smooth muscle)

- Otot serat melintang (Striated muscle), meliputi:

A. Otot kerangka (Skeletal muscle), yang dibagi menjadi:

a. Otot pucat (White muscle)

8

Page 9: PBL BLOK 5 kram otot

b. Otot merah (Red muscle)

B. Otot jantung (Cardiac muscle)

Otot polos dan otot jantung mendapat inervasi dari susunan saraf otonom, karena

aktivitasnya bersifat involunter, dan sering disebut sebagai otot tidak sadar.

Sedangkan otot kerangka mendapat inervasi dari susunan saraf pusat (serebrospinal),

aktivitasnya bersifat volunter, disebut otot sadar. Tapi pada pembahasan kali ini akan

lebih ditekankan pada pembahasan otot rangka.

Otot kerangka

Satuan otot kerangka (skelet) umumnya disebut “serabut” (fibers) dan bukan sel.

Bentuk serabut silindris dan memiliki banyak inti sel yang terletak di tepi, berbatasan

dengan sarkolema. Pada manusia panjang serabut berkisar antara 3-4 cm.

Bangun Histologi

Sarkolema:

Pengamatan dengan mokroskop cahaya tampak sebagai selaput tipis dan tembus

cahaya (transparan), tetapi dengan mikroskop elektron tampak adanya selaput ganda

(double membrane).

Selaput luar mirip membrane basal epitel yang dibalut serabut retikuler. Selaput

dalam (plasmalemma) terdiri dari dua lapis protein yang ditengahnya diisi lemak

(lipid). Secara umum sarkolema bersifat transparan, kenyal dan resisten terhadap

asam dan alkali. Serabut-serabut otot kerangka yang bergabung membentuk berkas

serabut otot primer disebut fasikulus, yang dibalut oleh jaringan ikat kolagen pekat

(endomisium). Ada 5 sel utama yang dijumpai dalam fasikulus yaitu: serabut otot, sel

endotel, perisit, fibroblast dan miosatelit.

Sarkoplasma:

9Gambar 3. Fasikulus9

Page 10: PBL BLOK 5 kram otot

Sarkoplasma (Cytoplasmic matrix) mengandung Organoida, antara lain:

mitokondria (sarcosomes)-ribosom, Apparatus golgi-myofibril, dan Endoplasmik

reticulum. Paraplasma, antara lain: lipid - glikogen - myoglobin

Selain itu terdapat pula enzim sitokrom oksidatif. Mitokondria terdapat berbatasan

dengan sarkolema dan dekat inti di antara myofibril. Sarkoplasmik retikulum bersifat

agranuler (Smooth ER.), karena ribosom pada otot kerangka terdapat bebas dari

matriks. Sisterna pada sarkolasmik retikulum terjalin pararel dengan myofibril, yang

pada interval tertentu membentuk pertemuan dengan jalinan transversal, disebut

triade. Penelitian pada otot salamander (Amblistoma punctatum), triade ini terdapat

mengitari garis Z (Zwischenschreibe). Pada hewan lain dan manusia tiap sarkomer

memiliki dua triade di daerah pertemuan garis A (anisotrop) dan garis I (isotrop).

Organoida ini berfungsi menyalurkan impuls dari permukaan otot kerangka ke dalam

serabut yang lebih dalam letaknya.

10

Page 11: PBL BLOK 5 kram otot

Miofibril:

Dengan mikroskop cahaya myofibril tampak memiliki bagian cerah (cakram I) dan

gelap (caktam A), bila menggunakan pewarnaan hematoksilin besi (Heidenheia).

Inilah yang memberikan aspek bergaris melintang baik pada otot kerangka maupun

otot jantung. Garis melintang ini dapat diamati pada otot kerangka yang masih hidup,

otot segar tanpa menggunakan pewarnaan, dan otot setelah mengalami fiksasi dan di

warnai.

Pada satu serabut otot kerangka terdapat ribuan myofibril, sedangkan tiap myofibril

memiliki ratusan myofilamen yang bersifat submikroskopis.

Miofilamen terdiri dari 2 macam yaitu:

Filamen Miosin

Sering disebut filament kasar (coarse filaments), berdiameter 100 Angstrom dan

panjangnya 1,5 µ. Filamen ini membentuk daerah A atau cakram A. Filamen ini

tersusun pararel dan berenang bebas dalam matriks. Bagian tengah agak tebal dari

bagian tepi. Fungsi dari myosin adalah sebagai enzim katalisator yang berperanan

memecah ATP menjadi ADP + energi, dan energi ini digunakan untuk kontraksi.

Filamen Aktin

Panjangnya 1µ dan diameternya 50 Angstrom, terpancang antara 2 garis Z. Bagian

tengahnya langsing dan elastis. Filamen ini membentuk cakram I, meskipun sebagian

masuk ke dalam cakram A. Aktin dan myosin tersusun sejajar dengan sumbu

memanjang serabut otot skelet.

Pada sediaan histologi yang baik selain cakram I dan A, tampak pula garis Z dan H

bahkan garis M. Garis Z (Zwischenschreibe) atau intermediate disc berupa garis tipis

dan gelap yang membagi cakram I sama rata. Daerah antara 2 garis Z disebut

“sarkomer” yang panjangnya sekitar 1,5µ. Garis H (Helleschreibe) terdapat dalam

cakram A, merupakan bagian agak cerah di kanan-kiri garis M, yang bebas dari unsur

aktin. Garis M (Mittelschreibe) dimana inti dalam satu serabut otot kerangka terdapat

banyak inti, dapat ratusan. Pada mamalia bentuk inti memanjang, terletak langsung di

bawah sarkolema pada otot pucat, sedangkan pada otot merah letaknya lebih dalam

lagi. Secara umum pada mamalia posisi inti di tepi, tetapi pada insekta dan vertebrata

tingkat rendah posisi inti terletak di tengah, seperti halnya otot jantung.

11

Gambar 4. Otot Rangka8

Page 12: PBL BLOK 5 kram otot

Pada otot kerangka dikenal dua bentuk otot, yaitu:

a. Otot merah (Tipe I)

Otot merah memiliki miofibril relatif sedikit, tetapi sarkoplasma dan mitokondria

relatif banyak serta mioglobin dengan jumlah yang banyak bila dibandingkan dengan

otot pucat. Miofibril membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field), mengelompok

dengan batas yang jelas. Dalam sarkoplasma banyak butir-butir lemak halus sehingga

berasfek seperti lumpur.

b. Otot pucat (Tipe II)

Otot pucat memiliki miofibril banyak dan sarkoplasma dan mitokondria relatif sedikit.

Miofibril tidak membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field) seperti pada otot

merah. Otot jenis ini memiliki kandungan mioglobin lebih sedikit dari pada otot

merah. Posisi inti lebih superficial langsung di bawah sarkolema. Otot pucat bekerja

cepat dan kuat, tetapi cepat lelah.

Susunan Otot

Susunan serabut otot kerangka dalam membentuk muskulus ditunjang oleh jaringan

ikat. Tiap serabur dikelilingi oleh endomisium, suatu jaringan ikat halus dengan

serabut retikuler dan kapiler. Sejumlah serabut otot dibungkus oleh jaringan ikat pekat

dengan banyak serabut kolagen disebut fasikulus, sedangkan pembungkusnya disebut

perimisium.

Di luar perimisium diisi oleh jaringan ikat longgar yang memberikan kelonggaran

bagi vasikulus untuk bergerak. Beberapa fasikulus bergabung membentuk muskulus

dan dibalut oleh jaringan ikat pekat disebut epimisium, sedangkan fasia terdapat

disekitarnya.

Sebelum otot bertaut pada bungkul tulang baik pada origo dan lebih-lebih pada

insersio, terdapat tendon. Di daerah peralihan antara otot dan tendon endomisium,

perimisium berangsur-angsur menebal untuk kemudian membentuk serabut tendon.

Pada daerah peralihan ini terdapat tendon spindle yang memiliki ujung saraf.

2.3 Anatomi Betis Kanan Manusia

Tibalah saya pada sub-bab saya yang

ketiga, pada sub-bab saya yang ketiga

ini, saya akan memberikan paparan

mengenai anatomi dari betis kanan

manusia, beserta nama-nama otot yang

12

Page 13: PBL BLOK 5 kram otot

berperan dalam menggerakkan tungkai

bawah kita. Berikut ini adalah gambar dari

otot tungkai bawah manusia beserta tabel

untuk membantu memahami otot apa saja

yang terdapat di tungkai bawah.

Otot – Otot Fascia Anterior Tungkai Bawah2,11

Tabel 1. Otot-otot fascia anterior tungkai bawah2,11

Nama otot Origo Insertio Fungsi

M. tibialis anterior Facies lateralis corpus

tibia dan membrana

interossea

Cuneiforme mediale

dan basis os

metatarsale 1

Ekstensi kaki pada sendi

pergelangan kaki, inversi kaki

pada articulatio subtalaris dan

articulatio tarsotransversus

mempertahankan arcus

longitudilais medialis kaki

M. extensor digitorum

longus

Facies anterior corpus

fibula

Expansi extensor

keempat jari kaki

yang lateral

Ekstensi jari – jari kaki

ekstensi kaki pada sendi

pergelangan kaki

M. peroneus tertius Facies anterior corpus

fibula

Basis metatarsale 5 Ekstensi jari kaki pada sendi

pergelangan kaki eversi kaki

pada articulatio subtalaris dan

articulatio tarso transversus

M. extensor hallucis longus Facies anterior corpus

fibula

Basis phalanges

distal ibbu jari kaki

Ekstensi ibu jari kai

M. ekstensor digitorum

brevis

calcaneum Oleh empat tendo

ke phalanx proximal

ibu jari kaki dan

tendo – tendo

extensor panjang

jari kaki 2,3 dan 4

Ekstensi jari

Otot – Otot Fascia Lateral Tungkai Bawah2,11

Tabel 2. Otot-otot Fascia Lateral Tungkai Bawah2,11

13

Gambar 5. Otot-otot Tungkai Bawah dan Kaki11

Page 14: PBL BLOK 5 kram otot

Nama otot Origo Insertio Fungsi

M. peroneus lo-

ngus

Facies lateralis

corpus fibulae

Basis ossis meta-

tarsal I dan cu-

neiforme me diate

Plantar fleksi kaki pada articulatio

talocruralis dan eversi kaki pada articulatio

subtalaris dan articulatio tarso transversus;

menyokong arcus longitudinalis lateralis

dan arcus transversus kaki

M. peroneus bre-

vis

Facies lateralis

corpus fibulae

Basis ossis meta-

tarsal V

Plantar fleksi kaki pada articulatio

talocruralis dan eversi kaki pada articulatio

subtalaris dan articulatio tarso transversus;

menyokong arcus longitudinalis lateralis

Otot – Otot Fascia Posterior Tungkai Bawah2,11

Tabel 3. Otot-otot Fascia Posterior Tungkai Bawah2,11

Nama otot Origo Insertio Fungsi

Kelompok Superficial

M: gastrocnemius. Caput laterale dari

condylus latera- lis

femoris dan caput

medial dari

proximal condy- lus

medialis

Melalui tendo cal-

caneus ke facies

posterior calca- neus

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang-

an kaki dan fleksi articulatio genus

M. Plantaris Crista supracon-

dylars femoris

lateralis

Facies posterior

calcaneus

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang an

kaki dan fleksi - articulatio genus

M. Soleus Corpus tibiae dan

fibulae

Melalui tendo cal-

caneus ke facies

posterior calca- neus

Secara bersama-sama dengan m. gastroc-

nemius dan m. plan- taris berfungsi sebagai

plantar fleksor yang kuat sendi pergelangan

kaki; memberikan tenaga untuk gerak maju

pada waktu berjalan dan berlari

Kelompok Profunda

M. Popliteus Facies lateralis

condylus late- ralis

femoris

Facies posterior

corpus tibiae di atas

linea mus- culi solei

Fleksi tungkai pada articulatio genus;

membuka articulatio genus dengan rotasi

lateral femur pada tibia dan mengendur kan

ligamenta sendi -

M. flexor digitorum

longus

Facies posterior

corpus tibiae

Basis phalanges

distal empat jari kaki

Fleksi phalanges dis- tal empat jari kaki

lateral (II s/d V); plantar fleksi kaki• pada

14

Page 15: PBL BLOK 5 kram otot

lateral sendi perge- langan kaki; menyo- kong arcus

longitu- dinalis medialis dan lateralis kaki

M. Flexor hallucis

longus

Facies posterior

corpus fibulae

Basis phalanges

distal ibujari kaki

Fleksi phalanges dis- tal ibu jari; plantar

fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki;

menyokong arcus longitudinalis medialis

kaki

M. tibialis posterior Facies posterior

cor- pus tibiae dan

fi- bulae dan mem-

brana interossea

Tuberositas ossis

naviculare dan .

tulang-tulang di

dekatnya

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang-

an kaki; inversio kaki pada articulatio

subtalaris dan arti- culatio tarso trans-

versus; menyokong arc-- longitudinalis

medialis kaki.

2.4 Kram Sebagai Akibat Kelelahan dan Meningkatnya Tegangan pada Otot

Setelah membahas mengenai jaringan otot dan struktur anatomi betis kanan pada

manusia, maka pada sub-bab ini, saya akan membahas mengenai kram yang

merupakan inti permasalahan dari kasus yang saya dapat. Kram merupakan spasme

otot (definisi spasme: kontraksi involuntar otot atau sekelompok otot secara

mendadak dan keras yang disertai nyeri dan gangguan fungsi, menghasilkan gerakan

involuntar dan distorsi) yang disertai dengan rasa nyeri. Istilah kram sendiri

merupakan istilah yang umum digunakan oleh pasien. Menurut Joekes, kram

merupakan kontraksi yang irrasional atau tidak masuk akal, volunteer (disadari) dan

menimbulkan nyeri dari otot vountar dan membandingkannya dengan tetani yang

adalah kontaksi involunter tetapi tidak sakit dan disebabkan oleh konsentrasi plasma

yang merendah seperti hipokalsemia. Menurut Joekes lagi, terdapat empat kelompok

kram yaitu (1) disebabkan oleh upaya dan mungkin tidak terwujud- nyatakan sampai

istirahat beberapa jam kemudian, (2) selama tidur, sering terjadi pada orang tua dan

mungkin disebabkan oleh hilangnya neuron motorik atas, (3) akibat penyakit, seperti

akibat hilangnya cairan atau akibat infeksi tetanus karena toksin sudah mencapai

korda spinalis dan mengakibatkan spasme yang parah, dan (4) akibat terapi diuretik

karena hilangnya cairan. Namun, saya lebih banyak mencurigai adanya faktor

kelelahan otot pada betis kanan anak tersebut sebagai penyebab kramnya, karena otot

dipaksa untuk terus berkontraksi, maka dari itu terdapat mekanisme yang tidak normal

pada otot sehingga kontraksi justru terus berlangsung dan tidak diimbangi oleh

relaksasi.12

15

Page 16: PBL BLOK 5 kram otot

Kelelahan otot merupakan suatu fenomena dimana otot mengalami penurunan

kemampuan untuk bekerja. Otot yang semula mampu mengangkat 20 kg beban,

namun karena mengalami kelelahan maka otot hanya mampu mengangkat 10 kg

beban, sekitar setengah dari beban awal yang dapat diangkat otot yang masih segar.

Lalu apakah penyebab kelelahan otot? Seperti kita tahu bahwa otot berkontraksi

membutuhkan energi dalam bentuk ATP. ATP ini dapat diambil dari hasil glikolisis

atau pemecahan glukosa yang menghasilkan 38 ATP. Glikolisis yang menghasilkan

38 ATP, sayangnya hanya dapat berlangsung ketika suplai oksigen terpenuhi, dengan

kata lain glikolisis tersebut berlangsung dalam suasana aerobik. Bila ATP yang

dihasilkan begitu banyak, lalu dari mana kah sumber kelelahan otot itu? Perlu kita

ingat, bahwa glikolisis aerobik hanya dapat berlangsung apabila suplai oksigen

terpenuhi seperti saat seseorang melakukan kerja ringa atau pun sedang, sedangkan

saat seseorang melakukan kerja berat, seringkali frekuensi bernapas menjadi lebih

cepat untuk menghirup lebih banyak oksigen. Inilah fenomena yang terjadi pada

kelelahan otot. Otot yang melakukan kerja berat umumnya bekerja dalam suasana

anaerobik, yang sialnya hanya dapat memproduksi 2 ATP, jumlah yang sedikit

apabila dibandingkan dengan jumlah ATP yang dihasilkan dari glikolisis aerobik.

Sehingga, apabila glukosa yang siap pakai habis, maka glikogen atau gula yang

disimpan di dalam otot lah yang berperan menyediakan energi atau istilahnya

merupakan bahan cadangan mana kala glukosa telah habis terpakai. Sumber energi

untuk otot sebenarnya ada beberapa sumber tidak hanya dari glukosa, salah satunya

ialah kreatin fosfat. Namun sayangnya, kreatin fosfat cepat lah habis bila digunakan

sehingga mau tidak mau glikogen lah yang harus digunakan. Glikolisis anaerobik

merupakan proses glikolisis yang harus ditempuh ketika otot melakukan kerja

maksimalnya Glikolisis anaerobik nantinya akan menghasilkan asam laktat dan juga

CO2. Asam laktat dan karbondioksida ini lah yang berperan penting dalam

menimbulkan kelelahan pada otot. Apabila ada seseorang yang merasa pegal linu

pada persendiannya setelah melakukan olahraga cukup berat, dapat dipastikan bahwa

asam laktat telah menumpuk di dalam tubuhnya. Sedikit kembali ke bagian atas,

apabila glikolisis aerobik mampu menghasilkan 38 ATP, lalu mengapa glikolisis

anaerobik hanya 2 ATP? Kemana kah sisa 36 ATP yang lain? Jawaban tepatnya, sisa

36 ATP tersebut disimpan dalam bentuk lain, yaitu asam laktat. Asam laktat ini

sebenarnya dapat di-recycle di hati menjadi glukosa kembali namun hal tersebut

membutuhkan jumlah oksigen yang banyak. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk

16

Page 17: PBL BLOK 5 kram otot

menghilangkan pegal linu dari persendian hanyalah dengan beristirahat dan

menghirup banyak gas oksigen. Kelelahan pada otot tentu akan mempengaruhi kinerja

otot sekaligus metabolisme otot secara normal. Maka dapat disimpulkan, resiko untuk

mengalami kram akan menjadi lebih besar mana kala otot berada dalam kondisi yang

tidak fit.1,13,14

Selain melihat dari segi kelelahan otot, ternyata kekejangan dapat terjadi apabila

regulasi ion kalsium intrasel tidak berjalan dengan baik akibat dari rangsangan

potensial aksi yang terus-menerus. Seperti yang telah saya bahas di sub-bab yang

sebelumnya bahwa ketika ada rangsangan berupa ptensial aksi, maka retikulum

sarkoplasma akan memompakan ion kalsium ke sitosol sehingga dapat terjadi

kontraksi. Namun, bagaimana ceritanya apabila potensial aksi yang diberikan

berlangsung terus-menerus dan tidak ada jeda antara kontraksi pertama dengan

kontraksi kedua? Sedikit review, kadar ion kalsium intrasel sedikit banyak

memperngaruhi berapa banyak jembatan silang yang dapat terbentuk, dan hal itu pun

lagi-lagi juga sudah saya bahas di sub-bab sebelumnya. Apabila waktu antara

kontraksi pertama dengan kontraksi kedua terbilang cukup jauh, maka segala

sesuatunya akan berjalan dengan baik, karena dengan demikian ion kalsium pun juga

diberikan waktru untuk kembali ke “rumahnya”. Masalah akan timbul, apabila saat

ion kalsium dari kontraksi pertama belum dipompakan seluruhnya ke dalam retikulum

sarkoplasma, namun rangsangan untuk kontraksi kedua sudah datang. Maka, yang

terjadi adalah konsentrasi ion kalsium di sitosol akan sangat tinggi, Tentu saja tinggi,

karena merupakan penjumlahan dari ion kalsium yang masih tersisa di sitosol dari

kontraksi pertama dan ion kalsium baru yang dipompakan masuk oleh retikulum

sarkoplasma ke sitosol. Kadar ion kalsium yang tinggi akan memicu terbentuknya

jembatan silang yang lebih banyak, imbasnya ialah maka akan lebih sering kontraksi

terjadi, sehingga tegangan pada otot akan terus bertambah. Bila kondisi ini terus

berlanjut, maka kadar ion kalsium di dalam sitosol akan terus bertambah tinggi,

sampai akhirnya jumlah maksimum jembatan silang yang dapat terbentuk tercapai dan

otot menghasilkan kontraksi tetanik maksimal. Pada kondisi ini lah, kram terjadi. Otot

mencapai ketegangan puncaknya dan timbul rasa nyeri akibat otot tidak mampu ber-

relaksasi. Kekejangan lah jawaban atas pertanyaan yang telah saya lontarkan di awal-

awal. Kontraksi yang baik ialah kontraksi yang diikuti dengan jeda pelemasan otot

hingga otot melemas sempurna, namun pada kasus, justru kontraksi yang pertama

dengan kontraksi yang seterusnya tidak memiliki rehat atau otot tidak diberikan

17

Page 18: PBL BLOK 5 kram otot

waktu untuk beristirahat sehingga tentu saja terjadi kekejangan yang berkepanjangan.

Hal ini sudah cukup menjelaskan mengapa anak tersebut mengalami kram. Mungkin

saja, ia terlalu memaksakan dirinya untuk terus berlatih tanpa mempertimbangkan

batas maksimal kekuatan otot yang dapat dicapai. Sekilas mengenai pendorongan

telapak kaki kanannya ke arah dorsal, hal ini merupakan salah satu cara untuk memicu

terjadinya relaksasi. Semua hal yang bersifat elastis memiliki batas pemanjangan,

seperti karet gelang bila terus ditarik hingga melewati batas pemanjangannya, maka

akan putus, begitu juga dengan serabut otot, apabila terus menerus diregangkan maka

lama-kelamaan akan putus. Untunglah, Tuhan memberikan mekanisme kepada

manusia untuk mengendalikan fungsi ototnya sehingga putusnya serabut otot

setidaknya dapat dihindari. Apabila otot terus diregangkan hingga melebihi batas

peregangannya, otot justru akan merespon dengan melakukan aktivitas relaksasi.

Inilah yang mendasari pendorongan telapak kaki ke arah dorsal, karena pendorongan

ke arah dorsal akan menambah regangan pada otot dan memicu relaksasi sehingga

otot yang semula kejang akan rileks kembali dan dapat melakukan fungsinya seperti

sedia kala.5 Seperti itulah yang dapat saya berikan pada makalah saya kali ini. Sekian

dan terima kasih.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipotesis diterima. Kram pada betis kanan anak tersebut disebabkan karena

kontraksi otot yang terus-menerus dan tidak diikuti dengan aktivitas relaksasi.

Otot yang terus berkontraksi tanpa diberikan waktu untuk beristirahat sangat

berisiko mengalami kekejangan yang berkepanjangan.

18

Page 19: PBL BLOK 5 kram otot

Daftar Pustaka

1. Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Editor: Wulandari N, Rendy L, Dwijayanthi L,

liena, Danny F, Rachman LY. Biokimia Harper. Edisi ke – 27. Jakarta: EGC;

2009.h.158,582-9.

2. Sloane E. Editor: Widyastuti P. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC;

2003.

19

Page 20: PBL BLOK 5 kram otot

3. Struktur otot lurik. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2012 dari

http://wordbiology.files.wordpress.com/2009/01/image286.gif?w=466&h=440

4. Skema protein penyusun filamen. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2012 dari

http://arubuertos.blog.unsoed.ac.id/files/2011/10/untitled1111111111.gif

5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Editor: Pendit BU. Jakarta: EGC;

2001.

6. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi Jilid 3. Ed ke-5. Jakarta:

Erlangga;2007.h.255-261.

7. Junqueira, Carlos L. Editor: Dany F. Histologi dasar: teks dan atlas. Jakarta: EGC;

2007.

8. Histology of Bone. Diunduh tanggal 15 Maret 2012 dari

http://emedicine.medscape.com/article/1254517-overview

9. Eroschenko, Victor P. Editor: Anggraini D. Atlas histologi di fiore dengan korelasi

fungsional. Jakarta: EGC; 2003.

10. Subowo. Histologi Umum. 1st Ed. Jakarta: Bumi Aksara; 2002.

11. Sobotta. Editor: Putz R, Pabst R, Gmbh E, Munich. Atlas anatomi manusia jilid 2.

Edisi: 22. Jakarta: EGC; 2007.

12. Thomson H. Editor: Sumawinata N. Oklusi. Ed ke-2. Jakarta: EGC;2007.h.59.

13. Wahyuningsih YW. Pengaruh suplai oksigen murni terhadap pemulihan asam laktat

darah setelah latihan fisik. JKK Oktober 2007;39(4):1909-12.

14. Mihardja L. Sistem energi dan zat gizi yang diperlukan pada olahraga aerobik dan

anaerobik. Majalah GizMindo September 2004;9(3):9-11.

20