PBL BLOK 28

38
Penyakit Akibat Kerja yang Disebabkan oleh Pajanan Kimia Farella KArtika huzna 10.2011.408 Kelompok A8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi :

description

des

Transcript of PBL BLOK 28

Penyakit Akibat Kerja yang Disebabkan oleh Pajanan Kimia

Farella KArtika huzna10.2011.408Kelompok A8

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi :Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected] Ajaran 2011/2014BAB IPENDAHULUAN

Manusia, di dalam memenuhi seluruh elemen hidupnya, tidak akan terlepas dari istilah bekerja. Bekerja menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan, selain sebagai sarana ekonomi, bekerja juga kerapkali menjadi sarana berekspresi bagi sebagian besar orang. Seringkali pekerjaan yang dilakukan justru berdampak pada kesehatan manusia itu sendiri, hal ini dapat terjadi akibat faktor berat atau ringannya pekerjaan yang dilakukan, dapat pula oleh pola perilaku individu pekerja yang berisiko, dan di sisi lain faktor lingkungan kerja juga memberikan kontribusi untuk mempengaruhi kesehatan individu manusia sebagai pekerja. Di dalam occupational medicine atau ilmu kedokteran okupasi, kita mengenal istilah occupational health atau kesehatan kerja. Pada tahun 1950, menurut International Labour Organization (ILO) dan World Health Organization (WHO), kesehatan kerja didefinisikan sebagai segala usaha promosi dan pemeliharaan kesejahteraan yang dilakukan untuk mencapai derajat tertinggi dari keadaan fisik, mental dan kehidupan sosial dari pekerja, dari seluruh jenis pekerjaan. Penyediaan pelayanan kesehatan kerja ialah salah satu cara untuk mencapai tujuan ini. Mengapa kesehatan kerja ini perlu untuk didefinisikan dan diperhatikan? Salah satu alasannya ialah oleh karena banyaknya pajanan/ekspos yang dapat diterima oleh seorang pekerja selama ia menjalani pekerjaan di lingkungan pekerjaannya yang dapat mengganggu kondisi kesehatannya sebagai makhluk hidup seutuhnya, bahkan tidak jarang pajanan ini menyebabkan dampak yang cukup serius bagi kesehatan pekerja. Bekerja dan kesehatan memiliki hubungan yang saling timbal-balik. Bekerja dapat menurunkan kondisi kesehatan seseorang, namun di lain hal bekerja dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan untuk status kesehatan seseorang. Status kesehatan pekerja akan berdampak pada performa individu selama bekerja. Pekerja yang sehat akan lebih produktif dibandingkan pekerja yang tidak sehat. Namun, seorang pekerja tentu tidak akan selamanya sehat, terkadang pajanan di lingkungan kerja justru menjadi faktor penting yang menurunkan status kesehatan pekerja. Pajanan yang dapat juga diistilahkan sebagai hazard terbagi mejadi beberapa jenis, yaitu physical hazard (fisik), chemical hazard (kimia), biological hazard (biologik), ergonomic hazard (ergonomi), psychosocial hazard (psikososial). Kesemua jenis hazard ini dapat menimbulkan gangguan pada pekerja, dengan mekanismenya masing-masing. Salah satu yang akan dibahas di dalam makalah ini ialah gangguan pada pekerja akibat chemical hazard.1,2BAB IIPEMBAHASANSejatinya, ilmu kesehatan kerja ialah ilmu yang mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan, dan ilmu ini tidak hanya berbicara mengenai hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan pekerja, namun lebih jauh lagi dibicarakan pula mengenai hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya. Tujuan utama dari cabang ilmu ini ialah untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya. Penyediaan layanan kesehatan kerja melibatkan disiplin ilmu lain, antara lain dokter, ahli higiene kerja, ahli toksikologi, ahli mikrobiologi, ahli ergonomi, perawat, ahli laboratorium, insinyur keselamatan dan lain sebagainya. Kesemua disiplin ilmu ini bekerja secara tim untuk membantu mengendalikan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh pekerjaan. Tahapan pengendalian bahaya kesehatan dimulai dengan (1) penemuan gangguan kesehatan oleh pekerja/petugas keselamatan/perawat/dokter, dilanjutkan (2) diagnosis klinis penyakit, dan disertai terapi apabila mungkin, tahap ini dikerjakan oleh perawat/dokter, kemudian tahapan berikutnya ialah (3) penemuan penyebab lingkungan, yang biasanya dilaksanakan oleh ahli higiene/perawat/dokter/ahli toksikologi, untuk kemudian diteruskan dengan tahap (4) pemantauan dan pengendalian penyebab oleh ahli higiene/insinyur keselamatan/ahli ergonomi/dan atau dokter, dan untuk tahap terakhirnya adalah (5) pemantauan kesehatan pekerja oleh perawat/dokter/ahli epidemiologi/ahli toksikologi. Di samping kesehatan kerja, dikenal pula istilah kedokteran kerja yang merupakan spesialisasi klinis yang mendalami masalah diagnosis, manajemen dan pencegahan penyakit yang disebabkan atau diperburuk oleh berbagai faktor di tempat kerja. Pada tahun 1978, Royal College of Physicians London mendirikan Fakultas Kedokteran Kerja. Langkah ini tidak hanya memberikan pengakuan resmi untuk dokter kesehatan kerja sebagai spesialis, melainkan juga merupakan kerangkan acuan dalam menyusun bahan pendidikan dan pelatihan spesialis kedokteran kerja. Kedokteran kerja pada hakikatnya ialah bagian dari kedokteran pencegahan, dengan beberapa kemampuan terapi. Tugas utama dokter dalam suatu industri, antara lain: Mengenal lingkungan kerja Menjalankan keterampilan klinis dalam deteksi dini penyakit Menguasai peraturan dan undang-undang yang terkait Melakukan pemeriksaan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus Bertanggung jawab secara administratif atas perawat dan penolong pertama Memberikan pengobatan Memberikan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan Melakukan rehabilitasi Mengajar dan mengadakan riset Menjadi penasihat pekerja secara perorangan, manajer, serikat buruh dan petugas keselamatan Memelihara dan membaca rekam medis dan catatan lingkungan Melakukan surveilan pada kelompok dengan risiko khusus, seperti pekerja yang menggunakan timah hitam, pekerja dalam udara bertekanan dan pengemudi Menjadi duta untuk instansi di luar perusahaan, seperti pemerintah, universitas dan industri lain.2Penyakit akibat kerja lebih sering ditemukan pada bangsa yang berkembang, dimana lebih terdapat pekerjaan yang berpotensi untuk dipengaruhi oleh hazard, seperti pertambangan dan bentuk tradisional dari agrikultur. Penyakit yang berhubungan dengan kerja umumnya menjadi lebih penting untuk diperhatikan berkaitan dengan sebuah negara yang mengalami industrialisasi dimana industri menjadi lahan kerja yang dominan dan seringkali menyebabkan penyakit akibat kerja yang sifatnya tradisional. Selain semua istilah yang sudah dipaparkan di atas, ada satu lagi istilah yang perlu dipelajari, yaitu higiene kerja. Dalam buku panduan Perhimpunan Higiene Kerja Inggris, istilah higiene kerja didefinisikan sebagai ilmu terapan yang mendalami masalah identifikasi, pengukuran, evaluasi, dan pengendaliannya sesuai dengan standar baku, terhadap risiko faktor fisika, kimia dan biologi yang timbul dan berasal dari tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan atau kesejahteraan mereka yang bekerja atau yang ada dalam masyarakat. Untuk mengenal faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kesehatan dan kenyamanan seseorang harus dilakukan penelitan proses kerja dalam hal: Jenis bahan yang dipergunakan Produk dan hasil sampingan yang timbul Tempat yang mungkin untuk terjadi pelepasan atau pencemaran bahan berbahaya Sikap tubuh dan pergerakan operator Jam dan lama masa istirahat selama bekerja Jenis alat pelindung diri yang disediakanDerajat besar sedikitnya bahaya dinilai dengan: Mengukur intensitas atau kadar bahan berbahaya Membandingkan hasil pengukuran itu dengan standar yang baku atau data penelitian toksikologi Melakukan pemeriksaan efek fisiologis pada tubuh pekerja dengan pemeriksaan medis seperti analisis darah dan air seni, uji fungsi paru, dan kecepatan hantar saraf Menentukan besarnya bahaya terhadap upaya penanggulangan kondisi lingkungan kerjaOccupational diseases atau penyakit akibat kerja muncul akibat pajanan terhadap faktor fisik, kimia, biologik atau faktor psikososial di tempat kerja. Berikut ini ialah jenis-jenis pajanan di lingkungan kerja dengan efek samping yang dapat ditimbulkan.1,2

Gambar 1. Jenis-jenis hazard dan efek sampingnya1

2.1 AnamnesisAnamnesis yang dilakukan kepada pasien pekerja dengan kecurigaan terhadap intoksikasi solven organik, terutama ditujukan untuk mengetahui terlebih dahulu rute dari agen penyebab (dapat berupa rute oral, dermal, atau terhirup), seberapa banyak jumlah agen yang sudah tertelan/terhirup, dan kapan waktu pekerja tersebut menghirup/menelan agen. Sebagai tambahan, perlu pula dicantumkan pertanyaan mengenai co-ingestants, muntah atau batuk sebelum kedatangan pasien ke dokter dan segala usaha terapi yang sudah dilakukan pasin sebelum akhirnya datang kepada dokter.Secara garis besar, pada pasien pekerja dengan kecurigaan keracunan solven organik seperti karbon tetraklorida dan karbon disulfida, efek terhadap kesehatan dikategorikan menjadi 2, berdasarkan sistem neurologis atau dilihat berdasarkan pajanan yang diterima pasien.Sistem saraf kemudian dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer dan lebih jauh dibagi lagi secara lebih eksklusif menjadi gejala yang mempengaruhi korteks serebri, ganglia basalis, otak tengah, atau korda spinalis, pembagian ini dapat dilakukan berdasarkan gejala neurologis yang spesifik dan muncul pada pasien.Pajanan dikategorikan berdasarkan durasi dari pajanan (jangka pendek atau jangka panjang; untuk itu perlu diketahui seberapa lama pekerja sudah melakukan pekerjaannya tersebut), intensitas dari pajanan (rendah atau tinggi). Efek yang bersifat akut biasanya disebabkan oleh efek pajanan jangka pendek. Pajanan yang bersifat jangka pendek dengan intensitas yang rendah dapat nampak sebagai kondisi subklinis dan dapat bersifat reversibel atau ireversibel. Pajanan kronik biasanya terjadi sebagai akibat dari pajanan yang berlangsung selama beberapa periode waktu, standar dikatakan kronik bervariasi tergantung beberapa penulis. Pajanan yang terjadi biasanya dalam kadar yang rendah. Dampak pada kesehatan dapat bersifat subklinis atau klinis. Efek akut dari pajanan jangka pendek biasanya akan segera nampak sebagai tanda yang bersifat mendadak pada pasien dengan umumnya berupa gejala gangguan SSP sebagai akibat dari pajanan dengan kadar tinggi terhadap solven organik.Gejala dapat bervariasi, namun umumnya gejala yang khas ialah pasien mengalami disorientasi, pusing, euforia, dan kebingungan yang kemudian akan berlanjut menjadi ketidaksadaran pasien, lumpuh, kejang dan kematian akibat henti napas/jantung.Lain halnya dengan pajanan yang bersifat kronik, biasanya beberapa gejala yang dapat ditanyakan kepada pasien ialah berupa sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, rasa nyeri, rasa kebas, kesemutan, perubahaan mood, dan beberapa gejala menyeluruh lain. Pada kasus ini, riwayat yang lengkap dan lebih tajam diperlukan, dikarenakan biasanya tidak ada kejadian yang secara jelas bertanggung jawab terhadap keluhan pasien.Menurut Longstreth (199), disfungsi neurologis akibat pajanan yang akut dengan kadar tinggi memiliki riwayat sebagai berikut: Onset gejala bersifat akut mencakup kelelahan sakit kepala, pusing, disorientasi, kebingungan, halusinasi, dan/atau kejang dan akibat neurologis lain seperti koma/kematian Pajanan akut yang sudah dilaporkan dari sumber manapun, seperti makanan, minuman, bahan-bahan kimia atau lingkungan kerja Gejala dari peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala, mual-muntah, yang dapat menetap oleh karena pajanan toksik yang akut Bekerja di ruangan tertutup Perhatikan ada bau yang tidak sedap sebelum onset gejala Bekerja dengan sedikit/tanpa peralatan proteksi diri Tidak menggunakan data higiene industri untuk mengetahui kadar pajanan yang diperbolehkan Drug-abuse atau ketergantungan (non-okupasi) Depresi, percobaan bunuh diri, riwayat gangguan psikologis (non-okupasi) Kelelahan, pusing yang hilang setelah pajanan dihentikan Efek yang sudah diketahui berasal dari efek akut neurotoksinSedangkan, menurut LaDou, disfungsi neurologis akibat pajanan jangka panjang dengan kadar rendah dapat dicurigai pada pasien dengan riwayat berikut ini: Gejala neurologis yang reversibel, tetap atau bahkan progresif setelah penghentian pajanan Onset gejala yang lambat atau hilang timbul Gejala yang mengarah kepada sistem saraf pusat seperti sakit kepala, kebingungan, disorientasi, perubahan perilaku atau masalah pada memori dengan onset lambat atau hilang timbul Gejala yang mengarah kepada sistem saraf tepi, seperti rasa kebas pada kaki dan tangan, rasa nyeri, kelemahan, atau kesulitan berjala dengan onset gejala yang lambat dan hilang timbul Gejala neurologis lain Tidak ada fokalitas pada pemeriksaan neurologis Dipekerjakan dalam jangka waktu yang lama di bidang indsutri dimana solven organik dipergunakan Beberapa gejala yang sering muncul, dapat saja diakibatkan oleh pajanan singkat dengan dosis yang tinggi saat bekerja Gejala kelelahan yang progresif dan gejala lain seperti kesulitan untuk mengingat dan berkonsentrasi, yang akan berkurang di akhir minggu dan akan muncul kembali ketika minggu bekerja dimulai kembali Peralatan proteksi diri yang terbatas Bukti dari kontaminasi air rumah tangga oleh solven organik di atas kadar yang diperbolehkan berdasarkan oleh ketentuan pajanan air minum oleh pemerintah Bukti dari kontaminasi udara ruangan oleh solven organik di atas kadar yang diperbolehkan oleh ketentuan pajanan udara oleh pemerintahBerikut ini ialah algoritma yang dapat dipergunakan untuk melakukan investigasi pada penyakit yang bersifat neurotoksik. Untuk menentukan apakah gejala atau temuan berkaitan dengan pajanan, berhubungan dengan riwayat lainnya, langkah-langkah berikut ini dapat diikuti: Tentukan secara seksama kapan gejala mulai dan bila perlu dibuat timeline dari gejala tersebut Cantumkan riwayat pengobatan pasien, riwayat sosial, kelahiran dan riwayat keluarga dan medikasi yang pernah pasien jalankan Cantumkan pula data dari trauma kepala, riwayat psikologis dan ketergantungan obat bila ada Cantumkan data mengenai pekerjaan di masa lampau dan saat ini dan pajanan yang mungkin dialami serta kegiatan bekerja dari hari ke hari Cantumkan data mengenai gejala dari pajanan jangka pendek dari pekerjaan saat ini Cantumkan data mengenai tempat tinggal sebelumnya dan saat ini Informasi-informasi berikut ini perlu dicantumkan pula: Pendidikan Riwayat kelahiran Kegiatan yang dilakukan saat bekerja secara spesifik, baik pekerjaan di masa lampai maupun pekerjaan saat ini, agen kimia yang digunakan dan jam kerja pasien Materia Safety Data Sheets (MSDS) dari agen kimia yang digunakan Personal Protection Equipment (PPE; sarung tangan, jubah, alat bantu napas, tutup mata dan masker) yang digunakan di pekerjaan di masa lampau dan saat ini Cidera di pekerjaan sebelumnya Riwayat alkohol, merokok dan obat-obatan untuk saranan rekreasi Riwayat emosional dan psikologis pasien Riwayat status kesehatan teman kerja atau teman yang tinggal bersama Kebiasaan makan dan olahraga, intake vitamin Jarak tempat tinggal dengan sumber pembangkit tenaga listrik, danau, sungai dan kolam3,42.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk pasien pekerja dengan kecurigaan intoksikasi solven organik, dimulai dengan pemeriksaan keadaan umum, kesadaran umum, dan tanda-tanda vital dari pasien meliputi pemeriksaan frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah dan suhu tubuh. Pada pasien dengan intoksikasi berat, dapat ditemukan frekuensi pernapasan yang rendah sebagai tanda-tanda awal henti napas/distres sistem pernapasan.Paru-paru merupakan tempat utama dari toksisitas umum dari berbagai solven organik dan biasanya terjadi setelah pekerja menghirup atau menelan agen, diperlukan pemeriksaan fisik paru-paru dalam hal ini. Gejala yang berhubungan dengan sistem pernapasan dapat berupa batuk, sendawa, dan tersedak yang terjadi 30 menit setelah pajanan dan seringkali dapat muncul terlambat setelah beberapa jam. Beberapa pasien mengeluh mengalami batuk yang transien, batuk yang berkepanjangan dan hipoksia lebih mengarah kepada aspirasi.Selain pemeriksaan fisik paru, diperlukan pula pemeriksaan neurologis untuk menyelidiki gejala gangguan neurologis pasien apakah berkaitan dengan penyakit neurologis yang mendasarinya. Gejala yang mengacu kepada pemeriksaan neurologis seperti sakit kepala, letargi, dan status mental yang menurun atau berubah yang dimulai dengan disorientasi ringan, gangguan memori, perubahan dari mood pasien, cara bicara serta kesadaran pasien. Gejala yang tidak spesifik seperti kelemahan dan kelelahan. Dikarenakan beberapa solven bersifat sangat lipofilik, maka kerapkali timbul gejala euforia pada pasien. Neuropati perifer biasanya muncul mulai dari ekstremitas dan akan berprogresi secara proksimal. Kesemuanya ini memerlukan assessment neurologis yang teliti untuk membedakan penyakit disebabkan oleh intoksikasi solven atau justru pasien memiliki lesi neurologis yang sudah ada sebelumnya.Pemeriksaan pada jantung diperlukan untuk mencegah kemungkinan henti jantung dikarenakan hidrokarbon yang terhalogenasi dapat menyebabkan sindroma yang berakhir pada fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel. Pemeriksaan gastrointestinal bersifat tidak spesifik dikarenakan mual-muntah dan sakit tenggorokan yang dialami pasien seringkali bersifat ringan, diare, melena dan hematemesis jarang dilaporkan pada kasus ini.3,4 2.3 Pemeriksaan PenunjangPada dasarnya, pemeriksaan penunjang yang dilakukan didasarkan pada pajanan yang terjadi. Pemeriksaan pulse oximetry sebaiknya dilakukan pada semua pasien untuk mengevaluasi oksigenasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan, mencakup: Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui gambaran komponen darah, yang biasanya pada ingesti akut dapat ditemukan gambaran leukositosis, gambaran anemia dapat terjadi sebagai akibat dari hemolisis intravaskuler, walau begitu pemeriksaan darah lengkap tidak rutin dilakukan untuk pajanan hidrokarbon. Untuk mengkonfirmasi pajanan terhadap solven organik, maka pemantauan dari biologic exposure index (BEI) dapat memberikan informasi yang berguna. Banyak jenis dari solven organik memiliki kadar pajanan yang masih dalam batas yang aman dan biasa akan dibuang dari tubuh dalam bentuk yang tidak berubah melalui tindakan ekshalasi namun metabolisme dari fraksi solven yang diserap selanjutnya akan dikonjugasikan menjadi senyawa yang larut air dan akan dieskresikan utamanya melalu urin. Eskresi melalu urin atau melalui sistem bilier dari komponen yang tidak berubah atau metabolit dari zat biasanya terjadi. Komponen inilah yang selanjutnya akan menjadi dasar dari BEI. Namun, pemantauan kerapkali sulit untuk dilakukan oleh karena pajanan dapat terjadi di masa lampau yang sudah terlampau jauh atau spesimen seringkali susah didapatkan.Untuk setiap zat yang terkandung dalam solven organik memiliki kadar pajanan yang dianggap aman untuk pekerja, termasuk di dalamnya ialah kadar dari karbon disulfida. Kadar dari zat ini yang dinyatakan aman dalam urin ialah 2-TTCA (thiothiazolidine 4-carboxyl acid) 5mg/g, kadar ini dapat pula diukur melalui darah dan udara yang diekspirasikan.Untuk zat karbon disulfida, kadar REL yang sudah disetujui menurut OSHA ialah 20 ppm, 30 ppm, 100 ppm (mg/m3) selama 30 menit (sesuai dengan TWA; time-weighted average), untuk REL ini, setiap badan memiliki ketentuan masing-masing namun biasanya tidak jauh berbeda. Pemeriksaan panel metabolik dasar yang rutin sebaiknya dilakukan untuk menentukan BUN, kreatinin, glukosa, elektrolit, dan anion gap. Segala pasien yang nampak terintoksikasi sebaiknya melakukan pemeriksaan serum glukosa. Anion gap seringkali normal, namun apabila didapatkan gambaran asidosis maka perlu dicari etiologi lainnya. Gagal ginjal akut dapat diketahui dari pemeriksaan urinalisis dan terjadi akibat ingesti dari hidrokarbon yang masif walaupun jarang. Pemeriksaan kadar transaminase hepatik sebaiknya dilakukan dikarenakan peningkatan dari serum transaminase ini dapat disebabkan oleh ingesti hidrokarbon, khususnya hidrokarbon yang terhalogenasi. Pemeriksaan pencitraanSemua pasien yang simtomatik sebaiknya melakukan pemeriksaan X-ray, sedangkan pasien yang tidak memiliki gejala seperti batuk atau tanda henti napas tidak diharuskan untuk menjalani pemeriksaan radiografi dada segera. Pemeriksaan CT, MRI, positron emission tomography (PET) dan single-photon emission CT (SPECT) dapat pula digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan neurotoksisitas akibat solven organik. MRI dan CT sudah digunakan untuk membedakan ensefalopati akibat pajanan solven organik dari sebab lain, semisal demensia atau kelainan neurologis lain seperti Alzheimer, multipel sklerosis, demensia multi-infark, hidrosefalus normotensi, dan lainnya. Walaupun gambarannya seringkali normal namun beberapa dapat menunjukkan abnormalitas fokal. Pada gambaran CT, dapat ditemukan gambaran atrofi otak besar dan bersifat difus. Pada intoksikasi karbon disulfida, dapat ditemukan olivopontocerebellar atrophy pada gambaran MRI. MRI dapat pula menunjukkan gambaran volume loss yang global dan simetris pada white matter pada gambaran MRI pasien yang terekspos pajanan solven organik campuran selama 30 tahun. Pemeriksaan lainPemeriksaan neurofisiologis, seperti electromyography (EMG) dan nerve-conduction study (NCS) dapat dilakukan dan dapat menunjukkan gambaran abnormalitas. Pada pekerja denga intoksikasi karbon disulfida dapat ditemukan gambaran neuropati aksonal yang permanen, konduksi saraf terganggu pada saraf peroneal dan kelainan sensorik pada segmen lengan dan tangan dari saraf medianus dan saraf ulnaris. Pemeriksan lain seperti electroencephalography (EEG) dapat pula dilakukan dan seringkali menunjukkan abnormalitas. Tremometer juga menjadi salah satu yang digunakan untuk memerika populasi dengan pajanan terhadap karbon disulfida.3,4 2.4 Pajanan dan Hubungannya dengan PenyakitPajanan yang terjadi pada kasus ialah akibat pajanan kimia, hal ini diketahui dari riwayat pekerjaan pasien yang bekerja di pabrik pembuatan CCl4 dan tabung vakum elektronik yang menggunakan karbon disulfida. Kedua substansi yang digunakan ini ialah substansi yang sudah terbukti berbahaya apabila individu terpajang secara terus-menerus oleh substansi ini. Karbon TetrakloridaSalah satu substansi kimia yang akan dibahas ialah karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida ialah senyawa kimia dengan satu atom C di tengah yang kemudian memiliki 4 lengan yang berikatan dengan atom Cl, senyawa ini akan terurai menjadi fosgen dan gas hidrogen klorida. Senyawa ini dikenal pula sebagai karbon tet, Freon 10, Halon 104, atau Tetraklormetana.Karbon tetraklorida berbentuk cairan yang tidak berwarna dan tidak mudah terbakar dengan bau yang khas. Senyawa ini biasa dipergunakan sebagai pelarut, pembersih minyak, pembuatan bahan pembeku seperti freon, pemadam api dan pengasap biji-bijian. Bila ditinjau dari segi metabolisme, senyawa ini diserap melalui paru, kulit dan saluran pencernaan makanan dan disimpan di dalam jaringan lemak. Dieskresikan tanpa perubahan melalui paru, meskipun sebagian kecil dimetabolisasi dan dieskresi melalu urin.Umumnya, karbon tetraklorida mengakibatkan kerusakan pada semua organ, khususnya pada ginjal (edema dan degenerasi lemak yang nyata pada tubuli) dan hepar (nekrosis sentrilobular dan degenerasi lemak). Manifestasi yang dapat timbul pada pasien dengan pajanan kronik zat ini ialah oliguria, ikterus dan koma. Oliguria pada karbon tetraklorida diikuti oleh periode diuresis yang lebih lama. Perbaikan fungsi yang menyeluruh pada hepar dan ginjal masih dimungkinkan, tetapi secara perlahan (lambat). Karbon tetraklorida ini biasa juga digunakan sebagai pelarut dalam industri binatu kimia, diubah oleh sitokrom P450 menjadi suatu radikal bebas yang sangat reaktif yang dapat menimbulkan nekrosis sel hati. Zat ini lolos dari tempat aktif enzim. Karbon tetraklorida (CCl4), menerima sebuah elektron dan berdisosiasi menjadi CCl3+ dan Cl-. CCl3+ yang tidak dapat melanjutkan diri dalam urutan reaksi sitokrom P450, mencetuskan reaksi berantai pada lemak polyunsaturated retikulum endoplasma. Reaksi ini menyebar ke membran plasma dan protein sehingga akhirnya terjadi pembengkakan sel, penimbunan lemak, dan kematian sel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini baru berpotensi toksik setelah mengalami transformasi metabolik, dan yang bertanggung jawab dalam hal ini ialah efek radikal dari CCl3. Efek akut dari karbon tetraklorida ini mencakup mual, muntah, mengantuk dan pusing, bila kronis maka pasien dapat datang dengan gejala dermatitis kering dan bersisik, dengan efek sinergistik jika pajanan disertai pengunaan alkohol. Kadar dalam darah kurang bermanfaat untuk diperiksa dalam proses biologic monitoring, dan tindakan pengobatan yang dilakukan pun juga bersifat tidak spesifik hanya berupa tindakan suportif dasar, kebanyakan kasus pulih kembali namun kerusakan ginjal dan hati akan menetapHidrokarbon halogenasi alifatik dalam beberapa literatur menjadi salah satu contok khas unsur kimia industri yang bersifat hepatotoksik. Kerusakan pada hati terutama ditandai dengan vakuolasi dan ribosome detachment, sementara mitokondria tetap utuh namun droplet lemak akan terus muncul secara intraseluler dan perlemakan hati akan terus berlangsung sampai ke daerah tengah lobul. Efek toksisitas dari senyawa ini diperkuat dengan pengobatan yang menginduksi enzim namun diet rendah protein diketahui dapat mengurangi efek ini. Kematian akibat pajanan biasanya oleh karena gagal ginjal daripada gagal hati.1,2,5-9Karbon DisulfidaKarbon disulfida atau karbon bisulfida atau dikenal juga sebagai anhidrida asam ditiokarbonat mempunyai rumus kimia CS2 dengan berat molekul sebesar 76,14 g/mol. Karbon disulfida ialah senyawa yang berupa cairan tidak berwarna (untuk karbon disulfida yang murni) dengan sedikit warna kuning pudar (untuk senyawa karbon disulfida yang tidak murni) dengan bau yang kuat dan khas. Cairan ini biasa digunakan untuk pembuatan rayon, disinfektan tanah, selofan, tabung vakum elektronik dan karbon disulfida. Karbon disulfida menguap dengan saat cepat di suhu ruangan dan mudah sekali terbakar. Senyawa ini biasa digunakan sebagai solven dalam dunia industri. Karbon disulfida yang murni memiliki bau yang manis dan seperti kloroform.. Karbon disulfida ini terdapat pada batu bara dan minyak bumi yang masih kotor dalam jumlah kecil. Cairan senyawa ini mempunyai daya pembius yang besar. Penghirupan uap karbon disulfida dalam kadar yang tinggi dapat merusak SSP dan menimbulkan gejala gelisah, pandangan kabur, rasa mau muntah, jalan sempoyongan dan akhirnya pernapasan lumpuh. Toksisitas senyawa ini pada hewan sedikit lebih rendah dibandingkan pada manusia dan rute utama pajanan biasanya melalui inhalasi dari uap cairan ini. Namun, senyawa ini juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui absorpsi kulit dan dalam beberapa kasus, tertelan. Baik pada pajanan akut maupun kronik, efek toksik dari senyawa ini terutama disebabkan oleh aktivitas senyawa ini pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Pajanan tunggal dapat menyebabkan narkosis, oleh karena itu senyawa ini bertindak sebagai narkotik dan anestetik pada kasus keracunan akut dan akan berujung pada kematian akibat gagal napas. Pada keracunan yang kronik, kerusakan dapat terjadi pada sistem saraf dan bersifat permanen serta hebat. Pajanan berulang terhadap senyawa ini akan menimbulkan gejala sakit kepala, pusing berputar, kelelahan, insomnia, psikosis, iritasi, tremor, kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna makanan, dan gangguang pada lambung. Pajanan yang lebih hebat sudah dilaporkan berkaitan dengan kasus penyakit jantung koroner. Pada kasus yang lebih ekstrim, pernah dilaporkan sindroma seperti Parkinson pada pasien yang dicirikan dengan adanya gangguan bicara, kejang otot, tremor, kehilangan ingatan, depresi mental, dan perubahan kepribadian yang cukup signifikan. Kontak cairan dengan mata akan menyebabkan iritasi yang segera dan hebat, dapat menyebabkan perubahan okuler (perluasan blind-spot, refleks pupil berkurang, nistagmus, dan aneurisma mikroskopik pada retina. Kontak dengan kulit akan menyebabkan rash, terbakar, dermatitis dan vesikulasi. Pada kasus ingesti, dapat berujung pada koma dan kejang. Efek akut (jangka pendek) dari senyawa ini dapat terjadi segera setelah pajanan terhadap karbon disulfida, dan dapat berupa iritasi/rash dengan lepuhan dan kemerahan pada kulit, sensasi terbakar pada mata, iritasi dari traktur respiratorius yang berupa sakit kepala, napas dengan bau seperti bawang, muntah, diare. Sedangkan efek akut pada sistem saraf pusat dapat terjadi akibat inhalasi senyawa dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan selanjutnya pasien akan mengeluhkan pulsasi lemah, palpitasi jantung, kelelahan, kelemahan pada tangan, postur yang tidak stabil, vertigo, halusinasi dari apa yang pasien lihat,dengar, rasakan dan baui, pusing berputar, kepala terasa ringan, depresi sistem saraf pusat dengan kelumpuhan respirasi, kehilangan kesadaran dan mungkin saja berujung pada kematian.Efek kronik bagi kesehatan dapat terjadi akibat pajanan dalam jangka waktu yang lama terhadap karbon disulfida dan dapat terus berlangsung selama beberapa bulan atau bahkan tahun. Beberapa efek yang mungkin muncul ialah antara lain berupa potensi kanker pada pekerja walaupun EPA belum menetapkan senyawa ini secara pasti berefek karsinogenik pada manusia, potensi untuk menimbulkan gangguan pada janin serta menurunkan kesuburan pada pria dan wanita yang berlanjut pada abnormalitas sperma dan aborsi spontan. Pada sistem reproduksi, senyawa ini terbukti menurunkan libido pada pria maupun wanita, dan dapat berjalan menembus plasenta sehingga berpotensi untuk menyebabkan malformasi pada organ, bersifat embriotoksik dan menurunkan potensi perkembangan tulang. Efek kronik lain ialah perubahan yang hebat pada otak dan sistem saraf pusat yang akan bermanifestasi sebagai kesemutan, rasa nyeri, terasa seperti ditusuk-tusuk oleh jarum, polineuropati, neuropati perifer, menurunnya kecepatan hantar saraf, dan rasa lemah layu di kaki. Dapat pula ditemukan abnormalitas pada lambung dan perubahan mood, kepribadian dan pikiran yang cukup berat, berpotensi untuk menimbulkan kegilaan total. Pasien dapat mengeluhkan mimpi buruk, kesulitan berkonsentrasi, dan masalah dalam mengkoordinasikan gerakan tubuh serta mengatur keseimbangan. Efek metabolik senyawa ini ialah meningkatkan kolesterol dan berisiko untuk menimbulkan aterosklerosis, tekanan darah dapat meningkat, penyakit jantung dan merusak arteri pada bagian mata dan organ lainnya. Karbon disulfida dapat menyebabkan alergi kulit dan apabila alergi ini berlanjut maka pajanan yang sangat rendah saja kadarnya akan menyebabkan gatal dan ruam kulit.2,10-12 2.5 Penatalaksanaan ParipurnaPersonel yang memang terbukti mengalami kontak dengan karbon disulfida maka, disarankan untuk menghindari kontak langsung berikutnya. Kecuali ada senyawa yang tidak lebih toksik dapat menggantikan karbon disulfida, maka engineering controls menjadi metode yang paling efektif untuk mengurangi pajanan. Perlindungan paling baik ialah dengan menutup proses pengerjaan/operasi dengan senyawa ini dan/atau menyediakan ventilasi exhaust setempat dimana bahan-bahan kimia ini akan dilepas (meningkatkan ventilasi). Walaupun tidak dapat diterapkan secara mudah, namun pengerjaan yang terisolasi akan mengurangi pajanan. Menggunakan perlindungan untuk jalur napas tidak begitu efektif dibandingkan dengan metode yang sudah disebutkan sebelumnya, namun ini tetap dianjurkan bagi pekerja yang akan menangani karbon disulfida. Perlindungan (PPE) yang sudah disetujui oleh NIOSH ialah dengan perlindungan respirator yang menutupi seluruh muka, dan dianggap sudah cukup untuk pajanan yang rendah. Self-contained breathing apparatus (SCBA) yang menutupi seluruh muka, direkomendasikan untuk pilihan proteksi terhadap jalur pernapasan. Bila tidak ada penutup muka yang full maka dianjurkan untuk menggunakan google kimia untuk melindungi mata. Bila ada bahaya terhadap cipratan substansi kimia, maka penutup muka dan jubah wajib digunakan. Untuk mencegah pajanan tangan dan kulit, maka digunakan sarung tangan karet dari bahan butyl, latex, Vicryl, dan material lain tang tidak dapat ditembus. Administrative controls juga sebaiknya diberlakukan untuk meminimalkan potensi pajanan kepada manusia. Kontrol ini mencakup prosedur tertulis atau kebijakan mengenai bagaimana metode dan teknik yang sudah terbukti aman ketika pekerja menangani karbon disulfida. Semua personel sebaiknya menerima pelatihan mengenai hazard, cara perlindungan, tindakan emergensi, dan precautions lain sebelum diberikan tugas pertama mereka di tempat dimana karbon disulfida digunakan atau disimpan. Sebelum bekerja, maka sebaiknya diperlukan pemeriksaan medis yang mencakup pemeriksan sistem saraf, pengukuran gangguan neurologis pada pekerja, pemeriksaan sistem kardiovaskuler untuk mendeteksi adakah tanda arteriosklerosis, test iodine-azide untuk menentukan intensitas pajanan terhadap CS2 (mendeteksi metabolit dari karbon disulfida pada urin.) Pekerja sebaiknya menggunakan pakaian yang sesuai selama bekerja, dan tidak lupa mencuci seluruh bagian tubuh yang mungkin terpapar setelah shift kerja dan sebelum makan, minum atau merokok. Makan, minum atau merokok tidak dianjurkan di area pengerjaa. Usahakan untuk tidak menggunakan pakaian yang sudah terkontaminasi ketika pulang ke rumah karena keluarga juga dapat ikut terkontaminasi. Informasi peringatan akan hazard harus ditempel di seluruh area kerja yang melibatkan substansi kimia berbahaya. Mengurangi pajanan dapat dilakukan dengan memberlakukan sistem shift dan sistem rotating. Klinisi juga sebaiknya berani untuk memberitahukan kepada pasiennya untuk merubah pekerjaan/posisi pekerjaannya apabila pasien sudah mengelami gejala intoksikasi yang cukup berat. Tatalaksana dengan antidepresan golongan SSRI dan TCA dikatakan membantu untuk mengatasi gangguan mood pasien sekaligus mengurangi rasa nyeri pada pasien dengan keluhan neuropati perifer. Konseling psikologis, rehabilitasu otak dan terapi fisik serta terapi okupasi disarankan untuk pasien. Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan neurofisiologis dan neuropsikologis setiap 9 bulan atau 1 tahun setelah pajanan dikurangi atau diberhentikan.4,5,12 2.6 Pemantauan Lingkungan KerjaData higiene industri menjadi standar resmi yang harus dipenuhi untuk kepentingan kesehatan kerja. Seorang higienis industri perlu untuk mengambil sampel dari udara atau media lain untuk menentukan pajanan yang potensial. Di Amerika, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah badan yang mengatur dan mempublikasikan mengenai standar untuk permissible exposure limit (PEL) selama 8 jam sehari, 5 hari per minggu. Sedangkan, National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) adalah bagian dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang melakukan penelitian dan mempublikasikan mengenai recommended exposure limit (REL) yang lebih konservatif dibandingkan batas yang ditentukan oleh OSHA, lain halnya dengan American Congress of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH), membuat pula standar yang bahkan lebih konservatif dibandingkan standar lainnya. US Environmental Agency (EPA) ialah badan yang memantau kondisi udara lingkungan dan air minum dan mengatur standar untuk pajanan seumur hidup serta pajanan lingkungan jangka pendek. Biasanya perusahaan akan mengatur standar mereka sesuai dengan standar yang diberikan oleh EPA atau OSHA. Khusus untuk pabrik yang menggunakan karbon disulfida sebagai bahan baku maka, sebaiknya pihak perusahaan mengukur secara berkala kadar karbon disulfida yang terdapat dalam udara pabrik, bila perlu mengacu kepada standar kadar yang sudah dikeluarkan oleh OSHA, EPA atau NIOSH. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengambil sampel dengan tabung arang pada aliran udara 200 ml/menit, kemudian dianalisis dengan kromatografi gas. Tabung detektor kolorimetrik juga tersedia. Pengamatan lingkungan digunakan untuk mengkaji jenis bahan kimia dan kadar pajanan di tempat kerja. Bila mungkin, pengamatan pekerja secara perorangan harus dilakukan daripada menggunakan sampel yang statis. Hal ini khususnya dilakukan pada pekerja yang harus bergerak mengitari tempat kerja dan tidak berada hanya di satu tempat proses kerja tertentu. Berkonsultasi dengan ahli kebersihan industri baik untuk mengamati lingkungan. Namun, pada pabrik tertentu, petugas keselamatan atau teknisi dapat melakukan pengamatan bila mereka sudah dilatih. Pengetahuan tentang jenis bahan kimia yang menjadi pajanan serta kadar pajanan merupakan informasi yang sangat berguna yang dibutuhkan seorang dokter. Pengamatan biologis adalah pelengkap pengamatan lingkungan. Teknik pengamatan biologis akan memberikan informasi tentang beban tubuh (pajanan internal) yang memberi gambaran keseimbangan antara penerimaan, biotransformasi, dan pengeluaran, kontras terhadap pengamatan lingkungan yang mengukur kadar pajanan udara di tempat kerja atau zona pernapasan.Pengamatan biologis khususnya berguna bila penyerapan melalui kulit atau secara tidak sengaja menelan, menjadi jalan masuk pajanan yang bermakna. Pajanan kulit terhadap bahan pelarut umum terjadi di antara tukang cat, pembersih lemak dan tukang cetak. Para pekerja ini sering memakai pelarut untuk membersihkan kulit yang ternoda cat/tinta atau minyak. Hal penting yang perlu diperhatikan mengenai efek kronis adalah bahwa hasil pengamatan biologis yang dilakukan saat itu mungkin tidak mencerminkan keadaan pajanan masa lalu. Oleh karena itu, lebih berguna bila melihat hasil serial marker biologis dibandingkan hanya melihat satu hasil saja. Khusus untuk karbon disulfida, pengamatan bilogis terutama dilakukan dengan memerika metabolitnya di urin yaitu 2-tiotiazolidin-4-asam karboksil yang diambil di akhir giliran tugas dengan nilai maksimum yang diperbolehkan ialah 5 mg/g kreatinin. Monitoring biologik dilakukan dengan reaksi iodin-azide dengan urine yang akan ditemukan metabolit karbon disulfida berupa sulfat anorganik, namun reaksi ini tidak spesifik untuk CS2. Lingkungan kerja disini menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi pekerja. Lingkungan menjadi berisiko untuk terpajan selama proses transportasi, penyimpanan, pembuangan dan pemusnahan dari karbon disulfida. Kesalahan dalam menangani senyawaan ini akan menjadi ancaman cukup serius bagi lingkungan kerja. Tumpahan yang disebabkan oleh karena kecelakaan, baik besar atau kecil dapat memicu timbulnya api, ledakan dan kontaminasi dari lingkungan sekitar (air, tanah dan udara), hal ini tentu saja disebabkan oleh karena cairan ini sangat bersifat mudah terbakar, dikarenakan rendahnya titik untuk meledak dan tingginya titik untuk mendidih, maka senyawa ini dikategorikan ke dalam cairan yang mudah terbakar kelas 1B. Temperatur rendah saja sudah dapat memicu letupan otomatis dengan titik ledak yang rendah, bersamaan dengan tekanan menguap yang tinggi menyebabkan senyawa ini sangat mudah meledak dan masuk ke dalam explosion hazard. Reaksi yang berpotensi eksplosif dapat terjadi apabila karbon disulfida dicampur atau berkontak dengan besi dikarenakan besi tergolong dalam strong oxidizers. Metode pembuangan/pemusnahan sejumlah kecil dari karbon disulfida (sampai 10 mL) ialah dengan membakarnya di dalam chemical incinerator yang sudah dilengkapi dengan afterburner dan air scrubber. Jumlah yang lebih besar sebaiknya dicampur terlebih dahulu dengan solvent yang memiliki titik didih kebih tinggi baru kemudian dibakar. Pemantauan lingkungan menjadi hal yang penting dikarenakan efek toksik akut (jangka pendek) dari senyawa ini dapat menimbulkan kematian dari hewan, burung atau ikan dan kematian dari tanaman sekitar. Efek akut dapat terlihat dalam 2 sampai 4 hari setelah hewan dan tanaman ini terekspos terhadap karbon disulfida. Senyawa ini memiliki toksisitas akut yang sedang pada kehidupan aquatic . Efek toksik jangka panjang atau kronik dari substansi ini ialah umur hidup yang memendek, masalah reproduksi, kesuburan yang lebih rendah dan perubahan dari tingkah laku pada hewan yang terpajan. Efek ini dapat terlihat lama setelah pajanan pertama dari substansi kimia bersangkutan. Karbon disulfida memiliki toksisitas kronik yang tinggi pada kehidupan aquatic dikarenakan senyawa ini yang dapat larut dalam air, konsentrasi di antara 1 dan 1000 mg dapat tercampur merata dengan satu liter air. Untuk itu, maka diperlukan pelatihan yang tepat untuk seluruh pekerja yang bertugas untuk mentrasportasikan senyawa ini, sehingga dapat diharapkan untuk mengurangi kecelakaan yang berujung pada kebocoran atau tumpahan ke lingkungan. Penggunaan yang tepat dari labelling DOT di setiap container, truk dan rail car untuk memudahkan emergency responders untuk bereaksi secara tepat dan cepat untuk seluruh bencana yang mungkin terjadi dengan demikian dapat mengurangi risiko potensial terhadap lingkungan dan personel. Penyimpanan dari karbon disulfida harus dipisahkan dari zat-zat kimia yang tidak inkompatibel untuk mengurangi risiko dari cross-contamination atau kontak. Bangungan didesain khusus untuk penyimpanan dan dilengkapi dengan sistem proteksi terhadap kebakaran yang sesuai. Bila sudah terjadi tumpaan atau kebocoran ke lingkungan, maka pemadam kebakaran, emergency responders, dan/atau personnel yang sudah berpengalaman dalam menangani tumpahan bahan kimia berbahaya harus segera diberitahu secepatnya. Pembersihan lingkungan harus ditangani oleh pihak yang berpengalaman. Bila sudah terjadi kontaminasi tanah, maka tanah yang terkontaminasi harus segera di-insinerasi dan digantikan dengan tanah yang bersih. Respons emergensi menyeluruh atau instansi yang bertugas bersiap-siap terhadap bencana harus dikondisikan sebaik mungkin di dekat segala aktivitas yang melibakan transportasi, penyimpanan atau pembuangan karbon disulfida. Apabila terhadi tumpahan atau kebocoran dari karbon disulfida, maka langkah-langkah berikut sebaiknya diterapkan, yaitu: Melarang semua orang yang tidak menggunakan pakaian pelindung dari area yang mengalami tumpahan atau kebocoran sampai tugas pembersihan selesai Menghilangkan semua sumber bahan yang dapat memicu letupan Membuat ventilasi terhadap area tersebut Menyerap cairan dengan mineral vermiculite, pasir kering, atau material yang sama dan disimpan dalam kontainer yang tersegel Bila bisa diterapkan, hentikan aliran dari cairan atau gas yang bocor. Bila sumber kebocoran ialah sebuah silinder, maka kebocoran tidak dapat langsung dihentikan dan harus dilakukan pemindahan silinder ke tempat terbuka dengan udara terbuka dan perbaiki silinder atau buat kosong silinder Jauhkan karbon disulfida dari tempat tertutup, seperti selokan dikarenakan kemungkinan meledak Pembuangan karbon disulfida sebaiknya mengikuti aturan hazardous waste oleh EPA2,4,5,12,132.7 Komplikasi Pajanan BerulangKomplikasi yang dapat terjadi apabila pajanan berlangsung terus-menerus, seperti yang sudah dicantumkan di sub-bab sebelumnya, apabila pasien juga ikut terpajan karbon tetraklorida maka risiko gagal hati dan gagal ginjal akut menjadi komplikasi yang ditakutkan. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada paparan karbon disulfida yang terus-menerus dapat menyebabkan neuropati perifer/polineuropati yang bertambah berat dan dapat bersifat permanen, perubahan perilaku yang terjadi juga dapat menetap. Risiko yang ditakutkan lain ialah risiko penyakit jantung koroner yang dapat timbul sebagai akibat inhalasi jangka panjang, dan apabila pasien memiliki faktor risiko PJK lain, maka hal ini akan memperbesar kemungkinan serangan jantung pasien. Peningkatan insidens angina pada pekerja yang menangani karbon disulfida sudah pernah dilaporkan.5,11 2.8 PrognosisPrognosis pasien ditentukan dari seberapa awal klinisi mampu mendeteksi gejala yang dialami pasien dan seberapa cepat pasien segera memeriksakan dirinya ketika gejala-gejala toksisitas sudah mulai muncul, bahkan sebaiknya sebelum gejala toksisitas itu muncul sebaiknya pasien sudah memeriksakan dirinya. Pasien yang sadar dirinya bekerja di lingkungan kerja yang hazardous sebaiknya mengetahui prosedur bekerja yang baik dan cara menangani substansi yang ia tangani agar kemungkinan pajanan semakin minimal, karena bagaimanapun toksiknya suatu substansi, tetaplah memiliki batas amannya tersendiri.2.9 KesimpulanHipotesis diterima. Pekerja laki-laki berusia 45 tahun tersebut mengalami PAK yang disebabkan oleh karena pajanan kimiawi, yaitu karbon disulfida, sebaiknya dilanjutkan pemeriksaan monitoring biologik pada pasien dan pengukuran kadar senyawa tersebut di udara sekitar tempat pria tersebut bekerja, bila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti EMG atau EEG untuk mengetahui lesi neurologis yang mungkin dapat terlihat, umumnya karbon disulfida akan menunjukkan gambaran neuropati aksonal pada sistem saraf.

Daftar Pustaka

1. Koh D, Takahashi K. Textbook of occupational medicine practice. 3rd. United States of America: World Scientific Publishing; 2011.2. Kuswadji S, alih bahasa. Buku saku kesehatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.3. Rutchik JS. Organic solvents. Medscape 2014 May 2. Diakses tanggal 19 Okt 2014. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1174981-overview4. Levine MD. Hydrocarbon toxicity. Medscape 2013 Mar 6. Diakses tanggal 19 Okt 2014. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/821143-overview5. Pendit BU, alih bahasa. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h.330.6. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.742.7. Center for Disease Control and Prevention. NIOSH pocket guide to chemical hazards. Diakses tanggal 18 Okt 2014. Available from URL:http://www.cdc.gov/niosh/npg/npgd0107.html8. National Institute for Occupational Safety and Health. International chemical safety cards. Diakses tanggal 18 Okt 2014. Available from URL: http://www.cdc.gov/niosh/ipcsneng/neng0024.html9. Occupational Safety & Health Administration. Carbon tetrachloride. Diakses tanggal 18 Okt 2014. Available from URL:https://www.osha.gov/dts/chemicalsampling/data/CH_225800.html10. Center for Disease Control and Prevention. Immediately dangerous to life or health concentrations. Diakses tanggal 18 Okt 2014. Available from URL:http://www.cdc.gov/niosh/idlh/75150.html11. United States Environmental Protection Agency. Carbon disulfide. Diakses tanggal 18 Okt 2014. Available from URL: http://www.epa.gov/ttn/atw/hlthef/carbondi.html12. Vincoli JW. Risk management for hazardous chemicals. Volume 1. United States of America: CRC; 2004.p.529-34.13. Suryadi, alih bahasa. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.152-8.2