PBL BLOK 12.doc

43
Pendahuluan Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di Asia Tenggara. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh, dan pada kasus berat menebabkan sindrom syok kehilangan protein. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus . Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. 1 Pembahasan 1

Transcript of PBL BLOK 12.doc

Page 1: PBL BLOK 12.doc

Pendahuluan

Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari

musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air

ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk Aedes aegypti

penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah utama

kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di Asia Tenggara.

Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh

virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh, dan pada kasus berat

menebabkan sindrom syok kehilangan protein.

Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia

Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus

DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal

dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus . Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang

merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Oleh karena ditularkan melalui

gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah

nyamuk Aedes aegypti.1

Pembahasan

o Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara

melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam

keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,

anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit

dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari

masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan

menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.2

1

Page 2: PBL BLOK 12.doc

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan

diagnosis)

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

pasien (diagnosis banding)

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

predisposisi dan faktor risiko)

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan)

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan

diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan

untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk

mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua

data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan

dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. 2

Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas

pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap keluhan waktu

muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil pemeriksaan sebelumnya

dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain.3

Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit dan

keluhan penyerta pasien. Riwayat penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernha diderita

pasien dapat masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan kebiasaan

pasien sehari-hari. Riwayat keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang

diderita oleh keluarga pasien.3

Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk dan riwayat penyakit sekarang dan

keluhan penyerta.

Keluhan utama : Seorang laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari

yang lalu.

2

Page 3: PBL BLOK 12.doc

Saat menanyakan keluhan utama harus disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk

mengetahui masa inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih lanjut.

Riwayat penyakit sekarang : Demam tinggi dan turun sebentar setelah pasien minum obat

penurun panas lalu deman naik lagi.

Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :

Bagaimana ciri-ciri demamnya pak? Apakah demamnya panas sekali, atau hangat?

Demamnya terus menerus atau naik turun ? Apakah sudah minum obat? Lalu bagaimana

hasilnya setelah minum obat, tetap saja atau turun atau bagaimana?

Keluhan penyerta : Panasnya tidak tentu, disertai adanya pegal-pegal dan mual-mual.

Menurut keluarga sebelum masuk rumah sakit 1 hari yang lalu pasien mimisan.

Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :

Selain keluhan demam tadi apakah ada keluhan lain lagi? Seperti mual, muntah, lemas,

batuk pilek, diare atau pendarahan seperti mimisan atau gusi berdarah?

Dari skenario juga didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua lengan bawahnya dengan

dilakukan uji tournikuet pada pemeriksan fisik.

o Pemeriksaan fisik

1. Tanda-tanda vital

Yang meliputi tanda-tanda vital yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi, dan

tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :

Suhu : 38○C (Tinggi)

Respiratory rate : 18 x / menit (Normal)

Nadi : 98 x/ menit (Normal)

Tekanan darah : 120/80 mmHg (Normal)

Adanya suhu tubuh yang tinggi, sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah masih

dalam batas normal.

2. Uji tourniquet

Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan dapat dinilai sebagai

uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Di daerah endemis

3

Page 4: PBL BLOK 12.doc

DBD, uji tourniquet dilakukan kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa alasan

yang jelas. Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar yang ditetapkan oleh WHO.

Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah pasien.

Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang diletakan

dilengan atas siku, tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan

tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulmya petekie di bagain volar lengan bawah. Uji

dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapatkan10 atau lebih 10 petekie

(WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil positif. Namun dapat berhasil

negative atau positif lemah pada keadaan syok. Sesuai dengan skenario didapatkan hasil uji

tourniquet postif (+).4

3. Inspeksi Palpasi Perkusi dan Auskultasi

Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa didapati adanya

hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan pada palpasi didapati konsistensi hepar yang

kenyal. Namun pada DBD dapat disertai atau tanpa hepatomegali.

o Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium5

a. Pemeriksaan trombosit

- Semi kuantitatif (tidak langsung)

- Langsung (Rees – Ecker)

- Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi

b. Pemeriksaan hematokrit

Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro – hematokrit centrifuge. Nilai normal

hematokrit:

Anak – anak : 33 – 38 vol%

Dewasa laki – laki : 40 – 48 vol%

Dewasa perempuan : 37 – 43 vol%

Untuk puskesmas misalnya yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3x kadar Hb.

c. Pemeriksaan kadar hemoglobin6

Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:

4

Page 5: PBL BLOK 12.doc

- Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto elektrik (Klett –

Summerson).

- Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli

- Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi

Contoh nilai normal hemoglobin (Hb):

Anak – anak : 11,5 – 12,5 gr / 100 ml darah

Pria dewasa : 13 – 16 gr / 100 ml darah

Wanita dewasa : 12 – 14 gr / 100 ml darah

d. Pemeriksaan serologis

Saat ini uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue,

yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan ELISA (IgM / IgG).7

1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)

Uji serologi memakai serum ganda,

- serum diambil pada masa akut

- komvalesen Imun Hemaglutinasi (IH), yaitu pengikatan komplemen (PK)

Tes inhibisi-hemaglutinasi (IH) adalah pemeriksaan yang sederhana,

sensitif, dan dapat ulang serta mempunyai keuntungan karena dapat menggunakan

reagen yang disiapkan secara lokal. Kerugiannya adalah bahwa sampel sera harus

melalui pra-penanganan dahulu dengan aseton atau kaolin, untuk menghilangkan

inhibitor non-spesifik hemaglutinasi, dan kemudian diserap dengan sel-sel gender

atau sel darah merah manusia golongan O, untuk menghilangkan aglutinin non-

spesifik. Tes IH juga biasanya gagal untuk membedakan antara infeksi dengan

flavivirus yang sangat berkaitan, misalnya antara virus dengue dan ensefalitis

Jepang, atau virus dengue dan West Nile.

uji netralisasi (NT)

uji dengue blot pada IH, PK dan NT dengan mencari kenaikan antibody

sebanyak minimal 2 kali

Uji serologi memakai serum tunggal

5

Page 6: PBL BLOK 12.doc

- uji dengue blot yang mengukur antibody anti dengue tanpa memandang kelas

antibodinya

- uji IgG dan IgM anti dengue yang mengukur hanya antibody anti dengue dari

kelas IgG dan IgM. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu

antibody dengue.

Konfirmasi serologi yang pasti (pada uji HI) tergantung pada kenaikan titer yang jelas

(4 kali atau lebih) antibodi spesifik dari sampel serum antara fase akut dan fase

konvalesen.

Pada kasus DBD:

- Titer antibodi HI test pada spesimen akut akan meningkat 4 kali atau lebih pada fase

rekonvalesensi.

- Reaksi HI test dikatakan positif primer bila spesimen akut < 1 / 20 dan akan

meningkat sampai 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi, akan tetapi titer

rekonvalesensi < 1 / 2560.

- Reaksi HI test dikatakan positif sekunder bila titer antibodi dalam fase akut < 1 / 20

dan meningkat dalam fase rekonvalesensi sampai 1 / 2560 atau lebih, atau dalam fase

akut titer antibodi HI test 1 / 20 atau lebih dan meningkat 4 kali atau lebih pada fase

rekonvalesensi.

2. MAC- ELISA5,6

Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk antigen maupun antibody. Antigen

direkatkan pada microplate plastic dan antibody dari serum penderita. Kemudian, ditambahkan

anti human immunoglobulin yang dilabel enzim horseradish peroxidase ke subtract, lalu timbul

perubahan warna. Intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer.

Anti-dengue Ig-M yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM antibody-capture enzyme-

linked immunosorbent assay) tampak pada sebagian pasien dengan infeksi primer saat mereka

masih demam; pada sebagian lain IgM ini tampak dalam 2 – 3 hari penurunan suhu tubuh. Pada

serangkaian pasien dengue (infeksi dipastikan dengan isolasi virus atau serologi serum

berpasangan), 80% menunjukkan kadar antibodi IgM yang dapat terdeteksi pada sakit hari

6

Page 7: PBL BLOK 12.doc

kelima, dan 99% pada hari kesepuluh.4 Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan

tampak memuncak sekitar 2 minggusetelah dideteksi selama 2 – 3 bulan. Keuntungan dari MAC-

ELISA adalah bahwa pemeriksaan ini dapat digunakan tanpa modifikasi untuk mendeteksi IgM

anti-flavivirus pada cairan serebrospinal. Karena IgM biasanya tidak melewati sawar darah-otak,

pendeteksian IgM pada cairan serebrospinal adalah temuan diagnostik bermakna.

Diagnosa

A. Working Diagnosis

Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui

munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot

(myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang

dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga

menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi

sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.5

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam

yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan

demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil

kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam

makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam

ringan atau demam tinggi (>39oc) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit

kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-

bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di

farings dan konjungtiva.6

Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk

kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi kejang

demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue tidak selalu

ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat

mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan persaaan lelah.

7

Page 8: PBL BLOK 12.doc

Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 diagnosis

ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1,3

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:

- Uji bending positif

- Petekie, ekimosis, purpura.

- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat

lain

- Hematemesis atau melena

Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali

hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada

DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada

demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan

demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien demam berdarah

dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam

berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain

B. Differential Diagnosis

1. Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau lebih

manifestasi klisis sebagai berikut;

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Mialgia/artaglia

Ruam kulit

8

Page 9: PBL BLOK 12.doc

Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)

Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien

DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

2. Demam Tifoid

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri

otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,

batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh

meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa

demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali,

meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.

3. Malaria

Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan

prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit

kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam

ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin

(15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka

merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan

keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak

dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga

merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.

4. Leptospirosis

Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza,

sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik,

bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting

diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk riwayat resiko tinggi.

Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di

9

Page 10: PBL BLOK 12.doc

bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan

lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis,

normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang

meninggi. Pada urine dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila organ

hati terlibat,bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum

dan kreatinin bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia

terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh

dan serologi.8

5. Purpura Thrombocytopenic

Penyakit ini biasa terjadi pada orang dewasa pada umur 18-40 tahun dan 2-3 kali

lebih sering mengenai wanita daripada pria. Ditemukan juga splenomegali ringan

(hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia

hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk

menyingkirkan sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa

dideteksi oleh slow sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan

bahwa pendarahan pada PTI tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang

pada hitung trombosit serupa. Salah satu diagnosis penting adalah fungsi sumsum

tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariositdan agrunel atau tidak

mengandung trombosit.

6. Chikungunya7,8

Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia,

India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting

dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri

sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual,

muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul

ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10 hari. Gejala diare,

perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan pada

10

Page 11: PBL BLOK 12.doc

chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga beberapa

bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi

spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri

(analgesik dan antikonvulsan).

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara

serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West

Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,

kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan

antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda

menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan

Toxorhynchites.

Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan

dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.3,7

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a) respons

humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis

yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi

virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement

(ADE); b) limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imum

seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon

11

Page 12: PBL BLOK 12.doc

gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c)

monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun,

proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh

makrofag; d) selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya

C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang

menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang

berbededa. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;

menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis

kompleks virus antibodi non netralisasi shingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi

makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga

diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit

sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi

yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum

tulang dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada

fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah

keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk

megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru

menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui

peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses

koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme

gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan

petanda degranulasi trombosit.

12

Page 13: PBL BLOK 12.doc

Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan

disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada

demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue

terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik *tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan

melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

Manifestasi Klinik

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD

dengan manifestasi demam akutperdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat

berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.7

Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada

otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau

berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon

dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva,

lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem dapat muncul pada awal

demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung beberapa jam lalu akan muncul

kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada

saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa

gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan fisik

pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi

normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam

masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien

DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis,

hematemesis, melena, dan epitaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang

tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit

yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-

jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada

waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.

Penatalaksanaan

13

Page 14: PBL BLOK 12.doc

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.

Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.

Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika

asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui

intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.7

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi Penyakit

Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan

kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1

Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

2. Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

4. Protokol 4

Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

5. Protokol 5

Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

14

Page 15: PBL BLOK 12.doc

Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000 pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam

berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila

keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di

ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}

Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap

seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%

Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan

kristaloid sebanyak 6 – 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 – 4 jam pemberian

cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi

turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi

5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian

cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 – 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak

membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun ,

20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10

ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan

15

Page 16: PBL BLOK 12.doc

perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak

menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila

dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda – tanda syok maka

pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila

syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung /

epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran

cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),

perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5

ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin

dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus

segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 – 6 jam.

Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda

koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.

FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang

memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya

diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <

100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa

Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus

diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan

intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh

kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena

keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang

tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan

penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

16

Page 17: PBL BLOK 12.doc

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi

cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar

natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 – 20 ml/kgBB dan dievaluasi

setelah 15 – 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100

mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit

dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 – 1

ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120

menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 –

120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48

jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup

maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang

mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus

diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjdi.)

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama

dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit

masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam

pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan

telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan

darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah

hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam.

Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk

pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 – 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi

setelah 20 – 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila

nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian

cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah

(internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang

sesuai kebutuhan.

17

Page 18: PBL BLOK 12.doc

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan

tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB

dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau

kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat

ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan

vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan

koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.

Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum

teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.1

Prognosis

Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih

dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit

maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat

waspadai DSS.

Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk

aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 10

a. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan modifikasi dan

manipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebagai berikut :

1) Modifikasi Lingkungan

Perbaikan Persediaan Air

Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam-jam

tertentu atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air dalam

berbagai jenis wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat

perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan

memiliki ukuran yang besar dan berat (misal : gentong air) dan tidak mudah

untuk dibuang atau dibersihkan. Di daerah pedesaan, sumur tidak terpakai dan

18

Page 19: PBL BLOK 12.doc

tidak tercemar akan menjadi tempat perkembangbiakan Ae. aegypti. Dengan

demikian, sangatlah penting apabila persediaan air minum dialirkan dalam

jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak untuk mengurangi keharusan dan

penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat berfungsi sebagai habitat larva

yang paling produktif.

Tangki atau Reservoir diatas atau bawah Tanah Anti-Nyamuk

Jika habitat larva juga mencakup tanki atau bangunan pelindung jaringan pipa

air, bangunan atau benda tersebut harus anti-nyamuk. Demikian pula, sumur

atau tanki penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk.

2) Manipulasi Lingkungan

Drainase Instalasi persediaan Air

Tumpah atau bocornya air dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi,

katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, dsb., menyebabkan air

menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Ae. aegypti

jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.

Penyimpanan Air Rumah Tangga

Sumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar daerah perkotaan

di Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah

tangga yang mencakup gentong air untuk kebutuhan rumah tangga yang

mencakup gentong air dari tanha liat, keramik serta teko semen yang dapat

menampung 200 liter air, drum logam berkapasitas 210 liter (50 galon), dan

wadah yang berukuran lebih kecil untuk menampung air bersih atau air hujan.

Wadah penyimpan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat yang

harus ditempatkan kembali dengan benar setelah mengambil air. Salah satu

mengenai keefektifan metode tersebut baru-baru ini diperlihatkan di Thailand.

Bagian Luar Bangunan

19

Page 20: PBL BLOK 12.doc

Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes.

Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi

perkembangbiakan nyamuk Aedes. Dengan demikian perlu dilakukan

pemeriksaan berkala terhadap bangunan selama musim hujan untuk

menemukan lokasi potensial perkembangbiakan.

Pembuangan Sampah Padat

Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya

yang berserakan di sekelilimg rumah harus dibuang dan dikubur di tempat

penimbunan sampah. Barang-barang pabrik dan gudang yang tak terpakai

harus disimpan dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan rumah tangga

dan kebun (ember, mangkuk, dan alat penyiram tanaman) harus disimpan

dalam kondisi terbalik untuk mencegah tergenang air hujan. Demikian pula,

kano dan perahu harus diletakkan terbalik jika tidak digunakan. Sampah

tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar tanpa

menunda-nunda.

b. Biologis

Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya

dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam

atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.

c. Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta

jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain

dengan:

Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti

gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

20

Page 21: PBL BLOK 12.doc

Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan

menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang

berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan

dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur

larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida,

menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta

tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.6

Pengendalian Vektor

Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor

dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata rantai

perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan tersebut terdiri

atas beberapa kegiatan antara lain:

a. 3 M

3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari

gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:

1. Menguras

Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga,

tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.

2. Menutup

Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain.

3. Mengubur

Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung

air hujan.

b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk

c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:

1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air

dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan

takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate

dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.

21

Page 22: PBL BLOK 12.doc

2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.

3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.

4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi

5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

6. Gunakan sarung klambu waktu tidur.

Komplikasi

1. Sindrom Syok Dengue

Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tiba-

tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi

pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakir.

Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti :11

Kulit menjadi dingin

Bintil-bintil

Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)

Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan

cepat memasuki tahap kritis dari shok.

DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun

(≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta

gelisah.. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada

kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.

2. Edema Paru

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya

tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena

pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang

rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik

vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.12

3. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

22

Page 23: PBL BLOK 12.doc

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus

dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati

berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi

cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus

segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl

(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5

mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya

kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K

intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu

diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan

pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan

neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan

(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu

dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai

pendek.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan subtropics,

khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Perang dunia II menimbulkan

penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan kepulauan Pasifik.

Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di Amerika. Pada tahun

1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih dari 5.500 kasus demam berdarah

dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah. Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus

dengue terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah dengue.

23

Page 24: PBL BLOK 12.doc

Kasus demam berdarah dengue merupakan penyebab utama kematian pada anak di beberapa

negara di Asia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air. Pada tahun

1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk , dan pernah meningkat

tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan

mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan populasi

dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk

genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Epidemi dengue umumnya dimulai

pada musim hujan ketika terdapat banyak vector. Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan

dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina.

Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue,

yaitu:7

1. Vektor

Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di lingkungan,

dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.

2. Host

Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan pemaparan

terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.

3. Lingkungan

Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex quinquefasciatus,

mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, terutama pada kakinya. Morfologinya

khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyra-form) yang putih pada punggungnya

(mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai

24

Page 25: PBL BLOK 12.doc

gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang

berduri lateral.

Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas

permukaan air.Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata 100 butir telur setiap kali

bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan

kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa.Pertumbuhan dari

telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air bersih

yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari

rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia, seperti

tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol,

drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga

tempat perindukan alamiah sepeti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo

dan lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan

larva Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.

Nyamuk Aedes betina menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di

luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua

puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-

17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah, dan juga

berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa

betina di alam bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes

aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.

Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-

kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran

Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Aedes aegypti terbawa melalui

transportasi.

Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes aegypti adalah Aedes

albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan Indonesia. Spesies ini sepintas tampak

seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, tetapi pada

25

Page 26: PBL BLOK 12.doc

mesonotumnya terdapat garis tebal putih vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes

albopictus sering ditemukan hidup bersama dalam satu tempat dengan tempat perindukan larva

Aedes aegypti, namun larva Aedes albopivtus ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan

alamiah (plant containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang

mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan Aedes

aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di luar rumah.

Kesimpulan

Penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang

disebarkan nyamuk Aedes aegypti Yang disertai gejala klinis seperti sakit kepala, nyeri otot,

sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih, penurunan leukosit, hematokrit meningkat

dan ruam-ruam bahkan syok, tejadi pendarahan. Seperti ditemukan pada kasus ini. Jika terlambat

ditangani dapat menyebabkan kematian. Cara yang paling efektif menghindari penyakit ini

adalah melakukan pencegahan sedini mungkin dengan memberantas keberadaan nyamuk Aedes

aegypti.

Patofisiologi utama yang membedakan demam dengue dengan DBD adalah peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, serta diatesis hemoragik.

Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma secepat mungkin

untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami patogenesis DBD yang baik

dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan

keputusan yang tepat, akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD.

26

Page 27: PBL BLOK 12.doc

Daftar Pustaka :

1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.

Pencegahan dan penanggulangan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue.

Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.

2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.

3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.

4. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis.

Ed ke 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002.h.155-75.

5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;

2008.h.45-7.

6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah

dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

27

Page 28: PBL BLOK 12.doc

7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.

8. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. h.428-433

9. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,

pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.

10. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2009. h.275-7.

11. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta : Penerbit

buku kedokteran EGC. 2003. H. 22-3.

12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002.

H. 207

28