Pbl 7 Maria Priscilla
-
Upload
maria-priscilla-siboe -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
description
Transcript of Pbl 7 Maria Priscilla
Mekanisme, Faktor-faktor, serta Gangguan dalam
Respirasi
Maria Priscilla
102011352
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Raya no 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat
Telp 021-56942061
Pendahuluan
Tubuh kita memerlukan energi untuk aktivitas sel dalam mempertahankan kehidupan,
misalnya melalui sintesis protein dan transportasi aktif ion-ion. Sel-sel tubuh memerlukan
pasokan O2 secara terus menerus untuk menunjang proses metabolisme dalam tubuh. Hasil dari
proses metabolisme ini berupa CO2 yang harus dieliminasi dari tubuh dengan kecepatan yang
sama dengan pembentukannya agar tidak terjadi fluktuasi pH yang berbahaya karena CO2
menghasilkan asam karbonat. Tubuh adalah mesin yang sangat luar biasa. Mesin manusia ini
terdiri dari jutaan komponen kecil sel-sel hidup dari tubuh. Setiap komponen harus didukung
oleh bahan bakar, O2 dan metode pengeluaran sisa produksi. Darah dan saluran-salurannya
menjadi sistem pengirim untuk komponen-komponen ini. Paru-paru (sistem pulmonary) menjadi
penyedia O2 dan pembuang sisa produksi – CO2. Darah membawa O2 menuju jaringan dan
memisahkan CO2 dari jaringan; proses ini harus terjadi pada kontak yang erat dengan udara
dalam paru-paru untuk mengganti muatan CO2 dengan O2.
Mekanisme pernapasan kita juga menyediakan aliran udara terkontrol untuk bercakap-
cakap, batuk, bersin, bernafas dalam tersedu-sedu, tertawa, mengendus dan menguap.1 Respirasi
melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan
untuk menunjang metabolisme sel. Juga pergerakan pasif CO2 yang merupakan produk
metabolisme ke atmosfer. Sistem pernafasan ikut berperan dalam homeostasis dengan
mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara
1
pernapasan dan jaringan. Dalam makalah ini, saya akan mencoba menjelaskan mengenai struktur
makroskopis dan mikroskopis sistem pernapasan, fungsi pernapasan, mekanisme respirasi, dan
pemeriksaan fungsi paru.
Pembahasan
Struktur sistem pernapasan secara makro dan mikro
GAMBAR 1 ■ The anatomy of respiratory system
Sumber : Diunduh dari visualsonline.cancer.gov
Saluran pernapasan digolongkan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu:1
1. Saluran pernapasan bagian atas (Upper Respiratory Airway) dengan fungsi utama :
a. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara menuju
saluran napas bagian bawah untuk pertukaran zat.
b. Protection (perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar
terhindar dari masuknya benda asing.
c. Warming, Filtrasi, dan Humidities yakni sebagai bagian yang menghangatkan,
menyaring, dan memberi kelembapan uadar yang diinspirasi (dihirup)
2
2. Saluran pernapasan bagian bawah (Lower Airway) yang secara umum dibagi menjadi
dua komponen berdasarkan fungsinya, yaitu:
a. Saluran udara konduktif dimulai dari rongga hidung menuju faring, laring, trakhea,
bronkus, bronkiolus, dan terakhir bronkiolus terminalis.
b. Zona respirasi terdiri atas saluran bronkiolus respiratorius dan alveoli.
Struktur dari sistem pernapasan terdiri dari beberapa alat pernapasan, yaitu :
1. Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (cartilage). Hidung dibentuk
oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat
(connective tissue). Pada bagian ujung dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis.
2. Sinus paranasalis merupakan daerah terbuka pada tulang kepala, yang terdiri dari sinus
frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Sebagian besar sinus
rudimenter atau tidak ada sejak kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi
permanen dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.3
Berikut bagian-bagian sinus paranasalis:4
1. Sinus maksilaris dalam korpus os maksila, membuka ke meatus media. Karena
orifisium terletak di bagian atas sinus, pengosongannya tidak mudah.
2. Sinus frontalis pada kedua sisi garis tengah, tepat di atas bagian medial orbita.
Mengalir ke meatus media.
3. Sinus ethmoidalis dalam korpus os ethmoid sehingga terletak dalam dinding medial
orbita. Mengalir ke meatus media dan superior.
4. Sinus sphenoidalis dalam korpus os sphenoid. Mengalir ke recessus spheno-
ethmoidalis.
Sinus berfungsi untuk :
a. Membantu menghangatkan dan humidifikasi
b. Meringankan berat tulang tengkorak
c. Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi
Dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari cilia. Cilia ini berfungsi
untuk mendorong lender yang diproduksi dalam sinus menuju saluran pernapasan. Cilia
mendorong lender berguna untuk membersihkan saluran napas dari kotoran. Ketika
3
lapisan rongga sinus ini membengkak, maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak
ke luar dan terperangkap di dalam rongga sinus. Di dalam rongga tersebut juga terdapat
bakteri, sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi sinus. Di sisi rongga hidung
dapat ditemukan lubang yang berhubungan dengan rongga yang terdapat di dalam tulang
rahang atas (sinus maxillaris), dan muara dari saluran air mata (ductus naso-lacrimalir).
Hal ini menjelaskan mengapa seorang yang menangis mengeluarkan air matanya lewat
hidung. Pada keadaan normal udara dialirkan masuk ke dalam sinus itu, tetapi udara
terlalu dingin juga dapat merusak selaput lendir (mucosa) sinus itu sehingga
memudahkan terjadinya infeksi. Infeksi itu juga mudah terjadi karena pada saat
menerima udara dingin rongga hidung juga bereaksi menjadi bengkak sehingga
memblokir hubtmgan keluar sinus itu. Keadaan ini selanjutnya akan menyebabkan
penurunan tekanan udara karena udara yang ada dihisap oleh selaput lendir. Infeksi sinus
ini dikenal sebagai sinusitis maxillaris yang ditandai oleh mengalirnya cairan berwarna
kuning bersama dengan lendir hidung.3
Penderita sinusitis biasanya juga mengeluh sakit kepala berat. Perlu diperhatikan
bahwa sinus ini belum terbentuk pada anak kecil di bawah 5 tahun sehingga anak-anak
tidak dapat mengalami sinusitis seperti orang dewasa. Selain kedua saluran tadi, masih
ada lagi muara saluran lain yang berhubungan dengan rongga yang terdapat di tulang
dahi (sinus frontalis). Karena rongga itu terletak di atas hidung, salurannya juga tegak
lurus ke atas. Oleh keberadaan muara saluran itu, seseorang tidak dianjurkan loncat ke air
dengan posisi vertikal dan hidung terbuka ketika berenang. Loncatan dengan posisi
demikian memungkinkan air masuk ke sinus dan menimbulkan pembahan tekanan
mendadak kepada sinus akibat tumbukan udara dengan air sehingga mudah terjadi
sinusitis frontalis3.
3. Laring adalah tabung tak teratur yang menghubungan faring dan trakea. Di dalam lamina
propia terdapat sejumlah tulang rawan laryngeal. Tulang rawan yang lebih besar (tiroid,
krikoid, dan kebanyakan aritenoid) adalah tulang rawan hialin dan beberapa diantaranya
mengalami perkapuran pada orang tua. Tulang rawan yang lebih kecil (epiglotis,
kuneiform, kornikulata, dan ujung aritenoid) adalah tulang rawan elastis. Ligamen yang
mengikat tulang – tulang rawan ini kebanyakan berartikulasi dengan otot intrinsik laring.
4
Selain berfungsi sebagai penyokong, tulang rawan ini juga berfungsi sebagai katup untuk
mencegah makanan atau cairan yang ditelan memasuki trakea. Mereka juga berfungsi
sebagai penghasil nada untuk fonasi.
Larynx merupakan sumber utama pembentukan suara. Proses bicara juga
melibatkan pharynx, rongga-rongga mulut, dan hidung, yang secara bersama-sama
membentuk “saluran udara”. Untuk meningkatkan nada suara, ketegangan plica vocalis
ditingkatkan; plica vocalis mungkin memanjang sampai 50% pada nada yang lebih tinggi.
Pada berbisik, glottis bagian intermembranosa tertutup, tetapi bagian cartilaginea tetap
terbuka lebar.4
4. Faring merupakan percabangan 3 saluran, nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Naso
faring terdapat pada superior di area epiter bersilia (pseudo stratified) dan tonsil
(adenoid), serta merupakan muara tuba eustachius. Adenoid atau faringeal tonsil berada
di langit – langit nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan
limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk
menjaga tubuh dari invasi organism yang masuk ke hidung dan tenggorokan. Orofaring
berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut. Pada bagian
ini terdapat tonsila palatine (posterior) dan tonsila lingualis (dasar lidah). Laringofaring
merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esophagus dan pita suara
(vocal cord) yang berada didalam trakea.
Laringofaring berfungsi pada saat menelan dan respirasi. Laringofaring terletak didepan
pada laring, sedangkan trakea terdapat dibelakang.1
5. Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan
mukosa . Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm.
5
GAMBAR 2 ■ Trachea
Sumber : Diunduh dari http://sectiocadaveris.wordpress.com
GAMBAR 3 ■ Trachea pars cartilagenia
Sumber : Diunduh dari lab.anhb.uwa.edu.au
Trakea dipisahkan menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan. Enam belas sampai dua
puluh cincin tulang rawan hialin berbentuk C, yang terdapat dalam lamina propia,
berfungsi menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Ujung terbuka dari cincin yang
berbentuk C terletak di permukaan posterior trakea.
Ligamen fibroelastis dan berkas – berkas otot polos (muskulus trakealis) terikat pada
periosteum dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen
mencegah overdistensi dari lumen, sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.
Pada bagian dalam trakea epitelnya memiliki silia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.3
6
6. Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung –
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-
paru kiri dua lobus . Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah , dan bawah oleh
fisura oblikus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada
lobus tengah.
GAMBAR 4 ■ The anatomy of lung
Sumber : Diunduh dari britannica.com
Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun,
secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus kiri. Struktur yang masuk dan
keluar dari paru-paru melewati hilus paru, yang diselubungi oleh kantung pleura yang
longgar.4
Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga
dada / kavum mediastinum. Setiap paru berbentuk kerucut dan memiliki apeks yang
meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas clavicula, permukaan costo-vertebral yang
menempel pada bagian dalam dinding dada, dan permukaan mediastinal yang menempel
pada pericardium dan jantung, dan basis yang terletak pada diafragma. Bronkiolus dan
jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari a. bronkialis-cabang-cabang
dari aorta torakalais desendens. V bronkialis, yang juga berhubungan dengan v.
pulmonalis, mengalirkan darah dari v. azygos dan v. hemazigos. Alveoli mendapat darah
dari deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a.pulmonalis dan darah yang terokseginasi
7
mengalir kembali melalui cabang-cabang v.pulmonalis. Dua v.pulmonalis mengalirkan
darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.
Paru – paru dibungkus oleh pleura. Pleura terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
parietal dan viseral, yang saling berhubungan di daerah hilum. Kedua membran itu terdiri
atas sel mesotel yang bertempat diatas lapisan jarangan ikat halus yang mengandung serat
kolagen dan serat elastin. Serat elastin pleura viseral berhubungan dengan yang berasal
dari parenkim paru.
Dalam keadaan normal, rongga pleura ini mengandung sedikit cairan yang bekerja
sebagai agen pelumas, yang memungkinkan permukaan satu terhadap lainnya secara
halus selama gerakan pernapasan.
7. Bronkus memiliki struktur yang sama dengan trakea, yang dilapisi oleh sejenis sel yang
sama dengan trakea yang berjalan ke bawah menuju paru-paru. Tulang rawan bronkus
berbentuk tidak lebih teratur dibandingkan tulang rawan trakea. Dengan mengecilnya
garis tengah bronkus, maka cincin tulang rawan digantikan oleh lempeng – lempeng atau
pulau – pulau tulang rawan hialin. Di bawah epitel dalam lamina propia bronkus tampak
adanya lapisan otot polos yang terdiri atas berkas otot polos yang diatur secara berpilin.
Lamina propia banyak mengandung serat elastin, serta kelenjar serosa dan mukosa, yang
salurannya bermuara ke lumen bronkus. Banyak limfosit terdapat pada lamina propia dan
diantara sel – sel epitel, dan terdapat limfonodulus di tempat percabangan bronkus.
`
GAMBAR 5 ■ Bronchus
Sumber : Diunduh dari http://accessmedical.com
Bronkus terbagi menjadi dua cabang :
8
a. Bronkus prinsipalis dekstra.
Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis. Pada masuk ke hilus,
bronkus prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi bronkus lobularis medius,
bronkus lobularis inferior, bronkus lobularis superior.
b. Bronkus prinsipalis sinistra.
Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal dibanding bronkus kanan,
panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke bawah aorta dan di depan esophagus,
masuk ke hilus pulmonalis kiri dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus
lobularis inferior, bronkus lobularis superior.
8. Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan 5
mm. Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya, sel
goblet tersebar pada epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya
adalah bertingkat bersilindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana dan
menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminal yang
lebih kecil. Epitel bronkiolus terminal juga mengandung sel Clara. Sel – sel ini tidak
memiliki silia, pada bagian apikalnya terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui
mensekresi glikosaminoglikan yang mungkin melindungi lapisan bronkiolus.
GAMBAR 6 ■ Bronchioles
Sumber : Diunduh dari siumed.edu
9
Bronkiolus juga memperlihatkan daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel. Badan
ini dibentuk oleh kumpulan 80-100 sel yang mengandung granul sekresi dan menerima
ujung saraf kolinergik. Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus
respiratorius yang berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian
respirasi dari bagian pernapasan. Mukosa bronkiolus respiratorius identik dengan
bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus sakular
tempat terjadi pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel
kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu
dengan sel – sel alveolus tipe I. Makin kearah distal dari bronkus respiratorius, jumlah
muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus makin banyak dan tabung itu kini disebut
duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi oleh sel alveolus
gepeng yang sangat halus.
9. Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung, bergaris tengah kurang lebih
200µm. Secara struktural, alveolus menyerupai kantong kecil yang terbuka pada satu
sisinya, mirip sarang lebah. Didalam struktur ini terjadi pertukaran oksigen dan CO2
antara udara dan darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan
memperlancar difusi antara lingkungan luar dan lingkungan dalam. Umumnya setiap
dinding terletak antara 2 alveolus bersebelahan disebut septum atau dinding interalveolus.
Satu septum interalveolus terdiri atas 2 lapis epitel selapis gepeng tipis, dan mengandung
kapiler, fibroblast serat elastin dan reticular,makrofrag. Septum interalveolus terdiri dari
5 sel utama:
a. Sel alveolus tipe I (8%)
b. Sel endotel kapiler (30%)
c. Sel alveolus tipe II (16%)
d. Sel interstitial (36%)
e. Sel makrofag alveolar (10%).3
Mekanisme Pernapasan
Otot-otot pernapasan
10
Untuk otot-otot pembentuk toraks ini terdiri dari otot ekstremitas superior, otot anterolateral
abdominal, otot toraks intrisik.
Otot ekstremitas superior:1
1. Muskulus pektoralis mayor
2. Muskulus pektoralis minor
3. Muskulus serratus anterior
4. Muskulus subklavius
Otot anterolateral abdominal:1
1. Muskulus abdominal oblikus ekstemus
2. Muskulus rektus abdominis
Otot toraks intrinsik:1
1. Muskulus interkostalis eksterna
2. Muskulus interkostalis intema
3. Muskulus sternalis
4. Muskulus toracis transversus
11
Gambar 3. Otot Pernafasan.1
Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot
pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk inspirasi,
mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.
Otot inspirasi utama (principal), yaitu:
1. Muskulus interkostalis eksterna,
2. Muskulus interkartilaginus parastemal, dan
3. Otot diafragma.
Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) yang sering juga disebut sebagai otot
bantu napas, yaitu:
1. Muskulus sternokleidomastoideus
2. Muskulus skalenus anterior
3. Muskulus skalenus medius
4. Muskulus skalenus posterior
Saat napas biasa (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak diperlukan kegiatan otot, cukup
dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekspirasi. Namun, ketika ada
serangan asma, sering diperlukan active breathing; dalam keadaan ini, untuk ekspirasi diperlukan
kontribusi kerja otot-otot berikut:
1. Muskulus interkostalis intema
2. Muskulus interkartilaginus parasternal
3. Muskulus rektus abdominis
4. Muskulus oblikus abdominis eksternus
Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan untuk mengatur pemapasan saat berbicara, menyanyi,
batuk, bersin, dan untuk mengedan saat buang air besar serta saat bersalin. Sedangkan Diafragma
adalah suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang memisahkan rongga toraks dengan
12
rongga abdomen. Dengan demikian, diafragma menjadi dasar dari rongga toraks. Ada tiga
apertura pada diafragma, yaitu:1
1. Hiatus aortikus yang dilalui oleh aorta desenden, vena azigos dan duktus torasikus;
2. Hiatus osofageus yang dilalui oleh esofagus dan nervus vagus;
3. Apertura yang satu lagi dilalui oleh vena kava inferior.
Untuk pleura atau pembungkus paru dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal.
Pembungkus ini dapat dibedakan menjadi peura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis
yang melapisi dinding dalam hemitoraks. Di antara kedua pleura tadi, terbentuk ruang yang
disebut “rongga” pleura yang sebenarnya tidak berupa rongga tetapi merupakan ruang potensial.
Pada ruang ini berisi cairan yang melapisi pleura agar tidak saling menempel.1
Sebagai sistem pernafasan utama paru memiliki peranan terpenting lebih tepatnya
alveolus dalam paru memiliki peranan terpenting dalam proses respirasi. Alveolus (airspace)
dibentuk dan dibatasi oleh dinding alveolus yang dibentuk oleh dua macam sel, yaitu: Sel
alveolar tipe I atau pneumosit tipe I (Type I alveolar cell) dan sel alveolar tipe II atau pneumosit
tipe II (Type II alveolar cell) yang juga disebut sebagai granular pneumocyte.1
Kedua macam sel ini (Tipe I dan Tipe II) saling berhubungan secara erat. Sel pneumosit
skuamosa disebut tipe I; sedangkan pneumosit kuboid disebut tipe II, walau sebetulnya yang
merupakan sel progenitor epitel alveoli adalah sel tipe II (sel tipe I adalah kelanjutan
perkembangan dari sel tipe II). Pertukaran gas menembus dinding pneumosit I. Tugas pneumosit
II adalah menghasilkan surfaktan. Pada paru terdapat lebih kurang 300 juta gelembung alveoli
dengan diameter setiap gelembung lebih kurang 0,3 mm. Struktur gelembung ini sebetulnya
cenderung tidak stabil.1
Adanya tegangan-muka cairan yang melapisi alveoli menyebabkan gelembung cenderung
menjadi kolaps, namun berkat adanya surfaktan yang menurunkan tegangan-muka cairan di
dinding alveoli tadi, gelembung tidak kolaps malahan mengembang sehingga stabilitas
gelembung naik luar biasa besar. Walau demikian, tetap saja ada potensi masalah, yaitu masih
ada kemungkinan kolaps (insipien collaps).1
13
Tekanan
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradien tekanan.5
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah
mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah bergantian dan
ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan penting dalam ventilasi:5
Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada
benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan 760 mmHg.
Tekanan atmosfer berkuang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan bumi juga
semakin menipis.
Tekanan intra-alveolus adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan
dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien
tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir
sampai kedua tekanan seimbang.
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini adalah tekanan
yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thorax. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah
daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat
dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi ( yaktu tekanan darah sistolik 120
mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau, dalam
kenyataan, 880mmHg), 756 mmHg kadang-kadang disebut sebagai tekanan -4 mmHg.
14
Gambar . berbagai tekanan yang penting pada ventilasi.6
Tekanan intra-alveolus, yang menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada 760
mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura yang 756 mmHg, sehingga tekanan yang
menekan keluar dinding pariu lebih besar daripda tekanan yang mendorong ke dalam. Perbedaan
netto tekanan ke arah luar ini, gradien tekanan transmural, mendorong paru keluar, meregangkan,
atau menyebabkan distensi paru. Karena gradien tekanan ini maka paru selalu dipaksa
mengembang untuk mengisi rongga thorax.5
Terdapat gradien tekanan transmural serupa di kedua sisi dinding thorax. Tekanan
atmosfer yang mendorong ke arah dalam pada dinding thorax lebih besar daripada tekanan
intrapleura yang mendorong keluar dinding yang sama sehingga dinding dada cenderung
“terperas” atau mengalami kompresi dibandingkan dengan jika dalam keadaan tidak dibatasi.
Namun efek gradien tekanan transmural di kedua sisi dinding paru jauh lebih besar karena
perbedaan tekanan yang ringan ini jauh lebih berpengaruh pada paru yang sangat mudah
teregang dibandingkan dengan dinding dada yang kaku.5
Karena baik dinding thorax maupun paru tidak berada dalam posisi alaminya ketika
keduanya saling menempel, maka keduanya secara terus menerus berupaya untuk kembali ke
dimensi-dimensi inheren mereka. Paru yang teregang memiliki kecenderungan tertarik ke dalam
menjauhi dinding thorax sedangkan dinding thorax yang tertekan cenderung bergerak keluar
menjauhi paru. Namun, gradien tekanan transmural dan daya rekat cairan intrapleura mencegah
kedua struktur ini saling menjauh kecuali untuk jarak yang sangat kecil. Meskipun demikian,
pengembangan ringan rongga pleura yang terjadi sudah cukup untuk menurunkan tekanan
15
intrapleura ke tingkat subatmosfer sebesar 756 mmHg. Penurunan tekanan ini terjadi karena
rongga pleura terisi oleh cairan, yang tidak dapat mengembang untuk mengisi volume yang
sedikit bertambah. Karena itu, terbentuk ruang vakum di ruang yang sangat kecil di rongga
pleura yang sedikit mengembang yang tidak ditempati oleh cairan intrapleura, menyebabkan
penurunan kecil tekanan intrapleura di bawah tekanan atmosfer.5
Perhatikan hubungan antara gradien tekanan transmural dan tekanan intrapleura
subatmosfer. Paru teregang dan thorax tertekan oleh gradien tekanan transmural yang terbentuk
di dindingnya karena adanya tekanan intrapleura subatmosfer. Tekanan intrapleura selanjutnya
bersifat subatmosferik karena paru yang teregang dan thorax yang tertekan cenderung menjauh
satu sama lain, sedikit mengembangkan rongga pleura dan menurunkan tekanan intrapleura di
bawah tekanan atmosfer.5
Inspirasi dan Ekspirasi
Inspirasi adalah suatu proses penarikan nafas dimana udara dari lingkungan masuk ke
dalam jaringan. lnspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja
otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai kc bawah, yaitu vertikal.
Penaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan olch kontraksi otot interkostalis. meluaskan
rongga dada kc kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastik
mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk kc dalam saluran
udara. 4,5
Otot interkostal externa diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi mcnjadi
gerak sadar. Pada ekspirasi. udara dipaksa kcluar olch pengcndoran otot dan karena paru-paru
kempis kcmbali, disebabkan sifat clastik paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika
pcrnapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu mcmbantu mcnarik iga-iga
dan sternum kc alas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak dan alae nasi
(cuping atau sayap hidung) dapat kembang-kempis.1
Sedangkan untuk ekspirasi merupakan proses kebalikannya dimana ekspirasi ini
mengeluarkan CO2. Ekspirasi ini tidak membutuhkan otot-otot khusus akan tetapi ia bekerja
secara pasif karena pengaruh dari ketegangan paru.4,5
Volume dan Kapasitas Paru
16
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar
dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume / TV). Jumlah udara yang
masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa disebut
volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume / IRV). Jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa
disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume / ERV), dan udara yang masih
tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residual volume /
RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses
pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan.7
Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity / IC) merupakan volume udara maksimal yang
dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Kapasitas residual fungsional
(functional residual capacity / FRC) adalah volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif
normal (FRC = ERV + RV). Kapasitas vital (vital capacity / VC) adalah volume udara maksiml
yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek pertama-
tama melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). VC
mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru. Kapasitas paru total
(total lung capacity / TLC) adalah volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru
(TLC = VC + RV).5
Gambar . Variasi volume paru.6
Pengukuran kapasitas vital sering kali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru.
Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan
serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan
pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik, FEV1, kapasitas
vital berwaktu/timed vital capacity) dapat memberikan informasi tambahan; mungkin diperoleh
17
nilai kapasitas vital yang normal tetapi nilai FEV1 menururn pada penderita penyakit seperti
asma, yang mengalami peningkatan tahanan saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada
keadaan normal, jumlah udara yang diinspirasi selama satu menit / ventilasi paru, volume
respirasi semenit) sekitar 6 L (500 mL/napas x 12 napas/menit). Ventilasi volunter maksimal
(Maximal Voluntary Ventilation / MVV), atau yang dahulu disebut kapasitas pernapasan
maksimum (Maximal Breathing Capasity), adalah volume gas terbesar yang dapat dimasukkan
dan dikeluarkan selama 1 menit secara volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisar antara
125-170 L/menit.7
Transport O2
Sistem pengangkutan O2 di dalam tubuh terdiri atas pari dan sistem kardiovaskular.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam
paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta
kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan
vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah
O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.7
Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2
yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing
mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang dewasa
normal, sebagian besar hemoglobin mengandung dua rantai dan dua rantai Heme adalah
kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat
atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam
bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenisasi, bukan reaksi
oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2.
Mengingat setiap molekul hemoglobin mengandung empat unit Hb, maka dapat dinyatakan
sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.7
Hb4 + O2 ↔ Hb4O2
Hb4O2 + O2 ↔ Hb4O4
Hb4O4 + O2 ↔ Hb4O6
Hb4O6 + O2 ↔ Hb4O8
18
Reaksi ini berlangsung cepat, membutuhkan waktu kurang dari 0.01 detik. Deoksigenasi
(reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.7
Struktur kuaterner hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada
deoksihemoglobin, unit globin terikat secara erat pada kedudukan tegang (T) menurunkan
kemampuan pengikatan (afinitas) O2. Saat O2 diikat untuk pertama kalinya, ikatan yang
memegang globin akan dilepas, menghasilkan suatu kedudukan relaksasi (R) yang akan
membuka tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya ialah peningkatan afinitas terhadap O2 mencapai
500x lebih besar. Di jaringan, reaksi ini berjalan terbalik, melepaskan O2. Peralihan dari keadaan
satu ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 108 kali selama kehidupan sel darah
merah.7
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan
persentase saturasi kemampuan pengangkutan O2 oleh hemoglobin dengan PO2, memiliki bentuk
sigmoid yang khas akibat interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu
molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenasi gugus
kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dst, sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2
keempat berlipat kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.7
Gambar . Kurva disosiasi (saturasi) O2-Hb.6
19
Bagian datar kurva adalah dalam kisaran PO2 darah yang terdapat di kapiler paru tempat
O2 berikatan dengan Hb. Darah arteri sistemik yang meninggalkan paru, setelah mengalami
keseimbangan dengan PO2 alveolus, normalnya memiliki PO2 100 mmHg. Dengan melihat kurva
O2 – Hb, perhatikan bahwa pada PO2 darah 100 mmhg, Hb mengalami saturasi 97.5%, Karena itu,
pada keadaan normal Hb dalam darah arteri sistemik hampir mengalami saturasi penuh.5
Jika pada PO2 alveolus dan karenanya, PO2 arteri turun di bawah normal, maka hanya
sedikit terjadi penurunan jumlah total O2 yang diangkut dalam darah sampai PO2 turun di bawah
60 mmHg, karena regio plato kurva. Jika PO2 arteri turun 40%, dari 100 mmHg menjadi 60
mmHg, maka konsentrasi O2 yang larut seperti tercermin oleh PO2 juga akan turun 40%. Namun
pada PO2 darah 60 mmHg % saturasi Hb masih tetap tinggi sebesar 90%. Dengan demikian,
kandungan O2 total darah hanya sedikit berkurang meskipun terjadi penurunan 40% PO2, karena
Hb masih membawa O2 dalam jumlah hampir memenuhi kapasitasnya dan sebagian besar O2
diangkut oleh Hb daripada dalam bentuk terlarut. Namun bahkan jika PO2 darah sangat
meningkat, misalnya menjadi 600 mmHg, dengan napas O2 murni, hanya sedikit O2 tambahan
yang masuk ke darah. Terdapat sejumlah kecil O2 tambahan yang larut tetapi % saturasi Hb
hanya dapat ditingkatkan secara maksimal oleh tambahan 2.5%, menjadi saturasi 100%. Karena
itu, dalam kisaran PO2 antara 60 dan 600 mmHg atau bahkan lebih tinggi, hanya terdapat 10%
perbedaan dalam jumlah O2 yang diangkut oleh Hb. Dengan demikian, bagian plato kurva O2-Hb
menciptakan ruang keamanan yang cukup luas bagi kapasitas darah mengangkut O2.5
Bagian curam kurva antara 0 dan 60 mmHg berada dalam kisaran PO2 darah yang terdapat
di kapiler sistemik, tempat O2 dibebaskan dari Hb. Dalam kapiler sistemik, darah mengalami
keseimbangan dengan sel jaringan sekitar pada PO2 rerata 40 mmHg, % saturasi Hb adalah 75%.
Darah tiba di kapiler jaringan dengan PO2 100 mmHg dan saturasi Hb 97.5%. Karena Hb hanya
dapat mengalami saturasi 75% pada PO2 40 mmHg di kapiler sistemik, maka hampir 25% HbO2
harus berdisosiasi, menghasilkan Hb tereduksi dan O2. O2 yang dibebaskan ini dapat berdifusi
mengiuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel darah merah melalui plasma dan cairan
interstisium ke dalam sel jaringan.5
Dalam keadaaan normal, Hb dalam darah vena yang kembali ke paru memiliki saturasi
75%. Jika sel jaringan melakukan metabolisasi lebih aktif maka PO2 darah kapiler sistemik turun
karena sel-sel mengonsumsi O2 lebih cepat. Perhatikan pada kurva bahwa penurunan 20 mmHg
pada PO2 ini menurunkan % saturasi Hb dari 75% menjadi 30%; HbO2 yang menyerahkan O2-nya
20
ke jaringan lebih banyak sekitar 45% daripada normal. Penurunan normal 60 mmHg PO2 dari 100
menjadi 40 mmHg di kapiler sistemik menyebabkan sekitar 25% dari HbO2 total menyerahkan
O2-nya. Sebagai perbandingan, penurunan lebih lanjut PO2 hanya 20 mmHg menyebabkan
bertambahnya HbO2 total yang menyerahkan O2-nya sebesar 45%, karena tekanan parsial O2
dalam rentang itu bekerja di bagian curam kurva. Dalam kisaran ini, penurunan kecil PO2 kapiler
sistemik sudah dapat secara otomatis segera menyediakan O2 dalam jumlah besar untuk
memenuhi kebutuhan O2 jaringan yang lebih aktif melakukan metabolisme. Saat olahraga berat,
hingga 85% Hb dapat menyerahkan O2-nya ke sel yang aktiof melakukan metabolisme. Selain
pengambilan O2 yang lebih langsung dari darah ini, jumlah O2 yang disediakan untuk sel-sel
yang aktif bermetabolisasi, misalnya sel otot saat olah raga, juga meningkat oleh penyesuaian
sirkulasi dan pernapasan yang meningkatjkan laju aliran darah beroksigen ke jaringan yang aktif
tersebut.5
Hemoglobin memindahkan O2 dari larutan segera setelah molekul ini masuk ke darah
dari alveolus. Karena hanya O2 larut yang berperan membentuk PO2, maka O2 yang tersimpan di
Hb tidak dapat ikut membentuk PO2 darah. Ketika darah vena sistemik masuk ke kapiler paru,
PO2nya jauh lebih rendah daripada PO2 alveolus, sehingga O2 segar berdifusi ke dalam darah,
meningkatkan PO2 darah. Segera setelah PO2 darah naik, persentase Hb yang dapat berikatan
dengan O2 juga meningkat, seperti ditunjukkan oleh kurva O2-Hb. Karena itu, sebagian besar O2
yang telah berdifusi ke dalam darah berikatan dengan Hb dan tidak lagi berperan menetukan P O2.
Karena O2 dikeluarkan dari larutan karena berikatan dengan Hb, PO2 turun ke tingkat yang
hampir sama dengan ketika darah masuk ke paru, meskipun jumlah total O2 dalam darah
sebenarnya telah bertambah. Karena PO2 darah kembali lebih rendah daripada PO2 alveolus maka
lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah, hanya untuk kembali diserap oleh
Hb.5
Difusi netto O2 dari alveolus ke darah sebenarnya terjadi secara terus-menerus sampai Hb
mengalami saturasi lengkap oleh O2 sesuai dengan yang dimungkinkan oleh PO2 tersebut. Pada
PO2 normal 100 mmHg, Hb mengalami saturasi 97.5%. Karena itu, dengan menyerap O2, Hb
menjaga PO2 darah rendah dan memperlama eksistensi gradien tekanan parsial sehingga dapat
terjadi pemindahan netto O2 dalam jumlah besar ke dalam darah. Barulah setelah Hb tidak lagi
dapat menyimpan O2 tambahan (yaitu, Hb telah mengalami saturasi sesuai PO2 tersebut) semua
O2 yang dipindahkan ke dalam darah tetap larut dan langsung berkontribusi untuk PO2. Saat ini
21
barulah PO2 darah cepat seimbang dengan PO2 alveolus, dan menyebabkan pemindahan O2 lebih
lanjut terhenti, tetapi titik ini belum tercapai sampai hb telah mengangkut O2-nya secara
maksimal. Setelah PO2 darah seimbang dengan PO2 alveolus maka tidak ada lagi pemindahan O2,
seberapapun O2 total yang telah dipindahkan.5
Situasi kebalikannya terjadi di tingkat jaringan. Karena PO2 darah yang masuk ke kapiler
yang masuk ke kapiler sistemik jauh lebih besar daripada PO2, jaringan sekitar maka O2 segera
berdifusi dari darah ke jaringan sehingga PO2 darah turun. Ketika PO2 darah turun, Hb harus
melepaskan sebagian dari O2 yang dibawanya, karena % saturasi Hb berkurang. Sewaktu O2 yang
dibebaskan dari Hb larut dalam darah, PO2 darah meningkat dan kembali melebihi PO2 jaringam
sekitar. Hal ini mendorong perpindahan lebih lanjut O2 dari darah, meskipun jumlah total O2
dalam darah telah turun. Hanya ketika Hb tidak lagi dapat membebaskan O2 (ketika Hb telah
membebaskan O2-nya semaksimal mungkin sesuai PO2 di kapiler sistemik) barulah PO2 darah
turun hingga serendah PO2 jaringan sekitar. Pada waktu ini, tidak ada lagi pemindahan O2.
Hemoglobin, karena menyimpan O2 dalamn jumlah besar yang dapat dibebaskan jika terjadi
penurunan kecil PO2 di tingkat kapiler sistemik, memungkinkan pemindahan O2 dari darah ke sel
dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada seandainya Hb tidak ada.5
Karena itu, Hb berperan penting ddalam jumlah total O2 yang dapat diangkut oleh darah
di paru dan dibebaskan ke jaringan. Jika kadar Hb turun menjadi separuh normal, maka kapasitas
darah mengangkut O2 turun sebesar 50% meskipun PO2 arteri normal 100 mmHg dengan saturasi
Hb 97.5%. Hanya separuh Hb yang tersedia untuk dijenuhkan oleh O2, yang kembali menekan
betapa pentingnya Hb dalam menentukan berapa banyak O2 yang dapat diserap di par dan
disediakan ke jaringan.5
Meskipun faktor utama yang menentukan % saturasi Hb adalah PO2 darah namun faktor
lain dapat mempengaruhi afinitas atau kekuatan ikatan, antara Hb dan O2 dan, karenanya, dapat
menggeser kurva O2-Hb (yaitu mengubah % saturasi Hb pada PO2 tertentu). Faktor-faktor lain ini
adalah CO2, keasaman, suhu, dan 2,3-bifosfogliserat. 5
Peningkatan PCO2 menggeser kurva O2-Hb ke kanan. % saturasu Hb tetap bergantung
pada PO2, tetapi untuk setiap PO2, jumlah O2 dan Hb yang berikatan lebih sedikit. Efek ini penting,
karena PCO2 darah meningkat di kapiler sistemik sewaktu CO2 berdifusi menuruni gradien
tekanan parsial dari sel ke dalam darah. Adanya CO2 tambahan di darah pada efeknya
22
menurunkan afinitas Hb terhadap O2 di tingkat jaringan dibandingkan jika hanya penurunan PO2
di kapiler sistemik yang merupakan faktor penentu % saturasi Hb.5
Peningkatan keasaman juga menggeser kurva ke kanan. Karena CO2 menghasilkan asam
karbonat (H2CO3), darah menjadi lebih asam di tingkat kapiler sistemik sewaktu darah menyerap
CO2 dari jaringan. Penurunan afinitas Hb terhadap O2 yang terjadi karena peningkatan keasaman
ini menambah jumlah O2 yang dibebaskan di tingkat jaringan untuk PO2 tertentu. 5
Pengaruh CO2 dan asam pada pembebasan O2 dikenal sebagai efek Bohr. Baik CO2
maupun komponen ion hidrogen dari asam dapat berikatan secara reversibel dengan Hb di luar
tempat pengikatan O2. Akibatnya adalah perubahan struktur molekul Hb yang mengurangi
afinitasnya terhadap O2.5
Peningkatan suhu menggeser kurva O2-Hb ke kanan, menyebabkan lebih banyak O2 yang
dibebaskan pada PO2 tertentu. Peningkatan suhu lokal meningkatkan pembebasan O2 dari Hb
untuk digunakan oleh jaringan yang lebih aktif.5
Perubahan-perubahan sebelumnya terjadi di lingkungan sel darah merah, tetapi suatu
faktor dalam sel darah merah juga dapat mempengaruhi derajat pengikatan O2-Hb: 2,3
bifosfogliserat (BPG). Konstituen eritrosit ini, yang diproduksi sewaktu sel darah merah
melakukan metabolisme, dapat berikatan secara reversibel dengan Hb dan mengurangi
afinitasnya terhadap O2, seperti yang dilakukan oleh CO2 dan H+. Karena itu, peningkatan kadar
BPG, seperti faktor lain, menggeser kurva O2-Hb ke kanan, meningkatkan pembebasan O2
sewaktu darah mengalir melalui jaringan.5
Produksi BPG oleh sel darah merah secara bertahap meningkat jika Hb di darah arteri
terus menerus mengalami undersaturation – yaitu ketika HbO2 arteri di bawah normal. Keadaan
ini dapat terjadi pada orang yang tinggal di tempat tinggi atau pada mereka yang mengidap tipe-
tipe tertentu penyakit sirkulasi atau pernapasan atau anemia. Dengan membantu membebaskan
O2 dari Hb di tingkat jaringan, peningkatan BPG membantu ketersediaan O2 bagi jaringan
meskipun pasokan O2 arteri berkurang secara kronis.5
Namun, tidak seperti faktor lain –yang normalnya hanya ada di tingkat jaringan dan
dengan demikian akan menggeser kuerva O2-Hb ke kanan hanya di tingkat kapiler sistemik,
tempat penggeseran tersebut ,enguntungkan dalam membebaskan O2- BPG terdapat di sel darah
merah di seluruh sistem sirkulasi dan karenanya, menggeser kurva ke kanan dengan derajat yang
23
sama di jaringan dan paru. Akibatnya, BPG menurunkan kemampuanj darah mengikat O2 di
tingkat paru, yang merupakan sisi negatif dari peningkatan produksi BPG.5
Gambar . Efek dari penambahan Pco2, H+, suhu, dan 2,3-bifosfogliserat pada kurva O2-Hb.6
Transport CO2
Ketika darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi menuruni gradien
tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah. Karbon dioksida diangkut oleh darah dalam
tiga cara:5
1. Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut secara fisik dalam darah
bergantung pada PCO2. Karena CO2 lebih larut daripada O2 dalam cairam plasma maka
proporsi CO2 yang larut secara fisik dalam darah lebih besar daripada O2. Meskipun
demikian, hanya 10% dari kandungan CO2 total darah yang terangkut dengan cara ini
pada tingkat PCO2 vena sistemik normal.
2. Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% dari CO2 berikatan dengan Hb untuk membentuk
karbamino hemoglobin (HbCO2). Karbon dioksida berikatan dengan bagian hem. Hb
tereduksi memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 daripada HbO2. Karena itu,
dibebaskannya O2 dari Hb di kapiler jaringan mempermudah penyerapan CO2 oleh Hb.
3. Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling penting untuk mengangkut CO2 adalah
sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan 60% CO2 diubah menjadi HCO3
- oleh reaksi kimia
berikut, yang berlangsung di dalam sel darah merah:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Dalam reaksi pertama, CO2 berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Reaksi ini dapat terjadi sangat lambat di plasma, tetapi berlangsung sangat cepat di
24
dalam sel darah merah karena adanya enzim eritrosit karbonat anhidrase, yang mengatalisis
(mempercepat) reaksi. Sesuai sifat asam, sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan
terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat. Karena itu, satu atom karbon dan dua atom
oksigen molekul CO2 asli terdapat dalam darah sebagai integral dari HCO3-. Hal ini
menguntungkan karena HCO3- lebih larut dalam darah daripada CO2.5
Sewaktu reaksi ini berlangsung, HCO3- dan H+ mulai menumpuk di dalam sel darah
merah memiliki pembawa HCO3- - Cl- yang secara pasif mempermudah difusi ion-ion ini dalam
arah berlawanan menembus membran. Membran relatif impermeabel terhadap H+. Karena itu,
HCO3-, bukan H+, berdifusi menuruni gradien konsentrasinya keluar eritrosit menuju plasma.
Karena HCO3- adalah ion bermuatan negatif maka efluks HCO3
- yang tidak disertai oleh difusi
keluar ion bermuatan positif menciptakan gradien listrik. Ion klorida (Cl -), anion plasma yang
utama, berdifusi ke dalam sel darah merah menuruni gradien listrik ini untuk memulihkan
netralitas listrik. Pergeseran masuk Cl- sebagai penukar efluks HCO3- yang dihasilkan oleh CO2
ini dikenal sebagai pergeseran klorida (Cl-).5
Hemoglobin berikatan dengan sebagian besar H+ yang menumpuk di dalam eritrosit pada
penguraian H2CO3. Seperti pada CO2, Hb tereduksi memiliki afinitas yang lebih besar terhadap
H+ daripada HbO2. Karena itu, pembebasan O2 mempermudah ikatan H+ yang dihasilkan oleh
CO2 dengan Hb. Karena hanya H+ yang bebas tak larut yang menentukan keasaman suatu larutan
maka darah vena akan jauh lebih asam daripada darah arteri seandainya Hb tidak membersihkan
sebagian besar H+ yang dihasilkan di tingkat jaringan.5
25
Gambar . Transport CO2 dalam darah.6
Kenyataan bahwa pengeluaran O2 dari Hb meningkatkan ketersediaan Hb untuk
menyerap CO2 dan H+ yang dihasilkan oleh CO2 dikenal sebagai efek Haldane. Efek Haldane dan
efek bekerja sinkron untuk mempermudah pembebasan O2 dan penyerapan CO2 dan H+ yang
dihasilkan oleh CO2 di tingkat jaringan. Peningkatan CO2 dan H+ menyebabkan peningkatan
pembebasan O2 dari Hb oleh efek Bohr; peningkatan pelepasan O2 dari Hb, selanjutnya,
menyebabkan peningkatan penyerapan CO2 dan H+ oleh Hb melalui efek Haldane. Proses
keseluruhan bekerja sangat efisien. Hb tereduksi harus diangkut kembali ke paru untuk kembali
diisi oleh O2. Sementara itu, setelah O2 dibebaskan, Hb mengangkut penumpang baru – CO2 dan
H+ - yang memiliki tujuan sama ke paru.5
Reaksi-reaksi di tingkat jaringan sewaktu CO2 masuk ke darah dari jaringan berbalik
setelah darah tiba di paru dan CO2 meninggalkan darah untuk masuk ke alveolus.5
Pengaturan Pernapasan
Lepas muatan listrik berirama dari neuron di medulla oblongata dan pons menghasilkan
pernapasan spontan; pemotongan batang otak di bawah medulla oblongata menyebabkan
pernapasan spontan berhenti, sedangkan pemotongan di bagian atas pons tetap menghasilkan
pernapasan otomatis normal. Terdapat dua jenis neuron pernapasan di batang otak: neuron yang
melepaskan impuls selama inspirasi (neuron I) dan neuron yang melepaskan impuls selama
ekspirasi (neuron E). Kebanyakan neuron I akan melepaskan impuls dengan frekuensi lebih
tinggi selama inspirasi, demikian pula neuron E pada saat ekspirasi. Beberapa neuron lain
melepaskan impuls dengan frekuensi yang lebih rendah, dan sebagian lagi melepaskan impuls
dengan frekuensi tetap selama inspirasi atau ekspirasi. Namun, selama pernapasan tenang, proses
ekspirasi merupakan proses pasif, dan neuron E umumnya tidak melepaskan impuls: neuron ini
hanya akan menjadi aktif apabila ventilasi ditingkatkan.7
Daerah medulla oblongata yang berhubungan dengan pernapasan secara umum dikenal
dengan sebutan pusat respirasi, tetapi sebenarnya terdapat dua kelompok neuron respirasi.
Neuron pada kelompok dorsal terletak di dalam dan di dekat nukleus traktus solitarius.
Kelompok ventral merupakan kolom neuron panjang yang membentang melalui nukleus
ambigus dan nukleus retroambigus di bagian ventrolateral medulla oblongata. Kelompok dorsal
terdiri terutama dari neuron I, beberapa neuron diproyeksikan secara monosinaptik menuju
26
neuron motorik nervus phrenikus. Kelompok ini kemungkinan menerima serat aferen dari
saluran pernapasan serta glomus caroticum dan aorticum, yang berakhir pada nukleus traktus
solitarius. Kelompok ventral mengandung neuron E pada ujung caudalnya, neuron I pada bagian
tengah, serta neuron E pada ujung cranialnya. Sejumlah neuron ini diproyeksikan ke neuron
motorik otot pernapasan. Neuron di ujung cranial kelompok ventral nampaknya menghambat
neuron I selama ekspirasi.7
Penutup
Bagian konduksi sistem pernapasan merupakan saluran pernapasan dari rongga
hidung, farings, laring, trakea, bronki ekstrapulmonal, bronki dan bronkioli intrapulmonal, dan
berakhir pada bronkioli terminalis. Dengan saluran itu, udara akan menuju ke paru dan
dilanjutkan dengan proses pertukaran gas. Proses tersebut melibatkan tekanan. Paru-paru itu
sendiri memiliki kapasitasnya dan volumenya dalam keadaan tertentu. Ada pula Selain itu, pada
sistem respirasi terjadi pula transpor O2 dan CO2. Pertukaran gas sangat tergatung dengan
kestabilan tekanan di paru. Tekanan yang berubah karena gangguan tersebut dapat
menyebabkan mekanisme pernafasan terganggu. Proses pertukaran gas ini juga tergantung dari
perbedaan konsentrasi gas dalam darah dengan gas dalam paru sehingga proses bisa terganggu
bila adanya gas yang tidak dilepas (tidak kembali ke keadaan homeostatis).
Daftar Pustaka
1. Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika tubuh manusia. Edisi ke-2. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2006.h.157-9.
2. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC; 2003.h.231-43
3. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.2-
4. Faiz O, Moffat D. At a glance series anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.
6. Sherwood L. Human physiology from cell to system. Seventh Editon. Belmont:
Brooks/Cole; 2010.
7. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2002.
27