PBL 22 mario alfonso

download PBL 22 mario alfonso

of 19

Transcript of PBL 22 mario alfonso

I. PENDAHULUANLATAR BELAKANG Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala-gejala antara lain episode-episode vertigo yang singkat, dipicu opleh perubahan posisi kepala, lamanya beberapa detik sampai beberapa menit, bersifat intrmiten, dengan gejala lain seperti mual, rasa melayang, dan ketidakseimbangan. Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab vertigo tersering dengan prevalensi 2,4 %. Pada makalah ini akan membahas tentang Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV). Kemudian anamnesis yang dipakai, pemeriksaan apa yang di butuhkan, diagnosis bandingnya, etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan dan pencegahan, epidemologi, dan prognosisnya.

TUJUAN Adapun tujuan dari pembuatan makalah PBL ini adalah

Untuk memahami anamnesis pada Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) Untuk memahami pemeriksaan yang dipakai pada Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)

Untuk memahami etiologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) Untuk memahami epidemologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) Untuk memahami patofisiologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) Untuk memahami diagnosis Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) Untuk memahami penatalaksanaan dan pencegahan Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)

Untuk memahami prognosis Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)

1 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

BAB II

II.ISIKasus Seorang wanita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar. Pusing terjadi hanya kira-kira selama 1 menit tetapi terjadi bebrapa kali dalam sehari. Keluhan timbul terjadi bila pasien berubah posisi waktu tidur, bangun tidur, membungkuk dan kemudian tegak kembali. Pasien juga sering merasa mual, tetapi tidak muntah. Kira-kira 6 bulan yang lalu pasien juga pernah sakit sperti ini tetapi sembuh sendiri. Pendengaran kedua telinga baik, tidak berdengung. Riwayat trauma dan demam sebelumnya disangkal. Pemeriksaan tanda vital pasien sadar, keadaan umum baik, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/menit, tidak demam. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeiksaan neurologis, pendengaran kedua telinga baik, saraf kranial baik. Test Dix-Hallpike positif, ada latency dan fatigue, Test Romberg negatif, pemeriksaan motorik, sensorik, dan koordinasi dalam batas normal.

2 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

ANAMNESA Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu anamnesia dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter. Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Berdasarkian kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis: Identitas mencakup : Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat Pendidikan terakhir dll

Keluhan utama pasien

Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan utama pasien yaitu: pusing berputar-putar kira-kira selama 1 menit beberapa kali dalam sehari. Keluhan tambahan pasien

Merasa mual tetapi tidak muntah. Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit

1. Apakah terdapat pengaruh perubahan sikap? 2. Apakah terdapat kondisi lain selain perubahan posisi yang dapat membuat sensasi vertigo bertambah berat ?3 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

3. Apakah terdapat diorientasi ? 4. Apakah gangguan penglihatan hanya terjadi saat bergerak? 5. Pencetus? 6. Awitan?7. Apakah terdapat gejala defisit neurologis fokal seperti penglihatan ganda,

gangguan menelan, disarti atau kelemahan motorik? 1

PEMERIKSAAN a. Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum: Pemeriksaan fisik umum yang sering dipakai pada pemeriksaan BPPV yaitu pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan darah, denyut jantung, suhu, dan nadi. 2. Pemeriksaan fisik neurologis Pemeriksaan saraf kranialis antara lain : pemeriksaan nervus facialis (N. VII) dan nervus vestibularis (N. VII), pemeriksaan tonus dan kekuatan motorik, koordinasi dan keseimbangan. 3. Dix-Hallpike Manuever Pemeriksaan Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Pemeriksaan Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis anterior kiri dan kanal posterior kanan dan pemeriksaan DixHallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior kanan. Untuk melakukan pemeriksaan Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-30 pada ujung meja pemeriksaan,4 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila pemeriksaan tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan pemeriksaan Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.

4. Tes Romberg Pemeriksa berdiri dengan kedua kaki rapat dengan mata terbuka kemudian tertutup. Tes positif bila penderita jatuh dengan kecenderungan ke sisi arah komponen lambat dari nistagmus spontan (sisi lesi) 5. Tes berjalan Penderita disuruh berjalan maju dan mundur dengan mata terbuka dan tertutup diperlihatkan deviasi gaya berjalan 6. Tes berjalan tandem5 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Test yang lebih sensitif dimana penderita berjalan dengan kedua kaki berdekatan depan belakang (tumit menyentuh ujung kaki sisi lain). Pada penderita gangguan vestibuler akut tidak dapat melakukan test ini walaupun dengan mata terbuka 7. Tes Fukuda Penderita dengan mata tertutup dan kedua lengan direntangkan ke depan, dan berjalan di tempat sebanyak 50-100 kali kemudian dicatat sudut dan arah deviasi terhadap posisi awal. 8. Tes past pointing Penderita dalam posisi duduk mengangkat lengan ke atas dengan jari telunjuk ekstensi kemudian lengan diturunkan dan menyentuh jari si pemeriksa yang berada di depannya. Dilakukan pada masing-masing sisi dengan mata terbuka dan tertutup.

Tes past pointing

b. Penunjang

-

Laboratorium:

Darah lengkap, profil lipid, asam urat, hemostasis.-

Pemeriksaan Radiologi :6

PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Foto rontgen cervical Neurofisiologi sesuai indikasi:

EEG (Elektroensefalografi), ENG ( Elektronistagmografi), EMG (Elektromiografi), BAEP ( Brainstem Auditory Evoked Potential)-

Neuroimaging:

1

GEJALA KLINIK

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat dengan tepat mengatakan posisi tertentu yang menimbulkan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal ini yang menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. 2

ETIOLOGI Beberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit infeksi virus, infeksi pada telinga dalam. Kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan Kupulolitiasis yaitu deposit otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis semisirkularis posterior, yang membuat kanal sangat sensitif terhadap perubahan gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala. Beberapa Penyebab vertigo perifer lain nya : idiopatik(49%), trauma ( 18%), labirintis viral (15%), Pasca operasi telinga (2%), ototoksisitas (2%), dan lainnya (neuritis vestibuler, fistula perilimfa, penyakit meniere, dll) (3%).27 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Faktor predisposisi Beberapa faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah kurangnya pergerakan aktif sehingga saat mengalami perubahan posisi mendadak akan timbul sensasi vertigo, juga pasca operasi mayor dan intoksikasi alkohol. Trauma kepala merupakan penyebab umum BPPV pada orang dibawah usia 50 tahun. Pada orang yang lebih tua penyebab yang paling sering adalah degenerasi sistem vestibuler telinga dalam. 2,3

EPIDEMOLOGI Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, penyebab tersering vertigo. kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Prevalensi angka kejadian BPPV di Amerika serikat adalah 64 dari 100.000 dengan kecendrungan terjadi pada wanita 64 %. 3 PATOFISIOLOGIS Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris otokonia yang terdapat pada kanalis semisirkularis, biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur utrikulus. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.

Gambar. Debris semisirkularis

otokonia pada kanalis8

PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Ada beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya BPPV : Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus. Teori Canalithiasis Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai 90 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.9 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau penyakit lain yang ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia. BPPV juga bisa disebabkan kelainan idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan telinga, perubahan degeneratif karena usia tua dan kelainan pembuluh darah, obat-obat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. Kelompok idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan. Perasaan berputar terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout. Jenis Vertigo BPPV terjadi karena adanya otokonia di dalam kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis terdiri atas kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan kss posterior (inferior). BPPV dibagi menjadi tiga berdasarkan kanal yang terlibat, yaitu varian kanal posterior, kanal anterior, dan lateral. 3 6. DIAGNOSA a. Working Diagnosis Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) adalah suatu vertigo dengan gejalagejala antara lain episode-episode vertigo yang singkat, dipicu opleh perubahan posisi kepala, lamanya beberapa detik sampai beberapa menit, bersifat intrmiten, dengan gejala lain seperti mual, rasa melayang, dan ketidakseimbangan. Mendiagnosis BPPV dapat dilakukan dengan tindakan provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Dikenal tiga perasat untuk provokasi timbulnya nistagmus yaitu: perasat dix-hallpike, perasat side lying dan perasat roll. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang munculnya lambat kurang lebih 40 detik kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit kemungkinan penyebabnya adalah kanalitiasis sedangkan yang disebabkan oleh kupolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari lebih dari 1 menit dan vertigo terjadi bersama dengan nistagmus Selain itu dapat juga didiagnosis kanal mana yang terlibat dengan cara mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata oasien menatap lurus kedepan10 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

1. Fase cepat keatas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis posterior kanan

2. Fase cepat keatas, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis posterior kiri 3. Fase cepat kebawah, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis anterior kanan4. Fase cepat keatas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis anterior 2

b. Differential Diagnosis Waktu terjadinya No. Permasalahan Awitan Durasi Perjalanan Pendengaran Tinitus Gejala yang menyertai 1. Vertigo Positional Benigna Mendadak, saat sisi sakit kepala 2. Neuritis vestibular (labirintitis akut) Mendadak Beberapa beberapa hari, sampai minggu 3. Penyakit Mnire Mendadak Beberapa beberapa hari lebih atau Kambuhan Gangguan pendengaran sensori-neural yang sembuh dan kambuh kembali serta akhirnya berjalan11 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

lain

Singkat, beberapa

Bertahan selama beberapa minggu; dapat timbul kembali Dapat kembali setelah 122 18 bulan

Tidak terpengaruh

Tidak ada

Kadangkadang nausea vomitus dan

berguling ke detik, yang hingga atau beberapa

mendongakan menit

Tidak terpengaruh

Tidak ada

Nausea, vomitus

jam hingga timbul

Terdapat, berflutuasi

Nausea, vomitus, penuh dalam rasa tertekan atau telinga yang sakit

jam hingga (rekuren)

progresif; pada satu kedua sisi 4. Toksisitas obat ( Insidius* atau Mungkin reversible atau Dapat intoksikasi aminoglikosida, atau alkohol) 5. Tumor yang Insidius* Bervariasi akut ireversible adaptasi parsial terjadi terganggu; pada sisi Terganggu; pada satu sisi salah Ditemukan Gejala karena penekanan Nervus Kranialis VI, VII * Gangguan keseimbangan yang persisten lebih sering dijumpai, tetapi dapat terjadi vertigo Tabel 1. Perbandingan Differential Diagnosis pada kasus Vertigo 4 Selain itu vertigo juga harus dibedakan antara vertigo sentral dan vertigo perifer yang mana perbedaannya terdapat pada gejala-gejala pada pasien seperti: Gejala Rasa mual berlebihan muntah Diperburuk oleh pergerakan kepala tidak spesifik Dicetuskan oleh pergerakan kepala spesifik ( misalnya posisi dixx hallpike), perputaran kepala dalam posisi terlentang Timbulnya nistagmus paroxysmal ke atas dan rotatoar dengan manuver dixx hallpike Timbulnya nistagmus paroxysmal ke bawah dengan manuver dixx hallpike Nistagmus dengan perubahan posisi horizontal paroxysmal ( geotropic/ageotropic) yang dibangkitkan oleh perputaran posisi horizontal kepala Nistagmus persisten ke bawah pada semua posisi +++ Hilangnya nistagmus dengan pergerakan posisi +++ Membaik setelah perawatan dengan manuver posisional +++ 1 Tabel 2. Perbedaan antara vertigo sentral dan Perifer12 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

salah atau

Dapat ditemukan kedua

Nausea, vomitus

menekan Nervus Kranialis VIII

V,

Sentral + + ++ + ++ +

Perifer +++ + +++ +++ + ++

PENATALAKSANAAN Non-medika mentosa Ada tiga macam terapi non farmakologis untuk BPPV yaitu Canalith Repositioning Treatment ( Epley Manuver) Liberatory Brant Daroff Training

Canalith Repositioning Treatment Sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Terkadang beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa13 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.pada saat pasien Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan kanalis anterior.

Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver

14 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Terapi liberatory Terapi liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat, apakah kanal anterior atau posterior. Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, Terapi dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45. Pasien yang duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 45 ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, terapi yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal liberatory.

Terapi liberatory

Latihan Brandt dan Daroff Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik,15 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

lalu secara cepat duduk kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang paling sedikit 2 hari.

Terapi Brand Daroff

Terapi Bedah Posterior canal plugging Jika terapi-terapi diatas gagal untuk mengontrol gejala dari BPPV,diagnosis sudah sangat pasti dan sudah berlangsung lebih dari pada 1 tahun maka suatu tindakan posterior canal plugging dapat dianjurkan namun tindakan ini mempunyai resiko untuk berkurangnya pendengaran . tindakan ini berfungsi untuk memblok seluruh fungsi canal posterior tanpa menggangu kerja kanal yang lain. Tindakan ini sangat efektif untuk pasien yang gagal dengan terapi-terapi yang lain sekitar 90% dari pasien yang gagal dengan terapi lain berhasil dengan terapi ini. 5

16 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Terapi Famakologi Obat-obatan anti vertigo yang biasa digunakan adalah penyekat kalsium, anti histamin, anti kolinergik, monoaminergik, fenotiazin, benzodiazepin, dan butirofenon. 1

KOMPLIKASI Komplikasi yang paling sering muncul yaitu mual, muntah, pingsan dan perpindahan otolit ke kanal lateral sewaktu dilakukannya terapi PREVENTIF Tidak ada pencegahan khusus kecuali mencegah factor predisposisi seperti mencegah trauma dan menjaga kebersihan telinga 76

PROGNOSIS Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 8

17 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

III. PENUTUPVertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif dan objektif dari gangguan alat keseimbangan tubuh. Gejala tersebut di atas dapat diperhebat/diprovokasi perubahan posisi kepala. Untuk membantu penegakan diagnosis, diperlukan pemeriksaan neurologis (fungsi vestibular atau serebelar) yang dapat dilakukan, antara lain tes Nylen Barany atau Dix Hallpike, tes kalori, tes Romberg, Tandem gait, post pointing tes. Benign positional vertigo adalah vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulangulang beberapa kali (fatigue). Penyebab dari penyakit ini adalah adanya debris otokonia yang terdapat pada kanalis semisirkularis. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Penatalaksaannya yang dapat dilakukan meliputi Canalith Repositioning Treatment ( Epley Manuver), Liberatory, Brant Daroff Training, terapi bedah posterior canal plugging, serta pengobatan secara medika mentosa untuk menolong pasien dari gejala-gejala BPPV

18 PBL 22 BPPV (10-2008-206)

Daftar Pustaka

1. Dewanto G, Wita J, Suwono, Riyanto B. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana

penyakit saraf.Cetakan pertama. Jakarta : EGC. 2009. hal 111-52. Arsyad E, Iskandar N, Bashiruddin J. Buku ajar ilmu kesehatan telinga

hidung

tenggorokan kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. hal 104-10 3. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2004. h 761-54. Lynn S. Bickley. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi

8. Jakarta : Penerbitan Buku Kedokteran EGC. 2009. hal: 178 Timothy C. Hain, MD benign paroxysmal positional vertigo diterjemahkan dari : http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/bppv/bppv.html5. Terry D. Fife, M.D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. diterjemahkan dari :

http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.html6. Barton J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) diterjemahkan dari :

http://www.vestibular.org/vestibular-disorders/specific-disorders/bppv.php.7. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Diterjemahkan dari:

http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview

19 PBL 22 BPPV (10-2008-206)