PBL 14 - Diagnosis Dan Tatalaksana Open Fractur Regio Cruris Dextra

17
Diagnosis dan Tatalaksana Open Fractur Regio Cruris Dextra 1/3 Ventral Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenaisendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. 1 Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak 1

description

DTOF

Transcript of PBL 14 - Diagnosis Dan Tatalaksana Open Fractur Regio Cruris Dextra

Diagnosis dan Tatalaksana Open Fractur Regio Cruris Dextra 1/3 Ventral

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang

patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis

trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat

dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah

tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenaisendi dapat menyebabkan patah

tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat

menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur

dengan udara luar atau permukaan kulit.1

Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang

terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan

fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering

adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki

daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan

olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut prevalensi cenderung lebih

banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan

perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang

diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur

ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.2

Skenario

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS setelah mengalami kecelakaan

sepeda motor. Menurut warga, saat sedang mengendarai sepeda motornya, pasien tersebut

ditabrak oleh mobil yang melaju dari arah kanan, lalu pasien terlempar dari sepeda motornya

dan sempat terguling beberapa meter. Saat mengendarai sepeda motornya, pasien

menggunakan helm. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada

pemeriksaan fisik tampak luka terbuka pada region kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral

dengan ukuran 5 x 2 cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan,

1

tidak adanya perdarahan aktif, tampak adanya penonjolan fragmen tulang. Ekstremitas bawah

sebelah kanan terlihat adanya deformitas dan lebih pendek.

Identifikasi Istilah Yang Tidak Diketahui

Tidak ada istilah yang tidak diketahui.

Rumusan Masalah

Laki-laki usia 30 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor. Hasil pemeriksaan fisik: TTV

normal, tampak luka terbuka regio cruris dextra 1/3 tengah bagian ventral, ukuran 5 x 2 cm,

tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak perdarahan

aktif, tampak adanya fragmen tulang.

Hipotesis

Pasien ini mengalami open fraktur derajat 2.

Pembahasan

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan melakukan

pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan

melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan

menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

Anamnesa

Anamnesis: ada trauma

Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya,

besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang

bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat diduga:

- Kemungkinan politrauma.

- Kemungkinan fraktur multipel.

- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur

supracondylair humerus, fraktur collum femur.

- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit

- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan.

Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur

impacted (impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).3

2

Gejala Klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan

deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa muncul di

awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan perhatian pada

ekstremitas yang mengalami cidera. Sindroma kompartemen terdiri dari:  pain,

pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.4,5

Pemeriksaan Fisik

Pasien yang mengalami fraktur diafisis tibia merasakan nyeri di tungkai setelah mengalami

kecelakaan. Informasi mengenai mekanisme trauma dan waktu terjadinya, apakah ada reduksi

atau manipulasi yang dilakukan pada ekstremitas, dan riwayat medis pasien harus didapatkan

dengan lengkap saat terjadi fraktur.6

- Inspeksi (Look)

Seluruh pakaian yang melekat pada ekstremitas pasien harus dilepaskan dari tungkai.

Gambaran dari ekstremitas tersebut harus dicatat adakah luka terbuka, memar, bengkak, dan

hangat pada perabaan. Luka harus diperiksa ukurannya, lokasinya, dan derajat

kontaminasinya.6

a. Deformitas

Deformitas sering menunjukkan level dari fraktur. Dari adanya kelainan bentuk, bisa

diduga adanya fraktur dari tulang.6

b. Membandingkan dengan tungkai yang kontralateral

Untuk melihat apakah ada udem di bagian tungkai, maka tungkai yang sakit di

bandingkan dengan yang sehat. Beratnya udem juga memperlihatkan tingkat

keparahan dari cidera.6

c. Warna

Warna dari ekstremitas memberikan informasi mengenai perfusi dari tungkai. Warna

yang kemerah-merahan menunjukkan oksigenasi darah di kapiler baik. Warna yang

keabu-abuan menunjukkan penurunan dari oksigenasi jaringan.6

d. Gerakan

Setelah melihat tungkai pasien, seorang dokter harus melihat apa yang bisa pasien

lakukan dengan tungkainya sebelum melakukan palpasi atau memanipulasinya.

Perhatikan saat fleksi, ekstensi dari lutut, ankle, dan ujung kaki. Terkadang pasien

merasa sakit pada bagian ini saat pemeriksaan.6

3

- Palpasi (Feel)

a. Pulsasi

Jangan lupa untuk meraba A. poplitea, A. dorsalis pedis, dan A. tibialis posterior.6

b. Palpasi langsung

Jika terasa nyeri dan krepitasi pada palpasi, kemungkinan ada fraktur.6

- Fraktur Terbuka

Jika terdapat fraktur terbuka, yang berarti terdapatnya luka terbuka, maka harus

direncanakan untuk irigasi dan debridemant. Jika ada luka terbuka yang jaraknya jauh dari

fraktur terbuka, perlu diperiksa apakah di bawah luka tersebut ditemukan fraktur terbuka, dan

ini dilakukan setelah luka dibersihkan dengan antiseptik dan harus dengan instrumen steril.6

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan

radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik

atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau

fibula saja.6 Juga dapat ditentukan apakah fraktur  bersifat segmental. Foto yang digunakan

adalah foto polos AP dan lateral. CT scan tidak diperlukan.6

Gambar 1. Gambaran Radiologi Fraktur Tibia6

 

Working Diagnosis (WD)

Open fraktur derajat II region cruris dextra 1/3 ventral

4

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang dapat disimpulkan bahwa

pasien ini mengalami fraktur terbuka pada tibia dextra 1/3 tengah.

Etiologi

Menurut Apley bahwa penyebab terjadinya fraktur dibedakan menjadi 4 macam yaitu a)

fraktur karena trauma langsung ( direct violence ), b) fraktur karena trauma tak langsung

(indirect violence), c) fraktur akibat kelelahan tulang (fatique fracture) dan d) karena kondisi

patologis (pathological fracture ). Fraktur yang terjadi pada kasus ini adalah fraktur karena

trauma langsung pada tibia plateu akibat kecelakaan lalu lintas.

Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur

tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe

spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian

distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikitditutupi otot sehingga fraktur pada daerah

tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi Fraktur Terbuka

Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang

menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam

menjalankan penatalaksanaannya.

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem yang dibuat

oleh Gustilo sebagai berikut:

- Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.

- Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.

- Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan

mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya:

luka tembak.

- Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.

- Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap

vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

Selain klasifikasi di atas, Orthopaedic Trauma Association juga membagi fraktur diafisis tibia

berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masing–

masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

1. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.

2. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.

5

3. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar di bawah menunjukkan klasifikasi fraktur berdasarkan radiografi, dari sebelah kiri ke

arah bawah menunjukkan fraktur tipe simpel, yang terdiri dari spiral, oblik dan transversal.

Gambar yang di tengah memperlihatkan fraktur tipe wedge, dari atas ke bawah memperlihatkan

tipe spiral, bending, dan fragmen. Gambar sebelah kanan menunjukkan fraktur tipe kompleks,

dari atas ke bawah menunjukkan fraktur tipe spiral, segmen dan ireguler.

Penatalaksanaan

Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:

1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur.

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,

pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: #

Lokalisasi fraktur # Bentuk fraktur # Menentukan teknik yang sesuai untuk

pengobatan # Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

2. Reduction;

Reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan

posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis

dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang

baik adalah :

- alignment yang sempurna

- aposisi yang sempurna

3. Retention; imobilisasi fraktur.

4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal.

Medikamentosa

Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan

harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:

Pembidaian

Menghentikan perdarahan dengan perban tekan

Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari

fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam

kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur terbuka:

6

1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota

gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.

2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi

terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden

period 4 jam)

3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Tindakan reposisi terbuka:

1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.

2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.

3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.

4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3

harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.

5. Tutup luka dengan doek steril.

6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya.

7. Desinfeksi anggota gerak.

8. Drapping

9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital

termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu

perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.

10. Fiksasi:

a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable

fracture) minimal dengan Kischner wire.

b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada

operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk

fraktur terbuka grade 1-2.

c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena

sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)

d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan

terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.

Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa

(pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan

panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah

gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.

e. Buat x-ray setelah tindakan.

7

Non Medika Mentosa

a. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam pelaksanaannya

menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif (Kisher, 1996).

Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini

mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta

memperbaiki fungsi tubuh.

Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:

1. Passive movement/ gerakan pasif

Pasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang dihasilkan

oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien. Teknik yang digunakan

adalah relaxed passive movement , yaitu pemberian gerak pasif sampai batas nyeri pasien

tanpa pemberian kekuatan tambahan dari terapis. Menurut Gartland relaxed passive

movement bermanfaat untuk mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur otot.

2. Active movement/ gerakan aktif

Active movement adalah  gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri secara

volunteer atau sadar. Dengan gerakan aktif akan menimbulkan kontraksi otot,

meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan lunak di sekitar fraktur termasuk

fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan tulang akan berlangsung lebih baik.

b. Transver dan ambulasi:

Salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu mobilisasi dini mungkin untuk

mencegah komplikasi tirah baring lama. Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai

dari tidur terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow

saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu

lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai

digeser menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh

terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang

sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan keseimbangan

memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang juga kaki yang sakit

diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan

jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight

Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada

kruk dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.

c. Edukasi:

8

1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak

mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot

yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi.

2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih sesuai

program yang diberikan terapis.

3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada kaki

terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan

jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.

4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama

sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi

penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk

menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan

metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak

penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut

sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing(FWB).

Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.

Komplikasi

Patah tulang terbuka adalah cedera serius dan, karena itu, komplikasi serius yang

berhubungan dengan mereka.

Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum dari patah tulang terbuka. Infeksi

dapat terjadi lebih awal, selama fase penyembuhan patah tulang, atau bahkan

kemudian. Secara umum, semakin besar tingkat kerusakan jaringan lunak, semakin

besar risiko infeksi. Jika infeksi menjadi kronis (osteomyelitis), hal itu dapat

menyebabkan operasi lebih lanjut dan amputasi.

Fraktur terbuka mungkin memiliki kesulitan penyembuhan. Jika fraktur Anda gagal

untuk menyembuhkan, operasi lebih lanjut mungkin diperlukan. Pembedahan untuk

mempromosikan penyembuhan biasanya mencakup menempatkan graft tulang atas

patah, serta komponen baru fiksasi internal.

Sindrom kompartemen akut dapat berkembang. Ini adalah kondisi yang menyakitkan

yang terjadi ketika tekanan di dalam otot membangun ke tingkat berbahaya. Kecuali

9

tekanan yang lega dengan cepat, cacat permanen dan kematian jaringan dapat

mengakibatkan.

Prognosis

Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki

yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula, namun hal ini sangat tergantung

dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap

pengobatan.

Kesimpulan

Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pada fraktur

tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian diafisis. Fraktur diafisis tibia termasuk luka kompleks,

sehingga tentunya penanganannya juga tidak sederhana. Jangan lupa anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang lengkap jika terjadi fraktur. Orthopaedic Trauma Association membagi fraktur diafisis

tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks.

Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

1. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.

2. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.

3. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun

non operatif.

 Daftar Pustaka

1. Torsten B, Moeller MD, Emil RMD.Pocket atlas of radiographic anatomy. 2nd ed.

Thieme. New York; 2000.p.164-7. 

2. Arthur CG, John EH. Textbook of medical physiology. 11th ed. Elsevier Inc.

Philadelphia; 2006.p.982-3.

3. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. EGC. Jakarta;

2005.h.840-841.

4. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi ke-23. EGC. Jakarta; 2000.h.284.

5. Jon CT. Netters concise orthopaedic anatomy. 2nd ed. Saunders Philadelphia;

2010.p.293-4.

6. Brinker. Review of orthopaedic trauma. 11th ed. Saunders Company. Pennsylvania;

2001.p.127-35.

10

 

11