PBL 1 Kelompok 4

67
1 SKENARIO Kasus 1 Gejal Usia Lanjut Seorang perempuan datang ke tempat praktek dokter untuk konsultasi mengenai kondisi ibunya yang berumur 78 tahun. Ia menceritakan kepada dokter bahwa akhir akhir ini ia kerepotan merawat ibunya. Ibunya sekarang mulai pikun, hal itu ditandai dengan sering menanyakan hal yang sama berulang-ulang, bila bicara harus dengan suara keras dan yang paling merepotkan ia sering mengompol. Ia meminta penjelasan kepada dekter mengenai gejala-gejala yang dialami oleh ibunya agar ia bisa merawat ibunya dengan baik. STEP I. CLARIFY UNFAMILIAR TERMS 1. Lansia : Kemenkes : usia lebih dari 60 tahun UU23 : Seseorang yang karna usianya mengalami perubahan fisik,psikis dan biologis Batasan lansia : a.Usia pertengahan : 46-59 tahun b.Usia lanjut : 60-74 tahun c.Tua : 75-90 tahun d.Sangat tua : lebih dari 90 tahun e.Usia pralansia : 45-49 tahun f.Usia lanjut : lebih dari 60 tahun

description

pbl

Transcript of PBL 1 Kelompok 4

43

SKENARIOKasus 1

Gejal Usia Lanjut

Seorang perempuan datang ke tempat praktek dokter untuk konsultasi mengenai kondisi ibunya yang berumur 78 tahun. Ia menceritakan kepada dokter bahwa akhir akhir ini ia kerepotan merawat ibunya. Ibunya sekarang mulai pikun, hal itu ditandai dengan sering menanyakan hal yang sama berulang-ulang, bila bicara harus dengan suara keras dan yang paling merepotkan ia sering mengompol. Ia meminta penjelasan kepada dekter mengenai gejala-gejala yang dialami oleh ibunya agar ia bisa merawat ibunya dengan baik.

STEP I. CLARIFY UNFAMILIAR TERMS1. Lansia : Kemenkes : usia lebih dari 60 tahunUU23 : Seseorang yang karna usianya mengalami perubahan fisik,psikis dan biologis

Batasan lansia :a. Usia pertengahan : 46-59 tahunb. Usia lanjut : 60-74 tahunc. Tua : 75-90 tahund. Sangat tua : lebih dari 90 tahune. Usia pralansia : 45-49 tahunf. Usia lanjut : lebih dari 60 tahung. Resiko tinggi : Lebih dari 70 tahun

2. Pikun :

Kondisi seseorang mudah lupa Berkurangnya kemampuan otak seperti pemikiran, pemikiran, daya ingat, penggunaan bahasa Kurangnya kemampuan kognitif,daya ingat dan pemecahan masalahSTEP II. DEFINE THE PROBLEM(S)

1. Proses menua secara fisiologis?

2. Mekanisme timbulnya gejala pikun, kurangnya pendengaran dan mengompol?

3. Perawatan pada lansia?

4. Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia?

5. Kriteria lansia sehat dan tidak sehat?

6. Faktor penyebab pikun?

STEP III. BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION1. Proses menua

a. Cadangan untuk homeostatis semakin berkurang sehingga terjadi penuaan

a. Teori radikal bebas

b. Teori glikosilasi

c. Teori DNA repair : kerusakan DNA karna HIV

Carangan Fisiologis

Homeostatis

Perkembangan usiab. Faktor-faktor yang berpengaruh

1. Hereditas

2. Nutrisi

3. Status kesehatan

4. Pengalaman hidup

2. Mekanisme timbulnya gejala :

Pikun : Otak mengecil karna penurunan asetilkolin ( kemampuan ingatan menurun,lemahnya impuls dan recall memori korteks menipis pada lobus frontal dan parietal serta temporal sbg atensi bahasa,kognisi dan penurunan visuopasial.

Mengompol : otot otot s emakin melemah ( mengompol

Gangguan pendengaran : Terhubungnya pertumbuhan saraf (kematian pada koklea,silia organ corti dan koklea menghalang, serumen obstruksi

3. Perawatan lansia

a. Pelayanan kesehatan usia lanjut berbasis rumah sakit

b. Pelayanan krsehatan usia lanjut oleh masyarakat berbasis rumah sakit

c. Pelayanan kesehatan usia lanjut berbasis masyarakat

4. Perubahan pada lansia Penurunan pendengaran

Perubahan kulit

Perubahan intelegensi

Kemampuan bicara

Endokrin : toleransi glukosa terganggu

Tekanan jantung menurun

Disfungsi CO2

Peningkatan volume residual urin

Gerakan ekstremitas menurun

Dagu berlipat 2/3

Rambut menipis

Bahu membungkuk dan mengecil

Payudara melorot

Otot mengendor

Vena menonjol

Mata : rabun jauh

Perubahan seksual

Setelah 40 tahun BB dan TB menurun

Pola tidur tak teratur

Gaya berjalan lebih pendek

5. Kriteria lansia sehat

Bebas dari penyakit fisik,mental dan sosial

Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat Perbedaan Lupa

NormalTidak normal

Terjadi sekaliMemori yang hilang banyak

Kurang dari 50 tahunTidak bisa merecall memori

Memori yang hilang sebagianGangguan lain atau penyakit otak

Dapat merecall memori

Kurang konsentrasi

6. Faktor penyebab pikun

Usia

Penurunan regenerasi sel otak

Gaya hidup

Tingkat streseor

Wanita lebih tinggi dari priaSTEP IV. ARRANGE EXPLANATIONS INTO TENTATIVE SOLUTIONS

STEP V. DEFINE LEARNING OBJECTIVES1. Teori Penuaan/proses menua

2. Perubahan-perubahan lansia-Manifestasi Klinis

3. Perawatan lansiaSTEP VI. INFORMATION GATHERING (PRIVATE STUDY)

1. Teori Penuaana. Teori wear and tear

Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alcohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.

b. Teori neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.

c. Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.

d. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memilkiki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada pada molekul lain.

Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein.e. Teori Replikasi DNA

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA, sehingga terjadi kematian sel. Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan mempengaruhi masa hidup sel. Sekitar 50% rDNA akan menghilang dari sel jaringan pada usia kira-kira 70 tahun.

f. Teori Kelainan DNA-RNATerjadinya proses penuaan adalah karena kerusakan sel DNA yang mempengaruhi pembentukan RNA sehingga terbentuk molekul-molekul RNA yang tidak sempurna. Ini dapat menyebabkan terjadinya kelainan enzim-enzim intraselular yang mengganggu fungsi sel dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel/organ yang bersangkutan. Pada jaringan yang tua terdapat peningkatan enzim yang tidak aktif sebanyak 30% - 70%. Bila jumlah enzim menurun sampai titik minimum, sel tidak dapat mempertahankan kehidupan dan akan mati.

g. Teori Ikatan Silang

Proses penuaan merupakan akibat dari terjadinya ikatan silang yang progresif antara protein-protein intraselular dan interselular serabut-serabut kolagen. Ikatan silang meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di membran basalis atau di substansi dasar jaringan penyambung. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi organ.

h. Teori Pace Maker/Endokrin

Teori ini mengatakan bahwa proses menjadi tua diatur oleh pace maker, seperti kelenjar timus, hipotalamus, hipofise, dan tiroid yang menghasilkan hormon-hormon, dan secara berkaitan mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel-sel tubuh manusia. Proses penuaan terjadi akibat perubahan keseimbangan sistem hormonal atau penurunan produksi hormon-hormon tertentu.i. Teori glikosilasi

Proses glikosilasi nonemzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced glykation and products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain ya ng termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada manusia yang menua. Protein glikasi menunjukan perubahan fungsional, meliputi menurunnya aktivitas enzim dan menurunnya degradasi protein abnormal. Manusia menua, AGEs berakumulasi diberbagai jaringan, termasuk kolagen, hemoglobin, lensa mata. Karena muatan kolagennya tinggi, jaringan ikat menjadi kurang elastis dan kaku. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. AGEs diduga juga berinteraksi dengan DNA dan karenanya mungkin menggangu kemampuan sel untuk memperbaiki perubahan pada DNA.

3. Perubahan pada Lansia dan Fisiologi Proses MenuaFisiologi Proses MenuaMenua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian cadangan system fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian.

Fisiologi penuaan adalah keadaan penyempitan atau berkurangnya cadangan homeostatis yang terjadi seiring meningkatnya usia pada setiap sistem organ. Seiring bertambahnya usia jumlah cadangan fisiologis untuk menghadapi berbagai perubahan berkurang dan semakin besar challenge yang terjadi maka semakin besar cadangan fisiologis yang diperlukan untuk kembali ke homeostatis, tetapi di sisi lain dengan makin berkurangnya cadangan fisiologis maka seorang usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang yang dapat berupa keadaan sakit atau kematian challenge.

Perubahan Fisik TubuhA. Perubahan pada Sistem Sensoris Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori.

1. Penglihatan Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata, yaitu katarak.

Semakan bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua:

1. Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang dekat.2. Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.3. Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.

4. Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi terjadi sindrom mata kering.

2. Pendengaran Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua:

1. Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak mampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan (misal f, s, sk, sh, l).

2. Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.

3. Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara.3. Perabaan Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mrngundang sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.4. Pengecapan Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah satu keniknatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan pahit) berkurang.

5. Penciuman Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat proses menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi penciuman kerena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap bau.

B. Perubahan pada Sistem Integumen Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.

Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade.

1. Stratum Koneum Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada stratum koneum akibat proses menua:

a. Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih lama.

b. Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit lebih kasar dan kering.

2. Epidermis Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses menua:

1. Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.

2. Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang tidal merata pada kulit.

3. Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.

4. Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

3. Dermis Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua:

1. Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal.

2. Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.

3. Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan termoregulasi.

4. Subkutis Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua:

1. Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang rangka.

2. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.

5. Bagian tambahan pada kulit Bagian tambaha pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea akibat proses menua:

1. Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah Rambut bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita, mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.

2. Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan.

3. Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan) menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan berkurang.

4. Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering.

5. Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia berkurang.

C. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.

1. Sistem Muskuloskeletal Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua:

1. Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest. 2. Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat proses menua:

1. Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang aktif.

2. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi.

3. Sendi Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua:

1. Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas.

2. Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera. D. Perubahan pada Sistem Neurologis Berat otak menurun 10 20 %. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.

Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem neurologis akibat proses menua:

1. Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini adalah refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.

2. Peningkatan lipofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna.

3. Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini adalah bahaya kehilangan panas tubuh. Sistem saraf bersama dengan sistem endokrin mengurus sebagian besar pengaturan sitem tubuh. Pada umumnya sistem saraf mengatur aktivitas tubuh yang cepat misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin.

Sistem saraf pusat terdiri atas lebih dari 100 juta neuron. Sinyal yang datang masuk melalui sinap pada dendrit-dendrit neuron atau badan sel; untuk berbagai jenis neuron mungkin hanya terdapat beberapa ratus atau sampai 200.000 sambungan inaptik dari serabut yang masuk. Sinyal yang keluar berjalan melalui jalur akson tunggal meninggalkan neuron, tetapi akson ini memiliki banyak cabang yang berbeda ke bagian-bagian lain sistem saraf atau bagian tubuh bagian perifer.Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke nuron lainnya melalui batas antar neuron yang disebut sinaps. Ada dua macam sinaps yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Pada sinaps kimia neuron pertama yang menyekresi bahan kimia disebut neurotransmitter dan akan bekerja pada reseptor protein dalam membran neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Sampai saat ini ditemukan lebih dari 40 substansi transmiter, beberapa diantaranya adalah asetilkolin, norepinefrin, histamin, GABA, glisin, serotinin dan glutamat.

Sebaliknya sinaps listrik ditandai dengan adanya saluran langsung yang menjalarkan aliran listrik dari sel ke sel lainnya. Kebanyakan saluran ini merupakan struktur tubuler protein kecil yang disebut gap junction yang memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas ke bagian-bagian sel. Dalam sistem saraf pusat hanya ditemukan sedikit, sedangkan pada otot viseral merupakan sarana untuk menjalarkan potensial aksi pada serabut otot.Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. (Sri Surini Pudjiastuti,Budi Utomo, 2003, hal : 11) Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 179)

Perubahan struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, asetilkolin dan dopamine yang tidak seimbang, dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual.

Penuaan Pada Sistem NeurologisLansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. (Sri Surini Pudjiastuti,Budi Utomo, 2003, hal : 11) Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 179)

Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah cerebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamine yang tidak seimbang, dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual. Namun parkinsonisme ringan mungkin dialami ketika reseptor penghambat dopamine dipengaruhi oleh penuaan. Peningkatan kadar monoamine oksidase dan serotonin dan penurunan kadar norepinefrin telah diketahui, yang mungkin dihubungkan dengan depresi pada lansi. Perubahan-perubahan ini menunjukkan variasi yang luas diantara individu-individu.

Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional. Kehilangan jumlah dopamine yang lebih besar terjadi pada klien dengan penyakit Parkinson. defisiensi dopamine mengakinbatkan ganglia basalis menjadi terlalu aktif, sehingga menyebabkan terjadinya bradikinesia, kekakuan, dan hilangnya mekanisme postural yang sering dilihat pada mereka yang menderita penyakit Parkinson.

Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflex tendon profunda. Terdapat kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Peningkatan tonus otot juga diketahui, dengan kaki yang lebih banyak terlibat dengan lengan, lebih kearah proksimal daripada distal. Selain itu penurunan kekuatan otot juga terjadi, dengan kaki yang menunjukkan kehilangan yang lebih besar lebih kearah proksimal daripada distal. Penurunan konduksi saraf perifer mungkin dialami oleh klien. Walaupun reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflex lutut, bisep dan trisep, terutama karena pengurangan dendrite dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat konduksi.

Perubahan fungsional termasuk penurunan diskriminasi rangsang taktil dan peningkatan ambang batas nyeri. Hal ini khususnya dapat secara nyata pada perubahan baroreseptor. Namun, perubahan pada otot dan tendon mungkin merupakan factor yang memiliki konstribusi lebih besar dibanding dengan perubahan yang nyata ini dalam arkus reflex.

Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan secara keseluruhan. Plak senilis dan kekusutan neurofibril berkembang pada lansia dengan dan tanpa dimensia. Akumulasi pigmen lipofusin neuron menurunkan kendali system saraf pusat terhadap sirkulasi.kongesti system saraf diperkirakan dapat menurunkan aktivitas sel dan sel kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan dirinya sendiri.semakin aktif sel tersebut, semakin sedikit lipofusin yang disimpan. Patofisiologi Defisit NeurologisManifestasi klinis yang berhubungan dengan deficit neurologis pada klien lansia mungkin dipandang dari berbagai perspektif : fisik, fungsional, kognisi-komunikasi, persepsi sensori dan psikososial. Kerusakan tertentu tampak ketika fokal dan system neural didalam otak rusak karena masalah vascular. Manifestasi spesifik pada setiap kategori sangat bermanfaaat dalam mengkaji dan mengembangkan suatu rencana perawatan untuk klien lansia yang mengalami gangguan neuroligis.

1. Fisik Dampak dari penuaan pada SSP sukar untuk ditentukan, karena hubungan fungsi system ini dengan system tubuh yang lain. Dengan gangguan perfusi dan terganggunya aliran darah serebral, lansia beresiko lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral tambahan, gagal ginjal, penyakit pernafasan, dan kejang. Terdapat suatu pengurangan aliran darah sel saraf serebral dan metabolisme yang telah diketahui. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf, refleks yang lebih lambat, dan respon yang tertunda untuk berbagai stimulasi yang dialami ; maka terdapat pengurangan sensasi kinestetik. Karena perubahan fisiologis dalam system persarafan yang terjadi selama proses penuaan, siklus tidur-bagun mungkin berubah. Secara spesifik, gangguan tidur mempengaruhi 50% orang yang berusia 65 tahun keatas yang tinggal dirumah dan 66% yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang. Perubahan tidur yang diketahui adalah meningkatnya fase laten tidur, bagun pada dini hari, dan meningkatnya jumlah waktu tidur pada siang hari. Hilangnya pengaturan sirkadian tidur efektif yang diketahui berhubungan dengan peningkatan keadaan terbagun selama tidur dan gabungan jumlah waktu terbangun sepanjang malam.2. FungsiDefisit fungsional pada gangguan neurologis mungkin berhubungan dengan penurunan mobilitas pada klien lansia, yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak, dan kelenturan. Dengan berkurangnya kebebasan gerak, lansia mungkin memiliki kesukaran untuk berdandan, toileting, dan makan. Penurunan pergerakan mungkin merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi, kejang dan penurunan tonus otot. Atrofi dan penurunan jumlah serabut otot, dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan jaringan otot dengan penurunan massa otot, kekuatan, dan pergerakan secara keseluruhan, lansia mungkin memperlihatkan kelemahan secara umum. Tremor otot mungkin dihubungkan dengan degenerasi system ektrapiramida. Kejang dapat diakibatkan oleh cedera motor neuron didalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh, dan mobilitas fungsional, juga nyeri sendi, kontraktur, dan masalah dengan pengaturan posisi untuk memberikan kenyamanan dan hygiene. Tendon dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, yang menyebabkan suatu penurunan hentakan tendon. Reflex pada umumnya tetap ada pada lutut, berkurang pada lengan, dan hamper secara total hilang pada bagian abdomen. Kram otot mungkin merupakan suatu masalah yang sering terjadi. Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan membuat lansia menjadi sangat rentan untuk mengalami gangguan integritas kulit dan jatuh.3. Kognisi-komunikasiPerubahan kognisi-komunikasi mungkin bervariasi dan berat. Gaya komunikasi premorbit, kemampuan intelektual, dan gaya belajar merupakan data yang penting untuk menyiapkan suatu rencana keperawatan yang realistis untuk klien lansia. Indera kita merupakan hal yang penting dalam komunikasi. Sejumlah hambatan komunikasi mungkin terjadi sebagai akibat dari stroke atau penyakit Parkinson. Perubahan sensasi dan persepsi dapat mengganggu penerimaan pengungkapan informasi dan perasaan. Gangguan pengecapan, penciuman, nyeri, sentuhan, temperature, dan merasakan posisi-posisi sendi dapat mengubah komunikasi yang kita alami. Dengan disorientasi dan konfusi, kesadaran kita terhadap kenyataan menurun secara nyata. Penurunan ini mungkin progresif, permanen, atau temporer, bergantung pada sifat dan tingkat kerusakan cerebral.

Memori mungkin berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk kejadian masa lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat dari pada informasi yang masih baru. Deprivasi sensori dapat diakibatkan oleh kerusakan pada pusat cerebral yang bertnggung jawab umtuk memproses stimulus. Halusinasi, disorientasi, dan konfusi mungkin menyebabkan deprivasi sensori, bukan gangguan kemampuan mental. Sensasi dan persepsi dapat berkurang lebih jauh lagi ketika obat depresan SSP digunakan dalam terapi farmakologis.

Agnosia, afasia, dan apraksia mungkin terlihat pada klien dengan storke atau demensia progresif. Agnosia adalah ketidak mampuan untuk mengenali objek yang umum (sisir, sikat gigi, cermin) dengan menggunakan salah satu indra, walaupun indra tersebut masih utuh. Agnosia penglihatan, pengengaran, dan taktil terkadi ketika ada kerusakan pada lobus parietal dan oksipital, girus presental, daerah perieto-oxipital dan korpus kolosum.

Afasia adalah ketidakmampuan untuk menggunakan kata-kata yang memiliki arti dan kehilangan kemampuan mengerti bahasa lisan. Terdapat disintegrasi fonetik, semantic, atau sintaksis yang diketahui pada tingkat produksi atau tingkat pemahaman dalam berkomunikasi. Afasia mungkin dicerminkan dalam kata-kata klien yang samar-samar, bicara ngelantur, kesukaran dalam berbicara dan kesulitan dalam menemukan kata-kata yang benar untuk menyatakan suatu gagasan.

Apraksia adalah suatu ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu aktivitas yang dipelajari yang memiliki fungsi motorik yang diperlukan. Misalnya kesalahan pengguanaan kata-kata dalam menyebutkan hal-hal tertentu dan ketidakmampuan untuk mengenali dan menyebutkan objek umum dan orang-orang yang dikenal. Gangguan citra tubuh, ruang, jarak dan persepsi pergerakan sering terjadi pada orang dengan stroke. klien mungkin mengalami distorsi dalam memandang diri-sendiri dan mungkin mengalami kekurangan kesadaran dalam menggunakan komponen-komponen tubuh tertentu. Karena distorsi cara memandang diri-sendiri dan anggota tubuh yang tidak digunakan ini, lansia mungkin mengalami cedera, kelemahan, kurang perhatian, dan kurangnya perawatan pada ekstremitas.4. Persepsi-SensoriPanca indera mungkin menjadi kurang efisien dengan proses penuaan, bahaya bagi keselamatan, aktivitas, kehidupan sehari-hari (AKS) yang normal dan harga diri secara keseluruhan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)

Meskipun semua lansia mengalami kehilangan sensorik dan sebagai akibatnya berisiko mengalami deprivasi sensorik, namun tidak semua akan mengalami deprivasi sensorik. Salah satu indra dapat mengganti indera dalam mengobservasi dan menerjemahkan ransangan. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 179)5. Perubahan indera penglihatan

Defisit sensori (misalnya, perubahan penglihatan) dapat merupakan bagian dari penyesuaian yang berkesinambungan yang datang pada usia lanjut, perubahan penglihatan dapat mempengaruhi pemenuhan AKS pada lansia.

Perubahan indra penglihatan pada awalnya dimulai dengan terjadinya awitan presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif. Ini karena sel-sel baru terbentuk dipermukaan luar lensa mata, maka sel tengah yang tua akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan berkabu. Jadi, hanya bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat. Karena lensa menjadi kurang fleksibel, maka titik dekat fokus berpindah lebih jauh. Kondisi ini disebut presbiopi, biasa bermula pada usia 40-an. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001 hal: 179-180)Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lebih kendur dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan pada (penglihatan jarak dekat). Kondisi ini dapat dikoreksi dengan lensa seperti kacamata jauh dekat (bifokal).

Ukuran pupil menurun (miosis pupil) dengan penuaan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapangan pandang seseorang dan memengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu, tetapi tampaknya tidak benar-benar mengganggu kehidupan sehari-hari.

Perubahan warna (misalnya ; menguning) dan meningkatnya kekruhan lensa Kristal yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan katarak. Katarak menimbulkan bebagai tanda dan gejala penuaan yang mengganggu penglihatan dan aktivitas setiap hari. Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat suatu selaput diatas mata dalah suatu gejala umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam memfokuskan penglihatan dan membaca. Kesukaran ini dapat dikoreksi untuk sementara dengan penggunaan lensa. Selain itu lansia harus didorong untuk memakai lampu yang terang dan tidak menyilaukan.katarak juga dapat mengakibatkan gangguan dalam persepsikedalaman atau stereopsis, yang menyebabkan masalah dalam menilai ketinggian, sedangkan perubahan terhadap persepsi warna terjadi seiring dengan pembentukan katarak dan mengakibatkan warna yang muncul tumpul dan tidak jelas,terutama warna-warna yang muda misalnya biru, hijau, dan ungu. Penggunaan warna-warna terang seperti kuning, oranye dan merah direkomendasikan untuk memudahkan dalam membedakan warna. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)6. Perubahan indera pendengaran

Perubahan indra pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Mhoon menggambarkan fenomena tersebut sebagai suatu penyakit simetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara progreif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubngkan dengan penuaan.

Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan frekuansi tinggi ( huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p ) semua terdengar sama. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 180)

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai factor yang telah diteliti adalah ; nutrisi, factor genetika, suara gaduh, hipertensi, stress emosional, dan arteriosklerosis. Penurunan pendngaran terutama berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis.

Penurunan pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau jalur kortikal pendengaran) penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin berkaitan dengan perubahan pada tulang telinga tengah, dalam bagian koklear atau didalam tulang mastoid. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)

Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespon tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau senil. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, hal: 180)7. Perubahan Indera Perabaan

Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling mudah untuk diterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat mengurangi perasaan terasing dan memberi perasaan sejahtera. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 180)

Kebutuhan untuk sentuhan efektif terus berlanjut sepanjang kehidupan dan meningkat dengan usia. Banyak lansian lebih tertarik dalam sentuhan dan sensasi taktil karena :1. Mereka sudah kehilangan orang yang dicintai

2. Penampilan mereka tidak semenarik pada waktu dulu dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain

3. Sikap masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.

Sentuhan dapat merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologi.

Kulit adalah seperti suatu pakaian pelindung yang pas dan menutupi seseorang berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga tidak akan sesuai dengan tubuh orang tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi kendur dan terlihat lebih longgar pada berbagai bagian tubuh. Namun, selama kehidupan, sentuhan memberikan pengetahuan emosional dan sensual tentang orang lain. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)

8. Perubahan Indera Pengecapan

Ketika seseorang telah bertambah tua, jumlah total kuncup-kuncup perasa pada lidah mengalami penurunan dan kuncup pada lidah juga mengalami kerusakan, ini dapat menurunkan sensitivitas pada terhadap rasa. Kuncup-kuncup perasa mengalami regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi lansia mengalami suatu penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin, dan pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari oleh beberapa orang dibanding yang lainnya.

9. Perubahan Indera Penciuman

Penurunan yang paling tajam dalam sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan, dan untuk sebagian orang, hal tersebut akan terus berkurang. Kecepatan penurunan sensasi penciuman pada lansia bervariasi. Orang bereaksi terhadap bau dengan cara berbeda, dan respon seseorang mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, etnik, dan pengalaman sebelumnya tentang bau tersebut. Sensasi penciuman tidak secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi bisa terjadi oleh factor lain yang berhubungan dengan usia. Penyebab lainnya juga dianggap sebagai pendukung untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, secret dari hidung, sinusitis kronis, kebiasaan tertentu dengan bau/ aroma, epitaksis, alergi, penuaan serta faktor lingkungan.

E. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi.

Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan jantung di bawah tekanan yaitu, 180-200 x/menit. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit.1. Perubahan Struktur Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait.

Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat proses menua:

1. Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan kontraktil.

2. Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel. Implikasi dari hal ini adalah terjadinya disaritmia.

3. Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin.

4. Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah. F. Perubahan pada Sistem Pulmonal Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Penurunan lajuekspirasi paksa atu detik sebesar 0,2 liter/dekade.5 Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem pulmonal akibat proses menua:

1. Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan pembesaran alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah permukaan untuk difusi gas.

2. Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasi dari hal ini adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.

3. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. Implikasi dari hal ini adalah dispnea saat aktivitas.

4. Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. Implikasi dari hal ini adalah Emfisema sinilis, pernapasan abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.

5. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Implikasi dari hal ini adalah atelektasis.

6. Kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini adalah akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan.

7. Penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Implikasi dari hal ini adalah hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.

8. Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah tidak ada perubahan dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa.

G. Perubahan pada Sistem Endokrin Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan.

Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan apatheic thyrotoxicosis.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat proses menua:

1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.

2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.

3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.

4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

H. Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

1. Perubahan pada Sistem Renal

Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses menua:

1. Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.

2. Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan risiko dehidrasi.

3. Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis.2. Perubahan pada Sistem Urinaria Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.

I. Perubahan pada Sistem Gasrointestinal Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat proses menua: 1. Rongga Mulut Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut akibat proses menua:

1. Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusustan dan fibrosis pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasi dari hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi palsu yang lepas.

2. Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendapatkan rasa yang sama kualitasnya.

3. Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut tampak lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan epitelium dan mengandung keratin.

4. Air liur atau saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui mekanisme sebagai berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada mulut, dan penyiapan makanan untuk dikunyah. Pada lansia produksi saliva telah mengalami penurunan.

2. Esofagus, Lambung, dan Usus Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada esofagus, lambung dan usus akibat proses menua:

1. Dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, dan penurunan refleks muntah. Implikasi dari hal ini adalahpeningkatan terjadinya risiko aspirasi.

2. Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar 11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan bertumbuh secara berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan lemak.

3. Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah penurunan absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi sering terjadi.

3. Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia lebih dari 80 tahun.5 Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada saluran empedu, hati, kandung empedu, dan pankreas akibat proses menua:

1. Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini adalah terjadi penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL).

2. Perubahan proporsi lemak empedu tampa diikuti perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan sekresi kolesterol.

J. Perubahan pada Sistem Reproduksi 1. Pria Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi pria akibat proses menua:

1. Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2. Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.

2. Wanita Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita akibat proses menua:

1. Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah atrofi jaringan payudara dan genital.

2. Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasi dari hal ini adalah penurunan massa tulang dengan risiko osteoporosis dan fraktur, peningkatan kecepatan aterosklerosis.K. Perubahan Sosial1. Peran: post power sindrome, single women dan single parent2. Keluarga: kesendirian, kehampaan

3. Teman: ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal

4. Abuse: kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan)5. Masalah hukum: berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.

6. Pensiun: kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun). Kalau tidak, anak dan cucu yang akan memberi uang.

7. Ekonomi: kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia dan income security.8. Rekreasi: untuk ketenangan batin

9. Keamanan: jatuh, terpeleset.

10. Transportasi: kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok bagi lansia.

11. Politik: kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam sistem politik yang berlaku.

12. Pendidikan: berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan kesempatan untuk tetap berlajar sesuai dengan hak asai manusia

13. Agama: melaksanakan ibadah

14. Panti jompo: merasa dibuang/diasingkan.L. Perubahan PsikologisPerubahan psikologis lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan.

Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan ygn dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal berikut:

Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang lain

Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya

Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik

Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh dan/atau cacat.

Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah

Belajar memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa

Mulai terlibat dalam kegiatan masayarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan.3. Perawatan Lansia

A. Prinsip Pelayanan kesehatan Lansia

1. HolistikSeorang penderita lansia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya, meliputi lingkungan kejiwaan (psikologik), sosial, dan ekonomi. Memberi pelayanan harus dimulai di masyarakat sampai kepelayanan rujukan tertinggi yaitu rumah sakit yang mempunyai subspesialis geriatric. Pelayanan Kesahatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh, lintas sektoral dengan dinas/lembaga terkait dibidang kesejahteraan, misal, agama, pendidikan, kebudayaan dan dinas sosial dan harus mencakup aspek preventif, promotif,kuratif dan rehabilitatif

2. Tata kerja dan tatalaksana secara tim

Multi disipliner dalam mencapai pelayanan geriatri yang di laksanakan komponen utama (dokter, pekerjasosiomedik, perawat ) ditambah dengan tenaga rehabilitasi medik (Fisiotherapi, terapiokupasi, terapiwicara, psikolog/psikiater, farmasi, ahli gizi)

Macam-macam Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia yaitu :

1) Pelayanan kesehatan lanjut usia di masyarakat (Community based geriatric service)

a. Mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat termasuk para lansianya.

b. Puskesmas, dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan tingkat inic. Puskesmas berperan dalam membentuk klub/kelompok lanjut usia.

2) Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat berbasis rumah sakit (Hospital based community geriatric service)

a. Pada layanan tingkat ini, Rumah Sakit bertugas membina lansia baik langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada puskesmas di wilayah kerjanya Transfer of Knowledge berupa lokakarya, simposium, ceramah.

b. Rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.

3) Layanan kesehatan lansia berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Geriatric Service)a. Rumah Sakit menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia dari yang sederhana (poliklinik lansia) sampai pada yang maju ( bangsal akut, klinik siang terpadu nursing hospital, bangsal kronis dan atau panti werdha nursing home.

B. Prinsip Dasar Penanganan Rehabilitasi Medik Pada Lansia

1. Penanganan berdasarkan penyakit yang mendasari

2. Hindari komplikasi immobilitas

3. Memperlihatkan dan meningkatkan motivasi dan factor psikologik

4. Berikan dorongan untuk mobilisasi

5. Cegah isolasi socialC. Program- program yang dapat diberikan untuk para lansia

1. Program fisiotherapi :

a. Alih baring (untuk mencegah timbul dekubitus)

b. Latihan aktif dan pasif untuk anggota gerak

c. Latihan bangun, duduk, berdiri sendiri

d. Latihan jalan sendiri

2. Program Okupasiterapi

a. Latihan makan dan minum sendiri

b. Latihan memakai baju sendiri

c. Latihan menyisir rambut sendiri

d. Latihan mandi toileting sendiri

e. Latihan membersihkan tempat tidur/lingkungan sendiri

3. Program terapi wicara :

a. Mengajak berkomunikasi baik dengan bicara maupun isyarat

4. Program ortotis-prostetis

a. Mengevaluasi kondisi kamar mandi/jamban, apakah perlu di modifikasi bentuk, pegangan.

b. Mengevaluasi kondisi rumah, apakah ada tangga dirumah, perlu pegangan

c. Mengevalusi apakah perlu alat bantu untuk mobilisasi

5. Program psikoterapi :

a. Mengevaluasi keadaan lansia sehari-hari, apakah sulit tidur, sedih tidak mau berkomunikasi, tidak mau minum obat, tidak mau makan, tidak mau latihan

b. Memberikan motivasi semangat hidup.D. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Bagi Lansia

1. Populasi lansia merupakan populasi yang heterogen (Aspek kesehatan, segi psikologik, social dan ekonomi)

2. Jenis pelayanan yang dibutuhkan sangat bervariasi (Fisik, psikis, sosial dan ekonomi).E. Prinsip pemberian obat yang benar untuk pasien usia lanjut

1. Riwayat Pengobatan Lengkap

Pasien harus membawa semua obat, termasuk obat tanpa resep, vitamin dan bahan dari took bahan kesehatan. Tanya tentang alergi, efek yang merugikan (ADE), merokok, alcohol, kopi, obat waktu santai dan siapa pemberi obat.

2. Jangan Memberi Obat Sebelum Waktunya

Hindari memberikan resep sebelum diagnosis ditegakkan, bila keluhan ringan atau tidak khas, atau jika manfaat pengobatan meragukan

3. Jangan Menggunakan Obat Terlalu Lama

Lihat kembali daftar obat setiap pemeriksaan dan sesuaikan obat dengan kebutuhan. Hentikan obat yang tidak perlu lagi. Nilai penggunaan obat sesuai kebutuhan, juga obat tanpa resep.

4. Kenali Obat Yang Digunakann

Ketahui sifat farmakologi obat yang diberikan, efek merugikan dan keracunan yang mungkin terjadi. Nilai dengan teliti tanda-tanda kemunduran segi fungsi dan mental yang mungkin yang disebabkan obat.

5. Mulai Dengan Dosis Rendah Naikan Perlahan-Lahan

Pakai selalu dosis terendah untuk mendapatkan hasil. Gunakan kadar obat dalam darah bila ada tepat untuk masalah ini.

6. Obtain Sesuai Patokan

Gunakan dosis cukup untuk mencapai tujuan terapi, yang sesuai toleransi. Jangan mengurungkan terapi untuk penyakit yang dapat diobati

7. Beri Dorongan Supaya Patuh Berobat

Jelaskan kepada pasien tujuan pengobatan dan cara mencapainya. Buat instruksi tertulis. Pertimbangkan sulit tidaknya jadwal pengobatan, bbiaya dan kemungkinan efek merugikan bila memilih obat.

8. Hati-hati menggunakan obat baru

Obat baru belum dinlai tuntas untuk kelompok usia lanjut, dan rasio risiko/kegunaan sering tidak diketahui.

Sindrom Geriatri

a. Gangguan otak besar (Sindroma serebral) adalah kumpulan gejala yang terjadi akibat perubahan dari aliran darah otak. Pada lansia, terjadi pengecilan otak besar yang dalam batas tertentu masih dianggap normal. Aliran darah otak orang dewasa kurang lebih 50 cc/100 grm/menit. Apabila aliran kurang dari separuhnya, maka akan menimbulkan gejala-gejala gangguan otak besar. Ganguan sirkulasi ini dapat disebabkan karena hipertensi/darah tinggi, mengerasnya pembuluh darah, penyempitan akibat proses pengerasan pembuluh yang dipercepat dengan tingginya kolesterol darah (atheroskerosis), kencing manis, merokok dan darah tinggi.b. Bingung (Konfius)adalah suatu akibat gangguan menyeluruh pada fungsi pangertian (kognisi) meliputi derajat kesadaran, kewaspadaan dan terganggunya proses berfikir. Bingung tersebut meliputi bingung waktu, tempat dan orang yang merupakan istilah lain gagal otak akut. Gangguan memori dapat berupa gangguan jangka pendek, maupun jangka panjang. Ada gangguan angan-angan misalnya melihat sesuatu yang tidak ada (halusinasi)atau salah penglihatan. Ada enam ciri dari konfius antara lain derajat kesadaran yang menurun, gangguan cipta (persepsi), terganggunya siklus bangun tidur yaitu sulit tidur (insomnia); Aktifitas fisik bisa meningkat atau menurun, bingung, gangguan memori, tidak mampu belajar materi baru.c. Gangguan saraf otonom pada lanjut usia yang perlu diperhatikan adalah terjadinya perubahan aliran listrik saraf ke pusat otonom yang mengakibatkan tekanan darah rendah (hipotensi) pada posisi tegak, gangguan-gangguan pengaturan seperti pada pengaturan suhu, gerak kandung kemih, saluran makanan di leher dan usus besar.

d. Inkontinentia urin yaitu, sering berkemih tanpa disadari oleh lansia. Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium, kesadaran kurang; R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi, impaksi feces; P: pharmasi/obat-obatan, poliuri). Inkontinensia alvi, sering buang air besar/defekasi tanpa disadari. Peristiwa ini tidak menyenangkan, tetapi tidak terelakkan. Diantara penderita inkontinensia urin35% menderita inkontinensia alvisehingga mekanismenya dianggap sama. Feses bisa berupa cair atau belum berbentuk bahkan dapat merembes dipakaian atau tempat tidur. Keluarnya feses yang sudah berbentuk dapat terjadi sekali atau dua kali per hari. Hal ini dapat disebabkan hilangnya refleks anal/anus dan disertai lemahnya otot-otot seran lintang yang melingkari anus. Sering ini merupakan gejala awal penyakit saluran cerna bawah, bahkan sangat mungkin disembuhkan apabila diobati pada waktu dini. e. Jatuh yaitu suatu kejadian yang menyebabkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka dan merupakan salah satu masalah utama lansia.

f. Penyakit tulang dan patah tulang menjadi salah satu sindroma geriatrik, dalam arti angka kejadian dan akibatnya pada lansia cukup bermakna. Hal ini sejalan dengan bertambahnya usia, maka terjadi peningkatan hilangnya massa tulang deengan kejadian patah tulang berbanding lurus/linier. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5-1% per tahun dari berat tulang pada wanita paska menopause dan pria > 80 tahun. Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoklas) dan pembentukan (dilaksanakan oleh sel-sel osteoblas)yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth sport).g. Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur hal tersebut merupakan masalah khusus pada lanjut usia dan erat kaitannya dengan imobilitas. Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawahnya, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Seseorang yang tidak imobil atau bisa alih posisi dapat berbaring berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam satu jam. Pergantian posisi ini walaupun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.

Etiologi Demensia atau pikunDemensia Degeneratif

Penyakit Alzheimer

Demensia frontotemporal

(misalnya; Penyakit Pick)

Penyakit Parkinson

Demensia Jisim Lewy

Ferokalsinosis serebral idiopatik

(penyakit Fahr)

Kelumphan supranuklear yang

progresif

Trauma

Dementia pugilistica,

posttraumatic dementia

Subdural hematoma

Lain-lain

Penyakit Huntington

Penyakit Wilson

Leukodistrofi metakromatik

Neuroakantosistosis

Infeksi

Penyakit Prion (misalnya

penyakit Creutzfeldt-Jakob,

bovine spongiform encephalitis,

(Sindrom GerstmannStraussler)

Acquired immune deficiency

syndrome (AIDS)

Sifilis

Kelainan Psikiatrik

Pseudodemensia pada depresi

Penurunan fungsi kognitif pada

skizofrenia lanjutKelainan jantung, vaskuler dan anoksia

Infark serebri (infark tunggak

mauapun mulitpel atau infark

lakunar)

Penyakit Binswanger

(subcortical arteriosclerotic

encephalopathy)

Insufisiensi hemodinamik

(hipoperfusi atau hipoksia)

Fisiologis

Hidrosefalus tekanan normal

Penyakit demielinisasi

Sklerosis multipel

Kelainan Metabolik

Defisiensi vitamin (misalnya

vitamin B12, folat)

Endokrinopati (e.g.,

hipotiroidisme)

Gangguan metabolisme kronik

(contoh : uremia)

Obat-obatan dan toksin

Alkohol

Logam berat

Radiasi

Pseudodemensia akibat

pengobatan (misalnya

penggunaan antikolinergik)

Karbon monoksida

Tumor

Tumor primer maupun metastase

(misalnya meningioma atau tumor

metastasis dari tumor payudara

atau tumor paru)

Daftar Pustaka

Maryam, R Siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta.

Darmojo, B. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmnu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Darmojo, B. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmnu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Agoes, Anwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. EGC. Jakarta

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC

Miller, Carol A.1999.Nursing Care of Older Adults: Theory and Practice.Philadepia: Lippincott

Toni Setiabudhi dan Hardiwinoto.1999.Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Dilman, Vladimir et. al. Theories Of Aging. http://www.antiaging-systems.com/ARTICLE-613/theories-of-aging.htm. Diaskes pada tanggal 3 April 2013Tamher dan Noorkasiani.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika

Dwi Lestari Muliyani.2009.Penuaan Pada Sistem Neurologis. http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/01/erfanfandyyahoo-com/. Diakses pada tanggal 3 April 2012