Patra Energy Review 2

24
PATRA Energy Review MENUJU KETAHANAN ENERGI NASIONAL DIVISI KAJIAN ENERGI HMTM PATRA 2013/2014 Edisi #4

description

description

Transcript of Patra Energy Review 2

Page 1: Patra Energy Review 2

PATRAEnergy Review

MENUJU KETAHANAN ENERGI NASIONAL

DIVISI KAJIAN ENERGI HMTM PATRA 2013/2014

Edisi #4

Page 2: Patra Energy Review 2

2 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Kapabilitas Industri Hulu Migas Indonesia

Siapa Penguasa Blok Mahakam Selanjutnya?

Listrik dan Indonesia: Di Ujung Tanduk atau Diambang

Kebangkitan?

CONTENTS3

8

6

Aditya Prasetyo 12210021

Andy Rosman H. 12211032

Alris Alfharisi12211014

Solusi Energi Indonesia:Akankah Kita Terus Bergan-tung Pada Minyak Bumi Dan

Gas Alam?

12

Aris Tristianto Wibowo 12210022

Gas Sebagai Sumber Energi Pengganti Minyak

14

Isna Rasyad Hanief 12211021

Masih maukah kita menggu-nakan BBM SUBSIDI?

17

Jody Aria Widjaya 12211034

Iklim Investasi Energi di Indonesia. Meningkatkan

Nilai Jual dan Produktivitas Sumber Daya Energi.

Pantaskah Sistem Kso Diter-apkan?

19

22

Luthfan Nur Azhim12211038

Aldia Syamsuduha 12210027

&Temmy Surya Kurniawan

12210073

Page 3: Patra Energy Review 2

Perlu diketahui bahwa dasar pengelolaan migas di In-donesia sebenarnya sudah dirancang dengan ide Kon-

trak Production Sharing (PSC). Ide Kontrak Bagi Hasil ini diinisi-asi oleh Bung Karno, terinspirasi dari pengelolaan pertanian di Jawa. Kebanyakan petani adalah bukan pemilik sawah dan mereka mendapatkan penghasilannya dari bagi hasil. Pengelolaan ada ditangan pemiliknya. Pak Ibnu Sutowo juga menyatakan bahwa yang dibagi dari sistem PSC adalah minyak/gas (hasilnya) dan bukan uangnya. Intinya adalah kita harus menjadi Tuan di rumah kita sendiri. Itulah sebabnya dalam Kontrak Production Shar-ing Manajemen ada di tangan pemerintah.

Dasar perbedaan utama yang dapat dilihat dari konsesi dan PSC adalah pada sistem audit dan manajemen. Konsesi menya-takan, manajemen ada di tangan kontraktor, yang penting adalah dia membayar pajak. Sistem audit disini adalah post audit saja. Se-dangkan pada PSC, manajemen ada di tangan pemerintah. Setiap kali kontraktor mau mengem-

bangkan lapangan dia harus menyerahkan POD (Plan of Devel-opment), WP&B (Work Program and Budget) atau program kerja dan pendanaan serta AFE (Au-thorization for Expenditure) atau otorisasi pengeluaran supaya pengeluaran bisa dikontrol. Sistem audit di sini adalah pre, current, dan post audit.

Pemikiran Bung Karno ini memiliki tujuan mengusahakan min-yak kita sedapat mungkin oleh kita sendiri. Kemudian bangsa Indonesia dapat belajar cepat tentang bagaimana mengelola perusahaan minyak serta belajar cepat untuk menguasai teknologi dibidang perminyakan. Ide PSC ini menjadi pelopor sistem kontrak di berbaagai negara namun sayang ide ini justru lebih berhasil dilaksanakan oleh Petronas Ma-laysia. Walaupun demikian, kita cukup berbangga hati mempu-nyai Medco dan perusahaan-pe-rusahaan swasta nasional lainnya yang dapat menyaingi perusa-haan multinasional. Pengelolaan Migas di Indonesia dan Intensifikasi ProduksiSebagai bagian dari visi pen-

gusahaan migas di Indonesia adalah untuk memanfaatkan migas untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945), maka dari itu termina-si-terminasi kontrak sebaiknya diprioritaskan untuk dikerjakan perusahaan-perusahaan Nasion-al (Pertamina, Swasta Nasional, Perusahaan Daerah) atau paling tidak saham Nasional lebih besar. Pengusahaan migas sebagian besar dilakukan oleh perusahaan multinasional di banyak Negara berkembang, termasuk Indonesia berdasarkan suatu kontrak.

Sebelum melakukan peningkatan produksi terlebih dahlu kita harus mempertahankan stocknya. Stock atau proven reserves (cadangan terbukti) pada migas turun den-gan produksi dan naik dengan penemuan serta Improved Oil Recovery (IOR). Cadangan yang belum ditemukan berkurang dengan adanya penemuan kare-na cadangan tersebut menjadi terbukti. Investasi meningkat jika potensi mendapat keuntungan meningkat. Keuntungan adalah fungsi dari produksi, harga, biaya dan pedapatan pemerintah. Teknologi berpotensi menurunkan

Data Discovery, Produksi, serta Revenue dari minyak dan gas - SKK MIGAS

Kapabilitas Industri Hulu Migas Indonesia

Oleh: Aditya Prasetyo (12210021)

3PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 4: Patra Energy Review 2

biaya, sedangkan memelihara lingkungan baik fisik maupun sosial membutuhkan biaya.

Lesunya eksplorasi mengakibat-kan sedikitnya penemuan cadan-gan baru, secaraa berurutan mengganggu dan menurunkan produksi minyak kita. Di samp-ing oleh tingginya country’s risk untuk Indonesia, lesunya eksplor-asi tersebut disebabkan oleh diterapkannya Bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan pajak penghasilan (PPh) impor sejak diberlakukannya UU No. 22 / 2001. Menurut Goldman Sachs Riset Institute (GSRI) 2007, Indonesia termasuk Negara yang berkatagori very high risk. Resiko tersebut ditentukan berdasarkan korupsi, aturan hukum, stabilitas politik, kualitas regulasi, dan indeks pembangunan manusia.

Pemerintah perlu memberitahu kontraktor bahwa kriteria utama untuk perpanjangan kontrak adalah memproduksikan lapan-gan yang sudah ditemukan dan melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah kerja yang sudah produksi karena disamping itu banyak kontraktor yang kurang melakukan eksplorasi di wilayah kerjanya yang sudah produksi, akibatnya cadangan dan produk-sinya cepat menurun. Solusi sing-kat bisa dilakukan peningkatan produksi dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan mem-produksikan lapangan-lapangan yang terlantar dengan meminta kontraktor untuk melepaskannya dan kemudian dioperasikan oleh perusahaan terpilih yang berse-dia memproduksikannya. Usaha lain adalah meminta kontrak-tor melakukan IOR, termasuk Enhanced Oil Recovery (EOR), seoptimal mungkin. Apabila dia tidak bisa melakukannya sendiri, maka dengan persetujuan pemer-intah, dapat melakukan perfor-mance based contract dengan perusahaan jasa yang berniat melakukan IOR tersebut, dengan memberikan fee atau sebagian produksi hanya apabila terjadi penambahan produksi. Produksi dapat ditingkatkan pula dengan dipercepatnya pembebasan

tanah, ijin penggunaan lahan, diperbaikinya sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan (partnership) dengan investor baik di Ditjen Migas maupun BP Migas, koordinasi yang baik antara instansi terkait, termasuk pusat dan daerah.

Permasalahan gas adalah iming-iming harga ekspor yang cukup tinggi dan belum jelas-nya insentif apabila gas terse-but digunakan untuk domestik dengan harga lebih rendah. Gas lain yang bisa digunakan adalah Coal Bed Methane (CBM) yaitu gas methana yang ada dalam lapisan-lapisan batubara dima-na cadangannya cukup besar. Indonesia perlu memberlakukan penerimaan pemerintah yang leb-ih rendah untuk CBM dibanding-kan gas, karena biaya produksi CBM lebih mahal dibanding gas. Untuk pengembangan gas dan CBM perlu dipertimbangkanharga gas domestik yang menarik, misal $ 6/MSCF. Perlu disadari bahwa $ 6/MSCF gas hanya setara dengan $ 36 /BOE minyak. Lapangan gas medium dan kecil serta CBM memerlukan media transporta-si berupa pipa. Pembangunan infrastruktur gas tersebut perlu ditingkatkan.

Iklim dan Kemampuan NasionalBahwa tidak benar dikatakan apabila prospek eksplorasi di Indonesia rendah, karena di

Malaysia ditemukan prospek Kikeh dilaut dalam dengan cadangan 1 Milyar BOE (Barrel of Oil Equivalent) sehingga laut dalam di Indonesia terutama selat Makasar menjadi perhatian perusahaan-perusahaan raksasa. Proyek-proyek raksasa LNG di Australia yang sedang dikem-bangkan adalah Evans Shoal, Gorgon,Ichthys, Pluto, Browse dan Bay Undan, sedangkan di Indonesia hanya Tangguh. Ting-ginya resiko di Indonesia menga-kibatkan perusahaan-perusahaan migas hanya berkonsentrasi pada mempertahankan produksi lapa-ngan-lapangan yang sudah ada, akibatnya produksi turun.PSC perlu dipertimbangkan sistem bagi hasil yang fleksibel dan tidak kaku, yang berbeda untuk harga, penghasilan atau perbandingan penghasilan dan biaya yang berbeda untuk pengembangan lapangan-lapan-gan yang kurang ekonomis.Kemudian terdapat keluhan dari kontraktor mengenahi kelambatan persetujuan POD dari BPMigas. Lambatnya persetujuan tersebut diakibatkan oleh evaluasi cadan-gan lagi secara rinci sesudah kontraktor meminta persetujuan POD. Padahal cadangan tersebut sudah disertifikasi. Persetujuan ini bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan melampaui satu tahun. Akibatnya, apabila POD disetujui, biaya sudah jauh meningkat dari perkiraan sebelumnya, sehingga

Peta cekungan-cekungan yang berpotensi di Indonesia, terlihat bahwa banyak cekungan di Indo-nesia timur belum memperlihatkan tanda-tanda produksi, dan dibutuhkan lebih banyak eksplorasi. - SKK MIGAS

4 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 5: Patra Energy Review 2

perlu direvisi dan membutuhkan waktu yang lama lagi dan seter-usnya.Lingkungan yang baik karena terdapat permasalahan- permas-alahan yang perludi selesaikan di daerah operasi, yaitu: 1. Pem-bebasan Tanah, 2.Tumpang tin-dih kepemilikan lahan (ada yang mengaku memi-liki, padahal sudah dibeli), 3.Tumpang tindih dengan perkembangan pembangunan infrastruktur di daerah operasi, 4. Tumpang tindih dengan kehutan-an, 5. Ijin operasi dan penanga-nan limbah dari KLH.Apabila Indonesia dapat mem-berantas korupsi serta mening-katkan kualitas aturan hukum, stabilitas politik, kualitas regulasi dan indeks pembangunan manu-sia, memperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di Ditjen Migas maupun SKK Migas di samping itu dapat mengatasi permasalahan tanah, tumpang tindih lahan, permasalahan antar instansi dan permasalahan desentralisasi maka diharap-kan investasi hulu migas akan meningkatUntuk mempertahankan pe-masokan energi diperlukan biaya yang dibutuhkan sektor tersebut. Biaya tersebut dapat dipergu-nakan untuk meningkatkan kual-itas informasi bagi penawaran-konsesi-konsesi baru, termasuk melakukan survai geologi dan geofisik (gravity dan seismik) pendahuluan, serta meningkatkan kemampuan Nasional (untuk pen-didikan, pelatihan danpenelitian hulu migas). Sebagai perband-ingan, untuk mempertahankan kelestarian hutan orang menggu-nakan Dana reboisasi dari royalty yang besarnya secara teoritis dihitung berdasarkan biaya yang dibutuhkan untuk menanam kem-bali setiap pohon yang ditebang. Sebagai perbandingan biaya listr-ik (bahan bakar dan pembangkit) dari batubara (US$ 70/ton) adalah 6 sen dolar per kWh, gas (US$ 6/

MMBTU) serta panas bumi 8 sen dolar per kWh dan dari BBM (Rp. 7200/liter) sekitar 24 sen dolar per kWh. Dengan begitu bisa di-analogikan bahwa pemakai BBM seperti halnya menaiki porsche,

sedangkan kalau memakai yang lain sama dengan naik bis kota. Harus kembali ubah mindset bah-wa Indonesia bukan negara kaya minyak, sangat ceroboh jika ma-sih mengantungkan penggunaan energi kepada minyak. Bahkan Iran yang kaya dengan minyak (cadangan terbukti 137,5 milyar barel dan produksi 4,3 juta barel per hari pada 2006), berusaha untuk mengunakan nuklir untuk listrik, BBG untuk transportasi, LPG dan gas kota untuk mema-sak. Iran berusaha untuk mengek-spor minyak sebanyak mungkin karena hal tersebut adalah yang paling menguntungkan. Demikian pula Norwegia, walaupun Negara tersebut memproduksikan minyak sebesar 2,8 juta barel per hari pada tahun 2006 pemakaian domestiknya hanya 200 ribu barel per hari, yaitu hanya untuk transportasi. Untuk listrik, Negara ini menggunakan tenaga air. Perlu dicatat bahwa cadangan terbukti minyak Indonesia (3,7 milyar pada 2013) hanya 0,33% cadan-gan minyak dunia, cadangan gas 1,7% cadangan gas dunia, cadangan batubara 3,1% cadan-gan batubara dunia dan potensi panas bumi Indonesia diperkira-kan 40% potensi panasbumi dun-ia, terlebih dengan teknologi terki-ni hidrokarbon non-konvensional mulai menjadi ekonomis. Perlu adanya road map peningkatan kemampuan Nasional untuk pen-ingkatan partisipasi perusahaan maupun perusahaan jasa dan barang migas. Perlu diprioritas

bagi Perusahaan Nasional untuk kontrak yang sudah habis. Mas-alah utama peningkatan kemam-puan Nasional Indonesia adalah terbatasnya modal. Walaupun demikian, sesungguhnya terdapat

uang tersedia di Bank-bank di Indonesia, teta-pi mereka ma-sih ragu-ragu untuk mendanai proyek migas karena belum terlalu menge-nalnya. Perlu pertemuan stakeholders

migas den-gan Bank untuk meningkatkan investasi di bidang migas. Bank dianjurkan memberikan pinjaman untuk kegiatan migas (eksploita-si). Untuk kehati-hatian dianjurkan agar pinjaman tersebut digu-nakan langsung untuk mem-biayai kegiatan produksi. Ahli Perminyakan Indonesia di Luar Negeri dapat digunakan untuk meningkatkan pendidikan, pela-tihan dan penelitian migas untuk menjadikan Indonesia terpan-dang di dunia migas. Peningka-tan kemampuan Nasional dalam mengelola migas domestik dapat menjadikannya perusahaan Multi Nasional dan dapat menghimpun dana dari Luar Negeri serta men-jamin security of supply migas dari usaha migas di Luar Negeri seperti yang dilakukan Petronas, Petrochina, dll.

Dengan begitu bisa di-analogikan bahwa pemakai

BBM seperti halnya me-naiki porsche, sedangkan

kalau memakai yang lain sama dengan naik bis kota. Harus kembali ubah mind-

set bahwa Indonesia bukan negara kaya minyak, sangat ceroboh jika masih mengan-tungkan penggunaan energi

kepada minyak”

Komposisi produksi energi listrik berdasarkan jenis bahan bakar total Indonesia (GWh) - pln.co.id

5PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 6: Patra Energy Review 2

Listrik, seperti yang kita semua ketahui adalah bagian integral dari mas-yarakat dan merupakan

salah satu faktor utama dalam kemajuan industri di seluruh neg-ara. Tanpa adanya pasokan listrik yang baik, maka sebuah negara dan masyarakat tidak akan dapat berkembang dengan optimum karena hampir setiap aktivitas yang kita lakukan saat ini bersifat electricity-driven. Mesin-mesin, komputer, lampu, dan hal-hal lain yang sangat penting membutuh-kan kondisi listrik yang baik untuk beroperasi. Di Indonesia, dunia kelistrikan diatur oleh badan pemerintahan yang bernama PLN(Perusahaan Listrik Negara) dan tampaknya sampai saat ini kinerja dari PLN Persero masih kurang optimum. Masih banyakn-ya pemadaman bergilit di berbagi tempat di Indonesia yang dikare-nakan defisit daya PLN. Pada tahun 2009, 50% dari Sistem Kelistrikan Nasional mengalami defisit daya dan 50% tersebut adalah Sistem Kelistrikan di Jawa, Madura dan Bali.

Pada tahun 2010, kapasitas pembangkit listrik di In-donesia mencapai 31.6 GW yang merupakan gabungan dari PLN dan Independent Power Produc-er(Swasta). Kapasitas 31.6 GW didominasi oleh 35% Pembangkit Listrik Batu Bara, 26% Pemban-gkit Listrik Tenaga Uap Gas, 12% Pembangkit Listrik Tenaga Air, serta 9% dari Renewable Enery.

Mungkin jika sekilas kita lihat, su-dah cukup baik kita memiliki 9% EBT sebagai sumber generator listrik. Tetapi masalahnya, selama tahun 2000-2010, pemakaian BBM sebagai sumber tenaga listrik meningkat 6,38% per tahun, batu bara 6,19% per tahun, serta gas 2,16% per tahun. Permasala-hannya adalah dengan kondisi rupiah saat ini yang melemah,

Listrik dan Indonesia: Di Ujung Tanduk atau Diambang Kebangkitan?

Draft Energy mix untuk tahun 2025 - Dewan Energi Nasional

Oleh: Alris Alfharisi (12211014)

6 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 7: Patra Energy Review 2

konsumsi BBM yang semakin banyak akan menimbulkan dis-paritas harga operasional dengan harga jual yang meningkatkan anggaran subsidi listrik. Pemer-intah mengusulkan subsidi listrik pada tahun 2014 sebesar Rp 87,2 triliun. Usulan ini menggunakan asumsi ICP US$ 106 per barrel dan nilai tukar rupiah Rp 9750 per dollar Amerika Serikat. Dengan kondisi rupiah yang mencapai Rp 12000 per dollar Amerika Serikat, maka akan ada kenaikan menca-pai Rp 20,1 triliun. Untuk menangani mas-alah tersebut, terbesitlah inisiatif dari pemerintah untuk melakukan berbagai kebijakan dan salah satu kebijakan yang akan kita bahas disini adalah konversi listrik yakni pemberian berbagai insentif supaya kita tidak berpatok pada batu bara dan BBM sebagai sumber utama pembangkit listrik. Target yang paling utama yang akan dicapai pemerintah adalah pada tahun 2025(tercantum pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025) dimana EBT mengambil bagian 25,9% dari total Energy Mix. Untuk menca-pai target tersebut, beberapa kebijakan pun sudah dambil Menteri ESDM salah satunya Per-men ESDM nomor 4 tauhn 2012 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik. Harga pembelian tenaga listrik berbasis biomasa dan biogas adalah Rp 975/kWh(tegangan menengah) dan Rp 1325/kwh(tegangan rendah). Begitu juga untuk jenis EBT yang lain seperti tenaga lis-trik berbasis sampah, dll. Tujuan dari kebijakan ini adalah supaya di masa depan, Indonesia tidak hanya menggunakan BBM dan batu bara sebagai pembangkit listrik.Selain sumber energi yang disebutkan diatas, sumber listrik paling potensial yang dimiliki Indonesia adalah energi panas bumi atau geothermal. Untuk me-menuhi kebutuhan listrik nasional, pemerintah menargetkan menam-bah 5000 megawatt sumber listrik

baru setiap tahun da 400 mega-watt diantaranya berasal dari panas bumi. Potensi geothermal Indonesia adalah salah satu yang paling besar karena letak negara kita yang berada di lempeng tektonik paling aktif di Indonesia sehingga Indonesia memiliki 40% dari total sumber geotermal dunia dan jika seluruhnya bisa dikem-bangkan, akan setara dengan pembakaran 12 miliar barrel minyak. Tetapi, keuntungan utama dari geothermal sendiri adalah karena letaknya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia sehingga dapat meminimisasi masalah distribusi bahan bakar yang selama ini menjadi momok pemadaman bergilir di berbagai tempat. Terlebih lagi, saat ini sudah ada berbagai perusahaan yang melakukan investasi di geothermal seperti Chevron dan Pertamina. Tetapi, satu masalah utama yang masih dihadapi geothermal adalah kurang insiatif pemerintah untuk memberikan insentif kepada perusahaan karena mengembangkan geother-mal bukanlah hal yang mudah, bahkan relatif mahal sehingga perusahaan harus bisa secepta mungkin mencapai Break Even Point(BEP), namun harga listr-ik dari geothermal dibeli PLN dengan harga yang sangat murah sehingga menimbulkan profit margin yang sedikit bahkan mun-gkin merugi sehingga perusahaa harus melakukan outsourcing dana dari bidang bisnis mereka yang lain untuk menutupi hedge cost tersebut. Oleh karenanya sangat penting untuk pemerin-tah membuat kebijakan dengan

memberikan subsidi di awal, tetapi jika perusahaan sudah mencapai BEP, kita semua dapat merasa diuntungkan karena had-irnya sumber listrik yang bersih dan sustainable.Dari penjelasan diatas, kita sudah dapat melihat kondisi kelistrikan kita saat ini, apa saja yang sudah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kondisi tersebut, serta energi alternatif yang san-gat potensial dalam memberikan supply listik.

Tetapi, itu semua akan ter-gantung lagi dengan peran

kita dalam menggunakan listrik secara bertanggung

jawab, mengawasi pemer-intah dalam menjalankan tugasnya, serta dedikasi

pemerintah dalam melaku-kan target-targetnya.

Potensi Geotermal dan kapasitas yang sudah terinstall - Sukhyar 2011

7PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 8: Patra Energy Review 2

Miris memang kalau dilihat keadaannya sekarang, yang menguasai lapan-gan-lapangan migas di

Indonesia adalah para kontraktor asing. Jika dilihat dalam angka, Pertamina sebagai BUMN yang bergerak dalam sector migas hanya menguasai 49% lapangan migas yang ada di Indonesia atau kurang dari setengahnya. Sistem kontrak kerja sama (KKS) ini memang telah diatur dalam

UU migas no. 22 tahun 2001, dimana disebutkan bahwa suatu badan usaha dapat melakukan kontrak terhadap suatu lapangan dalam jangka waktu maksimal 30 tahun dan dapat mengajukan perpanjangan maksimal selama 20 tahun. Kabar baiknya adalah, hingga tahun 2021 mendatang, terdapat sekitar 29 blok migas asing yang akan habis masa kon-traknya. Beberapa di antaranya yaitu Siak (Chevron, habis 2013),

Mahakam (Total, 2017), South Su-matra, SES (CNOOC,2018),South Natuna Sea B (Conoco-Phillips, 2018), East Kalimantan (Chevron, 2017), Sanga-sanga (Virginia, 2018), Lho Sukon B (Exxon, 2017), Corridor, Bertak, dan Bijak Ripah (Conoco-Phillips, 2016), Onshore Salawati Basin (Petro-China,2016), dan Arun B (Exxon, 2017). Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, bagaimana nasib lapangan-lapangan minyak

Siapa Penguasa Blok Mahakam Selanjutnya?

Oleh: Andy Rosman H. (12211032)

8 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 9: Patra Energy Review 2

tersebut setelah masa kontraknya habis? K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) wajib mengemba-likan seluruh wilayah kerja kepa-da Menteri ESDM melalui badan regulator yang berwenang (SKK Migas) setelah jangka waktu KKS berakhir, sehingga wilayah kerja yang dikembalikan oleh K3S menjadi wilayah kerja terbu-ka. Disini, PT Pertamina dan kontraktor asing mempunyai kesempatan yang sama un-tuk mengajukan permohonan kepada Menteri ESDM untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tersebut dan Menteri ESDM dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbang-kan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan baik dari PT Pertamina maupun kontraktor asing. Kejanggalan yang ter-jadi disini adalah tidak adanya privilege bagi Pertamina sebagai tuan rumah dalam hal ini. Pada undang-undang tersebut posisi Pertamina benar-benar diseja-jarkan oleh kontraktor-kontraktor multinasional yang memang lebih baik dari Pertamina baik dari segi teknis maupun pengalaman. Walapun Negara tetap mendapat bagian karena adanya sistem PSC (Production Sharing Con-tract) meskipun lapangan minyak tersebut dikelola oleh asing, tetap saja sumber daya alam yang kita miliki harus sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Selain itu, ini juga bukan hanya kare-na keuntungan besar semata, tetapi juga demi ketahanan dan kemandirian energy nasional kedepannya.

Mahakam: Penghasil Gas Ter-besar di IndonesiaBlok Mahakam menjadi salah satu yang paling banyak diperbincangkan karena blok yang akan habis masa kontrak-nya pada tahun 2017 ini adalah lapangan migas dengan produksi gas terbesar di Indonesia sampai

saat ini. Awalnya Kontrak Ker-ja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997. Namun akhirnya kontrak blok Mahakam ini diperpanjang selama 20 tahun sampai 2017 mendatang. Blok Mahakam memproduksikan gas rata-rata sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Cadangan gas blok ini sekitar 27 triliun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 tcf) cadan-gan telah dieksploitasi, dengan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik, blok Mahakam berpotensi pendapatan kotor US$ 160 miliar atau sekitar Rp 1500 triliun! Jika diband-ingkan dengan pembangunan infrakstruktur pemukiman “hanya” diperlukan biaya sekitar Rp 22,4 triliun, jadi bisa dibayangkan

berapa banyaknya sector pemba-ngunan yang bisa ditingkatkan dari hasil pendapatan dari blok Mahakam ini.Karena besarnya cadangan tersisa, pihak asing tergiur untuk mengajukan perpanjangan kontrak. Disamping perminta-an oleh manajemen Total, PM

Prancis Francois Fillon pun telah meminta perpan-jangan kontrak Mahakam pada kesempatan kunjungan ke Jakarta Juli 2011. Disamp-ing itu Menteri Perda¬ga¬ngan Luar Negeri Pran¬cis Ni¬cole Bricq kembali meminta perpan-jangan kontrak saat kunjungan Jero Wacik di Paris, 23 Juli 2012. Hal yang

sama disam-paikan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wakil Presiden Boediono dan Presiden SBY pada 14 September 2012.Gencarnya usaha menguasai Blok Mahakam ini tidak saja dilakukan oleh pihak asing, me-lainkan diperlihatkan beberapa pihak dalam negeri juga. Mulai dari tenaga pekerja sector migas, para ahli dan konsultan, dosen, mahasiswa, termasuk beberapa kalangan menteri Indonesia ban-yak berpendapat bahwa sebaikn-ya Blok Mahakam ini diserahkan kepada BUMN (dalam hal ini adalah Pertamina) dan dikuasai oleh Negara sepenuhnya hingga akhirnya keluar sebuah Petisi Mahakam. Selain itu, dari PT Pertamina sendiri telah menya-takan keinginan mengelola blok Mahakam berkali-kali sejak 2008, diantaranya adalah mengada-kan pertemuan pada BP Migas, melakukan negosiasi dengan manajemen Total, dan terakhir Dirut Pertamina, Karen Agusti-awan meminta langsung kepada

Kepemilikan Migas dan CBM di Indonesia per mei 2012 - BP MIGAS

9PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 10: Patra Energy Review 2

pemerintah sekaligus menyatakan kesanggupan Pertamina menge-lola Blok Mahakam.Tetapi tidak semua kalangan sependapat dengan hal itu. Mantan Kepala BP Migas R.Priyono misalnya, mengatakan mendukung Total untuk tetap menjadi opera-tor (7/2012). Mantan Wamen ESDM Profesor Rudi Rubiandini juga meminta agar Pertamina tidak perlu bernafsu menjadi operator blok Mahakam, karena Pertamina tidak akan sanggup secara SDM, teknologi dan finansial, akibat besar dan sulit-nya ladang Mahakam (13/9/2012). Siapkah Pertamina?Kekhawatiran utama jika Blok Mahakam ini dikelola Pertamina ada-lah turunnya produksi migas karena ketida-kmampuan Pertamina menghandle blok Mahakam ini dengan baik. Turunnya produk-si migas bagi Negara yang sangat bergan-tung terhadap minyak seperi Indonesia ini akan berdampak sangat besar, apalagi sekarang Indonesia terus berusa-ha menggenjot produksi minyaknya demi men-cukupi kebutuhan harian kita terhadap minyak. Bayangkan saja, sampai tengah tahun ini aktivitas impor minyak untuk me-nutupi kekurangan produksi kita sudah mencapai US$6,89 miliar atau setara dengan Rp. 70,27 triliun dengan kurs dollar pada waktu itu. Dimana nilai impor tersebut menyebabkan neraca perdagangan ekspor-impor kita menjadi defisit. Jika nanti produk-si minyak kita turun, maka kita harus impor lebih banyak minyak lagi, ditambah ketidakpastian nilai tukar dollar nantinya. Tentunya ini akan berdampak sangat buruk

4.300 BOPD di 2008 menjadi rata-rata 5.400 BOPD di 2010. Selain itu Pertamina juga berha-sil mengembangkan Lapangan

Limau (Sumatera Sela-tan) dengan produksi rata-rata 6000 BOPD di 2007 meningkat menjadi 12.000 BOPD pada 2010. Lalu yang paling utama adalah sejak lapangan ONWJ (Offshore North West Java) dan WMO (West Madura Offshore) diambil alih Pertamina (Sebelumnya BP dan Kodeco). Dari tahun ke tahun produksinya terus meningkat. Produksi lapangan ONWJ naik 21 ribu barel per hari menjadi 30 ribu barrel per hari. Sementara itu, di lapangan WMO, Pertamina menargetkan kenaikkan produksi dari 13.400 barrel per hari menjadi 40.500 barrel per hari dalam lima tahun ke depan.Namun tetap saja prestasi tersebut tidak dapat menjadi jaminan kalau nanti kedepan-nya Pertamina akan berhasil mengelola blok mahakam dengan baik. Karena Mahakam adalah salah satu lapangan gas terbesar di Indonesia yang pasti

akan membutuhkan manajemen yang jauh lebih baik

dibandingkan den-gan lapangan-lapangan migas yang dikelola Pertamina seka-rang. Sumur yang dikelola Total

terhadap kondisi keuangan RI.Jika dilihat sebenarnya terdapat beberapa pencapaian memuas-kan yang berhasil ditorehkan

Pertamina. Sebenarnya kasus pengambilalihan blok migas ini bukan merupakan yang perta-ma bagi Pertamina. Pertamina berhasil meningkatkan produksi minyak Lapangan Sangasanga –Tarakan, Kalimantan Timur, dari

Porsi pembagian produksi pada beberapa company - BP MIGAS

Lokasi lapangan minyak dan gas di Blok Mahakam - ESDM.go.id

10 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 11: Patra Energy Review 2

sekarang akan dipakai juga oleh Pertamina nantinya.Untuk aspek SDM, Pertamina telah mendapatkan sertifikat standar international. Manaje-men Keuangan Pertamina telah mendapatkan standar IFRS (Inter-national Financial Reporting Stan-dard), selain itu juga pelatihan

HSSE (Health, Safety, Security, Environment) mendapat sertifikat dari OPITO. Tetapi tetap saja itu semua bukan merupakan jaminan untuk menjawab tantangan di atas, karena selama ini Pertam-ina hanya mengelola lapangan kecil saja, dan jauh dibandingkan dengan blok Mahakam yang merupakan ladang gas terbesar di Indonesia.Terakhir aspek modal, jika diibaratkan kita akan melakukan suatu bisnis besar dan dipastikan kita akan mendapatkan keuntun-gan yang sangat besar

pula, maka walaupun kita tidak mempunyai modal kita akan berusaha meminjam modal itu dari manapun. Begitu juga den-gan Pertamina, jika dilihat dari penjelasan sebelumnya dengan pendapatan mencapai 1500 trili-un, maka seharusnya Pertamina ataupun Negara ini bisa memin-jam modal untuk mengelola blok

Mahakam ini.Jika ditarik kesimpulan, me-mang masih banyak yang harus dipersiapkan Pertamina agar bisa menguasai blok-blok migas yang ada di Indonesia termasuk blok Mahakam ini. Tetapi momentum nasionalisme ini harus dijalani dari sekarang juga, mengacu

kepada perkem-bangan Pertamina dan ketah-anan dan kemandirian energy na-sional kita. Momentum nasion-alisme migas ini tidak hanya diusahakan

oleh Pertami-na saja, tetapi

juga oleh semua kalangan teruta-ma pemerintah. Pemerintah harus bisa bersikap tegas terhadap peraturan dan undang-undang yang dibuatnya dan tentu saja ha-rus menunjukkan keberpihakan-nya kepada Pertamina sebagai National Oil Campany (NOC) milik Indonesia.

saat ini berjumlah lebih dari 1000 sumur dibandingkan dengan WMO yang hanya ± 70 sumur. Blok Mahakam juga mempunyai karakteristik reservoir/lingkungan pengendapan yang unik dan jarang ada di dunia. Selain kedua hal diatas juga masih ada beber-apa tantangan di Lapangan ini, yaitu :1. Shallow Gas (Terjadi Blow Out @ 8 Nov 2013 di Sumur TN-C414, Tunu Field)2. Loss pada Carbonate Structure (Per-lu Deviated Wellbore)3. Reservoir yang beruku-ran kecil, tersebar dan berlapis-lapisLalu pertanyaan selanjutnya adalah apakah Pertamina siap di segala aspek baik itu teknolo-gi, SDM/manajemen, maupun modal?Untuk aspek teknologi, sebe-narnya tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi. Dalam sistem PSC telah disepakati jika KKKS telah habis masa kontraknya, maka teknologi dan alat-alat yang dipakai selama menjadi operator suatu lapangan menjadi milik pe-merintah (akibat cost recovery). Sehingga production facilities yang diinstal Total dan Inpex untuk mengelola Blok Mahakam

Grafik peningkatan produksi ketika Pertamina mengambil alih blok Sangasanga (sebelumnya Medco) dan Blok Limau (sebelumnya Talisman) - pertamina.com

“memang masih banyak yang harus dipersiapkan Pertam-

ina agar bisa menguasai blok-blok migas yang ada di

Indonesia termasuk blok Ma-hakam ini. Tetapi momentum nasionalisme ini harus dijalani dari sekarang juga, menga-cu kepada perkembangan Pertamina dan ketahanan

dan kemandirian energy nasional kita.

11PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 12: Patra Energy Review 2

dan pemanfaatan potensi sumber energi alternatif.

Diversifikasi EnergiProgram penggunaan BBG (Ba-han Bakar Gas) sebagai sumber bahan bakar kendaraan bermotor sudah lama direncanakan dan dilaksanakan, khususnya untuk kendaraan umum. Program terse-but ditargetkan dapat diterapkan

untuk seluruh kendaraan umum di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Namun, masalah infrastruk-tur yang berhubungan dengan mesin kendaraan dan stasiun pengisian bahan bakar menja-di kendala yang menghambat keberjalanan program tersebut. Penggantian mesin kendaraan dan penyediaan stasiun pengi-sian bahan bakar gas (SPBG) se-cara besar-besaran dinilai kurang efektif dan ekonomis untuk saat ini, sehingga program tersebut belum dicoba untuk dikembang-kan kembali.Program lain yang menjadi program jangka panjang Indone-sia yaitu pembuatan mobil listrik sebagai rencana lanjutan dari penggunaan bahan bakar gas karena pada dasarnya gas juga merupakan sumber energi yang

tidak terbarukan dan tidak lama lagi diperkirakan akan habis. Hampir sama dengan masalah pada program penggunaan BBG, penerapan konsep mobil listrik juga terkendala dengan masalah teknis pada sistem mobil dan ma-salah penyediaan listrik. Program ini dinilai cukup bagus untuk jangka panjang karena sumber energi listrik akan disediakan oleh

PLN dan Indonesia memiliki potensi sumber panas bumi yang besar dan siap dikem-bangkan untuk dijadikan sebagai sumber pembangkit listrik, sehingga tidak men-dorong impor seperti yang terjadi pada BBM.Program lain dari pemer-intah yang saat ini sedang hangat diperbincangkan yaitu pembuatan LCGC (Low Cost Green Car). Program ini pada dasarnya bukan merupakan program diversi-fikasi energi melainkan salah satu upaya konservasi BBM karena mobil yang diproduk-si akan tetap menggunakan BBM sebagai bahan bakar,

hanya saja efisiensi penggu-naan BBM yang dihasilkan akan lebih baik. Selain itu, LCGC juga diproduksikan untuk mengu-rangi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh emisi kendaran bermotor dan mengembangkan industri otomotif dalam negeri karena LCGC memiliki kriteria sebagai berikut:1. Memiliki harga sekitar 50 juta untuk daerah pedesaan dan 85 juta untuk pengguna umum.2. Mempunyai efisiensi bahan bakar minimum 20 km/liter dan ramah lingkungan.3. Mempunyai kandungan lokal minimal 65% dari seluruh kom-ponen mobil.Namun, program ini menimbulkan kontroversi karena dengan adan-ya mobil murah, maka upaya un-tuk konservasi atau mengurangi konsumsi BBM berpeluang besar

Krisis energi hampir dira-sakan oleh seluruh negara di dunia saat ini, termasuk Indonesia. Krisis energi

ini dapat terjadi karena selama ini kita terlalu bergantung pada bahan bakar fosil yang tidak ter-barukan. Cadangan bahan bakar fosil nasional semakin menipis, sedangkan konsumsi terus meningkat. Isu akan habisnya sumber energi fosil pun mun-cul, diperkirakan 12 tahun lagi minyak bumi Indonesia akan habis, disusul gas alam sekitar 30 tahun mendatang. Jangka waktu habisnya bahan bakar fosil Indonesia dapat diperpanjang dengan melakukan eksplorasi dan menemukan lapangan min-yak/gas baru maupun den-gan mengurangi konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak) masyarakat Indonesia. Na-mun, sampai saat ini kedua hal tersebut belum berhasil dilakukan. Belum ditemukan lapangan minyak/gas baru besar yang dapat mening-katkan jumlah cadangan hidrokarbon Indonesia secara signifikan. Di sisi lain, konsumsi BBM tidak dapat ditekan, bahkan justru terus meningkat. Konsumsi BBM Indonesia saat ini adalah sekitar 1,4 juta barel per hari den-gan produksi yang hanya sekitar 840 ribu barel per hari. Angka konsumsi BBM tersebut diperkira-kan akan terus naik dengan laju 8% per tahun.Konsumsi BBM terbesar terjadi pada sektor transportasi yaitu mencapai lebih dari 50% kon-sumsi BBM nasional karena laju pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia yang sangat pesat. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mencari dan mencoba beberapa solusi yang sampai saat ini masih dicoba untuk diterapkan, yaitu dengan melakukan diversifikasi energi

SOLUSI ENERGI INDONESIA:AKANKAH KITA TERUS BERGANTUNG PADA MINYAK BUMI DAN

GAS ALAM?

Beberapa energi alternatif yang dimiliki Indonesia - ESDM.go.id

Oleh: Aris Tristianto Wibowo (12210022)

12 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 13: Patra Energy Review 2

akan gagal dengan semakin ban-yaknya masyarakat yang meng-gunakan kendaraan bermotor pribadi. Selain itu, peningkatan volume kendaraan akan menim-bulkan permasalahan kemacetan yang serius terutama di kota-kota besar yang sampai saat ini belum ditemukan solusinya. Kemacetan yang parah akan menyebabkan efisiensi mobil yang baik dalam penggunaan BBM tidak lagi memberikan efek yang berarti.

Sumber Energi AlternatifUntuk mengurangi ketergantun-gan Indonesia pada bahan bakar fosil, pemerintah sudah mengelu-arkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional untuk dapat men-dorong pengembangan sumber energi alternatif sebagai peng-ganti bahan bakar minyak. Pada tahun 2025, Indonesia diharapkan mencapai pemenuhan kebutuhan energi nasional sebesar 17% dari sumber energi terbarukan. Salah satu sumber energi terbarukan yang potensial dan sudah mulai dikembangkan yaitu penggunaan bahan bakar hayati berupa bio-

diesel dan bioetanol.Biodiesel sudah cukup baik dikembangkan dan Menteri ESDM, Jero Wacik, juga su-dah menetapkan penggunaan biodiesel sebesar 10% sebagai campuran solar. Produksi biodies-el yang mencapai 4,3 juta kiloliter sudah dapat dimanfaatkan se-cara optimal untuk sektor trans-portasi, pembangkit, dan industri. Dengan adanya penggunaan

biodiesel tersebut, konsumsi solar impor dapat dikurangi dan tentu saja hal tersebut juga menurunk-an volume impor migas.Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah menargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol). Jadi, selain biodiesel, pemerintah Indonesia juga mulai mengembangkan energi alternatif untuk kendaraan dengan mesin berbahan bakar bensin yaitu dengan meman-faatkan bioetanol. Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni maupun sebagai campuran bensin. Etanol juga memiliki beberapa keunggulan dibanding-kan bensin yaitu etanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7 (Yuksel dkk, 2004). Angka tersebut melampaui nilai research octane maksimal yang dapat dicapai oleh bensin. Penggunaan etanol juga menye-babkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan UHC. Di sisi lain, penggunaan etanol ini juga memiliki beber-pa kendala dalam aplikasinya. Etanol murni hanya bisa digu-

nakan pada mesin yang sudah dimodifikasi karena etanol murni dapat bereaksi dengan karet dan plastik. Selain itu, etanol yang bersifat polar akan sulit bercam-pur dengan bensin yang bersifat non-polar, terutama dalam kondisi cair. Oleh karena itu, mesin kend-araan bermotor perlu dimodifikasi agar kedua jenis bahan bakar tersebut dapat tercampur sem-purna dalam ruang bakar dan itu

berarti perlu dilakukan penggan-tian besar-besaran yang akan menghabiskan biaya besar.

Berdasarkan kenyataan bahwa kita tidak dapat lagi bergantung pada sumber bahan bakar fosil, sudah semestinya masyarakat dan pemerintah memberi perha-tian lebih dan bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik terha-dap masalah krisis energi bangsa ini. Sebagai masyarakat, kita harus mendukung upaya konser-vasi energi dengan menghemat penggunaan BBM, baik dengan mengurangi penggunaan kend-araan bermotor maupun dengan lebih banyak memanfaatkan kendaraan umum. Penghematan BBM dapat memberikan pen-garuh yang signifikan karena den-gan menghemat 10% BBM pada sektor transportasi di Indonesia sama dengan penemuan eksplor-asi yang memproduksikan 90 ribu barel minyak mentah per hari. Sementara dari pihak pemerintah harus memaksimalkan seluruh program yang direncanakan baik diversifikasi energi maupun pengembangan energi alternatif. Namun, pengembangan energi alternatif, dalam hal ini biodiesel dan bioetanol, sebaiknya lebih diperhatikan karena keduanya merupakan sumber energi masa depan yang sangat potensial un-tuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Keberhasilan penggunaan bioetanol juga dib-uktikan oleh negara Brazil yang saat ini sudah menggunakan bioetanol untuk memenuhi 40% kebutuhan energi mereka.

Penghematan BBM dapat memberikan pengaruh yang

signifikan karena dengan menghemat 10% BBM

pada sektor transportasi di Indonesia sama dengan penemuan eksplorasi yang

memproduksikan 90 ribu barel minyak mentah per

hari.

Proses pengolahan bioetanol - Argoindustri

13PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 14: Patra Energy Review 2

Pada massa pemerintahan orde baru, Indonesia mer-upakan negara kaya minyak karena jumlah konsumsi kita

jauh lebih kecil daripada produksi yang dihasilkan. Tetapi bagaima-na dengan sekarang? Berapakah sisa cadangan minyak terbukti yang dimiliki negara kita?

Menurut data ditjen migas, cadangan minyak terbukti Indo-nesia sekarang adalah hanya

tersisa 3,7 miliar barrel. Jika keadaan ini terus berlanjut tanpa adanya penemuan-penemuan sumber minyak baru, cadangan kita akan habis dalam kurun waktu 10-11 tahun. Dengan nilai cadangan sebesar itu, Indonesia hanya menyumbang sejumlah 0,2% dari cadangan minyak dun-ia dengan menempati peringkat ke 28. Masihkah kita mengang-gap negara kita kaya minyak?

Dari kurva konsumsi dan produksi minyak bumi Indonesia, dapat dilihat bahwa sejak pertengahan 2002 jumlah konsumsi minyak di Indonesia melebihi kapasitas produksinya. Hal ini diperkuat dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) pada 2006. Kebutuhan minyak yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat Indonesia tidak dapat memenuhi kebutu-

GAS SEBAGAI SUMBER ENERGI PENGGANTI MINYAK

Oleh: Isna Rasyad Hanief (12211021) - Peraih beasiswa unggulan kemdiknas

14 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 15: Patra Energy Review 2

hannya sendiri dengan hanya mengandalkan produksi di dalam negeri. Saat ini, kapasitas pro-duksi minyak di Indonesia adalah sekitar 830 ribu barrel per hari sedangkan kebutuhan minyak bumi Indonesia mencapai angka 1,56 juta barrel per hari. Kon-sumsi minyak bumi yang sangat besar ini men-jadikan Indo-nesia sebagai peringkat ke 14 negara den-gan konsumsi minyak terbe-sar di dunia. Sementara itu, Adanya sistem PSC (Produc-tion Sharing Contract) mewajibkan kita untuk berbagi hasil produk-si kepada operator asing hingga jumlah produksi bersih yang diperoleh hanya tinggal sekitar 540 ribu barrel per hari. Lalu bagaima-na kita dapat memenuhi kebutuhan ha-rian minyak di Indonesia? Un-tuk tetap dapat memenuhi kebutuhan en-ergi hariannya, Indonesia harus mengimpor leb-ih dari 900 ribu barrel minyak per harinya, jumlah yang sangat besar jika dibandingkan produksi bersih kita. Dengan konsumsi yang meningkat setiap tahunnya, bagaimana kita dapat memenuhi kebutuhan energi un-tuk tahun-tahun berikutnya? Konsumsi minyak bumi yang se-makin meningkat mau tidak mau harus memaksa pemerintah untuk menemukan cadangan-cadangan

minyak yang baru. Jika dilihat dari gambar diatas cadangan minyak kita hampir sebagian besar bera-da di wilayah Indonesia Barat. Hal itu terjadi karena wilayah Indone-sia Barat relatif lebih mudah untuk dilakukan eksplorasi dan resiko yang ditanggung lebih kecil kare-na wilayah Indonesia Barat yang

didominasi oleh laut dangkal. Hal ini sangat berkebalikan untuk wilayah Indonesia Timut. Inves-tor dan kontraktor enggan untuk melakukan eksplorasi di wilayah Timur karena ketiadaan infrastruk-tur pendukung karena didominasi oleh laut dalam dan juga resiko eksplorasi yang sangat besar. Sebagai contoh, beberapa waktu

lalu telah dilakukan pemboran beberapa sumur di wilayah Timur oleh tujuh perusahaan minyak dengan menghabiskan lebih dari 500 juta US dollar dan hasilnya hanya satu perusahaan yang berhasil mendapatkan cadangan migas di daerah tersebut semen-tara sisanya dry hole (sumur tan-

pa adanya zona produktif minyak). Kegaagalan ini sangat merugikan kontraktor karena biaya pemboran yang sangat besar ditambah tidak adanya penggantian biaya dari pe-merintah karena tidak menghasil-kan apa-apa. Akibat kegagalan tersebut, 6 pe-rusahaan diatas memastikan diri untuk keluar dari usaha eksplorasi di Indonesia. Dengan tingkat kesulitan dan resiko yang sangat tinggi, kontraktor lebih cenderung untuk tidak mengambil resiko melaku-kan eksplorasi di Indonesia Timur, semen-tara menurut mantan kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, men-gatakan bahwa masa depan minyak dan gas

bumi di Indonesia berada di wilayah Timur. Lalu dengan kondisi ini apakah kita akan tetap mengandalkan minyak sebagai konsumsi energi utama di Indonesia?Jawabannya mungkin adalah dengan melakukan konversi penggunaan energi dari min-yak bumi. Indonesia bukan lagi negara kaya minyak, namun

Peta Cadangan Minyak Bumi Indonesia - Ditjen Migas

Grafik Konsumsi dan Produksi Indonesia dari 1965 hingga 2010 - esdm.go.id

15PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 16: Patra Energy Review 2

“Perlu adanya intensifikasi program konversi dari min-

yak bumi ke sumber alterna-tif lain sehingga kedepannya

Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri akan

kebutuhan energinya. Gas alam merupakan sumber

energi yang sangat potensial untuk menggantikan minyak.

justru negara dengan jumlah impor minyak yang sangat besar. Tetapi, Indonesia masih memiliki sumber-sumber energi yang jum-lahnya tidak kalah fantastis dari minyak, contohnya adalah gas alam. Menurut data ESDM, saat ini Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 188 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet) dengan produksi per tahun hanya 2,87 TSCF. Dengan cadangan sebesar itu, gas alam kita dapat bertahan hingga 65 tahun. Sementara itu, konsumsi gas per harinya hanya sekitar 8,2 BSCFD (juta kaki kubik per hari) dan sisa produksi diekspor ke beberapa negara. Jika pemerintah dapat membuat program konversi yang serius, gas merupakan salah satu sumber yang dapat digunakan karena mekanisme prosesnya tidak berbeda jauh dari minyak. Untuk penggunaan di kendaraan bermotor, pengguna hanya ting-gal memasang konverter kit agar dapat menerima konsumsi dari gas. Namun, pertambahan peng-gunaan gas bumi di dalam negeri terhambat oleh minimnya infras-truktur berupa jaringan transmisi dan distribusi. Selain itu, harga

gas juga tidak diatur sebagaima-na harga BBM, sehingga saat ini jual beli gas dilakukan melalui kontrak jangka panjang dengan harga yang fix.Di samping gas, masih banyak sumber energi yang dimiliki Indonesia sebagai pengganti bahan bakar minyak. Tabel diatas menunjukkan beberapa sumber energi alternatif yang dapat digu-nakan sebagai pengganti minyak. Selain energi fossil, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki sumber energi yang dapat digantikan yaitu dari tenaga air, panas bumi, micropore, biomass, tenaga surya, tenaga angin, nuklir, dan masih banyak lagi. Cadangan panas bumi Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan total cadangan skitar 27 GigaWatt sementara kapasitas yang baru dimanfaatkan hanya 800 MW. Dengan keanekaragaman energi yang dimiliki Indonesia, mungkin dapat dikatakan bahwa Indonesia bukan kaya akan minyak, tetapi negara yang kaya akan keane-karagaman energinya.Jadi, apakah kita akan terus bergantung pada minyak dan membiarkan APBN kita selalu jeb-

ol setiap tahunnya? Perlu adanya intensifikasi program konversi dari minyak bumi ke sumber alternatif lain sehingga kedepannya Indo-nesia dapat menjadi negara yang mandiri akan kebutuhan energin-ya. Gas alam merupakan sumber energi yang sangat potensial untuk menggantikan minyak. Tetapi semua tergantung kepada pemerintah sebagai pengatur kebijakan dan juga masyarakat sebagai pelaksananya.

Beberapa Jenis Energi Alternatif - esdm.go.id

16 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 17: Patra Energy Review 2

Bila kita melihat kondisi Indonesia sekarang, dalam konteks pemakaian BBM, sudah selayaknya kita ini

malu, rakyat ini seperti orang miskin yang bertindak seperti konglomerat, rakyat dibutakan oleh kenyamanan yang selalu diberikan. Mengapa? Kita sendiri sudah tau kondisi kita ini sudah tidak seperti zaman dahulu, pro-duksi minyak kita terus menjauhi kebutuhan kita sehari-hari, akibat-nya pun sangat banyak, Negara ini menyisihkan bertriliunan uang hanya untuk “memanjakan” rakyatnya, kebijakan yang tidak tepat itu bernama subsidi BBM, untuk tahun 2013 saja Indonesia menganggarkan hingga 198,3 Trilliun untuk subsidi BBM, dima-na di pertengahan tahun 2013 anggaran dinaikan lagi, setiap harinya Indonesia mengimpor ra-tusan ribu barrel minyak dari Neg-ara lain, defisit sudah menjadi hal yang lumrah ditelinga kita, APBN pun hampir dipastikan jebol, uang yang digunakan itu seharusnya dapat digunakan untuk perbaikan infrastruktur, kesehatan, pemba-ngunan, dan yang hal yang lain yang bermanfaat dan tepat.

Jadi bila disimpulkan kebijakan subsidi itu tidak tepat, menga-pa??

Indonesia yang sekarang bukan lagi yang dulu, Indonesia mer-upakan Negara berkembang,

Masih maukah kita menggu-nakan BBM SUBSIDI?

jalan dapat seenaknya menggu-nakan kendaraan tanpa terlalu memikirkan biaya

Tidak berpihak pada rakyat kecil, banyak survey yang membuktikan kebijakan subsidi ini adalah kebi-jakan yang salah sasaran, karena mayoritas penggunanya merupa-kan masyarakat yang mampuTidak Ramah Lingkungan (pem-bakaran pertamax lebih baik dari premium) , dan biaya yang dikeluarkan untuk subsidi dapat dialokasikan ke bentuk lain yang lebih bermanfaat bagi rakyat banyak

Alasan-alasan diatas sudah dapat cukup membuktikan ketidakte-patan kebijakan subsidi BBM ini, meskipun pencabutannya akan berimbas pada inflasi dan merugikan rakyat yang terkena imbasnya, namun hal itu lebih baik dari pada kita menunggu terus sampai suatu saat Indone-sia tidak mampu lagi melakukan subsidi, dan efek yang ditimbu-lakan bahkan akan lebih buruk lagi. Metode ini memang sudah seharusnya tidak dipakai lagi, atau dihilangkan, namun untuk menghilangkannya tidak dapat sekaligus dilakukan.

Pemerintah sekarang sedang menggadang-gadangkan metode Sistem Monitoring Pengendalian BBM yang sudah lama diren-canakan, yaitu RFID yang dilun-

oleh karena itu kebutuhan en-erginya pun meningkat tiap saat, dalam hal ini konsumsi Indonesia yang terus meningkat tidak diirin-gi dengan peningkatan produk-si, defisit itu dipenuhi dengan mengimpor minyak dari Negara lain, sedangkan dulu Indonesia bahkan mampu untuk mengek-spor minyaknya.

Indonesia bukan Negara yang kaya akan minyak, faktanya cadangan Indonesia hanya seki-tar 3,6 milliar barrel atau 0.3 % dari cadangan dunia, atau 1/300 dari cadangan Venezuela, jika diasumsikan produksi, konsumsi yang konstan, dan tidak ditemu-kannya cadangan baru maka hanya bertahan hingga belasan tahun lagi.

Menghambat terjadinya bauran energi, dengan adanya BBM bersubsidi dalam hal ini Premium, karena harga yang relative lebih murah dari jenis lain, tentunya secara tidak langsung akan menghambat berkembangnya jenis lain seperti Pertamax karena adanya perbedaan harga, bah-kan ke bentuk energi lain sepertu geothermal atau gas.

Cenderung untuk berperilaku boros, perkembangan industri kendaraan bermotor di Indonesia sangatlah pesat, mobil dan motor terus membanjiri jalanan, dengan harga yang murah pengguna

Oleh: Jody Aria Widjaya (12211034)

17PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 18: Patra Energy Review 2

hampir sama fungsi dan tujuan-nya yaitu metode pembelian BBM subsidi non-tunai, tujuan utama dari metode ini adalah untuk mengetahui jumlah pasti BBM bersubsidi yang digunakan sebenarnya metode ini hanya merubah tatacara pembelian yang sebelumnya menggunakan uang tunai menjadi kartu yang akan diberikan kepada pemakai BBM bersubsidi, pembelian BBM bersubsidi akan tercatat oleh bank pembantu yang menye-diakan kartu pembayaran, yang nantinya informasi pembeliannya akan diteruskan kepada BPH Migas, diharapkan juga dapat mengontrol distribusi dari BBM subsidi. Metode ini dalam tahap persiapan regulasinya dan sudah dilakukan uji coba di beberapa SPBU di Bali dan Batam.

Idealnya, metode yang diperlukan tidak hanya untuk megetahui jum-lah BBM subsidi yang digunakan, karena yang lebih penting adalah ketepatan pemberiannya, oleh karena itu metode pembatasan pun baik adanya, untuk mengu-rangi pemakaian berlebih oleh orang mampu, nantinya jika ber-hasil maka orang akan berpindah ke Pertamax, karena sebenarnya ada urgensi untuk berpindah dari premium menjadi pertamax. Ada 2 hal yang paling penting untuk ditekankan, yaitu Pertamax merupakan jenis bahan bakar yang tidak di subsidi, dan secara lingkungan Pertamax lebih baikSebenarnya apakah beda Pre-mium, Pertamax, atau bahkan Pertamax Plus?

curkan oleh Pertamina. Program ini memanfaatkan teknologi RFID (Radio Frequency Identification) sebagai alat untuk mendata dan memantau penggunaan BBM yang dipasang pada kendaraan bermotor. RFID Tag memiliki fung-si sebagai berikut:1. Menyimpan identitas kendaraan dalam sistem monitor-ing dan pengendalian BBM2. Mengenali identitas kendaraan, baik dinas maupun pribadi dalam sistem monitoring dan pengendalian BBM3. Memberikan otorisasi pada sistem untuk kendaraan melakukan pengisian BBM4. Sebagai alat yang wajib digunakan pada kendaraan untuk pengisian BBM bersubsidiNamun baru-baru ini ESDM pun mengeluarkan kebijakan yang

“Jika dilihat dari seluruh fakta-fakta diatas sudah sepatutnya kita semua sadar, bahwa sudah bukan zamannya kita menggunakan Premium atau BBM subsidi, secara kondisi kendaraan pun sudah san-gat mendukung digunakannya BBM kelas Pertamax keatas. Jangan lagi kita mau dibutakan lagi oleh kejayaan di masa lalu, sudah saatnya kita melangkah menggapai ketercapaian iklim yang lebih baik di bidang energy. Karena dengan membantu memakai BBM non subsidi kita sudah membantu Negara untuk :

Menghemat anggaran Neg-ara dengan tidak memakai

anggaran subsidi BBM, Mencintai lingkungan karena lebih ramah lingkungan, dan Menghemat energy karena

rasio pembakaran yang lebih baik”

Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus - PT. Pertamina

18 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 19: Patra Energy Review 2

Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dahulu orang-orang mengatakan bah-

wa Indonesia merupakan negara yang kaya minyak bumi. Namun, hal itu sudah tidak tepat untuk dikatakan saat ini, negara kita tel-ah berubah dari negara ekspotir minyak menjadi negara importir minyak bumi. Hal itu berdampak kepada keputusan Indonesia untuk keluar dari OPEC pada tahun 2008. Kondisi negara kita sekarang adalah berbekal pro-duksi sebanyak ±840.000 bopd (barrel oil per day) dan kita hanya memperoleh hasil bersih produksi sebanyak ±570.000 bopd yang merupakan konsekuensi logis dari sistem PSC (Producing Sharing Contract). Dengan konsumsi mencapai ±1.400.000 juta bopd tentunya membuat kita harus melakukan impor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan da-lam negeri. Meskipun hasil produksi yang kenyataannya terus men-galami penurunan, pendapatan negara dari sektor migas tetap memiliki andil yang cukup besar

untuk perekonomian negara. Pada tahun 2012 sektor migas berhasil menyumbangkan hingga 300 triliun rupiah atau sebanding dengan ±23% dari total Angga-ran dan Belanja Negara (APBN) 2013.Dari kenyataan tersebut, kita harus menentukan langkah tepat untuk tindakan kedepannya. Terlebih lagi dengan adanya In-struksi Presiden No. 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi. Sebenarnya potensi migas Indonesia dapat dikatakan valuable sebab masih terdapat cadangan-cadangan yang belum terungkap. Untuk membuktikan berapa banyak jumlah cadangan dan nilai ekonomisnya kita harus melakukan eksplorasi dan kegia-tan pemboran, hal itu tentunya membutuhkan investasi yang besar. Investasi ‘berkepanjangan’ Hal yang disayangkan adalah investasi terhadap sektor hulu migas seperti eksplorasi dan kegiatan pemboran di Indonesia dirasa ‘berat sebelah’, faktanya adalah hingga saat ini investasi yang ada umumnya terdapat di

wilayah barat negara ini. Kondisi lapangan-lapangan migas yang ada di Indonesia sudah memasu-ki fasa mature field, berarti sudah tidak dapat diandalkan sebagai backbone field untuk waktu yang lama. Pemerataan investasi merupakan jalan yang harus ditempuh untuk memenuhi usaha ekstensifikasi, yaitu penambahan wilayah kerja baru yang nantinya ditindaklanjuti dengan penan-datanganan Kontrak Kerja Sama (KKS) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang terpilih. Pasalnya, 95% kegiatan eksplor-asi migas berada di wilayah barat Indonesia membuat wilayah timur Indonesia tidak begitu dilirik oleh investor. Akan tetapi, potensi un-tuk cadangan minyak dan gas di wilayah timur bukan berarti tidak bernilai profit. Hanya saja untuk melakukan kegiatan eksplorasi terdapat banyak tantangan dan high risk, membuat investor harus berpikir matang-matang ketika ingin berinvestasi.Tantangan yang harus dihadapi diantaranya adalah mengenai struktur geologi yang dapat dikatakan tidak ‘bersahabat’ sep-erti wilayah barat Indonesia jika ingin melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas. Aspek finan-sial, teknologi dan operasional harus direncanakan dengan baik guna memperoleh hasil yang maksimal. Terlebih lagi untuk wilayah timur Indonesia, potensi cadangan lebih banyak terdapat di laut dalam (deepwater). Resiko tidak memperoleh cadangan yang komersil harus siap diterima investor yang berdampak pada

Iklim Investasi Energi di Indonesia, Meningkatkan Nilai Jual dan Produktivitas Sumber Daya Energi.

Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus - skkmigas.go.id

Oleh: Luthfan Nur Azhim (12211038)

19PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 20: Patra Energy Review 2

kerugian jutaan dolar. Sehingga investasi di wilayah timur Indo-nesia masih dianggap ‘belum aman’, bahkan perbandingan biaya investasi untuk di darat dan laut bisa mencapai 1:10.Kemudian mengenai birokrasi, perizinan, dan regulasi yang terkesan rumit serta banyak mem-bentuk iklim investasi negara ini menjadi tidak menarik. Berdasar-kan data dari Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), terdapat 69 jenis perizinan hulu migas, 284 proses perizinan, 600.000 lembar persyaratan perizinan dan diterbitkan oleh 17 instansi den-gan total izin sebanyak 5.000 izin per tahunnya. Berbagai izin yang harus diselesaikan seperti izin pembebasan lahan, izin mendiri-kan bangunan, izin penggunaan air, izin lingkungan, izin mengenai AMDAL dan perizinan lainnya dari mulai daerah hingga terpusat. Akibatnya ,Indonesia termasuk negara yang iklim investasinya paling buruk di kawasan Asia. Hasil survey dari Global Petro-leum Survey 2012 yang dilakukan The Fraser Institute, lembaga

riset dari Kanada menempatkan Indonesia pada posisis ke-127 dari 147 negara di dunia. Hasil survey tersebut ternyata mengin-dikasikan beberapa aspek yang membuat negara ini tidak diminati oleh para investor di antaranya aspek aturan fiskal yang meliputi pembayaran royalti, sistem bagi hasil, dan biaya lisensi. Lalu, sistem perpajakan, lingkungan, kondisi sosial ekonomi, aturan perburuhan, kualitas infrastruktur, kualitas basis data geologi, stabil-itas politik, keamanan, konsistensi aturan pusat dan daerah. Terlebih lagi yang memprihatinkan adalah praktik korupsi, terutama terkait perizinan yang semakin menam-bah beban investor.Berkontradiksi dengan hasil survey tersebut, SKK Migas berpendapat dalam Laporan Ta-hunan 2012 bahwa berdasarkan data peningkatan penerimaan negara dari sektor migas menun-jukkan tren peningkatan. Hal tersebut menunjukkan return on investment Indonesia masih dimi-nati dan cukup kondusif. Karena realisasi investasi kontraktor KKS untuk tahap eksplorasi sebesar

US$16.1 miliar, lebih tinggi dari tahun 2011. Nilai investasi terse-but meliputi kegiatan eksplorasi sebesar US$1.4 miliar, pengem-bangan sumur sebesar US$3.3 miliar, kegiatan produksi sebesar US$10.4 miliar dan kegiatan ad-ministrasi sebesar US$1 miliar. Mewujudkan iklim in-vestasi kondusif. Hasil peninjauan kondisi investasi sektor migas Indone-sia saat ini tentunya mendorong pemerintah agar meningkatkan kredibiltas dan stabilitas iklim investasi kedepannya. Dari segi nilai jual wilayah timur Indonesia, tidak adil bila tetap bersikukuh pada sistem PSC karena kondisi wilayah barat dan timur Indonesia jelas berbeda. Namun, bukan berarti kita harus mengubah secara utuh mengenai kontrak yang telah dianut negara ini sejak tahun 1960-an. Oleh sebab itu, langkah yang diambil pemerintah adalah mencanangkan penera-pan insentif fiskal pada proyek migas yang dinilai sulit. Insentif diperlukan supaya investor lebih giat dalam melakukan eksplorasi dan pemboran, harapannya ada-

Investasi di beberapa negara - Fraser Institute Global Petroleum Survey 2012

20 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 21: Patra Energy Review 2

lah produksi dalam negeri akan meningkat sekaligus menambah cadangan migas nasional. Pandangan mengenai pemberian insentif sebaikn-ya juga diberikan saat terjadi penurunan produksi (decline) dan saat melakukan secondary recov-ery seperti enhanced oil recovery (EOR). Salah satu insentif yang diberikan ketika terjadi penurunan produksi adalah pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk wilayah kerja eksplorasi. Pajak akan dibayarkan jika telah terbukti memperoleh cadangan dan berproduksi sehingga meraih profit. Insentif tersebut idealnya diberikan kepada semua KKKS, baru ataupun lama, untuk men-jaga eksistensi mereka di sektor hulu migas. Upaya perbaikan regula-si migas tak kalah penting untuk menarik investor agar menanam-kan modal di negeri ini. Revisi UU Migas No. 22 Tahun 2001 harus dituntaskan secepatnya. Karena efek terhadap tata kelola migas Indonesia akan menjadi lebih pasti dan jelas. Investor pastinya menginginkan kepastian hukum mengenai investasinya, serta kedudukan hukum pengelola dan kontrak migas terhadap institusi dan perundang-undangan lainn-ya. Disamping itu, audit mengenai perizinan perlu dilaku-kan untuk mencari celah penyer-dehanaan berbagai jenis perizin-an. Tujuannya adalah perizinan dikelompokkan sesuai jenisnya atau dihilangkan sekaligus. Rencananya perizinan tersebut akan dipangkas hingga menjadi delapan jenis perizinan. Delapan jenis perizinan tersebut antara lain izin kawasan hutan, izin pem-bebasan lahan, izin dari pemerin-tah provinsi, izin dari pemerintah kabupaten, izin perpotongan persinggungan lintas kereta api, izin pembuangan limbah penge-boran, peraturan dry docking

FSO/FPSO (Floating Production Storage and Offloading) dan penggunaan kapal asing. Berdasarkan rencana tersebut, sektor yang terkait sep-erti Kementrian ESDM, Kemen-trian Keuangan dan Kementrian Kehutanan, Badan Pertahanan Nasional, SKK Migas, guber-nur, bupati dan walikota harus bekerjasama. Ide yang ditawar-kan adalah diterapkannya pola Service Level Agreement (SLA), secara teknis berbagai perizinan yang biasanya disyaratkan pada investor akan disatukan dalam satu kelompok izin, kemudian direkomendasikan dan tercantum pada SLA tersebut. Hal itu harus diterapkan sebagai langkah ak-selerasi implementasi dari Inpres No. 2 Tahun 2012, berisi instruksi produksi minyak bumi paling se-dikit 1,01 juta bopd di tahun 2014. Maksimalkan sumber daya alam untuk ketahanan ener-gi Meskipun dianggap sebagai titik terang, kita harus tahu bahwa semua hal itu tidak instan untuk direalisasikan karena butuh waktu berkoordinasi dengan sektor terkait dan terkadang terbentur oleh regulasi yang ada. Oleh karena itu, kita harus ingat bahwa dalam rangka memenuhi ketahan-an energi, tidak tepat bila hanya mengandalkan dari peningkatan produksi minyak. Kita harus mulai sadar bahwa Indonesia bukan lagi negara yang kaya akan minyak bumi, tetapi merupakan negara yang kaya akan sumber daya energi.Berkaca pada keadaan saat ini, arah kebijakan energi menge-nai diversifikasi masih dirasa ‘jalan di tempat’, karena sumber energi lain yang baru terlihat konkrit penggunaannya adalah gas, disamping batu bara yang memang sudah digunakan sejak lama. Sumber energi lain seperti geothermal, bahan bakar nabati (BBN), biogas, coal bed methane

(CBM), biomass, air, angin, solar energi bahkan nuklir masih dalam proses perkembangan yang lambat.Saat melihat kenyataan tehambat-nya diversifikasi energi, sejenak muncul persepsi apakah sulitnya diversifikasi merupakan dampak dari kondisi iklim investasi negeri ini yang sarat akan birokrasi dan regulasi yang berlarut-larut. Karena untuk melakukan investasi pada panas bumi, bahan ba-kar nabati (BBN) hingga nuklir sekalipun ada aturan terkait dan prosedur izin usahanya mas-ing-masing.Alangkah baiknya bila sembari memperbaiki kondisi investasi migas negeri ini, kita mulai ban-gkitkan sumber daya alam yang telah lama tertanam di Indonesia untuk dimanfaatkan oleh neg-erinya sendiri. Bukan hal yang mustahil untuk Indonesia menca-pai ketahanan energi seperti yang diwacanakan pemerintah, apabila pemerintah berani mengambil sikap dan kita sebagai warga negara mencoba mendukung kebijakan tersebut. Sinergi antar sektor industri dan pemerintah, transparansi, dan prosedur yang sehat bukan lagi hal yang harus menjadi excuse untuk kemajuan ketahanan energi bangsa ini.

“Alangkah baiknya bila sem-bari memperbaiki kondisi investasi migas negeri ini,

kita mulai bangkitkan sumber daya alam yang telah lama

tertanam di Indonesia untuk dimanfaatkan oleh negerinya

sendiri”

21PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 22: Patra Energy Review 2

PANTASKAH SISTEM KSO DITERAPKAN?

negeri ( Domestic Market Obli-gation / DMO ) sejumlah harga ekspor untuk 5 tahun pertama produksi lapangan baru dan US$ 0,20/barrel untuk lapangan lama.Sistem KSO/TAC: • Bentuk kerjasama ini berupa usaha meningkatkan produksi sumur-sumur Pertamina yang sudah tua, yang produksinya sudah mulai menurun. Kegiatan-nya berupa Secondary Recovery atas ladang-ladang minyak yang sudah tua oleh kontraktor yang bekerja sama atas TAC dengan Pertamina. • Yang akan dibagi adalah jumlah yang merupakan penam-bahan dari produksi sebelum dilakukan Secondary Recovery (biasa disebut non shareble oil) dan tambahan produksi sesudah dilakukan Secondary Recovery (biasa disebut shareble oil). Pem-bagian shareble oil tersebut pada dasarnya adalah sama dengan cara pembagian menurut PSC.

Mengapa KSO? 1. Mature field yang sudah pernah berproduksi dan telah ditinggalkan oleh karena sudah tidak ekonomis untuk terus diusa-hakan. 2. Teknologi yang lama sudah tidak bisa menghasilkan lagi. 3. Keterbatasan dana dan atau penguasaan teknologi.Dari alasan diatas maka diper-lukan partner yang mempunyai dana dan teknologi memadai. Biaya investasi dan operasi ditanggung seluruhnya oleh investor dan dikembalikan oleh Pertamina dalam bentuk cost recovery, hasilnya dibagi sesuai dengan perjanjian.

manusia, finansial, kapabilitas, dan masalah lainnya. Dengan diterapkannya KSO, diharapkan produksi dari lapangan yang diserahkan menjadi meningkat. Salah satu contoh peningkatan produksi yang terjadi adalah KSO Sungai Lilin yang disebut-sebut mampu meningkatkan produk-si 50 barrel menjadi 300 barrel dalam sehari. Secara garis besar pada umumnya ada dua wilayah kerja yang diusahakan bagi ek-splorasi Migas : 1. Wilayah kerja milik NegaraBentuk kerjasamanya adalah Pro-duction Sharing Contract (PSC). 2. Wilayah kerja yang sudah diserahkan kepada Pertamina.Jika Pertamina mengusahakann-ya dengan pihak lain/swasta : • Tak berproduksi: Bila dipro-duksi hasilnya Minyak, bagi hasil dilakukan sesuai kesepakatan. Bila diproduksi hasilnya Gas, seluruhnya untuk Pertamina • Berproduksi: Bila terjadi peningkatan, ada Non-shareable Oil dan Shareable Oil.Bentuk kerjasama: KSO dan JOB

Prinsip-prinsip TAC / KSO ada-lah sebagai berikut : • Lahan yang dikelola merupa-kan bagian WKP Pertamina. • Manajemen operasi dilaku-kan oleh Pertamina. • Biaya operasi ditanggung oleh kontraktor. • Pengembalian biaya operasi dibatasi sebesar 35 % – 40 % per tahun. • Pembagian hasil ( setalah dikenakan pajak ) antara Pemer-intah dan Pertamina – Kontraktor besarnya 65 % : 35 % • Kontraktor wajib memenuhi sebagian kebutuhan migas dalam

Pertamina yang merupakan national oil company dari Indonesia telah berdiri sejak tahun 1957. Usaha yang

dijalankan mencakup daerah hulu hingga hilir, mulai dari kegiatan eksplorasi, produksi, hingga pemasaran. Dalam melakukan kegiatan usaha hulu, Pertami-na beroperasi secara mandiri maupun melalui beberapa bentuk kerjasama. Salah satunya adalah Kerja Sama Operasi (KSO). Sep-erti kita ketahui bersama bahwa lifting minyak kita sedang dalam fasa memprihatinkan dengan angka total ±840 BOPD maka hasil bersih negara diluar uang cost recovery hanya menyisakan ±570 BOPD. Kapasitas kilang kita hanya 1,157 juta barrel sedang-kan kebutuhan BBM kita sebesar 1,4 juta BOPD dan memaksa kita mengimpor minyak mentah mau-pun BBM. Kondisi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Sangat tergantung pada impor (crude & product). Tidak ada ketahan-an energi (BBM). Baru-baru ini ternyata PT Pertamina (Persero) dikabarkan menyerahkan pengo-perasian 40 lapangan migas yang saat digarap anak usahanya PT Pertamina EP melalui skema Kerja Sama Operasi (KSO) dengan perusahaan swasta nasional, Geo Cepu Coorporation (GCC) dan Geo Coorporation Limited (GCL), perusahaan asal China.

KSO merupakan suatu strategi yang pada umumnya dilakukan oleh perusahaan ketika tidak cuk-up mampu ataupun mengalami permasalahan yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya perusahaan. Kekurangan tersebut dapat berupa sumber daya

22 PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 23: Patra Energy Review 2

company, prestasi ini seharusnya menjadi modal bagi Pertamina untuk lebih percaya diri dan op-timis dalam menjalankan kegia-tan usahanya agar pemenuhan kebutuhan migas nasional dapat lebih optimum.

Efek negatif dari KSOAkan tetapi, penerapan KSO sendiri memiliki beberapa efek negative : • Untuk lapangan WK Pertam-ina lama, pendapatan semakin berkurang karena telah kita ketahui bahwa lifting kita yang memperihatinkan dibanding demand masyarakat, padahal seharusnya Pertamina mengenal betul lapangan tersebut kare-na sudah mengoperasikannya berkali kali • Untuk lapangan terminasi kontrak, sistem KSO akan terus membodohi pertamina. Tidak ada pembelajaran yang diambil dari sistem kontrak ini. Nasion-alisasi pun akan terasa semakin jauh

Saat ini Pertamina secara sig-nifikan mengalami peningkatan peringkat di posisi 122 untuk tahun 2013 versi Fortune Global 500 dengan meraup laba bersih $2,7 miliar. Hal ini merupakan sebuah prestasi yang tidak mu-dah untuk diraih. Pertamina juga berhasil menjaga pertumbuhan produksi minyaknya rata-rata 6,6% per tahun dalam 5 tahun terakhir. Sebagai national oil

“Sebagai national oil compa-ny, prestasi ini seharusnya

menjadi modal bagi Pertam-ina untuk lebih percaya diri

dan optimis dalam men-jalankan kegiatan usahanya

agar pemenuhan kebutu-han migas nasional dapat

lebih optimum.

Diagram pembagian hasil sistem KSO - pertamina.com

23PATRA ENERGI REVIEW - EDISI #4

Page 24: Patra Energy Review 2

PATRAEnergy Review

Edisi #4