PATOMEKANISME SIROSIS HEPATIS
-
Upload
accomakkaraengicloud -
Category
Documents
-
view
219 -
download
1
description
Transcript of PATOMEKANISME SIROSIS HEPATIS
Patogenesis dan patomekanisme sirosis hepatis
Sirosis adalah penyakit yang terjadi pada hati yang bersifat kronis yang
mencirikan distrosi arsitektur hati yang normal oleh lembaran-lembaran jaringan
ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur
normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau
besar (makronodular). Serosis hati melibatkan proses nekrosis, inflamasi, fibrosis,
regenerasi nodular, dan pemebentukan anastomose vascular yang kurang lebih
terjadi secara bersamaan.2,3,4 Terdapat berbagai faktor resiko terhadap terjadinya
sirosis hepatis, antara lain alkoholik berat, memiliki penyakit hepatitis (khususnya
hepatitis B dan C), penyakit bilier (empedu), penyakit Wilson, hemokromatosis,
dan yang jarang terjadi yaitu karena mengalami defisiensi α1-antitripsin. Golongan
obat yang bersifat hepatotoksik juga merupakan faktor lain terjadinya kerusakan
pada sel-sel hati. 4,5
Sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia barat. Sirosis hati biasanya
di sebabkan oleh efek jangka panjang dari faktor yang berbahaya atau perjalanan
klinis dari suatu penyakit, seperti pada penyakit hepatitis. Diperkirakan serosis
yang disebabkan oleh hepatitis virus, sebesar 10%. hepatitis adalah penyekit
peradangan hati yang dapat disebabkan oleh berbagai kausa, termasuk infeksi
virus atau pajanan ke bahan-bahan toksik. Telah ditemukan enam atau tujuh
kategori virus yang menjadi agen penyebab hepatitis berdasarkan penanda
antigeniknya, yakni: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus
hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), virus hepatitis E (HEV), virus
hepatitis G (HGV). 2,3,4
a) Virus hepatitis A (HAV)
Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat
dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik.
Hepatitis A tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa dan
hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminant. Angaka kematian untuk
hepatitis A sangan sedikit, sekitar 0,1% dan tampaknya terjadi pada pasien
yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyebab lain. Oleh karena,
Hepatitis A merupakan penyakit jinak yang dapat sembuh sendiri dengan
masa inkubasi 2 sampai 6 minggu. HAV menyebar melalui ingesti makanan
dan minuman yang tercemar dan dikeluarkan melalui tinja selama 2 hingga 3
minggu sebelum dan 1 minggu setelah onset ikterus.2,5
b) Virus hepatitis B (HBV)
Virus hepatitis B merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm
yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Hepatitis B dapat
menyebabkan (1) hepatitis akut dengan pemulihan dan penghilangan virus,
(2) hepatitis kronis nonprogresif, (3) penyakit kronis progresif yang berakhir
dengan terjadinya serosis, (4) hepatitis fulminant dengan nekrosis hati massif,
(5) keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis
progresif. Secara global, penyakit ini merupakan masalah terbesar dengan
perkiraan angaka pembawa di seluruh dunia adalah 350 juta orang. 2,5
c) Virus hepatitis C (HCV)
Virus hepatitis C merupakan Virus RNA untain tunggal, linear berdiameter
30 sampai 60 nm. Hepatitis C memiliki tingakat perkembangan yang tinggi
untuk menjadi penyakit kronis. Hepatitis kronis terjadi pada sekitar 80% dari
semua yang terinfeksi virus hepatitis C, dan sekitar 70% dari mereka yang
penyakitnya akhirnya berkembang menjadi serosis hati dan kanker hati
primer. Cara penularan yang utama dalah inokulasi dan transfuse darah,
dengan pemakai obat terlarang intravena menyebabkan lebih dari 405 kasus
di Amerika Serikat. 2,5
d) Virus hepatitis D (HDV)
Virus hepatitis D merupakan virus RNA berukuran 35 sampai 37 nm yang
tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar
partikel yang infeksius, sehingga hanya penderita positif HBsAg yang dapat
terinfeksi HDV. HDV juga disebut dengan virus hepatitis delta, virus ini
sangat unik yang bersifat defektif dalam replikasi, karena HDV bergantung
secara mutlak pada koinfeksi HBV untuk multiplikasinya. Infeksi HDV
terjadi di seluruh dunia, dengan angka prevalensi berkisar dari 8% di antara
pembawa HBsAg. 2,5
e) Virus hepatitis E (HEV)
Virus hepatitis E merupakan suatu virus RNA untai-tunggalyang kecil
berdiameter kurang lebih 32 sampi 34 nm dan tidak berkapsul. HEV tidak
menyebabkan penyakit hati kronis dan viremia persisten, melainakan HEV
mempunyai gambaran khas infeksi dimana angaka kematian yang tinggi pada
perempuan hamil, mencapai 20%. Masa inkubasi rerata setelah pajanan
adalah 6 minggu. 2,5
f) Virus hepatitis G (HGV)
Beberapa epodemi yang disebut “hepatitis F” terjadi pada beberapa tahun
yang lalu dan virusnya belum dapat diidentifikasi. Virus hepatitis G
merupakan suatu flavivirus RNA yng mungkin menyebabkan hepatitis
fulminant. Tempat replikasi HGV kemungkinan besar adalah sel
mononukleus. Oleh karena itu, HGV merupakan nama yang kurang tepat
karena virus ini tidak bersifat hepatotropik dan tidak menyebabkan
peningkatan amino transferase serum. Meskipun belum terbukti secara pasti,
sebagian besar data tidak menunjukan adanya efek patologis HGV, dan
tampaknya tidak diperlukan pemeriksaan penyaring untuk RNA HGV pada
darah donor. HGV ditularkan melalui darah atau produk yang tercemar dan
terkadang melalui hubungan seksual. 2,5
Dari semua jenis virus hepatitis di atas yang akan menyebabakan serosis hati
adalah virus hepatitis C dan virus hepatitis B. Dari kedua virus hepatitis ini yang
paling sering menyebabkan serosis hati adalah virus hepatitis C. Selain virus
hepatitis ada juga faktor-faktor yang dapat menyebabkan serosis hati yaitu:
a) Penyakit hati alkohol, 60 % sampai 70%
b) Penyakit empedu, 5% sampai 10%
c) Hemokromatosis herediter, 5%
d) Penyakit wilson, jarang terjadi
e) Defisiensi α1-antitripsin (AAT), jarang
f) Sirosis kriptogenik, 10% sampai 15%. 2,5
a. Patogenesis sirosis hepatis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sel-sel hati yang mengalami jejas
akan membentuk jaringan ikat fibrosa dan menyebabkan regenerasi nodulus.
Fibrosis pada hepatosit dapat menyebabkan hipertensi portal sehingga
menjadi tahap akhir dari penyakit hati. Normalnya pada jaringan ikat hati
(khususnya pada saluran vena porta dan vena centralis) terdapat kolagen tipe I
dan III, yang terkadang disertai pula dengan serabut-serabut kolagen yang
halus (kolagen tipe IV) pada ruang Disse. Pada sirosis hati, akan terjadi
akumulasi dari serat kolagen tipe I dan III pada semua bagian hati dengan
kolagen tipe IV dapat ditemukan pada batas antarparenkim hati. Fibrosis juga
menyebabkan terbentuknya penghubung (anastomosis) pada pembuluh darah
porta yang difus. Selain itu, endotel pembuluh darah hati akan kehilangan
fenestranya.4,6-10
b. Patomekanisme sirosis hepatis
Berbagai faktor resiko diatas, seperti alkoholik berat dan penyakit hepatitis
akan menyebabkan terjadinya nekrosis pada sel-sel parenkim hati sehingga
enzim lisosom akan keluar karena kebocoran sel dan meninggalkan debris
(sisa-sisa sel). Kebocoran enzim lisosom menyebabkan pelepasan sitokin dan
beberapa komponen matriks ekstrasel. Bersama dengan debris sel, sitokin
akan mengaktivasi sel kuppfer (makrofag pada hati) dan membawa sel-sel
darah (khususnya leukosit) seperti granulosit, limfosit, dan monosit ke
daerah radang. Setelah itu, sel kuppfer, granulosit dan limfosit serta monosit
yang telah teraktivasi (makrofag) akan melepaskan faktor pertumbuhan dan
sitokin sehingga peran sitokin sebagai mediator inflamasi semakin
ditingkatkan.
Gambar 5. Patomekanisme sirosis hepatis(Sumber: Silbernagl S, Lang F.Color atlas of pathophysiology.h. 173)
Faktor pertumbuhan dan sitokin ini akan mengubah sel ito yang berfungsi
dalam penyimpanan lemak dan vitamin A menjadi miofibroblas
(penggabungan antara fibroblast dan sel otot polos), kembali mengaktivasi
makrofag dari monosit, dan memperbanyak jumlah dari fibroblast. Sel Ito
juga melepaskan agen kemotaktik seperti MCP-1 (monocyte chemotactic
protein-1) dan TGF-β (transforming growth factor-β) yang diperkuat oleh
adanya TNF-α (tumor necrosis factor-α), PDGF (plateled-derived growth
factor) dan beberapa jenis interleukin (IL-1, IL-6).4,6-10
Dengan terbentuknya miofibroblas dan terjadi peningkatan jumlah dari
fibroblast akan meningkatkan pembentukan matriks ekstrasel yang diikuti
peningkatan dari kolagen tipe I, III, dan IV, proteoglikan (seperti dekorin,
biglikan, lumikan, agrekan), dan matriks glikoprotein (mis. fibronektin,
laminin, tenaskin, dan undulin). Peningkatan beberapa komponen diatas
terjadi di ruang Disse. Keadaan ini menimbulkan pertukaran zat antara
sinusoid darah dan hepatosit menjadi terhambat sehingga tahanan aliran di
sinusoid meningkat. Efek lain yang timbul karena fibrosis yaitu terbentuknya
nodul baru dan pemisah (septa) antarjaringan ikat sel parenkim hati. 4,6-10
Sirosis hati akhirnya dapat mengarah pada kolestasis (penyumbatan pada
kanalikuli biliaris), hipertensi portal (meningkatnya tekanan darah pada
saluran porta) dan kegagalan hati dalam mensintesis protein plasma.
Berkaitan dengan skenario, kolestasis menyebabkan kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat sehingga terjadi ikterus pada seluruh tubuh dan mata,
juga peningkatan pada bilirubin urin dan darah. Sementara itu, hipertensi
portal menyebabkan terbentuknya caput medusa dan kegagalan hati dalam
menyintesis protein berakibat pada timbulnya asites. 1,4,6-10
Referensi:
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Irawati [et al.]
penerjemah; Rachman LY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, editor.
Jakarta: EGC; 2012. h. 400, 910-911
2. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed.6. Pendit BU,
penerjemah; Yesdelita N, editor. Jakarta: EGC; 2011. h. 568, 570
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep-konsep klinis dan proses-proses
penyakit. Vol.1, Ed.6. Pendit BU [et al.] penerjemah]; Hartanto H [et al.],
editor. Jakarta: EGC; 2013. h. 481-493
4. Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. NewYork: Thieme;
2000. h. 168-175
5. Robbins. Buku Ajar Patologi. Vol.1, Ed.7. Prasetyo A, Brahm U, Priliono T,
penerjemah; Asrorrudin M, Hartanto H, Darmaniah N, editor. Jakarta: EGC;
2012. h. 108, 673-681
6. Mitchell, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran: Buku Saku
Dasar Patologis Penyakit. Ed. 7. Jakarta: EGC; 2013. h. 512, 513
7. Punnoose AR. Lynm C, Gloub RM. Cirrhosis. JAMA Network.
2012;307(8):874
8. Bortolotti F. Reversal of Liver Cirrhosis: A desirable clinical outcome and its
pathogenic background. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition.
2007; 44(4):401-6.
9. Schuppan D, Afdhal NH. Liver Cirrhosis. Lancet. 2008:371(9615):835-851.
10. Wolf DC. Cirrhosis. Diterbitkan pada 27 Mei 2014 [dikutip pada 15 Oktober
2014]. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview