Pasar Tradisional - ftp.unpad.ac.id fileSelain bersih, di pasar itu juga tidak terlihat pengemis,...

1
TEMA: El Clasico dan Takhta Juara La Liga OLAHRAGA SABTU (10/12/2011) FOKUS 25 MEGAPOLITAN JUMAT, 9 DESEMBER 2011 MI/PANCA SYURKANI berapa waktu lalu. Saat ini terdapat ak layak huni bahkan ada yang berhenti pengap, semrawut dengan tumpukan sampah ber- aroma tak sedap. Namun, ada juga pasar tradisional yang bersih dan tertata baik seperti Pasar Puri Indah di Jakarta Barat. Tidak seperti pasar tradisional umumnya, Pasar Puri Indah yang terletak di Kelurahan Kembangan Jakarta Barat tam- pak rapi dan bersih. Tak ada tumpukan sampah atau lantai becek. Tampangnya engga beda dengan swalayan. Penataan yang apik membuat pasar ini nyaman dikunjungi. Selain bersih, pengunjung mera- sa nyaman karena tak terlihat pengemis, gelandangan, atau pengamen yang mengganggu kenyamanan berbelanja. Jenis komoditas yang dijual pun tak kalah lengkap dengan pasar tradisional lainnya. Bah- kan lebih variatif karena dikeli- lingi pertokoan yang menjual pakaian anak, produk fesyen, hingga mainan. Rita, 30, warga Cengkareng, yang ditemui sedang memilih buah-buahan di salah satu kios, mengatakan kerap berbelanja di Pasar Puri Indah. Selain akses cu- kup mudah, buah- buahan impor yang ada lebih bervariasi jika dibandingkan dengan pasar tradisional umumnya. “Soal harga memang sedikit lebih mahal ketimbang pasar tradisional lain. Tetapi jika dibandingkan dengan super- market atau pusat perbelanjaan modern, harga di sini lebih mu- rah. Di sini, saya bisa memakai sandal jepit tanpa takut kotor karena enggak becek,” tukas- nya. (Ssr/*/*/J-1) [email protected] MI/ATET DWI PRAMADIA bertransaksi di Pasar Tradisional Kramatjati yang bersebelahan dengan pasar modern Carrefour. Warga juga berbelanja menggunakan motor untuk menghindari tanah becek. Seorang ibu (atas) berjalan di genangan air kotor yang merendam pasar tradisional di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pekan lalu. Sementara itu konsumen MI/PANCA SYURKANI | ANTARA/SAPTONO | MI/ROMMY PUJIANTO PASAR KOTOR:

Transcript of Pasar Tradisional - ftp.unpad.ac.id fileSelain bersih, di pasar itu juga tidak terlihat pengemis,...

TEMA:El Clasico

dan TakhtaJuara La Liga

OLAHRAGASABTU (10/12/2011)

FOKUS

Pasar Tradisional Becek enggak Ada Ojek

24 25FOKUS MEGAPOLITAN JUMAT, 9 DESEMBER 2011JUMAT, 9 DESEMBER 2011

DOK MI/TERESIA MELIANA

NYAMAN BERBELANJA: Pasar tradisional Puri Indah di Kelurahan Kembangan, Jakarta Barat, tertata rapi sehingga nyaman bagi para konsumen. Selain bersih, di pasar itu juga tidak terlihat pengemis, gelandangan, atau pengamen yang mengganggu kenyamanan berbelanja.

GELAK tawa dua bo cah, laki-laki dan perempuan, pecah

saat keduanya meluncur bebas dari troli berkarat yang biasa digunakan untuk me mindahkan botol-botol mi numan.

Di belakang mereka, tiga bocah lainnya dengan sema-ngat mendorong tangkai troli di lorong Pasar Blora, Jakarta Pu sat, yang sempit gelap dan be cek.

Teriakan kegembiraan semakin nyaring tatkala troli tersebut direm mendadak un-tuk menghindari alas semen tak rata atau pembeli yang melintas. Apalagi saat kedua bocah terjatuh dan menge-nai genangan hitam. Suara ta wa lepas anak-anak itu tak mampu menghapus suasana suram pasar yang semakin sepi pembeli.

Arena pasar yang terle-tak di Jl Juana Blok H No 1, Men teng, tersebut tak hanya dijadikan tempat bermain oleh bocah-bocah berusia

Arena Bermain dan Rumah Tinggal

ANATA SYAH FITRI

PASAR tradisional Ja-kar ta seperti ibu tiri ditinggal suami. Pem-beli yang datang tak

menyukainya, pengelola pun lupa padanya. Tengoklah be-berapa pasar di Jakarta Utara seperti Pasar Sindang di Koja, Pasar Waru di Lagoa, Pasar Kali Baru di Cilincing, Pasar Ikan di Penjaringan, dan Pasar Pelita di Sungai Bambu.

Pasar-pasar itu tak jauh dari nasib anak yatim piatu yang ditinggalkan di pinggir jalan, kumuh dan bau. Kondisi suram tampak jelas di wajah Pasar Sindang di Jalan Sindang Raya. Sebagian atap pasar rusak dan bolong. Saat memasuki pasar, lantai dan dinding berseragam kusam menyambut.

Pedagang sayuran bernama Bayu, 38, mengaku kondisi pa-sar yang kotor dan kusam mem-buat pengunjung malas datang. “Pasar semakin sepi karena tak jauh dari sini ada Pasar Rawa-badak yang lebih bersih. Jadi pembeli lari ke sana,” cetusnya, Selasa (6/12).

Pasar yang berdiri pada 1989 tersebut bukan hanya ditinggal-kan pembeli, banyak pedagang juga memilih menyingkir. Tiga lantai hanya terisi lantai bawah. “Pedagang pun tidak tahan, bagaimana dengan pembeli,” keluh Surip, 49, pedagang pa-kaian.

Buruknya kondisi bangun-an menyebabkan sejumlah pedagang memilih berjualan di pasar tidak resmi yang lebih dikenal dengan sebutan pasar jongkok. Ratusan pedagang yang berjualan di Lorong 104, Koja, juga menolak direlokasi ke Pasar Sindang.

Kondisi lebih tak nyaman dirasakan pembeli dan peda-gang Pasar Ikan Luar Batang, Muara Angke, dan Kamal Muara di kawasan Penjaringan. Karena berada di pesisir, pasar tersebut kerap tergenang akibat banjir laut pasang (rob).

Beberapa saat setelah terge-nang, seketika tercium aroma menusuk dari sampah-sampah organik ke penjuru pasar. Sobar, 37, pedagang di Pasar Ikan Luar Batang, dapat menerima banjir yang sewaktu-waktu datang

karena lokasi mereka memang di pesisir. “Kami sudah me-nge luhkan kepada pengelola agar meninggikan fondasi dan memperbaiki bangunan, namun suara kami tak pernah dide-ngar,” tuturnya.

Wilayah bisa berbeda, na-mun nasib pasar sama saja. Kon disi Pasar Kampung Duri, Duri Selatan, Tambora, Jakarta Barat, setali tiga uang. Pasar seluas 700 meter itu benar-benar tidak terurus. Atap pasar yang terbuat dari asbes sudah pecah dan rusak. Saat hujan turun, air selalu memenuhi kios-kios di bawahnya.

Pasar yang becek bercam-pur serakan sampah memaksa pembeli dan pedagang men-jauh. Kios-kios yang kosong menjadi tempat para preman nongkrong. “Kalau siang banyak yang mabuk-mabukan di sini. Pedagang enggak nyaman. Kami meminta PD Pasar Jaya segera memperbaiki pasar,” ungkap Nurifah, 35, yang sudah 15 tahun berjualan di sana.

Camat Tambora Isnawa Adji mengakui kondisi Pasar Kam-pung Duri masuk kategori

kumuh. Isnawa sudah beberapa kali mengusulkan peremajaan agar suasana pasar kembali bergairah. “Sekarang tinggal 60 pedagang dari sebelumnya 150 orang. PD Pasar Jaya berjanji meremajakan pasar pada 2012,” imbuhnya.

Pasar Kramatjati, Jakarta Ti-mur, memang tetap ramai de-ngan para pembeli. Seluruh ke-butuhan pokok seperti sayuran, bumbu dapur, beras, maupun kain, baju atau sepatu, tersedia. Harga murah meriah. Namun jika hujan tiba, pasar pun becek dan pembeli pusing karena tak ada ojek.

Suhendar, 53, pemilik kios ke-lontong di lantai satu mengaku pasar sering tergenang. “Salur-an pembuangan air mampat. Kalau hujan, pasti air masuk ke kios. PD Pasar Jaya janji re vi talisasi 2012, semoga saja benar,” tegasnya.

Pada saat PD Pasar Jaya mere-vitalisasi sekitar pasar, ia minta bukan hanya drainasenya saja yang diperbaiki, melainkan juga lahan parkir dan pencurian lis-trik juga ditertibkan. Pedagang kaki lima dengan semena-mena

menarik kabel ke lokasi mereka tanpa meteran. “Akhirnya kami pemilik kios yang dikenai be-ban,” lanjut Suhendar.

Tidak peduli Menurut Direktur Eksekutif

Masyarakat Pemantau Kebi-jakan Eksekutif dan Legislatif Sugiyanto, terdapat 153 pasar tradisional yang kondisinya tidak terurus di Jakarta. Seba-gian besar pasar tradisional tidak layak huni bahkan ada yang berhenti beroperasi.

“PD Pasar Jaya gagal me nge-lola pasar tradisional. Mereka sepertinya tidak peduli dengan keberadaan pasar tradisional,” ujarnya sambil membeberkan data yang dimiliki.

Terhitung sejak 1985 hingga kini, jumlah pasar tradisional masih 153 unit. Adapun pasar modern melaju pesat dari nol menjadi 2.162. Kontribusi ter-hadap pendapatan asli daerah tidak bisa dijadikan ukuran ke-berhasilan PD Pasar Jaya. “Ada hal yang jauh lebih penting yaitu memerhatikan pengelo-laan dan pertumbuhan pasar tradisional,” katanya.

Berdasarkan hasil inventari-sasi yang dilakukan PD Pasar Jaya pada 2009, sebanyak 97 dari 153 pasar tradisional dalam kondisi rusak dan tidak memad-ai. “Secara bertahap PD Pasar Jaya akan merevitalisasi dan merenovasi pasar-pasar yang kondisinya rusak berat,” ujar Humas PD Pasar Jaya Johanes Daramonsidi, Rabu (7/12).

Johanes mewakili Dirut PD Pasar Jaya Djangga Lubis me-ngatakan pihaknya telah mem-bangun dan mere vi talisasi 13 pasar pada 2009-2010. Tahun ini juga sudah 13 pasar direvi-talisasi. Jadi dalam dua tahun terakhir telah 26 pasar yang diperbaiki menjadi layak kem-bali.

Untuk 2012, pihaknya me-nargetkan 26 pasar lagi. “Kami akan terus membenahi dan memperbaiki fisik bangunan agar pedagang dapat bersaing dengan pasar modern. Perbaik-an kondisi fi sik bangunan dan sarana prasarana merupakan harga mati,” terangnya.

Pasar tradisional umumnya identik dengan kondisi tak menyenangkan. Lantai becek,

MI/PANCA SYURKANI

TIDAK TERURUS: Para pedagang menunggu konsumen di Pasar Tradisional Kebayoran, Jakarta, beberapa waktu lalu. Saat ini terdapat 153 pasar tradisional yang kondisinya tidak terurus di Jakarta. Sebagian besar pasar tradisional tidak layak huni bahkan ada yang berhenti beroperasi.

Saat pembeli dan pedagang

bertransaksi, air laut pasang (rob) tiba-tiba

membanjiri Pasar Ikan Luar Batang,

Muara Angke, Penjaringan,

Jakarta Utara.

pengap, semrawut dengan tumpukan sampah ber-aroma tak sedap. Namun, ada juga pasar tradisional yang bersih dan tertata baik seperti Pasar Puri Indah di Jakarta Barat.

Tidak seperti pasar tradisional umumnya, Pasar Puri Indah yang terletak di Kelurahan Kembangan Jakarta Barat tam-pak rapi dan bersih. Tak ada tumpukan sampah atau lantai becek. Tampangnya engga beda dengan swalayan.

Penataan yang apik membuat pasar ini nyaman dikunjungi. Selain bersih, pengunjung mera-sa nyaman karena tak terlihat pengemis, gelandangan, atau pengamen yang mengganggu kenyamanan berbelanja.

Jenis komoditas yang dijual pun tak kalah lengkap dengan pasar tradisional lainnya. Bah-kan lebih variatif karena dikeli-lingi pertokoan yang menjual pakaian anak, produk fesyen, hingga mainan.

Rita, 30, warga Cengkareng, yang ditemui sedang memilih buah-buahan di salah satu kios, menga ta kan ke rap berbelanja

d i P a s a r Pu ri Indah. Se lain akses cu-kup mu dah, buah-buahan impor yang ada lebih bervariasi jika dibandingkan dengan pasar tradisional umum nya.

“Soal harga memang sedikit lebih mahal ketimbang pasar tradisional lain. Tetapi jika dibandingkan dengan super-mar ket atau pusat perbelanjaan modern, harga di sini lebih mu-rah. Di sini, saya bisa memakai sandal jepit tanpa takut kotor karena enggak becek,” tukas-nya. (Ssr/*/*/J-1)

[email protected]

3-5 tahun. Orangtua mereka yang menjadi pedagang pun menyulap pasar yang kian ter-bengkalai itu menjadi rumah.

Tengoklah kios di bagian dalam pasar yang tinggal ke-rangka-kerangka kayu. Dengan mo dal sarung lusuh, mereka menyekatnya menjadi bebera-pa bagian layaknya kamar.

Meja-meja tripleks tempat menaruh barang dagangan menjadi alas kasur.

Meja keramik panjang tem-pat memotong daging jualan dijadikan tempat mencuci baju. Ember-ember besar untuk mem bilas. Tali-tali jemuran dipasang sembarangan di ping-gir-pinggir pasar.

Meja keramik di sisi kiri ber alih fungsi sebagai ‘ruang santai’. Di atasnya berdiri tele-visi 14 inci. Beberapa pedagang merebahkan diri di atas meja sambil menonton televisi.

Ayu, 34, salah satu peda-gang, mengaku tak punya ba nyak pilihan selain tinggal di pasar itu. Ia telah tinggal di situ sejak orangtuanya menjadi

pe dagang sayur belasan tahun lalu.

Pendapatan sehari-harinya dari berjualan sayur tak cukup un tuk menyewa kontrakan se-der hana. “Sambil jualan, kami tinggal di sini. Nanti kalau ditinggal pergi, malah ditutup sama pemerintah,” candanya.

Menurut Ayu, dari sekitar 50 kios yang bertahan, sekitar 20 kepala keluarga mengguna-kan sekaligus lapak jualan se ba gai tempat tinggal. “Yah ketim bang enggak dipakai,” sambungnya.

Pasar Blora memang kontras dengan berbagai gedung modern di sekelilingnya. Tak hanya bangunan yang reyot, limbah-limbah pedagang yang dibuang sembarang menam-bah kesan pasar yang tak terurus. Sesekali tikus-tikus got leluasa hilir mudik.

Sinar mentari yang tertahan oleh seng-seng tua berkarat pe-na han hujan menambah suram sua sana pasar. Bangunan cu-kup layak hanya rumah makan di bagian depan pasar.

Ditinggal pergiIronis memang mengingat

pa sar yang dibangun pada 1973 itu sangat berjaya pada 1980-an. Pasar dengan luas areal tanah 2.863 m2 dan luas bangunan 2.700 m2 tersebut sempat menjadi idola warga Menteng lantaran letaknya strategis dan dekat dengan permukiman penduduk.

Tak hanya sayur-mayur, ikan, dan daging, pasar terse-but juga ramai dengan peda-gang pakaian, salon, hingga pedagang emas. Sayangnya sejak 1986, kegiatan jual beli di Pasar Blora menurun seiring dengan munculnya mal.

Pengunjung yang tak ta han dengan becek dan bau pun meninggalkan Pasar Blora. Dari sekitar 300 ruko pada 2009, yang masih ber ta han hingga kini tak sampai 40. Ruko yang masih bertahan antara lain tukang jahit, pedagang buah, serta kios warteg. Pe dagang yang paling banyak bertahan yaitu sayur dan rokok.

Menurut Atang, 53, pemilik

Warteg Sederhana, Pasar Blora tak sepenuhnya mati. Setiap hari denyut kehidupan pasar secara rutin berdetak dari pu-kul 06.00 WIB hingga pukul 17.00. “Pagi masih ramai, kok.”

Atang mengaku sejak 2002 hak pakai lahan di pasar terse-but telah habis. Beberapa kali pihak PD Pasar Jaya meminta pedagang untuk pindah. Namun, beberapa pedagang bertahan dan tetap membayar PBB setiap tahun. Sejak saat itu, pasar seakan terbengkalai.

Beberapa kali gosip peng-han curan hingga pendirian hotel di lahan tersebut pun sempat tersiar. “Tapi, sampai sekarang pemerintah enggak melakukan apa-apa,” ujarnya.

Atang justru menyesali sikap pemerintah yang tak pernah merenovasi dan memperbaiki perwajahan Pasar Blora. Se-menjak dibangun, pasar terse-but belum pernah direnovasi. “Jadi, siapa yang nelantarin, pedagang apa pemerintah? Saya juga bingung,” cetusnya. (Vini Mariyane Rosya/J-1)

MI/ATET DWI PRAMADIA

bertransaksi di Pasar Tradisional Kramatjati yang bersebelahan dengan pasar modern Carrefour. Warga juga berbelanja menggunakan motor untuk menghindari tanah becek.

Seorang ibu (atas) berjalan di genangan air kotor yang merendam

pasar tradisional di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Sementara itu konsumen

MI/PANCA SYURKANI | ANTARA/SAPTONO | MI/ROMMY PUJIANTO

PASAR KOTOR:

BERUBAH FUNGSI: Seorang ibu memandikan bayi di Pasar Blora, Jalan Juana, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin. Saat ini pasar tersebut sudah berubah fungsi. Para pedagang menyulap pasar yang kian terbengkalai menjadi rumah.