PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES...
Transcript of PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES...
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN
PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN
TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar sarjana bidang Ilmu Pemerintahan
Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Oleh :
SOFYAN
NIM : 080565201045
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
ABSTRAK
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada
Pemerintah Desa dalam hal pembentukan peraturan desa demi terwujudnya
kepentingan dan tatanan kehidupan masyarakat desa yang dibentuk berdasarkan
aspirasi masyarakat desa setempat. Peraturan Desa merupakan regulasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dibuat atas usulan dari Pemerintah
Desa atau Badan Permusyawaratan Desa.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis sampaikan temuan-temuan yang terjadi
di Desa Toapaya Selatan, yaitu 1). Fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai
lembaga penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat desa tidak berjalan
secara optimal ini ditandai banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam
menyampaikan aspirasinya kepada Rukun Tentangga (RT) setempat yang mereka
anggap sebagai kepala wilayahnya; 2). Kurangnya sosialisai dari Pemerintah Desa
kepada masyarakat desa akan pentingnya musyawarah untuk mufakat, sehingga
apa yang telah diputuskan bersama tidak menimbulkan pro dan kontra dikemudian
hari, hal ini berdampak pada penerapan Peraturan desa yang telah dibuat; 3) Sosial
ekonomi masyarakat yang digambarkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup hari-
hari yaitu pekerjaan, sehigga kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran
aspirasi secara langsung sebagai bentuk partisipasi.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan berupa kutipan
kata-kata yang bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan poto-
poto, untuk dibandingkan dengan fenomena-fenomena yang terjadi. Metode ini
secara umum dapat dikatakan metode Survei. Dan teori yang penulis gunakan
yaitu teori Bagir Manan (2001;85) berpendapat bahwa partispasi dapat dilakukan
dengan cara : 1) mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan
peraturan deaerah; 2) melakukan Public hearing atau mengundang dalam rapat-
rapat penyusunan peraturan daerah; 3) melakukan uji sahih kepada pihak-pihak
tertentu untuk mendapatkan tanggapan; 4) melakukan loka karya (workshop) atas
ranperda secara teori dibahas oleh DPRD; 5) mempublikasikan ranperda agar
mendapat tanggapan publik. Teori ini juga perkuat dalam peraturan perudang-
undangan yaitu pasal 96 ayat 1dan 2 UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan dan pasal 139 ayat 1 UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
Partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses penyusunan
peraturan desa tergolong partisipasi tidak langsung atau representatif dari
demokrasi perwakilan, sehingga partisipasi secara langsung terlibat aktif masih
yang tergolong rendah sifatnya, dan juga penerapan peraturan desa itu yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya sehingga terbentuk opini negatif dimata
masyarakat. Ini terkesan bahwa pemerintah desa dan masyarakat mengabaikan
peraturan desa sebagai dasar penyelenggaraan urusan pemerintahan ditingkat
desa.
Kata kunci : Partisipasi masyarakat, Peraturan desa.
ABSTRACK
Local Government gave authority and responsibility to Village
Government in forming village’s role for the sake of villagers and arrangement of
villager’s life that is based on villager’s aspiration. The role of village as
regulation in enforcement of government asmade of village Government and
Badan Permusyawaratan Desa.
The result of this research, the researcher found some phenomenon in
south Toapaya, such as, 1) the function of Badan Permusyawaratan Desa as
institution of villagers aspiration that are not run well which is signed by many
villagers are participated in delivering their aspiration to Rukun Tetangga (RT).
2) Less of socialization from village governments to villagers for important of
deliberation for consensus, so what was resolved together are not become pro and
contra in a few days, this case are impacted for application of villager’s role that
are made. 3) The economic social of villagers are showed in fulfillment of life
needs such as; jobs. It makes less optimal in aspiration delivery directly as
participation.
The researcher used descriptive qualitative research. The data was
collected as quotation that was sourced from interview, field note, and
documentation to compare with phenomenon was happened. The method of this
research generally was called survey method. The researcher used BagirManan
(2001;85). Manan states, participant was did such as; 1).The engaging villagers
in a work team in making village’s role. 2) Doing public hearing or inviting some
meeting in enforcement village’s role. 3) Doing valid test for special participant
to get response. 4) Doing workshop for Ranperdain theorist was discussed by
DPRD. 5) Publishing Ranperda to get public response. This theory are reinforced
by Perda subsection 96 verse 1 and 2 UU No. 12 year 2011 about making of
Perda and also subsection 139 verse 1 UU No. 32 year 2004 about Local
Government.
The participation of South Toapaya Villagers is enforcement village’s
role. This villager was instead of indirectly participation or representative from
demarcation. Than the directly participation actively was instead of low habitual,
and then the application of village’s role were not run well that make negative
opinion from villagers. It makes the village government and villagers ignored the
village’s role as a basic enforcement of government in a village.
Key word : villagers participant, village’s role
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN
PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN
TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan kepentingan desa yang berdasarkan dari aspirasi
masyarakat, pemerintah daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab
kepada pemerintah desa dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan
yang lazim disebut Peraturan Desa, dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan untuk kepentingan masyarakat desa itu sendiri. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 desa mempunyai kewenangan mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat
istiadatnya dan juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Tentang Pemerintahan Desa.
Pemerintahahan Daerah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dapat
membentuk pemerintahan desa yang terbentuk dari prakarsa masyarakat setempat
dengan memperhatikan hak asal usul desa dan sosial masyarakat desa setempat
dengan memenuhi ketentuaan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan yang diberikan merupakan wujud nyata dalam pelaksaaan hak
otonomi desa yang dimiliki oleh suatu desa.
Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan
bersama Badan Permusyawaratan Desa, dalam menyelenggarakan otonomi desa.
Peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam proses pembuatan
peraturan desa dibutuhkan partisipasi masyarakat, agar output dari peraturan desa
dapat memenuhi aspek kebutuhan masyarakat setempat yang disampaikan melalui
Badan Permusyawaratan Desa, supaya keberlakuan hukum dan dapat
dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Aspirasi masyarakat setempat
berupa masukan dan sumbang pemikiran dalam perumusan substansi pengaturan
peraturan desa lebih efektif posisinya dalam mempengaruhi para pengambil
kebijakan kerena keluhan dan pendapat masyarakat acapkali menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru, yaitu Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999, fungsi serta kewenangan Badan Perwakilan Desa yang berdasarkan
UU 32/2004 diganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa mengalami
penyempitan fungsi dan kewenangan, yaitu hanya berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Meskipun Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tidak memiliki fungsi pengawasan/ kontrol terhadap
kepala desa, tetapi dari sisi pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan masih terbuka dengan diberikannya dua fungsi kepada Badan
Permusyawaratan Desa yang dulu dimiliki berdasarkan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 yaitu fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
dan bersama kepala desa menetapkan peraturan desa. Fungsi menampung dan
menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Peraturan desa yang dimiliki Badan
Permusyawaratan Desa merupakan sarana penting bagi pelembagaan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan desa .
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai salah satu
unsur penyelengara Pemerintahan Desa keberadaan BPD dalam pemerintahan
desa adalah bukti pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemeritahan desa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat dua lembaga yaitu Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah berfungsi sebagai penyelenggara
kebijakan pemerintah atasanya dan kebijakan desa. Sedangkan BPD berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pembetukan paraturan desa
sangat dibutuhkan karena masyarakat pemilik kedaulatan, yang mana hasil akhir
dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah desa sebagai penyelenggara
pemerintahan akan dirasakan oleh masyarakat setempat.
Penyusunan peraturan desa dalam membuat suatu kebijakan harus
didasarkan pada kepentingan masyarakat setempat sebagai landasan dalam
menunjang pembangunan. Gagasan dan masukan-masukan tersebut disampaikan
kepada BPD untuk dibahas bersama kepala desa dalam membuat kebijakan demi
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Proses penyusunan peraturan desa yang dibuat dan disepakati oleh Badan
Permusyawaratan Desa harus menyentuh beberapa asas seperti yang
dikemukankan oleh Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S.
Attamimi yaitu asas formal dan asas material.
Asas formal meliputi :
1. Asas tujuan jelas.
2. Asas lembaga yang tepat.
3. Asas perlunya pengaturan.
4. Asas dapat dilaksanakan.
5. Asas Konsensus.
Asas material meliputi:
1. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika.
2. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali
3. Asas persamaan
4. Asas kepastian hukum
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.
Untuk menguat asas formal dan material diatas perlu juga dimasukan materi
muatan sebagaiman tercantum dalam pasal 138 UU No. 32 Tahun 2004 yang
meliputi asas :
1. Pengayoman
2. Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kekeluargaan
5. Kenusantaraan
6. Bnineka tunggal ika
7. Keadilan
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahaan
9. Ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan
Penulis tertarik untuk meneliti di Desa Toapaya Selatan yang merupakan
salah satu desa pemerkaran yang terleak di Kecamatan Toapaya Kabupaten
Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dengan luas wilayah 9.180 Km2 yang
berpenduduk sekitar 4.171 jiwa, terbentuk berdasarkan pemekaran dari desa induk
yaitu Desa Toapaya, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau nomor
8 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Desa Kuala Sempang Kelurahaan Teluk
Lobam dikecamatan Bintan Utara dan desa Toapaya Utara dan Desa Toapaya
Selatan dikecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan Derah
Kabupaten Bintan Nomor 12 tahun 2007 tanggal 23 Agustus 2007 dimekarkan
menjadi kecamatan Toapaya. (sumber data : profil Desa Toapaya Selatan, 2011)
Pemekaran yang dilaksanakan berdasarkan kemauan masyarakat desa
Toapaya Selatan itu sendiri, mengingat jumlah penduduk yang semakin
bertambah, potensi ekonomi, luas wilayah, sosial budaya, sosial politik dan
tingkat pendidikan yang cukup baik serta peningkatan beban tugas pemerintahan
dalam hal pelayanan, pembangunan dan pengaturan di dalam masyarakat.
Disamping itu Desa Toapaya Selatan bersempadan dengan Pemerintahan Kota
Tanjungpinang dan Pemerintahan Propinsi Kepulauan Riau.
Diundangkannya Peraturan Daerah tentang pemekaran desa Toapaya
Selatan Tahun 2007 maka terbentuklah organisasi yang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat desa, yang dikepalai oleh Kepala Desa dan prangkat desa
serta lembaga Badan permusyawaratan Desa sebagai peyelenggara pemerintahan
desa.
Masyarakat Desa Toapaya Selatan terdiri masyarakat asli tempatan atau
suku asli yaitu suku melayu (bugis) yang sebagian besar berprofesi sebagai
masyarakat nelayan yang menggantung hidupnya dilaut dan sungai serta
masyarakat pendatang seperti Jawa, Sunda, Batak, Padang, Cina, dll yang
mayoritas berprofesi sebagai petani perkebunan, peternak, karyawan swasta,
buruh bangunan. Masyarakat Desa Toapaya Selatan juga banyak yang berkerja di
Kota Tanjungpinang.
Keanekaragaman kebudayaan yang menyatu menjadi kemajemukan yang
bersifat fluralisme dalam suatu desa, dalam membangun kenyamanan dan
ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan tatanan
kehidupan yang teratur dalam mengatur urusan masyarakat setempat tersebut,
desa dapat membuat suatu produk hukum dalam meyelenggaran pemerintahan
desa yaitu Peraturan Desa.
Dalam penyusunan peraturan desa, rancangan peraturan desa dapat
diusulkan oleh Pemerintah Desa dan dapat juga berasal dari usulan inisiatif dari
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Rancangan peraturan desa baik yang
berasal dari pemerintahan desa maupun dari BPD, masyarakat berhak untuk
menyampaikan atau memberikan masukan-masukan atau gagasan-gagasan
sebagai bentuk dari pastisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Berdasarkan pada asumsi sementara pra penelitian melalui observasi penulis
berasumsi bahwa kurang optimalnya partisipasi masyarakata Desa Toapaya
Selatan, sebagai berikut;
1. Dengan adanya lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
Pemerintah desa sebagai penyelenggaran pemerintahan yang memiliki salah
satu fungsinya yaitu penyerapan aspirasi, sehingga masyarakat Desa Toapaya
Selatan merasa terwakili dalam berpartisipasi tidak langsung untuk
menyampaikan aspirasinya, yang terbangun dari pola sikap dan prilaku serta
pengetahuan yang minim terhadap musyawarah dalam pembangunan desa,
disamping itu juga aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD
belum representatif
2. Pemerintahan desa yang kurang mensosialisasikan kepada masyarakat Desa
Toapaya Selatan akan arti pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat
tentang apa yang diputuskan untuk kepentingan bersama kurang dipahami
masyarakat sehingga bermunculan pro dan kontra terhadap kebijakan yang
diambil, yang berdampak pada kurang optimal nya penerapan peraturan desa
yang telah dibuat.
3. Sosial ekonomi masyarakat desa Toapaya Selatan yang berbagairagam
profesi mata pencarian sehingga menyebabkan kurang aktifnya masyarakat
sehingga berdampak pada kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran
aspirasinya secara langsung sebagai bentuk partisipasi, sehingga bentuk
partisipasinya tergolong rendah.
Melihat dari gejala-gejala di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan”
Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian agar penulis tahu kemana arahnya penelitian ini. Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang akan penulis bahas adalah :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses
penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan.
2. Apa yang menjadi faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat
Toapaya selatan dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya
Selatan.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukan adanya sesuatu
hal yang diperoleh setelah penelitian selesai, dengan demikian tujuan penelitian
untuk memberikan informasi mengenai apa yang telah di peroleh setelah selesai
penelitian (Hasan, 2002;44)
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam
proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya
Kabupaten Bintan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dan dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah :
1. Secara praktis yaitu dapat memberikan data dan informasi yang berguna
bagi semua kalangan baik pemerintah desa maupun masyarakat Desa
Toapayaa Selatan dan sebagai wahana untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan penulis tentang wawasan pemerintahan.
2. Secara akademis, untuk memberikan masukan bagi pengembangan ilmu
pemerintahan dan sebagai informasi dan bahan banding akan pentingnya
partispasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa.
Konsep Operasional
Dalam konsep operasional ini penulis menggunakan teori Bagir manan
(2001:85) berpendapat partisipasi dapat dilakukan dengan cara ;
1. mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan
daerah.
2. melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat
penyusunan peraturan daerah.
3. melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan
tanggapan.
4. melakukan loka karya (workshop) atas raperda sebelum secara teori
dibahas oleh DPRD.
5. mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
Teori ini dapat disajikan parameter atau indikator dalam variable yang akan
diteliti dengan tujuan agar mudah dibaca fenomena-fenomena yang akan diteliti
secara konseptual.
Agar penelitian ini dapat dijawab secara rinci maka penulis mengambil
indikator-indikator dibawah ini:
1. Keterlibatan warga masyarakat dalam dalam tahap perencanan proses
penyusunan peraturan desa adalah keikutsertaan masyarakat baik itu terlibat
langsung atau melalui perwakilan yang dimulai dari awal pertemuan atau
musyawarah warga dengan RT/ RW, kepala desa atau BPD untuk memberikan
masukan, gagasa, atau ide-ide yang selanjutnya dibawa dalam pensosialisasian
kebijakan yang akan dibentuk;
1. adanya keikutsertaan warga masyarakat secara langsung dalam kegiatan
musyawarah dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi.
2. adanya keikutsertaan warga masyarakat secara tidak langsung
(perwakilan) dalam tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam musyawarah
dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi.
2. Melibatkan masyarakat dalam tahap awal melalui musyawarah penyusunan
peraturan desa adalah diikutsertakan warga dalam menentukan kebijakan
dalam hal tanya jawab dalam;
- Memberikan kebebasan kepada warga untuk berdialog atau memberikan
tanggapan-tanggapan dalam sesi tanya jawab
Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deskriptif kualitatif, data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dengan demikin laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan yang
bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, poto-poto,.
Penelitian deskriptif menurut Whiteney dalam Moh.Nazir (2003:16) adalah
pencarian fakta lapangan dengan interprestasi yang tetap, mempelajari masalah-
masalah dalam masyarakat, seta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses
yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena
Dalam metode ini penulis dapat membandingkan fenomena-fenomena yang
terjadi sehingga dapat menjadi suatu studi koperatif. Metode ini secara umum
dapat dikatakan metode survey.
Tujuan penelitian ini memberikan gambaran secar sistimatis, faktual, dan
akurat mengenai fakta dan sifat-sifat serta fenomena-fenomena sosial yang terjadi
dimasyarakat khusunya masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam berpartisipasi
penyusunan peraturan desa.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti adalah Desa Toapaya Selatan Kecamatan
Toapaya Kebupaten Bintan kerana Desa Toapaya yang memiliki luas wilayah
9.180 M2 dengan jumlah penduduk 4.171 jiwa, merupakan daerah pemekaran
yang relatif baru yang terbentuk tahun 2007.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui, wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.
Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata/lisan dan data-data
tertulis sedangkan foto-foto dan statistik adalah data tambahan (moleong,
2007:157)
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melihat fenomena-
fenomena yang terjadi adalah :
1. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.
(meleong, 2005:186). Wawancara ini akan ditujukan kepada Ketua BPD, RT,
RW, dan mayarakat Toapaya selatan yang keseluruhan responden berjumlah
40 jiwa.
Tabel.1. Responden
RESPONDEN Jumlah jiwa
Ketua Badan Pemusyawaratan Rakyat 1
Kepala desa 1
Sekretaris desa 1
RW 3
RT 7
Masyarakat Desa Toapaya Selatan 27
Jumlah 40
Sumber data: olahan 2013
2. Teknik Pengamatan (observasi)
Observasi adalah teknik yang digunkan dalam mengumpulkan data primer
yang diperlukan dengan melakukan pengamatan langsung pada objek
penelitian dilokasi Desa Toapaya Selatan
3. Teknik Dokumentasi
Sebagai sumber data seperti arsip-arsip, agenda dan berkas-berkas poto-poto
yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini sebagai pemberi
tambahan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4. Sumber data
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber
data yaitu data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang didapat
berhubungan dengan fokus kajian peneliti yaitu partisipasi masyarakat dalam
proses penyusunan peraturan desa. Dan data sekunder yaitu data yang pendukung
Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek dimana data dapat
diperoleh. Dalam suatu penelitian sebelum penelitian dimulai haruslah diketahui
dulu sumber data yanga akan diteliti.
Arikunto (2006:129) yang dimaksud sumber data adalah “subjek dari mana
data diperoleh” adapun sumber data itu sebagai berikut:
1. Informan, yaitu sumber data yang biasa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.
2. Informan, yaitu sumber data yang memberikan informasi kepada penulis
dalam melakukan penelitian
3. Dokumen, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar atau simbol-simbol lain.
5. Jenis Data
Untuk mempermudah penelitian ini peneliti mengindentifikasi sumber data
menjadi dua bagian :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden
terhadap keterlibatan atau keikutsertan masyarakat dalam proses
penyusunan Peraturan desa di Desa Toapaya Selatan
2. Data sekunder adalah data yang didapat melalui dokumen-dokumen
seperti jumlah penduduk, monografi desa, serta bahan bacaan lain yang
mendukung dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif, yang terbangun melalui
pernyataan-pernyataan yang dinyatakatan dalam bentuk penjelasan kata-kata atau
tulisan. Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistimatis
data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya
yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
peraturan desa, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.
Sebagai landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan
yang terjadi, maka perlu adanya pedoman teroritis atau tinjauan pustaka yang
dapat membantu penelitian ini agar mempunyai data yang kokoh. Menurut Hoy &
Miskel (dalam Sugiono, 2005:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan
generalisasi yang dapat digunakan unutk mengungkapkan dan menjelaskan
perilaku dalam berbagai organisasi.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi merupakan suatu langkah nyata keikutsertaan individu atau
sekelompok individu dalam menyukseskan suatu tujuan yang hendak dicapai.
Partisipasi masyarakat dianggap penting dalam setiap kebijakan yang akan dibuat
bersama, antara pemerintah, Badan Perwakilan Desa dan masyarakat setempat,
untuk kepentingan dan tujuan bersama. Sehingga partisipasi menjadi kunci
penting bagi masyarakat dalam lancarnya pembuatan peraturan desa.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan, diatur pada Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, ayat (1)
dan (2) menyatakan ;
1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan.
2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui (a) rapat dengan pendapat umum, (b)
kunjungan kerja, (c)sosialisasi dan/atau (d) seminar, lokakarya dan/atau
diskusi.
Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 139 ayat (1) Undang-undang 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, mengenai partisipasi masyarakat dalam
pembentukan peraturan daerah, menyatakan, masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan atau tertulis, dalam rangka penyiapan atau pembahasan
rancangan Peraturan daerah.
Bagir manan (2001:85) berpendapat partisipasi dapat dilakukan dengan
cara:
1. mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan
daerah.
2. melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat
penyusunan peraturan daerah.
3. melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan
tanggapan.
4. melakukan loka karya (workshop) atas raperda sebelum secara teori
dibahas oleh DPRD.
5. mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
Adisasmita (2006:38) partisipasi masyarakat dapat didefinisikan sebagai
keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi
kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai
berikut: Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang
tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,
karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
mereka sendiri”. Dari pendapat Bagir Manan tersebut dapat kita ketahui bahwa
tanpa partisipasi masyarakat tidak dapat diukur sebuah peraturan desa itu benar-
benar berhasil atau tidak karena partisipasi masyarakat merupakan dasar akan
dibuatkanya peraturan desa sehingga masyarakat dapar benar-benar merasa
memiliki terhadap kebijakan yang telah ditetapkan.
Keikutsertaan masyarakat dalam bentuk partisipasi untuk mengakomodasikan
kepentingan masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Untuk
mewujudkan good governance maka dipandang perlu diatur peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Pemberian ruang kepada masyarakat
untuk berperan serta ini sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara
demokrasi. Prinsip ini mengharuskan penyelenggara negara (pemerintahan)
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa.
Arti penting partisipasi dapat dilihat dari manfaatnya dalam meningkatkan
kualitas keputusan yang dibuat karena didasari oleh kepentingan dan pengetahuan
riil yang ada didalam masyarakat. Partisipasi juga bermanfaat dalam membangun
komitmen masyarakat untuk membantu penerapan suatu keputusan yang telah
dibuat.
Mengingat fungsi dan manfaat yang dipetik darinya, kini partisipasi tidak
lagi dipandang sebagai kesempatan yang diberikan oleh pemerintah justru sebagai
hak masyarakat dalam keikutsertaan berdemokrasi.
Ada 2 cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:
1. Survei dan Konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang
diperlukan.
2. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberi peluang
yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki tatanan kehidupan di
suatu wilayah yang hidup saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Defenisi
lain masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
system yang berkelanjutan dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Dalam setiap tatanan masyarakat akan selalu membutuhkan suatu aturan
yang berbeda dalam penerapannya dan biasanya aturan tersebut disebut sebagai
sebuat aturan dengan mengambil dan menjunjung kepentingan bersama yang
dirumuskan dalam suatu peraturan bersama yang disusun berdasarkan aspirasi
masyarakat.
Mac Iver dan Page yang kutip oleh Soerjono Soekanto (2006:22)
memaparkan, masyarakat adalah suatu system dari kebiasaan, tata cara dari
kewenangan dan kerjasama antar berbagai kelompok, penggolongan dan
pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia masyarakat.
Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup
bersama ini dengan artian bahwa masyarakat hidup dalam satu tatanan kehidupan
pergaulan dan keadaan ini akan terbentuk apabila manusia melakukan hubungan
atau interaksi.
A. Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa. (PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada dasarnya merupakan penjelmaan
dari segenap warga masyarakat dan merupakan lembaga tertinggi ditingkat desa
yang berfungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
di dalamnya mengatur tentang Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa serta dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman
pembentukan Badan Permusyawaratan Desa disesuaikan pula dengan Peraturan
Pemerintan tersebut.
Pasal 200, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menjelaskan bahwa :
“Dalam pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dibentuk pemerintahan Desa yang
terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)”.
Sedangkan dalam pasal 209 lebih lanjut dinyatakan bahwa Badan
Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian
diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang
demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
Atas fungsi tersebut BPD mempuyai kewenangan :
a. Membahasa rencana peraturan desa bersama kepala desa;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan
kepala desa;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;
d. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, dan;
e. Menyusun tata tertib BPD
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Anggota BPD terdiri atas Ketua Rukun warga, Pemangku adat, golongan propesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lain. Pimpinan BPD terdiri
dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris.
Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat
BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk
pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
BPD mempunyai hak
1. Meminta keterangan kepada pemerintah desa; dan
2. Menyatakan pendapat.
Anggota BPD mempunyai hak :
1. Mengajukan rancangan peraturan desa;
2. Mengajukan pertanyaan;
3. Menyampaikan usulan dan pendapat;
4. Memilih dan dipilih; dan
5. Memperoleh tunjangan.
Anggota BPD mempunyai kewajiban :
1. Mengamalkan Pancasila, Melaksanakan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-
undangan;
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa;
3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
4. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
5. Memproses pemilihan kepala desa;
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan;
7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat;
dan
8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan.
Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/
diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota
BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kemampuan keuangan desa. Peresmian anggota BPD ditetapkan
dengan Keputusan Bupati. Anggota BPD sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan
dipandu oleh Bupati.(PP 72 Tahun 2005 tentang Desa)
Desa
Desa di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan sebelum
adanya penjajahan. Keberadaan desa merupakan suatu bentuk kehidupan yang
saling mengenal, hidup gotong royong, memiliki adat istiadat yang relatif sama
dan mempunyai tata cara tersendiri dalam mengatur kehidupan
kemasyarakatannya yang terbentuk dari rasa kekeluargaan dan kebersamaan
dalam menjalin persatuan dan kesatuan sehingga menjadi cikal bakal terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat
istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten.
Desa memiliki kewenangan sesuai yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni;
1. menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal usul.
2. menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada kepala desa,
yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan
pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
Kabupaten/ Kota.
4. Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa.
Desa menurut H.A.W. Widjaja (2003:3), bahwa desa adalah sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal
usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan
desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Keberadaan desa sebagai lembaga pemerintahan maupun sebagai entitas
kesatuan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting dan strategis. Sebagai
lembaga pemerintahan desa sebagai ujung tombak pemberi layanan kepada
masyarakat, sedangkan sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum, desa
merupakan basis sistim kemasyarakatan bangsa Indonesia sehingga dapat menjadi
landasan yang kuat bagi pengembangan sistim politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam yang stabil dan dinamis.
Defenisi desa dalam konteks Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005
tentang Pemerintah Desa, disebutkan bahwa :
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan
Republik Indonesia.”
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai revisi Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tidak mengubah secara substansi ketentuan mengenai
desa. Rumusan ini hampir sama dengan pengertian desa sebagaimana yang
tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, hal yang membedakan
adalah hilangnya anak kalimat dibawah Kabupaten. Jadi baik Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
menentukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asal usul dan
adat istiadatnya.
Peraturan desa
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
mengatur bahwa desa mempunyai wewenang mengatur dan mengurus masyarakat
setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadat setempat. Dalam rangka
mengatur dan urusan masyarakat tersebut pemerintahan desa dapat membuat
Peraturan Desa.
Peraturaan desa adalah bentuk regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Desa
yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaran Desa (BPD)
sebagai bentuk penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatiakn kondisi sosial budaya masyarakat desa
setempat. (pasal 55 PP No 72 tahun 2005).
Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa,
dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat
desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.
Peraturan desa yang dibuat hendaknya mempertimbangkan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat untuk melaksanakannya, maka dari itu peraturan desa
haruslah benar-benar memperhatikan aspirasi masyarakat.
Pemberlakuan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru
melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tetap mengakui dan menguatkan Peraturan Desa.
Definisi ini juga yang digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 yang merupakan pengaturan lebih lanjut tentang Desa.
Dalam Undang-undang tentang pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang baru pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, tetapi
tetap diakui keberadaannya yang tertuang di pasal 8 ayat (1) Undang-undang
Nomor 12 tahun 2011. Yang keberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Peraturan desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa. Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat.
Tingkat kepentingan dalam penyusunan Peraturan desa ini hendaklah dilihat
dari kerangka kepentingan sebagian besar masyrakat setempat agar peraturan desa
tersebut dapat benar benar mewakili aspirasi masyarakat. Dalam hal ini
masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka
penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan desa dan peraturan desa dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Desa Toapaya Selatan berada diwilayah kerja Pemerintah Kabupaten Bintan
Propinsi kepulauan Riau, dengan luas Wilayah 9.180 km2 dan dihuni oleh
penduduk sekitar 4.171 jiwa, dengan batas-batasan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Toapaya Asri
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Lokap.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Kijang.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pinang kencana-Pemerintah
Kota Tanjungpinang Pinang
Dilihat topografi Desa Toapaya Selatan, kondisi alamnya yang agak
berbukit dengan kontur tanah dominan mengandung podolsit (tanah liat), serta
disebagian wilayah dengan kondisi rawa-rawa yang melalui sungai-sungai kecil.
Desa Toapaya Selatan secara klimatologis beriklim tropis, yang secara umum
memiliki iklim yang sama di Indonesia. Dua musim yaitu musim hujan dan musin
kemarau dengan tempratur rata-rata terendah 23,9 ˚C dan tertinggi rata-rata 31,87
˚C, dengan kelembapan udara ± sekitar 85 %. (profil Desa Toapaya Selatan, 2011)
Sungai yang terdapat di Desa Toapaya Selatan merupakan sungai pasang
surut air laut yang bercampur dengan air paya pada hulunya yang banyak
dijumpai hutan bakau (mangrove ) disepanjang sungai.
Kondisi Demografi
Penduduk atau masyarakat merupakan salah satu alasan pemekaraan
wilayah oleh Desa Toapaya Selatan, sebagai pemegang peranan penting dalam
proses kemajuan suatu daerah dengan diimbangi oleh sumber daya manusia yang
berkualitas dan berkuantitas. Sejak terbentuknya Desa Toapaya Selatan melalui
pemekaran wilayah dengan keputusan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan
Riau Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pembentukan Desa Kuala Sempang, kelurahan
Teluk Lobam di Kecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan
Dearah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2007 tanggal 23 Agustus 2007
dimekarkan menjadi Kecamatan Toapaya Selatan dimana masayarakat Desa
Toapaya Selatan merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai etnis suku
bangsa.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dikantor pemerintahan desa di Desa
Toapaya Selatan jumlah penduduk desa 4.171 jiwa terbagi dalam 996 kepala
keluarga yang masing-masing wilayah diketua oleh dua kepala dusun yang
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Desa, 18 Rukun Tetangga (RT) dan 5
Rukun Warga (RW). Mayoritas penduduk Desa Toapaya Selatan merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti suku Jawa,
Sunda, Cina, Padang, Batak, dll.( (data monografi Desa Toapaya Selatan)
Sebaran penduduk bukan masyarakat tempatan di Desa Toapaya Selatan
lebih mendominasi tinggal didaratan yang berprofesi sebagai buruh, peternak ikan
lele, peternak ayam ras, petani, pedagang, pegawai pemerintahan dan pegawai
swasta. Sedangkan masyarakat melayu tempatan hanya sedikit yang bertempat
tinggal di pinggiran sungai atau pinggiran laut yang berprofesi sebagai nelayan.
Tabel 2.
Jumlah Penduduk Desa Toapaya Selatan Berdasarkan
Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin
1. Jumlah Penduduk menurut Kepala Keluarga 996 KK
2. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
2.1. Laki-Laki
2.2. Perempuan
2.260 jiwa
1.911 jiwa
Jumlah 4.171 jiwa
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan ,2013.
Tabel.3.
Jumlah Penduduk Desa Toapaya Selatan berdasarkan umur
NO UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0 – 5 193 197 390
2 6 – 12 307 254 561
3 13 – 15 109 96 205
4 16 – 18 97 79 176
5 19 – 25 241 220 461
6 26 – 40 649 615 1.264
7 41 – 49 261 225 486
8 50 – 59 146 100 246
9 60 – 69 70 74 144
10 70 + 44 22 66
JUMLAH 2.117 1.882 3.999
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan, 2013.
Dilihat tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Toapaya
Selatan sebagian besar berumur 26-40 tahun, ini menunjukkan bahwa penduduk
Desa Toapaya Selatan masih pada usia produktif. Dengan kondisi seperti ini
Pemerintah Desa dapat meningkatkan pembangunan partisipatif yaitu
pembangunan dengan dasar sukarela dan kesadaran sendiri untuk berpartisipasi
dalam pembangunan. Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan
cara musyawarah desa yang melibatkan masyarakat, meningkatkan keterampilan
masyarakat, pembinaan usaha-usaha masyarakat dan membantu menyalurkan
hasil usaha masyarakat dengan mendirikan koperasi unit desa dan sebagainya.
Kondisi Sosekbud
1. Pendidikan
Pendidikan mempunyai peran dalam menyiapkan sumber daya manusia
dalam proses pembangunan. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu daerah
setidaknya banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Semakin
maju pendidikan berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa
depan berbagai bidang kehidupan. Dengan tingkat pendidikan yang memadai akan
terciptanya pola pikir masyarakat untuk membangun desanya. Pendidikan
merupakan proses aktualisasi diri terhadap potensi kemampuan manusia untuk
diwujudkan kedalam tujuan yang akan diwujudkan dan juga dapat diarahkan
kepada usaha-usaha pembangunan kepribadian bangsa.
Demikian pentingnya peranan pendidikan, tidaklah mengherankan kalau
pendidikan senantiasa banyak mendapat perhatian dari pemerintah maupun
masyarakat. Dengan pendidikan pola pikir dan cara pandang seseorang akan lebih
maju untuk memajukan atau mensejahterakan kehidupannya.
Pada tabel 4 dibawah ini dapat dilihat karakteristik pendidikan masyarakat
Desa Toapaya selatan.
Tabel 4. karakteristik pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Masyarakat Jumlah
1 Tidak Pernah Sekolah 120
2 Tidak Tamat Sekolah Dasar 215
3 Tamat Sekolah Dasar 199
4 Tamat Sekolah Menengah Pertama 423
5 Tamat Sekolah Menengah Atas 299
6 Menselesaikan D1-D2-D3 13
7 Menyelesaikan Sarjana 8
Sumber Data : Desa Toapaya Selatan, 2013.
Dari data tabel di atas dapat ditarik asumsi bahwa tingkat pendidikan di
Desa Toapaya Selatan sudah cukup baik ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat
pendidikannya yang telah mengikuti program pemerintah wajib belajar 9 tahun.
Dengan tingkat pendidikan yang cukup baik ini sangat membantu dalam
proses pembangunan di Desa Toapaya Selatan karena kualitas sumber daya
manusianya sudah memadai.
2. Agama
Kondisi sosial masyarakat juga ditandai dengan kehidupan beragama.
Agama memberikan tuntunan yang jelas bagi manusia, mana yang baik, mana
yang tidak baik (buruk), nama yang harus dikerjakan, mana yang harus
ditinggalkan. Desa Toapaya Selatan yang berpenduduk 4.171 jiwa menganut
beragam kepercayaan atau agama. Keragaman agama yang dianut masyarakat
Desa Toapaya Selatan dapat diliat dari tabel dibawah ini;
Tabel 5. Sebaran agama
No Agama Jumlah (Jiwa) %
1 Islam 3.746 86,97%
2 Katholik 124 3,80%
3 Kristen Protestan 23 0,70%
4 Hindu - -
5 Budha 278 8,50%
Jumlah 4.171 100
Sumber data: Desa Toapaya Selatan 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Toapaya
Selatan penduduknya mayoritas beragama islam. Semua pemeluk agama hidup
secara damai hormat menghormati antar sesama pemeluk agama dan menyadari
begitu pentingnya warna kehidupan. Idealnya manusia harus belajar menghargai
perbedaan yang ada, karena hanya jalan seperti itulah harmonisasi kehidupan
bermasyarakat dan warna dari keanekaragaman akan benar-benar terjaga.
Manusia juga semestinya mengerti, sepenting rasa butuhnya pada orang
lain, sepenting itu menumbuhkan perasaan aman dalam kebersamaan hidup.
Karena dirinya tidak bisa hidup tanpa eksistensi orang lain. Dengan kerukunan
dalam menjalankan agama akan terciptanya suatu ketenteraman antar sesama
sehingga masyarakat dapat dengan aman dan damai untuk ikut turut serta dalam
pembangunan.
3. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Keadaan sosial ekonomi masyarakat Desa Toapaya Selatan erat
kaitannya dengan mata pencarian atau pendapatan masyarakat. Pendapatan
merupakan hal mendasar dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang dilandaskan
dengan pekerjaan seseorang dan faktor alam juga dapat berpengaruh terhadap
mata pencarian masyarakat setempat.
Pekerjaan masyarakat Desa Toapaya Selatan beragam, seperti petani, nelayan,
buruh perkebunan, buruh bagunan, peternak ikan lele, peternak ayam ras,
pedagang, wiraswasta, pegawai swasta dan pegawai negeri. Disamping itu juga
penduduk Desa Toapaya Selatan secara berkelompok membentuk kelompok-
kelompok usaha bersama seperti salah satunya kelompok bersama dalam usaha
peternakan ikan lele.
Dalam kehidupan sosial yang berhubungan dengan masyarakat di Desa
Toapaya Selatan terdapat beberapa perbedaan posisi atau kedudukan seseorang
maupun kelompok. Perbedaan inilah yang akan membentuk lapisan sosial
dimasyarakat yang berhubungan langsung dengan kekayaan.
4. Sosial Politik
Kehidupan masyarakat yang aman, tentram dan harmonis adalah dambaan
setip manusia. Sejak dibentuknya Desa Toapaya Selatan melalui pemekaran
wilayah pada tahun 2007, untuk pemenuhan pelayanan administrasi pemerintahan
maka dibentuklah organisasi pemerintahan desa yang dikepalai oleh Kepala desa
yang dipilih langsung oleh masyarakat Desa Toapaya Selatan melalui pemilihan.
Pemilihan kepala desa berlangsung dengan aman begitu juga dengan pemilihan
ketua Badan Permusyarawatan Desa, ini membuktikan bahwa kondisi sosial
politik di Desa Toapaya Selatan baik. Ini dilihat dari ada beberapa kantor-kantor
cabang kepengurusan partai politik.
Sikap ini juga tercermin dalam pemilihan kepala-kepala dearah seperti
pemilihan Gubernur Kepulauan Riau dan pemilihan Bupati Bintan yang
berlangsung tertib dan aman. Cerminan Negara demokrasi bangsa Indonesia yang
menjunjung tinggi kebersamaan walaupun ada perbedaan pendangan tergambar di
Desa Toapaya Selatan.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis dalam penelitian mengenai partisipasi
masyarakat dalam prosese penyusunan peraturan desa di di Desa Toapaya Selatan
ini adalah;
a. Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), merupakan lembaga
yang telah diamanatkan oleh UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai lembaga yang berfungsi untuk penyerapan dan penyaluran
aspirasi masyarakat, tidak berjalan sebagai mana mestinya ini terlihat,
masyarakat lebih dominan menyampaikan aspirasinya kepada RT setempat.
partisipasi masyarakat desa Toapaya Selatan lebih pada partisipasi tidak
langsung.
b. Kurang optimal, penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat Desa
Toapaya Selatan, karena disampaikan pada saat kegiatan gotong royong
berlangsung dimana tidak semua masyarakat yang dapat hadir dengan alasan
kerja, sehingga aspirasi itu kurang terakomodir, sedangkan untuk
musyawarah pembahasan juga tidak semua warga yang dapat hadir sebagian
melalui perwakilan dan juga keterbatasan daya tampung tempat pertemuan/
balai desa.
c. Kurang senerginya Pemerintahan Desa Toapaya Selatan dengan masyarakat
dunia usaha dalam menerapkan Peraturan Desa yang telah ditetapkan oleh
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sehingga dapat
memunculkan anggapan kurang baik di masyarakat baik yang terlibat
langsung maupun melalui perwakilan dalam proses penyusunan Peraturan
desa.
d. penyebab rendahnya partisipasi masyarakat adalah :
1. Kurang kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung dalam
tahapan-tahapan pembuatan peraturan desa dikarenakan faktor pekerjaan.
2. Kurangnya sosialiasi pemerintah desa kepada masyarakat bahwa
keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa sangat
penting.
3. Kemampuan kinerja atau sumber daya manusia yang kurang mumpuni
dalam penerapan peraturan desa yang telah dibuat, sehingga
menimbulkan perspektif negatif di manyarakat.
4. Terbatasnya daya tampung balai desa untuk bermusyawarah, ini
menyebabkan tidak bisa semua masyarakat dapat hadir untuk
menyampaikan aspirasinya secara langsung dalam proses penyusunan
peraturan desa.
Saran-saran
Saran-saran yang dapat penulis sampaikan;
a. Dalam menyusun dan membuat peraturan desa, Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) beserta perangkat-perangkatnya sebagai
lembaga yang berfungsi, salah satunya sebagai tempat masyarakat desa
untuk menyalurkan aspirasi harus berperan aktif dalam mengoptimalkan
penyerapan dan penyaluran aspirasi masyarakat desa nya, karena fungsi ini
telah diamanatkan dalam pasal 209, Undang-undang 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Desa.
b. Dalam penyerapan aspirasi masyarakat, melalui perwakilan Rukun
Tetangga (RT) sebaiknya dilakukan secara terus menerus sampai aspirasi
itu terakomodir seluruhnya yang kemudian dapat dibahas di tingkat desa.
c. Masyarakat Desa Toapaya Selatan seharusnya berperan aktif dalam
menyampaikan aspirasinya secara langsung dalam forum musyawarah
penyusunan peraturan desa agar masyarakat dapat memahami kebijakan
yang akan ditetapkan untuk kepentingan bersama.
d. Dalam mengimplementasikan Peraturan desa yang telah ditetapkan kepala
desa bersama BPD di Pemerintahan Desa harus memiliki Sumber daya
manusia yang mumpuni dalam mensosialisasikan peraturan desa yang
telah ditetapkan dan pelaksanaan penerapan nya dilapangan.
e. Tersedianya alternatif lain berupa tempat untuk musyawarah sekiranya
balai desa tidak cukup untuk menampung masyarakat yang terlibat
langsung dalam bermusyawarah ditingkat desa
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku:
Adisasmita,Rahardjo,2006,Membangun Desa Partisipatif,Graha Ilmu,Yogyakarta.
Budi Supriyanto,2009,Manajemen Pemerintahan,Jakarta:Media Berlian
Conyer, Diana,1999, Perencanaan sosial didunia ketiga, Yogyakarta,UGM Press
Diamar,son,2004,Penguruutamaan Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan, Jakarta.CV.Cipruy.
Daljhoeni,N,2003,Geografi Kota dan De,Bandung, PT.Alumni.
Holil,Soelaiman, 1980,Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial,
Bandung
Hasan,Igbal.M, 2002, Metode Penelitian dan Aplikasinya,Jakarta,Ghalia
Indonesia.
Isbandi,Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipasi Berbasis Asset Komunitas:
dari Pemikiran Menuju Penerapan , Depok:FISIP UI
Kountur,Ronny,2007,Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis,
Jakarta: Penerbit PPM.
Labolo, Muhadam, 2005, Memahami Ilmu Pemerintahan,Jakarta : Grafindo
Persada.
Mikkelse,Britha,2001,Metode penelitian partisipasi dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan, yayasan.
Moleong,Lexy J 2004,Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi,Bandung:
Remaja Rosda Karya.
--------------2005,Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya
--------------2007,Metodologi Penelitian Kualitatif,Bandung: Remaja Rosda karya.
Muluk,khairul,M.R.,2007,Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan
Daerah,Penerbit Bayumedia Publishing dan Lembaga Penerbit dan
Dokumentasi FIA-UNIBRAW.
Manan,Bagir,2001,Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,Pusat Studi Hukum
(PSH) Hukum UI.Yogyakarta.
Nazir, Moh,2003,Metode Penelitian,Jakarta,PT. Gholia Indonesia
Ndraha,Taliziduhu, 1990,Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat
Tinggal Landas,Jakarta: Rineka Cipta
Ndraha,Taliziduhu,2003,Kybernology Ilmu Pemerintahan Baru 2,Jakarta : Rineka
Cipta.
Nurcholis,Hanif, 2011,Pertumbuhan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
Penerbit Erlangga.
Soekanto,Soeharjo,2006,Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers
Soetarto,Endriatmo,2009,Pembangunan Masyarakat Desa,penerbit Universitas
Terbuka
Soetrisno,Loekman,1995, Menuju Masyarakat Partisifatif, Penerbit : Kanisius
Supriyanto,Budi,2009, Manajemen Pemerintahan, CV.Media Brilian.
Surmayadi,I nyoman,2005,Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masyarakat,Jakarta:CV.Citra Utama.
Sugiyono,2005,MetodePenelitian Adminstratif,Bandung:CV.Alfabeta.
Sriartha,Putu, 2004,Geografis Perdesaan dan Perkotaan, Singaraja
Widjaja ,H.A.W,2003, Otonomi Desa, Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada.
--------------------,2008,otonomi desa merupakan otonomi yang asli dan utuh,
Jakarta: Rajawali Press
B. Peraturan perundang-undangan
Undang-undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perudang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Pemerintah Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 8 Tahun 2005 Tentang
Pembentukan Desa Kuala Semapang, Kelurahan Teluk Lobam di
Kecamatan Gunung Kijang.
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pemekaran
Kecamatan Toapaya.
Pedoman Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi Serta Ujian Sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang Tahun 2011.
C. Internet
Ramadhan, rizuan. 2013. Pengertian Partisipasi.
(rizuan-ramadhan.blogspot.com/2013/12/pengertian-partisipasi.html , diakses 19
Desember 2013, 10.00 Wib)