Paper TB Dini hihigi

25
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas ka sehingga paper yang berjudul “Tuberkulosis Paru ini dapat terselesaikan! Tugas ini untuk "e"enuhi syarat dala" rangka "engikuti kepaniteraan klinik di bagian #M$ Radiologi Ru"ah #akit %"u" Propinsi Nusa Tenggara &arat $akultas Kedokteran %ni'ersitas Matar Penulis "enyadari laporan kasus ini jauh dari kese"purnaan! (leh karena itu pen sangat "engharapkan kritik dan saran yang bersi)at "e"bangun untuk "enye"purnakan t ini! Matara"* Maret +, . Penulis BAB I PENDAHULUAN 1

description

yfyidydttkiyih;

Transcript of Paper TB Dini hihigi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga paper yang berjudul Tuberkulosis Paru ini dapat terselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi syarat dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Radiologi Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.Penulis menyadari laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.

Mataram, Maret 2013

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun bisa pula menyebar dan menyerang organ lain seperti ginjal, traktus gastrointestinal, tulang, otak bahkan genital. Selain M. ruberculosis, terkadang disebabkan oleh M. bovis dan africanum. Penyakit tuberkulosis ini merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi kuman tuberkulosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan tes tuberkulin yang positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius1.Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas2. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat2,3.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISITuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun bisa pula menyebar dan menyerang organ lain seperti ginjal, traktus gastrointestinal, tulang, otak bahkan genital. Selain M. tuberculosis, terkadang disebabkan oleh M. bovis dan africanum1.

B. EPIDEMIOLOGIPenyakit tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang tersebar di luas di seluruh dunia, terutama didaerah dengan penduduk yang padat dan tingkat sosioekonomi yang rendah. Resiko penularan di Asia, Afrika dan Amerika Latin selama 25 tahun terakhir menunjukkan angka penularan tinggi sebesar 2-5% per tahun. Peningkatan kasus baru tuberculosis paru diprediksi meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1995 menjadi 8,8 juta pada tahun 1998, 10,2 juta pada tahun 2002 dan 11,9 juta pada tahun 2005, dan jumlah peningkatan ini sekitar 58,6% dalam periode 15 tahun,4. Estimasi insidensi TB di dunia (WHO, 2011) Survei prevalensi tuberculosis yang dilakukan di 6 provinsi di Indonesia pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi tuberculosis di Indonesia berkisar 0,2-0,65%. Penderita TB Paru di Indonesia pada tahun 1995 berjumlah 460.190 orang. Angka ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara lain dan menduduki peringkat kedua penyebab kematian di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular. Data yang dikeluarkan WHO pada bulan Agustus 1999 menyebutkan bahwa prevalensi BTA positif di Indonesia sebesar 715.000 orang dengan insiden 262.000 orang dan kematian akibat TB paru 140.000 orang pertahun. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan Tuberkulosis Global yang dilakukan oleh WHO tahun 2004, angka insiden tuberculosis pada tahun 2002 mencapai 505.000.kasus (256/100.000 penduduk) dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru2,4.

C. ETIOLOGITuberkulosis (TB) disebabkan oleh M. tuberculosis, merupakan bakteri berbentuk batang non motil dengan ukuran 0,2-0,6 x 1-10m 5. Sifat dari bakteri ini adalah aerob, sehingga lebih senang hidup pada jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi seperti apeks paru6Bakteri ini lebih dikenal dengan sebutan Basil Taham Asam (BTA), hal ini dikarenakan komponen dinding sel bakteri ini sebagian besar terdiri atas asam lemak (lipid) yang memberi karakteristik pertumbuhan yang lambat, sebagai antigen, resisten terhadap detergen serta resisten terhadap beberapa antibiotik 5. BTA ini juga tahan terhadap rangsangan kimia maupun fisik, dan dapat bertahan hidup pada udara kering maupun keadaan dorman yakni keadaan dingin selama bertahun-tahun dan dapat menjadi aktif kembali 6.

D. FAKTOR RESIKO1) Riwayat kontak dengan penderita TB2) Riwayat kontak dengan penderita TB yang infeksius dapat meningkatkan resiko terinfeksi TB akibat terpajan dengan droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita TB pada individu yang sehat 7.

3) Status Immunocompromise4) Penurunan imunitas akibat terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) ataupun akibat pengobatan imunosupresan akan meyebabkan melemahnya respon tubuh terhadap pajanan infeksi yang berasal dari luar, hal ini kan meningkatkan resiko infeksi 8.5) Malnutrisi6) Kekurangan Energi Protein (KEP) serta kekurangan nutrisi yang lain terutama mikronutrisi akan menyebabkan penurunan kemampuan merespon infeksi akibat bahan baku yang tidak adekuat 9.7) Diabetes Melitus8) Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi 9.9) Sosioekonomi rendah10) Kemiskinan, keadaan sanitasi yang rendah, akses kesehatan yang tidak memadai menyebakan peningkatan transimi bakteri penyebab TB 8.

E. PATOGENESISMikobakterium dalam droplet berdiameter 1-5 m terhirup dan mencapai alveoli. Penyakit disebabkan karena kehadiran dan proliferasi organisme virulen dan interaksinya dengan pejamu. Basil avirulen yang disuntikkan (misalnya, BCG) dapat hidup hanya selama beberapa bulan atau tahun pada pejamu normal 6.Produksi dan perkembangan lesi serta penyembuhan atau progresifitasnya terutama ditentukan oleh (1) jumlah mikobakterium dalam inokulum dan multiplikasi berikutnya, dan (2) resistensi dan hipersensitivitas pejamu 6.Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil respon imun seluler (Cell Mediated Immunity) dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis. Perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi melalui 5 tahapan.Pada tahap pertama, dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli. Kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat dihancurkan. Bila daya tahan bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis akan berproliferasi dalam sitoplasma dan menyebabkan lisis makrofag. Pada umumnya tahap ini tidak terjadi pertumbuhan kuman 10.Pada tahap kedua, kuman tumbuh secara logaritmik dalam non-activated makrofag yang gagal mendestruksi kuman tuberkulosis. Makrofag kemudian hancur dan kuman tuberkulosis di fagositosis oleh makrofag lain yang masuk ke tempat radang karena faktor kemotaksis komponen komplemen C5a dan monocyte chemoatractant protein (MPC-1). Lama kelamaan makin banyak makrofag dan kuman tuberkulosis yang berkumpul di tempat lesi 10.Pada tahap ketiga, terjadi nekrosis kaseosa dengan jumlah kuman tuberkulosis menetap karena pertumbuhanya dihambat oleh respons imun tubuh terhadap tuberculin-like antigen. Pada stage ini delayed type of hipersensitivity (DTH) merupakan respons imun utama yang mampu menghancurkan makrofag yang berisi kuman. Respons ini terbentuk 4 8 minggu dari saat infeksi. Pertumbuhan kuman TB secara logaritmik terhenti, namun respons imun DTH ini menyebabkan perluasan caseosus center dan progresifitas penyakit. Kuman tuberkulosis masih dapat hidup dalam solid caseous necrosis tapi tidak dapat berkembang biak karena keadaan anoksia, penurunan pH dan adanya inhibitory fatty acid 10.Pada tahap keempat, respons imun cell mediated immunity (CMI) memegang peran utama, CMI akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu memfagositosis dan menghancurkan kuman. Activated macrophage menyelimuti tepi caseosus necrosis untuk mencegah terlepasnya kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag untuk menghancurkan kuman akan hilang. Kuman kemudian dapat berkembang biak didalamnya dan selanjutnya akan dihancurkan oleh repon imuns DTH sehingga caseous necrosis akan semakin luas 10.Pada tahap kelima, terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi multiplikasi kuman tuberkulosis ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar. Respon imun CMI sering tidak mampu mengendalikannya. Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan caseous necrosis, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus. Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisis dan respon DTH terhadap tuberkuloprotein, menyebabkan makrofag tidak dapat hidup dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi kuman. Kuman tuberkulosis masuk ke dalam cabang cabang bronkus, menyebar ke bagian paru lain dan jaringan sekitarnya 10.

F. KLASIFIKASIMenurut perjalanan penyakitnya, TB dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni TB paru primer dan TB paru post-primer2,3.TB primer. Dimulai dengan masuknya kuman M. tuberculosis secara aerogen kedalam alveoli yang mempunyai tekanan oksigen tinggi atau melalui traktus digestivus. Kuman yang masuk alveoli tidak selalu berada di apex, tapi bisa dimana saja, baik paru kiri atau kanan.Reaksi pertama atas adanya kuman dalam alveoli menurut Gohn adalah pembentukan eksudat intraalveolar, suatu konsolidasi alveolar lokal yang berukuran sebesar kacang sampai sebesar biji kenari. Eksudat lokal pertama disebut Kuess sebagai fokus primer. Kuman ini kemudian akan menyebar melalui pembuluh limfe, menyebabkan limfangitis dan kelainan-kelainan pada kelenjar limfe bronkial maupun regional. Gambaran perubahan primer pada paru dan dalam saluran limfe serta kelenjar limfe ini disebut kompleks primer TB (kompeks Ranke). Jadi kompleks primer terdiri dari :1. Kompeks gohn: merupakan bintik-bintik kecil di suprahiler dan di sekelilingnya ada infiltrar, sering tidak tampak kecuali bila ada kalsifikasi.2. Limfangitis: cabang-cabang limfe keluar dari kompleks Gohn dan berjalan sepanjang hilus3. Limfadenitis: terjadi pembesaran limfonodi, sering terjadi di Lnn. Hilus seperti gambaran perpadatan hilus, Lnn parabronkial, Lnn paratrakeal, tampak sebagai gambaran cerobong asapPleura dapat terkena walaupun sedikit frekuensinya dan dapat menimbulkan efusi ringan sampai berat. Pada umumnya lesi pleura ini fibrinous. Menurut Gohn, pleuritis ini berasal dari kelenjar limfe atau fokus primer. Jika fokus primer ini mengalami pengapuran, maka disebut epituberkulose. Kita dapat memanfaatkan adanya perkapuran ini untuk menentukan lebih tepat lagi letak fokus primer tersebut pada segmen yang bersangkutan dengan foto rontgen.Fokus primer yang mengapur paling sering adalah pada lobus kanan atas terutama pada subsegmen aksiler, kemudian disusul segmen 3. Pada paru kiri sebaliknya, segmen 3 yang terbanyak, baru kemudian disusul subsegmen aksiler. Pada lobus tengah kanan, segmen 4 dan 5 frekuensinya sama. Pada lobus tengah kiri, segmen 4 lebih banyak dari segmen 5.Tuberkulosis post-primer.Terjadi setelah periode laten setelah infeksi primer. Dapat terjadi reaktivasi atau reinfeksi. Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi. Hal ini dapat terjadi akibat daya tahan tubuh yang lemah. Reinfeksi diartikan adanya infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya pernah mengalami infeksi primer. TB post primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat lain di seluruh tubuh. Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas, hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati intratoraks.Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen apokal lobus superior atau inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil. Bentuk tuberkulosis post-primer dapat sebagai tuberkulosis paru dan ekstraparu. Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil respon imun seluler dan sebagai hasil reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis.

G. DIAGNOSATB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan fisik1,2,3.1. Gejala klinisGejala klinis TB Paru dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu: Gejala respiratorik Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru. Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak-bercak atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru. Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas. Nyeri dada : timbul apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura sudah terlibat. Gejala sistemik Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam hari. Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun.2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan jasmani. Suaraatau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.38 Sedangkan limfadenitis yang disebabkan oleh M.tuberculosis dapat menyebabkan pembesaran kelenjar limfe dalam beberapa minggu atau bulan dan selalu disertai nyeri tekan pada nodul yang bersangkutan. Lesi umumnya terletak di sekitar perjalanan vena jugularis, belakang leher ataupun di daerah supra clavicula.3. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan diagnosis.Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan lambung, bronchoaveolar lavage, urin, dan jaringan biopsi. Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.Pemeriksaan dahak untuk menemukan basil tahan asam merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita tuberkulosis atau suspek.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan denganmengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua harikunjungan yangberurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datangberkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah potdahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segerasetelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugasdi UPK.S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi

Alur Diagnosis TB Paru2

H. RADIOLOGI DIAGNOSTIKPemeriksaan radiologis merupakan salah satu cara yang praktis yang dapat membantu menemukan lesi tuberkulosis. Selain itu, gambaran radiologis ini juga berperan untuk membantu penegakan diagnosis, terutama jika hanya dijumpai satu spesimen BTA (+), selain itu juga berguna mengetahui adanya komplikasi 11 .Lokasi lesi TB umumnya berada di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), namun dapat juga mengenai lobus bawah (inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit, gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas yang tidak tegas, lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma 5.Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinding menjadi skelerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercak-bercak padat dengan densitas tinggi 5.Pada foto polos PA posisi erek, pasien dengan tuberculosis primer akan menunjukkan gambaran semiopak terletak di suprahiler (di atas hilus), perihiler, parakardial (disamping kor) dengan batas tak tegas. Tampak pembesaran limfonodi lnn. Hilus, lnn. Parabronkial, lnn paratektal. Pada fase lanjut tampak garis-garis fibrosis berupa garis garis berjalan radier dari hilus ke arah luar (superior), kalsifikasi di lnn. Hilus, cairan di sinus costophrenikus, pericardial effusion serta atelektasis di perihiller 12.Sedangkan pada foto polos thoraks posisi erek, pasien dengan tuberculosis post primer, akan tampak gambaran bercak semiopak bentuk amorf seperti kapas batas tak tegas di infraklavikula (ini menunjukkan infiltrat), tampak densitas inhomogen bentuk amorf di apeks dan basis paru (ini menunjukkan fibroeksudatif), tampak garis-garis fibrosis, densitas sama dengan jantung yang menarik organ sekitarnya ke arah ipsilateral (mediastinum, trakea, dan diafragma), tampak kaverna (bulatan opak dengan lusen di tengah) bentuk bulat atau oval, tampak bulatan opak, batas tegas, tepi ireguler, inhomogen di dalamnya terdapat kalsifikasi amorf (ini merupakan gambaran tuberkel/tuberkuloma) 12.Gambaran radiologis dapat dicurigai sebagai lesi TB aktif jika ditemukan 11 :1. Bayangan berawan / noduler disegmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru2. Kavitas, terutama lebih dari satu, yang dikelilingi bayangan opak berawan atau noduler3. Bayangan bercak milier4. Efusi pleuraGambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif 11.1. Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah.2. Kalsifikasi3. Penebalan pleuraKelainan radiologis gambaran paru menurut klasifikasi The National Tuberculosis Association of USA (1961) sebagai berikut 13:1. Lesi minimala. Infiltrat kecil tanpa kavitasb. Mengenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanyac. Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi tidak lebih dari dari luas antara persendian chondrosternal ke II sampai corpus vertebrae thorakalis V2. Lesi moderate advance tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :a. Dapat mengenai sebelah paru atau kedua parub. Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelum paruc. Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelum parud. Diameter kavernae kalau ada tidak melebihi 4 cm3. Lesi Far-advanceLesi melewati lesi moderat advance atau ada kavernae yang sangat besarPada klasifikasi yang lain, lesi TB juga dapat dikelompokkan menjadi :a. Typical Lesion Lesi yang terjadi pada lobus atas paru dengan atau tanpa lesi kavitasb. Atypycal Lesion Setiap lesi yang muncul yang tidak dapat dikategorikan sebagai lesi tipikal. Gambaran radiologis TB bergantung pada banyak faktor, termasuk durasi penyakit serta status imun penjamu atau host. Secara klinis, hal ini penting karena gambaran ini kemungkinan misdiagnosis dengan pneumonia atau kanker 14.Berikut ini merupakan beberapa contoh gambaran radiologi yang dapat ditemukan pada pasien dengan tuberculosis:Pada foto thorak berikut tampak infiltrate dengan kavitas pada lobus superior paru bilateral, menunjukkan adanya tuberculosis pulmonal aktif. Secara umum, kavitas dengan dinding yang tipis (< 5 mm) mengarah pada infektif dan, saat ditemukan dinding yang tebal (> 10 mm), squamous sel karsinoma pada paru dapat menjadi diagnosis banding. Tuberculosis cenderung mengenai lobus superior dan segmen apical lobus inferior. Diagnosa banding dari temuan lesi kavitas pulmonal adalah infeksi Staphylococcus, Klebsiella, anaerob, dan penyebab non-infeksiosus seperti squamous sel karsinoma pada paru, infark pulmonal, Wegeners granulomatosis, dan nodule rheumatoid.Pada foto thorak ini tampak bayangan difuse miliar (diameter < 2mm) disebabkan oleh tuberculosis miliar. Diagnosa banding termasuk, infeksi varisella sebelumnya, dis-seminated histoplasmosis, dan silikosis.

Pada foto thorak ini tampak adanya nodule tipis multiple yang tersebar pada kedua paru. Gambaran ini sering tampak pada Tuberkulosis Milier.

Pada foto thorak ini menunjukkan adanya gambaran adenopati paratrakeal kanan dan hilar kiri. Gambaran tersebut dapat ditemukan pada Tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Post Primer. Garis linier parenkimal meluas pada kedua apeks, dengan tampakan retraksi pada kedua hila. Temuan pada foto thorak ini adalah fibrosis lobus superior bilateral.

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan yaitu 15.1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan dengan densitas rendah.3. Searang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis, atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi.4. Kavitas (lubang)5. Sarang kapur (kalsifikasi)

Sedangkan di Indonesia lebih banyak dipergunakan pembagian yang lazim digunakan di Amerika Serikat yaitu : 151. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang ini menunjukkan bahwa proses aktif.2. Lubang (kavitasi), ini selalu berarti proses aktif kecuali lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasa menunjukkan bahwa proses sudah tenang.

Awan-awan dan bercak-bercak; tingkat Minim

Awan-awan dan lubang-lubang besar (diameter total 4 cm). Tingkat sangat Lanjut ATA 15.

Garis-garis Fibrotik (proses lama dan tenang) 15.

Tuberkulosis Miliaris 15.

Kemungkinan kelanjutan dari sarang tuberkulosis 15:a. Penyembuhan1. Penyembuhan tanpa bekasSering terjadi pada anak-anak, bahkan kadang penderita tidak menyadari bahwa ia pernah terserang tuberkulosis.2. Penyembuhan dengan meinggalkan cacatPenyembuhan ini berupa garis-garis fibrotik berdensitas tinggi/sarang fibrotik atau bintik-bintik kapur (sarang kalsiferus). Sarang-sarang fibrotik yang tebal dan kalsiferus disingkat sarang fibrokalsiferus, di kedua lapangan atas dapat menyebabkan penarikan pembuluh-pembuluh darah besar di kedua hili ke atas sehingga menyerupai kenatong celana (broekzak fenomeen). Sarang-sarang kapur kecil yang mengelompok di puncak paru dinamakan sarang simon (simons foci).Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh (proses tenang) bila setelah jangka waktu sekurang-kurangnya tiga bulan bentuknya sama (stationary). Sifat bayangan tidak boleh bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis dan bintik kapur.

b. Perburukan (perluasan penyakit)1. PleuritisTerjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran hematogen.2. Penyebaran milierAkibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm atau sebesar kepala jarum (milium) tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appereance). Penyebaran ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, delaput otak dan sebagainya.3. Stenosis bronkusTerjadi akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).4. Timbulnya lubangTimbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan yang biasanya sedikit (diagnosis diferensial dengan suatu abses yang biasanya mempuanyai cairan lebih banyak). Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala dinamakan lubang sisa (residula cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama yang sudah tenang.

I. PENATALAKSANAANPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT 2.Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan 2.Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan 2.Obat TB utama yang digunakan (first line, lini pertama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S).Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin 6.Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), OAT yang lazim digunakan dalam pengobatan tuberkulosis menurut jenis, sifat dan dosis tercantum dalam tabel berikut :Tabel 2.1 Jenis, Sifat dan Dosis OAT Jenis OATSifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian3x seminggu

Isoniazid (H)Bakterisid5 (4-6)10 (8-12)

Rifampicin (R)Bakterisid 10 (8-12)10 (8-12)

Pirazinamid (Z)Bakterisid25 (20-30)35 (30-40)

Streptomisin (S)Bakterisid15 (12-18)15 (12-18)

Etambutol (E)Bakteriostatik 15 (15-20)30 (20-35)

Menurut Wibisiono et al (2010) pengobatan tuberkulosis paru dibagi menurut kategori diagnosis tuberkulosis pasien. Pengobatan pasien menurut masing-masing kategori dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Regimen Pengobatan Berdasarkan Kategori Diagnosis TBKategoriPasien TBRegimen Pengobatan TB

Fase InisialFase Lanjutan

Ia. Pasien baru TB paru BTA positif.b. Pasien TB paru BTA negatif dan foto toraks positifc. Pasien TB ekstra paru berat2HRZE4(HR)3atau6HE

IIa. Pasien kambuhb. Pasien gagalc. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)2HRZESatau1HRZE5HRE

IIIPasien TB ekstra paru tidak terlalu berat2HRZE4(HR)3atau6HE

IVa. Pasien TB kronis (hasil BTA tetap posistif setelah pengobatan ulang) b. kasus MDR-TB Penentuan regimen berdasarkan pengobatan standar regimen untuk MDR TB atau regiman berdasarkan Drug Sensitivity Test (DST) individu

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia, pengobatan tuberkulosis terdiri dari pengobatan kategori 1, kategori 2, kategori anak dan sisipan. Pengobatan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket berbentuk kombinasi dosis tetap (KDT), sedangkan kategori anak disediakan dalam bentuk kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Kombinasi 2KDT terdiri dari rifampisin dan isoniazid, sedangkan kombinasi 4KDT terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Pada kategori 1, pasien diberikan pengobatan dalam bentuk KDT yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Pada tahap intensif pasien diberikan KDT berupa RHZE (150/75/400/275) setiap hari selama 56 hari. Kemudian pada tahap lanjutan, pasien diberikan KDT berupa RH (150/150) setiap 3 kali seminggu selama 16 minggu 2.Pada kategori 2, pasien diberikan pengobatan berupa KDT dan injeksi strepstomisin yang dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Pada tahap intensif, pasien meminum regimen obat KDT berupa RHZE (150/75/400/275) + S selama 56 hari. Pada tahap lanjutan, pasien meminum regimen obat KDT berupa RH(150/150) + E (400) selama 20 minggu 2.Paket sisipan KDT merupakan paket KDT yang diberikan apabila hasil BTA positif setelah evaluasi pengobatan akhir fase intensif kategori 1. Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) 2.

BAB IIIKESIMPULANBerdasarkan tinjauan pustaka di atas yang membahas tentang Tuberkulosis dan temuan radiologinya, dapat dirangkum beberapa kesimpulan. Adapun simpulan dari tinjauan pustaka ini adalah:1. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis 2. Pada pasien dengan TB memiliki gejala berupa, gejala respiratorik dan sistemik3. Diagnosa TB dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, dan Foto thorak.4. Berdasarkan pemeriksaan radiologi dapat dijumpai gambaran berupa lesi di daerah apeks, dan beberapa gambaran khas pada TB aktif maupun TB inaktif.

DAFTAR PUSTAKA1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2007. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Indah Offset Citra Grafika.Jakarta2. Depkes. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Ed. 2. Bakti Husada. Jakarta.3. WHO. 2010. Global Tuberculosis Control in WHO Report 2010. WHO Library Cataloguing in Publishing Data.4. Boby, M. 2009. Peranan Foto Dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka Dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. 5. Brook,G,F, Butel,J,S, Morse,S,A, 2008, Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Brooks, et al, 2010. Medical Microbiology 25th edition. The Mc Graw-Hillcompany : United State6. Sudoyo, A.et al. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. FKUI. Jakarta7. Supriyatno, Bambang etall. (2008). Pedomanan Nasional Tuberkulosis anak. IDAI : Jakarta8. Havlir, Dane & Barnes, Peter. (1999). Tuberculosis In Patients With Human Immunodeficiency Virus Infection. Avalaible from : www.nejm.org.9. Perkeni, 2006. Konsensus pengelolaan DM di Indodesia. PERKENI. Jakarta.10. Wibisiono,M,J, Winariani,Hariadi,S, 2010, Buku Ajar Penyakit Paru 2010, Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair :Surabaya.11. Hasan, H., 2010. Tuberkulosis paru. In: M.J. Wibisono, Winariani, S. Hariadi, eds. 2010. Buku ajar ilmu penyakit paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.12. Malueka, Rusdy G., 2008, Radiologi Diagnostik, Pustaka Cendekia Press, Yogyakarta. 13. Sembiring, Hilaludin. (2005). Hubungan pemeriksaan Dahak dengan Kelainan Radiologis pada penderita TBC Paru Dewasa. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3446/1/paru-hilaluddin.pdf.14. Dooley, Kelly & Chaisson, Richard. (2009). Tuberculosis And Diabetes Melitus: Convergence of Two Epidemics. Avalaible from : http://xa.yimg.com/kq/groups/16063327/1692951348/name/TB+e+DM+(LID09).pdf. 15. Sjahriar Rasad. 1999. Tuberkulosis Paru. In: Sjahriar rasad et al. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Penerbit FK UI.

3