PAPER STI Shela Nur Widyastuti

download PAPER STI Shela Nur Widyastuti

of 17

description

Sistem Teknologi Informasi

Transcript of PAPER STI Shela Nur Widyastuti

KESIAPAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENERAPAN PAJAK E-COMMERCETugas ini dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Sistem Teknologi Informasi

Disusun oleh:Shela Nur Widyastuti13/347646/EK/19418

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNISUNIVERSITAS GADJAH MADA2014/2015

KESIAPAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENERAPAN PAJAK E-COMMERCEoleh : Shela Nur Widyastuti

AbstrakPenerimaan pajak merupakan penopang terbesar dari pengeluran Negara Indonesia. Akan tetapi, akhir-akhir ini realisasi penerimaan pajak Indonesia jauh berada di bawah apa yang telah ditargetkan. Sehingga keadaan ini mendorong pemerintah untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, salah satu cara yang ditempuh yaitu pengenaan pajak bisnis e-commerce. Pemerintah telah mengkaji berbagai regulasi yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pajak e-commerce. Sinkronisasi antara berbagai perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan baru ini juga telah dilakukan. Akan tetapi, jika kita lihat dari sisi sarana- prasarana dan umur bisnis e-commerce, masih banyak hal yang harus diperbaiki pemerintah Indonesia terlebih dahulu.Kata Kunci : undang-undang perpajakan, APBN 2015, perkembangan e-commerce di Indonesia.

DAFTAR ISIBAB I5Pendahuluan51.2.Latar Belakang51.2.Rumusan Masalah71.3.Tujuan7BAB II8ISI82.1Landasan Teori82.1.1E-commerce82.1.2Porsi Pendapatan Negara dari Pajak82.1.3Tinjauan Regulasi Pajak Perdagangan92.1.4 Tinjauan Regulasi Pajak Penghasilan92.1.5Tinjauan Regulasi Pajak PPN102.1Pembahasan11BAB III16PENUTUP163.1 Kesimpulan163.2 Saran16DAFTAR PUSTAKA17

BAB IPENDAHULUAN

1.2. Latar BelakangTuntutan konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya yaitu Easy, fast and Quality kemudahan untuk memperolehnya, kecepatan untuk mencarinya, serta barang atau jasa yang dibeli pun berkualitas tinggi. Akan tetapi, keterbatasan ruang dan waktu menjadi hambatan untuk mencapai tiga hal tersebut, sehingga momen ini dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk menciptakan ladang usaha baru, salah satu contoh model bisnis yang saat ini sedang menjamur di Indonesia, sebagai jawaban permintaan konsumen yakni e-commerce.Perkembangan teknologi memiliki peran yang cukup besar terhadap pertumbuhan model bisnis e-commerce di Indonesia. Misalnya, smartphone bergeser menjadi kebutuhan primer bagi penduduk Indonesia, khususnya di kalangan anak muda, sehingga semakin banyak pula masyarakat yang mengenal perdagangan via internet ini. Bukti lainnya adalah jumlah pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan. Berdasarkan riset yang dilakukan e-Marketer, pada tahun 2014 jumlah netter di Indonesia mencapai angka 83,7 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2017 bisa menembus angka 112 juta netter , maka peringkat Indonesia bisa dikatakan bakal berada di atas Jepang, yang saat ini menduduki peringkat 5 dan pertumbuhan jumlah pengguna internetnya semakin melamban pula.

Sumber : http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/pengguna.internet.indonesia.nomor.enam.duniaPertumbuhan model bisnis e-commerce di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya memang masih tertinggal jauh, mengingat bisnis ini bisa dikatakan sebagai bisnis baru di Indonesia. Akan tetapi, data pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia di atas menunjukkan peluang bagi model bisnis e-commers untuk berkembang pesat di Indonesia. Selain itu, penyebaran model bisnis e-commerce pun tidak hanya di kota-kota metropolitan saja, bisnis ini juga telah merambah di kota-kota kecil di Indonesia. Bahkan beberapa venture capital seperti Rocket Internet, CyberAgent, East Ventures, dan IdeoSource telah menyertakan modal mereka ke perusahaan e-commerce di Indonesia.Selain pertumbuhan jumlah populasi melek teknologi, kekuatan model bisnis e-commerce yaitu kos dapat diminimalkan , pebisnis tidak perlu mengeluarkan modal untuk perizinan, sewa gedung, atau bahkan membangun gedung, termasuk apabila pebisnis hendak menembus pasar Internasional. Modal awal bisnis e-commerce yakni hanya dengan membuat situs dan menampilkan produk dan jasa yang ia tawarkan di situs tersebut, maka masyarakat dunia pun sudah dapat melihat produk dan jasa yang ditawarkan. Bahkan antara penjual dan pembeli tidak perlu bertemu secara langsung, dan jarak tidak menjadi batasan dalam bertransaksi.Isu atas jarak yang tidak terbatas ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang melakukan transaksi jual beli bisa berasal dari negara yang berbeda, masing-masing negara tentunya memiliki peraturan yang belum tentu sama dengan negara lain, khususnya dalam mengatur e-commerce yang notabene tergolong bisnis baru. Misalkan saja dalam hal pemungutan pajak, di Negara Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Cina dan Jepang telah diberlakukannya pajak terhadap bisnis e-commerce . Negara-negara di kawasan Asia, seperti Pemerintah Cina yang sedang mempersiapkan regulasi mengenai penerapan pajak konsumsi untuk e-commerce lokal, sedangkan pemerintah jepang telah menyetujui penerapan pajak e-commerce atas penjualan dan konsumsi seperti apa yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), mengingat Jepang sebagai negara yang sumber penghasilannya dari pajak konsumsi. Lantas, ketika negara-negara lain telah memberlakukan dan menggodok regulasi pajak e-commerce ini, berbagaimana dengan Indonesia?Oleh karena itu, karya tulis ini akan memaparkan seberapa jauh kesiapan Indonesia untuk memberlakukan pajak e-commerce, hambatan dalam pemberlakuan pajak e-commerce serta dampaknya terhadap pemerintah, pebisnis, dan konsumen dari model bisnis e-commerce ini.1.2. Rumusan Masalah1. Apa yang menjadi dasar penerapan pajak terhadap model bisnis e-commerce? 2. Bagaimana perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia?3. Bagaimana kesiapan Indonesia untuk penerapan pajak terhadap model bisnis e-commerce ?4. Apa yang menjadi hambatan dari penerapan pajak terhadap model bisnis e-commerce ?1.3. Tujuan1. Mengetahui dasar penerapan pajak terhadap model bisnis e-commerce.2. Mengetahui perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia.3. Mengetahui tingkat kesiapan Indonesia dalam menerapkan pajak terhadap model bisnis e-commerce.4. Mengetahui hal-hal yang menjadi penghambat dalam menerapkan pajak terhadap model bisnis e-commerce.

BAB IIISI2.1 Landasan Teori2.1.1 E-commerceE-commerce merupakan bentuk transaksi bisnis dengan memanfaatkan media elektronik, khususnya internet. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam model bisnis e-commerce untuk melakukan pembelian, pemesanan, penyerahan serta pembayaran atas barang dan jasa tidak mengharuskan pembeli dan penjual bertemu secara langsung. Secara umum, model bisnis e-commerce dapat diklasifikasikan ke dalam dua segmen, antara lain: a. Business to Business (B2B)Transaksi bisnis antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya. Contoh aplikasi transaksi B2B yaitu Supply Chain Management, dimana suatu perusahaan menjadi pemasok bagi perusahaan lainnya.b. Business to Consumer (B2C)Transaksi bisnis antara perusahaan dengan konsumen. Model e-commerce B2C ini sangat sering kita jumpai misalnya Lazada, Bhineka, dan Berry Benka.Berdasarkan Lampiran Surat Edaran Nomor SE-62/PJ/2013 (SE-62) tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-commerce, Ditjen Pajak mematakan 4 model e-commerce, antara lain : Classified Ads, Makkertplace, Daily Deals, dan Online Retail.2.1.2 Porsi Pendapatan Negara dari PajakAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 menargetkan Rp1.793,6 triliun dengan defisit sebesar 2.21% terhadap PDB, angka ini lebih rendah dibandingkan APBNP 2014 sebesar 2,40%. Dari target tersebut, proporsi penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.379,9 triliun, yang terdiri atas pajak sebesar 1.201,7 T dan kepabean dan Cukai sebesar Rp178,3 T.

Sumber: Kementerian Keuangan2.1.3 Tinjauan Regulasi Pajak PerdaganganPasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan menyebutkan bahwa perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait denan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.BAB VIII Pasal 65 Undang-Undang Perdagangan mengatur tentang perdangan melalui sistem elektronik. Pada ayat (1) disebutkan bahwa pelaku usaha bisnis e-commerce berkewajiban untuk menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar. Kemudian, dijelaskan dalam ayat (4) mengenai data/ informasi apa saja yang dimaksud pada ayat (1), antara lain :a. identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;b. persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;c. persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan;d. harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa; dane. cara penyerahan Barang.2.1.4 Tinjauan Regulasi Pajak PenghasilanPada Bab III pasal 4 tentang objek pajak menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Di pasal ini dijelaskan pula mengenai pengelompokan penghasilan berdasarkan mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, antara lain : 1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;2. penghasilan dari usaha dan kegiatan;3. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan4. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.2.1.5 Tinjauan Regulasi Pajak PPNPajak Pertambahan Nilai merupakan pajak atas barang dan jasa kena pajak yang diserahkan produsen kepada konsumennya. PPN dikategorikan sebagai pajak tidak langsung, sehingga produsen atau penjual hanya bertindak sebagai penyetor pajak, sedangkan konsumen sebagai penanggung. Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;b. impor Barang Kena Pajak;c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah;e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; danh. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.2.1 PembahasanBerdasarkan Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 , arah kebijakan pendapatan Indonesia antara lain mendorong optimalisasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberkelanjutan dunia usaha,menjaga stabilitas perekonomian nasional, meningkatkan daya saing dan nilai tambah, pengendalian barang kena cukai, optimalisasi PNBP sumber daya alam, peningkatan kinerja BUMN, dan peningkatan kelembagaan dan tata kelola PNBP.Dari beberapa fokus kebijakan pendapatan tersebut, yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yaitu optimalisasi penerimaan perpajakan. Pada tahun 2014, realisasi penerimaan pajak Indonesia masih berada di bawah apa yang telah ditargetkan yaitu hanya mencapai Rp1.143 triliun atau sekitar 91,75% dari target yakni sebesar Rp1,246 triliun. Sedangkan untuk triwulan pertama tahun 2015, Kementrian Keuangan telah melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak sebesar 198 triliun, angka ini jauh di bawah penerimaan pajak pada periode triwulan pertama di tahun 2014 yaitu sebesar 210 triliun. Sehingga berbagai upaya harus dilakukan untuk mencapai target pendapatan negara khususnya target penerimaan pajak. Selama ini, penerimaan perpajakan Indonesia bersuber dari pajak dalam negeri dan pajak internasional. Pajak dalam negeri terdiri dari pajak penghasilan (PPh) , pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPN), pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangungan (PBB), cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak atau pungutan ekspor. Salah satu potensi pajak yang belum digali hingga saat ini yaitu bisnis e-commerce. Padahal berdasarkan pengertian perdagangan pada Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2014, maka model bisnis e-commerce dikategorikan sebagai salah satu bentuk traksaksi perdagangan, karena dalam model bisnis e-commerce pun terdapat pengalihan hak atas barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan, meskipun menggunakan media yang berbeda jika dibandingkan dengan transaksi perdagangan biasanya, yakni melalui media elektronik,sehingga regulasi yang mengatur perlakuan terhadap pajak e-commerce seharusnya sama dengan pajak perdagangan lainnya. Di dalam BAB VIII Pasal 65 Undang-Undang Perdagangan mengatur pula mengenai perdagangan melalui sistem elektronik. Pada ayat (1) disebutkan bahwa pelaku bisnis e-commerce berkewajiban untuk menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar. Salah satu tujuan pasal ini yaitu untuk melindungi semua pihak dan mengantisipasi adanya tindak penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, sehingga setidaknya kontrak e-commerce harus memuat data-data yang berupa identitas yang terlibat dalam kontrak, spesifikasi barang dan jasa yang diperjual-belikan, legalitas barang dan jasa, harga, syarat dan jangka waktu pembayaran, prosedur penyerahan barang dan jasa ke konsumen, serta cara pengembalian apabila barang dan jasa tidak sesuai seperti kesepakatan awal. Sinkronisasi Undang-Undang Perdagangan terhadap Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga telah dilakukan. Di dalam UU ITE telah mengatur penyelesaian apabila terjadi sengketa terkait dengan bisnis e-commerce, contohnya pada Pasal 30 telah diatur tindakan kejahatan e-commerce, sedangkan konsekuensi hukumnya tertera pada Pasal 46.Peraturan lain yang memperkuat kewajiban pelaku e-commerce untuk membayar pajak yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam rangka menggenjot pendapatan negara, Direktorat Jenderal Pajak menggodog pula pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari nilai jual terhadap barang dan jasa kena pajak yang diperjualbelikan dalam setiap transaksi e-commerce. Pesatnya perkembangan bisnis e-commerce berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah omset penjualan yang diterima pelaku bisnis ini. Meskipun belum ada peraturan yang mengatur secara khusus pajak penghasilan dari bisnis e-commerce, akan tetapi yang menjadi objek dari Pajak Penghasilan adalah penghasilan, maka pelaku bisnis e-commerce memiliki tanggung jawab untuk tetap membayar pajak penghasilan sebesar 0,75% dari omset seperti yang tercantum dalam pasal 25 PER-32/PJ/2010 tentang pengenaan PPh, khususnya bagi yang telah mencapai omset hingga Rp4,8 miliar per tahun atau setara dengan Rp400 juta per bulan. Sedangkan untuk pelaku bisnis yang omsetnya kurang dari Rp4.8 miliar per tahun berdasarkan PP 46 tahun 2013 dikenakan pajak sebesar pajak UMKM, yakni 1% dari omset.Peraturan perundang-undangan tentang perpajakan di Indonesia, secara garis besar mengatur pula pajak e-commerce, meskipun belum spesifik. Akan tetapi ada hal lain yang juga menjadi sorotan dalam penetapan pajak e-commerce ini yaitu sistematis pelaksanaan model bisnis e-commerce, mengingat bahwa untuk mengidentifikasi subjek dan objek dari transaksi e-commerce dirasa masih sangat sulit dilakukan karena pada dasarnya transaksi ini terjadi dengan melibatkan media dunia maya. Ketidakterbatasan jarak dan waktu, memungkinkan penjual berasal dari luar negeri, sedangkan peraturan perpajakan di Indonesia hanya akan mengenakan pajak apabila penjual tersebut telah memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan withholding tax terhadap transaksi e-commerce, akan tetapi penerapan kebijakan ini dirasa masih belum optimal.Apabila kita bandingkan dengan Amerika, Uni Eropa, dan Jepang, dunia bisnis e-commerce di Indonesia dikategorikan sebagai bisnis yang terbilang masih seumur jagung. Hingga sekarang, beberapa jenis model bisnis e-commerce yang berkembang di Indoneisa, antara lain :1. Classifieds Ads (Daftar Iklan Baris)Classifieds merupakan bentuk bisnis e-commerce yang paling sederhana, dimana pemillik jasa e-commerce tidak terlibat secara langsung dalam transaksi jual-beli, akan tetapi hanya menyediakan tempat yang dapat digunakan untuk memasang iklan dalam bentuk teks, grafik, video dan lain sebagainya, sedangkan penjual dan pembeli akan melakukan transaksi tanpa tergantung dengan pihak ketiga, termasuk pemilik jasa e-commerce. Dengan adanya classifieds ads ini pihak-pihak yang hendak menjual barangnya terbantu dalam promosi, sedangkan pemilik jasa e-commerce mendapatkan keuntungan dari biaya yang harus dikeluarkan pengiklan apabila menggunakan fasilitas iklan premium. Beberapa penyedia layanan ini di Indonesia yaitu Berniaga, TokoBagus, dan OLX. 2. Marketplace C2C (Customer to Customer)Marketplace customer to customer merupakan model transaksi bisnis e-commerce dimana pemilik tidak hanya menyediakan fasilitas bagi penjual untuk menawarkan barang dan jasanya di dunia maya, akan tetapi juga sebagai pihak ketiga yang menerima pembayaran dari pembeli melalui rekening escrow account bank. Diawali dengan pembeli membayar melalui rekening pemilik e-commerce dan rekening escrow mengkonfirmasi, kemudian barang diserahkan kepada pembeli,setelah barang diterima dan pembeli mengkonfirmasi, pihak ketiga menyerahkan uang tersebut kepada penjual dengan terlebih dahulu dikurangi fee atas penyediaan fasilitas berupa tempat memasarkan barang maupun jasa yang penjual tawarkan. Contoh dari model bisnis online marketplace yaitu zalora.com dan Tokopedia.3. Daily DealsDaily deals merupakan model e-commerce yang lahir dari Amerika. Model e-commerce ini menawarkan konsep yang berbeda,yaitu sistem pembayaran dengan menawarkan voucher atau diskon yang sangat besar dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, anggota situs daily deals akan menerima tawaran barang dan jasa melalui e-mail, media sosial, atau melalui website. Kemudahan-kemudahan ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Sistematis dalam transaksi daily deals dimulai jumlah penawaran minimum terjual dan pembayaran telah dilakukan, kemudian pelanggan menukarkan voucher elektronik melalui email untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang dijual pemasok. Dalam transaksi ini, pihak yang menjadi pengelola para pelanggan daily deals yaitu pengelola situs atau pemilik e-commerce bukan pemasoknya. 4. Online RetailOnline retail merupakan bisnis e-commerce yang sering kita temukan, dimana pihak pemilik situs e-commerce sekaligus bertindak sebagai penjual atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh situs tersebut. Contoh dari penerapan model bisnis e-commerce ini yaitu Bhinneka.com.

Bisnis e-commerce diprediksi akan terus berkembang di Indonesaia seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna internet. Akan tetapi saat ini, bisnis e-commerce Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju. Pada tahun 2010, total transaksi e-commerce Amerika mencapai angka 16% dari total seluruh transaksi, sedangkan persentase transaksi e-commerce dibandingkan total transaksi keseluruhan di Indonesia sangat lah kecil. Seharusnya hal ini juga menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam pemberlakuan pajak e-commerce.Belajar dari negeri Paman Sam, dimana pada tahun 1998 Amerika menerapkan pembebasan pajak tehadap bisnis e-commerce. Kebijakan ini dikenal dengan Internet Tax Freedom Act (ITFA), dengan tujuan untuk mendorong kemajuan industri e-commerce di negara tersebut. Apabila Indonesia hendak menerapkan pajak e-commerce tentunya akan memiliki potensi yang sangat besar dalam meningkatkan pendapatan negara, akan tetapi yang perlu diperhatikan yaitu imunitas bisnis yang masih tergolong baru terhadap tambahan biaya yang harus dikeluarkan, sehingga dikhwatirkan apabila pembebanan pajak e-commerce dilakukan saat ini, maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia.Dilihat dari kesiapan dan persiapan pihak-pihak terkait terhadap pemberlakuan pajak e-commerce dapat dikatakan belum optimal. Jika Negara Jepang telah memiliki sistem IT yang sudah canggih dalam hal menjaring pajak e-commerce, dalam hal database NPWP saja Ditjen Pajak masih kelimpungan menanganinya. Hal ini terlihat dari jumlah pelapor surat pemberitahuan (SPT) hanya 50% dari pemilik NPWP, dan 30% dari total pemilik usaha e-commerce. Ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak tidak semata-mata disebabkan kekurangan pemerintah saja, akan tetapi tingkat kesadaran Warga Negara Indonesia masih sangat kecil, apalagi sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self-assessment dalam melaporkan pajaknya. Sehingga untuk memperlakukan pajak e-commerce ini perlu ditingkatkan kembali dari segi regulasi dan infrasturktur pendukung, misalnya IT.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanBerdasarkan APBN 2015 yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, target pendapatan negara dari sektor pajak sebesar Rp1,246 triliun. Hal ini menjadi PR besar khususnya bagi Direkur Jendral Pajak, mengingat rapor merah yang telah diterima di triwulan pertama dimana realisasi penerimaan pajak masih jauh di bawah apa yang telah ditargetkan. Untuk mengejar target penerimaan pajak, pemerintah mencanangkan akan mengenakan pajak pada bisnis e-commerce . Hingga saat ini, pemerintah telah berupaya untuk menggodog kembali berbagai peraturan yang telah ada untuk mendukung pemberlakuan pajak e-commerce nantinya. Untuk sekarang, fokus pemerintah terletak pada sinkronisasi antara berbagai peraturan, seperti Undang-Undang Perdagangan, Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penghasilan.Meskipun dari segi peraturan, kesiapan Indonesia bisa dibilang selangkah lebih maju, akan tetapi yang tak kalah penting untuk diperhatikan dalam penerapan pajak e-commerce yaitu kesiapan bisnis untuk membayar pajak. Hal ini perting karena bisnis e-commerce di Indonesia merupakan ladang yang masih hijau, apabila bisnis-bisnis startup dikenakan pajak, maka dikhawatirkan akan mengganggu operasi bisnis, khususnya dalam bidang keuangannya.Selain itu, hal lain yang harus dipersiapkan yakni sarana dan prasana untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Seperti halnya Negara Jepang yang telah menggunakan teknologi canggih dalam menjaring pajak e-commerce.Sehingga dapat meminimalisir ketidakpatuhan para Wajib Pajak bisnis e-commerce. 3.2 Saran1. Sinkronisasi berbagai peraturan yang terkait dengan peberlakuan kebijakan bisnis e-commerce.2. Mempersiapkan sarana dan prasana yang mampu mendukung pelaksaan pajak pada bisnis e-commerce.3. Sosialisasi kebijakan ini khususnya ke pelaku bisnis e-commerce.DAFTAR PUSTAKA

Chandra Budi. Menyasar Pajak Transaksi E-commerce [internet].[diakses pada tanggal 1 April 2015 pukul 6:25]. Tersedia dari : http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Menyasar%20Pajak%20Transaksi%20e-Commerce.pdf

Nota Keuangan dan APBN 2015 [ diakses melalui : http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NK%20APBN%202015-Lengkap.pdf pada tanggal 7 April pukul 15:33 ]

Ramaharmuzi. Makalah-Sumber Penerimaan Negara [internet].[diakses pada tanggal 1 April 2015 pukul 7:34] Tersedia dari : https://www.academia.edu/8731846/Makalah-Sumber_Penerimaan_Negara

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan [diakses melalui : http://www.pajak.go.id/dmdocuments/UU-36-2008.pdf pada tanggal 4 April 2015 pukul 10:03]

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai[diakses melalui : http://mastel.or.id/files/kelompok%20Kerja/Pajak%20dan%20Telekomunikasi/UU_42_Tahun_2009%20-%20PPN.pdf pada tanggal 4 April 2015 pukul 10:15]

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pajak Perdagangan [ diakses melalui : http://www.jjc.or.id/houjin/0621_uu2014_007i.pdf pada tanggal 4 April 2015 pukul 10:20]

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [ diakses melalui : http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf pada tanggal 4 April 2015 pukul 10:26]

FEB-UGM | Sistem Teknologi Informasi2

2014/2015KESIAPAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENERAPAN PAJAK E-COMMERCE

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER

Universitas Gadjah Mada