Paper SPKN - SPIP - 8B STAR

37
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA PAPER SISTEM PENGENDALIAN INTERN Disusun oleh: KELAS 8B-STAR KELOMPOK 5 No Nama No. Urut 1 Fadel Khalif Muhammad 11 2 Mandala Ulul Amri 18 3 Rayendra Hari Saputra 26 4 Retno Wulan Sari 27 5 Sari Hanifah 32 MATA KULIAH SEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

description

Tugas Mata Kuliah SPKN

Transcript of Paper SPKN - SPIP - 8B STAR

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

PAPERSISTEM PENGENDALIAN INTERNDisusun oleh:KELAS 8B-STARKELOMPOK 5NoNamaNo. Urut

1Fadel Khalif Muhammad11

2Mandala Ulul Amri18

3Rayendra Hari Saputra26

4Retno Wulan Sari27

5Sari Hanifah32

MATA KULIAH SEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARADIPLOMA IV KEUANGAN SPESIALISASI AKUNTANSI

TA 2014/2015

A. PENDAHULUANPengendalian Internal menurut COSO adalah sebuah proses yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajemen dan pihak lainnya yang didesain untuk memberikan keyakikan memadai untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan kategori berikut: efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional, keandalan pelaporan keuangan, serta ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Tujuan diadakannya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah untuk memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan yang mutlak, atas tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Perihal awal kemunculan SPIP ini adalah untuk memenuhi ketentuan Bab X Pasal 58 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Undang-undang Perbendaharaan Negara tersebut membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Jadi, dengan terbitnya PP 60 Tahun 2008, maka pemerintah pusat dan daerah wajib secara menyeluruh menyelenggarakan SPIP.Seperti yang kita ketahui, bahwa dilakukan pengawasan intern dalam setiap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi agar tercapainya good governance pada organisasi tersebut. Atas dasar itulah kemudian dilakukannya audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya dalam rangka memberikan keyakinan memadai bahwa tupoksi organisasi tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang juga memadai dalam segi efektivitas dan efisiensi.

B. UNSUR-UNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERNSPIP diterapkan dan dilaksanakan secara menyatu dan integral dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah. SPIP sendiri terdiri atas lima unsur utama, yaitu:

1. lingkungan pengendalian;

2. penilaian risiko;

3. kegiatan pengendalian;

4. informasi dan komunikasi; dan

5. pemantauan pengendalian intern.

Dalam praktiknya, pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif.1. Lingkungan Pengendalian

Dalam pasal 4 PP Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:

a. penegakan integritas dan nilai etika;

b. komitmen terhadap kompetensi;

c. kepemimpinan yang kondusif;

d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;

g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan

h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

a. Penegakan integritas dan nilai etikaDalam pelaksanaan lingkungan pengendalian diperlukan penegakan integritas dan nilai etika untuk meningkatkan perilaku positif dan lingkungan yang kondusif sebagai perwujudan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan kerja. Penegakan integritas dan nilai etika dapat dilakukan dengan cara:

1) menyusun dan menerapkan aturan perilaku;

2) memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi

3) Pemerintah;

4) menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur,

5) atau pelanggaran terhadap aturan perilaku;

6) menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan

7) menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

b. Komitmen terhadap kompetensiPenegakan komitmen terhadap kompetensi dalam mendukung perwujudan lingkungan pengendalian pada Sistem Pengendalian Intern dapat dilaksanakan dengan cara:1) mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah;

2) menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah;

3) menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya; dan

4) memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah.

c. Kepemimpinan yang kondusifSetiap pemimpin harus mampu menciptakan pelaksanaan kepemimpinan yang kondusif pada lingkungan kerjanya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara:1) mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan;

2) menerapkan manajemen berbasis kinerja;

3) mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;

4) melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah;

5) melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah; dan

6) merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. d. Pembentukan struktur organisasi Dalam membentuk struktur sebuah organisasi banyak pertimbangan yang harus dilakukan. Pembentukan struktur organisasi pada instansi pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pembentukan struktur organisasi dapat dilakukan dengan:

1) menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi Pemerintah;

2) memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah;

3) memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah;

4) melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan

5) perubahan lingkungan strategis; dan

6) menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan.e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat dapat dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:1) wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah;

2) pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan; dan

3) pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP.

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

1) penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai;

2) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan

3) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.

g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dapat diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar Instansi Pemerintah terkait dan sekurang-kurangnya harus:

1) memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah;

2) memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; dan

3) memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.2. Penilaian Risiko

Dalam pasal 13 PP 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa setiap Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko tersebut terdiri atas identifikasi risiko dan analisis risiko.

Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu serta wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan strategi operasional yang konsisten dan strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;

b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;

c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;

d. mengandung unsur kriteria pengukuran;

e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan

f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

Pimpinan Instansi Pemerintah harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam nenentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Oleh karena itu perlu dilaksanakan identifikasi dan analisis risiko pada setiap instansi pemerintah. Identifikasi risiko dapat dilaksanakan dengan:

a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif;

b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan

c. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.

Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. 3. Kegiatan PengendalianKegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.

Kegiatan pengendalian ditetapkan untuk memastikan bahwa arahan pimpinan instansi pemerintah telah dilaksanakan dan telah dilakukan tindakan yang perlu untuk meminimalkan risiko dalam mencapai tujuan organisasi pemerintah.

The Institute of Internal Auditors mengklasifikasikan kegiatan pengendalian dalam lima bentuk yaitu

a. Preventive control,

Bentuk kegiatan pengendalian berupa preventive control yaitu menekankan pada pencegahan agar kesalahan atau risiko tidak terjadi.

b. Detective control,

Bentuk kegiatan pengendalian berupa detective control yaitu menekankan pada pendeteksian kesalahan atau risiko ketika itu terjadi.

c. Corrective control,

Bentuk kegiatan pengendalian berupa corrective control yaitu memperbaiki kesalahan yang telah dideteksi.d. Directive control,

Bentuk kegiatan pengendalian berupa directive control merupakan perintah dari manajemen untuk melakukan aktivitas pengendalian tertentu. Beberapa orang berpandangan bahwa pengertian directive control sama dengan preventive control sebab keduanya ditujukan untuk mencegah agar kesalahan tidak terjadi.

e. Compensating control.

Sedangkan bentuk kegiatan pengendalian berupa compensating control ditentukan melalui analisis cost-benefit.

Salah satu bentuk kegiatan pengendalian yang bersifat preventif adalah pemisahan fungsi. Berkaitan dengan pemisahan fungsi pada kekuasan atas keuangan negara, Suminto (2004) menjelaskan bahwa pada dasarnya Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya. Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs). Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah.

Seperti halnya pemerintah pusat, pengelolaan keuangan daerah juga menggunakan pendekatan pembagian fungsi yang tidak berbeda. Gubernur/ Bupati/Walikota akan memiliki fungsi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah atau CEO, dinas-dinas sebagai COO, dan pengelola Keuangan Daerah sebagai CFO.

Sistem operasi antar dan/atau dalam (inter) instansi umumnya dirancang untuk memiliki mekanisme saling uji (internal cek). Melalui mekanisme saling uji demikian, kesalahan dalam pelaksanaan suatu operasi akan segera dapat diketahui sebelum terakumulasi sebagai besaran yang membuat kebijakan pemerintahan menjadi salah arah. Pada tataran kebijakan politik, mekanisme saling uji di lingkungan pemerintahan terlihat pada pemisahan antara kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pada tingkat operasional pemerintahan terlihat dari pemisahan fungsi perbendaharaan, pelaksanaan anggaran dan pengawasan anggaran. Kedua contoh tersebut mungkin akan tepat mewakili rancangan mekanisme saling uji antar instansi pemerintah.

Lebih mikro lagi, penerapan sistem akuntansi pemerintahan dengan menggunakan metode pencatatan berganda (double entries) merupakan contoh terbaik bagi penerapan saling uji yang terdapat dalam suatu institusi pemerintahan. Bagi penerapan yang konsisten atas sistem penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pencatatan keuangan pemerintahan telah pula dilakukan reformasi manajemen keuangan pemerintah.

Dalam sistem yang baru yang telah mengedepankan prinsip-prinsip pengendalian internal dapat diamati dalam proses pelaksanaan anggaran yang lebih meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance). Sistem yang baru memisahkan dengan tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Di tingkat pemerintah pusat, model tersebut ditunjukkan dengan adanya pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri dalam pelaksanaan anggaran. Sementara itu, di tingkat pemerintah daerah ditunjukkan dengan pembagian tugas antara pemegang kewenangan administratif (dinas-dinas) dengan pemegang kewenangan kebendaharaan yang pada beberapa pemerintah daerah mendapat sebutan sebagai Badan Pengelola Aset dan Keuangan.

Pada Bagian Keempat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah disebutkan bahwa pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya memiliki karakteristik berikut ini :

a. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;

b. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;

c. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah;

d. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;

e. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan

f. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.

Kegiatan pengendalian dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dalam PP ini terdiri atas :

a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan. Tolok ukur kinerja antara lain berbentuk target, anggaran, prakiraan, dan kinerja periode yang lalu.

b. Pembinaan sumber daya manusia;

Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia, pimpinan Instansi Pemerintah harus :

mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada pegawai,

membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung, yang mencakup kebijakan, program, praktik yang menjadi acuan bagi Instansi Pemerintah tersebut dan dapat mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang.

membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir.

c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

Kegiatan pengendalian atas pengelolaan system informasi dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi, yang meliputi :

1) Pengendalian umum

Pengendalian umum meliputi struktur, kebijakan dan prosedur yang berlaku terhadap seluruh operasional computer Instansi Pemerintah, terdiri atas :

a) Pengamanan sistem informasi, mencakup :

pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif; pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya; penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan; penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas; implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan; pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan.

b) Pengendalian atas akses, mencakup :

klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya;

identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal;

pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi;

pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.

c) Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi, mencakup :

otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program;

pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan;

penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak termasuk pemberian label, pembatasan akses, dan penggunaan kepustakaan perangkat lunak yang terpisah.

d) Pengendalian atas perangkat lunak sistem, mencakup :

pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses;

pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem;

pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem.

e) Pemisahan tugas, mencakup :

identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut;

penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas;

pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu.

f) Kontinuitas pelayanan, mencakup :

penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif;

langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi computer, antara lain melalui penggunaan prosedur back-up data dan program;

pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga (contingency plan)

pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

d. Pengendalian Fisik Atas Aset

1) Penetapkan, pengimplementasikan, dan pengkomunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur

2) Penetapan, pengimplementasikan, dan pengkomunikasikan rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan)

e. Penetapan Dan Reviu Indikator Dan Ukuran Kinerja

1) Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat Instansi Pemerintah, kegiatan, dan pegawai.

2) Instansi Pemerintah mereviu dan memvalidasi periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja.

3) Faktor penilaian pengukuran kinerja dievaluasi untuk meyakinkan bahwa faktor tersebut seimbang dan terkait dengan misi, sasaran, dan tujuan serta mengatur insentif yang pantas untuk mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.

4) Data capaian kinerja dibandingkan secara terus-menerus dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut.

f. Pemisahan Fungsi

1) Tidak seorangpun diperbolehkan mengendalikan seluruh aspek utama transaksi atau kejadian.

2) Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisahkan di antara pegawai berbeda yang terkait dengan otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran atau pemerimaan dana, reviu dan audit, serta fungsi-fungsi penyimpanan dan penanganan aset.

3) Tugas dilimpahkan secara sistematik ke sejumlah orang untuk memberikan keyakinan adanya checks and balances.

4) Jika memungkinkan, tidak seorangpun diperbolehkan menangani sendiri uang tunai, surat berharga, dan aset berisiko tinggi lainnya.

5) Saldo bank direkonsiliasi oleh pegawai yang tidak memiliki tanggung jawab atas penerimaan, pengeluaran, dan penyimpanan kas.

6) Pimpinan Instansi Pemerintah mengurangi kesempatan terjadinya kolusi karena adanya kesadaran bahwa kolusi mengakibatkan ketidakefektifan pemisahan fungsi.

g. Otorisasi Transaksi Dan Kejadian Penting

1) Memberikan keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid diproses dan dientri, sesuai dengan keputusan dan arahan pimpinan Instansi Pemerintah Dokumentasi yang mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas.2) Adanya pengendalian untuk memastikan Bahwa hanya transaksi dan kejadian signifikan yang dientri adalah yang telah diotorisasi dan dilaksanakan hanya oleh pegawai sesuai lingkup otoritasnya.3) Otorisasi yang secara spesifik

4) Otorisasi yang ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan pimpinan Instansi Pemerintahh. Pencatatan Yang Akurat dan Tepat Waktu

1) Transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat dengan segera sehingga tetap relevan, bernilai, dan berguna bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatan dan dalam pengambilan keputusan.

2) Klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan untuk seluruh siklus transaksi atau kejadian yang mencakup otorisasi, pelaksanaan, pemrosesan, dan klasifikasi akhir dalam pencatatan ikhtisar.

i. Pembatasan Akses Atas Sumber Daya

1) Risiko penggunaan secara tidak sah atau kehilangan dikendalikan dengan membatasi akses ke sumber daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang.

2) Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu dan dipelihara.

3) Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan tingkat akses

j. Akuntabilitas Terhadap Sumber

1) Pertanggungjawaban atas penyimpanan, penggunaan, dan pencatatan sumber daya ditugaskan pegawai khusus.

2) Penetapan pertanggungjawaban akses untuk penyimpanan sumber daya secara periodik direviu dan dipelihara.

3) Pembandingan berkala antara sumber daya dengan pencatatan akuntabilitas.

4) Pimpinan Instansi Pemerintah menginformasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab atas akuntabilitas sumber daya dan catatan kepada pegawai.

k. Dokumentasi Atas Sistem Pengendalian Intern

1) Adanya dokumentasi tertulis mengenai SPI serta seluruh catatan transaksi dan kejadian penting.2) Dokumentasi tersedia setiap saat pemeriksan3) Dokumentasi mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas tujuan dan fungsi Instansi Pemerintah

4) Dokumentasi yang mencakup dokumentasi mengenai sistem informasi otomatis, pengumpulan dan penanganan data, serta pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

5) Dokumentasi atas transaksi dan kejadian penting yang lengkap dan akurat sehingga memudahkan penelusuran transaksi dan kejadian penting sejak otorisasi, inisiasi, pemrosesan, hingga penyelesaian.

6) Terdapat dokumentasi baik dalam bentuk catatan maupun elektronis.7) Seluruh dokumentasi dikelola dan dipelihara secara baik4. Informasi dan KomunikasiInformasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balika. Sarana dan Komunikasi1) Buku pedoman kebijakan dan prosedur,

2) Surat edaran,

3) Memorandum,

4) Papan pengumuman,

5) Situs internet dan intranet,

6) Rekaman video,

7) E-mail,

8) Arahan lisan, dan

9) Tindakan pimpinan yang mendukung implementasi SPI

b. Manajemen Sistem Informasi1) Pimpinan Instansi perlu mempertimbangkan manajemen sistem informasi,

2) Mekanisme identifikasi kebutuhan informasi,

3) Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi,

4) Pemantauan mutu informasi, dan

5) Kecukupan SDM dan keuangan untuk pengembangan teknologi informasi.

5. Pemantauan Pengendalian InternAdalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.a. Pemantauan Berkelanjutan1) Memiliki strategi untuk menyakinkan2) Mendapatkan informasi yang fungsinya pengendalian secara efektif 3) Komunikasi dengan pihak eksternal4) Struktur organisasi dan supervisi yang memadai

5) Membandingkan data yang tercatat dalam sistem informasi dan keuangan dengan aset fisik.6) Menindaklanjuti rekomendasi penyempurnaan pengendalian internal

7) Meminta masukan tentang efektivitas pengendalian intern

8) Tingkat kepatuhan terhadap kode etik atau peraturan bagi pegawai

b. Evaluasi Terpisah1) Metodologi evaluasi pengendalian intern harus logis dan memadai

2) Memiliki sumber daya, kemampuan, dan independensi memadai

3) Kelemahan yang ditemukan segera diselesaikan

c. Tindak Lanjut1) Memiliki mekanisme untuk meyakinkan ditindaklanjutinya temuan audit atau reviu lainnya dengan segera

2) Pimpinan Instansi Pemerintah tanggap terhadap temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya guna memperkuat pengendalian intern

3) Menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya dengan tepat

C. PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP

Menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern tersebut dilakukan:

1. pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan

2. pembinaan penyelenggaraan SPIP.

1. Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah

Pengawasan intern dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, melalui: audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Kegiatan audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance).

a. Audit

adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

Audit terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu. Audit kinerja merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektifitas. Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara antara lain:

1) audit atas penyusunan dan pelaksanaan anggaran;

2) audit atas penerimaan, penyaluran, dan penggunaan dana; dan

3) audit atas pengelolaan aset dan kewajiban.

Sedangkan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi antara lain audit atas kegiatan pencapaian sasaran dan tujuan.

Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja. Audit dengan tujuan tertentu antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan.

b. Reviu

adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan.

c. Evaluasi

adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.d. Pemantauan

adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e. Kegiatan pengawasan lainnya

antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan.

Aparat pengawasan intern pemerintah ini terdiri atas:

a. BPKP;

BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:

1) kegiatan yang bersifat lintas sektoral;

kegiatan yang bersifat lintas sektoral merupakan kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian negara/lembaga, provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan.

2) kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan

3) kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.b. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern;

Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Yang dimaksud dengan yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah bagian anggaran yang dikuasai oleh menteri/pimpinan lembaga sebagai pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga selaku Pengguna Anggaran.

c. Inspektorat Provinsi;

Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.

d. Inspektorat Kabupaten/Kota.

Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

Pelaksanaan Audit Intern dan Kode Etik

Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor sebagaimana dimaksud dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk menjaga perilaku pejabat pelaksana audit intern maka disusun kode etik aparat pengawasan intern pemerintah. Pejabat sebagaimana dimaksud wajib menaati kode etik tersebut. Kode etik ini disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah.

Standar Audit

Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah, disusun standar audit. Yang dimaksud dengan standar audit adalah kriteria atau ukuran mutu untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Setiap pejabat pelaksana audit internal wajib melaksanakan audit sesuai dengan standar audit. Standar audit disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.

Laporan Hasil Pengawasan

Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan intern pemerintah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi. Dalam hal BPKP melaksanakan pengawasan atas kegiatan kebendaharaan umum negara, laporan hasil pengawasan disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi.

Secara berkala, berdasarkan laporan yang disampaikan, BPKP menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Sementara itu, secara berkala, berdasarkan laporan yang disampaikan, Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada menteri/pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya dengan tembusan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Telaahan Sejawat

Untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat. Yang dimaksud dengan telaahan sejawat adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit. Telaahan ini menggunakan pedoman telaahan sejawat yang disusun oleh organisasi profesi auditor. Selama pedoman telaahan sejawat belum ada, telaahan sejawat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Reviu Laporan Keuangan

Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga sebelum disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan.

Inspektorat Provinsi melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah provinsi sebelum disampaikan gubernur kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disampaikan bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

BPKP melakukan reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebelum disampaikan Menteri Keuangan kepada Presiden.

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menetapkan standar reviu atas laporan keuangan untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

2. Pembinaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern PemerintahPembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi:

a. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;

b. sosialisasi SPIP;

c. pendidikan dan pelatihan SPIP;

d. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan

e. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.

Pembinaan penyelenggaraan SPIP ini dilakukan oleh BPKP (Satgas PP SPIP). Peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, dan pembinaan jabatan fungsional di bidang audit. Pelaksanaan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, serta pembimbingan dan konsultansi SPIP dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain setelah berkoordinasi dengan BPKP.

Sampai dengan 31 Desember 2014, Satgas PP SPIP telah mengeluarkan beberapa Pedoman Pembinaan/Penyelenggaraan SPIP, antara lain:

Tabel Pedoman Pembinaan/Penyelenggaraan SPIP

NoNama PedomanNomor dan Tanggal Peraturan Kepala BPKP

1Pedoman Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIPS-354/Satgas PP SPIP/2014

Tanggal 30 Desember 2014

2Pedoman Evaluasi SPIP20 Tahun 2013

Tanggal 25 Juni 2013

3Pedoman Pelaksanaan Control Environment Evaluation (CEE)25 Tahun 2013

Tanggal 28 Juni 2013

4Pedoman Pelaksanaan Control Self Assessment (CSA)24 Tahun 2013

tanggal 28 Juni 2013

5Pedoman Bimbingan Teknis Penyelenggaraan SPIP bagi Fasilitator BPKP10 Tahun 2013

tanggal 7 Februari 2013

6Pedoman Pembimbingan dan Konsultasi SPIPPER-148/K/2012

tanggal 22 Februari 2012

7Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern PemerintahPER-1633/K/JF/2011

tanggal 27 Desember 2011

8Pedoman Penyusunan Desain Penyeelenggaraan Sistem Pengendalian Intern PemerintahPER-687/K/D4/2012

tanggal 25 Mei 2012

9Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi PemerintahPER-688/K/D4/2012

tanggal 25 Mei 2012

10Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian di Lingkungan Instansi PemerintahPER-689/K/D4/2012

tanggal 25 Mei 2012

11Pedoman Pemantauan Perkembangan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern PemerintahPER-690/K/D4/2012

tanggal 25 Mei 2012

12Pedoman Monitoring Perbaikan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Instansi Pemerintah Tahun 2011PER-852/K/2011

tanggal 18 Juli 2011

13Petunjuk Teknis Pemetaan dan Perbaikan Sistem Pengendalian Intern Insstansi Pemerintah Tahun Anggaran 2011PER-853/K/2011

tanggal 18 Juli 2011

14Pedoman Pemetaan Terhadap Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Lingkungan Instansi PemerintahPER-500/K/2010

tanggal 13 Juli 2010

15Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP (26 Buku)PER-1326/K/2009

tanggal 7 Desember 2009

Sampai dengan tahun 2014, Satgas PP SPIP telah melakukan Sosialisasi SPIP terhadap 61 Kementerian/Lembaga dan 392 Pemerintah Daerah dengan rincian peserta sebagai berikut:

Kegiatan Pembinaan dan Konsultasi dilakukan melalui 3 kegiatan yaitu:

a. Pemetaan/Diagnostic AssessmentMulai dari tahun 2010 s.d. 2012 telah dilaksanakan pemetaan/Diagnostic Assessment SPIP. Dari Hasil pemetaan/Diagnostic Assessment telah dimonitoring atas area perbaikannya yaitu:

9 Kementerian/Lembaga

159 Pemerintah Daerah

Pemetaan pada kementerian/lembaga dilaksanakan pada Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama Kementerian/Lembaga dan salah satu unit eselon I. Sedangkan pemetaan SPIP di pemerintah daerah dilaksanakan di Sekretaris Daerah dan beberapa SKPD antara lain, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Inspektorat.

22 Kementerian/Lembaga dari 86 K/L yang ada atau sebesar 25,58%

237 Pemerintah Daerah dari 524 Pemerintah daerah yang ada atau sebesar 45,23 %

b. Peraturan Penyelenggaraan SPIP

Sampai dengan akhir 2012 telah dilakukan bimbingan teknis dalam bentuk penerbitan Peraturan Menteri/Lembaga/Kepala Daerah (Perkada) Terkait Penyelenggaraan SPIP bagi Instansi Pemerintah. sebanyak 86 K/L dan 524 Perkada dengan rincian sebagai berikut:

c. Penyusunan Dokumen Desain Penyelenggaraan SPIP

Mulai tahun 2013 disusun Dokumen Desain Penyelenggaraan SPIP sebagai wujud dari penyelanggaraan SPIP, dokumen tersebut berupa:

Desain Penyelenggaraan SPIP pada Instansi Pemerintah

Rencana Tindak Pengendalian pada Instansi Pemerintah

Rencana Tindak dan Anggaran Pengendalian pada Instansi Pemerintah

Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP pada Instansi Pemerintah

Pendidikan dan Pelatihan SPIP

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan dari tahun 2010 s.d. 2014 adalah sebagai berikut:

Sumber:1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

3. www.bpkp.go.id