Paper Pkp Jamkesmas

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan kebutuhan setiap orang yang harus dipenuhi dan dijamin oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dengan melihat angka kesehatan suatu negara dapat pula dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat negara tersebut. Jika angka kesehatannya tinggi maka dapat dikatakan negara tersebut sejahtera dan sebaliknya. Indonesia merupakan salah satu negara yang memahami betul akan pentingnya kesehatan (kesejahteraan). Hal ini dapat dilihat dalam tujuan negara Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum, tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Berdasarkan landasan inilah maka dalam APBN dianggarkan dana untuk menunjang kesehatan masyarakat salah satunya ditujukan untuk masyarakat miskin mengingat tidak sedikit penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan yang sampai saat ini menjadi polemik yang dihadapi bangsa ini. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai bagi rakyat miskin adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kehadiran program ini diharapkan mampu meringankan beban masyarakat miskin dalam hal pembiayaan berobat dan perawatan yang dirasa begitu mahal.

Transcript of Paper Pkp Jamkesmas

Page 1: Paper Pkp Jamkesmas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kebutuhan setiap orang yang harus dipenuhi dan

dijamin oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dengan melihat angka kesehatan

suatu negara dapat pula dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan

masyarakat negara tersebut. Jika angka kesehatannya tinggi maka dapat dikatakan

negara tersebut sejahtera dan sebaliknya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memahami betul akan

pentingnya kesehatan (kesejahteraan). Hal ini dapat dilihat dalam tujuan negara

Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum, tertuang dalam pembukaan UUD

1945. Berdasarkan landasan inilah maka dalam APBN dianggarkan dana untuk

menunjang kesehatan masyarakat salah satunya ditujukan untuk masyarakat miskin

mengingat tidak sedikit penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis

kemiskinan yang sampai saat ini menjadi polemik yang dihadapi bangsa ini.

Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam menyediakan

pelayanan kesehatan yang memadai bagi rakyat miskin adalah Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas). Kehadiran program ini diharapkan mampu meringankan

beban masyarakat miskin dalam hal pembiayaan berobat dan perawatan yang dirasa

begitu mahal.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata

kuliah Pengantar Keuangan Publik. Selain dalam rangka memenuhi tugas tersebut,

penulisan makalah ini juga bertujuan:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Jamkesmas.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis permasalahan dalam pelaksanaan Jamkesmas

di Indonesia.

3. Untuk memberikan saran-saran perbaikan bagi pelaksanaan Jamkesmas di

Indonesia yang tepat sasaran, transparan dan efisien.

Page 2: Paper Pkp Jamkesmas

C. Pembatasan Masalah

Negara dengan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) yang tinggi akan

menganggarkan anggaran kesehatan yang lebih besar dibanding negara yang PDB-

nya kecil. Sedangkan organisasi kesehatan dunia atau yang lebih dikenal dengan

WHO menyarankan anggaran kesehatan yang baik adalah minimal 5% dari PDB.

Namun sangat disayangkan, di Indonesia anggaran kesehatan masih berada di bawah

angka 3% dari PDB. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor yang menjadi

penyebab belum meratanya pelaksanaan jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat)

di Indonesia. Sehingga masih ada rakyat miskin yang belum bisa menikmati

pelayanan ini. Dan permasalahan inilah yang kami angkat dan akan dijabarkan pada

bab berikutnya.

Page 3: Paper Pkp Jamkesmas

BAB II

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

A. Sejarah Jaminan Kesehatan Masyarakat

Penyelenggaraan sistem jaminan sosial (social security) pertama kali

dirintis oleh Otto Von Bismarck (1883). Hal ini, sebagai upaya mewujudkan

kesejahteraan rakyat, telah berkembang di seluruh dunia dengan berbagai

modifikasi, sesuai keadaan, kebutuhan, dan bahkan sistem politik dan ekonomi di

masing-masing negara.

Di berbagai negara, kesehatan merupakan suatu hal yang digratiskan bagi

semua warganya sehingga setiap orang dapat menikmati fasilitas kesehatan yang

berkualitas. Bahkan di Jepang, orang yang datang dari luar negeri pun bisa

menikmati fasilitas gratis. Seperti mahasiswa asal Indonesia yang belajar di negara

tersebut, ketika ia sakit ia pun mendapat fasilitas kesehatan gratis itu. Namun

konsekuensinya, pemerintah menarik pajak dengan tarif yang relatif tinggi

dibandingkan tarif pajak di Indonesia, bahkan mencapai 60%. Tetapi apabila

masyarakat negara tersebut telah memiliki kesadaran dan bersedia membayar

pajak, sebagai sumber pendapatan negara, hal ini akan menjadi lebih baik karena

pada akhirnya pun digunakan untuk kepentingan bangsa.

Begitu juga dengan Indonesia, dengan sumber keuangan yang terbatas,

pemerintah Indonesia juga berupaya menyediakan jaminan sosial bagi

masyarakatnya. Jaminan sosial ini di Indonesia salah satunya bernama jaminan

kesehatan masyarakat (jamkesmas) yang merupakan istilah pengganti dari Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM). Jaminan sosial semacam

ini di Indonesia diatur dalam undang-undang. Berdasarkan UU No. 6 tahun 1974

tentang ketentuan – ketentuan pokok kesejahteraaan sosial, jaminan sosial

merupakan seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial

bagi warga negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat

guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.

Nama jaminan pemeliharaan kesehatan itu sendiri diganti dengan jaminan

kesehatan masyarakat karena pemerintah ingin menyediakan fasilitas yang benar-

benar gratis bagi warganya. Menurut Zainal, seorang pegawai sebuah puskesmas,

Page 4: Paper Pkp Jamkesmas

dalam sistem jamkesmas rakyat miskin tidak perlu membayar layanan kesehatan

yang diberikan kepadanya. Sedangkan dalam sistem JPKMM, masyarakat miskin,

pada keadaan tertentu, harus membayar sebagian biaya kesehatan. Cakupan

wilayah jamkesmas juga lebih luas dari pada JPKMM, yaitu meliputi seluruh

wilayah Indonesia, sedangkan JPKMM hanya pada puskesmas terdekat saja.

B. UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Mekanisme pemberian jamkesmas sering diterjemahkan seperti asuransi yang

antara lain dikelola oleh ASKES, TASPEN, ASABRI, dan Jamsostek. Berdasarkan

pengertian tersebut, negara melakukan pemotongan gaji mereka untuk membayar

premi asuransi. Tetapi karena premi yang dibayarkan oleh pengguna Jamkesmas

masih relatif kecil dan kurang untuk memenuhi layanan kesehatan, pemerintah

perlu memberi subsidi yang diperlukan sehingga dapat mencukupi total biaya

pengobatan. Berangkat dari pemahaman ini, ada pihak yang berpendapat bahwa

pemerintah Indonesia lebih menjadikan badan pengelola jaminan sosial sebagai

pencetak uang untuk menambah penghasilan negara daripada menjalankan misi

sosialnya. Hal ini dikarenakan bentuk badan pengelola jaminan sosial berupa

Persero. Oleh karena itu pemerintah harus melakukan penyempurnaan peraturan

dan memperbaiki kinerjanya agar dapat menyediakan kesehatan sebagai barang

publik. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi menjadi korban buruknya layanan

kesehatan atau bahkan tidak bisa mendapat penanganan medis. UU No. 4 tahun

2004 adalah salah satu langkah pemerintah dalam hal regulasi. Secara umum UU

No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional dirancang untuk :

1. Memenuhi amanat UUD 1945, khususnya pasal 34 ayat 2 “Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan”

2. Meningkatkan jumlah peserta program jaminan sosial di Indonesia. Hal ini

disebabkan, oleh karena sejauh ini, peserta program jaminan sosial di

Indonesia masih sangat rendah.

3. Meningkatkan cakupan manfaat/benefit yang dapat dinikmati oleh peserta

program jaminan sosial. Hal ini disebabkan, oleh karena manfaat program

jaminan sosial belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh sebagian besar rakyat

Page 5: Paper Pkp Jamkesmas

Indonesia. Bagi Pegawai Negeri Sipil belum meliputi program Jaminan

Kecelakaan Kerja, sementara bagi kelompok pekerja formal swasta, belum

memiliki program jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

4. Meningkatkan kualitas manfaat yang dapat dinikmati oleh peserta program

jaminan sosial, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

5. Terselenggaranya keadilan sosial dalam penyelenggaraan program jaminan

sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pengembangan SJSN,

diharapkan terselenggara penyelenggaraan program jaminan sosial secara

terpadu, sinkron, melalui pendekatan sistem yang berlaku bagi semua

penduduk Indonesia.

6. Terselenggaranya prinsip – prinsip penyelenggaraan program jaminan sosial.

7. Dilaksanakan secara bertahap, baik dari aspek jenis program maupun

kepesertaan dengan memperhatikan kelayakan program. Sedikitnya

diperlukan waktu 20 sampai 25 tahun untuk dapat mencakup seluruh rakyat

Indonesia.

Selain memberi subsidi, pemerintah juga melakukan fungsi regulasi,

Penyelenggara dan pemberi kerja serta penangung jawab jalannya program

tersebut. Bentuk regulasi yang dilakukan pemerintah diupayakan semaksimal

mungkin agar dapat memenuhi kesehatan masyarakat sebagai kebutuhan dasar.

Sedangkan sebagai penyelenggara dan pemberi kerja, pemerintah menggaji dan

memotong premi dari gaji yang dibayarkan kepada pegawai negeri, TNI, dan

pekerja sector formal lainnya. Melalui Jamkesmas pula pemerintah menyediakan

dana untuk pelayanan masyarakat yang sebagian diantaranya untuk belanja obat.

Untuk menjamin keterjangkauan obat esensial, pemerintah menetapkan harga obat

generik esensial mencakup 455 item dengan masyarakat miskin sebagai prioritas,

khususnya melalui subsidi pemerintah sebesar Rp 3.800,- / kapita pada tahun 2007

dan Rp 4.000,- / kapita pada tahun 2008, dengan asumsi penduduk berjumlah 225

juta. Hal ini akan terus ditingkatkan hingga mencapai rekomendasi WHO sebesar $

2 / kapita.

Berdasarkan UU No 40 tahun 2004, setiap orang berhak atas jaminan sosial

untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan

martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

Page 6: Paper Pkp Jamkesmas

makmur. Hal ini mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan

pelayanannya kepada masyarakat sehingga dapat menjalankan perannya dalam

melindungi bangsa tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain.

Oleh karena itu, Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas

kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas

manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan

yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga

asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak

peserta.

C. Prinsip – Prinsip Umum Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Adapun prinsip - prinsip penyelenggaraan jaminan sosial secara umum oleh

pemerintah adalah sebagai berikut :

1. Prinsip kegotong-royongan, adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam

menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban

setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau

penghasilannya.

2. Prinsip nirlaba, adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan

penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi seluruh peserta.

3. Prinsip keterbukaan, adalah prinsip mempermudah akses informasi yang

lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

4. Prinsip kehati-hatian, adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti,

aman, dan tertib.

5. Prinsip akuntabilitas, adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan

keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Prinsip portabilitas, adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan

meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Prinsip kepesertaan wajib, adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk

menjadi peserta jaminan sosial.

Page 7: Paper Pkp Jamkesmas

8. Prinsip dana amanat, adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya

merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi

kepentingan peserta jaminan sosial.

9. Prinsip hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial Nasional, adalah hasil dividen

dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan

sosial.

Sedangkan jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi sosial meliputi :

1. kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang

tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;

2. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;

3. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;

4. bersifat nirlaba.

Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan

kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah

dibayarkannya.

Jaminan kesehatan merupakan salah satu Strategi pembangunan kesehatan

untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 disamping Pembangunan Nasional

Berwawasan Kesehatan, profesionalisme, dan desentralisasi. Menurut menkes,

Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kesehatan banyak

hal yang harus dilakukan, salah satunya adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan. Secara umum dapat dibedakan sembilan syarat penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang baik, yakni tersedia (available), menyeluruh

(comprehensive), berkesinambungan (countinues), terpadu (integrated), wajar

(appropiate), dapat diterima (acceptable), bermutu (quality), tercapai (accessible)

serta terjangkau (affordable). Selanjutnya ditegaskan, kesembilan syarat tersebut

sama pentingnya, namun terpenuhinya syarat ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan yang merata, bermutu dan terjangkau merupakan satu keharusan. Karena

betapapun sempurnanya pelayanan kesehatan bila hal ini tidak terpenuhi tidak akan

banyak artinya bagi masyarakat.

E. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat

Undang-Undang juga mengatur kepesertaan jamkesmas walaupun hanya

secara garis besar. Berdasarkan pasal 13 UU No 40 tahun 2004, Pemberi kerja

Page 8: Paper Pkp Jamkesmas

secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai peserta

kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan

sosial yang diikuti. Pemerintah secara bertahap juga mendaftarkan penerima

bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Kemudian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Wajib memberikan nomor idntitas

tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya serta memberikan informasi

tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang

berlaku. Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan

persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu dan pemberi kerja wajib

memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya

serta membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

secara berkala. Sedangkan bagi fakir miskin dan orang-orang yang tidak mampu

iuran tersebut ditanggung oleh pemerintah.

Di Indonesia, orang yang dikategorikan miskin adalah orang yang tidak bisa

makan dua kali sehari, keluarga dengan anak drop out sekolah karena alasan

ekonomi, serta keluaraga yang tidak mampu mengobatkan anggota keluarganya

yang sakit ke pelayanan kesehatan. Selain itu, setiap peserta dapat

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi anggota. Dalam hal ini yang

dimaksud dengan anggota keluarga yang lain adalah anak ke-4 dan seterusnya,

ayah, ibu, dan mertua. Untuk mengikutsertakan anggota keluarga yang lain,

pekerja memberikan surat kuasa kepada pemberi kerja untuk menambah iurannya

kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama enam bulan sejak

seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja. Namun jika setelah enam

bulan belum memperoleh pekerjaaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh

Pemerintah. Begitu juga peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak

mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.

F. Manfaat Jaminan Kesehatan Masyarakat

Selain itu, progam Jamkesmas memiliki bebagai manfaat sebagai berikut :

1. Kebijakan strategis untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

2. Meningkatkan akuntabilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan

yang diperlukan.

Page 9: Paper Pkp Jamkesmas

3. Dasar yang kokoh untuk pengembangan Jaminan Kesehatan Nasional dalam

menyongsong implementasi SJSN.

4. Upaya mempercepat pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan yang

opitimal.

Manfaat jaminan kesehatan berupa pelayanan yang meliputi pelayanan

dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan,

rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci

darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan

standar, baik mutu maupun jenis layanannya dalam rangka menjamin

kesinambungan program dan kepuasan peserta. Manfaat jaminan kesehatan ini

diberikan kepada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin

kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Namun dalam keadaan

darurat, layanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja

sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kemudian apabila peserta

membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit

diberikan berdasarkan kelas standar. Untuk peserta yang menginginkan kelas yang

lebih tinggi dari haknya (kelas standar) dapat meningkatkan dengan mengikuti

asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang

dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Berdasarkan manfaat yang diperoleh masyarakat, progam ini memiliki arti

penting terutama bagi masyarakat miskin. Jamkesmas merupakan kebijakan yang

berpihak pada masyarakat miskin (pro poor policy). Dalam hal ini, Data dari

Depkes menunjukkan adanya saling keterkaitan antara kemiskinan dan penyakit

yang tidak akan pernah putus kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau

kedua sisi. Seperti digambarkan sebagai berikut : Kemiskinan dan penyakit terjadi

saling kait-mengkait, dengan hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali

dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya

atau penyakitnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan skema berikut.

Page 10: Paper Pkp Jamkesmas

Kemiskinan mempengaruhi kesehatan karena orang miskin sangat rentan

terhadap berbagai macam penyakit. Mereka mengalami hal-hal seperti:

menderita gizi buruk

pengetahuan kesehatan kurang

perilaku kesehatan kurang

lingkungan pemukiman buruk

biaya kesehatan tidak tersedia

Sebaliknya, kesehatan akan menekan kemiskinan karena orang yang

sehat memiliki kondisi sebagai berikut:

produktivitas kerja tinggi

pengeluaran berobat rendah

Investasi dan tabungan memadai

tingkat pendidikan maju

tingkat fertilitas dan kematian rendah

stabilitas ekonomi mantap

Menurut data dari depkes, Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:

1. Menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga

pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi

dan kematian balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak

miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi

masyarakat miskin, dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.

2. Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa

dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah

miskin dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan

dalam memenuhi komitmen global guna menurunkan kemiskinan melalui

upaya kesehatan bagi keluarga miskin.

Page 11: Paper Pkp Jamkesmas

3. Hasil studi menunjukan bahwa jika kesehatan penduduk yang baik,

pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi

kemiskinan akan lebih berhasil

G. Upaya Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin

Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan

penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan

pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin. Upaya-upaya ini

meliputi:

1. Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah

kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang

gizi, PMS dan berbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan lingkungan.

2. Mengutamakan penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu.

3. Meningkatkan penyediaan serta efektifitas berbagai pelayanan kesehatan

masyarakat yang bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi

pelayanan kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi

makanan, pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan

kerja.

4. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu

5. Realokasi berbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada

daerah miskin

6. Meningkatkan partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah

kesehatan masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah

masyarakat itu sendiri karena itu perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan

masyarakat miskin.

Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan JPKMM tahun 2005 – 2007,

menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan oleh masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, sehingga

merupakan langkah yang tepat apabila pemerintah meneruskan pelaksanaan

program ini meskipun berganti nama menjadi jamkesmas pada tahun 2008.

Page 12: Paper Pkp Jamkesmas

Pembiayaannya pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Persentase

pengeluaran nasional sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah 0,81% dari PDB

sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 1,09% dari PDB. Pada tahun 2008

APBN kesehatan Indonesia adalah Rp 4,6 triliyun, meningkat dari alokasi tahun

2007 yaitu senilai Rp 3,6 triliyun. Untuk tahun 2009, Departemen Kesehatan

(Depkes) berencana mengusulkan anggaran penyelenggaraan program Jaminan

Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) menjadi Rp17 triliun. Peningkatan ini

diharapkan bisa terus dilakukan sehingga pada Indonesia sehat 2025 masyarakat

memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga

memperoleh jaminan kesehatan. Artinya masyarakat memperoleh perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan bermutu berarti

termasuk juga pelayanan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan yang

memenuhi kebutuhan masyarakat, serta diselenggarakan sesuai dengan standard

dan etika profesi.

Page 13: Paper Pkp Jamkesmas

BAB III

DATA DAN FAKTA

A. Jaminan Kesehatan tidak Tepat Sasaran

Lebih dari tiga dasawarsa Indonesia berupaya menyelesaikan persoalan

kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama kalangan kurang mampu.

Departemen Kesehatan dan pemerintah daerah telah mengembangkan berbagai

inovasi strategi peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan

terpadu.

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diluncurkan

pemerintah sebagai pengganti Askeskin dinilai masih belum tepat sasaran dan banyak

yang disalahgunakan.

Saat ini masih banyak ditemukan masyarakat menyalahgunakan program

Jamkesmas yang mulai diberlakukan pemerintah sejak 1 September 2008. Banyak

mengaku masih miskin meski dia sudah kaya, sementara yang benar-benar miskin

justru tidak mendapatkan bantuan. Padahal masyarakat miskin juga butuh pelayanan

kesehatan secara maksimal.

Selain itu, Program Jamkesmas juga dinilai belum berjalan secara optimal

karena masih banyak persoalan yang belum tuntas di lapangan, seperti pendataan

fungsi ganda, verifikasi tidak berjalan optimal dan penyelenggara yang tidak mau

menanggung risiko.

Depkes melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

menggelontorkan triliunan rupiah bagi warga miskin di seluruh Indonesia. Gubernur

pun mengalokasikan anggaran untuk mendukung program itu yang disebar ke seluruh

kab./kota. Begitu pula dengan pemkot/pemkab yang mengalokasikan dana kesehatan

bagi warga kurang mampu.

Tentu saja niat baik itu tidak cukup tanpa didukung sarana-prasarana memadai

di tingkat daerah. Ketersediaan puskesmas berikut pelayan kesehatannya dan

kecermatan birokrat kab./kota membuat kebijakan publik menjadi mutlak diperlukan.

Ironisnya, persoalan yang terjadi sekarang adalah program jaminan kesehatan

warga miskin tidak tetap sasaran. Lagi-lagi, data kependudukan menjadi biang

persoalan. Pemda pun seolah-olah tidak bisa berbuat banyak mencegah "eksodus

Page 14: Paper Pkp Jamkesmas

orang mampu jadi orang miskin." Ketidaktepatan data peserta membuat anggaran

pemerintah bagi program tersebut boros.

Di Jawa Barat contohnya, peserta Jamkesmas mencapai 10,7 juta jiwa. Dana

yang disediakan Depkes sebesar Rp 642 miliar/tahun dengan asumsi per jiwa

menghabiskan biaya kesehatan sebesar Rp 5.000,00/bulan.

Sebanyak 2 juta penduduk miskin Jabar yang tidak tercover Jamkesmas

ditutup lewat bantuan gubernur dan bantuan bupati/kota di tiap daerah.

Dari 10,7 jiwa peserta Jamkesmas, hanya 1,7 juta jiwa yang menggunakan

fasilitas tersebut untuk rawat jalan dan 214 ribu jiwa yang rawat inap. Dengan jumlah

itu saja sampai bulan Agustus sudah menyedot anggaran Rp 500 miliar lebih.

Untuk itu, perlu peran serta masyarakat dan mahasiswa dalam mengawasi

program ini sehingga terjadi transparansi dan akuntabilitas seperti prinsip awal

program ini.

Contoh kasus 1:

Tengok saja nasib pasangan Nurhadi dan Mamik Susiani, warga Desa Besole

Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung. Keluarga miskin ini hanya bisa

pasrah melihat penderitaan kedua anaknya, masing-masing Moh Hasan al-

Bukhori (3 tahun) dan Desi Wulansari (1,5 tahun), yang didiagnosa mengalami

microcephalys (pengecilan kepala).

Karena tidak ada biaya untuk berobat, mereka kini cuma bisa merawat Hasan

dan Desi di rumah. Berbagai usaha sebenarnya telah dilakukan agar penyakit

yang diderita kedua anaknya bisa segera sembuh. Seperti memeriksakannya ke

Puskesmas dan RSUD Tulungagung sampai 2 kali. Tapi lantaran biaya yang

harus dikeluarkan mahal dan tidak punya kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan

Masyarakat), Nurhadi terpaksa harus membawa anak-anaknya kembali pulang.

Dari contoh kasus diatas membuktikan ketidakmerataan pembagian jamkesmas.

Seharusnya data mengenai siapa yang berhak mendapat jamkesmas harus diperbaiki

sehingga kasus yang seperti diatas tidak terulang lagi.

Contoh kasus 2:

Kasus ini baru ditemukan di Desa Kebunan, Kecamatan Kota Sumenep. Dari

ribuan penerima jamkesmas, sebagian terdapat orang kaya, PNS (pegawai

negeri sipil), dan pensiunan PNS. Ironisnya, ada warga miskin yang tidak

mendapatkan kartu. Padahal, jamkesmas itu memang untuk keluarga miskin.

Page 15: Paper Pkp Jamkesmas

Fakta amburadulnya pendataan jamkesmas terungkap setelah Kepala Desa

(Kades) Kebunan Addur kemarin pagi mendatangi kantor Askes di Sumenep.

Dia protes karena salah satu warganya yang miskin tidak menerima kartu

jamkesmas.

Awalnya, Kades berusaha membantu warganya yang tidak mampu itu berobat

ke RSD dr H Moh. Anwar. Namun, pihak rumah sakit kemudian merujuk

pasien miskin tersebut ke rumah sakit di Pamekasan. Setelah diobati, ternyata

biayanya besar. Keluarga pasien diminta untuk menunjukkan kartu jamkesmas

untuk meringankan biaya pengobatan. Kemudian, Kades mendatangi kantor

Askes di Sumenep.

Tapi, petugas Askes menolak menerbitkan kartu baru. Alasannya, pasien

miskin itu tidak terdaftar sebagai penerima jamkesmas. Kata petugas Askes,

data penerima jamkesmas dari pemkab yang ditandatangani bupati Sumenep.

Karena merasa tak digubris, Kades pun marah - marah. Sebab, dia merasa pada

saat pendataan aparat desa tidak dilibatkan. "Kami yang tahu warga yang layak

menerima jamkesmas. Tapi, kami tidak pernah dilibatkan dalam pendataan itu,"

tandasnya.

Yang disesalkan Kades, selain ada warganya yang miskin tidak terdata,

ternyata banyak warga yang tidak layak menerima jamkesmas justru

mendapatkan kartu. "Banyak yang kaya, PNS, punya mobil, dan pedagang yang

malah dapat kartu. Ini kan tidak adil namanya," protesnya sambil menunjukkan

sejumlah fotokopi kartu jamkesmas yang tidak layak kepada koran ini.

Tapi, petugas Askes tetap bersikukuh tidak bisa menerbitkan kartu baru. Malah,

Kades disuruh kembali ke rumah sakit.

Dari data diatas terlihat carut-marutnya pendataan tentang orang yang berhak

menerima jamkesmas. Seharusnya pendataan pemberian Jamkesmas juga melibatkan

pihak masyarakat seperti RT maupun kepala desa karena mereka yang paling tau

mengenai kondisi masyarakat mereka. Dan data tersebut juga harus diupdate sehingga

menjaga keakuratan data tersebut. Jangan sampai orang yang sudah meninggal juga

masih terdaftar sebagai orang yang menerima Jamkemas.

Selain masalah pendataan yang kurang bagus, masalah mengenai sosialisasi

yang kurang optimal juga menjadi penyebab kurang efisiennya Jamkesmas. Hal ini

dikarenakan mereka yang punya kartu Jamkesmas tidak tahu apa itu Jamkesmas dan

apa kegunaan dari Jamkesmas tersebut. Sehingga banyak orang yang telah memiliki

kartu tersebut tidak menggunakannya saat berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

Page 16: Paper Pkp Jamkesmas

Pelayanan terhadap pasien peserta Jamkesmas yang buruk juga ikut ambil

bagian mengenai inefisiensi Jamkesmas. Hal ini dikarenakan pasien yang memakai

kartu Jamkesmas akan dipersulit administrasinya, bahkan tidak jarang mereka ditolak

saat menggunakan kartu tersebut dengan alasan yang beraneka ragam misalnya kamar

untuk rawat inap sudah habis atau obat generik yang menjadi hak pemakai jamkesmas

stocknya habis.

Hal ini menuntut perbaikan oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan

dalam penyelenggaraan pelayanan Jamkesmas bagi rakyat miskin. Pengawasan

terhadap kinerja pemerintah daerah, Rumah sakit dan puskesmas hendaknya juga

harus ditingkatkan.

B. Profil Kemiskinan Di Indonesia

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis

Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen).

Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah

34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah

perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta

orang.

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak

banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk

miskin berada di daerah perdesaan.

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan,

dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan

terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.

Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan

adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan

makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.

Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin

mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga

semakin menyempit.

Page 17: Paper Pkp Jamkesmas

Berdasarkan data dari situs resmi SBY data kemiskinan digambarkan sebagai

berikut:

Persentase kemiskinan digambarkan mengalami tren turun, tentu saja

penurunan ini patut “diapresiasi”, hanya saja di sisi lain perlu dicermati klaim tingkat

kemiskinan sekitar 15,4% atau sekitar 35 juta penduduk Indonesia adalah berdasarkan

standar kemiskinan BPS yaitu penduduk dengan penghasilan di bawah Rp 6000/hari

jika standarnya dinaikkan sesuai standar bank dunia (USD 2/hari) maka tingkat

kemiskinan melonjak mencapai hampir 50% penduduk Indonesia berada di bawah

garis kemiskinan. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang tidak realistis apabila

batas kemiskinan itu diukur dengan standar Rp 6.000,00 per hari.

Berikut profil dan data kemiskinan Indonesia tersebar di seluruh provinsi :

Page 18: Paper Pkp Jamkesmas
Page 19: Paper Pkp Jamkesmas

BAB IV

HAMBATAN PELAKSANAAN DAN UPAYA PENYELESAIANNYA

Jaminan Kesehatan Masyarakat sebagai sistem untuk publik sebagaimana terpapar

pada bagian sebelumnya bahwa sistem ini masih mempunyai kelemahan dan beberapa

hambatan dalam pelaksanaannya. Sistem ini masih memerlukan beberapa perbaikan dan ada

upaya konkret dalam memperbaikinya sehingga tujuan dari diberlakukannya sistem ini dapat

dicapai.

Pada bab ini, akan dianalisis apa saja hambatan dari pelaksanaan sistem Jaminan

Kesehatan Masyarakat dengan berdasarkan data dan fakta yang telah diperoleh. Bagian ini

akan mencakup hambatan sistem dipandang dari beberapa aspek. Aspek yang pertama adalah

dari aspek persiapan dan aspek-aspek yang mendukung terselenggaranya jaminan ini.

Hambatan kedua adalah hambatan dalam pelaksanaan dan penerapan sistem ini. Sedangkan,

hambatan yang ketiga adalah hambatan yang berasal dari efek samping diterapkan

mekanisme sistem yang telah ada.

Selain adanya pemaparan dan penjelasan tentang adanya hambatan-hambatan dari

sistem Jamkesmas, kami juga mengambil beberapa solusi yang bisa menjadi alternatif

penyelesaian dari hambatan yang ada dari berbagai sumber.

A. Hambatan Persiapan dan Infrastruktur

1. Anggaran yang kurang memadai baik sumber, besaran, kelembagaan dan

peruntukannya.

Alokasi anggaran kesehatan pemerintah untuk orang miskin perlu disesuaikan

dengan kebutuhan masyarakat miskin dan ditekankan pada upaya promotif dan

preventif. Harus ada political will dari pemerintahan, legislative, swasta, dan

masyarakat untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan. Pelayanan gratis tidak akan

secara otomatis meningkatkan cakupan,karena masih ada biaya diluar biaya pelayanan

kesehatan yang harus ditanggung masyarakat miskin.

2. Akses penduduk daerah pedalaman terhadap pelayanan kesehatan masih terkendala

transportasi.

Page 20: Paper Pkp Jamkesmas

Saat ini pemerintah memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi penduduk

miskin lewat asuransi yang dikelola PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes).

Namun, masyarakat terutama di daerah pedalaman dan daerah terpencil, seperti di

Papua, Nusa Tenggara Timur, maupun Kalimantan, sulit mengakses pelayanan

kesehatan karena hambatan transportasi dan informasi. Akibatnya, dana yang

disediakan untuk membiayai pemeliharaan kesehatan penduduk miskin tidak

digunakan secara maksimal.

3. Sampai saat ini kepesertaan sasaran program Jamkesmas belum terselesaikan secara

tuntas, sehingga berdampak pada penataan subsistem pelayanan dan pembiayaan

kesehatan. Data kepesertaan yang belum selesai menyebabkan pengguna pelayanan

kesehatan adalah yang kurang berhak.

4. Peran ganda penyelenggara yang ditugaskan Menteri Kesehatan sebagai pengelola

sekaligus pembayar menimbulkan konflik kepentingan dan monopoli berbagai

subkontrak kerjasama dengan pihak ketiga.

5. Penyelenggaraan program Jamkesmas kurang berdampak terhadap kesadaran pihak

rumah sakit untuk berinteraksi dalam menata subsistem pelayanan dan pembiayaan

kesehatan, terutama biaya dan mutunya.

6. Verifikasi yang kurang optimal karena deadline pembayaran yang terkadang harus

cepat tanpa didukung kualitas dan kuantitas teknologi dan tenaga yang memadai.

7. Paket pelayanan masih belum menyeimbangkan jumlah sasaran dengan jumlah dana

(76,4 juta jiwa dengan Rp 4,6 triliun) secara komprehensif.

8. Kurangnya informasi tentang Jamkesmas kepada masyarakat miskin (maskin) sebagai

akar masalah. Informasi tersebut tidak sampai kepada masyarakat sehingga sering

terjadi penyelewengan dan pelanggaran hak-hak pelayanan kesehatan

9. Masih banyak rakyat miskin yang belum mendapat kartu Jamkesmas.

Sebanyak 131.900 masyarakat miskin belum mendapat kartu Jamkesmas.

Pelaksanaan Jamkesmas ini sesungguhnya sudah diatur melalui SK Menteri

Kesehatan No. 125 tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jamkesmas dan

telah disosialisasikan ke seluruh daerah. Namun demikian, kenyataannya masih saja

ada rakyat miskin yang tertinggal alias belum mendapatkan kartu Jamkesmas. saat ini

masih banyak masyrakat miskin yang mengeluh karena belum mendapatkan kartu

Jamkesmas.

10. Data warga miskin yang masih belum valid.

Page 21: Paper Pkp Jamkesmas

Jumlah sasaran peserta jamkesmas masih mengalami perubahan pendataan

sebab sangat mungkin jumlah masyarakat miskin tertambah secara signifikan karena

sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006. Meski telah

dilakukan up dating data namun proses administratif yang dilakukan BPS, verifikator

independen yang bertugas menverifikasi administrasi kepesertaan, pelayanan dan

pembiayaan serta rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan (PPK)

membutuhkan waktu sehingga sangat berdampak pada kecepatan akses pelayanan

kesehatan peserta Jamkesmas.

Keakuratan data merupakan salah satu kunci awal untuk mengevaluasi

efektivitas program Jamkesmas ini oleh karena sangat terkait dengan anggaran pada

alokasi sasaran atau kuota peserta jamkesmas yang menjadi beban pemerintah pusat,

pemprov maupun kabupaten/kota. Sebelum disalurkan kepada masyarakat, sebaiknya

Dinas Kesehatan menertibkan terlebih dahulu data penerima Jamkesmas.

B. Hambatan Pelaksanaan dan Penerapan

Dipandang dari kenyataan aplikasi atau penerapan program ini, ada beberapa poin

hambatan yang terjadi, yaitu :

1. Penyalahgunaan peserta2. Kendali mutu3. Kendali biaya di rumah sakit4. Data peserta masih belum akurat5. Sosialisasi yang belum optimal6. Adanya pungutan dalam mendapatkan kartu7. Masih ada peserta yang tidak menggunakan kartu ketika berobat8. Masih ada pasien Jamkesmas yang mengeluarkan biaya9. Kualitas pelayanan Jamkesmas masih buruk

C. Hambatan Efek Samping (Pascapelaksanaan)

Sistem jaminan kesehatan dalam Jamkesmas akan mendorong perubahan-perubahan

dan penggunaan obat rasional, yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya.

mendasar seperti penataan standarisasi pelayanan, standarisasi tarif, penataan

formularium obat.

Keterbatasan sumber daya kesehatan, disparitas pendataan, hingga perhitungan dan

analisa per satuan biaya terhadap setiap layanan yang begitu kompleks hingga soal waktu

sosialisasi yang sangat terbatas inilah yang belum optimal dilakukan seluruh stakeholder

pelayanan kesehatan. Pada dasarnya sistem jaminan kesehatan di Indonesia sejak dulu

Page 22: Paper Pkp Jamkesmas

belum mampu menghasilkan output di mana masyarakat semakin sadar terhadap hak-hak

informasi layanan kesehatan yang diperoleh.

Hal ini diperparah karakteristik pelayanan kesehatan yang cenderung mengalami

fenomena asymetris of information yakni ketidakseimbangan informasi pelayanan

kesehatan terhadap kebutuhan masyarakat sehingga realitas inilah sebagai salah satu

faktor yang memicu kenaikan biaya pelayanan kesehatan.

D. Upaya Penanganan Hambatan

Adanya tiga jenis hambatan tersebut merupakan hal yang dapat menyebabkan

inefektivitas dari adanya program Jamkesmas dalam proses menjalankannya untuk

masyarakat. Hambatan-hambatan tersebut perlu diupayakan solusinya agar dapat

diselesaikan dan program ini bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Beberapa solusi yang bisa menjadi pilihan untuk diimplementasikan berdasarkan

analisis hambatan yang ada yaitu :

1. Rekomendasi untuk Perbaikan Layanan Kesehatan

Perlu pemantapan asuransi kesehatan nasional sebagai bagian dari pelaksanaan

Undang-undang Sistem Jaminan Sosial sebagai bagian dari peningkatan akses orang

miskin terhadap layanan kesehatan, dan peningkatan akuntabilitas dalam pelayanan

kesehatan. Hal yang perlu diperhatikan bahwa pelayanan kesehatan harus didasarkan

pada permintaan masyarakat (Demand-based program) sehingga masyarakat dapat

memilih layanan kesehatan yang diinginkan.

2. Strategi Pembiayaan Kesehatan

Identifikasi dan perumusan factor utama pembiayaan kesehatan mencakup aspek-

aspek:

a. Kecukupan/adekuasi dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pada tingkat

pusat dan daerah yang dilakukan dalam  langkah-langkah:

mobilisasi sumber-sumber pembiayaan baik sumber-sumber tradisional

maupun non tradisional,

kesinambungan fiscal space dalam anggaran kesehatan nasional

peningkatan kolaborasi intersektoral untuk mendukung pembiayaan kesehatan.

b. Pengurangan pembiayaan dan meniadakan hambatan pembiayaan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan rentan

(pengembangan asuransi kesehatan sosial) yang dilakukan melalui :

promosi pemerataan akses dan pemerataan pembiayaan dan utilisasi pelayanan,

Page 23: Paper Pkp Jamkesmas

pencapaian universal coverage dan penguatan jaminan kesehatan masyarakat

miskin dan rentan.

c. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan yang dilakukan

melalui

kesesuaian tujuan kesehatan nasional dengan reformasi pembiayaan yang

diterjemahkan dalam instrument anggaran  operasional dan rencana

pembiayaan,

penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan pemberi pelayanan

kesehatan (providers),

pengembangan best practice

3. Membentuk badan penyelenggara asuransi sosial kesehatan dengan landasan

peraturan daerah

Seharusnya, dana bisa digunakan secara luwes sesuai dengan kebutuhan di tiap

daerah, namun tetap bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, dana asuransi

kesehatan untuk penduduk miskin dari pemerintah pusat itu bisa diintegrasikan

dengan dana pembangunan kesehatan dari pemerintah daerah yang bersangkutan.

Dengan adanya uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Sistem

Jaminan Sosial Nasional, pemerintah daerah dimungkinkan untuk membentuk badan

penyelenggara asuransi sosial kesehatan dengan landasan peraturan daerah.

Syaratnya, cakupan tidak eksklusif untuk daerah tertentu dan bersedia bekerja sama

dengan badan penyelenggara asuransi sosial nasional.

Saat ini hanya sejumlah kecil daerah, antara lain Balikpapan, Jembrana, Sinjai, Musi

Banyuasin, dan Purbalingga, telah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi

penduduknya. Masih banyak daerah yang belum mampu membiayai seluruh

pelayanan kesehatan.

4. Pemisahan fungsi pengelola dan pembayar. Depkes membentuk Tim Pengelola

Jamkesmas pusat/provinsi/kabupaten/kota sebagai pengelola sedangkan pembayaran

kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari keuangan negara. Dasar

pengelolaan adalah Third Party Administration (TPA).

5. Percepatan penyelesaian pendataan sasaran masyarakat miskin dengan menugaskan

PT Askes.

6. Percepatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan kepada PPK didukung pelaksana

verfikasi di setiap rumah sakit.

Page 24: Paper Pkp Jamkesmas

7. pemberlakuan paket pelayanan kesehatan yang memacu rumah sakit berbenah diri,

terutama medical record dan pelayanan kesehatan, sekaligus mendorong efisiensi.

8. meningkatkan peran pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan dinas kesehatan

provinsi/kabupaten/kota dalam fungsi pengelolaan, koordinasi, serta pembinaan dan

pengawasan.

9. Sosialisasi diperluas ke setiap daerah dalam berbagai tingkatan provinsi, kabupaten /

kota dan juga desa-desa

10. Terkait dengan hal penerapan program ini di lapangan (realitanya), maka ada

beberapa solusi teknis berupa hal berikut :

a. Harus ada kendali lebih dalam penanganan peserta

b. Perlu ada standar mengenai kendali mutu. Kalau bisa memenuhi standar ISO 2000

c. Kontrol sumber daya lebih ketat dengan pemberian sanksi apabila ketahuan

memungut biaya

d. Perlu ada updating data dari pemerintah

e. Perlu ada kampanye besar-besaran yang lebih efektif lagi

f. Seleksi sumber daya, internal control dan pendirian meja pengaduan

g. Ada pengecekan kartu untuk peserta

h. Seleksi sumber daya, internal control dan pendirian meja pengaduan

i. Percepatan pelayanan, perluasan ruang tunggu, perbaikan administrasi dan

penyuluhan dokter

Page 25: Paper Pkp Jamkesmas

BAB VI

WACANA JAMINAN SOSIAL DALAM ISLAM

A. Sistem Islam : Kesehatan Gratis

Berbagai fakta historis kebijakan di bidang kesehatan yang pernah dijalankan oleh

pemerintahan Islam sejak masa Rasul saw. menunjukkan taraf yang sungguh maju.

Pelayanan kesehatan gratis diberikan oleh negara (Khilafah) yang dibiayai dari kas

Baitul Mal.  Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada

semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.

Hal itu sudah dijalankan sejak masa Rasul saw. Delapan orang dari Urainah datang ke

Madinah menyatakan keislaman dan keimanan mereka. Lalu mereka menderita sakit

gangguan limpa.  Nabi saw. Kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat

perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah

Quba’, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal yang digembalakan di sana.  Mereka

meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.

Raja Mesir, Muqauqis, pernah menghadiahkan seorang dokter kepada Nabi saw. Beliau

menjadikan dokter itu untuk melayani seluruh kaum Muslim secara gratis. Khalifah

Umar bin al-Khaththab, menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari

Baitul Mal.  Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah membangun rumah

sakit bagi pengobatan para penderita leprosia dan lepra serta kebutaan.  Para dokter dan

perawat yang merawat mereka digaji dari Baitul Mal.  Bani Thulan di Mesir membangun

tempat dan lemari minuman yang di dalamnya disediakan obat-obatan dan berbagai

minuman.  Di tempat itu ditunjuk dokter untuk melayani pengobatan.

Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh

dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi

keperluannya.  Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun

1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran

dan menyediakan obat-obatan gratis.  Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap

bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”

Pada masa Khilafah Abbasiyah itu pula untuk pertama kalinya ada apotik. Yang terbesar

adalah apotik Ibnu al-Baithar. Saat itu, para apoteker tidak diijinkan menjalankan

profesinya di apotik kecuali setelah mendapat lisensi dari negara. Para apoteker itu

Page 26: Paper Pkp Jamkesmas

mendatangkan obat-obatan dari India dan dari negeri-negeri lainnya, lalu mereka

melakukan berbagai inovasi dan penemuan untuk menemukan obat-obatan baru (M.

Husain Abdullah, Dirâsât fî al-Fikri al-Islâmî, hlm. 89).

B. Kebijakan Kesehatan dalam Islam

Dalam Islam, sistem kesehatan tersusun dari 3 (tiga) unsur sistem. Pertama:

peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis

administratif. Kedua: sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis dan

sarana prasarana kesehatan lainnya. Ketiga: SDM (sumber daya manusia) sebagai

pelaksana sistem kesehatan yang meliputi dokter, Apoteker, perawat, dan tenaga medis

lainnya. (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hlm. 148).

Kebijakan kesehatan dalam Khilafah akan memperhatikan terealisasinya beberapa

prinsip. Pertama: pola baku sikap dan perilaku sehat. Kedua: Lingkungan sehat dan

kondusif. Ketiga: pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Keempat: kontrol

efektif terhadap patologi sosial.  Pembangunan kesehatan tersebut meliputi

keseimbangan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif ditujukan

untuk mendorong sikap dan perilaku sehat. Preventif diprioritaskan pada pencegahan

perilaku distortif dan munculnya gangguan kesehatan. Kuratif ditujukan untuk

menanggulangi kondisi patologis akibat penyimpangan perilaku dan munculnya

gangguan kesehatan. Rehabilitatif diarahkan agar predikat sebagai makhluk bermartabat

tetap melekat.

Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun

sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri. 

Dalam hal ini, keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan.  Dr. Ahmed

Shawky al-Fangary1 menyatakan bahwa syariah sangat concern pada kebersihan dan

sanitasi seperti yang dibahas dalam hukum-hukum thaharah.   Syariah juga

memperhatikan pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan seperti

perintah untuk memakan makanan halal dan thayyib (bergizi), larangan atas makanan

berbahaya, perintah tidak berlebihan dalam makan, makan ketika lapar dan berhenti

sebelum kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan, 1/3 air dan 1/3 udara, termasuk

kaitannya dengan syariah puasa baik wajib maupun sunah. Syariah juga menganjurkan

olah raga dan sikap hidup aktif. Syariah juga sangat memperhatikan masalah kesehatan

dan pola hidup sehat dalam masalah seksual.

Page 27: Paper Pkp Jamkesmas

Jadi, menumbuhkan pola baku sikap dan perilaku sehat tidak lain adalah dengan

membina kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat. Tentu hal itu bukan hanya

menjadi domain kesehatan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat

umumnya.

Kebijakan kesehatan Khilafah juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang

sehat dan kondusif.  Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan

senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian, dsb. Tentu saja itu

hanya bisa direalisasikan melalui negara, bukan hanya melibatkan departemen

kesehatan, tetapi juga departemen-departemen lainnya.  Tata kota, sistem drainase dan

sanitasi kota kaum Muslim dulu seperti Baghdad, Samara, Kordoba, dsb telah memenuhi

kriteria itu dan menjadi model bagi tata kota seperti London, kota-kota di Perancis dan

kota-kota lain di Eropa.

Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan

sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang

profesional dan kompeten.  Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan

kewajiban negara (Khilafah) karena negara (Khilafah) berkewajiban menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan.  Karenanya, Khilafah

wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik, pusat dan

lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan dan sekolah

lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan

pengobatan lainnya.  Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi

peralatan medis dan obat-obatan; menyediakan SDM kesehatan baik dokter, apoteker,

perawat, psikiater, penyuluh kesehatan dan lainnya.

Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis kepada rakyat baik kaya atau

miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Pembiayaan

untuk semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara ataupun

harta milik umum.

Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan

syariah termasuk pemisahan pria dan wanita serta hukum-hukum syariah lainnya. Juga

harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan, yaitu wajib memenuhi 3 (tiga)

prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam:

Pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam

Page 28: Paper Pkp Jamkesmas

pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang

kompeten dan amanah.

Page 29: Paper Pkp Jamkesmas

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara ringkas, dari pemaparan mengenai Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat

yang telah kami terangkan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil poin-poin kesimpulan

berupa:

1. Awal mula dari adanya Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

merupakan transformasi dari sistem jaminan sosial nasional yang telah dikenal

sebelumnya, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM)

dengan berdalih agar pelayanan publik lebih benar-benar tepat sasaran dan

menyeluruh.

2. pemberlakuan dari adanya Jamkesmas sudah diatur dalam undang-undang yaitu UU

No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional dengan adanya

pemberlakuan prinsip-prinsip umum di dalamnya agar berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Pada UU ini juga dijelaskan kepesertaan siapa saja yang berhak untuk

memiliki jaminan ini atau lebih jelasnya peruntukan dari jaminan untuk apa.

3. Adanya Jamkesmas diharapkan menghasilkan beberapa manfaat sesuai dengan

konsep dan tujuan yang telah dipaparkan dalam UU no. 40 tahun 2004 tentang SJSN.

manfaat ini utamanya mengacu pada kondisi kesejahteraan masyarakat yang tentunya

diharapkan terus meningkat dan menjadi lebih baik dengan adanya kebijakan publik

pemerintah yang mengatur tentang jaminan kesehatan. Sistem ini juga terinisiasi dari

kondisi kemiskinan masyarakat yang mesti ditindaklanjuti. Kemiskinan bisa disebut

sebagai salah satu factor yang menyebabkan adanya perbedaan atau kesenjangan

angka-angka indicator kesehatan yang masih kurang merata dan masih banyak yang

berada pada bawah garis kemiskinan sehingga banyak dari mereka yang tidak mampu

untuk mengurusi kesehatannya dan perlu adanya jaminan dari pemerintah yang

bertanggungjawab atas adanya kesejahteraan umum dalam suatu Negara.Pemerintah

tentunya perlu merumuskan strategi-strategi berupa kebijakan publik yang berfungsi

sebagai upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin utamanya.

Page 30: Paper Pkp Jamkesmas

4. Sebagaimana sebuah sistem publik yang dirancang dengan berdasarkan konsep dan

teori yang komprehensif, Jamkesmas sebagai suatu sistem publik pun juga

mempunyai penyimpangan dari pemberlakuan atau penerapan dari adanya sistem ini

di masyarakat. Data dan fakta yang ada menunjukkan pemberlakuan sistem ini masih

kurang merata di kalangan masyarakat utamanya masyarakat miskin yang merupakan

tujuan utama dari adanya program ini. Fasilitas dan sarana kesehatan masih

mengalami kesulitan untuk didapatkan oleh masyarakat secara merata entah itu karena

penerapan regulasi yang ada, kurangnya infrastruktur yang menunjang, atau hal

lainnya. Masyarakat miskin dengan jumlah yang masih sangat banyak di Indonesia

dan perkembangannya dari waktu ke waktu akan menjadi sebuah tantangan bagi

program ini agar kena sasaran dan tidak mengalami penyimpangan.

5. Dengan data dan fakta yang di lapangan (praktek dan penerapan dari Jamkesmas)

dapat disimpulkan bahwa ternyata dalam sistem yang dirancang untuk

menyelenggarakan fasilitas kesehatan yang optimal dan terjangkau oleh masyarakat

ini mempunyai beberapa kendala atau hambatan yang perlu dibenahi. Hambatan

dibagi dalam tiga aspek, aspek yang pertama adalah dari aspek persiapan dan aspek-

aspek yang mendukung terselenggaranya jaminan ini. Hambatan kedua adalah

hambatan dalam pelaksanaan dan penerapan sistem ini. Sedangkan, hambatan yang

ketiga adalah hambatan yang berasal dari efek samping diterapkan mekanisme sistem

yang telah ada.

6. Dalam sistem Islam atau sering disebut dengan syariat jaminan sosial termasuk salah

satu unsur yang ada dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tetap

memberikan jaminan kepada masyarakat miskin yang kurang memliki fasilitas dan

sarana guna menunjang kesehatan masyarakat. ini menjadi sebuah wacana yang bisa

dijadikan pertimbangan untuk mengaplikasikan beberapa prinsip-prinsip yang ada dan

bisa disesuaikan dengan kondisi realita penerapan jaminan sosial yang sekarang

berlaku.

Page 31: Paper Pkp Jamkesmas

LAMPIRAN I

Page 32: Paper Pkp Jamkesmas

LAMPIRAN II

UU NO 40 TAHUN 2004

Page 33: Paper Pkp Jamkesmas

DAFTAR PUSTAKA

Tim penyusun Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. 2005. Pengantar Keuangan Publik. Jakarta: LPKPAP PRESS.

UU No. 23 tahun 1992: tentang kesehatan

UU No. 40 tahun 2004: tentang sistem jaminan sosial nasional

www.depkes.go.id