Paper Etos Kerja Dan Etika Profesi

32
PAPER ETOS KERJA DAN ETIKA PROFESI Paper Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan Semester IV Tahun Ajaran 2014/2015 Oleh : 1. Aning Fathonah (K1313006) 2. Ida Fitriana Windhi A. (K1313031) 3. Samirah (K1313065) 4. Santi Septinandari (K1313066) PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

description

Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).

Transcript of Paper Etos Kerja Dan Etika Profesi

PAPER ETOS KERJA DAN ETIKA PROFESI

Paper Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Profesi Pendidikan Semester IV

Tahun Ajaran 2014/2015

Oleh:

1. Aning Fathonah (K1313006)

2. Ida Fitriana Windhi A. (K1313031)

3. Samirah (K1313065)

4. Santi Septinandari (K1313066)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

ETOS KERJA DAN ETIKA PROFESI

A.ETOS KERJA

a. Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:8).

Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .

Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).

Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.

Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).

b. Aspek dan Faktor Etos Kerja

Terdapat delapan aspek dalam etos kerja, yaitu sebagai berikut :

a. Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.

b. Kerja adalah amanah. Kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

c. Kerja adalah panggilan. Kerja merupakan suatu darma yang sesuai dengan panggilan jiwa sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Jadi, jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, Im doing my best!. Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.

d. Kerja adalah aktualisasi. Pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi, sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk termenung tanpa pekerjaan.

e. Kerja adalah ibadah. Bekerja merupakan bentuk bakti dan ketakwaan kepada Tuhan, sehingga melalui pekerjaan manusia mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.

f. Kerja adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan perasaan senang seperti halnya melakukan hobi. Sinamo mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.

g. Kerja adalah kehormatan. Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Sinamo mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.

h. Kerja adalah pelayanan. Manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani, sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

Terdapat enam faktor yang mempengaruhi etos kerja, yaitu sebagai berikut :

a. Agama

Dasar pengkajian kembali makna etos kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber.Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi.

Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik, berorientasi sukses (material), tidak mengumbar kesenangan --namun hemat dan bersahaja (asketik), dan suka menabung serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya kapitalisme di dunia modern.

Sejak Weber menelurkan karya tulisThe Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism(1958), berbagai studi tentang etos kerja berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).

b. Budaya

Luthans (2006) mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.

c. Sosial politik

Menurut Siagian (1995), tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.

d. Kondisi lingkungan (geografis)

Siagian(1995) juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.

e. Pendidikan

Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).

f. Motivasi intrinsik individu

Anoraga (2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.

c. Makna Etos Kerja dalam Suatu Kelompok Masyarakat

Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti, perencanaan yang baik, disiplin dan menghargai waktu, tanggung jawab, taktis dan efisien, serta semangat bersaing sehat. Banyak cara menumbuhkan etos kerja. Dalam sutau kelompok masyarakat etos kerja memiliki makna yang sangat penting. Etos kerja sangat berpengaruh pada hasil atau kinerja seseorang atau suatu kelompok. Terutama dalam suatu kelompok masyarakat, agar dapat tercapai tujuan bersama etos kerja harus terus ditumbuhkan. Namun yang paling mendasar adalah menumbuhkan etos kerja harus dalam diri sendiri. Berikut beberapa cara yang bisa meningkatkan etos kerja.

a. Menumbuhkan Sikap Optimis

Dalam menjalankan usaha kita harus optimis yakin dengan perencanaan yang kita buat, yakin dengan peluang yang kita ciptakan dan yakin dengan strategi yang kita kembangkan. Sipat optimis ini membakar semangat dalam diri dan tidak berhenti sampai disitu, jika sudah memiliki rasa optimis yang kuat, peliharalah denhgan jalan terus memotivasi diri sendiri. Jangan sampai mengendur yang akibatnya dapat melemahkan semangat.

b. Jadilah diri sendiri

Dalam memotivasi pertama setiap orang dalam mendirikan usaha tidak selalu sama, namun yang terpenting jangan sampai memotivasi tersebut menjadi bias, contoh ketika anda ingin menuru orang lain yang sukses, justru terjebak dengan kesussesannya saja. Anda ingin menjadi sukses tapi tidak melihat proses perjalanan menjadi sukses. Lebih baik jadi diri sendiri dengan segala persiapan dan kemampuan yang anda miliki.

c. Mulai hari ini

Menjadi orang yang lebih baik, tidak perlu menunggu besok, mulai sekarang. Jadikanlah diri anda yang terbaik sekarang juga. Buat dalam diri anda bahwa tidak ada waktu untuk bersantai santai. Setiap detik usaha anda memiliki nilai yang besar terhadap masa depan anda.

d. Disiplin dan menghargai waktu

Disiplin dalam menjalankan sesuatu memang terlihat mudah namun sulit dalam praktenya. Tetapi hanya anda sendiri yang bias mendisiplinkan diri anda. Jika anda mudah mendisiplinkan dengan hal-hal kecil maka akan mudah untuk hal yang lebih besar. Dengan terbiasa disiplin anda tentu sudah menghargai waktu.

e. Fokue dan konsentrasi

Fokus pada suatu tujuan mampu meringankan beban kerja anda. Konsentrasi tinggi diperlukan dalam melihat semua peluang dengan mencari solusi. Agar konsentrasi tetap terjaga, dengan cara jangan lupa mengatur waktu istirahat anda baik pada malam hari maupun siang hari sehingga dapat meningkatkan kualitas usaha anda.

f. Bekerja sebagai ibadah

Yang terakhir tapi juga merupakan bahagian, jadikan pekerjaan atau usaha anda sebagai sarana beribada kepada tuhan.

d. Karakteristik Etos Kerja Suatu Kelompok Masyarakat

Dalam tulisannya, Kusnan (2004) menyimpulkan pemahaman bahwa etos kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi apabila menunjukkan ciri ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia,

b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia,

c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia,

d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,

e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja yang rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya (Kusnan, 2004), yaitu :

a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,

b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,

c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,

d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,

e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.

B.Perilaku Kelompok Dalam Organisasi

Setiap individu dalam kehidupannya mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, sehingga dengan sifat dan karakteristik setiap individu yang berbeda-beda, tentunya akan mempunyai potensi yang besar pula apabila diwujudkan kedalam suatu kepentingan dan tujuan bersama atau kelompok. Setelah setiap individu masuk kedalam kepentingan dan tujuan kelompok, maka perilaku mereka akan menjadi perilaku kelompok untuk kebersamaan.

1. Pengertian Perilaku Kelompok dan Klasifikasi Kelompok

Perilaku kelompok adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dan saling bergantung untuk menghasilkan prestasi yang positif baik untuk jangka panjang dan pertumbuhan diri. Bila satu kelompok terdapat dalam satu organisasi maka anggotanya harus termotivasi untuk bergabung, menganggap kelompok sebagai kesatuan unit dari orang yang berinteraksi, berkonstribusi dalam berbagai jumlah proses kelompok, dan mencapai kesepakatan dan ketidaksepakatan melalui berbagai interaksi.

Suatu kelompok dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal adalah kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi seperti: presiden dengan staf menterinya, ketua DPR dengan anggota komisi, dan lain-lain. Kelompok informal adalah kelompok yang terstruktur atau tidak, formal atau tidak ditetapkan secara organisasi, muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial. Kelompok merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Setiap hari manusia akan terlibat dalam aktivitas kelompok, demikian juga kelompok merupakan bagian dari organisasi, dalam organisasi akan banyak ditemui kelompok-kelompok.

Karakteristik suatu kelompok yaitu adanya dua orang atau lebih, berinteraksi satu sama lain, saling membagi beberapa tujuan yang sama, dan melihat dirinya sebagai suatu kelompok.

2. Dasar-Dasar Perilaku Kelompok

Dasar-dasar perilaku kelompok terdiri dari kondisi eksternal pada kelompok, sumber daya anggota, sumber kelompok, proses kelompok, tugas-tugas kelompok, kinerja dan kepuasan, teori psikologi.

a. Kondisi eksternal pada kelompok

1) Strategi organisasi: meliputi tujuan-tujuan organisasi dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.

2) Struktur otoritas: ketentuan mengenai otoritas yang dimiliki oleh setiap bagian/setiap individu dalam suatu organisasi, karena setiap individu atau kelompok memilki otoritas yang berbeda.

3) Peraturan formal: ketentuan mengenai aturan, prosedur, kebijakan, dan ragam lain dari peraturan induk membakukan perilaku karyawan.

4) Sumber daya organisasional: merupakan sumber daya uang, waktu, bahan mentah, peralatan yang dialokasikan oleh organisasi pada kelompok.

5) Proses seleksi perilaku para personil: kriteria-kriteria tertentu yang digunakan dalam proses merekrut karyawan, proses seleksi tersebut akan menempatkan man in the right place.

6) Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran: proses melakukan evaluasi terhadap hasil kerja anggota kelompok setelah dievaluasi, maka perlu diteruskan dengan sistem ganjaran akan hasil evaluasi tersebut.

7) Budaya organisasi: merupakan standar untuk karyawan mengenai perilaku yang dapat diterima dengan baik dan yang tidak dapat diterima.

b. Sumber daya anggota

Adapun sumber daya yang berperan sangat penting pada anggota individu, yaitu kemampuan dan karakteristik kepribadian.

1. Kemampuan

Ada hubungan antara kemampuan intelektual dengan relevansi tugas terhadap kinerja kelompok.

2. Karakteristik kepribadian

Ada hubungan antara karakterisitik kepribadian yang positif dalam budaya terhadap produktivitas, semangat, dan kekohesifan kelompok.

c. Struktur kelompok

Kelompok kerja memiliki struktur yang dapat membentuk perilaku anggota kelompok tertentu. Ada beberapa variabel struktur kelompok yaitu: kepemimpinan formal, peran, norma, status kelompok, ukuran kelompok, dan komposisi kelompok.

1. Kepemimpinan formal

Pemimpin formal hampir selalu ada dalam setiap kelompok kerja. Pemimpin ini mempunyai peran penting dalam keberhasilan kelompok.

2. Perantiap-tiap anggota kelompok memainkan suatu peran. Hasilnya akan baik apabila peran dimainkan dengan konsisten. Tapi sering seseorang dituntut memainkan peran yang berbeda. Didalam berperan juga seringkali terjadi konflik dan pengalaman selain tuntutan dari pemberi peran dalam organisasi.

3. Norma

Norma adalah standar perilaku yang dapat diterima dengan baik dalam suatu kelompok dan digunakan oleh semua anggota dalam kelompok tersebut. Norma tiap kelompok akan berbeda denngan norma kelompok lainnya.

4. Status

Status adalah posisi yang didefenisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain. Status mempengaruhi kekuatan norma dan tekanan dalam kelompok.

5. Komposisi

Untuk menyelesaikan suatu kegiatan, kelompok yang terdiri dari beraneka ragam keterampilan dan pengetahuan akan lebih efektif dibanding kelompok yang anggotanya homogen.

d. Proses kelompok

Dalam tugas kelompok, sumbangan tiap individu tidak tampak dengan jelas karena ada individu yang mengurangi upayanya sehingga hasil yang diperoleh oleh kelompok tidak maksimal tetapi ada juga individu yang menciptakan keluaran (output) lebih besar dari pada masukan (input).

e. Tugas-tugas kelompok

Tugas yang memiliki tingkat ketidakpastian tinggi menuntut lebih banyak pemrosesan informasi, tergantung pada:

1. Pengambilan keputusan kelompok

Keputusan yang diambil oleh dua orang atau lebih akan lebih naik daripada satu orang. Kenyataannya pada saat ini banyak keputusan dalam organisasi yang diambil oleh kelompok, tim, komite. Ada beberapa keuntungan dan kerugian dari pengambilan keputusan berdasarkan pada kelompok.

Keuntungan kelompok: informasi dan pengetahuan lebih lengkap, lebih banyak pendekatan dan alternatif dapat dikembangkan, meningkatkan dukungan dan keputusan terhadap keputusan yang dibuat dan dilaksanakan oleh kelompok, dan legitimasi meningkat. Kerugian dari kelompok: menghabiskan waktu, tekanan untuk sesuai, dominasi oleh beberapa orang, tanggung jawab yang sama.

2. Teknik pengambilan keputusan

Teknik pengambilan keputusan dalam kelompok yaitu: interaksi, sumbang saran. Teknik kelompok nominal, teknik delphhi, pertemuan elektronik.

f. Kinerja dan kepuasan

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja yaitu: persepsi peran, norma, status, ukuran kelompok, susunan demografis, tugas kelompok, dan kekohesifan. Keputusan anggota dipengaruhi oleh hubungan persepsi, peran kinerja antara atasan dan bawahan.

g. Teori psikologi

The collaborative Classroom. Kegiatan kerjasama adalah jika 2 orang atau lebih bekerja sama untuk tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian terdapat dua unsur yaitu kerjasama dan saling ketergantungan yang positif. Kekompakan dalam kelompok akan terwujud bila setiap anggota mempunyai perasaan bahwa dirinya merupakan begian dari suatu kelompok dan perasaan tersebut harus berdasarkan pada kepercayaan.

3. Saling Pengertian Antarkelompok

a. Pengaruh konflik antarkelompok

Konflik antarkelompok terjadi karena tiap-tiap kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Konflik yang terjadi antarkelompok dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi organisasi (fungsional) atau dapat memberikan hasil yang negatif (disfungsional). Dan konflik mempunyai kaitan dengan prestasi kerja kelompok atau organisasi, dimana ia dapat bersifat deskruktif maupun konstruktif.

b. Hubungan antarkelompok

Hubungan antarkelompok terdiri dari jaringan dan koalisi, peran ganda, peran khusus manajemen.

c. Negosiasi

Proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan usaha kerjasama untuk menciptakan nilai-nilai yang tidak ada sebelumnya. Proses negosiasi adalah pengalaman yang sangat berorientasi pada manusia. Untuk menambah pemahaman akan tujuan, kebutuhan, dan keinginan pihak lain, perunding yang sukses beusaha untuk memahami sifat kepribadian yang relevan dari individu yang lain yang berunding.

4. Teori-Teori Pembentukan Kelompok

Ada beberapa kedekatan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pembentukan kelompok, yaitu:

a. Teori kedekatan

Teori ini adalah teori yang sangat dasar dan menjelaskan tentang adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan adanya kedekatan.

b. Teori interaksi

Teori ini menjelaskan pembentukan kelompok berdasarkan aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi, sentimen-sentimen (perasaan dan emosi). Dan semuanya saling berhubungan. Semakin banyak aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain, semakin beraneka interaksi-interaksinya dan semakin kuat tumbuhnya sentimen-sentimen mereka. Semakin banyak interaksi-interaksi di antara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain. Semakin banyak aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktivitas dan interaksi-interaksi.

c. Teori keseimbangan

Teori menyatakan bahwa seseorang tertarik pada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap didalam menanggapi sesuatu tujuan.

d. Teori pertukaran

Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori kedekatan, teori interaksi, dan teori keseimbangan memainkan peranan dalam teori ini.

5. Alasan Pembentukan Kelompok

Ada beberapa alasan mengapa mausia/setiap individu memerlukan kelompok atau membentuk kelompok, yaitu:

a. Untuk pemuasan kebutuhan

Keinginan untuk memuaskan kebutuhan menjadi motivasi utama dalam pembentukan kelompok, khususnya dalam hak keamanan, sosial, harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Khusus aktualisasi diri ini dapat dipuaskan apabila bergabung dengan kelompok.

b. Adanya kedekatan dan daya tarik

Setiap individu memerlukan adanya interaksi antarpribadi. Oleh karena itu perlu adanya kedekatan atau daya tarik tertentu berdasarkan pada persepsi, sikap, prestasi, atau kesamaan motivasi.

c. Adanya tujuan kelompok

Setiap manusia pasti mempunyai tujuan dalam hidupnya, apalagi tujuan tersebut diaplikasikan dalam kelompok akan mempunyai derajat yang lebih tinggi, manakala setiap keinginan dan tujuan tersebut menyatu dan menghasilkan tujuan kelompok

d. Alasan ekonomi

Suatu hal yang dapat diharapkan dari kelompok adalah kekuatan yang mempunyai nilai lebih. Jika ada motif ekonomi dapat mendorong adanya kerja kelompok yang lebih optimal, dan jika individu bekerja optimal maka yang diuntungkan adalah kelompok

Dasar-dasar yang membuat terjadinya hubungan antarkelompok dalam buku perilaku organisasi karya Miftah Thoha yaitu:

a. Kesempatan untuk berinteraksi

Interaksi antar individu akan menimbulkan adanya daya tarik, dan karena adanya daya tarik antar individu itu akan menimbulkan hubungan kelompok.

b. Kesamaan latar belakang

Kesamaan latar belakang seperti misalnya: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, ras kebangsaan, dan lainnya akan memudahkan dan cenderung membuat individu mau untuk berinteraksi satu sama lain. Kesamaan latar belakang juga merupakan daya tarik mengapa seseorang melakukan hubungan dan interaksi sesamanya. Sebagai contoh mahasiswa Malaysia yang belajar di Indonesia akan cenderung berhubungan dengan sesamanya.

c. Kesamaan sikap

Daya tarik orang-orang yang berinteraksi yang disebabkan oleh kesamaan sikap dapat diliahat dalam pergaulan-pergaulan: antara mahasiswa, orang bertetangga, teman sejawat, pasangan yang sudah menikah, tentara, buruh, dan lain-lain. Kesamaan yang mereka miliki didasarkan dari pengalaman yang melatarbelakangi itu membawa orang-orang kearah kesamaan sikap. Dan karena kesamaan sikap itu membuat mereka cenderung bergaul sesamanya.

Strategi Peningkatan Kinerja

Masalah produktivitas ini sangat berhubungan erat dengan masalah kinerja (performance). Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain: quality of work (kualitas hasil pekerjaan), promptness (kelancaran dan ketepatan waktu), initiative (prakarsa atau inisiatif), capability (kecakapan atau kemampuan), dan communication (komunikasi yang baik dan efektif) (Sedarmayanti, 1995 : 53).

Dalam kerangka teoretis dan praktis untuk mewujudkan kinerja tinggi dari suatu kelompok dalam organisasi, Gordon (1996 : 182-190) menawarkan beberapa strategi yang terdiri dari penerapan kegiatan membangun tim, meningkatkan proses kelompok, membangun kekuatan dari faktor-faktor perbedaan dan lintas budaya, serta mengurangi konflik-konflik yang tidak diperlukan.

Strategi penerapan kegiatan membangun tim diawali dengan pengumpulan data-data tentang fungsi kelompok dalam organisasi dengan menggunakan instrumen tertentu, yang paling tidak dapat menjaring lima aspek yakni misi kelompok, pencapaian tujuan, partisipasi dan pemberdayaan, komunikasi terbuka dan jujur, serta nilai-nilai dan peran positif. Tahap berikutnya adalah analisis data dan menerapkan hasil analisisnya kepada anggota kelompok. Dari sini diharapkan setiap anggota kelompok memiliki pandangan tentang tingkat kinerja mereka saat ini, sehingga dapat menetapkan langkah berikutnya tentang cara membangun kinerja yang lebih baik.

Pada tahap berikutnya, strategi meningkatkan proses kelompokdapat dilakukan dengan memperbesar usaha-usaha anggota kelompok, memberikan pengetahuan terhadap tugasnya secara memadai, serta menggunakan cara yang tepat untuk memelihara kualitas tugasnya. Disamping itu, upaya meningkatkan fungsi kelompok dapat ditempuh juga melalui pembentukan konfigurasi yang tepat mengenai tujuan, norma, peran maupun struktur organisasi. Dan terakhir, upaya untuk meyakinkan bahwa norma-norma yang dianut akan menghasilkan efektivitas tinggi bagi kelompok, juga menjadi kunci untuk meningkatkan proses kelompok.

Strategi ketiga yang dikemukakan oleh Gordon (1996 : 188) adalah membuat perbedaan-perbedaan dalam kelompok yang menyangkut perbedaan usia, jenis kelamin, bahasa, kepercayaan maupun etnik/budaya, menjadi keunggulan kelompok organisasi, dan bukannya menjadi penghambat. Beberapa keuntungan yang dapat dipacu dalam hal ini adalah: peningkatan jumlah perspektif, multitafsir kemungkinan, keterbukaan yang lebih besar untuk ide-ide baru, peningkatan fleksibilitas dan kreativitas, meningkatkan pemecahan masalah, peningkatan pemahaman CPNS asing atau pelanggan.

Adapun strategi keempat yang disarankan untuk memacu kinerja adalah mengurangi atau menghilangkan konflik-konflik yang akan menghambat fungsi kelompok atau fungsi organisasi. Meskipun demikian, ada juga konflik yang dapat meningkatkan komunikasi serta menggiring kearah pemecahan masalah yang efektif, sehingga konflik macam ini justru dapat menjadi wahana untuk membentuk tim yang tangguh.

C.Perbedaan Makoto dan Gemeinshaft

a. Makoto

Rakyat jepang sejak dahulu kala memiliki satu sikap hidup yang dinamakan makoto atau dapat diterjemahkan kesungguh-sungguhan atau dalam bahasa inggris sincerity. Yang dimaksud dengan makoto adalah sikap yang menjunjung tinggi kemurnian dalam batin dan motivasi, dan menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri. Sikap makoto tidak menyukai cara berpikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.

Dalam sikap itu yang dipentingkan bukan sasaran, melainkan cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran itu dengan penuh kejujuran dan kesungguh-sungguhan. Oleh sebab itu yang menjadi titik pusat perhatian bukanlah hasil perbuatan melainkan perbuatannya itu sendiri. Dengan begitu, buat orang Jepang, sukses atau gagal bukan menjadi perhatian utama.

Meskipun makoto atau kesungguh-sungguhan nampaknya kurang mementingkan sukses dalam kehidupan, namun nampaknya sikap itu justru mendatangkan sukses bagi orang Jepang. Sebab, umumnya orang Jepang mementingkan kesungguh-sungguhan.

Menurut beberapa ahli sosiologi Jepang, sikap kesungguh-sungguhan ini adalah akibat dari ajaran agama Budha, seorang tidak hanya dapat memilih hidup sebagai seorang pendeta, melainkan juga dengan caera hidup bersungguh-sungguh dalam pekerjaan apapun yang dihadapi. B.N. Marbun (1986:5)

Ciri-ciri makoto :

1. Adanya kesungguhan dalam bekerja/ etos kerja yang tinggi

2. Lebih memprioritaskan usaha daripada hasil

3. Adanya semangat juang yang tinggi

Cara penanaman sikap makoto di sekolah:

1. Menanamkan sikap semangat bekerja keras dan pantang menyerah

hal ini dapat dilakukan oleh seorang guru dengan senantiasa memberikan motivasi kepada peserta didiknya, sehingga peserta didik merasa diperhatikan dalam setiap usahanya menuju keberhasilan. Selain itu juga akan menambah kekuatan mental bagi peserta didik dalam menghadapi setiap rintangan. Misalnya, dalam setiap pembelajaran di kelas, guru dapat menyisihkan sedikit waktu untuk berbagi pengalaman yang dapat menambah motivasi belajar peserta didiknya dan juga menambah semangat berjuang untuk menimba ilmu.

2.Menanamkan sikap yang lebih mementingkan usaha daripada hasil

Hal ini dapat dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa hasil merupakan cerminan dari usaha yang dilakukan. Dengan memprioritaskan usaha yang sungguh-sungguh akan membuahkan hasil yang maksimal pula.

3.Menanamkan sikap jujur dan percaya diri dalam berusaha.

Guru harus mampu membimbing peserta didiknya agar senantiasa jujur dan percaya diri dalam setiap usahanya, karena dengan usaha yang bersih atau jauh dari kecurangan akan membawa hasil yang berkah dan bermanfaat pula. Misalnya, guru akan memberikan hukuman kepada peserta didiknya apabila melakukan usaha-usaha kecurangan, sehingga peserta didik akan jera dan tertanam sikap bahwa kecurangan itu sesuatu yang berdosa dan harus dihindari.

b. Gemeinschaft

Yaitu tipe kemasyarakatan yang menonjol dalam sifat-sifat kebersamaan dalam kelompok. Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama yang diikat oleh hubungan batin yang murni dengan dasar rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Gemeinschaft ini juga bisa diartikan sebagai situasi yang berorientasi nilai nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial. Bentuk khas dari manajemen Jepang adalah organisasi gemeinschaft dan bahwa terdapat banyak sekali kegiatan yang telah disepakati bersama dan dilaksanakan oleh kelompok-kelompok. Gemeinschaft yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Jepang sangat menonjolkan iklim kerja sama antar anggota organisasi.

Ciri-ciri gemeinschaft :

1. Terdapat ikatan batin yang kuat

2. Rasa kabersamaan yang menonjol

3. Adanya sikap saling menghargai dan peduli.

Cara penanaman sikap gemeinschaf di sekolah:

1. Menanamkan sikap bekerja sama

Hal ini dapat dilakukan oleh seorang guru, misalnya dengan cara membentuk kelompok dalam setiap kegiatan belajar di kelas.

2. Menanamkan sikap peduli terhadap sesama

Melalui kerja sama baik dalam kelompok maupun dengan kelompok lain, akan memunculkan sikap kepedulian terhadap sesama. Selain itu dengan mengajak peserta didik melakukan kegiatan seperti bakti sosial, akan melatih peserta didik berinteraksi dalam masyarakat dan memiliki rasa kebersamaan dengan masyarakat.

3. Menanamkan sikap saling menghargai dalam setiap perbedaan

Melalui kerja kelompok, peserta didik akan terbiasa menghadapi suatu perbedaan dalam kelompok, sehingga dapat memuunculkan sikap lapang dada dan saling menghargai.

D.Motivasi Menjalankan Kaidah moral

Moral dalam individu manusia sudah tumbuh sejak lahir dan berkembang dalam masyarakat.Karena di dalam masyarakat sudah ada suatu sistem konseptual tentang moral dan hukum. Sehingga manusia itu tumbuh dan menyerap sistem tersebut menjadi bagian dari dirinya dan menerapkan dalam kehidupan individu manusia untuk diterapkan dalam masyarakat.

Masihkah moral dipertahankan sekarang? Ya, walau banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh orang-orang tertentu namun untuk sebagian besar yang lain masih memegang prinsip-prinsip dan menjalankan kaidah moral ini. Hal ini karena adanya dorongan atau motivasi tersendiri untuk tetap menjalankan kaidah moral, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. unsur hukuman dan ganjaran dari luar : Negara Indonesia Negara hokum, sehingga setiap tindakan dan perilaku ada aturan dan undang-undangnya. Setiap pelanggaran moral ada hukuman yang diatur oleh pemerintah. Selasin itu, ghanjartan moral dari masyarkat sekitar pun tetap berlaku. Sehingga ada motivasi tersendiri untuk seseorang menjalankan kaidah moral agar tidak mendapatkan hukuman dan ganjaran dari luar.

2. mendapat julukan sebagai orang baik :

jika seseorang menjalankan kaidah moral dengan baik, akan disebut orang baik. Karena jika ada satu pelanggran pun akan merusak citra seseorang, seperti melanggar norma ausila, peleceham, maka orang tersebut dianggap jahat dan tidak baik.

3. motif instrumentasi :

berdasarkan pengertiannya, instrumentasi sering berarti sebagaialat pengukuran, alat analisis, danalat kendali. Sehingga motif instrumentasi adalah seseorang yang memiliki pemikiran tentang ukuran, analisis, dan kendali moral tentang baik buruknya suatu perilaku dan mana yang harus dilakukan atau dijalankan.

4. motif menghormati moral :

motif ini didasarkan oleh rasa hormat akan moral yang berlaku, mungkin yang sudah mendarah daging di lingkungan masyarakat tertentu.

5. rasa hormat pada konstitusi :

Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya.

Berarti, orang tersebut memiliki rasa hormat kepada penjamin hak warga masyarakat sehingga menjalankan kaidah moral.

6. kesadaran diri (self - conscientiousness) dan panggilan hati nurani (self - conscientiousness) :

ini motivasi paling tinggi yaitu kesadaran diri untuk tidak melakukan pelanggaran moral dan panggilan hati nurani untuk selalu menjalankan kaidah moral. Tidak ada tekanan, ataupun paksaan dari luar tapi murni karna kesadaran pribadi.

21