[Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia

8
  Dalam hierarki proses produksi senjata global, Indonesia merupakan negara pengimpor dengan basis pengadaan senjata yang cukup dinamis. Dalam sejarah, dapat dilihat tren dalam impor senjata Indonesia berdasarkan perubahan arus total senjata dan pola geografis produsen senjata tersebut. Esai ini akan membahas mengena i tren k ebijakan impor senjata Indonesia dan melakukan analisis faktor-faktor tren impor tersebut. Data volume impor senjata konvensional utama Indonesia diperoleh dari SIPRI Arms Transfer Database berdasarkan nilai indikator tren (TIV) transfer senjata SIPRI dalam US$ juta pada harga konstan 1990. Analisis faktor-faktor tren impor tersebut akan ditutup dengan kesimpulan tentang tren terakhir kebijakan impor senjata tersebut. Kata Kunci: perdagangan senjata internasional, impor senjata Indonesia, kategori senjata, negara penyuplai senjata, pertahanan Indonesia

Transcript of [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 1/8

 

 

Dalam hierarki proses produksi senjata global, Indonesia merupakan negara pengimpor denganbasis pengadaan senjata yang cukup dinamis. Dalam sejarah, dapat dilihat tren dalam imporsenjata Indonesia berdasarkan perubahan arus total senjata dan pola geografis produsensenjata tersebut. Esai ini akan membahas mengenai tren kebijakan impor senjata Indonesia danmelakukan analisis faktor-faktor tren impor tersebut. Data volume impor senjata konvensionalutama Indonesia diperoleh dari SIPRI Arms Transfer Database berdasarkan nilai indikator tren(TIV) transfer senjata SIPRI dalam US$ juta pada harga konstan 1990. Analisis faktor-faktor trenimpor tersebut akan ditutup dengan kesimpulan tentang tren terakhir kebijakan impor senjatatersebut.

Kata Kunci: perdagangan senjata internasional, impor senjata Indonesia, kategori senjata,

negara penyuplai senjata, pertahanan Indonesia

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 2/8

 

 

Perdagangan internasional terjadi karena berbagai alasan, begitu pula pada

komoditas senjata: manfaat biaya komparatif dan skala ekonomi dari perdagangan senjata,

diferensiasi produk senjata, kesenjangan teknologi dan model siklus produk, manfaat

kompetitif strategis dari suatu entitas bisnis senjata, perbedaan sumber-sumber daya untuk

industri senjata, dan ekses permintaan domestik. Menurut Bitzinger (2009), industri senjataglobal pada abad ke-21 ini dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu sifat hierarkis proses produksi

senjata global, dampak pengeluaran militer terhadap industri pertahanan, efek perdagangan

senjata internasional, proses globalisasi industri pertahanan, dan perkembangan revolusi

krida militer yang berbasis teknologi informasi.1 Dalam industri senjata global, hierarki

tampak jelas dengan adanya Amerika Serikat sebagai negara yang menjadi pembaharu

kritis, diikuti oleh Rusia. Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Italia memiliki

industri senjata terbesar dan termaju secara teknologi di dunia, dan menguasai 85%

produksi senjata dunia.

Di luar dari hierarki tersebut, Indonesia harus puas dengan status negara pengimpor

dengan sebagian besar kebutuhan senjata diperoleh dari penyuplai asing.2 Pada 2010,

impor senjata Indonesia mencatat nilai indikator tren transfer senjata sebesar US$198 juta.3 

Esai ini akan membahas mengenai tren kebijakan impor senjata Indonesia dan melakukan

analisis faktor-faktor tren impor tersebut.

Untuk mengukur tren dalam impor senjata Indonesia berdasarkan perubahan arus

total senjata dan pola geografis produsen senjata tersebut, digunakan data volume impor

senjata konvensional utama Indonesia berdasarkan nilai indikator tren (TIV) transfer senjata

SIPRI dalam US$ juta pada harga konstan 1990.

1 Richard A. Bitzinger (ed.) (2009), The Modern Defense Industry (CA: PraegerSecurity International).2 Indonesia mengekspor senjata tangan dan Panser APS-3 Anoa produksi PT. Pindad, namun nilainya tidak terlalu signifikan.3 SIPRI Arms Transfer Database (http://www.sipri.org/databases/armstransfers

 

). SIPRI (Stockholm International Peace

Research Institute) adalah think tank global independen yang meneliti konflik dan pengendalian senjata. SIPRI menyediakandata, analisis, dan rekomendasi yang didasarkan pada sumber-sumber yang terbuka kepada para pembuat kebijakan, peneliti,

media, dan publik yang terkait.

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 3/8

 

  1951-

1960

1961-

1970

1971-

1980

1981-

1990

1991-

2000

2001-

2010

Total

Aircraft  887 1592 870 988 494 735 5691

Air Defence Systems 

0 18 0 306 0 6 329

Armoured Vehicles  35 289 96 86 117 45 669

Artillery  0 29 25 49 26 18 141

Engines  0 0 55 8 39 127 226

Missiles  0 85 84 178 20 75 437

Sensors  0 0 132 147 106 111 494

Ships  988 1008 664 1413 1303 989 6410

Total 1910 3021 1926 3175 2105 2106 14397

Tabel 1 Impor Senjata ke Indonesia per Komoditas, 1950-2010

Sumber: SIPRI Arms Transfer Database

Dapat dilihat bahwa pada dekade pascakemerdekaan, 1951-1960, sistem senjata

yang menjadi komoditas impor Indonesia adalah senjata-senjata konvensional utama seperti

kendaraan tempur lapis baja, kapal perang, dan pesawat. Pada periode ini, kebutuhan akan

senjata menjadi besar karena Indonesia sedang berada pada perjuangan untuk menjaga

kesatuannya dari berbagai pemberontakan lokal dan gerakan separatis di berbagai provinsi.

Dari 1948 hingga 1962, TNI terlibat dalam konflik-konflik lokal di Jawa Barat, Aceh, dan

Sulawesi Selatan melawan gerakan militan DI/TII. Konflik tersebut diikuti pemberontakan

Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan

Sulawesi antara 1955 dan 1961. Total impor senjata Indonesia pada dekade ini mencapai

US$1.910 juta.

Pada dekade berikutnya, 1961-1970, impor senjata Indonesia meningkat drastis

hingga mencapai US$3.021 juta bersamaan dengan keterlibatan TNI dalam berbagai

kampanye militer berskala besar, yaitu Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat pada 1961-1962 dan Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1962-1966.4 Terkait pula dengan konflik-

konflik regional tersebut, impor senjata paling utama Indonesia pada dekade ini adalah kapal

perang dan pesawat. Pada 1962, Indonesia membeli kapal penjelajah kelas Sverdlov yang

menjadi kapal perang terbesar dalam sejarah militer Indonesia yang diberi nama KRI Irian

serta 12 kapal selam kelas Whiskey. Indonesia pun memiliki 26 pesawat pengebom

strategis Tu-16 dan berbagai jenis pesawat tempur MiG.

Akan tetapi, sejak naiknya Presiden Suharto pada 1966, angkatan bersenjata negeri

ini terpecah fungsinya karena memiliki hak istimewa tertentu dan memainkan peran dalam

4 M.C. Ricklefs (2001), A History of Modern Indonesia Since c.1200 (Stanford University Press).

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 4/8

 

politik Indonesia.5 Doktrin Dwifungsi menyebabkan peran militer angkatan bersenjata, kini

ABRI, berkurang dan berbagai senjata yang telah dimiliki mengalami disfungsi. Dampak

peristiwa ini terhadap impor senjata Indonesia tampak jelas pada dekade berikutnya, 1971-

1980, ketika nilai impor menurun kembali menjadi US$1.926 juta.

Pada dekade 1981-1990 impor senjata Indonesia kembali mengalami peningkatan

hingga mencapai US$3.175 juta, dengan nilai impor terbesar pada kategori kapal perang

dan pesawat. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan akan kapal perang dan pesawat serang

modern. Pada dekade ini, Indonesia mengimpor berbagai kapal frigat, kapal selam kelas

Cakra, dan kapal patroli untuk memenuhi kebutuhan kapal perang, serta pesawat A4

Skyhawk, F-5E/F, dan F-16A/B untuk memenuhi kebutuhan pesawat serang.

Pada dekade 1991-2000 impor senjata Indonesia kembali mengalami penurunan

sebagai dampak dari Krisis Finansial Asia 1997. Pemesanan 24 pesawat Su-30 MKK

dibatalkan karena krisis tersebut; impor senjata menurun ke tingkat US$2.105 juta. Rezim

Suharto jatuh pada 1998, namun hal tersebut tidak terlalu berdampak kepada peningkatan

impor senjata karena gerakan demokratik dan sipil berkembang menekan militer dan

angkatan bersenjata Indonesia harus menjalani berbagai reformasi. Kampanye punitif ABRI

dalam krisis Timor Timur 1999 menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Eropa6 

memberlakukan embargo senjata terhadap Indonesia (Uni Eropa mencabut embargonya

pada 2000; Amerika pada 2005). Tekanan internal dan eksternal tersebut menyebabkan

transformasi pertahanan Indonesia tersendat-sendat pasca-Orde Baru, dan tidak adapeningkatan berarti dalam pengadaan senjata Indonesia.

Tren pola geografis transfer senjata Indonesia dirangkum dalam tabel berikut.

1951-1960 1961-1970 1971-1980

1 USSR  1056

55.29% USSR  2325

76.96% USA 772 40.15%

2 Germany (FRG)

260 13.61% USA 236 7.81% Netherlands  468 24.34%

3 USA 236 12.36% France  214 7.08% South Korea  210 10.92%

4 Italy  173 9.06% UK  101 3.34% France  195 10.14%5 Netherlands  71 3.72% Japan  71 2.35% UK  75 3.90%

6 UK  63 3.30% Yugoslavia  39 1.29% Germany (FRG)

70 3.64%

7 Poland  28 1.47% Czechoslova kia 

32 1.06% Israel  51 2.65%

8 Yugoslavia  19 0.99% Australia  3 0.10% Australia  48 2.50%

9 Canada  4 0.21% Sweden  25 1.30%

10 Spain  8 0.42%

5 Harold Crouch (2007), The Army and Politics in Indonesia (Equinox Publishing).6 “Common Position “(1999/624/CFSP), Dewan Uni Eropa,

http://www.sipri.org/databases/embargoes/eu_arms_embargoes/indonesia/sep. 

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 5/8

 

11 Malaysia  1 0.05%

Total 1910

100.00%

Total 3021

100.00%

Total 1923

100.00%

1981-1990 1991-2000 2001-2010

1 USA 730 23.00% Germany (FRG)

1290

61.28% Russia  655 31.09%

2 UK  689 21.71% UK  571 27.13% Netherlands  609 28.90%

3 Netherlands  651 20.51% USA 104 4.94% South Korea  376 17.85%

4 Germany (FRG)

421 13.26% France  39 1.85% France  203 9.63%

5 France  230 7.25% UAE  26 1.24% Germany (FRG)

87 4.13%

6 South Korea  157 4.95% Netherlands  21 1.00% USA 62 2.94%

7 Spain  75 2.36% Australia  14 0.67% China  31 1.47%

8 Yugoslavia  75 2.36% Slovakia  12 0.57% Italy  23 1.09%

9 Israel  52 1.64% Sweden  11 0.52% Poland  17 0.81%

10 Australia  41 1.29% Spain  8 0.38% Spain  15 0.71%

11 Sweden  37 1.17% Singapore  5 0.24% Canada  8 0.38%

12 Italy  10 0.32% Ukraine  4 0.19% Denmark  7 0.33%

13 Switzerland  6 0.19% Sweden  6 0.28%

14 Australia  4 0.19%

15 Czech Republic 

2 0.09%

16 Singapore  2 0.09%

Total 317

4

100.00

%

Total 210

5

100.00

%

Total 210

7

100.00

%

Tabel 2 Impor Senjata ke Indonesia per Eksportir, 1950-2010

Sumber: SIPRI Arms Transfer Database

Dapat dilihat bahwa pada dekade-dekade awal periode transfer senjata Indonesia,

impor senjata Indonesia sangat bergantung pada Uni Soviet: 55,29% pada dekade 1951-

1960 dan meningkat hingga 76,96% pada dekade 1961-1970. Pada periode ini, Indonesia

memang memiliki hubungan baik dengan Soviet semenjak munculnya PKI. KRI Irian

merupakan salah satu dari 17 kapal perang asal Soviet yang diakuisisi Indonesia pada

periode ini. Sebagian besar pesawat militer Indonesia juga merupakan pesawat Soviet,

selain sebagian kecil pesawat Cekoslovakia dan Barat.

Hubungan baik dengan Soviet ini terputus sejak naiknya Suharto pada 1966, yang

merupakan rezim antikomunis. Hubungan dengan negara-negara blok Timur terputus

sehingga kondisi berbagai senjata asal Soviet menjadi kritis. Amerika Serikat menjadi mitra

impor senjata utama selama dua dekade, 1971-1980 dan 1981-1990, bersama Belanda dan

Inggris. Dari Amerika, Indonesia mengakuisisi kapal-kapal pendukung, pesawat tempur,

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 6/8

 

pesawat angkut, pesawat latih, dan helikopter. Dari Belanda; kendaraan tempur lapis baja,

kapal frigat, pesawat angkut, dan helikopter. Dari Inggris; kapal frigat dan pesawat latih.

Pada 1992, insiden pembantaian Santa Cruz terjadi di Timor Timur, menyebabkan

hubungan militer dengan Amerika Serikat memburuk dan Amerika melarang penjualan

peralatan senjata ke Indonesia. Perdagangan senjata dengan Amerika pun terhenti pada

dekade ini; sementara itu, Jerman menjual berbagai kapal korvet dan kapal selam kepada

Indonesia, menjadikannya supplier nomor satu Indonesia pada dekade 1991-2000. Inggris

masih menjadi salah satu mitra dagang senjata Indonesia terbesar dengan komoditas

kendaraan tempur lapis baja, pesawat tempur, dan pesawat latih. Akan tetapi, volume impor

senjata Indonesia pada akhir dekade ini menurun menyusul krisis Timor Timur 1999.

Dengan diberlakukannya embargo senjata oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat

pascakrisis Timor Timur, Indonesia beralih ke Rusia untuk menyuplai senjata pada dekade

2001-2010. Komoditas impor senjata dari Rusia mencakup senjata-senjata konvensional

utama seperti kendaraan tempur lapis baja, pesawat tempur, dan helikopter. Sukhoi Su-27

dan Su-30 yang dibeli pada 2003 merupakan pesawat tempur tercanggih yang dimiliki

Indonesia pada dekade tersebut. Mitra dagang berikutnya adalah Belanda, yang menjual

kapal frigat Sigma-90 antara 2007 dan 2009, dan Korea Selatan, yang menjual kendaraan

tempur lapis baja dan pesawat latih.

Hal menarik yang dapat diamati dari evolusi tren pola geografis impor senjata

Indonesia adalah pergeseran dari dependensia impor terhadap satu negara penyuplaimenuju diversifikasi senjata untuk membangun kontradependensia. Ketergantungan pada

Uni Soviet pada dekade 1951-1960 dan 1961-1970 terbukti merugikan Indonesia ketika

hubungan dengan Soviet memburuk; dukungan suku cadang senjata terputus dan berbagai

senjata tersebut menjadi disfungsional. Ketergantungan yang sama terulang kembali ketika

produk-produk Barat, terutama Amerika Serikat, mendominasi impor senjata Indonesia.

Embargo senjata oleh Amerika pada 1999-2005 terbukti menciptakan kesenjangan antara

kebutuhan dan kepemilikan senjata.

Dari tren pola komoditas dan pola geografis tersebut, politik internasional dan

paradigma militer Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut.

1951-1960 1961-1970 1971-1980 1981-

1990

1991-2000 2001-2010

Balance of Power 

Balancing  Revisionis

Balancing  Revisionis

Bandwagoni ng 

Bandwag oning  

Bandwagoni ng  

Bandwagoni ng  

Kompleksitas Kawasan  Polapermusuhan

Polapermusuhan

Polapermusuhan Polapersahabatan

Polapermusuhan Polapersahabatan

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 7/8

 

Ideologi Politik Luar Negeri 

Hawkish  Konservatif

Hawkish  Konservatif

Liberal Liberal Liberal Liberal

Organisasi Militer 

InovasiRevisionis

InovasiRevisionis

KonservatifStatus Quo

InovasiRevisionis

KonservatifStatus Quo

KonservatifStatus Quo

Dinamika Persenjataan 

Build-up  Senjata

Build-up  Senjata

ReduksiSenjata

Build-up  Senjata

ReduksiSenjata

Maintenanc e Senjata

Basis Pengadaan Senjata 

Dependen Dependen Dependen Kontradependen

Dependen Kontradependen

Tabel 3 Impor Senjata dan Paradigma Militer Indonesia

Indonesia pada dua dekade awal, sebagai negara yang baru meraih kemerdekaan,

menganut paradigma balancing revisionis yang menginginkan keseimbangan kekuatan baru

di kawasan. Selain menindak pemberontakan dan instabilitas politik domestik,

7

sistemsenjata Indonesia dibutuhkan untuk mendukung kampanye militer terhadap berbagai

kekuatan internasional dalam Operasi Trikora dan Konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Kompleksitas kawasan dipenuhi pola permusuhan dengan beberapa negara tetangga,

terutama Malaysia dan Singapura. Sukarno menunjukkan politik luar negeri yang hawkish  

konservatif dengan berbagai bentuk diplomasi kerasnya. Indonesia terus melakukan build- 

up  senjata, yang tampak dari meningkatnya volume impor senjata dan komoditas impor

yang merupakan senjata-senjata konvensional utama seperti kendaraan tempur lapis baja,

kapal perang, dan pesawat. Basis pengadaan senjata sangat dependen terhadap Uni

Soviet.

Sejak naiknya Suharto, Indonesia menjadi negara menganut paradigma

bandwagoning  dan lebih mengutamakan aliansi dengan berbagai kekuatan regional.

Kompleksitas kawasan Asia Tenggara menunjukkan pergeseran ke arah pola-pola

persahabatan, kecuali pada 1975 dan 1999 ketika Indonesia menginvasi Timor Timur.

Suharto menunjukkan politik luar negeri yang liberal (begitu pula para penerusnya), dan

militer Indonesia tampak lebih fokus pada konflik-konflik dalam negeri dan politik domestik

daripada keterlibatan di politik kawasan dan internasional. Indonesia dua kali melakukan

reduksi senjata, yaitu 1966-1970 setelah memburuknya hubungan dengan Uni Soviet dan

1999-2005 ketika Uni Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan embargo senjata. Reduksi

senjata ini juga dapat dilihat sebagai dinamika dari basis pengadaan senjata yang dependen

terhadap Soviet pada dua dekade awal dan terhadap Amerika pada masa Suharto. Hal ini

yang kemudian berusaha diperbaiki pada dekade berikutnya dengan melakukan kontrak

kerja sama pengadaan senjata dengan berbagai negara, seperti Rusia, Belanda, Korea

Selatan, dan China.

7 Adam Schwarz (1999), A Nation in Waiting Indonesia's Search for Stability .

5/13/2018 [Paper] ENR - Kebijakan Transfer Senjata Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-enr-kebijakan-transfer-senjata-indonesia 8/8

 

Pada era Reformasi, kecenderungan ke depan adalah organisasi militer yang

konservatif status quo yang akan lebih sibuk dengan agenda-agenda reformasi sektor

keamanan terkait pembubaran fungsi politik militer dan penghentian bisnis militer.8 Dinamika

persenjataan yang diharapkan adalah build-up  senjata, sebagaimana dinyatakan dalam

kehendak membangun kekuatan esensial minimum (MEF) pertahanan hingga 2014 dan

meningkatkan kekuatan pertahanan di atas MEF hingga 2050, akan tetapi alokasi anggaran

yang ada tidak cukup mendukung dan Indonesia terhenti pada maintenance tingkat senjata

yang ada.

Tren terakhir kebijakan impor senjata Indonesia menunjukkan diversifikasi

persenjataan untuk memutus dependensia yang terbukti merugikan Indonesia. Usahamemutus ketergantungan ini harus diiringi dengan langkah memperkuat industri pertahanan

domestik, karena kebutuhan pertahanan Indonesia semakin mendesak. Pola geografi

penyuplai senjata Indonesia yang kini cenderung ke arah Rusia perlu dihentikan dan inovasi

sistem pembelian senjata penting dilakukan untuk mengurangi beban devisa dan efek-

efeknya pada neraca pembayaran, serta menstimulasi perkembangan industri pertahanan

domestik.

Bitzinger, Richard A. (ed.) (2009). The Modern Defense Industry . CA: PraegerSecurity

International.

SIPRI Arms Transfer Database (http://www.sipri.org/databases/armstransfers).

Widjajanto, Andi. (2007). “Transforming Indonesia’s Armed Forces.”  UNISCI Discussion 

Papers , No. 15 (Oktober 2007);

8 Andi Widjajanto (2007), “Transforming Indonesia’s Armed Forces”, UNISCI Discussion Papers, No. 15 (Oktober 2007); JanPieter Ate (2010), “The Reform of the Indonesian Armed Forces in the Context of Indonesia’s Democratisation”, SheddenPapers, Centre for Defence and Strategic Studies .