Paper Awaluddin Hidayat Ramli Inaku 101314353001

35
Tugas Paper PEMANASAN GLOBAL, PERUBAHAN IKLIM HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MUNTABER Oleh AWALUDDIN HIDAYAT RAMLI INAKU 101314353001 1

Transcript of Paper Awaluddin Hidayat Ramli Inaku 101314353001

Tugas Paper

PEMANASAN GLOBAL, PERUBAHAN IKLIM HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MUNTABER

OlehAWALUDDIN HIDAYAT RAMLI INAKU101314353001

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGANUNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2013BAB IPENDAHULUANPemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Global warming (pemanasan global), terjadi akibat adanya peningkatan kadar gas rumah kaca (greenhouse gases) dilapisan troposfer (biosfer) seperti CO2, uap air, metan, nitrous oxide, halocarbon dan lainnya, yang menyebabkan peningkatan rata-rata tenperatur global dipermukaan bumi, baik daratn, lautan maupun udara biosfer (Mukono, 2011)Dampak dari global warming atau pemanasan global ini sangat banyak diantaranya adalah terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim dimana sebagian belahan dunia mengalami musim hujan yang berkepanjangan dan sebagaian belahan dunia lain mengalami musim panas yang panjang dan ekstrim. Sementara dampak lainnya adalah mencairnya gletser di kutub sehingga air laut menjadi naik dan menyebabkan banjir, punahnya beberapa jenis hewan karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Sementara organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) mengatakan sebagai akibat dari globalisasi dan perubahan iklim, dunia menghadapi muculnya penyakit-penakit hewan yang baru muncul dan yang muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease). Merebaknya penyakit hewan domestik maupun hewan liar, belakangan ini seperti Blue tongue, Rift valley fever, West nile, Avian influenza atau juga penyakit-penyakit yang disebarkan oleh vektor diyakini berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim (Anonim, 2010). Perubahan iklim yang diakibatkan oleh Global Warming dapat mempeganruhi kualitas air. Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit yakni penyakit waterbornedisease diantaranya muntaber dan diare . Begitu peliknya masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi pertarungan untuk memperbuatkan air bersih ini. Sama halnya dengan pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.Muntaber merupakan gangguan pencernaan yang menyebabkan seseorang mengalami muntah dan berak secara bersamaan atau terpisah. Jika gangguan pencernaan yang satu ini tidak segera diatasi maka bisa dengan cepat membawa seseorang pada kondisi yang membahayakan jiwanya, Muntaber bisa disebabkan oleh kuman, bakteri, atau virus. Muntaber juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi saluran nafas atau radang tenggorokan, infeksi saluran kemih (kencing) dan penyakit tifus. Akan tetapi, yang paling sering menyebabkan muntaber adalah bakteri Eschericia coli (E.coli) yang menyerang usus. Biasanya muntaber terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar dengan bakteri E.coli dan saat itu daya tahan tubuhnya sedang turun (tidak fit).Berkaitan dengan krisis air yang diakibatkan oleh global warming dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya kesehatan yang berhubungan tentang waterborne disease seperi halnya muntaber ini maka diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air. Ramalan itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio dan cacingan. Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadiaan diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun. Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angka tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75 per 100.000 penduduk. Kematian anak berusia di bawah tiga tahun 19 per 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya-salah satu penyebab kematian anak (lainnya karena ISPA/infeksi saluran penapasan akut, dan komplikasi sebelum kelahiran) -data dari Profil Kesehatan Indonesia, 2003. Sedangkan untuk kejadian tipus di Indonesia adalah 350-810 per 100.000 penduduk. Studi klinis rumah sakit menunjukkan bahwa angka kesakitan tipus adalah 500 per 100.000 penduduk dan laju kematian adalah 0,6%-5%. Kematian akibat polio telah terjadi di Indonesia (di Provinsi Jawa Barat) pada seorang anak laki-laki berusia di bawah dua tahun. Selain itu, prevalensi cacingan di Indonesia adalah 35,3 %. Kerugian ekonomi sekitar 2,4 % dari GDP atau 13 dollar AS per bulan per rumah tangga (studi Asian Development Bank 1998).Penyakit yang paling sering menyerang saat krisis air bersih melanda adalah diare. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak (muntaber) ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia, artinya terjadi terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaan.Dari latar belakang di atas bahwa penting bagi kita untuk menjaga lingkungan dari krisis air bersih terlebih lagi efek pencemaran yang timbul dari masalah pemanasan global karena secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia, terlebih lagi masalah waterborne disease sperti halnya penyakit muntaber dan diare yang saat ini marak dikalangan masyarakat indonesia.

BAB IIISI1. 2. 2.1. Pemanasan Global (Global Warming)Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan rata-rata suhu bumi yang disebabkan oleh adanya polusi udara, sehingga terjadinya pencemaran lapisan udara (atmosfer) dan kerusakan pada ozon (lapisan udara yang melindungi bumi dari pancaran langsung sinar ultraviolet). Pemanasan global sudah berlangsung selama satu abad, namun samapai sekarang pemanasan global atau global warming ini belum bisa teratasi. Hal ini Karena terjadinya peningkatan emisi gas secara terus menerus, sehingga suhu bumi terus meningkat. Sementara panas yang terdapat dibumi sebagian besar menetap di lapisan udara dan tidak bisa dikeluarkan ke angkasa. Sehingga suhu bumi meningkat, siang dan malam tetap panas.

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat (Anonim, 2010). Sementara menurut laporan IPCC bahwa terjadinya pemanasan global disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga manusia bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi. Aktivitas yang dilakukan seperti penebangan pohon, pembakaran hutan, pembangunan sarana dan prasarana sosial dan lain sebagainya. Sehingga hal yang paling ditakutkan oleh dunia internasional adalah meningkatnya populasi manusia dua kali lipat hingga tahun 2050. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Karena jika populasi manusia di dunia sangat padat maka CO2, gas CH4, NH3 yang dihasilkan juga akan meningkat dan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Selain itu, meningkatnya populasi di dunia menyebabkan bertambahnya kerusakan alam yang terjadi akibat dari aktivitas manusia dan dapat menyebabkan punahnya spesies-spesies hewan.Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyimpulkan secara pasti penyebab terjadinya Global Warming karena semua berperan dan berpotensi terhadap emisi gas rumah kaca atau Green House Gas. Binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan, Industri, Hutan yang rusak, berpotensi terhadap terjadinya pemanasan global (Global Warming). Sehingga salah satu subjek dari pemanasan global tersebut tidak bisa disimpulkan sebagai penyebab pemanasan global (Global Warming). Artikel yang berjudul Potensi dan Penyebab Global Warming akan mencoba untuk menguraikan seberapa besar potensi terjadinya global Warming serta apa yang menyebabkan terjadinya Global Warming. 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan IklimBerdasarkan laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change ; suatu badan antar pemerintah yang bertugas menilai informasi-informasi ilmiah, teknis serta informasi sosio-ekonomi terkait dengan pemahaman terhadap dasar-dasar ilmiah resiko perubahan iklim, dampak potensialnya serta opsi-opsi untuk adaptasi dan mitigasi) ke-4 tahun 2007 (IPCC, 2007), pemanasan sistem iklim dipastikan telah terjadi yang dibuktikan melalui pengamatan-pengamatan terhadap meningkatnya suhu udara dan suhu laut rata-rata global, meluasnya pelelehan salju dan es, serta meningkatnya ketinggian permukaan laut rata-rata global. Meningkatnya suhu bumi ini telah terjadi sejak 157 tahun yang lalu, dimana pemanasan pada abad-abad terakhir terjadi dalam dua tahap, yaitu dari tahun 1910-an hingga 1940-an dengan kenaikan suhu sebesar 0,35oC, dan pemanasan yang lebih kuat mulai dari tahun 1970-an hingga akhir tahun 2006 dengan kenaikan suhu sebesar 0,55oC. Pemanasan sebesar itu telah menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis.Penyebab terjadinya pemanasan global yang memicu berubahnya iklim bumi juga dikaji oleh IPCC yang menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan. Gas-gas rumah kaca (GRK) terpenting yang menimbulkan pemanasan global tersebut adalah karbon dioksida, metan, nitrous oksida, termasuk sulfur hekasafluorida, hidrofluorokarbon dan perfluorokarbon. Gas-gas ini menimbulkan efek rumah kaca pada bumi, yang meningkatkan suhu bumi dan menimbulkan perubahan iklim.Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam periode waktu yang panjang pada suatu wilayah tertentu. Ilmu yang mempelajari iklim disebut Klimatologi. Pengenalan cuaca dan iklim menyangkut semua peristiwa yang terjadi di atmosfir yang diantaranya radiasi surya, suhu udara, tekanan udara, angin, hujan dan awan, kelembaban udara, penguapan, keseluruhannya disebut juga unsur-unsur cuaca. Peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk daerah yang sempit atau disekitar lokasi usaha tertentu disebut iklim mikro (micro climate) (Darsiman, 2007). Perubahan iklim dapat mencairkan es di kutub, terjadi perubahan arah dan kecepatan angin, meningkatkan badai atmosfir, seperti angin puting beliung, gelombang pasang, meningkatkan intensitas petir, perubahan pola tekanan udara, perubahan pola curah hujan (banjir dan longsor serta kekeringan), dan siklus hidrologi, serta perubahan ekosistem, hingga bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit. Dampak dari banjir dan longsor terjadi erosi yang merusak lahan-lahan subur, terjadinya sedimentasi di sungai, danau dan laut, pendangkalan sungai yang makin mempermudah banjir. Kenaikan permukaan air laut baik oleh sedimentasi maupun oleh mencainya es di kutub, akan terjadi intrusi air laut. Intrusi berakibat air tanah menjadi asin yang dapat merusak tanah dan tanaman. Yang lebih mengerikan lagi laut akan merendam lahan pertanian di dataran rendah serta pemukiman penduduk.2.3. Gas Rumah KacaGas-gas Nitrogen dan Oksigen yang dikandung oleh atmosfer tidak menyerap maupun melepaskan radiasi panas. Adapun yang menyerap radiasi panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi adalah uap air, karbon dioksida, dan beberapa gas dalam jumlah kecil lainnya yang terdapat di atmosfer. Penyerapan ini menyebabkan penyelimutan sebagian yang menimbulkan perbedaan suhu sekitar 21oC dari suhu rata-rata bumi sebenarnya. Peristiwa penyelimutan ini dikenal dengan efek gas rumah kaca alami serta gas-gas yang berperan di dalamnya disebut dengan gas-gas rumah kaca. Efek ini disebut alami karena seluruh gas yang ada di atmosfer (kecuali klorofluorokarbon-CFCs) terdapat di atmosfer secara alami, jauh sebelum adanya manusia di bumi (IPCC, 2007).

Efek rumah kaca alami ditimbulkan oleh uap air dan gas karbon dioksida di atmosfer dalam jumlahnya yang alami. Jumlah uap air di atmosfer sangat bergantung dengan suhu permukaan air laut dan tidak dipengaruhi secara langsung oleh kegiatan manusia. Lain halnya dengan karbon dioksida, dimana jumlah gas ini telah berubah secara substansial, yaitu sekitar 30 persen sejak revolusi Industri, akibat kegiatan industri dan penghilangan jumlah hutan. Peningkatan jumlah karbon dioksida memicu terjadinya pemanasan global permukaan bumi dengan meningkatnya efek rumah kaca.Energi radiasi matahari yang sampai kebumi sebagian besar berupa radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini sampai kepermukaan bumi, energi ini berubah dari cahaya menjadi panas dan menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan memantulkan kembali sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa, sebagiannya tetap terperangkap di atmosfir bumi. Gas-gas tertentu di atmosfir termasuk uap air, CO2, CH4 menjadi perangkap radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Gas-gas tersebut berfungsi sebagai kaca dalam rumah kaca, mampu ditembus radiasi gelombang pendek tetapi tidak mampu ditembus radiasi gelombang panjang, sehingga gas-gas ini dikenal sebagai gas rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfir, semakin banyak panas yang terperangkap dibawahnya. Semua kehidupan di bumi tergantung pada efek rumah kaca ini, karena tanpanya planet ini akan sangat dingin sehngga es akan menutupi seluruh permukaan bumi. Akan tetapi bila gas-gas ini semakin banyak di atmosfir, akibatnya adalah pemanasan bumi yang terus berlanjut.Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi. Gas rumah kaca yang paling penting adalah uap air, namun perubahan jumlahnya di atmosfer tidak berkaitan langsung dengan kegiatan manusia. Gas-gas rumah kaca yang penting yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan manusia adalah karbon dioksida, metan, nitrous oksida, klorofluorokarbon dan ozon.Tabel 1. Jenis-jenis GRK berdasarkan sumber-sumbernyaGas Rumah KacaSumber

Karbon dioksida (CO2)Pembakaran bahan bakar fosil, transportasi, deforestasi, pertanian

Metan (CH4)Pertanian, perubahan tata guna lahan, pembakaran biomassa, tempat pembuangan akhir sampah, industri

Nitrous oksida (N2O)Pembakaran bahan bakar fosil, industri, pertanian

Hidrofluorokarbon (HFCs)Industri manufaktur, industri pendingin (freon), penggunaan aerosol

Perfluorokarbon (PFCs)Industri manufaktur, industri pendingan (freon), penggunaan aerosol

Sulfur heksafluorida (SF6)Transmisi listrik, manufaktur, industri pendingin (freon), penggunaan aerosol

Sumber : KLH (2004)Dengan demikian, Secara garis besar efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metan, ozon, dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.Secara umum, kegiatan-kegiatan di Indonesia yang mempengaruhi terjadinya perubahan iklim berasal dari sektor energi, kehutanan, pertanian dan peternakan, serta sampah.Tabel 2. Emisi GRK dari sektor-sektor tersebut di Indonesia berdasarkan inventarisasi GRKSumberCO2 (kT)CH4 (kT)N2O (kT)CO2eq (kT)%

Total energi170,022,405,72220,224,84

Proses industri19,12-0,5119,152,16

Pertanian-3,2452,8671,358,05

Perubahan tata guna lahan dan kehutanan559,473672,52567,3364

Sampah-402-8,440,95

Total748,61774,6461,61886,47100

Sumber : KLH (1994)

2.4. Muntaber2.4.1. Definisi Muntaber Penyakit Muntaber atau Vibrio Parahaemolyticus Enteritis adalah keadaan di mana seseorang menderita muntah-muntah disertai buang air besar berkali-kali. Kejadian itu dapat berulang tiga sampai lebih sepuluh kali dalam sehari. Terjadi perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, melembek sampai mencair, yang kadang juga mengandung darah atau lendir.2.4.2. Faktor Penyebab Kejadian Muntabera. Faktor AgentPenyebab utama penyakit muntaber adalah peradangan usus oleh bakteri, virus, parasit lain (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia serta kurang gizi, misalnya kelaparan atau kekurangan protein. Bakteri E. coli adalah penyebab penyakit muntaber, E. coli yang merupakan penyingkatan dari Escherichia coli sebenarnya adalah bakteri yang dari dahulu kala sudah ada di dalam tubuh manusia khususnya di dalam sistem pencernaan dan tidak menimbulkan penyakit. Bakteri ini ditemukan oleh seorang seorang pakar bakteriologi Jerman bernama Theodor Escherich pada tahun 1885. Sebagian besar dari ratusan jenis E. coli ini hidup di dalam saluran pencernaan manusia tanpa menimbulkan gangguan dan hidup rukun ini dinamakan commensalism. Namun pada tahun 1982 terjadi kegemparan di kalangan medis, karena E. coli ini sudah mengalami mutasi (perubahan sifat) dan menimbulkan letupan kasus diare di Oregon dan Michigan (AS) dengan 47 orang penderita dewasa dan anak-anak. Dari hasil pemeriksaan laboratorium awal mulanya petugas kesehatan mengalami kebingungan karena tidak ditemukan bakteri patogen (yang menyebabkan penyakit) dan hanya didapatkan bakteri E. coli yang memang dianggap lumrah berada di saluran cerna. Selain itu, penyakit muntaber juga dapat disebabkan oleh virus Vibrio parahaemolyticus yang termasuk jenis vibrio halofilik dan telah diidentifikasi ada 12 grup antigen O dan sekitar 60 tipe antigen K yang berbeda. Strain patogen pada umumnya (tetapi tidak selalu) dapat menimbulkan reaksi hemolitik yang khas (fenomena Kanagawa). Masa inkubasi Vibrio parahaemolyticus biasanya antara 12 24 jam, tetapi dapat berkisar antara 4 30 jam.b. Faktor Host1. Usia: penyakit muntaber memang menyerang anak-anak, terutama pada usia dua hingga delapan tahun. Mereka mudah tertular karena daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa.2. Jenis Kelamin: laki-laki dan juga perempuan3. Ras: Di negara yang lingkungannya kurang bersih,seperti negara berkembang

c. Faktor EnvironmentKondisi lingkungan yang kurang bersih dan sehat sehingga masih ada penyebab bakteri muntaber selain itu kurangnya kesadaran sosial terhadap kebersihan dan makanan yang dikonsumsi terkontaminasi bakteri. Sistem sanitasi yang tidak terjaga dengan baik juga memudahkan kuman untuk berkembang biak. Hujan yang terus menerus sehingga menimbulkan banjir dan lingkungan menjadi kotor, sangat potensial menimbulkan wabah muntaber.2.4.3. Proses PenularanPenularan penyakit muntaber adalah :a. Melalui cairan dari mulut (muntah),yang kurang bersih membersihkanyab. Melalui secret dari anus yang belum bersih,dan air yang dikunakan ikut tercemar karena muntaber menyebar melalui air

2.4.4. TransmisiMuntaber memang sangat mudah menular, Terutama melalui air. Sehingga bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit muntaber atau tetangga yang kena muntaber usahakan untuk mencegah faktor penularan tersebut.

2.5. Krisis Air BersihKrisis air bersih merupakan salah satu masalah utama terjadinya kejadian penyakit Muntaber, Berdasarkan data WHO (2000), diperkirakan terdapat lebih 2 milyar manusia per hari terkena dampak kekurangan air di lebih dari 40 negara didunia. 1,1 milyar tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050 diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih (Gardner-Outlaw and Engelman, 1997 dalam UN, 2003). Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Untuk persentase akses daerah pedesaan terhadap sumber air di Indonesia lebih rendah daripada beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Di Malaysia, tingkat akses sumber air di pedesaan mencapai 94 persen. Di negara Indonesia yang kaya sumber daya air ini, angka akses pedesaan terhadap air bersih hanya menyentuh level 69 persen, lebih rendah dari Vietnam yang telah mencapai 72 persen. Pada akhir PJP II (2019) diperkirakan jumlah penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar liter per hari. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk produksi pangan naik 100%.Pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di Pulau Jawa diperlukan setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan potensi ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan hanya 30,569 miliar meter kubik. Ia mengingatkan, pada tahun 2015 krisis air di Pulau Jawa akan jauh lebih parah karena diperkirakan kebutuhan air akan melonjak menjadi 164,671 miliar meter kubik. Sedangkan potensi ketersediaannya cenderung menurun.Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, masih banyak warga yang belum mendapatkan fasilitas air bersih. Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa, maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta. (Kompas, 20 Juni 2005).2.6. Penyebab Krisis Air Bersih2.6.1. Perilaku Manusia Kodoatie dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama.Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk. 2.6.2. Pemanasan Global (Global Warming)Salah satu Penyebab terjadinya krisis air bersih sangat banyak, diantaranya disebabkan oleh kejadian pemanasan global (Global Warming), Global Warming Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya yang benar, maka yang terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau, salju justru akan mengalami penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi masalahnya sendiri ketika airnya tidak lagi membeku.Air akan mengalami penguapan yang jauh lebih lambat ketika permukaannya tertutup es, sehingga ada lebih banyak air yang tersisa dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi pembekuan yang lebih sedikit, artinya semakin banyak air yang dilepaskan ke atmosfir. Maka, ketika gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan kehilangan sumber air.Pencemaran Air Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.Hilman Masnellyarti, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa kelangkaan air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai. Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare dan muntaber.2.6.3. Penggundulan HutanKerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih. Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.

BAB IIIPENUTUP

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa global warming memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia di Dunia yakni penyakit waterborne disease diantaranya adalah penyakit muntaber, penyakit muntaber adalah keadaan di mana seseorang menderita muntah-muntah disertai buang air besar berkali-kali, proses terjadinya penyakit tersebut disebabkan oleh tiga hal yakni faktor Host, agent dan envorionment, dalam pembahasan paper ini, faktor lingkungan memiliki pernanan penting dalam terjadinya penyakit muntaber, dimana krisis air bersih merupakan peenyebab utama terjadinya penyakit, hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya krisis air bersih yakni perilaku manusia , kejadian pemanasan global dan penggundulan hutan, Perilaku manusia yang tidak memiliki cukup pengetahuan untuk menjaga kebersihan sumber air minum rumah tangga, Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersamaAdapun menurut Hilman Masnellyarti (Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup hubungan antara krisis air bersih dengan kejadian pemanasan global) mengungkapkan bahwa kelangkaan air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai. Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare dan muntaber dan juga Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.

DAFTAR PUSTAKAAgustina, Siti, Pudji R., Widianto, Tri, dan A., Trisni. 2008. Penggunaan Teknologi Membran pada Pengelolaan Air Limbah Industri Kelapa Sawit. www.bblk-libtang.go.id/eng/admin/upload/TEKNOLOGI MEAprimadini, Eva. 2009. Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya , DenganPengendalian Pencemaran Air. http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/perubahan-iklim-global-dan-kaitannya.htm diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.Aulia, 2010. Waspada Pengaruh Global Warming Terhadap Indusri Perunggasan. Poulty Indonesia.Bogor.Sutisna, S. dan Manurung, P. 2002. Pemantauan Perubahan Permukaan Air Laut akibat Global Warming dan Dampaknya terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/fig2-12.htm. Diakses pada 8 Mei 2007.Courtesy U.S. Global Change Research Programe http://science.howstuffworks.com/environmental/green-science/global-warming2.htm.Fahri, 2009. Global Warming : Definisi, Sebab, Akibat, Dan Solusinya. Fahripeblog.wordpress.com. diunduh pada tanggal 04 Maret 2011.Kementerian Lingkungan Hidup. 1999. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP 18 Tahun 1999.Kementrian Lingkungan Hidup Repubk Indonesia. 2009. Gas Rumah Kaca dalam Angka. Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup : Jakarta.KLH (1994) disitus Aprimadini, Eva. (2009). Perubahan Iklim Global Dan Kaitannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air. KLH. 1999. Indonesia National Action Plan for Climate Change. KLH, Jakarta.Kurnia, U., J. Sri Adiningsih., dan A. Abdurachman. 2004. Strategi Pencegahan dan Penaggulangan Pencemaran Lingkungan Pertanian.Mukono. Aspek Kesehatan Pencemaran Udara. 2011. SurabayaRAPNI. 2007. Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta.

24