PAPER Adm perpajakan

23
TUGAS PAPER DOSEN PEMBIMBING Administrasi Perpajakan Sri Zuliarni, S.Sos, MBA Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Disusun oleh : Nama : Aprizal Putra NIM : 1201120056 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK 1

Transcript of PAPER Adm perpajakan

Page 1: PAPER Adm perpajakan

TUGAS PAPER DOSEN PEMBIMBINGAdministrasi Perpajakan Sri Zuliarni, S.Sos, MBA

Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Disusun oleh :

Nama : Aprizal Putra

NIM : 1201120056

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIKADMINISTRASI BISNIS

2013RIAU

1

Page 2: PAPER Adm perpajakan

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ...............................................................................2

Bab II Pembahasan

2.1 Penjelasan Umum...........................................................................5

2.1.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 .........................................................6

2.1.2 Pajak Penghasilan Pasal 22 .........................................................7

2.1.3 Pajak Penghasilan Pasal 23 .........................................................10

2.2 Tarif Fiskal .....................................................................................11

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ......................................................................................12

Daftar Pustaka ......................................................................................14

Situs Web ...............................................................................................14

2

Page 3: PAPER Adm perpajakan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Istilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nampaknya sudah mulai

populer dikalangan masyarakat seiring dengan gencarnya sosialisasi yang

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kewajiban untuk memiliki

NPWP. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu

melalui iklan yang terkenal dengan slogan “Punya penghasilan tapi tidak punya

NPWP? Apa kata dunia?”

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib

Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai

tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan

kewajiban perpajakannya. 

NPWP juga telah menjadi satu bahan pembicaraan setelah munculnya

program Sunset Policy oleh Dirjen Pajak. Dalam Undang-Undang KUP, pasal 1

NPWP dijelaskan sebagai berikut: Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang

diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang

dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Wajib Pajak (WP), berdasarkan pasal 2 UU KUP, yang telah memenuhi

persyaratan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kepemilikan

NPWP sangat terkait dengan adanya subjek dan objek pajak. Sebagai karyawan

jika telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

tentunya telah memenuhi unsur subjek dan objek pajak.

Jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak akan mengalami berbagai

kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan hal lain yang berkaitan

dengan NPWP. Beberapa kesulitan diantaranya adalah berupa sanksi kurungan

dan denda berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU KUP Tahun 2000, yang pada intinya

menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri,

atau menyalahgunakan, atau menggunakan NPWP tanpa hak, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara

3

Page 4: PAPER Adm perpajakan

paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Selain itu, wajib pajak tidak memiliki identitas diri, apabila pada suatu

saat, kita (sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak lagi memperoleh atau

menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka kita dapat mengajukan

permohonan pencabutan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak tempat kita terdaftar,

wajib membayar fiscal pada saat akan berangkat ke Luar negeri, dan dibebankan

tariff pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki

NPWP.

Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008

yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak

orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih

tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi

tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika

dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.

Pemerintah juga akan mengenakan tarif pajak lebih besar kepada para

karya-wan/ pegawai yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)

Terhitung mulai 1 Januari 2009, Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan PPh

Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari tarif normal.

Aturan lain, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan tarif fiskal ke luar

negeri bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, naik menjadi Rp2,5 juta

untuk jalur udara dan Rp 1 juta untuk jalur laut. Tujuan Ditjen Pajak menaikkan

tarif fiskal tersebut adalah semata-mata untuk meningkatkan kepatuhan wajib

pajak (WP) dalam hal kepemilikan NPWP.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui

bagaimana sebenarnya pembebanan tarif pajak bagi wajib pajak yang tidak

memiliki NPWP. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Tarif pajak bagi

Orang Pribadi atau Badan Non NPWP.”

Adapun fungsi NPWP adalah : 

1. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan

2. Sebagai tanda pengenal diri dan identitas WP dalam melaksanakan hak

dan kewajiban perpajakan 

4

Page 5: PAPER Adm perpajakan

3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi

perpajakan 

4. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan

Mengingat fungsinya sebagai tanda pengenal diri, maka Orang Pribadi dan

Badan yang telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak wajib memiliki

NPWP. Dalam melakukan pendaftaran, dapat datang ke kantor pajak

setempat atau melui aplikasi internet yang disebut e-registration dengan

alamat www.pajak.go.id. 

Selain fungsi tersebut, NPWP memiliki beberapa manfaat, antara lain 

1. Kemudahan Pengurusan Administrasi, dalam : 

a. Pengajuan Kredit Bank; 

b. Pembuatan Rekening Koran (R/K) di Bank; 

c. Pengajuan SIUP/TDP; 

d. Pembayaran Pajak Final (PPh Final, BPHTB, dll); 

e. Pembuatan Passport; 

f. Mengikuti lelang di instansi pemerintah, BUMN/BUMD; 

2. Kemudahan pelayanan perpajakan, termasuk dalam pengurusan Surat

Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKB FLN) 

3. Kemudahan pengembalian pajak 

Apa saja persyaratan untuk memiliki NPWP? Bagi WP Orang Pribadi :

Syaratnya hanya mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan fotocopi KTP

atau paspor. Sedangkan untuk WP Badan, syaratnya adalah mengisi formulir

pendaftaran dilampiri fotocopy akta pendirian dan fotocopy KTP salah satu

pengurus. Sebagai catatan, dalam pembuatan NPWP tidak dipungut biaya

apapun. 

5

Page 6: PAPER Adm perpajakan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Umum

Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh

setiap orang pribadi atau badan yang memiliki penghasilan diatas batas

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib pajak dapat mendaptarkan diri ke

kantor pelayanan pajak tempat domisili yang bersangkutan atau melalui

pendaptaran via internet.

Adanya ketentuan perpajakan yang baru semakin mendorong agar

perorangan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dengan

menawarkan manfaat tambahan apabila memiliki NPWP dan pemberian sanksi

kepada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.

Selain itu dengan berlakunya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

benar-benar akan “memaksa” Wajib Pajak untuk memiliki NPWP. Beberapa

ketentuan dalam UU ini memberikan insentif dan disinsentif agar orang mau

secara sukarela memiliki NPWP. Salah satu ketentuan baru yang akan mendorong

orang pribadi untuk memiliki NPWP adalah adanya ketentuan tarif pemotongan

Pajak Penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan  tarif normal.

Dengan adanya peraturan pemerintah yang baru berlaku tersebut,

masyarakat menjadi resah karena aturan pajak yang baru menyebutkan bahwa

tarif pajak untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi jika

dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.  Disisi lain, kerugian

bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pembayaran fiscal

ketika akan pergi ke Luar Negeri. Tujuan dari peraturan pemerintah tersebut

adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal

kepemilikan NPWP. Sehingga diharapkan pada tahun 2011 semua wajib pajak

(orang pribadi) yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP. Dengan

demikian kewajiban pembayaran fiscal untuk Indonesia dapat dihapuskan.

Diskriminsi tarif pajak bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP

yaitu pada Pajak Penghasilan (PPh). Tarif pemotongan pajak yang lebih tinggi ini

diterapkan pada pajak penghasilan (PPh) dimana terdapat perbedaan persentase

6

Page 7: PAPER Adm perpajakan

yang besar antara tarif pajak bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dengan

dengan tarif pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP.

Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) merupakan Pajak yang dikenakan terhadap subjek

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak.

Undang – undang ini mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau

diperoleh orang pribadi atau badan.

Pada tahun 2008 DPR – RI menyetujui diberlakukannya Undang-Undang

Pajak Penghasilan baru yang merupakan perubahan ke empat atas Undang -

Undang Pajak Penghasilan No. 7/1983 yang terakhir telah diubah dengan Undang

– Undang No. 17/2000. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan yang baru, yang

berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009, tarif pajak Orang Pribadi mengalami

perubahan, berubah tersebut menjadi sebagai berikut:

Besar penghasilan Tarif

Sampai dengan Rp 50.000.000 5 %

Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000   15 %

Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000   25 %

Di atas Rp 500.000.000   30 %

Namun selain mengubah tarif pajak, UU Pajak Penghasilan yang baru

memperkenalkan pembedaan perlakuan pajak bagi orang pribadi yang tidak

memiliki NPWP. Hal ini tercermin dalam pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.

2.1.1 Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak

dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan yang dimaksud yaitu berupa gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.

Setelah mengalami perubahan sejak tahun 2008, dalam pasal 21 ayat (5A)

dijelaskan bahwa orang yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif Pajak

20% lebih tinggi dari tarif normal. Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP) :

7

Page 8: PAPER Adm perpajakan

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%

Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Tarif Deviden 10%

Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari

yang seharusnya

Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut

/potong(Untuk PPh Pasal 23)

100% lebih tinggi

dari yang seharusnya

Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis

Agar tidak dikenakan tarif lebih tinggi ini, Wajib Pajak yang dipotong

harus dapat menunjukkan kepemilikan NPWP. Kepemilikan NPWP ini dapat

dibuktikan antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP.

Contoh penerapan tarif lebih tinggi Pasal 21 ayat 5A :

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00.

Jawab:

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP

adalah:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

15% x Rp 25.000.000,00 Rp 3.750.000,00

Rp 6.250.000,00

PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00

15% x 120% x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00

Rp 7.500.000,00

2.1.2 Pajak penghasilan Pasal 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu

bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh

8

Page 9: PAPER Adm perpajakan

pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap

kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat

penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22

ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”

sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami

keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan

cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.

Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan

tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21.

Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan

tarifnya.

Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang

2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat

maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.

3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan

pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan

atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.

4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan

Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan

Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT

Pertamnina, dan bank-bank BUMN  yang melakukan pembelian barang yang

dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.

5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok,

industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala

Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan

bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,

pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas

9

Page 10: PAPER Adm perpajakan

pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari

pedagang pengumpul.

Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor  yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5%

(dua setengah persen) dari nilai impor;  yang tidak menggunakan API, sebesar

7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai,

sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;

2. Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat

Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun

di tingkat Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

3. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan

Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara

(APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen)

dari harga pembelian.

4. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh  Bank Indonesia (BI), PT

Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG),

PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara

(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina,

dan bank-bank BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-

APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

5. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN

6. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.

7. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN

10

Page 11: PAPER Adm perpajakan

8. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN

9. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha

industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN

10. Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh

Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar

minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:          

                   SPBU Swastanisasi              SPBU Pertamina

                            ————————–  —————————-

Premium                 0,3% dari penjualan             0,25% dari penjualan

Solar                      0,3% dari penjualan            0,25% dari penjualan

Premix/SuperTT      0,3% dari penjualan             0,25% dari penjualan

Minyak Tanah 0,3 % dari penjualan

11. Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh  Industri dan eksportir yang

bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang

ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk

keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima

persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

Tarif PPh Pasal 22 dan pasal 23 dikenakan lebih tinggi kepada Wajib

Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar dibandingkan

dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan tarif dua kali

lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan pasal 23(1A) undang –

undang baru.

2.1.3 Pajak Penghasilan(PPh) Final

PPh Final seperti PPh atas bunga deposito, PPh atas sewa tanah/bangunan,

PPh penjualan tanah/bangunan dll? Tidak dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2)

tentang pengenaan tarif lebih tinggi bagi Wajib Pajak yang tidak ber NPWP.

Pengenaan PPh final Pasal 4 ayat (2) ini memang ketentuan tentang tarif, sifat dan

tatacaranya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Nah, jika tidak ada perubahan atas

11

Page 12: PAPER Adm perpajakan

Peraturan Pemerintah yang sekarang berlaku, maka tidak ada pengenaan tarif

yang lebih tinggi dalam pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini.

2.2 Tarif fiskal

Peraturan lain yang ditetapkan dalam perpajakan adalah mengenai

kewajiban ongkos fiscal. Bagi wajib Pajak yang memiliki NPWP dibebaskan

ongkos piskal saat akan bertolak ke luar negeri. Sedangkan untuk yang tidak

memiliki NPWP dikenakan ongkos fiscal.

Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tidak memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebesar Rp 2,5 juta untuk setiap orang yang

bepergian ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Sementara via

angkutan laut bagi yang tidak memiliki NPWP akan dikenai fiskal Rp 1 juta.

Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) itu merupakan pembayaran

angsuran Pajak Penghasilan (PPH) yang dapat dikreditkan terhadap PPH yang

terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang

bersangkutan setelah memiliki NPWP.

Pengenaan fiskal naik 150% dibandingkan fiskal via angkutan udara yang

saat ini sebesar Rp 1 juta. Sementara untuk via angkutan laut, fiskal berarti naik

100% dari saat ini sebesar Rp 500 ribu.

12

Page 13: PAPER Adm perpajakan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh

setiap orang pribadi atau badan yang termasuk kedalam wajib pajak. Kewajiban

ini sangat ditekankan seiring dengan gencarnya sosialisasi pajak melalui berbagai

media. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga

semakin menunjukkan keseriusannya mengenai perpajakan. Hal ini terbukti

dengan adanya perbaikan – perbaikan system perpajakan beberapa tahun ini.

Salah satu perbaikan tersebut adanya perubahan undang – undang pajak

penghasilan yang diamandemen untuk keempat kalinya dan di sahkan pada tahun

2008. Perubahan ini membawa perubahan yang sangt besar karena ada perbedaan

tarif pajak antara wajib pajak/ orang pribadi yang tidak memiliki NPWP dengan

wajib pajak yang memiliki NPWP.

Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008

yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak

orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih

tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi

tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika

dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.

Perubahan tersebut terjadi pada PPh pasal 21 yang mengatur tentang

pembayaran pajak orang pribadi selama tahun berjalan. Dimana orang pribadi

yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak 20% lebih tinggi dari tarif

normal.

Tarif PPh Pasal 22 dan tarif PPh Pasal 23 juga dikenakan lebih tinggi

kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar

13

Page 14: PAPER Adm perpajakan

dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan

tarif dua kali lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat

(1A) Undang-undang PPh baru.

Peraturan lain yang dikenakan kepada orang pribadi yang tidak memiliki

NPWP adalah kewajiban membayar ongkos Fiskal saat akan bertolak keluar

negeri. Orang pribadi diwajibkan membayar sebesar Rp 2.500.000 jika akan

bertolak keluar negeri melalui jalur udara. Sedangkan untuk jalur laut diwajibkan

membayar Rp 1.000.000,00.

Semua itu menunjukkan bahwa peran NPWP untuk wajib pajak di

Indonesia sangat penting. Sehingga wajib pajak diharuskan untuk memiliki

NPWP.

14

Page 15: PAPER Adm perpajakan

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2006. Perpajakan: Edisi Revisi 2006. Yogyakarta:CV ANDI OFFSET.

Mardiasmo. 1991. Perpajakan:Cetakan keenan. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.

Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan. Bandung: PT. Eresco.

SITUS WEB

Budiyono dan Abdul Koni. 2009. Pajak untuk Non NPWP. [Tersedia] www.infopajak.com (03 juni2010).

Rudi. 2008. Tarif Pajak Versi Undang – Undang Baru. [tersedia] www.klinik-pajak.com ( 02 Juni2010).

Wahyudi, Dudi. 2008. Tarif Pemotongan Pajak Lebih Tinggi untuk Wajib Pajak Non NPWP. [tersedia] www. Google.com (01 Juni 2010).

Wahyudi, Dudi. 2008. PPh Pasal 21 Baru. [Tersedia] www.Google.com (02 Juni 2010).

15