Paper Aceh

37
B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia begitu kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke. Kebudayaan yang berbeda tersebut didasari oleh masyarakat dan adat istiadat yang telah turun-temurun sudah menjadi tradisi pada daerah tersebut. Kebudayaan yang beraneka ragam tersebut patut untuk kita pelihara dan lestarikan keasliannya, agar generasi yang akan datang juga dapat merasakan keindahan dari kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Dalam hal ini, Penulis ingin memberikan gambaran tentang kebudayaan yang ada di Indonesia. Khususnya kebudayaan yang ada di Aceh, yaitu 7 unsur kebudayaan yang ada pada suku bangsa Aceh. Suku bangsa aceh merupakan salah satu suku yang tergolong ke dalam etnik melayu atau ras melayu, bahkan sering diakronimkan dengan Arab, Cina, Eropa dan Hindustan. Kebudayaan suku aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka 1

description

membahas tentang suku budaya aceh

Transcript of Paper Aceh

Page 1: Paper Aceh

B A B I

P E N D A H U L U A N

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia begitu kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam yang tersebar

mulai dari Sabang sampai Merauke. Kebudayaan yang berbeda tersebut didasari oleh

masyarakat dan adat istiadat yang telah turun-temurun sudah menjadi tradisi pada

daerah tersebut.

Kebudayaan yang beraneka ragam tersebut patut untuk kita pelihara dan

lestarikan keasliannya, agar generasi yang akan datang juga dapat merasakan

keindahan dari kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.

Dalam hal ini, Penulis ingin memberikan gambaran tentang kebudayaan yang

ada di Indonesia. Khususnya kebudayaan yang ada di Aceh, yaitu 7 unsur

kebudayaan yang ada pada suku bangsa Aceh.

Suku bangsa aceh merupakan salah satu suku yang tergolong ke dalam etnik

melayu atau ras melayu, bahkan sering diakronimkan dengan Arab, Cina, Eropa dan

Hindustan. Kebudayaan suku aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya

melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka

masuklah kebudayaan Timur Tengah. Suku aceh sendiri berada di sebuah Daerah

Istimewa setingkat provinsi yang terletak di Pulau Sumatra dan merupakan provinsi

paling barat di Indonesia. Dilihat dari sisi kebudayaannya, suku aceh memiliki

budaya yang unik dan beraneka ragam. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah

hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri.

1

Page 2: Paper Aceh

1.2 RUMUSAN MASALAH/PERMASALAHAN

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, yaitu :

1. Bagaimana sistem teknologi pada suku Aceh?

2. Bagaimana sistem religi pada suku Aceh?

3. Bagaimana sistem bahasa pada suku Aceh?

4. Bagaimana sistem mata pencaharian pada suku Aceh?

5. Bagaimana sistem pengetahuan pada suku Aceh?

6. Bagaimana sistem organisasi sosial pada suku Aceh?

7. Bagaimana sistem kesenian pada suku Aceh?

1.3 TUJUAN dan MANFAAT PENULISAN

1.3.1 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan ini, yaitu :

Untuk mengetahui sistem teknologi pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem religi pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem bahasa pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem mata pencaharian pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem pengetahuan pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem organisasi pada suku Aceh.

Untuk mengetahui sistem kesenian pada suku Aceh.

1.3.2 MANFAAT PENULISAN

Sedangkan manfaat dari penulisan ini, yaitu :

Dapat menambah wawasan tentang kebudayaan suku Aceh.

Dapat dijadikan sebagai pedoman bagi yang ingin mempelajarinya.

Dapat memberikan inspirasi bagi penulisan selanjutnya dalam topik yang

sama, agar kekurangan yang sekiranya ada pada penulisan ini dapat

dijadikan sumber penelitian yang baru.

2

Page 3: Paper Aceh

1.4 BATASAN KONSEP/TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Untuk mempermudah pembaca membaca penulisan ini, maka penulis membuat

tinjauan kepustakaan, sebagai berikut : Bak Iboh : batang iboh

Batee : batu

Dukun : orang pintar

Gampong : kampung Geucik atau kecik : kepala kampung Karong : saudara dari pihak ibu Kawom : saudara dari pihak ayah Keumeurah paneuk : bedil berlaras pendek Imam Meunasah : orang yang memimpin masalah - masalah yang

berhubungan dengan keagamaan pada satu unit pemerintah kampung.

Imam Mukim : orang yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat

pemerintah pemukiman, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada

setiap hari Jum’at di sebuah Masjid pada wilayah mukim yang bersangkutan. Matrilokal : tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa waktu

Meunasah : desa Mukim : kumpulan dari beberapa kampung Nanggroe : kumpulan dari beberapa mukim Ninik Mamak : nenek dari ibu Orang Tua Adat : orang yang dituakan

Pending : ikat pinggang Peudang : pedang

Qadli : orang yang meimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti Ruduh : kelewang Rumah Inong : serambi tengah Rumoh Tanggo : rumah tangga

Sukee : suku

Seuranmoe Keu : serambi depan Seuranmoe Likot : serambi belakang

3

Page 4: Paper Aceh

Tameung : tameng Teungku : pengelola lembaga – lembaga pendidikan keagamaan, seperti

dayah dan rangkang, juga termasuk murid – muridnya. Bagi mereka yang

sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku

Chiek. Tuha Peut : penasehat adat Uleebalang : orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai

daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Ureung Nyang Malem : seorang yang berilmu Uxorilikal : tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita.

1.5 METODELOGI PENULISAN

1.5.1 METODE WAWANCARA

Penulis melakukan wawancara terhadap seseorang yang bersuku aceh

asli.

1.5.2 STUDI KEPUSTAKAAN

Dalam metode ini, penulis mengumpulkan data dengan mengadakan

penelitian pustaka yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, yaitu

Kebudayaan Suku Aceh.

1.5.3 STUDI DUNIA MAYA

Dalam metode ini, penulis mengumpulkan data di dunia maya yang

berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, yaitu Kebudayaan Suku Aceh.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Di dalam penulisan ini dibagi menjadi tiga bab yang akan dijabarkan secara

terperinci. Berikut ini gambaran secara singkat mengenai pembahasan untuk tiap-tiap

bab dalam penelitian.

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan uraian tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah/permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,

4

Page 5: Paper Aceh

batasan konsep/tinjauan kepustakaan, metodelogi penulisan,

sistematika penulisan serta demografi.

BAB II : PEMBAHASAN

Berisikan deskripsi objek penelitian, gambaran umum

tentang permasalahan yang akan dibahas.

BAB III : PENUTUP

Berisikan pernyataan singkat dari hasil penelitian dan

analisis disertai dengan saran-saran yang diambil dari hasil

penelitian yang dilakukan.

1.7 DEMOGRAFI

1.7.1 LETAK PUSAT DAERAH KEBUDAYAAN

Letak pusat daerah kebudayaan suku Aceh terletak di Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

1.7.2 BATAS-BATAS GEOGRAFIS

Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada 2 oLU - 6 oLU dan 95 oBT - 98 oBT. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra

Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra Utara di

sebelah tenggara dan selatan

1.7.3 JUMLAH PENDUDUK

Orang Aceh yang biasa menyebut dirinya Ureueng Aceh, menurut

sensus penduduk bulan Juni tahun 2008 mencatat jumlah sebesar 4.163.250

jiwa, dimana orang Aceh tentunya merupakan kelompok mayoritas.

1.7.4 KEADAAN ALAM

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak di bagian utara Pulau

Sumatera yang terhampar di areal seluas 55.390 km². Temperatur udaranya

berkisar antara 12 – 23 oC. Tak mengherankan bila di daerah tersebut banyak

di temukan perkebunan tembakau, kopi, dan sayur-sayuran. Keadaan suhu

5

Page 6: Paper Aceh

daerah pesisir relatif agak panas, suhu udara pada waktu panas terik mencapai

32 oC dan suhu udara pada bulan Agustus berkisar antara 19 - 23 oC.

1.7.5 SEJARAH KEBARADAAN MASYARAKAT

Orang Aceh sendiri menyebut dirinya dengan nama Ureung Aceh

(orang Aceh). Memang terdapat beberapa sumber yang menginformasikan

tentang asal muasal nama Aceh dan etnis Aceh, namun sumber-sumber

tersebut bersifat mistis atau dongeng, meskipun ada juga yang dikutip oleh

para penulis asing seperti penulis-penulis Belanda.

Sebuah riwayat menyebutkan bahwa berdasarkan asal-usulnya, suku

Aceh dibagi ke dalam empat kawom atau sukee. Pembagian ini mulai

dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaaidin Al-Kahar (1530-1552).

Keempat kawom atau sukee tersebut, yaitu : Kawom atau sukee lhee reutoh (kaum atau suku tiga ratus).

Mereka berasal dari orang-orang Mante-Batak sebagai penduduk asli. Kawom atau sukee imuem peut (kaum atau suku imam empat).

Mereka berasal dari orang-orang Hindu atau India sebagai pendatang. Kawom atau sukee tol Batee (kaum atau suku yang mencukupi batu).

Mereka bersal dari berbagai etnis, pendatang dari berbagai tempat. Kawom atau sukee Ja Sandang (kaum atau suku penyandang).

Mereka adalah para imigran Hindu yang telah memeluk agama Islam.

Pada awalnya, akibat asal - usul yang berbeda, keempat kawom ini

seingkali terlibat dalam konflik internal. Kawom - kawom ini sampai

sekarang masih merupakan dasar masyarakat Aceh dan solidaritas sesama

kawom cukup tinggi. Mereka loyal kepada pimpinannya. Semua keputusan

atau tindakan yang akan diambil selalu melibatkan pimpinan dan orang-orang

yang dituakan dalam kawom-kawom tersebut.

Sesungguhnya suku Aceh sebagai suatu entitas politik dan budaya

mulai terbentuk semenjak awal abad XVI. Hal ini ditandai dengan

terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali

Mughayatsyah (lebih kurang 1514). Pembentukan ini diawali dengan adanya

dinamika internal dalam masyarakat Aceh, yaitu terjadinya penggabungan

beberapa kerajaan kecil yang ada di Aceh Rayeuk yang dilanjutkan dengan

6

Page 7: Paper Aceh

penyatuan Kerajaan Pidie, Pasai, Perlak, dan Daya ke dalam Kerajaan Aceh

Darussalam. Selanjutnya, pertumbuhan dan pengembangan kerajaan ini

ditentukan pula oleh faktor eksternal karena eksodusnya pada pedagang

muslim dari Malaka ke ibukota Kerajaan Aceh, setelah ditaklukkannya

Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, dan juga berubahnya rute

perdagangan para pedagang muslim dari jalur Selat Malaka ke Jalur Pantai

Barat Sumatera. Keadaan ini menyebabkan ibukota Kerajaan Aceh (Banda

Aceh) menjadi berkembang dan penduduknya menjadi lebih kosmopolitan.

7

Page 8: Paper Aceh

B A B I I

P E M B A H A S A N

2.1 Sistem Teknologi

Barang – Benda (Material Culture)

a. Alat-alat musik Serune Kalee / seruling aceh (gambar terlampir)

Serune Kalee merupakan instrumen tradisional Aceh yang telah

lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh. Biasanya alat

musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang pada

acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan. Bahan

dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Bentuk

menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya hitam yang fungsi sebagai

pemanis atau penghias musik tradisional Aceh.

Serune Kalee bersama-sama dengan geundrang dan Rapai

merupakan suatu perangkatan musik yang dari semenjak jayanya

kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi/mewarnai

kebudayaan tradisional Aceh disektor musik.

Rapai / rebana (gambar terlampir)

Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan kulit binatang.

Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda.

Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang berfungsi pengiring

kesenian tradisional.

8

Page 9: Paper Aceh

Geundrang / gendang (gambar terlampir)

Geundrang merupakan unit instrumen dari perangkatan musik

Serune Kalee. Geundrang termasuk jenis alat musik pukul dan

memainkannya dengan memukul dengan tangan atau memakai kayu

pemukul. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari

musik tradisional etnik Aceh.

Tambo / tambur (gambar terlampir)

Sejenis gendang yang termasuk alat pukul. Tambo ini dibuat dari

bahan Bak Iboh, kulit sapi dan rotan sebagai alat peregang kulit. Tambo

ini dimasa lalu berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menentukan

waktu shalat/sembahyang dan untuk mengumpulkan masyarakat ke

Meunasah guna membicarakan masalah-masalah kampung. Sekarang

jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya telah terdesak olah

alat teknologi microphone.

Taktok Trieng (gambar tidak terlampir)

Taktok Trieng juga sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat

ini berfungsi untuk mengusir burung ataupun serangga lain yang

mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan ditengah sawah

dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat

menunggu padi di sawah).

Bereguh (gambar terlampir)

Bereguh nama sejenis alat tiup terbuat dari tanduk kerbau. Bereguh

mempunyai nada yang terbatas, banyaknya nada yang dapat dihasilkan

Bereguh tergantung dari teknik meniupnya. Fungsi dari Bereguh hanya

sebagai alat komunikasi terutama apabila berada dihutan/berjauhan

9

Page 10: Paper Aceh

tempat antara seorang dengan orang lainnya. Sekarang ini Bereguh telah

jarang dipergunakan orang, diperkirakan telah mulai punah

penggunaannya.

b. Rumah Adat : Rumoh Aceh (gambar terlampir)

Rumah adat Aceh terbuat dari kayu meranti dan berbentuk panggung.

Mempunyai 3 serambi yaitu Seuranmoe Keu, Rumah Inong dan

Seuramoe Likot.

c. Seni / Ragam Hias : Pilin Berganda (gambar terlampir)

Seni hias Aceh umumnya mamakai bentuk-bentuk ilmu ukur, tumbuh-

tumbuhan atau ruang angkasa (kosmos). Ragam Pilin berganda terdiri

dari susunan huruf S berdasarkan ilmu ukur. Seni ukir dan seni tenun

Aceh menggunakan bentuk tumbuhan.

d. Pakaian Adat (gambar terlampir)

Pakaian adat yang dikenakan pria Aceh adalah baju jas dengan leher

tertutup, celana panjang yang disebut cekak musang dan kain sarung yang

disebut pendua. Kopiah yang dipakainya disebut makutup dan sebilah

rencong terselip di depan perut.

Wanitanya memakai baju sampai ke pinggul, celana panjang cekak

musang serta kain sarung sampai ke lutut. Perhiasan yang dipakai berupa

kalung yang disebut kula, pending, gelang tangan dan gelang kaki.

Pakaian ini dipergunakan untuk keperluan upacara pernikahan.

e. Senjata (gambar terlampir)

Rencong adalah senjata tradisional yang dipakai oleh hampir setiap

penduduk Aceh. Wilahan rencong terbuat dari besi dan biasanya

bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an. Selain rencong, suku Aceh juga

menggunakan, reuduh, keumeurah paneuk, peudang, dan tameung.

Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri.

2.2 Sistem Religi

Suku Aceh adalah pemeluk agama islam dan mereka tidak mengenal dewa-

dewa. Kepercayaan agama lainnya hanya berkembang di kalangan para pedagang.

Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh

10

Page 11: Paper Aceh

sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu

gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama

tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli suku Aceh tidak hilang begitu

saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan

berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi

tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas.

Simbol yang digunakan pada suku aceh adalah rencong, karena gagangnya

yang melelekuk kemudian menebal pada bagian sikunya merupakan huruf hijaiyah

”BA”, gagang tempat genggaman berbentuk huruf hijaiyah ”SIN”, bentuk lancip

yang menurun kebawah pada pangkal besi dekat gagangnya merupakan huruf

hijaiyah ”MIM”, lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya merupakan

huruf hijaiyah ”LAM”, dan ujung yang runcing sebelah atas mendatar dan bagian

bawah yang sedikit melekuk ke atas merupakan huruf hijaiyah ”HA”. Dengan

demikian rangkaian dari huruf tersebut mewujudkan kalimat ”BISMILLAH”. Ini

berkaitan dengan jiwa kepahlawanan dalam bentuk senjata perang untuk

mempertahankan agama Islam dari penjajahan orang yang anti Islam.

Mitos yang terdapat di dalam suku aceh adalah memelihara burung hantu.

Karena orang-orang suku aceh meyakini bahwa jika salah satu diantara mereka

memelihara burung hantu, berarti orang tersebut sedang menyekutukan Allah SWT.

Sebab, suara kukukan burung hantu adalah pertanda untuk memanggil makhluk-

makhluk gaib.

Di dalam suku aceh terdapat beberapa ritual agama, yaitu intat bu pada saat

ibu sedang hamil, peutron aneuk pada saat bayi sudah lahir, dan peusijuek. Intat bu

adalah ritual yang dilakukan untuk wanita hamil dengan memasak makanan yang

disukai oleh wanita tersebut. Peutron Aneuk adalah ritual untuk bayi yang baru lahir

dengan memberikan cermin kepada bayinya agar anaknya menjadi ganteng atau

cantik, memberikan madu dibibir agar anaknya terlihat manis oleh semua orang.

Peusijuk adalah ritual untuk anak yang baru disunat dengan memercikan air dari

danau laut tawar dengan campuran bunga 7 rupa menggunakan 7 helai daun pandan,

kemudian disebarkan beras yang sudah ditumbuk menjadi tepung ke anak yang baru

disunat. Ritual ini bertujuan agar Allah SWT memberikan keberkatan dan rezeki

kepada anak tersebut.

11

Page 12: Paper Aceh

Masyarakat suku aceh sangat mempercayai dan meyakini akan ajaran agama

Islam. Mereka memegang teguh keyakinan tersebut. Di samping itu, mereka sangat

menghormati dan menghargai para Ulama sebagai pewaris para Nabi. Sehingga

ketundukan ulama melebihi ketundukan pada para raja.

2.3 Sistem Bahasa

2.3.1 Tingkatan Bahasa

Di dalam bahasa suku aceh, terdapat dua tingkatan bahasa yang

digunakan jika berbicara dengan orang yang lebih tua dan jika berbicara

dengan orang yang sebaya atau orang yang lebih muda dari kita kita.

Contoh, jika orang tua memanggil anaknya :

Orang Tua : Cut, kemari!

Anak : Lon Tuan!

Contoh, jika teman kita memanggil :

A : Teuku, kemari!

B : Lon!

Lon berarti saya. Jika orang yang lebih tua memanggil kita, maka kita

tinggal menambahkan kata tuan. Tetapi jika teman memanggil kita, maka kita

tidak usah memakai kata tuan.

2.3.2 Penyebaran Bahasa

Bahasa yang digunakan suku Aceh termasuk dalam rumpun bahasa

Austronesia yang terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek Pidie, Aceh

Besar, Meulaboh, serta Matang. Meskipun banyak yang menggunakan bahasa

Aceh dalam pergaulan sehari-hari, namun tidak berarti bahwa corak dan

ragam bahasa Aceh yang digunakan sama. Tidak saja dari segi dialek yang

mungkin berlaku bagi bahasa di daerah lain; bahasa Aceh bisa berbeda dalam

pemakaiannya, bahkan untuk kata-kata yang bermakna sama. Kemungkinan

besar hal ini disebabkan banyaknya percampuran bahasa, terutama di daerah

pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga karena kelestarian bahasa

aslinya. Masyarakat suku Aceh yang berdiam di kota umumnya menggunakan

bahasa Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam

12

Page 13: Paper Aceh

kehidupan sosial. Namun demikian, mereka yang berada di kota tersebut

mengerti dengan pengucapan bahasa Aceh. Selain itu, ada pula masyarakat

yang memadukan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh dalam

berkomunikasi. Pada masyarakat suku Aceh di pedesaan, bahasa Aceh lebih

dominan dipergunakan dalam kehidupan sosial mereka.

2.3.3 Tata Cara Penggunaan Bahasa

Dalam tata bahasanya, Bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk

membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda 'eu'

kebanyakan dipakai tanda pepet (bunyi e).

Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena

hilangnya satu vokal pada kata-kata yang bersuku dua, seperti "turun"

menjadi "trôn", karena hilangnya suku pertama, seperti "daun" menjadi "ôn".

PENAMBAHAN BUNYI

1. Huruf /rK/ disisipi bunyi /eu/

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Aceh

Harga Hareuga

Harta Hareuta

Kursi Kureusi

Perlu Peureulèë

Serta Seureuta

BUNYI MATI

1. Bunyi /d/ menghilang.

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Aceh

13

Page 14: Paper Aceh

Diam Iëm

2. Bunyi /f/ menjadi /ph/ (bila terletak di awal dan di tengah)

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Aceh

Faham Pham

Fana Phana

Sifat Sipheuët

3. Bunyi /f/ menjadi /h/ (bila terletak di akhir)

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Aceh

Alif Aléh

Dhaif La‘èh

Insaf Inseuëh

Maaf Meu’ah

DIFTONG

1. Huruf /ia/ menjadi /ië/

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Aceh

Diam Iëm

Durian Driën

Ketiak Geutiëk

14

Page 15: Paper Aceh

Kiat Kiët

Niat Niët

Tiap Tiëp

2.3.4 Contoh Bahasa Kata Kerja

No. Aceh Indonesia

1. Eh Tidur

2. Pajoh Makan

3. Jeb Minum

4. Jak Pergi

5. Woe Pulang

6. Meunari Menari

7. Tules Menulis

8. Mageun Masak

9. Bileung Menghitung

10. Deungo Dengar

Kata Benda

No. Aceh Indonesia

1. Driën Durian

2. Kureusi Kursi

3. Hareuta Harta

4. Tameung Tameng

5. Peudang Pedang

6. Serune Kalee Serunai

15

Page 16: Paper Aceh

7. Geundrang Gendang

8. Batee Batu

9. Pending Ikat Pinggang

10. Rumoh Rumah

Kata Sifat

No. Aceh Indonesia

1. Iëm Diam

2. Meu’ah Maaf

3. Got Baik

4. Carong Pintar

5. Beuo Malas

6. Cabak Nakal

7. Tari Cantik

8. Ceudah Ganteng

9. Jeuheut Jahat

10. Takot Takut

Kata Bilangan

No. Aceh Indonesia

1. Sa Satu

2. Duwa Dua

3. Lhèë Tiga

4. Peuët Empat

5. Limong Lima

6. Nam Enam

7. Tujoh Tujuh

16

Page 17: Paper Aceh

8. Lapan Delapan

9. Sekureng Sembilan

10. Siploh Sepuluh

11. Limongloh Lima Puluh

12. Sareutoh Seratus

13. Siribe Seribu

2.4 Sistem Mata Pencaharian

Setiap orang untuk yang hidup memerlukan makanan untuk menyambung

hidupnya. Dalam suku aceh, untuk mendapatkan makanan sebagian besar dari

mereka bekerja sebagai petani dan beternak. Namun, masyarakat yang bermukim di

sepanjang pantai pada umumnya menjadi nelayan, dan tidak sedikit juga yang

berdagang.

Mata pencaharian pokok suku aceh adalah bertani di sawah dan ladang

dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, pala, kelapa dan lain-lain.

Disamping bertani, masyarakat suku aceh juga ada yang beternak kuda, kerbau, sapi

dan kambing yang kemudian untuk dipekerjakan di sawah atau di jual.

Untuk masyarakat yang hidup di sepanjang pantai, umumnya mereka menjadi

nelayan dengan mencari ikan yang kemudian untuk menu utama makanan sehari-hari

atau dijual ke pasar. Bagi masyarakat yang berdagang, mereka melakukan kegiatan

berdagang secara tetap (baniago), salah satunya dengan menjajakan barang

dagangannya dari kampung ke kampung.

2.5 Sistem Pengetahuan

Suku Aceh memiliki sistem pengetahuan yang mencangkup tentang fauna,

flora, bagian tubuh manusia, gejala alam, dan waktu. Mereka mengetahui dan

memiliki pengetahuan itu dari dukun dan orang tua adat.

Pengetahuan yang terdapat dalam suku aceh, yaitu tentang tradisi bahasa

tulisan yang ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi atau Jawoe,

Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu (gambar terlampir). Pada masa

17

Page 18: Paper Aceh

Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan

ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi.

Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh

yang masih bisa membaca huruf Jawi.

Berikut adalah tabel huruf-huruf dalam tulisan Jawi

NamaBentuk huruf

Cara BacaTunggal Awal kata Tengah kata Akhir kata

Alif ا   ا a

Ba ب ب ـب ـب b

Ta ت ت ـت ـت t

Sa ث ث ـث ـث s, (th)

Jim ج ج ـج ـج j

Ha ح ح ـح ـح h, (ḥ)

Ca چ چ ـچ ـچ c

Kha خ خ ـخ ـخ kh

Dal د   ـد d

Zal ذ   ـذ z, (dh)

Ra ر   ـر r

Zai ز   ـز z

Sin س س ـس ـس s

Syin ش ش ـش ـش sy

Sad ص ص ـص ـص s, (ṣ)

Dad ض ض ـض ـض d, (ḍ)

Ta ط ط ـط ـط t, (ṭ)

Za ظ ظ ـظ ـظ z, (ẓ)

Ain ع ع ـعـ ـع awal: a, i, u; akhir: k,

18

Page 19: Paper Aceh

(‘)

Ghain غ غ ـغـ ـغ gh

Nga ڠ ڠـ ـڠـ ـڠ ng

Fa ف ف ـف ـف f

Pa ڤ ڤ ـڤ ـڤ p

Qaf ق ق ـق ـق k, q, (q)

Kaf ک ك ـك ـک k

Ga ݢ ڬـ ـڬـ ـݢ g

Lam ل ل ـل ـل l

Mim م م ـم ـم m

Nun ن ن ـن ن n

Wau و   ـو w, u, o

Va ۏ   ـۏ v

Ha ه ه ـه ه h

Ya ي ي ـيـ ي y, i, e taling

Ye ى   ـى e pepet hujung

Nya ڽ پـ ـپـ ـڽ ny

Hamzah ء   ءawal: gugur; akhir: k,

(’)

ta marbutah ة   ـة t, h, (ṯ)

19

Page 20: Paper Aceh

2.6 Sistem Organisasi Sosial

2.6.1 Status

Pada masa lalu masyarakat suku Aceh mengenal beberapa lapisan

sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu :

golongan keluarga sultan : keturunan bekas sultan-sultan yang pernah

berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah

ampon, dan cut. golongan uleebalang : keturunan dari golongan keluarga sultan.

Biasanya mereka bergelar Teuku. golongan ulama : keturunan pemuka agama. Biasanya mereka bergelar

Teungku atau Tengku. golongan rakyat biasa : keturunan suku aceh biasa.

Sistem organisasi sosial suku Aceh tidak begitu terlihat lagi bila di

bandingkan dengan zaman kemerdekaan. Pelapisan sosial yang terdapat di

Aceh pada zaman sebelum merdeka lebih di dasarkan oleh faktor keturunan.

Setelah kemerdekaan dasar - dasar pelapisan sosial mulai bergeser dan

berubah polanya. Secara umum pelapisan sosial suku Aceh sekarang sebagai

berikut :

Golongan penguasa : terdiri penguasa pemerintah dan penguasa

pegawai negri. Golongan hartawan : terdiri dari pedagang besar, pemilik perkebunan,

dan pemilik ternak. Golongan rakyat : terdiri dari petani miskin, nelayan, buruh, dan

pegawai rendahan.

20

Page 21: Paper Aceh

2.6.2 Sistem Keluarga

Dalam sistem keluarga, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah

keluarga inti dengan prinsip keturunan bilateral. Adat menetap sesudah

menikah bersifat matrilokal. Sedangkan anak merupakan tanggung jawab

ayah sepenuhnya.

2.6.3 Pernikahan

Dalam sistem pernikahan tampaknya terdapat kombinasi antara

budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan

prinsip bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal.

Kerabat pihak ayah mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan

dan perwalian, sedangkan ninik mamak berasal dari kerabat pihak ibu.

Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumoh

tanggo. Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban

memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama

adalah mengasuh anak dan mengatur rumah tangga.

2.6.4 Sistem politik dan pemerintahan

Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong yang

dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah

meunasah yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa

gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang imam mukim.

Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-

pemuka adat dan agama, mengurusi masalah - masalah keagamaan, seperti

hukum atau syariat Islam dikenal sebagai pemimpin keagamaan atau masuk

kelompok elite religius. Oleh karena itu, para ulama ini mengurusi hal-hal

yang menyangkut keagamaan, maka mereka haruslah Ureung Nyang Malem.

Dengan demikian tentunya sesuai dengan predikat / sebutan ulama itu sendiri,

yang berarti para ahli ilmu atau para ahli pengetahuan. Adapun golongan atau

kelompok ulama ini dapat disebutkan, yaitu Imam Mukim, Qadli, Teungku /

teuku.

21

Page 22: Paper Aceh

2.7 Sistem Kesenian

Salah satu tradisi turun temurun yang dilakukan oleh Rakyat Aceh adalah

melakukan aktifitas lewat kesenian. Seni yang dimaksud disini adalah kemampuan

seorang atau sekelompok orang untuk memnampilkan suatu hasil karya dihadapan

orang lain. Dalam konteks masyarakat Aceh dahulu, seseorang yang mempunyai nilai

seni, maka ia akan menjadi sosok yang akan menjadi perhatian. Dalam literature

keacehan, dikenal beberapa jenis kesenian Aceh diantaranya Zikee, seudati, rukoen,

rapai geleng, rapai daboeh, biola (mop-mop), saman, laweut dan sebagainya. Sepintas

lalu, kegiatan seni yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menghibur diri atau

kelompok tertentu. Hal ini dilakukan seperti dalam kegiatan resmi di istana raja, atau

dalam dalam perayaan acara tertentu.

Mengutip pendapat "Ismuha dalam buku Bunga Rampai Budaya Nusantara",

maka Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, seni sastra dan cerita

rakyat. Adapun ciri-ciri tari tradisional Aceh antara lain; bernafaskan islam, ditarikan

oleh banyak orang, pengulangan gerak serupa yang relatif banyak, memakan waktu

penyajian yang relatif panjang, kombinasi dari tari musik dan sastra, pola lantai yang

terbatas, pada masa awal pertumbuhannya disajikan dalam kegiatan khusus berupa

upacara-upacara dan gerak tubuh terbatas (dapat diberi variasi).

Kesenian Aceh dibalut dengan nilai-nilai agama, sosial dan politik. Kenyataan

ini dapat dilihat dalam seni tari, seni sastra, seni teater dan seni suara. Selain itu seni

tari atau seni tradisional Aceh dipengarungi oleh Sosial budaya Aceh itu sendiri. Seni

Aceh dipengaruhi oleh latar belakng adat agama, dan latar belakang cerita rakyat

(mitos legenda). Seni tari yang berlatarbelakang adat dan agama seperti tari saman,

meuseukat, rapai uroh maupun rapai geleng, Rampou Aceh dan seudati. Sementara

seni yang berlatar belakang cerita rakyat (mitos legenda) seperti tari phom bines dan

ale tunjang.

Contoh kesenian :

22

Page 23: Paper Aceh

Seni Lukis : Kaligrafi Arab (gambar terlampir)

Seni kaligrafi Arab merupikan salah satu kesenian yang ada dalam

suku aceh. Melukis kaligrafi ini biasanya dilukis di atas kanvas yang

bertujuan sebagai hiasan dinding di dalam rumah atau mesjid dengan

melukiskan Asmaul Husna dan sebagainya. Kesenian ini banyak terlihat

pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan

sebagainya.

Seni Pahat : Memahat Rumah Adat dan Nisan (gambar tidak terlampir)

Seni pahat yang ada pada suku aceh adalah memahat hiasan pada

rumah adat atau nisan. Seni pahat yang diaplikasikan pada rumah adat

menunjukkan kepemilikan dan status sosial pemiliknya. Sedangkan seni

pahat yang diaplikasikan pada nisan menunjukkan status sosial yang

dikuburkan, dan juga memberikan informasi nama dan tahun serta tanggal

wafat dari tokoh yang dikuburkan.

Seni Musik : Rapai Geleng (gambar terlampir)

Rapai geleng merupakan seni musik yang dilakukan oleh tiga belas

laki-laki/perempuan yang duduk berbanjar, seperti duduk diantara dua

sujud ketika melaksanakan shalat. Masing-masing memegang alat tabuh

sambil bernyanyi bersama. Antara musik dan gerak yang dimainkan

bersenyawa. Awalnya lambat, sedang, setelah beberapa detik berubah

cepat diiringi dengan gerakan kepala yang digelengkan ke kiri dan

kekanan. Mereka menepuk-nepuk tangan dan dada, juga menepuk tangan

dan paha. Ada yang bertindak sebagai pemain biasa, syech dan aneuk

dhiek.

Seni Tari : Tari Saman (gambar terlampir)

Tarian ini merupakan salah satu media untuk pencapaian dakwah.

Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun,

kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. dilakukan dalam posisi

23

Page 24: Paper Aceh

duduk berbanjar dengan irama dan gerak yang dinamis. Suatu tari dengan

syair penuh ajaran kebajikan, terutama ajaran agama Islam.

B A B I I I

P E N U T U P

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil penulisan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh

adalah :

1. Dalam system teknologi suku aceh terdapat barang – benda (material culture),

yaitu 6 alat musik, rumah adat, seni ragam hias, pakaian adat, dan senjata.

2. Pada masyarakat suku aceh sebagian besar memeluk agama islam dan tidak

mengenal dewa-dewa. Maka dari itu terkenal dengan sebutan “Serambi Mekah”

karena menjadi daerah pertama yang menerima ajaran agama islam.

3. Dalam system bahasa suku aceh terdapat dua tingkatan bahasa jika berbicara

dengan orangtua dan jika berbicara dengan teman sebaya. Bahasa aceh

mempunyai 3 tata cara penggunaan bahasa.

4. Sebagian besar masyarakat suku aceh berprofesi sebagai petani dan peternak.

Namun ada juga yang berprofesi sebagai nelayan dan pedagang.

24

Page 25: Paper Aceh

5. Masyarakat suku aceh mengetahui dan memiliki pengetahuan dari dukun dan

orang tua adapt. Pengetahuan yang terdapat dalam suku aceh, yaitu tentang

tulisan dalam huruf arab-melayu yang disebut bahasa jawi/jawoe.

6. Status pada suku aceh masa lalu terdapat 4 golongan, tetapi sekarang hanya ada 3

golongan masyarakat. Dalam system keluarga, bentuk kekerabatan yang

terpenting adalah keluarga inti dengan keturunan bilateral. Pada system

pernikahan terdapat kombinasi antara budaya minangkabau dengan aceh. Dalam

sistem pemerintahan dipimpin oleh imam mukim, qadli dan teungku / teuku.

7. Dalam kesenian pada suku aceh semuanya bernafaskan islam, ditarikan oleh

banyak orang, pengulangan gerak serupa yang relatif banyak, memakan waktu

penyajian yang relatif panjang, kombinasi dari tari musik dan sastra, pola lantai

yang terbatas, pada masa awal pertumbuhannya disajikan dalam kegiatan khusus

berupa upacara-upacara dan gerak tubuh terbatas (dapat diberi variasi).

3.1 SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka diberikan saran-saran yang

sekiranya dapat membantu para pembaca untuk masa mendatang, yaitu agar

kebudayaan yang terdapat dalam suku aceh dapat dijaga dan dilestarikan dengan baik

sehingga tidak hilang warisan dari nenek moyang suku aceh tersebut. Dan seharusnya

kokolot suku aceh mengajarkan kebudayaannya kepada anak-anak mereka sejak dini

agar anak-anak mereka mengetahui betapa banyaknya warisan yang ditinggalkan

oleh nenek moyang mereka.

25

Page 26: Paper Aceh

26