PANGGILAN TANAH AIR

145

Transcript of PANGGILAN TANAH AIR

Page 1: PANGGILAN TANAH AIR
Page 2: PANGGILAN TANAH AIR

PANGGILAN TANAH AIR

Page 3: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 4: PANGGILAN TANAH AIR

PANGGILAN TANAH AIR

Noer Fauzi Rachman, Ph.D

Prakarsa Desa

Page 5: PANGGILAN TANAH AIR

Panggilan Tanah Air

Penulis : Noer Fauzi Rachman, Ph.DPenyelaras bahasa : Haslinda QodariahTata letak : PrasetyoDesain cover : Yayak Adya YatmakaGambar cover : Yayak Adya Yatmaka

Prakarsa Desa(Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan, BP2DK)

Gedung Permata Kuningan Lt 17Jl. Kuningan Mulia, Kav. 9CJakarta Selatan 12910

Jl. Tebet Utara III-H No. 17Jakarta Selatan 10240t/f. +6221 8378 9729m. +62821 2188 5876e. [email protected]. www.prakarsadesa.idCetakan Pertama, 2015

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Noer Fauzi Rachman (penulis) Panggilan Tanah AirCet. 1—Jakarta:144 hal., 14 X 20 cmISBN: 978-602-0873-00-8© Hak Cipta dilindungi undang-undangAll Rights Reserved

Page 6: PANGGILAN TANAH AIR

v

Pengantar Penerbit

Bagaimana nasib desa di masa depan? Apakah setelah terbitnyaUU Desa, yakni UU No. 6 tahun 2014, maka akan dengansendirinya nasib desa berubah, dan akan dengan sendirinya gerakpembangunan menempatkan desa sebagai subyek? Apa dasardari pandangan tersebut? Jika kita yakin akan kerja undang-undang, maka yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakahada dasar dari keyakinan kita tersebut? Bagaimana kondisi desasaat ini? Bagaimana kondisi kampung-kampung dewasa ini?Apakah dalam keadaan ideal? Ataukah desa, kampung dan ataudengan nama lainnya, telah berada dalam suatu situasi yangmembuatnya tidak mudah untuk mengubah arah nasibnya? Jikademikian, apa yang harus dilakukan?

Naskah ini adalah hasil refleksi panjang Noer Fauzi Rachman,

Page 7: PANGGILAN TANAH AIR

panggilan tanah air

vi

Ph.D., seorang guru pendidikan rakyat, yang telah bekerjademikian lama dalam urusan keagrariaan, pedesaan danpemberdayaan masyarakat secara luas. Noer Fauzi Rachman,hendak memperlihatkan suatu keadaan “gawat”, yakni keadaanyang dilukiskannya sebagai keadaan porak-poranda, ketika tanahair Indonesia porak-poranda. Tentu saja naskah ini bukan jenisnaskah yang mengundang kita untuk bersedih meratapikeadaan. Sebaliknya, naskah ini dimaksudkan untukmengundang keterlibatan, mengundang agar kita bersediamenjadi pandu tanah air, sebagaimana yang tertuang dalam laguIndonesia Raya.

Mengapa naskah ini terbit, di dalam rute pembangunan SistemInformasi Desa dan Kawasan (SIDEKA)? Sebagaimana disebutdi atas, bahwa naskah ini dimaksudkan menjadi energi bagi suatusemangat baru. Dengan semangat tersebut, maka sangatdiharapkan lahirnya suatu cara pandang baru, sedemikian rupasehingga SIDEKA tidak diperlakukan hanya sebagai teknologi(aplikasi yang sempit), melainkan menjadi “teknologipemberdayaan” yang baru, dan karenanya disebut sebagai carabaru menghadirkan negara. Untuk karena itu pula, diucapkanterima kasih kepada semua pihak yang mendukung terbitnyanaskah ini, yang kelak akan ditempatkan sebagai bahan pokokpembelajaran bagi para Pandu Desa yang akan menggerakkanpembangunan SIDEKA. Diucapkan terima kasih kepadaDepartement of Foreign Affairs and Trade-DFAT Australia, yangmemungkinkan penerbitan naskah ini. Pun semua pihak, baikdari perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, maupunkomunitas, yang langsung maupun tidak, ikut memberikan

Page 8: PANGGILAN TANAH AIR

pengantar penerbit

vii

kontribusi bagi terbitnya naskah ini, dan juga penyebarannya.Akhirnya, selamat membaca, merenungi nasib bangsa, danmenjawab panggilan kepanduan: menyelamatkan tanah air, danmembawanya kepada masa depan baru, yang lebih baik dan lebihbermakna, sebagaimana maksud dari proklamasi kemerdekaan17 Agustus 1945.

Jakarta, April 2015.

Page 9: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 10: PANGGILAN TANAH AIR

ix

Pengantar Penulis

Sebagai pembuka dari apa yang saya uraikan secara panjanglebar dalam buku ini, mari kita bayangkan apa yang masih seringdibicarakan banyak orang mengenai tanah air kita ini. Biarkandiri dan imajinasi kita bersafari pada keindahan kampung-kampung halaman yang beragam, apakah itu di pulau-pulaukecil, di pantai-pantai, hutan-hutan, ladang-ladang pertanian,permukiman kaki gunung, di dalam hutan dataran tinggi, maupunsabana-sabana? Kemudian tariklah nafas dalam-dalam sembarimemejamkan mata sambil membayangkan semua keindahankeanekaragaman bentang alam itu. Sungguh mempesona dantiada taranya bukan?

Selanjutnya bacalah nyanyian “Rayuan Pulau Kelapa” karyapujangga Ismail Marzuki (1914-1958) berikut ini:

Page 11: PANGGILAN TANAH AIR

x

panggilan tanah air

Tanah Airku IndonesiaNegeri elok amat kucintaTanah tumpah darahku yang muliaYang kupuja sepanjang masa

Tanah airku aman dan makmurPulau kelapa yang amat suburPulau melati pujaan bangsaSejak dulu kala

Melambai-lambai, nyiur di pantaiBerbisik-bisik, raja klanaMemuja pulau, nan indah permaiTanah airku, Indonesia

Ternyata kita bisa juga membaca sambil menyanyikannya.Bagaimanakah rasa takjub dan imajinasi yang ditimbulkannya?Karya dari Ismail Marzuki yang senada adalah “Indonesia TanahAir Beta” berikut ini.

Indonesia tanah air betaPusaka abadi nan jayaIndonesia sejak dulu kalaTetap dipuja-puja bangsa

Di sana tempat lahir betaDibuai dibesarkan bundaTempat berlindung di hari tuaSampai akhir menutup mata

Page 12: PANGGILAN TANAH AIR

xi

pengantar penulis

Satu lagi, mari kita pelajari lagu “Tanah Airku” karya pujanggalain Saridjah Niung Bintang Soedibio (1908-1993), yang lebihterkenal dengan panggilan Ibu Sud.

Tanah airku tidak kulupakanKan terkenang selama hidupkuBiarpun saya pergi jauhTidakkan hilang dari kalbuTanahku yang kucintaiEngkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalaniyang masyhur permai dikata orangTetapi kampung dan rumahkuDisanalah ku m’rasa senangTanahku tak kulupakanEngkau kubanggakan

Betapa istimewanya bila kita bisa menyanyikan dengan perlahandan penuh perasaan lagu itu. Lagu Ibu Sud di atas berusahamenggambarkan masyhur dan permainya Indonesia kepadaorang yang telah atau sedang berkelana di negeri orang. Merekayang telah jauh bertualang, menjelajah berbagai negeri danmenyeberangi berbagai lautan, akhirnya sadar bahwa tidak adanegeri yang lebih indah yang bisa ditemukan selain negerinyasendiri: Indonesia. Maka, sekali pun mungkin menetapselamanya di negeri orang, tidak akan hilang tanah air tersebutdari kalbunya, malahan membangga-banggakannya pada siapapun yang ia temui.

Page 13: PANGGILAN TANAH AIR

xii

panggilan tanah air

Generasi saya mempelajari lagu-lagu itu melalui mata pelajaran“Seni Suara” semasa kami berada di Sekolah Dasar (SD) di tahun1970-an, dan melalui acara televisi. Saat itu kami baru mengenaltelevisi sebagai produk teknologi baru dan menjadi sumbermedia hiburan yang segera saja populer di kalangan anak-anak.Pada saat itu, menyanyi menjadi salah satu acara idaman kami diTelevisi Republik Indonesia (TVRI) dengan pengarah acara A.T.Mahmud dan pengasuh acara Ibu Mul untuk “Lagu Pilihanku”dan Ibu Fat untuk “Ayo Menyanyi”. Kedua acara itu diiringi olehIbu Meinar yang memainkan piano. Acara lomba menyanyi punsemarak di Radio Republik Indonesia (RRI) maupun radio-radioswasta. Karena di sekolah, siaran TVRI, RRI maupun radio-radioswasta sering memperdengarkan berbagai nyanyian seperti itu,kami pun menjadi pandai menyanyikannya.

Siapakah di antara para orang tua yang bisa ditanyakan situasidan pengaruh dari pengajaran menyanyi dan siaran-siaran itu?Siapakah kini yang masih sering melantunkan lagu-lagu itu? Atau,di manakah kita masih dapat mendengarkan lagu-lagu itusekarang? Seolah semuanya sudah hilang dan terlupakan begitusaja. Dimana kita bisa temukan tanda-tanda jejak bahwa kitapernah memiliki imaji bersama tentang apa itu tanah air,sebagaimana tergambar begitu mempesona dalam lagu-lagu diatas.

Memulai dengan pembukaan tersebut, naskah buku ini hendakmengangkat tema tanah air sebagai kampung halaman rakyat.Bukan “tanah air” sebagai imaji ideal yang simbolik, umum danabstrak, yang dijadikan rujukan dalam romantisme atas alam yang

Page 14: PANGGILAN TANAH AIR

xiii

pengantar penulis

indah melalui tamasya. Tanah air yang saya maksudkan di siniadalah tempat nyata dimana rakyat Indonesia benar-benar hidupdan mempertahankannya.

Sudah lebih dari seperempat abad saya belajar dan menjadi saksidari porak-porandanya tanah air melalui “perampasan-perampasan tanah” yang nyata di kampung-kampung halamanrakyat di seantero Nusantara. Salah satu tonggak penting yangtidak bisa saya lupakan adalah Lokakarya Advokasi Kasus-KasusPertanahan, 8-11 November 1993, yang diselenggarakan secarabersama oleh Yayasan Sintesa - Kisaran, LBH Pos - BandarLampung, Lembaga Pengembangan Pendidikan Pedesaan (LPPP)- Bandung, Lembaga Kajian Hak-hak Masyarakat (LEKHAT) -Yogyakarta, dan Yayasan Manikaya Kauci - Denpasar. Pertemuanitu dihadiri oleh lebih 100 aktivis agraria dari lebih tujuh puluh(70) kelompok/lembaga, dan menghasilkan sebanyak 27 naskahyang mengungkapkan pengalaman advokasi dan pengorganisasirakyat di kasus-kasus pertanahan. Naskah-naskah ini kemudiandibukukan dalam Benny K. Harman dkk (1995), dan Noer Fauzidan Boy Fidro (1998). Hingga kini saya masih terus mempelajarisituasi porak-porandanya tanah air rakyat akibat perampasan-perampasan tanah. Saat mengedit akhir naskah ini, saya barusaja selesai pulang dari Banda Aceh, setelah bersama pengacaradan paralegal Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Acehmempelajari karakteristik empat kasus konflik agraria yangtersebar di empat kabupaten sehubungan dengan perluasanwilayah konsesi perusahaan-perusahaan perkebunan kelapasawit. Kasus-kasus itu penting dipelajari dalam konteks provinsiNanggroe Aceh Darussalam (NAD) berstatus wilayah “Otonomi

Page 15: PANGGILAN TANAH AIR

xiv

panggilan tanah air

Khusus” sebagai hasil dari Nota Kesepahaman antara PemerintahRepublik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yangditandatangani di Helsinki, 2005. Apakah semaraknya demokrasipolitik yang terbuka, dan pengaturan pembagian kewenanganpemerintah Pusat dan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalamdapat menyelesaikan konflik-konflik agraria dengan mengakuiklaim-klaim rakyat dan memulihkan situasi tanah air kampunghalamannya yang porak poranda itu.

Buku kecil ini hendak mengajak kita semua membuka matamelihat situasi sebagian dari tanah air, kampung halaman tempathidup rakyat di desa-desa, di seantero Nusantara (nusa – antara,artinya gugusan pulau-pulau). Saya merasa tugas utama bukukecil ini adalah, pertama-tama, menunjukkan perlunya kitamemperhatikan bagaimana reorganisasi ruang untuk meluaskancara/sistem produksi kapitalis yang menghasilkan komoditas-komoditas global. Selanjutnya, naskah ini akan berhasilmenjalankan tugasnya, bila pembaca dapat mengidamkan danmembayangkan suatu cara pengabdian untuk memperbaikisituasi tanah air kampung halaman rakyat.

Saya menyampaikan terima kasih kepada Gunawan Wiradi, RoemTopatimasang, Mia Siscawati, Hendro Sangkoyo, Hilmar Farid,R. Yando Zakaria, Dadang Juliantara, Haslinda, Yuslam Fikri,Rachmi Diyah Larasati, Sandra Moniaga, Abdon Nababan, UsepSetiawan, Ahmad Nashih Luthf i, Eko Cahyono, BosmanBatubara, Iwan Nurdin, Dewi Kartika, Siti Maimunah, SitiRachma Herwati, Samuel Pangerapan, Raharja Waluya Jati,Ignatius Kristanto, Yohanes Krisnawan, Isnaini, Paskah Irianto,

Page 16: PANGGILAN TANAH AIR

xv

pengantar penulis

Budi Supriatna, Sapei Rusin, dan banyak teman lain yangtertinggal di daftar dan tidak bisa saya masukkan dalam daftaritu, termasuk semua yang telah mengundang sayamenyampaikan ceramah/kuliah dan mereka yang menyampai-kan pertanyaan, komentar kritis, dan pujian untuk ceramah-ceramah saya di berbagai tempat dan kesempatan yang berbeda-beda.

Terima kasih khusus pada Hendro Sangkoyo yang mengijinkanpenggunaan karyanya untuk dimuat di bab V, Parakitri T.Simbolon yang mengijinkan pemuatan ringkasan yang dibuatnyaatas Tan Malaka, Hatta dan Sukarno untuk Lampiran 1a, 1b, dan1c. Tidak lupa juga banyak terima kasih untuk Haslinda untukmemeriksa dan memperbaiki tata bahasa dan kalimat naskahbuku ini. Istri saya tercinta, Budi Prawitasari, dan kedua putrakami, Tirta Wening dan Lintang Pradipta, berkorban tidak terkirauntuk keleluasaan yang saya dapatkan selama ini, termasukuntuk menuliskan naskah ini. Saya tidak tahu caramenyampaikan terima kasih yang layak untuk pengorbanan yangmereka berikan. Pengabdian saya untuk rakyat dan tanah airIndonesia adalah pengabdian kalian juga.

Terakhir rasa terima kasih kepada penerbit yang mengusahakanmembuat buku ini sampai ke tangan pembaca sekalian. Selamatmenikmati.

Studio Tanah Air Kita,Bogor, 2015

Page 17: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 18: PANGGILAN TANAH AIR

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum,kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada

pada diri mereka”(Al Quran, surah Ar-Ra’d ayat 11)

Page 19: PANGGILAN TANAH AIR
Page 20: PANGGILAN TANAH AIR

xix

Daftar Isi

Pengantar Penerbit ~~ v

Pengantar Penulis ~~ ix

I. Pembuka ~~ 1

II. Situasi Umum Tanah Air Kita ~~ 5

III. Reorganisasi Ruang ~~ 15

IV. Merasani “Kutukan Kolonial” ~~ 25

V. Masa Depan Tanah Air, Tanah Air Masa Depan ~~ 39VI. Penutup: Panggilan Ideologis untuk Pandu ~~ 57

Lampiran-lampiran

0 Tan Malaka (1925) Naar de “Republiek Indonesia” ~~ 650 Mohammad Hatta (1932) Ke Arah Indonesia Merdeka ~~

760 Soekarno (1933) ”Mencapai Indonesia Merdeka” ~~ 88

Page 21: PANGGILAN TANAH AIR

panggilan tanah air

xx

0 Naskah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 ~~ 1030 Pidato Soekarno Memproklamasikan Kemerdekaan

Republik Indonesia 17 Agustus 1945 ~~ 1050 Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia

~~ 1070 Lirik Lagu “Indonesia Raya” versi asal (1928) ~~ 1100 Lirik Lagu Kebangsaan Indonesia Raya versi Resmi

(1958, 2009) ~~ 1120 Lirik Lagu Kebangsaan Indonesia Raya versi Resmi

(dengan Ejaan Yang Disempurnakan) ~~ 114

Daftar Pustaka ~~ 117

Page 22: PANGGILAN TANAH AIR

1

- I -Pembuka

Naskah ini dibuat dalam situasi di mana banyak orang Indonesiasudah terbiasa dan dibiasakan memenuhi kebutuhan hidupnyamelalui transaksi jual beli. Semua cenderung menganggaptransaksi jual-beli itu normal dan alamiah. Lebih dari itu, untukberhasil memenuhi kepentingan memperoleh pendapatan ataukeuntungan, cara jual beli merupakan sesuatu yang sudah lazimditempuh. Pasar pun dianggap penyedia kesempatan. Di Indo-nesia sekarang ini kita tidak memiliki rujukan yang otoritatifmengenai batas apa-apa yang boleh atau tidak boleh diperjual-belikan. Bukankah demikian?

Berbeda dengan mereka yang menganggap pasar sebagaikesempatan, saya hendak menunjukkan sisi lain dari pasarsebagai mekanisme yang sering dianggap normal, alamiah dansudah seharusnya demikian itu. Jarang orang memikirkan secarasungguh-sungguh bagaimana pasar pada mulanya dibentuk olehperusahaan raksasa dan dengan cara bagaimana perusahaan-perusahaan raksasa pada mulanya memperoleh modal untukproduksi barang-barang dagangan yang kemudian dipasarkan.

Page 23: PANGGILAN TANAH AIR

2

panggilan tanah air

Naskah ini berangkat dari pengalaman-pengalaman saya, selamahampir tiga puluh tahun, menyaksikan bagaimana rakyatmenghadapi operasi-operasi kekerasan, yang dijalankan olehberbagai kekuatan, dalam rangka menciptakan modal bagiperusahaan-perusahaan raksasa. Terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan,kehutanan, dan perkebunan untuk membangun sistem produksikapitalisme, yang menghasilkan barang dagangan untukdiperjualbelikan di pasar bagi sebesar-besar keuntunganperusahaan.

Operasi kekerasan yang dimaksud di atas terutama mencakuppelepasan hubungan kepemilikan rakyat terhadap tanah, sumberdaya alam dan wilayah, perubahan secara drastis tata guna daritanah, sumber daya alam dan wilayah, serta perubahan posisikelas dari rakyat dalam hubungannya dengan keberadaan sistemproduksi baru yang berdiri dan bekerja atas tanah, sumber dayaalam dan wilayah itu. Operasi kekerasan itu, selain menghasilkanmodal bagi perusahaan-perusahaan untuk pertama kalinya,sesungguhnya di kalangan rakyat melahirkan ketegangan hinggapertengkaran sosial, dislokasi sosial hingga migrasi, bahkanperasaan tercerabut yang dapat melahirkan protesberkelanjutan. Namun sebagian besar rakyat mengalah dankalah. Mereka menyingkir, atau meninggalkan kampunghalamannya, dan tidak lagi bisa mengandalkan hidup dari tanah,sumber daya alam, dan wilayah yang telah dikapling perusahaan-perusahaan itu. Ada sedikit saja rakyat yang berhasilmempertahankan diri atau menghalau perusahaan-perusahaanyang mengkapling tanah-tanah mereka itu.

Page 24: PANGGILAN TANAH AIR

3

pembuka

Bagaimana sesungguhnya kita menyikapi semua ini? Pendekkata, naskah ini bermaksud menggugah bagaimana kita bersikapmenghadapi porak-porandanya tanah air, kampung halamanrakyat akibat reorganisasi ruang untuk perluasan cara/sistemproduksi kapitalisme yang menghasilkan komoditas-komoditasglobal. Lebih lanjut, saya berharap naskah ini dapat membuatkita mengidamkan, memikirkan, dan merintis usaha-usahamemulihkan rakyat dan alam yang porak-poranda itu. Terbukakemungkinan rakyat memilih dan menjadikan kampung ataudesa (apapun namanya) sebagai tempat berangkat dan sekaligustujuan pengabdian. Kita berangkat dari apa yang pernahdikemukakan Muhammad Yamin dalam perdebatan pembuatanpasal 18-B UUD 1945, yakni:

“... kesanggupan dan kecakapan bangsa Indonesia dalammengurus tata negara dan hak atas tanah sudah munculberibu-ribu tahun yang lalu, dapat diperhatikan padasusunan persekutuan hukum seperti 21.000 desa di PulauJawa, 700 Nagari di Minangkabau, susunan NegeriSembilan di Malaya, begitu pula di Borneo, di tanah Bugis,di Ambon, di Minahasa, dan lain sebagainya.”

Page 25: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 26: PANGGILAN TANAH AIR

5

- II -Situasi Umum Tanah Air Kita

Masalah agraria dan pengelolaan sumber daya alam bangsa In-donesia secara umum pernah dirumuskan secara sederhana olehelite pemerintahan nasional di zaman Reformasi melaluiKetetapan MPR RI No. IX/MPRRI/2001 tentang PembaruanAgraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, sebagai berikut: (i)ketimpangan (terkonsentrasinya) penguasaan tanah dansumber daya alam di tangan segelintir perusahaan, (ii) konflik-konflik agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang meletusdi sana-sini dan tidak ada penyelesaiannya, dan (iii) kerusakanekologis yang parah dan membuat layanan alam tidak lagi dapatdinikmati rakyat.1 Tiga golongan masalah ini sayangnya diabaikanoleh banyak pejabat publik dan sama sekali tidak diurus secaraserius oleh presiden-presiden, menteri-menteri dan para pejabatyang berhubungan dengan masalah agraria dan pengelolaansumber daya alam, serta para pejabat pemerintahan daerah.

Rakyat Indonesia di desa-desa selayaknya menyambut abad XXIdengan penuh kegembiraan dan optimisme, namun padakenyataannya tidaklah demikian. Banyak kelompok rakyat miskin

Page 27: PANGGILAN TANAH AIR

6

panggilan tanah air

di banyak desa, di pinggir kota, di dataran tinggi, di pedalamanmaupun di pesisir dari pulau-pulau, dilanda rasa risau dan kuatir.Rakyat pedesaan menanggung beban berat secara kolektifsehubungan dengan akses pada tanah pertanian, hutan, danlingkungan hidupnya semakin hari menyempit, produktivitasnyasemakin hari merosot, lingkungan ekosistemnya semakin harisemakin tidak mendukung kehidupan, dan secara relatifkesejahteraannya menurun.

Konsentrasi penguasaan tanah, nilai tukar pertanian yangrendah, konversi tanah-tanah pertanian ke non-pertanian,perkembangan teknologi produksi, dan pertumbuhan pendudukmiskin, telah membuat akibat yang nyata pada jumlah rumahtangga petani dan luas total pertanian rakyat. Data sensuspertanian 2013 menunjukkan rumah tangga pertanian di Indo-nesia mencapai 26,13 juta, yang berarti telah terjadi penurunansebesar 5 juta rumah tangga pertanian, dibandingkan denganhasil sensus pertanian 2003.

Secara retorik, setiap satu menit satu rumah tangga petani hilang,berganti pekerjaan dari pertanian. Bila kita lihat lebih jauh, sepertiditunjukkan oleh Khudori (2014) laju konversi lahan pertanianrakyat mencapai angka 110.000 ha/tahun (pada rentang 1992-2002), dan bahkan melonjak 145.000 ha/tahun pada periode2002-2006, serta 200.000 ha/per tahun pada periode 2007-2010.Bila ambil saja rata-rata konversi 129.000 ha/tahun, maka secararetorik setiap menit, sekitar 0,25 hektar tanah pertanian rakyatberubah menjadi lahan non-pertanian.

Page 28: PANGGILAN TANAH AIR

situasi umum tanah air kita

7

Arus pengurangan jumlah petani dimulai sejak pertengahan abad20 yang lalu, dan diperhebat dalam dekade yang lalu di Indone-sia. Secara umum, kesempatan kerja di sektor pertanian semakinsempit dari tahun ke tahun, dibanding dengan mereka yangmembutuhkan pekerjaan. Minat bekerja pada bidang pertanianjuga semakin menipis. Banyak sekali lapisan orang miskin dipedesaan, yang mayoritas tidak bertanah dan tidak bisamenikmati sekolah tinggi, harus mengambil risiko denganmemilih pergi ke luar desa untuk mendapatkan pekerjaan melaluikerja migran, di kota-kota provinsi, metropolitan hingga ke luarnegeri. Sebagian besar rakyat pekerja migran ini sesungguhnyaberhasil memperoleh upah kerja yang lebih baik, mengirimkanpendapatannya ke desa, dan kemudian menjadi daya tarik bagipemuda-pemudi desa generasi berikutnya untuk mengikutimereka. Di sana sini, pengalaman pahit hidup kerja sebagaimigran, mulai kondisi kerja yang tidak layak, penipuan,diskriminasi hingga kekerasan, umumnya dipersepsi sebagainasib buruk, yang tidak mampu mencegah rombongan lain untukpergi.

Dunia pertanian dan hidup di desa bukanlah masa depan yangmenjanjikan bagi pemuda-pemudi, padahal masa depanpertanian rakyat bergantung pada siapa yang akan bertani(White 2011, 2012). Kaum paling miskin bekerja menjadi kelasterendah dalam sektor informal dan hidup di komunitas-komunitas pondok dalam wilayah-wilayah kumuh dan marjinaldi kota-kota (Jellinek 1977). Mereka mudah sekali berpindah-pindah menjadi sesuatu yang diistilahkan oleh Jan Bremansebagai footloose labor (Breman 1977).

Page 29: PANGGILAN TANAH AIR

8

panggilan tanah air

Semakin tinggi pendidikan orang desa, semakin kuat pulamotivasi dan dorongan untuk mereka meninggalkan desanya.Desa ditinggalkan pemuda-pemudi yang pandai, termasuk untukmengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Mereka inilah yangsemakin memenuhi kota-kota kabupaten, provinsi dan metro-politan. Mereka yang berhasil menjadi kelas menengah di kota-kota tidak kembali ke desa, menjadi konsumtif, dengan membeli/menyewa tanah dan rumah untuk tinggal di pinggiran kota, sertamotor dan mobil baru untuk transportasi, yang pada gilirannyamembuat infrastuktur jalan di kota-kota provinsi dan metropoli-tan tidak lagi memadai. Di kota-kota metropolitan, terjadi macetdi mana-mana setiap pagi pada jam pergi menuju pusat kota danjam pulang menuju pinggiran kota.

Sejarawan terkenal, Eric Hobsbawm dalam karyanya yangterkenal, Age of Extremes, membuat deklarasi bahwa “the mostdramatic change in the second half of this century, and the onewhich cuts us forever from the world of the past, is the death ofthe peasantry”. Artinya, “perubahan paling dramatis dalamparuh kedua abad (kedua puluh) ini, yang untuk selamanyamemisahkan kita dari dunia masa lampau, adalah kematianpetani” (Hobsbawm, 1994:288-9). Istilah untuk berkurangnyajumlah orang desa yang bekerja sebagai petani, yang dibuat olehpara sarjana peneliti masalah agraria , adalah depeasantization(Araghi 1995, McMichael 2014). Ini untuk menunjukkanbagaimana berbagai kekuatan ekonomi politik bekerja padatingkat global sehingga menghasilkan kecenderunganpengurangan jumlah kelas petani di pedesaan, dan semakinkecilnya pengaruh pedesaan pada kehidupan rakyatnya. Lebih

Page 30: PANGGILAN TANAH AIR

situasi umum tanah air kita

9

lanjut, ahli agraria lain membuat istilah deagrarianization(Bryceson 1996) untuk menunjukkan semakin kecilnya andilkerja-kerja dari dunia agraris bagi ekonomi rakyat, perubahanorientasi hidup, identifikasi sosial, dan perubahan lokasi hidup.

Tidak dipungkiri bahwa semua itu dilakukan dalam rangkamenciptakan suatu cara hidup baru dengan gaya perkotaanmodern (urban modernity), yang banyak dianggap sebagaikeniscayaan yang harus ditempuh. Henri Lefebrve (1970/2003)menyebutnya sebagai urban revolution, bahwa masyarakat glo-bal sekarang ini sedang mengalami proses urbanisasi danmasyarakat perkotaan sekarang ini terbentuk sebagai hasilproses urbanisasi. Ia memaksudkan bahwa ini bukan sekadarperubahan lokasi hidup di kota-kota, melainkan seluruh carahidup, berpikir dan bertindak yang berbeda secara total.Kampung halaman rakyat di desa-desa porak-poranda untukmelayani cara hidup masyarakat perkotaan, termasuk kaum elitekaya yang hidup di kota-kota yang berjaringan satu sama lain,termasuk dengan dihubungkan oleh lapangan terbang, mobildan jaringan jalan highway, hotel, pusat perbelanjaan danperumahan gated-communities, hingga kantor-kantorperusahaan maupun pemerintahan di pusat kota metropolitan.Elite perkotaan kita ini hidup di metropolitan cities seperti Jakarta,Surabaya, Denpasar, Makasar, Medan, hingga Singapura, danbersama-sama dengan elite perkotaan di negara-negara pascakolonial lain dalam jaringan dengan kota-kota New York, Lon-don, dan Tokyo, dan sebagainya (Sassen 2001, 2005, Roy andOng 2011).

Page 31: PANGGILAN TANAH AIR

10

panggilan tanah air

Saya bukan akan membahas sisi modernisasi yang menterengitu. Sisi lain dari cara perluasan sistem-sistem produksi komoditasgloballah yang akan kita bahas, khususnya cara perluasan melaluikonsesi-konsesi proyek pertambangan, kehutanan,perkebunan, infrastruktur, dll. Produktivitas rakyat yang hidupdi lokasi-lokasi sasaran perluasan itu sesungguhnya diabaikandan sama sekali tidak diperhitungkan, apalagi dihargai. Ceritadan berita mengenai penghancuran kehidupan yangsebelumnya melekat pada tempat sistem-sistem produksi baruitu tidak dimasukkan dan dimuat dalam naskah-naskah resmi dikantor-kantor pemerintah. Sebaliknya, pemerintahmenyampaikan keharusan-keharusan bagaimana kebijakan danfasilitas pemerintah diarahkan untuk mempermudah paraperusahaan raksasa (biasa disebut: investor!) bekerja untukmemperbesar kapasitas produksi komoditas-komoditas global,mensirkulasikannya, dan menjualbelikan sedemikian rupasehingga menghasilkan keuntungan dan penumpukankekayaan.

Ketika naskah ini ditulis, saya membaca berita di Koran Kompasedisi 18 April 2015 “Konflik Lahan Adat Meningkat”. Suryati,Sekretaris Pelaksana Kelompok Studi dan PengembanganPrakarsa Masyarakat (KSPPM) yang menjadi narasumber beritaitu melaporkan bahwa sejak tahun 2003 hingga 16 April 2015,terdapat setidaknya konflik lahan antara 18 komunitas adatdengan PT Toba Pulp and Paper yang beroperasi di kawasanToba. “Setidaknya konflik itu melibatkan 3.777 keluarga atau17.722 jiwa di lahan seluas 26.560,398 hektar di KabupatenHumbalang Hasundutan, Tapanuli Utara, Samosir, Toba Samosir,

Page 32: PANGGILAN TANAH AIR

situasi umum tanah air kita

11

Dairi, dan Simalungun.” (Kompas “Konflik Lahan AdatMeningkat” 18 April 2015). Perlu diketahui bahwa PT TPLmemperoleh lisensi izin pemanfaatan lahan untuk HutanTanaman Industri melalui SK Menhut nomor 58/2011 untuk lahanseluas 188.000 hektar. Izin ini merupakan pembaruan atas SKMenhut 493/1992 hektar untuk lahan seluas kurang lebih269.000 hektar atas nama PT Inti Indorayon Utama (IIU).

Kasus konflik lahan di wilayah ini bukan hanya 18 kasus itu. Ke-18kasus itu adalah mereka yang bertahan hingga saat ini. Banyakkomunitas yang sudah kalah dan mengalah terhadap PT TPL atauPT IIU.2 Konflik-konflik lahan di wilayah ini sudah berlangsungdalam jangka waktu yang panjang, semenjak PT IIU bekerja disana mendapatkan lisensi pembalakan kayu (Hak PengusahaanHutan/HPH) dari Menteri Kehutanan seluas 100.000 hektar padatanggal 23 Oktober 1984 dengan jangka waktu pengusahaan 20tahun.

Baru-baru ini di akhir tahun 2003, saya memiliki satu kesempatanistimewa mengunjungi salah satu dari konflik-konflik lahan itu,yakni yang terjadi di kampung Naga Hulambu, kabupatenSimalungun. Saya bertemu dan mendengar cerita bagaimanaseorang ibu (inang) memimpin rakyatnya mempertahankantanah air mereka dengan cara mengusir kontraktor-kontraktorPT TPL yang telah, sedang, dan akan menghabisi kebun-kebunmereka yang dipenuhi oleh pohon kayu, buah-buahan maupunsayur-sayuran.

Secuplik cerita satu kasus konflik agraria ini dimaksudkan untuk

Page 33: PANGGILAN TANAH AIR

12

panggilan tanah air

menunjukkan masalah tanah air rakyat yang kronis. Lebih dariitu, sinyalemen mengenai sebaran konflik agraria di seanteroNusantara sudah menujukkan luasannya di seantero Nusantara(Konsorsium Pembaruan Agraria 2014).3 Di sini saya tidak akanmemperpanjang cerita-cerita kasus semacam itu. Di naskah ini,saya akan mengarahkan penjelasan mengenai sebab utama dariporak-porandanya rakyat dan tanah airnya, yang berlangsungsecara sistemik, sebagai akibat dari reorganisasi ruang untukperluasan cara/sistem produksi kapitalisme untuk menghasilkankomoditas-komoditas global.

Catatan Akhir

1 Satu mandat utama dari TAP MPR ini adalah penyelesaianpertentangan, tumpang tindih dan tidak sinkronnya berbagaiperundang-undangan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yangberlaku. Ironisnya tidak ada satupun Presiden Republik Indonesia yangmenjalankan arah kebijakan dan mandat yang termuat di dalamKetetapan MPR itu. Semenjak dibentuknya Mahkamah Konstitusi padatahun 2003 melalui UU Nomor 24/2003 sudah cukup banyak undang-undang agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang telah diujikonstitusionalitasnya, dan sebagian telah dibatalkan karena tidak sesuaidengan UUD 1945 yang berlaku. Yang terbanyak diuji adalah Undang-undang No. 41/1999 tentang Kehutanan. Yang baru saja dibatalkan adalahUndang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan SumberDaya Air. Air sebagai sumber daya yang vital tidak boleh diswastakan,dan harus dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat.

2 Pertama kalinya saya membaca satu kasus dari wilayah ini melaluibuku Ibrahim Gidrach Zakir (1980) Dari Jenggawah ke Siria-ria: SebuahPeneguhan Sikap di Hadapan Pengadilan Mahasiswa, yang diterbitkan

Page 34: PANGGILAN TANAH AIR

situasi umum tanah air kita

13

di Bandung oleh Badan kerjasama Pembelaan Mahasiswa Indonesia.Buku ini adalah Pledoi Ibrahim Gidrach Zakir, salah seorang mahasiswayang dipenjarakan oleh rezim militer Orde Baru karena tuntutan merekaagar Soeharto mundur dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia.Kasus ini telah menjadi perhatian para pekerja hak asasi manusia sejakakhir ahun 1989. Saya membacanya di YLBHI (1990), Laporan KeadaanHak Asasi Manusia di Indonesia 1989. Naskah akademik terbaik mengenaiperjuangan agraria di sana, termasuk yang digerakkan oleh ibu-ibuSugapa, adalah Simbolon, Indira Juditka 1998 Peasant Women and Accessto Land; Customary Law, State Law and Gender Based Ideology; The Caseof the Toba - Batak (North Sumatra). PhD thesis in Wageningen University.

3 Salah satunya dibuat oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)yang melaporkan bahwa sepanjang tahun 2014 sedikitnya telah terjadi472 konflik agraria di seluruh Indonesia dengan luasan konflik mencapai2.860.977,07 hektar. Konflik-konflik ini melibatkan sedikitnya 105.887kepala keluarga (KK). Data KPA memperlihatkan konflik agraria tertinggipada tahun ini terjadi pada proyek-proyek infrastruktur, yaitu sebanyak215 konflik agraria (45,55%) di sektor ini. Selanjutnya ekspansi perluasanperkebunan skala besar menempati posisi kedua yaitu 185 konflik agraria(39,19%), dilanjutkan oleh sektor kehutanan 27 (5,72%), pertanian 20(4,24%), pertambangan 14 (2,97%), perairan dan kelautan 4 (0,85%),lain-lain 7 konflik (1,48%). Dibandingkan tahun sebelumnya, terjadipeningkatan jumlah konflik sebanyak 103 atau meningkat 27,9% daritahun 2013. Secara kumulatif selama 10 tahun masa pemerintahan SBY(2004-2014) setidaknya telah terjadi 1.520 konflik agraria di seluruhwilayah Republik Indonesia, dengan luasan areal konflik seluas6.541.951,00 hektar dan melibatkan lebih dari 977.103 kepala keluarga(KK), yang harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflikberkepanjangan. Dapatlah dikatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahunterakhir ini rata-rata hampir dua hari sekali terjadi konflik agraria (KPA,2014).

Page 35: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 36: PANGGILAN TANAH AIR

15

- III -Reorganisasi Ruang

Secara gamblang saya mengajak pembaca melihat sebagiansituasi rakyat dan tanah airnya yang porak-poranda itu sebagaibagian akibat dari reorganisasi ruang yang digerakkan olehkekuatan-kekuatan yang memperluas sistem-sistem produksikapitalis. Sebagai suatu sistem produksi yang mendasarkan padapemisahan antara pemilik dan pekerja, serta manajer pengelolaproduksi, dan yang senantiasa berorientasi untukpelipatgandaan keuntungan si pemilik, mesin-mesin industrinyaharus terus bergerak memproduksi tak henti-henti untukmenghasilkan komoditi atau barang dagangan secara standardan massal. Barang dagangan atau komoditi itu kemudiandisirkulasikan sedemikian rupa sehingga bisa sampai padakonsumen.

Seperti diuraikan secara padat oleh Schumpeter (1944/1976:82-83), sebagai suatu sistem ekonomi yang khusus, kapitalisme tidakpernah statis tapi sangat dinamis. Perubahan yang dihasilkanoleh kapitalisme bukan hanya dikarenakan fakta bahwakehidupan ekonomi berlangsung dalam suatu lingkungan sosial

Page 37: PANGGILAN TANAH AIR

16

panggilan tanah air

dan alam yang berubah. Memang penting juga melihat pengaruhkekuatan politik dan segala pergolakan yang timbul dari padanyapada perubahan industrial, akan tetapi semua itu bukanlahpenggerak utamanya. Tidak pula hanya karena pengaruh yangbegitu rupa dari ilmu dan jumlah modal yang diinvestasikan, atauoleh pengaruh khusus dari sistem-sistem moneter, yangsemuanya memang benar berpengaruh. Dorongan pokok yangmembentuk dan menggerakkan mesin kapitalis sesungguhnyaberasal dari kemampuannya membuat rakyat mengkonsumsibarang-barang yang baru, yang dimungkinkan melalui cara-caraproduksi baru, transportasi baru, pasar-pasar baru, danmanajemen organisasi industrial baru.

Barang-barang dagangan selalu harus dibeli dan rakyat kitadipacu untuk terus menjadi konsumen belaka. Mekanisme-mekanisme baru untuk memperbesar konsumsi terus-menerusdiperbarui: yang lama diganti dan yang baru diciptakan.Kapitalisme akan mati bila tidak ada yang membeli barangdagangan (komoditi) yang mereka hasilkan. Dari hari ke hari,sistem produksi kapitalis terus-menerus menghasilkan barang-barang baru, termasuk untuk menggantikan barang-barangdagangan yang dihasilkan oleh sistem produksi non-kapitalis.Saat ini, kita lihat kenyataan bahwa selera rakyat dibentuk melaluiiklan dan gaya hidup konsumtif yang mampu membangkitkangairah mengidamkan dan membeli barang-barang baru. Upayapembiasaan membeli pun digencarkan melalui iklan-iklan TV,radio, billboard hingga penjualan di mall-mall, supermarket dikota-kota hingga minimarket dan toko-toko di kelurahan/desa-desa, serta situs-situs maya yang menawarkan secara online.

Page 38: PANGGILAN TANAH AIR

reorganisasi ruang

17

Demikianlah, ekspansi sistem produksi kapitalis memerlukanreorganisasi ruang (spatial reorganization) yang khusus agarcara/sistem produksi kapitalisme bisa meluas secara geografis(geographic expansion). Istilah yang dimaksudkan di sini lebihluas maknanya dari istilah yang disebut oleh pemerintah sebagai“penataan ruang”. Secara umum, yang dimaksudkan denganistilah ruang dalam “reorganisasi ruang” di sini mencakup: (a)ruang imajinasi dan penggambaran, termasuk perancanganteknokratik yang diistilahkan master plan, grand design, dansebagainya; (b) ruang material, tempat kita hidup; dan (c) praktik-praktik keruangan dari berbagai pihak dalam membuat ruang,memanfaatkan ruang, memodifikasi ruang, dan melenyapkanruang, dalam rangka berbagai upaya memenuhi keperluan,termasuk mereka yang berada dalam posisi sebagai bagiannegara, atau korporasi, atau rakyat.1

Reorganisasi ruang dilakukan terus-menerus oleh kekuatan yangbermaksud melipatgandakan keuntungan perusahaan-perusahaan kapitalis. Keuntungan itu pada dasarnya diperolehdari privatisasi tanah dan sumber daya alam, pemisahan antarapenghasil dan pemilik barang yang dihasilkan, dan eksploitasitenaga kerja untuk menghasilkan barang dagangan yang bernilaitambah. Komoditas atau barang dagangan yang dihasilkan olehsistem produksi kapitalis itu ditransportasikan sedemikian rupamulai dari tempat ia diproduksi hingga diperdagangkan dandikonsumsi rakyat, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupmaupun melayani kebiasaan berbelanja (budaya konsumtif).

Saat ini, tidak bisa tidak, kita harus membicarakan kapitalisme,

Page 39: PANGGILAN TANAH AIR

18

panggilan tanah air

.

dan memahami cara bekerjanya. Sebab, kapitalisme telahmenjadi suatu sistem produksi yang menguasai Indonesia dandunia sekarang ini. Fernand Braudel, sejarawan Perancis danpemimpin dari Aliran Annales (Annales School) dalam ilmusejarah, menulis kalimat yang dikutipkan di atas itu dalam salahsatu karya klasiknya Civilization and Capitalism 15th – 18th CenturyVolume II: the Wheels of Commerce: “manakala kapitalisme diusirkeluar dari pintu, ia akan masuk kembali lewat jendela.” Iamelanjutkan, “Suka atau tidak, … terdapat suatu bentukkegiatan ekonomi yang tak bisa dihindari memanggil ingatankita pada kata ini dan tidak bisa tidak” (Braudel 1979:231).

Manusia-manusia yang sepenuhnya menikmati menjadi bagiandari sirkuit produksi-konsumsi komoditas itu terusmenyebarluaskan kehebatan dari sistem produksi ini, danmeyakini bahwa kita tidak bisa mengelak kecuali menjadi bagiandari pada kapitalisme. Kita sepenuhnya bisa memahami merekayang bekerja mengabdikan dirinya secara profesional denganandalan keahliannya, memperoleh upah, penghargaan, danjaminan karir yang diatur secara manajemen.

Umumnya yang tidak mereka ceritakan adalah cara bagaimanasistem-sistem produksi kapitalis ini wilayah kerjanya semakinmeluas melalui operasi-operasi kekerasan, terutama merampastanah kepunyaan rakyat, dan membatasi bahkan membuatrakyat tidak bisa lagi memanfaatkan tanah dan sumber dayaalamnya, mengubah secara drastis dan dramatis tata guna tanahyang ada, dan menciptakan kelompok-kelompok pekerja yangterpaksa maupun siap sedia untuk didisiplinkan menjadi

Page 40: PANGGILAN TANAH AIR

reorganisasi ruang

19

penggerak sistem produksi kapitalis itu.

Saya mengajak kita melihat bagaimana nasib sebagian besarrakyat Indonesia yang melanjutkan hidup di desa-desa dengancara menguasai dan memanfaatkan tanah dan wilayahnya melaluisistem pertanian keluarga, perladangan suku, wana-tani,penggembalaan suku, kebun-hutan bersama, hinggapengelolaan pesisir dan laut. Ekspansi sistem-sistem produksikapitalis akan memaksa kehidupan mereka berubah. Keadaankampung, ladang, sawah, hutan, sungai, dan pantai merekatelah, sedang dan akan terus diubah oleh industri pengerukan(batu bara, timah, nikel, pasir besi, bauksit, emas, semen,marmer, dsb), industri pulp and paper, industri perkebunankelapa sawit, industri perumahan dan turisme, industrimanufaktur, dan lain sebagainya.

Semua sistem produksi baru ini perlu dipahami sebagai bagiandalam jaringan produksi internasional/global yang ekspansif.Perusahaan-perusahaan raksasa di bidang industripertambangan, kehutanan, pekebunan, manufaktur,perumahan dan turisme, infrastruktur, dan lainnya, bekerjaberdasarkan lisensi atau surat izin yang diperoleh dari pejabatpublik yang berwenang, seperti Menteri Pertambangan yangmembuat Kontrak Karya Pertambangan, Menteri Kehutananyang mengeluarkan izin HPH/HPHTI, Kepala Badan PertanahanNasional (BPN) yang mengeluarkan Surat Keputusan HGU, danlainnya. Lisensi-lisensi itu menjadi alas hukum untukmenyingkirkan dan meminggirkan rakyat agraris (petani, nelayan,masyarakat adat yang mengumpulkan hasil hutan/laut, dsb-nya)

Page 41: PANGGILAN TANAH AIR

20

panggilan tanah air

dari tanah dan wilayah hidupnya, baik oleh perusahaan-perusahaan pemegang lisensi itu, maupun aparatur keamanan/polisi yang bekerja untuk perusahan-perusahaan pemeganglisensi itu. Konsesi-konsesi berupa taman-aman nasional dankawasan konservasi lainnya, yang dihasilkan oleh keputusan-keputusan Menteri Kehutanan, juga menjadi dasar penyingkiranrakyat atas nama biodiversity hotspot,di mana spesies-spesiesflora fauna yang langka dan ekosistemnya perlu dikonservasi.

Saat ini yang sedang menjadi andalan pemerintah adalahpembangunan berbagai mega proyek infrastruktur, sepertipembangunan jalan, pelabuhan, lapangan terbang besertaaerocity, kompleks industri pengolahan, dsb. Berbeda denganyang lain, infrastruktur memiliki fungsi khusus melayanikomoditas untuk bersirkulasi, khususnya dengan jalan darat ataukereta api, pelabuhan, atau bandara udara. Komoditasditransportasikan dari satu tempat ke tempat lainnya hinggasampai ke konsumen. Proyek-proyek pembangunaninfrastruktur yang masif ini ikut menyumbang juga padapenyingkiran rakyat dari kampung halamannya.

Sejak masa kebijakan otonomi daerah dimulai tahun 2000,pemerintah daerah lebih tertarik memburu rente yang dapatdiperolehnya, baik dari pembagian keuangan pemerintah pusat,maupun dari pemberian izin-izin. Bertarung dalam pemilu kepaladaerah menghabiskan biaya yang sangat mahal, dan itu membuatkepala daerah harus mempunyai cara mendapatkan kompensasidari pengeluarannya ketika bertanding dalam pemilukada itu. Caraitu menemukan bentuk praktisnya ketika desakan desentralisasi

Page 42: PANGGILAN TANAH AIR

reorganisasi ruang

21

berujung pada kewenangan kabupaten dalam pemberian izin lokasi,izin usaha pertambangan, dan sebagainya.

Alih-alih mengurus masalah porak-porandanya tanah air,kampung halaman rakyat, negara memfasilitasi pemenuhankepentingan akumulasi kekayaan segelintir orang, sebagaimanadisinyalir oleh Karl Marx (1948) dalam pamfletnya yangtermasyhur The Communist Manifesto bahwa “(t)he executiveof the modern state is nothing but a committee for managingthe common affairs of the whole bourgeoisie.” Tentu saja,keberadaan negara yang bersifat melulu instrumental terhadapperluasan sistem kapitalisme ini sesungguhnya bertentangandengan maksud pembentukan Republik Indonesia, sebagaimanadicita-citakan pada masa pendiriannya. Justru sebaliknya, negaradiidamkan sebagai kekuatan pembebas rakyat.

Barang-barang yang diperjualbelikan dihasilkan di pabrik-pabrikyang lokasinya jauh dari tempat barang itu dijual. Semua barangitu dimungkinkan hadir melalui rantai komoditas (commoditychain) yang merupakan bagian dari sirkuit produksi-sirkulasi-konsumsi. Tontonlah video 20 menit yang diproduksi oleh AnnieLeonard, dkk. dari Story of Stuff Project. Mereka menunjukkanbagaimana daya rusak dari sistem produksi kapitalis dan polakonsumsi yang dibentuknya https://www.youtube.com/watch?v=9GorqroigqM. Dengan menonton film ini dan film-filmmereka lainnya (lihat informasinya di http://storyofstuff.org) kitaakan tercengang dan terinspirasi!

Indonesia menduduki posisi khusus dalam sirkuit ini. Istilahnya,

Page 43: PANGGILAN TANAH AIR

22

panggilan tanah air

terdapat pembagian kerja yang telah diatur secara internasional(international division of labour), di mana posisi dan andil Indo-nesia dalam tata perekonomian global itu sungguh pentinguntuk dicermati. Kebijakan industri mengatur kehadiran pabrik-pabrik yang menghasilkan barang dagangan sesuai standar dansecara massal. Semua itu diatur dalam perjalanan industrialisasiIndonesia secara nasional, yang telah melintasi beberapa kaliperiode. Kita telah mengalami suatu pengalaman industrialisasisubstitusi impor (ISI) yang dimulai awal tahun 1970-an hinggaindustrialisasi orientasi ekspor (IOE) pada tengah tahun 1980-an. Muaranya adalah pembangunan kawasan-kawasan industrikhusus (special economic zone), yang menjadi lokasi pabrik-pabrik,dengan sistem produksi kapitalis yang mendasarkan diri pada carapabrik model Fordism. Istilah Fordism ini berasal dari namaindustrialis Amerika Henry Ford, yang membangun pabrik mobilFord dengan suatu sistem sosial dan ekonomi modern berbasiskanbentuk produksi massal industri yang memiliki standar. Teknik dalammanajemen industrinya disebut sebagai assembly line dengan alat“ban berjalan” dan tugas buruh yang repetitif.

Di akhir tahun 1990-an, setelah Presiden Jenderal Soeharto turuntahta dan rezim otoritarian Orde Baru kehilangancengkeramannya, sebagai respon manajemen industri terhadapgerakan-gerakan serikat buruh yang semakin menguat,dimulailah mekanisme sub-contracting, tidak memerlukan suatuhubungan industrial yang memberi peran bagi serikat-serikatburuh, terutama dalam kontrak kerja yang mencakup kondisikerja dan penentuan nilai upah. Lebih dari itu, suatu modelmanajemen industri baru, yang disebut sebagai post-fordism,

Page 44: PANGGILAN TANAH AIR

reorganisasi ruang

23

yakni suatu sistem manajemen industri untuk produksi barangdagangan yang massal melalui mekanisme yang lebih lenturdalam skala produksi, spesialisasi, lokasi produksi, dansebagainya, dengan basis penggunaan teknologi informasi,komunikasi dan transportasi baik dalam rantai pasokan untukproduksi (supply chain) hingga sirkulasi barang dagangan sampaike konsumen.

Model paling akhir dan terbaru adalah yang disebut sebagai “jaringanproduksi internasional” (international production network), ataujuga disebut sebagai jaringan produksi global (global productionnetwork). Jaringan produksi internasional/global berlangsung dalamskala besar dan sedang dilayani oleh negara, termasuk melaluipembangunan berbagai mega proyek infrastruktur dalam kerangkapelaksanaan Comprehensive Asia Development Plan (CADP) danMaster Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI)(ERIA 2009, 2010, Pemerintah Indonesia 2011). Pelajarilah apresiasidan kritik atas rancangan MP3EI sebagai Master Plan untukmereorganisasi ruang bagi perluasan investasi dan pasar di Asiamelalui pembangunan proyek infrastruktur raksasa (Rachman danJanuardi 2014).

Konsep-konsep baru, seperti koridor ekonomi, konektivitas,kawasan ekonomi khusus, dan lainnya, diandalkan untukmeyakinkan pembaca mengenai keharusan proyek-proyekinfrastruktur raksasa dalam rangka menjadikan Indonesia sebagaisumber bahan mentah bagi investasi perusahaan-perusahaanuntuk menghasilkan dan mensirkulasikan komoditas global. Padagilirannya Indonesia hendak dijadikan bagian dari “Pabrik Asia”

Page 45: PANGGILAN TANAH AIR

24

panggilan tanah air

(Asia Factory). Istilah Asia Factory ini dibuat untuk menunjukkansuatu model baru dalam produksi komoditas yang berisi jaringan-jaringan produksi tingkat regional yang menghubungkan pabrik-pabrik di berbagai wilayah ekonomi Asia yang memproduksibagian-bagian dan komponen-komponen yang kemudian dirakit,dan produk akhirnya dikirim ke wilayah-wilayah “ekonomi maju”(ADB 2013: 2).

Contoh yang terbaik adalah produksi cellphone. Kita tidak bisalagi mengenali di mana cellphone sesungguhnya diproduksi. Kitatidak bisa lagi percaya tanda-tanda lokasi produksinya pada labelbarang dagangan itu, seperti “made in Japan”, “made in Ko-rea”, “made in Indonesia”, dsb. Tontonlah suatu film (4 menit,23 detik) yang dibuat oleh Organisasi Perdagangan Dunia/WorldTrade Organization (WTO) berjudul Made in The World: https://www.youtube.com/watch?v=KMkJu8S8ztE.2

Menonton film singkat itu, kita akan terkesan, dan memahamikecenderungan baru yang mengagumkan, sekaligusmengkhawatirkan!

Catatan Akhir

1 Rujukan mengenai konsep produksi ruang ini berangkat daripemikiran Henri Lefebvre (1992). Menurut Lefebvre (1976), kapitalismeakan mati bila tidak memperluas diri dengan melakukan ekspansigeografis ini. Penjelasan lebih terbaru dibuat oleh Harvey (2003, 2005,2006)

2 Terima kasih untuk Hendro Sangkoyo yang telah menunjukkanvideo ini.

Page 46: PANGGILAN TANAH AIR

25

- IV -Merasani “Kutukan Kolonial”

Ayolah kita sedikit lebih dalam memahami apakah modal itu,bagaimana mekanisme bekerjanya modal sebagai suatukekuatan pengubah tanah air rakyat di seantero kepulauan In-donesia, memporak-porandakan cara berproduksi yang adadalam ruang hidup rakyat berserta seluruh kelangsungan layananalamnya. Lebih lanjut, marilah kita menyadari betapa pentingnyahadir dan berperan sebagai pejuang tanah air, merintis caraberjuang baru menghadapi konteks perkembangan kapitalismeyang baru, dan menjadi bagian dari perjuangan tanah air itu.

Ellen M. Wood (1994, 2002) membedakan market-as-opportu-nity (pasar-sebagai-kesempatan), dan market-as-imperative(pasar-sebagai-keharusan). Pasar sebagai kesempatan bekerjamelalui proses sirkulasi barang dagangan. Kebutuhan manusiapada gilirannya dibentuk agar dapat mengkonsumsi apa-apayang diproduksi. Sebagai suatu sistem produksi yang khusus, iamendominasi cara pertukaran komoditas melalui pasar. Lebihdari itu, perusahaan-perusahaan raksasa sanggup membentukbagaimana cara sektor ekonomi dikelola oleh badan-badan

Page 47: PANGGILAN TANAH AIR

26

panggilan tanah air

pemerintahan hingga pada pemikiran bagaimana ekonomi pasaritu diagung-agungkan. Sementara itu, pasar-sebagai-keharusandapat dipahami mulai dari karakter sistem produksi kapitalissebagai yang paling mampu dalam mengakumulasikankeuntungan melalui kemajuan dan pemutakhiran teknologi, sertapeningkatan produktivitas tenaga kerja per unit kerja, sertaefisiensi hubungan sosial dan pembagian kerja produksi dansirkulasi barang dagangan.

Karena karakter kapitalisme yang progresif inilah kitamenyaksikan penggantian pabrik-pabrik yang telah usang,sektor-sektor ekonomi yang tidak kompetitif, hinggapenggantian para pekerja yang keterampilannya tidak lagi dapatdipakai. Istilah Joseph Schumpeter yang dibuat terkenal olehDavid Harvey adalah creative destruction (Harvey 2006).Maksudnya, sebagai sistem produksi yang khusus, kapitalismeini memberi tempat hidup dan insentif bagi semua komponenyang efisien, dan menghukum mati atau membiarkan mati hal-hal yang tidak sanggup menyesuaikan diri dengannya.Selanjutnya, di atas apa-apa yang telah dihancurleburkan itulahdibangun sesuatu yang baru, yang dapat lebih menjaminpenciptaan keuntungan dan keberlangsungan akumulasi modal.Hal ini mencakup juga perubahan hubungan kepemilikan dantata guna mengenai tanah dan sumber daya alam, tata gunatanah, hutan, pantai, dan sebagainya. Membangun sistemproduksi kapitalistik dimulai dengan menghancurkan terlebihdahulu sistem produksi nonkapitalis yang telah terlebih dahuluada di wilayah yang disasar itu.

Page 48: PANGGILAN TANAH AIR

27

merasani “kutukan kolonial”

Menurut David Harvey (2006), creative destruction itu semakinmencolok saat berbagai praktik dan kebijakan pemerintahdidasari oleh paham neoliberalisme. Dalam hal ini neoliberalismemerupakan suatu paham yang menempatkan kebebasanindividu untuk berusaha sebagai norma tertingi dan paling baikdilindungi dan dicapai dengan tata kelembagaan ekonomi yangmengandalkan jaminan atas hak kepemilikan pribadi, pasarbebas, dan perdagangan bebas. Paham neoliberalisme tidak antipada intervensi pemerintah, melainkan justrumendayagunakannya. Aransemen kelembagaan dan kebijakanekonomi yang diabdikan untuk mengoperasionalisasikan pahamini secara sungguh-sungguh dirancang untuk terwujud,termasuk privatisasi, f inansialisasi, dan berbagai formulamenghadapi krisis-krisis finansial dan ekonomi.

Membicarakan kapitalisme bukanlah sesuatu topik yang barubagi Indonesia sebagai bangsa. Cara bagaimana kapitalisme inibekerja memporak-porandakan tanah air Indonesia sudah secaragamblang dulu ditunjukkan oleh Soekarno dalam karyanya In-donesia Menggugat (1930). Lebih lanjut, bagaimana perjuangankemerdekaan Indonesia dimaknai sebagai arus balik menandingikapitalisme, imperialisme dan kolonialisme dapat dipelajari padakarya Tan Malaka (1925) Naar de ‘Republiek-Indonesia’ (MenudjuRepublik Indonesia), Mohammad Hatta (1932) Ke Arah Indone-sia Merdeka, Soekarno (1933) Mentjapai Indonesia Merdeka.Siapakah yang sekarang membaca naskah-naskah itu?1

Mereka adalah para pendiri bangsa yang fasih mengkritikkapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Karya-karya mereka

Page 49: PANGGILAN TANAH AIR

28

panggilan tanah air

itu sanggup menjadi rujukan utama bagi semua orang Indonesiayang berusaha mencari tahu akar-akar kesengsaraan rakyat In-donesia. Selanjutnya pamflet yang ditulis Tan Malaka, Soekarnodan Mohammad Hatta yang ditulis hampir secara bersamaanmampu menjadi rujukan untuk mengerti mengapa IndonesiaMerdeka adalah suatu cita-cita dan sekaligus pembentuk daricara rakyat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, zonderkapitalisme, dan kolonialisme.

Di sini kita musti secara khusus menyebut andil Soekarno dalammerumuskan Pancasila sebagai dasar negara dalam pidato diBPUPKI 1 Juni 1945. Ia dengan jelas dan jenius menunjukkanbagaimana Negara Republik Indonesia musti difungsikansebagai Ibu Pertiwi yang memangku rakyat sebagai warganegaranya. “Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaumkapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera,yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalamkesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukupmemberi sandang pangan kepadanya?”

Arah politik agraria Indonesia di masa awal kemerdekaan adalahmenghilangkan sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme untukmemberi jalan bagi sistem ekonomi nasional bekerja atas prinsippasal 33 ayat 3 “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat” – kalimat yang perumusannya dibuat olehDrs. Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Republik Indo-nesia. Meski wacana land reform berhasil menjadi kebijakannasional, namun dua sistem agraria warisan kolonialisme, yakni

Page 50: PANGGILAN TANAH AIR

29

merasani “kutukan kolonial”

perkebunan-perkebunan besar di Jawa dan Sumatera danpenguasaan lahan hutan oleh Perhutani di Jawa, berhasilberlanjut hidup dengan menempatkan diri sebagai perusahaan-perusahaan milik negara, yang dikerangkakan sebagai bagiandari Ekonomi Terpimpin. Selanjutnya, kebijakan land reformberfokus pada urusan membatasi penguasaan tanah-tanahpertanian rakyat, melarang penguasaan tanah swapraja dantanah-tanah guntai, redistribusi tanah-tanah negara danpengaturan bagi hasil (Fauzi 1999, Rachman 2012).

Land reform kemudian bergeser dari agenda bangsa untukmewujudkan keadilan agraria berubah menjadi isu politik yangmembelah pengelompokan sosial-politik dan membuatperebutan tanah menjadi basis dari konflik yang lebih luas dipedesaan Jawa, Bali, sebagian Sumatera dan sebagian NusaTenggara. Konflik itu berkulminasi menjadi pembunuhan massal,penangkapan dan pemenjaraan puluhan ribu orang yangdigolongkan komunis, pelarangan PKI, ideologi komunis, danorganisasi yang digolongkan dalam underbow-nya. Konflik itujuga berpuncak pada digulingkannya Soekarno melalui suatu carakudeta merangkak, naiknya jenderal Soeharto sebagai PresidenRI, dan awal mula dari rezim otoritarianisme militer.

Seperti ditunjukkan oleh sejarawan Hilmar Farid (2005), suatukekerasan massal yang berlangsung 1965-1966, merupakanprimitive accumulation, bagian dari proses awal kembalinyakapitalisme berkembang di Indonesia. Apa yang terjadi diperiode itu terus akan menanti untuk diungkap, dan memerlukankeberanian, sikap kritis, dan moral bijaksana untuk memahami

Page 51: PANGGILAN TANAH AIR

30

panggilan tanah air

yang terjadi dalam babak sejarah itu, termasukmenghubungkannya dengan perkembangan kapitalisme, yangsempat jeda terhenti sepanjang sekitar 23 tahun, yakni 1942-1945, 1945-1949, 1949-1957, dan 1958-1965.

Sekarang kita bisa memandang betapa penting periode ketikaSoekarno memimpin 1958-1965 itu. Soekarno telah menegaskanfondasi ideologis untuk menandingi kapitalisme kolonialisme.Selain Soekarno, kita ingat juga Mohammad Hatta danMochammad Tauchid yang telah meletakkan dasar-dasar barupengaturan agraria nasional, yang berdasarkan kritik terhadapcara politik agaria kolonial bekerja. Mohammad Hatta telahmeletakkan dasar-dasar yang melarang tanah (dan sumber dayaalam) untuk diperlakukan sebagai komoditas (barang dagangan).Kita ingat juga Mochammad Tauchid dalam bukunya MasalahAgraria jilid 1 dan 2 (1952/3), yang memberikan penjelasan palingmenyeluruh tentang politik agraria Indonesia, termasukmeletakkan dasar bahwa penyelesaian masalah agrariamenentukan kelangsungan hidup bangsa dan rakyat Indonesia.

Selain Pancasila yang telah menjadi ideologi negara, Soekarnotelah pula melahirkan formula Trisakti (Berdaulat dalam Politik,Berdikari dalam Ekonomi, dan Berkepribadian dalamKebudayaan) untuk menginspirasi perjuangan dekolonisasidalam segala bentuknya, bukan hanya untuk Indonesia tapiuntuk perjuangan kemerdekaan negeri-negeri terjajah lainnya,sebagaimana secara fundamental ditegaskan dalam deklarasi“Dasasila Bandung” yang dihasilkan oleh Konferensi Asia-Afrika1955.2

Page 52: PANGGILAN TANAH AIR

31

merasani “kutukan kolonial”

Namun, selama kepemimpinan langsung Presiden Soekarno(1958-1965), Indonesia belum berhasil mengatasi apa yang sayaistilahkan “kutukan kolonial”, yang secara lantang pernahdisampaikan oleh Presiden Soekarno pada sidang pleno pertamaDewan Perantjang Nasional (1959) di Istana Negara, 28 Agustus1959. Kutukan itu, pertama, “Indonesia mendjadi pasarpendjualan daripada produk-produk negeri pendjadjah ataunegeri-negeri luaran di tanah air kita”; kedua, “Indonesiamendjadi tempat pengambilan bahan-bahan pokok bagi industriilkapitalisme di negeri pendjadjah atau negeri-negeri lain”, danketiga, “Indonesia mendjadi tempat investasi daripada modal-modal pendjadjah dan modal-modal asing jang lain”.

Kutukan kolonial ini menemukan rezim penguasa politik yangmewujudkannya, rezim otoritarian-militer Orde Baru (1966-1998), yang kembali menjalankan politik agraria kolonial,khususnya dengan mempraktikkan kembali azas domein Negara.Sejarah politik agraria di Hindia-Belanda memberi pelajaranbahwa pemberlakuan azazdomein negara, baik denganBoschordonantie voor Java en Madoera 1865 (Undang-undangKehutanan untuk Jawa dan Madura 1865), dan Agrarische Wet1870, menyatakan klaim bahwa setiap tanah (hutan) yang tidakdapat dibuktikan adanya hak kepemilikan pribadi (eigendom) diatasnya maka menjadi domain pemerintah. Pemberlakuanpernyataan domein (domein verklaring) ini merupakansuatu caraagar perusahaan-perusahaan dari negara-negara Eropa dapatmemperoleh hak-hak pemanfaatan yang eksklusif atas tanah/wilayah di tanah jajahan, membentuk rezim tenaga kerja kolonialyang khusus, dan menjadi sistem-sistem agraria kehutanan dan

Page 53: PANGGILAN TANAH AIR

32

panggilan tanah air

perkebunan, yang menghasilkan komoditas ekspor (Tauchid1952/2009:32-90; Peluso 1992:44-67, Simbolon 1995/2007:155-7,Fauzi 1999:33-37).

Rezim penguasa Orde Baru di bawah kepemimpinan JenderalSoeharto yang berkuasa melalui peralihan kekuasaan yangberdarah-darah di tahun 1965-1966, kembali memberlakukanazas domein ini. Melalui sistem perizinan (lisensi) yang serupadijalankan oleh pemerintah kolonial, badan-badan pemerintahanpusat mengkapling-kapling tanah-air Indonesia untuk konsesipertambangan, kehutanan dan perkebunan, dan mengeluarkanpaksa penduduk yang hidup di dalam konsesi itu. Tiap-tiap rezimkebijakan dari badan pemerintah pusat memiliki instrumenhukum dan birokrasi pemberian lisensi yang berbeda-beda.Nama, definisi, dan bentuk dari lisensi-lisensi itu berubah dariwaktu ke waktu, sesuai dengan keperluan perusahaan untukmengakumulasikan kekayaan, karakteristik sumber daya alamyang disasar, dan rancangan pemerintah untukmengkomodifikasi atau mengkonservasi sumber daya alam.Untuk menyebut beberapa saja, misalnya, rezim perizinanpertambangan di Kementerian Energi dan Sumber DayaMineral memiliki “Kontak Karya” dan “Kontrak KaryaPertambangan”; rezim perizinan kehutanan di KementerianKehutanan3 memiliki “Hak Pengusahaan Hutan” dan “HakPengusahaan Hutan Tanaman Industri” yang kemudian digantimenjadi nama “Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - HutanAlam (IUPHHK-HA)”, dan “Izin Usaha Pemanfaatan Hasil HutanKayu Dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)”; rezim perizinankehutanan untuk konservasi memiliki kekhususan bentuk yakni

Page 54: PANGGILAN TANAH AIR

33

merasani “kutukan kolonial”

“Taman Nasional”, “Cagar Alam”, “Taman Wisata Alam”, dll.,hingga yang baru adalah “Izin Pemanfatan Hasil Hutan KayuRestorasi Ekosistem dalam Hutan Alam (IUPHHK-RestorasiEkosistem)”; dan Badan Pertanahan Nasional memiliki instru-men “Hak Guna Usaha (HGU)” untuk perkebunan-perkebunan.

Teritorialisasi yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan,melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1984/5,untuk pertama kalinya menetapkan kawasan hutan negaraseluas sekitar 2/3 dari total wilayah daratan Republik Indonesia.TGHK mengatur secara agregat hutan permanen dikategorikanmenjadi: (1) hutan produksi seluas 64,3 juta hektar; (2) hutanlindung seluas 30,7 juta hektar; (3) wilayah konservasi dan hutancagar alam seluas 18,8 juta hektar; dan (4) hutan produksi, yangdapat diubah peruntukannya, seluas 26,6 juta hektar. Luasanmasing-masing kategori ini kemudian berubah setelah ada pem-baruan data dari Departemen Kehutanan. Kewenangan legalMenteri Kehutanan mengeluarkan lisensi berbentuk surat-suratizin pemanfaatan hutan sesuai dengan kategori-kategori itu.

Wilayah-wilayah rakyat yang masuk dalam kawasan hutan negaraitu nasibnya bergantung pada kelompok kategori di manawilayah rakyat itu berada, dan lisensi-lisensi yang dikeluarkanMenteri Kehutanan yang mencakup atau mengenai wilayahrakyat itu. Konflik-konflik agraria struktural muncul ketika rakyatmenolak disingkirkan oleh perusahaan pemegang izin, danmelakukan perlawanan secara terus-menerus. Konflik-konflik inimerebak di mana-mana dan menjadi kronis, karena pemerintahterus saja berfungsi melayani dan melindungi kepentingan-

Page 55: PANGGILAN TANAH AIR

34

panggilan tanah air

kepentingan perusahaan-perusahaan, dan tidak ada mekanismepenyelesaian konflik yang tepat untuk menjamin tercapainyakeadilan agraria (Rachman 2013).

Hubungan dan cara penduduk menikmati hasil dari tanah airnyatelah diputus melalui pemberlakuan hukum, penggunaankekerasan, pengkaplingan wilayah secara f isik, hinggapenggunaan wacana dan simbol-simbol baru yang menunjukkanstatus kepemilikan yang bukan lagi dipunyai rakyat. Bila sajasekelompok rakyat melakukan protes dan perlawanan untukmengklaim dan menguasai kembali tanah dan wilayah yang telahdiambil alih oleh pemerintah dan diberikan ke perusahaan-perusahaan itu, maka mereka menerima akibat yang sangatnyata, yakni menjadi sasaran tindakan kekerasan secara langsungmaupun melalui birokrasi aparatus hukum negara.

Pengkapling-kaplingan dan pemutusan hubungan kepemilikanrakyat dengan tanah airnya itu pada intinya adalah penghentiansecara paksa akses petani atas tanah dan kekayaan alamtertentu, lalu tanah dan kekayaan alam itu masuk ke dalam modalperusahaan-perusahaan kapitalistik.4 Jadi, perubahan dari alammenjadi “sumber daya alam” ini berakibat sangat pahit bagirakyat petani yang harus tersingkir dari tanah airnya dan sebagiandipaksa berubah menjadi tenaga kerja/buruh upahan. Ini adalahproses paksa menciptakan orang-orang yang tidak lagi bekerjadan hidup di tanah airnya. Orang-orang ini hanya akanmengandalkan tenaga yang melekat pada dirinya saja, lalumenjadi para pekerja bebas. Sebagian mereka pergi dari tanahmereka di desa-desa ke kota-kota untuk mendapatkan

Page 56: PANGGILAN TANAH AIR

35

merasani “kutukan kolonial”

pekerjaan. Kantung-kantung kemiskinan di kota-kota pascakolonial, yang dijuluki planet of slums (Davis 2006), banyakdilahirkan oleh proses demikian ini.

Betapa ironisnya bahwa sebagian dari wajah Indonesia masihmengidap “kutukan kolonial” setelah hampir 70 tahun berjalanmelewati “jembatan emas” kemerdekaan. Sesungguhnya,“kutukan kolonial” itu, oleh Soekarno dikontraskan dengankeperluan untuk secara leluasa “menyusun masyarakat Indo-nesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi”. Secarajelas hal ini dipidatokan oleh Ir. Soekarno dalam Badan PersiapanUsaha-usaha Kemerdekaan 1 Juni tahun 1945, setelah memaknaikemerdekaan Indonesia sebagai “jembatan emas”. Kita sudahmenyelesaikan revolusi nasional yang menghasilkankemerdekaan Indonesia di tahun 1945, dan perjalanan Indone-sia masa lalu membentuk kebiasaan-kebiasaan yangmenyulitkan kita mencapai cita-cita kemerdekaan itu.

Mengapa kita mesti leluasa? Karena, dalam memikirkanmengenai masa depan Indonesia, kita tidak boleh dikekang dandikungkung oleh cara-cara penyelenggaraan pemerintahan yanglalu. Cara-cara yang menggagalkan itu tidak perlu diulang. Indo-nesia seharusnya tidak lagi berkedudukan yang melanggengkankedudukan Indonesia sebagai “Een natie van koelies enen koelieonder de naties”, “A nation of coolies and a coolie amongst na-tions”.

Bagaimana kita bisa membebaskan diri dari “kutukan kolonial”ini?

Page 57: PANGGILAN TANAH AIR

36

panggilan tanah air

Catatan Akhir

1 Bagi yang sulit mendapatkan naskah-naskah ini, ikutilah ringkasankarya-karya itu yang dibuat oleh Parakitri T. Simbolon, seorangcendekiawan cum wartawan di Lampiran 1a, Lampiran 1b, dan Lampiran1c

2 Isi Dasasila Bandung yang dicetuskan dalam Konferensi Asia-Afrikapada tahun 1955 menjadi relevan dan mendesak untuk diaktualisasikan.Kita mengingat butir-butir “Dasasila Bandung” yang selengkapnya, yakni:

(1) Menghormati hak-hak asasi manusia dan tujuan-tujuan sertaasas-asas yang termuat di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

(2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semuabangsa,

(3) Mengakui persamaan semua etnis dan persamaan semuabangsa, besar maupun kecil;

(4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam masalah-masalah dalam negeri negara lain;

(5) Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirisendiri secara sendirian maupun secara kolektif, yang sesuaidengan Piagam PBB;

(6) T idak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanankolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salahsatu negara-negara besar, dan tidak melakukan campur tanganterhadap negara lain;

(7) Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupunpenggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial ataukemerdekaan politik suatu Negara;

(8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan caradamai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase, ataupenyelesaian masalah hukum, ataupun lain-lain cara damai,menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuaidengan Piagam PBB;

(9) Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama; dan

Page 58: PANGGILAN TANAH AIR

37

merasani “kutukan kolonial”

(10)Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.3 Sejak tahun 2014, Presiden Jokowi mengubahnya menjadi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.4 Karl Marx dalam Capital (1867) mengembangkan konsep “the so-

called primitive accumulation”, yang mendudukkan proses perampasantanah ini sebagai satu sisi dari mata uang, dan kemudianmemasangkannya dengan sisi lainnya, yaitu penciptaan tenaga kerjabebas. Marx mengerjakan kembali temuan Adam Smith (pemikirekonomi terkenal yang menteorikan mengenai “tangan-tangan takterlihat” [invisible hands] yang bekerja dalam mengatur bagaimanapasar bekerja), bahwa “akumulasi kekayaan alam harus terjadi dulusebelum pembagian kerja”, sebagaimana tertulis dalam karyaterkenalnya The Weath of Nations (1776, I.3: 277). Michael Perelmanmemecahkan misteri penggunaan kata “primitive“ dalam “primitiveaccumulation“. Seperti yang secara tegas tercantum dalam tulisan Marx,kata primitive berasal dari istilah previous accumulation- Adam Smith.Marx yang menulis dalam bahasa Jerman menerjemahkan kata“previous” dari karya Adam Smith menjadi “ursprunglich“, di manapenerjemah bahasa Inggris Das Kapital karya Marx kemudianmenerjemahkannya menjadi kata “primitive“ (Perelman 2000:25).Uraian menarik mengenai konsep “original accumulation“ dari AdamSmith dan “primitive accumulation“ dari Karl Marx, dan relevansinyauntuk memahami perkembangan kapitalisme dewasa ini, dapatditemukan dalam Perelman (2000) dan De Angelis (1999, 2007).

Page 59: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 60: PANGGILAN TANAH AIR

39

- V -Masa Depan Tanah Air,Tanah Air Masa Depan

Rezim Orde Baru adalah rezim ekstraktif (extractive regime)(Gellert 2010), yang berhasil melahirkan elite oligarki penguasaekonomi dan politik Indonesia, dan merupakan mitra kerjaperusahaan-perusahaan asing transnasional. Dari waktu kewaktu, kekayaan mereka diperoleh melalui perusahaan-perusahaan raksasa pertambangan minyak, gas, emas, batu bara,dsb., perusahaan-perusahaan pembalakan kayu, hinggaperusahaan-perusahaan perkebunan untuk kayu lapis, buburkertas, kelapa sawit, dan sebagainya. Mereka adalah tiangpenyangga keberlangsungan rezim Orde Baru. Karenanya,pemerintah perlu memastikan mereka mempunyai konsesi-konsesi tanah dan sumber daya alam untuk akumulasi kekayaanmereka itu.1

Konsesi-konsesi itu bisa bekerja bila kekuatan lembaga lokal yangsudah terlebih dahulu menguasai dan mengatur tanah airnya itudilumpuhkan. Penyeragaman nama, bentuk, susunan, dankedudukan desa dilakukan oleh rezim Orde Baru, dandikombinasikan dengan paket-paket insentif politik uang melalui

Page 61: PANGGILAN TANAH AIR

40

panggilan tanah air

berbagai Instruksi Presiden (inpres), berhasil melumpuhkankekuatan serta menghilangkan kewenangan lembaga-lembagaadat/lokal untuk mengatur tanah airnya.2

Selama Indonesia berada di bawah kekuasaan rezim Orde Baru,desa didudukkan sebagai sasaran pengaturan dan sekaliguskekuatan untuk mengendalikan dan sekaligus memobilisirrakyat. Kepala desa bersama dengan Bintara Pembina Desa(Babinsa) dan Bintara Pembina Keamanan dan KetertibanMasyarakat (Babinkamtibmas) menjadi aparat pengendalianteritorial dan mobilisasi rakyat. Di atas birokrasi pemerintahandesa, terdapat struktur pengendali dan mobilisasi yangterkordinasi dalam Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika)yang terdiri dari camat, Komandan Rayon Militer (Danramil), danKepala Polisi Sektor (Kapolsek).3

Setelah Orde Baru tumbang, DPR RI dan Pemerintah menyadaribahwa penyeragaman nama, bentuk, susunan dan kedudukandesa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5/1979tentang Pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian yang ditulis dalam bagian“menimbang” Undang-Undang No. 22/1999 tentangPemerintahan Daerah. Norma dasar yang termuat dalam pasal18 UUD 1945 diabaikan oleh pemerintahan Orde Baru. Secarakhusus, pada penjelasan pasal 18 UUD 1945 itu secara eksplisitdinyatakan bahwa :

“Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang250 “Zelfbesturende landschappen” dan

Page 62: PANGGILAN TANAH AIR

41

masa depan tanah air, tanah air masa depan

”Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali,nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembangdan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunanasli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerahyang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesiamenghormati kedudukan daerah-daerah istimewatersebut dan segala peraturan negara yang mengenaidaerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerahtersebut”.

Warisan yang kita dapat saat ini adalah sebagian dari tanah airyang porak-poranda, berada dalam situasi krisis sosial ekologiyang parah. Komponen utama krisis itu, sebagaimana pernahditunjukkan oleh Hendro Sangkoyo (1999) adalah keselamatanrakyat yang tidak terjamin, produktivitas rakyat yang menurun,layanan alam yang rusak, dan kesejahteraan rakyat merosot.

Quo vadis? Mau kemana kita menuju?

Pedoman apa yang bisa kita rujuk untuk bisa keluar dari krisis itu,menempuh jalan mencapai cita-cita bersama dengan cara yangbaru?

Situasi membangun arus balik untuk memperjuangkan tanah airharus berurusan dengan proyek-proyek pembangunan,terutama proyek pembangunan untuk mengatasi kemiskinan.Suatu jenis proyek pembangunan yang penting dalam menataulang pemerintahan lokal ini diberi nama Program NasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Di tahun

Page 63: PANGGILAN TANAH AIR

42

panggilan tanah air

2007 dan seterusnya, PNPM Mandiri menjadi andalan untukpengentasan kemiskinan, dengan jangkauan 2.827 kecamatandengan alokasi anggaran sekitar Rp 3,6 triliun. Pada tahun 2008jumlah kecamatan yang dijangkau menjadi 3.999 kecamatandengan anggaran yang disediakan sekitar 13 triliun. Sedangkanpada tahun 2009 diagendakan seluruh kecamatan di Indonesiayang berjumlah sekitar 5.263 kecamatan akan mendapat PNPMMandiri. Besarnya bantuan langsung pada tahun 2007 antaraRp 750 juta s/d Rp 1,5 miliar per kecamatan, sementara padatahun 2008 besarnya bantuan per kecamatan sudah ada yangmencapai Rp 3 miliar (Menko Kesra 2008). Sampai akhirkepemimpinan SBY-Boediono di tahun 2014, secara total PPKdan PNPM Mandiri Perdesaan telah mengalokasikan danaBantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp 74,46 triliun.Sedangkan dana BLM P2KP (Program PenanggulanganKemiskinan Perkotaan) dan PNPM Mandiri Perkotaan tahun 2008- 2013 sebesar Rp 9,124 triliun dan pada 2014 dana yangdialokasikan sebesar 1,380 triliun.

Sampai saat tahun terakhir kepemimpinan Presiden SusiloBambang Yudhoyono, kedua jenis program tersebut diklaim“telah menghasilkan berbagai dampak positif terhadappeningkatan kapasitas, kesejahteraan dan kemandirianmasyarakat” (Paket Informasi PNPM Mandiri 2014:23). Apa yangsesungguhnya dihasilkan?

Selain berhasil membangkitkan partisipasi rakyat dalampembangunan proyek-proyek infrastruktur skala kecil-kecil,PNPM berhasil membentuk komunitas miskin menjadi

Page 64: PANGGILAN TANAH AIR

43

masa depan tanah air, tanah air masa depan

masyarakat proyek. Struktur administratif program ini membukapersaingan antar kelompok satu dengan lainnya dalam prosespenyampaian proposal proyek untuk perolehan dana. Semuanyaitu mengandung norma-nilai kewirausahaan, inovasi individual,dan kompetisi pasar bebas. Norma-nilai demikian itumenyertakan prinsip-prinsip, seperti akuntabilitas yangdilaksanakan melalui aturan-aturan maupun prosedur yangmensyaratkan transparansi dalam pengambilan keputusan, danhak partisipasi individu yang dilaksanakan melalui aturan maupunprosedur seperti voting, sistem kuota, dan kewajiban konsultasi(Rawski 2006:942). Lebih jauh, melalui proyek-proyek inipemerintah berhasil “memerintah melalui komunitas” dalamrangka mengatur ulang aspirasi, keyakinan, perilaku, tindakan,dan hal-hal subjektivitas lainnya (Li 2014). Pendek kata, PPKmenggunakan teknologi partisipatif sebagai alat pengantar darinorma-nilai yang cocok dan diperlukan mereka agar bisa hidupdalam masyarakat yang didominasi oleh hubungan-hubungansosial yang kapitalistik (Carrol 2010:86).

Babak PNPM berakhir setelah kabinet Jokowi-JK tersusun danmulai bekerja dengan sembilan agenda utama yang diberi nama“Nawa Cita”, yang salah satunya “Membangun Indonesia dariPinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa dalamKerangka Negara Kesatuan”. Undang-undang Nomor 6/2014tentang Desa menjadi rujukan yang utama dan kesempatan bagidesa untuk diutamakan.4 Dirumuskan bahwa “desa dan desaadat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebutDesa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki bataswilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Page 65: PANGGILAN TANAH AIR

44

panggilan tanah air

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkanprakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yangdiakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia.” Penyebutan desa dan desa adatdapat disesuaikan dengan nama setempat.

Tidak mudah bagi elit pemerintah kabupaten/kota dan DPRDKabupaten/kota untuk membuat pengaturan-pengaturandengan azas-azas baru yang ditetapkan dalam Undang-UndangDesa tersebut. Para legislator dan eksekutif pembuat aturan perlumemiliki imajinasi yang baru, khususnya karena azas-asas barudalam UU tentang Desa ini.5 Undang-undang Desa ini tidak bisadijalankan dengan mentalitas “hanya sekedar melaksanakansesuai instruksi”.

Masalahnya juga, banyak elit pemerintah desa dan juga sebagiananggota masyarakat desa, saat ini sudah terbiasa diposisikansebagai yang diatur. Desa terbiasa diatur sebagai bawahan daribirokrasi kecamatan (dan bukan sebagai entitas yang memilikihak asal-usul), sasaran dari berbagai macam proyek yangdipegang oleh badan-badan pemerintah (bukan unit yangmengatur sendiri apa yang menjadi kepentingannya), dan diatursecara seragam (dan bukan mempertimbangkankeanekaragaman geografi dan sejarah masing-masing).

Mereka yang terpanggil sebagai pandu, terlepas apapun posisiformalnya, perlu mengembangkan cara pandang baru denganimajinasi yang baru. Hendro Sangkoyo (1999) mengundang kitauntuk memulai dari cara kita memahami apa sesungguhnya

Page 66: PANGGILAN TANAH AIR

45

masa depan tanah air, tanah air masa depan

“pemerintahan” itu.

“Pemerintahan” sebagai mitos yang harus diterimasebagai ketentuan bagi rakyat, yang nyaris diterima begitusaja dan dianggap bersifat alami. Dalam mitos yangsekarang masih melekat sebagai wacana publik itu,pemerintahan merupakan sebuah pertunjukan tentangbagaimana mengelola sumber-sumber alam, orang,barang, dan uang, dengan para pengelola negara sebagaipemain panggungnya, dan rakyat sebagai pengamat danpembayar karcis pertunjukan. Partisipasi rakyat, palingjauh, adalah sebagai komentator atau kritikus pertunjukan.Ajakan pembaruan cara dan agenda pemerintahandengan demikian bersifat mudah-mudahan, penuh harappada para pengelola negara yang baru serta padaketentuan-ketentuan yang dihasilkannya; sebuah koornyaring dari bawah panggung tentang reformasi, yangtetap takzim pada akar kata itu: perintah.

Pengurusan merupakan suatu konsep tandingan yangsangat akrab bagi penutur bahasa Indonesia, dan mengacukepada konsep pokok yang lebih jitu: urus. Setelah sejarahmembuktikan kegagalan dari pengelolaan perubahantanpa rakyat selama tiga puluh tahun, penggantian orang,perombakan dekorasi panggung dan/atau skenario barusaja mengandung resiko kegagalan yang sama, selamarakyat sendiri tidak aktif dan tidak berkesungguhanmengurus apa yang menjadi persyaratan kehidupannya.Otonomi pemerintahan daerah dari campur tangan

Page 67: PANGGILAN TANAH AIR

46

panggilan tanah air

berlebihan pemerintah pusat di Jakarta, serta besarnyaruang pengaruh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah padaproses pemerintahan daerah pada saat ini, merupakansituasi persimpangan yang genting bagi rakyat:meneruskan tradisi pertunjukan sebagai penonton dalampanggung-panggung yang lebih kecil, atau bersama-samaberperan sebagai pemain, mengurusi apa yang hendakdimainkan bersama. Keputusan yang harus rakyattentukan pada saat ini bukan saja bergantung padakehendak sendiri, melainkan juga pada keterdesakanwaktu untuk memulihkan kerusakan sosial dan ekologisyang selama lebih dari satu generasi yang lampau telahmengasingkan rakyat dari wilayah hidupnya.

Ya, kita musti mengurus secara sungguh-sungguh pemulihankerusakan sosial dan ekologis yang menjadi syarat-syaratkeberlangsungan hidup rakyat. Tidak ada jalan lain! Bagaimanakampung atau desa dapat dijadikan tempat berangkat dansekaligus sasaran pengabdian? Saya menganjurkan untuk benar-benar mempelajari panduan yang berikut ini diuraikan secarakental oleh Hendro Sangkoyo,6 agar dapat kita dapat bekerjamengenali dan menangani krisis sosial ekologis melaluipemahaman baru atas tiga golongan masalah: (a) keselamatandan kesejahteraan rakyat, (b) keutuhan fungsi-fungsi faal ruanghidup, dan (c) produktivitas rakyat.

A. Keselamatan dan Kesejahteraan Rakyat

Keselamatan rakyat, pada skala orang per orang maupun

Page 68: PANGGILAN TANAH AIR

47

masa depan tanah air, tanah air masa depan

rombongan, tidak pernah kita urus sebagai syarat yang harusdipenuhi dan dijaga baik oleh para pengurus negara dan alat-alatnya. Hilangnya nyawa, ingatan, tanah halaman, harta benda,nafkah, kesempatan, kehormatan milik rakyat karena prosespenyelenggaraan perubahan selama tiga puluh tahun terakhirini adalah bukti tak terbantahkan bahwa selama keselamatanrakyat tidak kita persyaratkan sebagai agenda pengurusanmasyarakat dan wilayah, akan terus jatuh korban. Keselamatanrakyat sudah saatnya menjadi salah satu agenda inti dari prosespembaruan ketentuan-ketentuan kenegaraan, termasukpembaruan hukum, dan dari penyelenggaraan fungsi-fungsipolitik seperti pengelolaan produksi dan keuangan. Akan tetapiyang lebih penting lagi adalah bahwa mengurus keselamatanrakyat harus menjadi tindakan kolektif sehari-hari dari lembaga-lembaga politik terkecil pada aras desa hingga kabupaten.

Kesejahteraan rakyat, meskipun senantiasa menjadi semboyan,program, pos anggaran, dan indikator, tidak pernah kita urussebagai syarat dari kerja birokrasi negara. Tak terpisahkan darikonsep pokok “keselamatan”, rakyat selama ini “mendapatkan”dua akibat perubahan terencana pada keadaankesejahteraannya, yang saling bertolak belakang: pelayanankesejahteraan seperti kesehatan dan pendidikan, sekaligusperampasan kesejahteraan lewat berbagai mekanisme, baiklangsung maupun tidak, seperti politik fiskal, perampasan tanahdan tempat tinggal rakyat sebagai syarat investasi produksi, danpolitik konstruksi fisik sarana pelayanan umum di pusat-pusatpemukiman.

Page 69: PANGGILAN TANAH AIR

48

panggilan tanah air

Pemenuhan syarat keselamatan dan kesejahteraan rakyat di sinimerupakan cara bagi rakyat khususnya pada aras desa untukikut menentukan arah dan besaran perubahan yang menyangkutdirinya secara teratur dan terorganisir. Proses pemenuhanpersyaratan tersebut di atas menuntut tiga syarat (dua hal dalamsyarat pertama dapat dipenuhi langsung pada tingkatkesepakatan bersama):

(1) pemetaan berkala mengenai keadaan persyaratan bagirakyat desa dan agenda tindakan bersama untukmengoreksi kegagalan pemenuhan;

(2) usaha kolektif untuk mengatasi kesulitan rakyat memenuhisyarat keselamatan/kesejahteraannya sendiri; dan

(3) pelayanan publik lewat peralatan kenegaraan termasukdana dan ketentuan hukum;

Prioritas utama agenda tindakan pada saat ini adalah perumusandan penyepakatan persyaratan keselamatan dan kesejahteraansetempat, serta penerapan ketiga proses di atas dalam suatuproses belajar bersama yang harus melibatkan warga desa,legislator daerah (DPRD kabupaten) dan pengurus-pengurusnegara di daerah (pemerintah kabupaten).

B. Keutuhan Fungsi-fungsi Faal Ruang Hidup

Hilangnya sumber-sumber air bersama, gundulnya wilayah-wilayah dataran tinggi dan curam yang genting kedudukannyadalam daur tata air setempat, peracunan dan pemiskinan haratanah karena cara produksi tani yang mementingkan hasil jangka

Page 70: PANGGILAN TANAH AIR

49

masa depan tanah air, tanah air masa depan

pendek, atau karena kegiatan penambangan, pengeruhan danpendangkalan aliran sungai, hilangnya sumber-sumber hayatiperairan pesisir, adalah beberapa contoh tidak terpenuhinyakelangsungan “pelayanan alam” bagi kehidupan yangdikandungnya, yang bersifat mendorong pengawetan bahkanpeluasan pemiskinan rakyat khususnya di desa, dan merupakanancaman jangka panjang terhadap syarat-syarat keselamatan dankesejahteraan rakyat.

Kata “pelayanan alam” sendiri telah mengalami evolusi, darikondisi material yang memungkinkan berkembang danterbaruinya kehidupan di sebuah bentang alam (dalam masahidup kita, dapat disebut sebagai kehidupan simbiotik daritumbuhan dan hewan, termasuk kehidupan spesies manusia),menjadi “kegiatan produksi nilai”, di mana keberadaan air, haratanah, oksigen, nitrogen, karbon, biota, bahkan “pemandanganindah”, diperlakukan sebagai sebuah kelas dalam sistemklasifikasi industrial, setara dengan perdagangan grosir, binatu,atau reparasi dan semir sepatu. Lebih jauh, dalam empat dekadeterakhir, rasionalitas publik tengah disubversi menjadi logikakeberlanjutan produksi nilai, misalnya ketika kendali publik atasdaur reproduksi air tawar dipersamakan dengan “monopoli”,dan oleh karenanya harus dihapuskan untuk memungkinkanpersaingan bagi perusahaan air pribadi/swasta. “Pelayanan alam”dibubuhi nilai tukar, dan karenanya diperlakukan sebagai baranguntuk dijualbelikan. Logika kebutuhan air untuk pertanian panganhendak disetarakan dengan logika kebutuhan air untuk kapaltanker, pusat belanja atau hotel, untuk memudahkan penentuanharga. Hutan direduksi keberadaan materialnya sebagai

Page 71: PANGGILAN TANAH AIR

50

panggilan tanah air

onggokan zat karbon yang terkandung dalam pohon dantanahnya, dihitung bobot matinya, dan dibubuhi harganya dalamukuran kilogram atau ton. Apa-apa yang berharga untukdilindungi dan apa-apa yang bisa rusak dari bentang-alam hutanbeserta penghuninya dicomot sebagian kecilnya saja, yaituterurainya zat karbon ke atmosfir, seolah-olah kita semua adalahbenda mati yang boleh diperlakukan sebagai seonggok zatkarbon. Itulah sebabnya, segala sesuatu dalam skema jual-belidan penciptaan nilai atas nilai-uang dari zat karbon, termasukdalam program reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi lahanadalah penghinaan terhadap logika kehidupan itu sendiri. Dalamhal ini, apa yang tengah dirusak dengan kecepatan penuh olehlogika neoliberal dari pengurusan publik sekarang bukanlahketersediaan air, lahan atau bahan-bahan alami, melainkan syaratkeberlangsungan fungsi-fungsi faal infrastruktur ekologis darisebuah ruang hidup, beserta ikatan menyejarahnya denganmasyarakat manusia di situ.

Selama empat puluh tahun terakhir, proses penjalaran kerusakanalam setempat maupun pencegahan atau perlindungannyaberjalan terlepas dari proses pengurusan keselamatan dankesejahteraan serta produktivitas rakyat maupun dari prosespolitik desa. Wilayah-wilayah yang seharusnya dikelola bersamauntuk dicegah proses kerusakannya — seperti di wilayahberhutan — telah dijadikan sebagai kompleks-kompleksberpagar dan berpatok kekuasaan negara (tanah negara, hutannegara, dll.) yang bahkan tidak boleh disentuh, apalagidimanfaatkan oleh rakyat setempat.

Page 72: PANGGILAN TANAH AIR

51

masa depan tanah air, tanah air masa depan

Ketika pencurian besar-besaran terhadap segala yang bersifat‘milik negara’, menjadi kesepakatan tidak tertulis di antarapengurus negara setempat dan pemilik modal pribadi, untukberbagai maksud dan tujuan, maka akibatnya wilayah-wilayahperlindungan yang eksklusif pun turut menjadi sasaran utama.Tidak berlakunya konsep ‘kepentingan bersama’ dan ‘milikbersama’ menjadi pelancar penjarahan atas wilayah-wilayahyang seharusnya dimanfaatkan atau dilindungi secara hati-hati.Penanganan dengan kekerasan negara lewat tindakan polisionildan peradilan, maupun pengerahan dana untuk pemecahanteknis seperti penanaman pohon, telah terbukti tidak mampumenghentikan laju perusakan apalagi menumbuhkan keinginanrakyat untuk memulihkannya.

Tandingan terhadap penciptaan wilayah-wilayah negara ituadalah penciptaan wilayah-wilayah kelola bersama. Kepentinganrakyat atas kelangsungan pelayanan alam, serta kebutuhanpemanfaatan bahan terbarui dari hutan, perbukitan dan datarantinggi, daratan dan perairan pesisir, bukan saja harus diakui secararesmi, tetapi justru harus menjadi tumpuan dari usahamempertahankan kelangsungan pelayanan alam atau pemulihanwilayah-wilayah rusak yang sering dinamai ‘lahan kritis’ itu.

Sampai hari ini, instrumen terpenting dalam operasionalisasilogika ekstraksi nilai dari setiap jengkal bentang alam adalahpraktik institusional pembongkaran dan perkiraan nilai komersialatas sumber daya alam, dari tenunan ruang-ruang hidup besertainfrastruktur ekologisnya, menjadi “ruang” sebagai kategori stokkapital. Dalam sistem dan praktik bertutur mengenai ruang

Page 73: PANGGILAN TANAH AIR

52

panggilan tanah air

macam itu, pemilahan fungsi-fungsi sosial-ekologis dari bentangdaratan dan perairan digantikan dengan pertimbangan lokasidalam angan-angan memaksimalkan surplus dari rerantaipenciptaan nilai dan rerantai produksi/pasokan/konsumsibarang. Hilangnya imajinasi sosial-ekologis tentang pulau, yangtelah nyaris paripurna digantikan dengan sistem kepercayaanpada garis-garis batas juro-politik, bukanlah tanda kurangnyakecerdasan semata, tetapi adalah produk dari pengerahankepatuhan politik terhadap rezim penataan ruang tanpa asaskeselamatan manusia dan kelangsungan ruang-hidupnya. Disetiap pulau di kepulauan Indonesia, bermakna tidaknya agendapembaruan politik tani sepenuhnya bergantung pada adatidaknya agenda pembaruan pikiran tentang duduk perkara kotadi dalam logika keberlangsungan sosial-ekologis pada skala pulau.

Mendesakkan pilihan ini sebagai ketentuan negara atas dasarkesepakatan rakyat adalah prioritas nomor satu bagi badanlegislatif di daerah.

C. Produktivitas Rakyat

Selama tiga puluh tahun terakhir dapat kita nyatakan dengantegas bahwa produktivitas rakyat, khususnya pekerja tani, tidakpernah beranjak dari kedudukannya yang sangat rendah untukmenjamin keselamatan dan kesejahteraannya sendiri.Bertentangan dengan penjelasan yang menyesatkan bahwaproduktivitas kerja adalah cerminan sederhana dari tingkatteknologi dan ef isiensi produksi, rendahnya produktivitaspekerja tani merupakan akibat dari penekanan sistematis atas

Page 74: PANGGILAN TANAH AIR

53

masa depan tanah air, tanah air masa depan

nilai tukar produk petani, serentak dengan penyedotantabungan rakyat lewat pengurangan atau penghapusan subsidiinput produksi termasuk penyediaan pengairan dan angkutanrakyat, politik pengembangan wilayah dan sarananya yangdiskriminatif terhadap bentuk-bentuk tradisional hak dan kuasarakyat atas tanah dan wilayah serta terhadap kemampuan lokaluntuk menghasilkan bahan pangan. Naiknya produktivitaspertanian pangan maupun pertanian lainnya —karenatambahan input per satuan luas lahan— tidak menjadikan naiknyaproduktivitas kerja tani, bahkan memperbesar kebutuhan untukkerja sampingan nontani. Selama politik produktivitas pertaniantidak mendorong naiknya nilai kerja tani dan nilai produk tani,dan selama masing-masing daerah tidak menerapkan syarat-syarat perlindungan pada tanah-tanah rakyat desa daripembelian atau pengambilalihan untuk berbagai fungsi-fungsinon pertanian seperti pariwisata, rakyat desa khususnya pekerjatani tanpa tanah akan tetap miskin, dan proses pemusatan hakmilik dan kuasa atas lahan di desa akan terus merambat luas,tanpa atau dengan pendudukan kembali/reklamasi hak atastanah-tanah pertanian maupun redistribusi tanah.

Produktivitas rakyat desa karenanya harus kembali dipelajari,dibaca, dan ditakar dalam bingkai persoalan setempat (desa atauantar desa). Demikian juga, tindakan sistematis meningkatkanproduktivitas rakyat hanya masuk akal apabila tindakan tersebutberguna bagi rakyat desa khususnya pekerja tani untukmemenuhi syarat keselamatan dan kesejahteraannya. Dalamneraca desa, naiknya produksi hasil tani per hektar, begitu pulatersedianya barang-barang indikator kesejahteraan yang biasa

Page 75: PANGGILAN TANAH AIR

54

panggilan tanah air

digunakan (listrik, jalan raya, televisi, dan sebagainya) harus sertamerta selalu dikoreksi dengan ada tidaknya penggusuran baruatau perampasan hak yang belum dipulihkan kembali, kemiskinankronis, ketidakmampuan warga memenuhi syarat keselamatan,kesehatan atau pendidikan yang dibutuhkannya, atau naiknyapengeluaran tunai untuk mencukupi syarat kesehatan maupunpelayanan sosial sehari-hari seperti pendidikan anak.

Produktivitas rakyat juga harus dikoreksi pada tingkat abstraksi.Gagasan produktivitas yang mengacu semata pada prosespenciptaan nilai pakai atau tukar telah terbukti mengasingkansatu kesatuan ekonomis seperti rumah tangga dari yang lain danmenjadikan desa sebagai wilayah pemusatan pemilikan ataupenguasaan tanah. Produktivitas desa dan peningkatannyamenjadi identik dengan penguatan golongan terkaya di desa.Sebagai tandingannya, produktivitas seharusnya mengacu padakemampuan kolektif rakyat di satu wilayah terorganisir/wilayahkelola, untuk menghasilkan syarat-syarat keselamatan dankesejahteraannya. Ef isiensi produksi, perbandingan modaldengan output, dan berbagai takaran produktivitas lain dengandemikian tunduk pada batasan tandingan tersebut di atas. Dalampengukuran berkala, pembesaran polarisasi kuasa di desamenjadi pembagi dalam fungsi produktivitas setempat; begitupula kegagalan pemenuhan syarat keselamatan ataukesejahteraan dari warga, atau kegagalan perlindungan alam.Hanya dengan syarat produktivitas sedemikianlah demokratisasipolitik desa menjadi kepentingan mendasar bagi rakyat sendiri,bukan pusat-pusat kuasa di ibu kota politik.

Page 76: PANGGILAN TANAH AIR

55

masa depan tanah air, tanah air masa depan

Catatan Akhir

1 Bagaimana dinamika kekuasaan oligarki bekerja dalam periode yangberbeda-beda dapat dipelajari dari karya-karya Robison (1986), Robisondan Hadiz (2004, 2014), dan Winter (2014).

2 Zakaria (2000) menunjukkan perjalanan pengaturan negaramengenai desa sejak kolonial hingga akhir Orde Baru.

3 Struktur pengendali dan mobilisasi rakyat ini serupa dengan yangdilakukan oleh pemerintah balatentara Jepang ketika menguasai Jawa1942-1945. Aiko Kurosawa (1993) sangat baik menjelaskan apa yangdilakukan pemerintahan balatentara Jepang dengan memperlakukandesa sebagai alat memobilisir dan mengendalikan rakyat. Susunan,kedudukan dan bentuk dari organisasi Rukun Tetangga-Rukun Warga(RT-RW), Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Koperasi Unit Desa(KUD), pertahanan sipil (hansip) beserta doktrin Hankamrata danperaturan “1 x 24 jam harus lapor”, dan sebagainya.

4 Saat ini Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal,dan Transmigrasi memulai rekrutmen 16.000 fasilitator desa. Akanbanyak kepentingan yang mengarah ke desa, baik untuk suatu politikmembangun konstituensi politik, menjadikannya sasaran pengaturan,hingga yang mau meraup keuntungan bisnis melalui pencarian lisensiatau menawarkan jasa. Banyak mantan fasilitator PNPM Mandiri yangdiperkirakan akan masuk melamar untuk mendapatkan posisi itu. Kemana orientasi mereka, dan bagaimana cara kita ikut membentukmereka menjadi pandu-pandu rakyat dan tanah airnya?

5 Pengaturan-pengaturan mengenai desa itu harus berdasarkan pada13 (tiga belas) asas, yakni: (1) rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hakasal usul; (2) subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokaldan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakatdesa; (3) keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadapsistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetapmengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa danbernegara; (4) kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan

Page 77: PANGGILAN TANAH AIR

56

panggilan tanah air

bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan ditingkat desa dan unsur masyarakat desa dalam membangun desa; (5)kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untukmembangun desa; (6) kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakatdesa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat desa;(7) musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkutkepentingan masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihakyang berkepentingan; (8) demokrasi, yaitu sistem pengorganisasianmasyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan olehmasyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat desa sertakeluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan YangMaha Esa diakui, ditata, dan dijamin; (9) kemandirian, yaitu suatu prosesyang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untukmelakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannyadengan kemampuan sendiri; partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalamsuatu kegiatan; kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;(10) partispasi; (11) kesetaraan; (12) pemberdayaan, yaitu upayameningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melaluipenetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensimasalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa; dan (13)keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan danmelaksanakan program pembangunan desa.

6 Hendro Sangkoyo secara khusus memodifikasi apa yang pernahditulisnya pada tahun 1999 (Sangkoyo 1999) untuk dimuat untuk naskahbuku ini.

Page 78: PANGGILAN TANAH AIR

57

- VI -Penutup:

Panggilan Ideologis untuk Pandu

Sudah lama kita hidup dalam situasi di mana “agraria adalahakibat, kapitalisme adalah sebab” (Juliantara 1997). Mari kita buatarus balik, dengan menjadikan situasi tanah air rakyat, menjaditempat berangkat, yang harus terlebih dahulu dirawat dan diurusuntuk dipastikan keberlanjutannya. Karena itu, tanah air rakyatjuga sekaligus tempat pengabdian. Kita tidak bisa sekedarberangan-angan, dan menganggap segala sesuatunya bisadijalankan dengan mudah dan bisa begitu saja sesuai denganangan-angan. Saya ingat suatu pepatah penting bahwa memangmanusia dapat mengubah sejarah, tapi tidak dalam situasi yangkita pilih sendiri. Kita hidup dengan berbagai kebiasaan yangkita terima sebagai warisan.1

Jadi sudah pasti tidak mudah. Soekarno pernah mengingatkanbahwa “kesoelitan-kesoelitan hendaknja tidak mendjadipenghalang daripada tekad kita, tidak mendjadi penghalangdaripada kesediaan kita oentoek teroes berdjoang dan teroesbekerdja, bahkan kesoelitan-kesoelitan itu hendaknja mendjadisatoe tjamboekan bagi kita oentoek berdjalan teroes, bekerdja

Page 79: PANGGILAN TANAH AIR

58

panggilan tanah air

teroes oleh karena memang diharapkan daripada kita sekarangini realisasi daripada penjelenggaraan daripada masjarakat jangadil dan makmoer jang telah lama ditjita-tjitakan oleh rakjat In-donesia”. Lebih lanjut, pada sidang pleno pertama DewanPerantjang Nasional (1959) di Istana Negara, 28 Agustus 1959,Soekarno menyatakan bahwa Indonesia harus “dengan tegasharoes menoedjoe kepada masjarakat adil dan makmoer”, yangpada waktu itu disebutnya sebagai “masjarakat sosialis a la Indo-nesia”. Upaya merealisasikannya “tidak boleh tidak kita haroesmengadakan planning dan kita haroes mengadakan pimpinandan haroes kita mengadakan kerahan tenaga. … Tanpa plan-ning, tanpa pimpinan, tanpa pengerahan tenaga tak moengkinmasjarakat jang ditjita-tjitakan oleh rakjat Indonesia itoe bisatertjapai dan terealisasi”.

Perencanaan, pengerahan tenaga dan kepemimpinan yangbagaimana?

Tentu konteks waktu dan ruang ketika dan di mana Soekarnomenyampaikan pesan itu sudah jauh berbeda. Tapi, kita bisamemperlakukannya sebagai rujukan dan inspirasi.

Pemimpin dalam semua satuan, termasuk di desa-desa, harusbekerja secara gotong-royong dengan perencanaan yangmatang. Adalah tugas kita semua untuk kembali menjadikanperjuangkan tanah air sebagai pijakan, termasuk untukpemerintah yang selayaknya memposisikan diri dan menjalankanperannya untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan

Page 80: PANGGILAN TANAH AIR

59

penutup: panggilan ideologis untuk pandu

dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indone-sia” (kalimat dari Pembukaan UUD 1945. Lihat Lampiran 2,Naskah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945).

Di sini saya menganjurkan kita semua untuk segeramenggenapkan tekad dan mengerahkan segala daya upayauntuk merintis arus balik memperjuangkan tanah air, denganbenar-benar menimbang sejarah dan geografi mulai dari masing-masing kampung/desa, lalu kawasan, lalu pulau, hinggamengurus kembali Indonesia sebagai bangsa maritim terbesardi dunia.

Penggunaan istilah “arus balik” di atas secara sadar dipakaimerujuk pada novel karya Pramoedya Ananta Toer,2 dan jugadiinspirasi oleh konsep counter-movement dari Karl Polanyi(1944). Polanyi menulis “selama berabad dinamika masyarakatmodern diatur oleh suatu gerakan ganda (double movement):pasar yang terus ekspansi meluaskan diri, tapi gerakan (pasar)ini bertemu dengan suatu gerakan tandingan (countermove-ment) menghadang ekspansi ini agar jalan ke arah yang berbeda.

Membuat arus balik ini adalah ekspresi dari suatu kesadaran kritisdan sekaligus semangat mengubah nasib. Apa yang diutamakanoleh gerakan tandingan ini adalah untuk melindungi masyarakatdari daya rusak pasar kapitalis. Arus balik atau gerakan tandinganitu sesungguhnya menandingi prinsip “pengaturan diri-sendiri”dari pasar kapitalis (Polanyi 1944:130). Sesungguhnya, ProklamasiKemerdekaan Republik Indonesia, dan Cita-cita PembentukanNegara Republik Indonesia merupakan keberanian membuat

Page 81: PANGGILAN TANAH AIR

60

panggilan tanah air

suatu arus balik pada zamannya (lihat Lampiran 3, PidatoSoekarno Memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indo-nesia 17 Agustus 1945).

Marilah kita, para tetua bapak dan ibu, terutama para pemudadan pemudi, menjadi pandu tanah air, merintis dan membangunarus balik dengan menjadikan kampung/desa atau apapunnamanya sebagai tempat berangkat dan sekaligus tempat kitamengabdi.3

Panggilan menjadi pandu ini adalah panggilan ideologis.Ketahuilah, kepanduan adalah salah satu dari dasar-dasarpersatuan Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam “PutusanKongres Pemuda-Pemudi Indonesia”, 28 Oktober 1928 (lihatLampiran 4, Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoedi Indonesia)

Saya menjadi ingat pada kata-kata utama dalam teks lagukebangsaan Indonesia Raya versi asal, yang dikenal sebagai karyaWage Rudolf Supratman. Lirik Indonesia Raya untuk pertamakalinya dipublikasi di Koran Sin Po 10 November 1928, kira-kitasebulan setelah W.R. Supratman memainkan lagu IndonesiaRaya itu dengan biola pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.4

Seluruh lirik lagu itu terdiri dari tiga stanza.5 Perhatikanlah bait-bait pertama dari tiap stanza. Karena “Indonesia tanah airku,tanah tumpah darahku”, maka “di sanalah aku berdiri jadi panduibuku” (dari bait pertama stanza pertama); Karena “Indonesiatanah yang mulia, tanah kita yang kaya”, maka “di sanalah akuberdiri untuk selama-lamanya” (dari bait pertama stanza kedua);dan karena “Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti”,

Page 82: PANGGILAN TANAH AIR

61

penutup: panggilan ideologis untuk pandu

maka “di sanalah aku berdiri, menjaga ibu sejati” (dari baitpertama stanza ketiga).

Sebagai penutup, marilah kita hayati panggilan ideologis menjadipandu, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya versi asal (LihatLampiran 5c: Indonesia Raya oleh Wage Rudolf Supratman).Memang akan terasa panjang karena tiga stanza. Namun, justrukarena itu, kita diajak menghayati filosofi yang terkandung didalam lirik lagunya, khususnya mengenai keniscayaan “berdiri”menjadi “pandu” “untuk selama-lamanya” “menjaga ibu sejati”.Bukankah semua itumerupakan panggilan dari tanah air.

Selamat merasa, berpikir, memutuskan, dan bekerja.

Catatan Akhir

1 Kalimat terkenal dari Karl Marx (1852): “Manusia membuatsejarahnya sendiri, tapi mereka tidak membuatnya seperti apa yangmereka inginkan dalam situasi yang mereka pilih sendiri, tapi dalamsituasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan diteruskan dari masalampau. Tradisi dari semua generasi yang sudah mati membebanibagaikan impian buruk di benak manusia yang hidup.”

2 Menurut Hilmar Farid (2014) “Arus Balik karya Pramoedya AnantaToer (1985) disebut novel sejarah bukan semata karena latarnyamengambil tempat di Tuban lima ratus tahun yang lalu, tapi karenanovel itu menggambarkan sebuah transformasi yang hebat, sebuaharus balik yang hebat, dalam sejarah perairan kita. Sejarah sebagai kritikbertujuan mengenali semua kekuatan yang membentuk transformasiitu. Kesadaran inilah yang akan menjadi landasan bagi transformasi besardi masa mendatang.”

Page 83: PANGGILAN TANAH AIR

62

panggilan tanah air

3 Cf. Zakaria (2005).4 Majalah Mingguan Tempo baru-baru ini membuat edisi khusus

Hari Kemerdekaan Muhammad Yamin (1903-1962) 18-24 Agustus 2014.Salah satu liputannya adalah mengindikasikan bahwa Muhammad Yaminlah yang menuliskan dan memberikan teks lagu Indonesia Raya itu untukWage Rudolf Supratman.

5 Saya berterima kasih pada Gunawan Wiradi (2004) “LaguKebangsaan dan Nasionalisme”. https://sajogyoinstitute.wordpress.com/2013/09/20/lagu-kebangsaan-dan-nasionalisme/ (unduh terakhir pada 4April 2015)

Page 84: PANGGILAN TANAH AIR

Lampiran-lampiranLampiran-lampiranLampiran-lampiranLampiran-lampiranLampiran-lampiran

Page 85: PANGGILAN TANAH AIR

.

Page 86: PANGGILAN TANAH AIR

65

Lampiran 1aLampiran 1aLampiran 1aLampiran 1aLampiran 1a

Tan Malaka (1925)Naar de “Republiek Indonesia”

[Ringkasan dibuat oleh Parakitri T. Simbolon]

Ringkasan ini dibuat berdasarkan terjemahan Ongko D. ataskarya Tan Malaka, Menudju Republik Indonesia (Jakarta: Yayasan“Massa”, 19 Februari 1986), 82 halaman. Aslinya bahasa Belanda,Naar de “Republiek Indonesia” (Canton: April 1925 untuk cetakanpertama/ Tokyo: Desember 1925 untuk cetakan kedua). Isinya14 sub-judul dalam cetakan pertama,15 sub-judul cetakan kedua.Ringkasan ini berdasarkan cetakan kedua: tiga pengantar, tigabab inti, satu penjelasan, dan delapan sisanya merupakan pro-gram aksi.

Tiga pengantar yaitu INTERUPSI, KETERANGAN PADA CETAKANKEDUA, dan KATA PENGANTAR.

INTERUPSI: mulai dengan epigram “Kelahiran suatu pikiransering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului denganpenderitaan-penderitaan bawaan kelahirannya itu.”; dalamcetakan pertama banyak kesalahan karena kurangnyapersediaan huruf latin dan bahasa Belanda yang sudah lama takdigunakan; brosur ditulis singkat mengingat kecilnya minat bacamasyarakat yang dituju; yang dituju adalah “golongan terpelajar

Page 87: PANGGILAN TANAH AIR

66

panggilan tanah air

(intelektuil) dari penduduk Indonesia”; brosur ditulis sebagaisatu-satunya cara mendekati masyarakat Indonesia akibatpengasingan Tan Malaka oleh Dirk Fock, gubernur-jenderalHindia Belanda.

KETERANGAN PADA CETAKAN KEDUA: permintaan akan brosurini terus meningkat; kesalahan sudah berkurang tapi masih tetapbanyak; tambahan sub-judul baru tentang MajelisPermusyawaratan Indonesia; beberapa penegasan baru sepertidugaan yang terbukti bahwa golongan terpelajar Tiongkok lebihaktif daripada golongan terpelajar Indonesia; sebulan sebelumcetakan kedua terbit, lima juta golongan terpelajar Tiongkokserentak meninggalkan sekolah untuk bergabung denganperlawanan rakyat; namun demikian perlawanan rakyat Indo-nesia makin meruncing; perlawanan rakyat makin berkembangibarat “Padi tumbuh tak berisik ...”

KATA PENGANTAR: brosur disusun berdasarkan kesadaran akanpertentangan kelas sosial dan didorong oleh kenyataan berupa“krisis dewasa ini”; beda dengan negeri-negeri terjajah lain, In-donesia tidak punya kelas menengah dan pertentangan kelasberimpit dengan perbedaan rasial; akibatnya sumber pemimpin(golongan terpelajar) buat organisasi revolusioner sangat miskin,dan sumber yang miskin itu pun dibuat putus hubungan denganrakyat oleh penjajah; krisis dunia sangat mempertajampertentangan kelas di Indonesia sehingga golongan terpelajarterpaksa menentukan sikap dan memilih pihak; makanya brosur“memberikan tangga kepada saudara [golongan terpelajar],supaya saudara dapat turun kepada rakyat.”

Page 88: PANGGILAN TANAH AIR

67

lampiran-lampiran

***

Tiga bab inti: Bab I SITUASI DUNIA; Bab II SITUASI INDONESIA;Bab III TUJUAN PKI. [PKI – Partai Komunis Indonesia – harapdibaca “Kekuatan Revolusioner”, karena memang demikianlahkenyataannya waktu itu – Pts].

Bab I SITUASI DUNIA: Perang Dunia I (1914-1918) telah memecahdunia antara negara-negara yang kalah dan yang menangperang, namun dua-duanya menderita secara ekonomi. Yangkalah bayar biaya dan pampasan perang, yang menang bayarbiaya perang. Karena itu dua-duanya harus ditolong oleh pararaja-uang Amerika Serikat seperti J.P. Morgan, melalui organisasibantuan seperti Rencana Dawes (1924).Dua-duanya juga harustunduk terhadap kekuatan modal tersebut, yang kalah menjadinegeri setengah-jajahan, yang menang menjadi sekutu yangpatuh. Itu berarti kapitalisme bukannya terpukul sepertidiharapkan segera setelah Revolusi Rusia (1917-1920), tapiagaknya bakal memperoleh masa damai untuk berkembang.

Semua hal itu membuat kekuatan revolusioner menghadapikesulitan menentukan sikap: bergerak dengan perkiraankapitalisme segera akan runtuh atau kapitalisme akanberkembang dalam masa damai. Kesulitan ini diatasi dengan tidakmemilih perkiraan yang mana pun, tapi membuat kekuatanrevolusioner tidak boleh lupa dengan kesadaran pertentangankelas sosial, yang kini bekerja pada tataran negara. Negara-negara yang menang perang bakal bersaing di bidang modal[kolonialisme dan imperialisme], sedang negara-negara

Page 89: PANGGILAN TANAH AIR

68

panggilan tanah air

setengah jajahan karena kalah perang siap menanti kesempatanyang timbul akibat persaingan itu. Demikianlah Jepang menjadipesaing besar di Asia, dan Jerman menanti kesempatan di Eropa.Dua-duanya “dapat menimbulkan perang dunia baru”.

Sementara Jerman dan Jepang menanti kesempatan baik,pertentangan kelas sosial terus bergolak menuju kehancurankapitalisme untuk diganti dengan sistem kemasyarakatan yangbaru. Ternyata kekuatan revolusioner dunia sekarang jauh lebihterkait satu sama lain, makanya kekuatan revolusioner wajibbergerak sesuai dengan asas pertentangan kelas sosial, ada atautidak ada peluang akibat persaingan dunia kapitalis. Kekuatanrevolusioner patut memusatkan upaya untuk “membentuk dimana-mana Partai Rakyat Pekerja dan memperkuatnya,membawa massa yang menderita di bawah pimpinan kita danakhirnya memperkuat ikatan dan setia-kawan internasional.”Dengan demikian “Jika nanti waktu untuk bertindak bagi kitatelah datang,” kekuatan revolusioner sudah siap.

***

Bab II SITUASI INDONESIA: Mengibaratkan kapitalisme sebagaigedung, Indonesia adalah satu di antara tiang yang mendukunggedung itu. Kita tahu, cepat atau lambat, gedung itu pasti runtuh,tapi kita tidak tahu bagaimana runtuhnya. Gelombang politikekonomi dunia akibat Perang Dunia I telah mematahkan satutiangnya yang rapuh, kapitalisme Rusia, dan seluruh gedungterancam runtuh. Sayang, “datang budak-budaknya, yaitu kaumSosial Demokrat” untuk menyelamatkannya. Jadi kita kaum

Page 90: PANGGILAN TANAH AIR

69

lampiran-lampiran

revolusioner Indonesia tidak boleh menunggu gedung itu runtuhbaru bertindak, karena kalau “kapitalisme kolonial di Indonesiabesok atau lusa jatuh, kita [sudah] harus mampu menciptakantata-tertib baru yang lebih kuat dan sempurna di Indonesia.”

Sementara “[k]apitalisme Eropa dan Amerika didukung [oleh]kaum Sosial Demokrat”, sedang “ [d]i tanah-tanah jajahanseperti: Mesir, India, [...] dan Filipina, imperialisme yang sedanggoyah didukung oleh borjuis nasional, [...] di Indonesia tak ada[...] yang mampu menolong [...]. Pertentangan antara rakyatIndonesia dan imperialisme Belanda [terjadi secara langsung,dan] makin lama [...] makin tajam. [...] Suara merdu politik etis[sudah] diganti dengan [...] tongkat karet [...] dan gemerincingpedang.”

Pertentangan seperti itulah yang berkobar di Bandung,Sumedang, Ciamis, dan Sidoarjo, utamanya sejak Februari 1925.“Rakyat Indonesia di bawah [...] siksaan di luar batasprikemanusiaan tetap menuntut hak-hak kelahirannya [hak-hakasasi].” Itulah “hak-hak yang semenjak puluhan tahun yang lalutelah diakui di Eropa dan Amerika, tapi oleh imperialisme Belandadijawab dengan tindakan-tindakan biadab.” Namun demikian,“tongkat karet dan pistol tak akan mampu mengundurkan rakyatyang sedang melangkah maju.”

“Politik apakah yang harus kita lakukan pula sekarang?”Jawabannya tergantung pada kemampuan kaum revolusioneruntuk melihat kenyataan sosial Indonesia dengan kacamatapertentangan kelas. “ Lebih dari 300 tahun imperialisme Belanda

Page 91: PANGGILAN TANAH AIR

70

panggilan tanah air

melakukan politik ‘gertakan’ dan ‘tindasan’. Belum pernah politiksemacam itu oleh rakyat Indonesia [...] disambut dengan terang-terangan dan sewajarnya, sebagaimana telah terjadi pada 1Pebruari [1925].” Sambutan ini berbeda dengan anekaperlawanan sebelumnya seperti Perang Jawa atau Perang Aceh.Perlawanan ini berkobar “karena sumpah, jimat, suara gaib atausegala kegelapan-kegelapan feodal”, sedang perlawanan sejakFebruari 1925 “karena hak-hak yang nyata dan wajar sebagaimanusia [hak-hak asasi]”. Kini penjajah “berkata kepada dirisendiri ‘Orang Indonesia tak dapat lagi digertak dan ditindas’”.Orang Indonesia menimpali, “’Selamat jalan jiwa-jiwa budak [...]buat selama-lamanya’”.

Perlawanan seperti barusan dikemukakan akan membuatimperialisme Belanda menyadari bahwa “lebih dari yang sudah-sudah, [...] ucapan Multatuli akan lantang bergema di kupingnya:‘Jika setiap orang Jawa meludah ke tanah, maka matitenggelamlah orang-orang Belanda’”. Karena itu “akandibicarakan cara memperbaiki keadaan ekonomi rakyat” dan“memberikan hak-hak politik lebih banyak kepada golonganorang Indonesia tertentu”.

Namun demikian, karena “mengenal susunan sosial-ekonomiIndonesia”, kekuatan revolusioner Indonesia tahu bahwa“pemegang kekuasaan itu tak akan dapat selangkah [pun] keluardari lingkungan sempit birokrasinya.” Imperialisme Belanda takakan “[dapat] dengan seketika [...] memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah berlangsung berabad-abad denganserentak.”

Page 92: PANGGILAN TANAH AIR

71

lampiran-lampiran

Kesalahan-kesalahan tersebut menjadi jelas denganperbandingan. Inggris yang menjajah India membiarkan “industrinasional yang kuat” berkembang sehingga “di sana [terdapat]jembatan untuk menghubungkan [...] modal Inggris denganmodal nasional” dan “menghubungkan politik imperialisme danpolitik nasional. Tetapi politik imperialisme Belanda sejak semula[sengaja menghancurkan] industri kecil dan perdagangan kecilnasional, teristimewa di Jawa.” Akibatnya “mati jugalah kerajinandan inisiatif suku Jawa” yang mestinya mampu membangun“industri nasional modern”. Akibat lebih jauh lagi, imperialismeBelanda tidak bisa “mendapatkan titik pertemuan untuk suatukompromi ekonomi dengan orang-orang Indonesia.Berhubungan dengan itu suatu kompromi dalam politik [akansulit pula]”.

Apa saja yang akan coba dilakukan oleh imperialisme Belandauntuk membuka kompromi itu “akan hanya berarti satu tetesair di atas besi yang membara”. Itu berarti “krisis Indonesiabukan hanya krisis politik, seperti di Mesir, India-Inggris, danFilipina, akan tetapi juga terutama adalah krisis ekonomi. Krisisekonomi ini tak akan dapat disembuhkan dalam beberapatahun.” Karena itu “[...] imperialisme Belanda tak akan mungkinmendekati rakyat Indonesia dengan memberikan konsesi politikdan ekonomi, ia harus melakukan politik biadab yang lama,warisan dari Oost Indische Compagnie”.

“Marx pernah berkata: ‘Proletariat tak akan kehilangan sesuatumiliknya, kecuali belenggu budaknya’. Kalimat ini dapat kitagunakan di Indonesia lebih luas. Di sini anasir-anasir bukan

Page 93: PANGGILAN TANAH AIR

72

panggilan tanah air

proletar berada dalam penderitaan yang sama dengan buruhindustri, karena di sini tak ada industri nasional, perdagangannasional”.

***

Bab III TUJUAN PKI. “Tujuan Partai-partai Komunis dunia ialahmenggantikan sistem kapitalisme dengan komunisne.” Namun,penggantian ini tidak bisa serta-merta. Perlu suatu masaperalihan yang tidak bisa dipastikan lamanya. “Dalam masaperalihan ini, proletariat melakukan diktatur atas borjuasi. [...].Sovyet adalah perwujudan diktatur proletariat. Tujuan Sovyetialah menghapuskan kapitalisme dan mempersiapkantumbuhnya komunisme.”

Selama masa peralihan, diktatur proletariat menasionalisasiindustri-industri yang penting, artinya diserahkan kepada negaraproletar. Dengan nasionalisasi, hak milik pribadi dihapus.“Dengan demikian akan hapuslah anarchisme dalam produksi,yaitu: menghasilkan barang [...] yang satu sama lain tidak adasangkut-pautnya [...] Sebagai gantinya diadakanlah rasionalisasi,yaitu menghasilkan barang-barang keperluan hidup menurutkebutuhan masyarakat. Dengan hapusnya hak milikperseorangan dan anarki dalam produksi, persaingan juga akanhapus” dan hilang pulalah semua kelas sosial seperti kelas proletardan kelas borjuasi.

“Dengan hapusnya persaingan, tak akan berlaku lagi politikimperialisme, yaitu politik modal-bank sesuatu negara kapitalis

Page 94: PANGGILAN TANAH AIR

73

lampiran-lampiran

untuk [menjajah] negara-negara [lain guna menampung]kelebihan hasil pabriknya [...]. Sebagai gantinya tersusunlah hakmilik bersama, produksi terencana, penukaranproduksi dengansukarela dan internasionalisme, yaitu: perdamaian, kerjasamadan persaudaraan antara berbagai bangsa di dunia.” Pendeknyaterciptalah masyarakat komunis, masyarakat tanpa kelas sosial.

“Apa yang diuraikan di atas adalah teori komunis yang bisamenjadi kenyataan jika kapitalisme dunia jatuh serentak,sebagaimana yang hampir-hampir terjadi pada tahun-tahunpertama sesudah revolusi Bosjewiki di Rusia.” Ternyatakapitalisme dunia tidak runtuh serentak, malah tertolong olehgolongan sosial demokrat. Bolsjewiki Rusia pun “mengadakanlangkah mundur pada tahun 1921. Langkah mundur ini harusditerima dalam arti ekonomi dan taktik. [...] Negara Sovyetmengijinkan berlakunya kembali hak milik perseorangan kepadapetani-petani yang merupakan 80% [...] penduduk Rusia dankepada borjuis-borjuis kecil di kota-kota.” Perdagangan pundilakukan “atas dasar kapitalisme”. Pendeknya para petani danborjuis kecil “dapat ditarik dalam barisan pendukung NegaraBuruh”. Inilah yang disebut PEB (Politik Ekonomi Baru).

PEB tidak hanya berlaku “khusus di Rusia yang terbelakang”,tapi juga di negeri-negeri kapitalis. Jika demikian halnya, PEBlebih penting lagi berlaku di Indonesia yang kapitalismenyabersifat “kolonial dan tidak tumbuh secara tersusun darimasyarakat Indonesia sendiri [...] Ia dipaksakan dengankekerasan oleh suatu negeri imperialis Barat dalam masyarakatfeodal Timur”. Dirumuskan lain “proletariat Indonesia berada

Page 95: PANGGILAN TANAH AIR

74

panggilan tanah air

lebih rendah daripada proletariat Eropah Barat dan Amerika.Diktator proletariat yang tulen akan dapat membahayakan peripenghidupan ekonomi di Indonesia, terlebih jika revolusi duniatak kunjung datang. Akibatnya [...] bagian yang terbesardaripada penduduk, yaitu orang-orang yang bukan proletar,sangat mudah dihasut melawan buruh Indonesia yang keciljumlahnya.”

“Untuk menjamin peri penghidupan ekonomi di Indonesia dalamkemerdekaan nasional yang mungkin datang, kepada pendudukyang bukan proletar harus diberikan kesempatan [...]mengusahakan hak milik perseorangan dan perusahaan-perusahaan kapitalis. Sudah barang tentu, perusahaan-perusahaan besar harus segera dinasionalisir. Dengan demikiankegiatan ekonomi rakyat dapat dikembangkan tanpa kekuatiranakan datangnya [kelas-kelas] lainnya. Dengan demikianperimbangan ekonomi antara proletar dan bukan proletar dapatdicapai dan dipertahankan.”

“Memang kita harus selalu ingat bahwa buruh [Indonesia]menurut kualitas dan kuantitasnya ada rendah, sedang orang-orang bukan proletar [berjumlah] besar dan revolusioner. [...]Karenanya dalam ‘INDONESIA MERDEKA’ cara bagaimana punkepada orang-orang bukan proletar harus diberikan kesempatanmengeluarkan suaranya. Akan tepat adanya, jika buruh dalamperang kemerdekaan nasional yang mungkin datang,mewujudkan barisan pelopor [bagi] seluruh rakyat, makaperusahaan-perusahaan besar akan jatuh di tangannya, danselaras dengan itu kekuasaan politik. Perimbangan politik dengan

Page 96: PANGGILAN TANAH AIR

75

lampiran-lampiran

orang-orang bukan proletar akan mudah ... diciptakan, yang ...sangat penting adanya bagi Indonesia Merdeka.”Perkembangan selanjutnya “tergantung kepada keadaaninternasional dan lebih lanjut pada perkembangan industri diIndonesia sendiri.”

***

Sembilan sub-judul lain semuanya menyangkut programnasional, strategi dan taktik. Betapa penting pun kesembilansub-judul ini, semuanya tidak mengubah konsistensi tiga babinti yang diringkas di atas. Apa yang sekarang ini disebut “visidan misi” politik sudah tercakup dalam tiga bab inti tersebut.Oleh karena itu kesembilan sub-judul itu tidak diringkas dalamkesempatan ini. % (Parakitri T. Simbolon, 21 Juni 2009)

Sumber:http://zamrudkatulistiwa.com/2009/06/21/naar_de_republiek_indonesia_/ (unduh terakhir pada 5 Mei 2015)

Page 97: PANGGILAN TANAH AIR

76

Lampiran 1bLampiran 1bLampiran 1bLampiran 1bLampiran 1b

Mohammad Hatta (1932)Ke Arah Indonesia Merdeka

[Ringkasan dibuat oleh Parakitri T. Simbolon]

Tulisan tentang “visi-misi” Bung Hatta ini pertama kali terbit pada1932 berbentuk brosur berisi asas dan tujuan Pendidikan NasionalIndonesia, kemudian dimuat dalam buku bunga-rampainya,Kumpulan Karangan, jilid I (Djakarta: Balai Buku 1952-53, empatjilid). Ringkasan ini disusun berdasarkan karya yang sama yangdimuat dalam Karya Lengkap Bung Hatta (Buku 1): Kebangsaandan( Kerakyatan (Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia,1998) hlm 211- 30. Brosur ini langsung mulai dengan semacampengantar tanpa sub-judul, lalu seterusnya terdiri dari tiga sub-judul: “I. Kebangsaan”; “II. Kerakyatan”; dan “Arti KedaulatanRakyat bagi Pergerakan Sekarang”.

Pengantar tanpa judul

“Pendidikan Nasional Indonesia menuju Indonesia Merdeka! Danpasal 2 daripada Peraturan Dasar menyebut, bahwaperkumpulan berasas Kebangsaan dan Kerakyatan”. Dua kataini sering “menjadi buah bibir ... sekarang” tapi sekaligus banyakorang yang “menyangka [...] kedua-dua pengertian itu sekarangtidak laku lagi.”

Page 98: PANGGILAN TANAH AIR

77

lampiran-lampiran

Menurut orang itu yang laku adalah “’semangat internasional’”,dengan Jenewa, Swis, sebagai “pusat ‘pergaulaninternasional’”. Lalu mereka berkata: “Tidakkah kita tersesat,kalau kita masih gila dasar kebangsaan? Dan apakah pergerakankita nanti tidak mundur ke belakang kembali?”

Mereka juga bilang: “[B]ukankah orang sudah bosan [dengan]‘kerakyatan’ dan ‘demokrasi’?” Yang benci terhadap‘kerakyatan’dan ‘demokrasi’ bukan hanya golongan bangsawan dan fasis tapijuga kaum komunis. “Tidakkah Mustafa Kemal, pemimpin TurkiMuda, [malah] kembali dari demokrasi ke diktatur? Jikalausekarang kaum radikal ... kanan dan ... kiri [di mana-mana] sudahmemuntahkan dasar kerakyatan, mestikah kita membangkitkandan meninggikannya lagi?”

Begitulah keberatan banyak orang terhadap “‘kebangsaan’”dan “’kerakyatan’”.Namun, “siapa yang menyelidiki [sejarah]dunia dengan betul” tahu bahwa keberatan banyak orang itu“lemah sekali”. Memang soal kebangsaan dan kerakyatan tidakmudah, apalagi kalau dua-duanya jadi “sepasang” pengertian.Namun, “[j]ika diperhatikan pula sejarah pergerakankemerdekaan di ... dunia ini dan susunan masyarakat zamansekarang, maka jelaslah ... bahwa dasar ‘dua sepasang’ itu kuatdan cocok dengan keperluan pergerakan Indonesia di masasekarang.”

“I. Kebangsaan”

“Pendidikan Nasional Indonesia bersifat kebangsaan karena ia

Page 99: PANGGILAN TANAH AIR

78

panggilan tanah air

menuju Indonesia Merdeka, yaitu kemerdekaan bangsa dantanah air. [...] Tidak ada pergerakan kemerdekaan yang terlepasdari semangat kebangsaan.” Jika perdamaian antarbangsa danmanusia itu baik, maka hal itu hanya mungkin terwujud bila lebihdulu “ada kemerdekaan bangsa. Hanya bangsa-bangsa danmanusia yang sama derajat dan sama merdeka [yang] dapatbersaudara. Tuan dan budak [tidak dapat] bersaudara.”

“Oleh sebab itu tidak salah langkah Pendidikan Nasional Indo-nesia, kalau ia berdasar kebangsaan. Ia tidak pula memundurkankembali pergerakan kita karena itu, malainkan memajukan danmemperkuat rohnya.” T idak hanya itu. “Sejarah duniamemperlihatkan [...][betapa] kuatnya roh kebangsaan itu. [...]Cinta bangsa dan tanah air sudah menjadi nyanyian yang merdudi telinga orang banyak, istimewa bangsa yang tidak merdeka,karena bangsa itu menjadi ukuran manusia dalam pergaulaninternasional.”

Namun, “kita [juga] insaf” bahwa kebangsaan “dapatdipergunakan oleh satu golongan saja, misalnya kaum majikan,untuk memuaskan hawa nafsunya. Rakyat ... dipakai sebagaiperkakas saja.” Harus juga diakui, “rakyat menjadi perkakas [...]sebagian besar tergantung [pada] didikan rakyat. Rakyat yangbersifat ... budak memang sudi mengorbankan diri untukgolongan yang dipertuan [...]. Akan tetapi rakyat yang sadar akanharga dirinya tidak mudah disuruh berbuat demikian, [apalagi]rakyat yang insaf akan kedaulatan dirinya!”

Sesungguhnya semangat internasionalisme kalah dengan

Page 100: PANGGILAN TANAH AIR

79

lampiran-lampiran

“semangat kebangsaan”. Ambil Irlandia sebagai contoh sesudahPD I “tatkala [bangsa itu] berjuang melawan Inggris untukmencapai kemerdekaannya.” Labour Party Irlandia sudahberupaya “menanam bibit internasionalisme dan persaudaraanumum”, tapi usaha itu gagal. Kaum buruh Irlandia tetap“berpihak kepada partai Sinn Fein yang semata-mata berdasarkebangsaan. Pada pemilihan umum untuk parlemen Irlandia,Labour Party hampir tidak dapat suara.”

Hal yang sama terjadi di India, Mesir, Tiongkok, dan juga Indo-nesia sehubungan dengan PKI. “Partai ini memakai dasarinternasionalisme dan program serta janji-janjinya sangat menarikhati rakyat .... [Tapi], PKI sendiri tidak sanggup menarik orangbanyak ke dalam golongannya. Supaya dapat pengaruh atasrakyat, [PKI] terpaksa mendirikan suatu anak partai, yaitu SarekatRakyat, yang tiada berdasar komunisme, melainkan bersifatnasionalisme radikal. Sebagian besar mereka adalah “kaumsaudagar-saudagar kecil.” [...] “Kalau ada partai yang menyebutsifatnya ‘internasional’, itu cuma nama saja, batinnya nasionaljuga!” Kenyataan ini tidak hanya ada di negeri jajahan, tapi jugadi Eropa. Dalam Perang Dunia I, “kaum buruh Jerman berbunuh-bunuhan dengan kaum buruh Perancis”, padahal dua-duanyaberasaskan internasionalisme. Lagipula, kaum buruh Jerman dibawah panji sosial demokrat bersatu dengan “kaum kapitalisuntuk membela tanah air Jerman.”

“Sebab itu Pendidikan Nasional Indonesia daripada memakaitopeng internasional palsu, lebih baik terus terang memakai bajukebangsaan, nasionalisme yang benar!” Kebangsaan yang benar

Page 101: PANGGILAN TANAH AIR

80

panggilan tanah air

perlu ditegaskan karena “[k]ebangsaan ada bermacam-macammenurut rupa dan warna golongan yang memajukannya. Adakebangsaan cap ningrat, ada kebangsaan cap intelek dan adapula kebangsaan cap rakyat.”

“Jikalau kaum ningrat menyebut Indonesia Merdeka, maka[yang] terbayang di muka mereka [adalah] suatu Indonesia yangterlepas dari tangan Belanda, akan tetapi takluk ke bawahkekuasaan mereka. Dari zaman dulu kala sampai ... sekarangkaum ningrat ... tetap menjadi golongan pemerintah.” Di bawahkerajaan dulu, mereka “menjadi tunjangan raja-raja itu, menjaditiang kekuasaan otokrasi dan feodalisme.” Demikian jugasekarang di zaman penjajahan Belanda, kaum ningrat,“Inlandsche Hoofden”, dibuat langsung memerintah rakyatdemi kekuasaan penjajah.

“Bagaimana pula rupa kebangsaan ... cap ... intelek? Menurutpaham kaum intelek, kaum terpelajar atau ... cerdik pandai, In-donesia Merdeka haruslah berada di bawah kekuasaan merekasendiri. Negeri tidak maju dan makmur kalau tidak dikemudikanoleh orang yang berpengetahuan tinggi. Bagi mereka, orangmenjadi orang pemerintah bukan karena keturunannya,melainkan karena kecakapan sendiri. Bukan bangsawan karenadarah yang mereka akui, melainkan bangsawan karena otak dankecakapan.”

Menurut mereka, karena “miskin dan alpa dan terpaksa pulabekerja keras” untuk bisa hidup, “rakyat tidak mempunyai waktuuntuk memikirkan politik dan keselamatan negeri. [Oleh] sebab

Page 102: PANGGILAN TANAH AIR

81

lampiran-lampiran

itu tidak wajib rakyat [...] diberi [hak] suara tentang urusannegeri. [...]. [N]asib rakyat dan urusan negeri ada di tangan kaumintelek. Mereka mengumpamakan diri mereka sebagai dewaorang banyak. [...] Nyatalah bahwa rakyat, [...], tidak lain daripadaperkakas kaum intelek saja.”

“[B]ukan kebangsaan ningrat dan bukan pula kebangsaan intelekyang dikehendaki oleh Pendidikan Nasional Indonesia, melainkankebangsaan rakyat! ‘Karena rakyat itu badan dan jiwa bangsa’.Dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendah derajat kita.[...] Hidup atau matinya Indonesia Merdeka ... tergantungkepada semangat rakyat. [...] [K]aum terpelajar baru ada berarti,kalau di sampingnya ada rakyat yang sadar dan insaf akankedaulatan dirinya.”

“Sebab itu menurut keyakinan Pendidikan Nasional Indonesia,kebangsaan itu haruslah dihinggapi semangat rakyat, jadiberdasar kerakyatan!”

“II. Kerakyatan”

“Seperti halnya soal kebangsaan, pengertian tentangkerakyatan bermacam-macam pula, menurut sifat golonganyang menganjurkannya. ... Kerakyatan yang dipahamkan olehPendidikan Nasional Indonesia sebagai asas yang kedua ...berlainan daripada cita-cita kerakyatan yang biasa, tiruan daridemokrasi Barat. Dalam pasal 2 Peraturan Dasar [PendidikanNasional Indonesia] ditulis:”

Page 103: PANGGILAN TANAH AIR

82

panggilan tanah air

Asas Kerakyatan mengandung arti, bahwa kedaulatan ada padarakyat. Segala hukum (recht; peraturan-peraturan negri)haruslah bersandar pada perasaan keadilan dan kebenaran yanghidup dalam hati rakyat yang banyak, dan aturan penghidupanharuslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau [hukum ituberdasarkan] kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat inilahyang menjadi pangakuan oleh segala jenis manusia yangberadab, bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai hak untukmenentukan nasib sendiri.

Agar asas kerakyatan ini terwujud dalam Indonesia Merdeka,“haruslah rakyat insaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudianharuslah ia berhak menentukan nasibnya sendiri dan perihalbagaimana ia mesti hidup dan bergaul. Pendeknya, caramengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomiannegeri, semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat.[...] [R]akyat itu [adalah] daulat alias raja atas dirinya. Tidak lagiorang seorang atau sekumpulan orang pandai atau satugolongan kecil saja yang memutuskan nasib ... bangsa, melainkanrakyat sendiri. Inilah arti Kedaulatan Rakyat! Inilah suatu dasardemokrasi atau kerakyatan yang seluas-luasnya, [t]idak sajadalam hal politik, melainkan juga dalam hal ekonomi dan sosial...; keputusan dengan mufakat rakyat yang banyak.”

Asas “kedaulatan rakyat yang menjadi dasar Pendidikan NasionalIndonesia” ini berbeda sekali “dengan demokrasi cara Barat[...]”, yang dikenal juga dengan moderne democratie. Rakyatmemerintah diri sendiri dengan perantaraan Badan-badanPerwakilan, yang susunannya dipilih oleh rakyat sendiri. Akan

Page 104: PANGGILAN TANAH AIR

83

lampiran-lampiran

tetapi melakukan asas-asas demokrasi itu berbeda-beda dalampraktek, menurut keperluan golongan masing-masing. Sebabitu ada conservatieve democratie, ada liberale democratie, adavrijzinnige democratie, dan ada pula sociale democratie. Managolongan yag kuat atau berpengaruh besar, itulah yang memberirupa kepada demokrasi tadi.”

“[S]usunan demokrasi itu masing-masing” tidak akan dibicara-kan. “Cukuplah buat pengetahuan, bahwa di waktu sekarangkaum kapitalis yang berkuasa di benua Barat. Oleh sebab itudemokrasi di sana memakai rupa kapitalistische democratie yangjuga dinamai burgerlijke democratie. Dan (cita-cita modernedemocratie yang begitu bagus ... tidak berlaku lagi. [...].”

Penyimpangan cita-cita demokrasi modern di Barat itubersumber dalam individualisme yang menjadi dasarnya. Sepertimula-mula dirumuskan oleh filsuf Prancis J.J. Rousseau dalamdasawarsa-dasawarsa pertengahan kedua abad ke-18,individualisme adalah keyakinan bahwa “manusia itu lahirmerdeka dan hidup merdeka”. Oleh karena itu, pemerintahanotokrasi yang “ditunjang oleh kaum ningrat [atau] foedalisme”ditentang keras lalu dirobohkan oleh semangat individualismeitu. Dengan demikian semangat individualisme “memberikemerdekaan kepada orang-orang untuk menentukan nasibsendiri”. Namun, karena sumber daya masih tetap dikuasai olehsegelintir orang, kemerdekaan orang per orang itu tidakmenghasilkan “demokrasi enonomi”, tapi hanya “demokrasipolitik”. Timbul perpecahan sosial melalui “perjuangan kelaskasta”.

Page 105: PANGGILAN TANAH AIR

84

panggilan tanah air

Revolusi individualisme atau “individueele revolutie” di Prancisdengan serentak ditimpali dengan revolusi industri atau“industrieele revolutie” di Inggris. Maka revolusi ganda itumelahirkan “Kapitalisme Modern”. Jadi, “[s]emangatindividualisme memajukan politik liberalisme dan liberalismememperkuat roh kapitalisme. Dalam politik [...] tiap-tiap manusialahir merdeka dan hidup merdeka.” Makanya tidak aneh kalaudalam konstitusi pertama Prancis hasil revolusi orang dilarangberserikat. Akibatnya celaka bagi buruh, karena mereka tidakbisa lagi mengandalkan serikat sekerja untuk membelakepentingan sendiri terhadap majikan. Sebaliknya majikan bolehberbuat apa saja, karena “[d]alam ekonomi, semangatindividualisme [...] [berarti] laissez faire, laissez passer”, yangberarti boleh berbuat sesuka hati.

“Jadinya, demokrasi Barat [...] tidak membawa kemerdekaanrakyat yang sebenarnya, melainkan menegakkan kekuasaankapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja tidak cukup untukmencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat.Harus ada pula demokrasi ekonomi ... [yaitu] bahwa segalapenghasilan yang mengenai penghidupan orang banyak harusberlaku di bawah tanggungan orang banyak juga”. Dirumuskanlain “[b]agaimana pemerintahan negeri harus dijalankan danbagaimana caranya rakyat mesti hidup, semuanya itu harusmerupakan hasil keputusan rakyat atas mufakat.”

Mufakat ini merupakan “sifat kemasyarakatan (gemeenshap)”bangsa kita “semenjak zaman purbakala”. Itulah sendi“demokrasi asli Indonesia.” Namun, bagaimana pun “bagusnya

Page 106: PANGGILAN TANAH AIR

85

lampiran-lampiran

di masa dahulu, [demokrasi asli kita itu] tidak [lagi] mencukupi diwaktu sekarang”. Lagi pula demokrasi asli kita itu “hanyaterdapat pada pemerintahan desa saja”, sedang“[p]emerintahan di atas semata-mata berdasarkan otokrasi. Diatas otonomi desa berdiri ‘Daulat Tuanku’ yang [bertindak]sewenang-wenang [...]. Kita harus melanjutkan demokrasi aslimenjadi Kedaulatan Rakyat, supaya terdapat peraturanpemerintahan rakyat untuk Indonesia seumumnya. ‘DaulatTuanku’ (Raja) mesti diganti dengan ‘Daulat Rakyat’!” [...]

“Sekarang jelaslah apa yang disebut di atas, bawa KedaulatanRakyat yang dimajukan oleh Pendidikan Nasional Indonesiasungguh pun baru, sebenarnya tidak asing bagi rakyat Indone-sia, karena tersusun di atas demokrasi tua yang ada di tanah airkita. Demokrasi asli itu kita hidupkan kembali, tetapi tidak padatempat yang kuno, melainkan pada tingkat yang lebih tinggi,menurut kehendak pergaulan hidup sekarang. Sepadan denganbetul dengan semangat demokrasi asli Indonesia, cita-citaKedaulatan Rakyat paham Pendidikan Nasional Indonesiaberdasar pada rasa-bersama, kolektivitas!”

“Arti Kedaulatan Rakyat bagi Pergerakan Sekarang”

“Sekarang kita maklum, bahwa cita-cita yang di atas hanya dapatdicapai, kalau Indonesia sudah merdeka serta rakyat Indonesiasudah memerintah dirinya sendiri dan kalau hukum dan undang-undang negeri cocok dengan perasaan keadilan dan kebenaranyang hidup dalam sanubari rakyat yang banyak.”

Page 107: PANGGILAN TANAH AIR

86

panggilan tanah air

“Bahwa Indonesia lambat laun mesti merdeka, itu tidak dapatdisangkal lagi. Itu sudah Hukum Riwayat [Hukum Sejarah]! Indo-nesia Merdeka bukan perkara dapat atau tidak, hanya perkarawaktu saja.”

“Sebab itu apa yang diucapkan oleh Pendidikan Nasional Indo-nesia tidak tinggal di awang-awang, melainkan berarti padawaktu sekarang, selagi rakyat dalam perjuangan.”

“Dari mulai sekarang cita-cita Kedaulatan Rakyat harus ditanamdi dalam hati rakyat! Kalau tidak, rakyat tidak akan insaf akanharga dirinya, tidak tahu, bahwa ia raja atas dirinya sendiri,sehingga ia tidak mudah tunduk ke bawah kekuasaan apa dansiapa juga. Dan kalau Indonesia sampai merdeka, ia akan tinggaltertindas, karena kekuasaan tentu jatuh ke dalam tangan kaumningrat, sebab merekalah yang banyak mempunyai orang cerdikpandai. Dan dalam Indonesia Merdeka yang seperti itu tidakberarti rakyat merdeka!”

“[...]”( “Sebab itu Pendidikan Nasional Indonesia mendidikrakyat, supaya insaf akan kedaulatan dirinya dan paham kepadamakna dan maksud dasar Kedaulatan Rakyat. [...].”

“Jalan yang dipakai oleh Pendidikan Nasional untuk mencapaitujuan itu ialah terutama mendidik rakyat dalam hal-hal politik,ekonomi, dan sosial dengan memperhatikan asas-asasKedaulatan Rakyat.”

“[...]”

Page 108: PANGGILAN TANAH AIR

87

lampiran-lampiran

“Moga-moga Pendidikan Nasional Indonesia lekas mendapatperhatian daripada rakyat jelata, sebagai pohon yang rindangtempat marhaen Indonesia berlindung, dan sebagai langgarumum, tempat rakyat mengasah budi dan pekerti.” % (ParakitriT. Simbolon, 24 Juni 2009)

Sumber:http://zamrudkatulistiwa.com/2009/06/24/ke_arah_indonesia_merdeka/ (unduh terakhir pada 5 Mei 2015)

Page 109: PANGGILAN TANAH AIR

88

Lampiran 1cLampiran 1cLampiran 1cLampiran 1cLampiran 1c

Soekarno (1933)”Mencapai Indonesia Merdeka”

[Ringkasan dibuat oleh Parakitri T. Simbolon]

Ringkasan “visi-misi” Bung Karno ini berdasarkan “MencapaiIndonesia Merdeka” dalam Ir. Soekarno, Di bawah BenderaRevolusi (Djakarta: Panitya Penerbit Di bawah Bendera Revolusi,1964), jilid pertama, cetakan ketiga, hlm. 257-324.

Seperti diungkapkan di bagian awal karya ini, Soekarnomenuliskannya di Pangalengan pada 30 Maret 1933. Pangalengan,suatu kota kecil pegunungan di sebelah selatan kota Bandung.“[S]ekembali ... dari ... tournée ... ke Jawa Tengah ...membangkitkan Rakyat sedjumlah 89.000 orang,” Soekarno“berpakansi beberapa hari [di sana] melepaskan kelelahan badan.”Ia sendiri menyebut karyanya ini “risalah”, juga “vlugschrift”, yangdua-duanya berarti karangan ringkas, brosur, pamflet.

Risalah ini ditujukan kepada “orang yang baru mendjejakkan kakidi gelanggang perjoangan”. Agar tidak “terlalu tebal” dan“terlalu mahal”, “hanya garis-garis besar sahaja” yangdikemukakan. “Mitsalnya fatsal ‘Di Seberang Jembatan Emas’kurang jelas, sehingga akan dipaparkan lebih rinci dalam karyalain.

Page 110: PANGGILAN TANAH AIR

89

lampiran-lampiran

Di luar pengantar yang tanpa sub-judul, risalah ini terdiri dari 10sub-judul:

1. Sebab-sebabnya Indonesia Tidak Merdeka2. Dari Imperialisme-Tua ke Imperialisme-Modern3. “Indonesia, Tanah Yang Mulya, Tanah Kita Yang Kaya; (Di

sanalah kita Berada, untuk Selama-lamanya” ...)4. “Di Timur Matahari Mulai Bercahaya, Bangun dan Berdiri,

Kawan Semua”...5. Gunanya Ada Partai6. Indonesia Merdeka Suatu Jembatan7. Sana Mau ke Sana, Sini Mau ke Sini8. Machtsvorming, Radikalisme, Massa-Aksi9. Diseberangnya Jembatan Emas10. Mencapai Indonesia-Merdeka!

1. Sebab-sebabnya Indonesia Tidak Merdeka

Risalah mulai dengan menolak tesis “Professor Veth” bahwaIndonesia “tidak pernah merdeka [...] dari zaman Hindu sampaisekarang [...] Indonesia senantiasa menjadi negeri jajahan: mula-mula jajahan Hindu, kemudian jajahan Belanda.” Namun sejarahmenunjukkan yang sebaliknya: “[K]aum yang kuasa di dalamzaman Hindu itu [...] tidak terutama sekali kaum penjajah [...].Mereka bukanlah kaum yang merebut kerajaan, tetapi merekasendirilah yang mendirikan kerajaan di Indonesia! Merekamenyusun staat Indonesia, yang tahadinya tidak ada staat Indo-nesia!” Hubungan kerajaan Indonesia itu dengan Hindustan“bukanlah perhubungan kekuasaan, [...] tetapi ialah

Page 111: PANGGILAN TANAH AIR

90

panggilan tanah air

perhubungan peradaban, perhubungan cultuur.”

[...]

“Negeri Indonesia ketika itu merdeka, – tetapi penduduk Indo-nesia, Rakyat-jelata Indonesia, Marhaen Indonesia ... tidakpernah merdeka.” Namun begitulah nasib semua rakyat jelatadi seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Mereka “diperintaholeh raja-rajanya secara feodalisme: Mereka hanyalah menjadiperkakas sahaja dari raja-raja itu dengan segala bala-keningratannya ...”.

Karena itu sebab-sebabnya Indonesia dijajah, tidak merdeka,harus dicari dalam masa “[t]iga empat ratus tahun yang lalu, didalam abad keenam belas ketujuh belas ... ketika “feodalismeEropah” surut dan diganti dengan “vroeg-kapitalisme”,kapitalisme tua, yaitu timbulnya kelas “pertukangan danperdagangan, yang giat sekali berniaga di seluruh benua Eropa-Barat.” Kelas kapitalis ini semakin kuat sampai dapat mencapai“kedudukan kecakrawartian”, kuasa pemerintahan. SegeraEropa menjadi sempit bagi kapitalisme tua itu, sehingga“timbullah suatu nafsu, suatu stelsel” untuk menguasai “benua-benua lain, – terutama sekali di benua Timur, di benua Azia!”Itulah “imperialisme”.

Sementara itu “... masyarakat Indonesia khususnya, masyarakatAzia umumnya, pada waktu itu kebetulan sakit”, maksudnya“suatu masyarakat ‘in transformatie’ ..., yang sedang asyik‘berganti bulu’: “[dari] feodalisme-kuno” atau “feodalisme

Page 112: PANGGILAN TANAH AIR

91

lampiran-lampiran

Brahmanisme” ke “feodalisme-baru, feodalismenya ke-Islam-an, yang sedikit lebih demokratis ...”. Masa ‘berganti bulu” itutercermin antara lain dalam “pertempuran antar Demak danMajapahit, atau Banten dan Pajajaran”. Pertempuran-pertempuran itu “membikin badan masyarakat menjadi ‘demam’dan menjadi ‘kurang-tenaga’, dan lambat-laun dikalahkan olehkapitalisme-tua Eropa melalui nafsu imperialismenya.

2. Dari Imperialisme-Tua ke Imperialisme-Modern

“Tahukah pembaca bagaimana mekarnya imperialisme itu, ...dari imperialisme-kecil menjadi imperialisme raksasa [...,] dariimperialisme-tua menjadi imperialisme modern?” Untuk itupembaca perlu tahu lebih dulu bahwa “[i]mperialisme adalahanaknya kapitalisme. Imperialisme-tua dilahirkan olehkapitalisme-tua, imperialisme-modern dilahirkan olehkapitalisme-modern. [Namun] [w]ataknya kapitalisme-tua adalahberbeda besar dengan wataknya kapitalisme-modern. [...] Makaimperialisme-tua yang dilahirkan oleh kapitalisme-tua itu, –imperialismenya [VOC] dan ... [Tanam Paksa] – ... niscayalah satuwatak dengan ‘ibunya’, yakni watak-tua, watak-kolot, watak-kuno.”

Watak kuno imperialisme-tua itu “menghantam ke kanan danke kiri, [menjalankan] stelsel monopoli dengan kekerasan dankekejaman ... mengadakan sistim paksa ..., membinasakan ribuanjiwa manusia, menghancurkan kerajaan-kerajaan ..., membasmimilliunan tanaman cengkeh dan pala .... Ia melahirkan aturancontingenten [pajak berupa hasil bumi] dan leverantien [hak

Page 113: PANGGILAN TANAH AIR

92

panggilan tanah air

monopoli beli hasil bumi] yang sangat berat dipikulnya olehRakyat [...].”

“Tetapi lambat-laun di Eropah modern-kapitalisme menggantivroeg-kapitalisme yang sudah tua-bangka. Paberik-paberik,bingkil-bingkil, bank-bank, pelabuhan-pelabuhan, kota-kotaindustri timbullah seakan-akan jamur di musim dingin, dan tatkalamodern-kapitalisme ini sudah dewasa, maka modal-kelebihannya alias surplus kapital-nya lalu ingin dimasukkan diIndonesia ...”. Mereka tidak sabar menunggu di pintu gerbangIndonesia. Mereka memekik dengan semboyan-semboyanseperti kebebasan buruh, kebebasan menyewa tanah,persaingan bebas. “Dan akhirnya, pada kira-kira tahun 1870,dibukalah pintu gerbang itu!” Maka masuklah “modal-partikelirdi Indonesia, – mengadakan paberik-paberik gula di mana-mana,kebon-kebon teh di mana-mana, onderneming-ondernemingtembakau di mana-mana, dan lain sebagainya ...”.

“Cara pengambilan [rezeki dengan jalan monopoli] berobah,sistimnya berobah, wataknya berobah, tetapi banyakkahperobahan bagi Rakyat Indonesia? Banjir harta yang keluar dariIndonesia bukan semakin surut, tetapi malahan makin besar,drainage Indonesia malahan makin [besar].” Maka sejak “adanyaopendeur politiek [politik pintu terbuka] di dalam tahun 1905,maka modal yang boleh masuk ke Indonesia dan mencari rezekidi Indonesia bukanlah lagi modal Belanda sahaja, tetapi jugamodal Inggeris, juga modal Amerika, juga modal Jepang, jugamodal Jerman, juga modal Perancis, juga modal Italia, juga modallain-lain, sehingga imperialisme di Indonesia kini adalah

Page 114: PANGGILAN TANAH AIR

93

lampiran-lampiran

imperialisme yang internasional karenanya. Raksasa ‘biasa yangdulu ... kini sudah menjadi raksasa Rahwana Dasamuka yangbermulut sepuluh!”

Drainase itu digambarkan dengan perbandingan antara ekspordan impor untuk 1924-1930. Rata-rata jumlah ekspor/tahun f1.527.799.571, sedang rata-rata jumlah impor/tahun f 875.917.143.Jadi rata-rata rasio ekspor dan impor adalah 174/100, sedang rasiotertinggi 226/100 dan terendah 135/100. “Sedang bandingannyaekspor/impor di negeri-negeri jajahan yang lain-lain ada‘mendingan’, [dan] bandingan itu di dalam tahun 1924: AfrikaSelatan 119/100; Filipina 123/100; India 123/100; Mesir 129/100, SriLanka 133/100. “[M]aka buat Indonesia, ia menjadi yang palingcelaka [...]”. Sebanyak 75 persen nilai ekspor itu berasal dari“delapan macam hatsil onderneming landbouw” atau hasilpertanian yang sangat dekat dengan kepentingan rakyat.

Untung bersih bagi semua onderneming itu rata-rata f515.000.000/tahun, “lima ratus lima belas milliun rupiah setahun,dan ini adalah 9% á 10% dari mereka punya modal-induk!”, sedang“bagi Marhaen, yang membanting tulang dan berkeluh-kesahmandi keringat bekerja membikinkan untung sebesar itu, rata-rata di dalam zaman ‘normal’ [sebelum meleset] ta’ lebih daridelapan sen seorang sehari ...”

3. “Indonesia, Tanah yang Mulya ...”

Marhaen dapat “ta’ lebih dari delapan sen seorang sehari. Danini pun bukan hisapan-jempol kaum pembohong, bukan

Page 115: PANGGILAN TANAH AIR

94

panggilan tanah air

hasutannya kaum penghasut, bukan agitasinya pemimpin-agi-tator. [...] Memang hanya orang munafik dan durhaka sahajalahyang tak’ berhenti-henti berkemak-kemik: ‘Indonesia sejahtera.Rakyatnya kenyang-senang.” [...]. Kenyataan ini “ta’ dapatdibantah lagi. Dr Huender telah mengumpulkan angka-angka[nya]. [...] Ia membagi pendapatan Kang Marhaen itudalam tiga bagian: ... dari padinya, ... dari palawijanya, ... dariperkuliannya bilamana Marhaen tengan ‘vrij’”.

[...]

“En toch, barangkali risalah ini dibaca oleh fihak ‘twijvelaars’alias fihak ‘ragu-ragu’ di kalangan kita punya intellectuelen yangkarena terlampau kenyang ‘cekokan kolonial’ tidak percayabahwa Marhaen papa-sengsara?” Cara manjur melenyapkankeraguan mereka itu adalah menganjurkan mereka pergi kekalangan Marhaen sendiri, lalu melihat dengan mata kepalasendiri. Boleh juga periksa “perkataan Professor Boeke yangberbunyi, bahwa hidupnya bapak tani adalah hidup ‘ellendig’,hidup yang sengsara keliwat sengsara’”. Boleh juga buka “surar-surat chabar [...] dan mengumpulkan ‘syair megatruh’ [...] yangmelagukan betapa hidupnya Kang Marhaen yang ... sudah‘sekarang makan besok tidak’ itu”.

[...]( “O, Marhaen, hidupmu sehari-hari morat-marit” tapi “kamuboleh menyanyi: Indonesia,Tanah Yang Mulya/ Tanah Kita YangKaya/ Disanalah kita Berada/ Untuk Selama-lamanya.”

Page 116: PANGGILAN TANAH AIR

95

lampiran-lampiran

4. “Di Timur Matahari Mulai Bercahaya,”

“Tetapi hal-hal yang saya ceritakan di atas ini hanyalah kerusakanlahir sahaja. Kerusakan bathin pun ternyata [timbul] di mana-mana. Stelsel imperialisme yang butuh pada kaum buruh itu,sudah [menyelewengkan] semangat kita menjadi semangatperburuhan ... yang hanya senang jikalau bisa menghamba.Rakyat Indonesia sediakala terkenal sebagai Rakyat yang gagah-berani ..., yang perahu-perahunya melintasi lautan dan samodra..., kini terkenal sebagai ‘het zachtste volk der aarde’, ‘Rakyatyang paling lemah-budi di seluruh muka bumi’. Rakyat Indone-sia itu kini menjadi Rakyat yang hilang kepercayaannya pada dirisendiri, hilang keperibadiannya [...]”.

Itu pun “belum bencana bathin yang paling besar! Bencana bathinyang paling besar ialah bahwa Rakyat Indonesia itu percaya bahwaia memang adalah ‘Rakyat-kambing’ yang selamanya harus dipimpindan dituntun”. Rakyat seperti itu percaya saja semboyanimperialisme bahwa mereka datang di Indonesia bukan untuk carirezeki, malainkan datang membawa “’maksud suci’ ... ‘mission-cacrée’ [untuk mencapai] ‘beschaving’ dan ‘orde en rust’, –‘[peradaban]’ dan ‘[ketertiban] umum’.”

Namun semua itu “hanyalah omong-kosong belaka”, dan kitaakan binasa kalau terus percaya omong-kosong tersebut, ‘danpantas binasa di dalam lumpur penghinaan dan nerakanyakegelapan. [...] Tetapi ... Alhamdulillah, di Timur matahari mulaibercahaya, fajar mulai menyingsing! Obat tidur imperialisme yangberabad-abad kita minum ... perlahan-lahan mlai kurang dayanya.

Page 117: PANGGILAN TANAH AIR

96

panggilan tanah air

[...] Berabad-abad kita sudah lembek hingga seperti kapuk danagar-agar. Yang [kita] butuhkan kini ialah otot-otot yang kerasnyasebagai baja, urat-urat-syaraf yang kuatnya sebagai besi,kemauan yang kerasnya sebagai batu-hitam ... dan jika perlu,berani terjun ke dasarnya samodra!”

Fajar menyingsing itu adalah pergerakan kebangsaan kita.“Pergerakan memang bukan tergantung [pada] seorangpemimpin ..., pergerakan adalah bikinannya nasib kita yangsengsara. [Pergerakan] pada hakekatnya adalah usahamasyarakat sakit yang mengobati diri sendiri. [...] Oleh karenaitulah kita harus mempunyai [...] pergerakan yang ... cocok dansesuai dengan hukum-hukumnya masyarakat dan terus menujuke arah doelnya masyarakat, ya’ni masyarakat yang selamat dansempurna. [...]. Haibatkanlah pergerakanmu menjadipergerakan yang bewust dan insyaf, yang karenanya akanmenjadi haibat sebagai tenaganya gempa. Fajar mulaimenyingsing. Sambutlah fajar itu dengan kesadaran, dan kamuakan segera melhat matahari terbit.”

5. Gunanya Ada Partai

“Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karenaingin hidup yang lebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidakkarena ‘ideal’ saja ... [tapi] karena ingin perbaikan nasib [di segalabidang].” Namun, perbaikan nasib “hanyalah bisa datangseratus prosen, bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalismedan imperialisme. [...] Oleh karena itu ... pergerakan kita itu ...yang ingin merobah samasekali sifatnya masyarakat ... yang

Page 118: PANGGILAN TANAH AIR

97

lampiran-lampiran

samasekali ingin menggugurkan stelsel imperialisme dankapitalisme. Pergerakan kita janganlah hanya ... ingin rendahnyapajak, ... tambahnya upah, janganlah hanya ingin perbaikan-perbaikan kecil yang bisa tercapai hari sekarang ...”.

Perubahan yang begitu besar harus “dibarengi dengangemuruhnya banjir pergerakan Rakyat-Jelata. [...]. Kita pun harusmenggerakkan Rakyat-jelata di dalam suatu pergerakan radikalyang bergelombangan sebagai banjir, menjelmakan pergerakanmassa yang tahadinya onbewust dan hanya raba-raba itu menjadisuatu pergerakan massa yang bewust dan radikal, ya’ni massa-aksi yang insyaf akan jalan dan maksud-maksudnya.”

“Welnu, bagaimanakah kita bisa menjelmakan pergerakan ...yang bewust dan radikal? Dengan suatu partai! Dengan suatupartai yang mendidik Rakyat-jelata itu ke dalam ke-bewest-andan keradikalan.” [...]. Partai yang demikian ... bukan partaiburjuis, bukan partai ningrat, bukan ‘partai-Marhaen’ yangreformistis, bukan pun ‘partai radikal’ yang hanya amuk-amukansahaja, – tetapi partai-Marhaen yang radikal yang tahu saatmenjatuhkan pukulan-pukulannya.”

6. Indonesia Merdeka Suatu Jembatan

Dengan partai seperti itulah pergerakan kebangsaan mencapaimaksudnya: “suatu masyarakat yang adil dan sempurna, yangtidak ada tindasan dan hisapan, yang tidak ada kapitalisme danimperialisme. [...]. Dan syarat yang pertama untukmenggugurkan stelsel kapitalisme dan imperialisme ... ialah:

Page 119: PANGGILAN TANAH AIR

98

panggilan tanah air

k i t a h a r u s m e r d e k a. Kita harus merdeka, agar supaya kitabisa leluasa bercancut-tali-wanda menggugurkan stelselkapitalisme dan imperialisme. Kita harus merdeka, supaya kitabisa leluasa mendirikan suatu masyarakat-baru yang tiadakapitalisme dan imperialisme. [...]. Dapatkah Ramawijajamengalahkan Rahwana Dasamuka, jikalau Ramawijaya itu[masih] terikat kaki dan tangannya ...?”

Syarat kedua, “mengikhtiarkan kemerdekaan nasional”, kaumMarhaen “j u g a h a r u s m e n j a g a j a n g d i d a l a mk e m e r d e k a a n – n a s i o n a l i t u k a u m Ma r h a e n l a h ja n g m e m e g a n g k e k u a s a a n, – bukan kaum borjuisIndonesia, bukan kaum ningrat Indonesia, bukan musuh kaum-Marhaen. [...].

Adakah dus saya kini mengutamakan klassenstrijd [pertentangankelas]? Saya belum mengutamakan klassenstrijd antara bangsaIndonesia dengan bangsa Indonesia, walau pun tiap-tiap nafsukemodalan di kalangan bangsa sendiri kini sudah saya musuhi.Saya seorang nasionalis ... selamanya menganjurkan supayasemua tenaga nasional yang bisa dipakai menghantam musuhuntuk mendatangkan kemerdekaan-nasional itu, haruslahdihantamkan pula.”

“‘De sociale tegenstellingen worden in onvrije landen innationale vormen uitgevochten’, ‘pertentangan sosial di negeri-negeri yang ta’ merdeka diperjoangkan secara nasional’,begitulah juga Henriette Roland Holst berkata. Tetapikemerdekaan-nasional hanyalah suatu jembatan, suatu syarat,

Page 120: PANGGILAN TANAH AIR

99

lampiran-lampiran

suatu strijdmoment. Di belakang Indonesia Merdeka itu kitakaum Marhaen masih harus mendirikan kita punya GedungKeselamatan, bebas dari tiap-tiap macam kapitalisme.” Jadi,syarat ketiga adalah: kesadaran bahwa kemerdekaan nasisonalhanyalah jembatan emas.

7. Sana Mau ke Sana, Sini Mau ke Sini

“Tapi sekarang timbul pertanyaan: bagaimana kita [memenuhi]... tiga [syarat] itu?”

“[K]ita lebih dulu harus mengetahui hakekatnya kedudukanantara imperialisme dan kita, hakekat kedudukan antara s a n adan s i n i.” Inilah yang menentukan “azas-azas perjoangan kita,... strategi kita, ... taktik kita ... ‘houding’ [sikap] kita terhadap ...kaum sana itu ...”

Hakekat “kedudukan” itu “boleh kita gambarkan dengan satuperkataan sahaja: p e r t e n t a n g a n. Pertentangan di dalamsegala hal. [...] Tidak ada persesuaian antara sana dan sini. Antarasana dan sini ada pertentangan sebagai api dan air, sebagaiserigala dan rusa, sebagai kejahatan dan kebenaran.” Inilah“yang oleh kaum Marxis disebutkan d i a l e k t i k-nya sesuatukeadaan ...” Pertentang sana dan sini berada dalam dialektik itu,yang disebut “ber-antitese”.

Dialektik ini “menyuruh kita selamanya ... t i d a k b e k e r j a [s am a] terhadap ... kaum sana itu, – s a m p a i kepada saatkeunggulan dan kemenangan. [...] kemenangan hanyalah bisa

Page 121: PANGGILAN TANAH AIR

100

panggilan tanah air

kita capai dengan kebiasaan s e n d i r i, tenaga s e n d i r i, usahas e n d i r i. [...]. Inilah yang biasanya kita sebutkan politik‘p e r c a y a p a d a k e k u a t a n s e n d i r i’, politik ‘s e l f –h e l p dan n o n – c o o p e r a t i o n’.”

8. Machtsvorming, Radikalisme, Massa-Aksi

Selain membawa kita ke “politik selfhelp dan non-cooperation”,dialektika tadi juga membawa kita “ke dalam kawahcandradimukanya politik machtsvorming, radikalisme dan massa-aksi.” Machtsvorming “adalah ... pembikinan kuasa ... jalan satu-satunya untuk memaksa kaum sana tunduk kepada kita.” Jalansatu-satunya, karena “’nooit heeft een klasse vrijwillig van haarbevoorrechte positie afstand gedaan”, begitulah Karl Marxberkata ... ‘Ta’ pernahlah sesuatu kelas suka melepaskan hak-haknya dengan ridlanya kemauan sendiri’.”

“Radikalisme” berarti menggunakan “machtsvorming” kita,bukan “kepandaian putar lidah, bukan kepandaian menggerutudengan hati dendam terhadap kaum sana.” Dengan kata lain,“[t]iap-tiap kemenangan kita, dari yang besar-besar sampai yangkecil-kecil, adalah hatsilnya d e s a k a n dengan kita punya tenaga.Oleh karena itu ‘teori’ dan ‘prinsip’ sahaja buat saya belum cukup.Tia-tiap orang bisa menutup dirinya di dalam kamar, danmenggerutu ‘ini tidak menurut teori’, ‘itu tidak menurut prinsip’.Saya tidak banyak menghargakan orang yang demikian itu. Tetapiyang paling sukar ialah, di muka musuh yang kuat dan membuta-tuli ini, menyusun suatu m a c h t yang terpikul oleh suatu prinsip.Keprinsipiilan dan keradikalan zonder machtsvorming yang bisa

Page 122: PANGGILAN TANAH AIR

101

lampiran-lampiran

menundukkan musuh di dalam perjoangan yang haibat, bolehlahkita buang ke dalam sungai Gangga. Keprinsipiilan dankeradikalan yang menjelmakan kekuasaan, itulah kemauan Ibu!”

9. Di Seberangnya Jembatan Emas

“Adakah Indonesia-Merdeka bagi Marhaen menentukan hidup-kemanusiaan yang [leluasa dan sempurna, ... yang secaramanusia dan selayak manusia]? Indonesia-Merdeka sebagai sayakatakan di atas, adalah menjanjikan tetapi belum pastimenentukan bagi Marhaen hidup kemanusiaan yang demikianitu.” Yang menjanjikan itu “barulah menjadi ketentuan, kalauMarhaen sedari sekarang sudah insyaf seinsyaf-insyafnya bahwaIndonesia-Merdeka hanyalah suatu jembatan, – sekali pun suatujembatan emas!– yang harus dilalui dengan segala keawasandan keprajinaan, jangan sampai di atas jembatan itu Kereta-Kemenangan dikusiri oleh lain orang selainnya Marhaen.”

Satu calon kusir ialah “kaum ningrat” dengan “nasionalisme-keningratan” mereka. “Mereka masih hidup dalam keadaanfeodalisme [...] yang biasanya setia sekali pada kaum yang diatas ... Tetapi menurut cita-citanya di dalam Indonesia-Merdekaitu merekalah yang harus menjadi ‘kepala’ ... yang sejak zamanpurbakala, sejak feodalisme Hindu dan sejak feodalisme ke-Is-lam-an toch sudah menjadi ‘pohon beringin’ yang melindungikaum ‘kawulo’”. Calon kusir lain ialah “nasionalisme-keborjuisan”milik kaum modal, industri, kaum berpunya. Dua-duanya memujaindividualisme, yang menjerumuskan Marhaen ke lembahdemokrasi politik belaka.

Page 123: PANGGILAN TANAH AIR

102

panggilan tanah air

Terhadap mereka ini Marhaen mengajukan demokrasiberdasarkan “gotong royong”, dalam bentuk “sosio-demokrasi”dan “sosio-nasionalisme”. “Dengungkanlah sampai melintasitanah-datar dan gunung dan samodra, bahwa Marhaen diseberangnya jembatan-emas akan mendirikan suatu masyarakatyang tiada keningratan dan tiada keborjuisan, tiada kelas-kelasandan tiada kapitalisme.”

“Bahagialah partai-pelopor yang demikian itu! “Bahagialahmassa yang dipelopori partai yang demikian itu! “Hiduplah sosio-nasionalisme dan soio-demokrasi!”

10. Mencapai Indonesia-Merdeka!

“Sekarang, kampiun-kampiun kemerdekaan, majulah ke muka,susunlah pergerakanmu menurut garis-garis yang saya guratkandi dalam risalah ini. Haibatkanlah partainya Marhaen, agar supayamenjadi partai pelopornya massa. Haibatkanlah semua semangatyang ada di dalam dadamu, haibatkanlah semua kecakapan-mengrorganisasi yang ada di dalam tubuhmu, haibatkanlahsemua keberanian banteng yang ada di dalam nyawamu [...].”“Hidupkanlah massa-aksi, untuk mencapai Indonesia-Merdeka!” % (Parakitri T. Simbolon. Rebo, 1 Juli 2009).

Sumber:http://zamrudkatulistiwa.com/2009/07/01/mancapai_indonesia_merdeka/ (unduh terakhir pada 5 Mei 2015)

Page 124: PANGGILAN TANAH AIR

103

Lampiran 2Lampiran 2Lampiran 2Lampiran 2Lampiran 2

Naskah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsadan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harusdihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan danperikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telahsampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamatsentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintugerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengandidorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupankebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakandengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu PemerintahanNegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, danikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, makadisusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Page 125: PANGGILAN TANAH AIR

104

panggilan tanah air

Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalamsuatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatanrakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, danKerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatuKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 126: PANGGILAN TANAH AIR

105

Lampiran 3Lampiran 3Lampiran 3Lampiran 3Lampiran 3

Pidato Soekarno MemproklamasikanKemerdekaan Republik Indonesia

17 Agustus 1945

Saudara-saudara sekalian!

Saya telah minta saudara-saudara hadir di sini untuk menyaksikanperistiwa maha-penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluhtahun kita bangsa Indonesia telah berjuang, untuk kemerdekaantanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombang aksikita untuk mencapai kemerdekaan kita itu, ada naiknya dan adaturunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga diJaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasionaljuga tidak berhenti-berhenti. Di dalam Jaman Jepang ini,tampaknya-saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapipada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetapkita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnyakita benar-benar mengambil nasib bangsa dengan nasib tanahair di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang beranimengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiridengan kuatnya. Maka kami tadi malam telah mengadakanmusyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dariseluruh Indonesia. Permusyawaratan itu se-iya sekataberpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untukmenyatakan kemerdekaan kita.

Page 127: PANGGILAN TANAH AIR

106

panggilan tanah air

Saudara-saudara! dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu,dengarkanlah proklamasi kami :

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakankemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenaipemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakandengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-08-1945

Demikianlah, saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka!Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita. Mulaisaat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, NegaraRepublik Indonesia, – merdeka kekal dan abadi. Insya Allah,Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!

Page 128: PANGGILAN TANAH AIR

107

Lampiran 4Lampiran 4Lampiran 4Lampiran 4Lampiran 4

Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia

Kerapatan pemoeda-pemoeda Indonesia jang berdasarkankebangsaan, dengan namanja Jong Java, Jong Soematra(Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen,Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawidan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia;

Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober tahoen 1928di negeri Djakarta;

Sesoedahnja menimbang segala isi-isi pidato-pidato danpembitjaraan ini;

Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan:

Pertama : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIAMENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATU,TANAH INDONESIA.

Kedoea : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIAMENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSAINDONESIA.

Ketiga : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIAMENDJOEN-DJOENG BAHASA PERSATUAN,BAHASA INDONESIA

Page 129: PANGGILAN TANAH AIR

108

panggilan tanah air

Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkankejakinan azas ini wajib dipakai oleh segala perkoempoelankebangsaan Indonesia. Mengeloearkan kejakinan persatoeanIndonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasarpersatoeannya:

KEMAOEANSEDJARAHBAHASAHOEKOEM ADATPENDIDIKAN DAN KEPANDOEAN

dan mengeloearkan pengharapan soepaja poetoesan inidisiarkan dalam segala soerat kabar dan dibatjakan di moekarapat perkoempoelan-perkoempoelan.

Page 130: PANGGILAN TANAH AIR

109

lampiran-lampiran

Page 131: PANGGILAN TANAH AIR

110

Lampiran 5aLampiran 5aLampiran 5aLampiran 5aLampiran 5a

Lirik Lagu “Indonesia Raya”versi asli (1928)1

IIndonesia, tanah airkoe, Tanah toempah darahkoe,Disanalah akoe berdiri, Mendjaga Pandoe Iboekoe.Indonesia kebangsaankoe, Kebangsaan tanah airkoe,Marilah kita berseroe: “Indonesia Bersatoe”.

Hidoeplah tanahkoe, Hidoeplah neg’rikoe,Bangsakoe, djiwakoe, semoea,Bangoenlah rajatnja, Bangoenlah badannja,Oentoek Indonesia Raja.

Refrain :Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Tanahkoe, neg’rikoe, jang koetjinta.Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Hidoeplah Indonesia Raja.

IIIndonesia, tanah jang moelia, Tanah kita jang kaja,Disanalah akoe hidoep, Oentoek s’lama-lamanja.Indonesia, tanah poesaka, Poesaka kita semoeanja,Marilah kita berseroe: “Indonesia Bersatoe”.

Page 132: PANGGILAN TANAH AIR

111

lampiran-lampiran

Soeboerlah tanahnja, Soeboerlah djiwanja,Bangsanja, rajatnja, semoea,Sedarlah hatinja, Sedarlah boedinja,Oentoek Indonesia Raja.

Refrain :Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Tanahkoe, neg’rikoe jang koetjinta.Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Hidoeplah Indonesia Raja.

IIIIndonesia,tanah jang soetji, Bagi kita disini,Disanalah kita berdiri, Mendjaga Iboe sedjati.Indonesia, tanah berseri, Tanah jang terkoetjintai,Marilah kita berdjandji:”Indonesia Bersatoe”

S’lamatlah rajatnja, S’lamatlah poet’ranja,Poelaoenja, laoetnja, semoea,Madjoelah neg’rinja, Madjoelah Pandoenja,Oentoek Indonesia Raja.

Refrain :Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Tanahkoe, neg’rikoe jang koetjinta.Indones’, Indones’, Moelia, Moelia,Hidoeplah Indonesia Raja.(2x)

Page 133: PANGGILAN TANAH AIR

112

Lampiran 5bLampiran 5bLampiran 5bLampiran 5bLampiran 5b

Lirik Lagu Kebangsaan Indonesia Rayaversi Resmi (1958, 2009)2

IIndonesia Tanah Airkoe, Tanah Toempah DarahkoeDi sanalah Akoe Berdiri, Djadi Pandoe IboekoeIndonesia Kebangsaankoe, Bangsa Dan Tanah AirkoeMarilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe

Hidoeplah Tanahkoe, Hidoeplah NegrikoeBangsakoe Ra’jatkoe, Sem’wanjaBangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja Oentoek IndonesiaRaja

(Reff: Diulang 2 kali, red)Indonesia Raja Merdeka MerdekaTanahkoe Negrikoe Jang KoetjintaIndonesia Raja Merdeka MerdekaHidoeplah Indonesia Raja

IIIndonesia Tanah Jang Moelia Tanah Kita Jang KajaDi sanalah Akoe Berdiri, Oentoek Slama-LamanjaIndonesia Tanah Poesaka, P’saka Kita Semoeanja,Marilah Kita Mendo’a Indonesia Bahagia

Page 134: PANGGILAN TANAH AIR

113

lampiran-lampiran

Soeboerlah Tanahnja, Soeboerlah Djiwanja,Bangsanja, Ra’jatnja, Sem’wanja,Sadarlah Hatinja, Sadarlah Boedinja,Oentoek Indonesia Raja

(Reff: Diulang 2 kali, red)Indonesia Raja, Merdeka, MerdekaTanahkoe, Negrikoe, Jang KoetjintaIndonesia Raja, Merdeka, MerdekaHidoeplah Indonesia Raja

IIIIndonesia Tanah Jang Seotji, Tanah Kita Jang SaktiDi sanalah Akoe Berdiri, ‘Njaga Iboe SedjatiIndonesia Tanah Berseri, Tanah Jang Akoe SajangiMarilah Kita Berdjandji, Indonesia AbadiS’lamatlah Ra’jatnja, S’lamatlah PoetranjaPoelaoenja, Laoetnja, Sem’wanjaMadjoelah Negrinja, Madjoelah PandoenjaOentoek Indonesia Raja

(Reff: Diulang 2 kali, red)Indonesia Raja, Merdeka, MerdekaTanahkoe Negrikoe, Jang KoetjintaIndonesia Raja, Merdeka, MerdekaHidoeplah Indonesia Raja

Page 135: PANGGILAN TANAH AIR

114

Lampiran 5cLampiran 5cLampiran 5cLampiran 5cLampiran 5c

Lirik Lagu Kebangsaan Indonesia Rayaversi Resmi (dengan Ejaan Yang Disempurnakan)

IIndonesia tanah airku, Tanah tumpah darahku,Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku.Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan tanah airku,Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.

Hiduplah tanahku, Hiduplah negeriku,Bangsaku, Rakyatku, semuanya,Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya,Untuk Indonesia Raya.

Refrain :Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Tanahku, neg’riku yang kucinta!Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Hiduplah Indonesia Raya!

IIIndonesia, tanah yang mulia, Tanah kita yang kaya,Di sanalah aku berdiri, Untuk selama-lamanya.Indonesia, tanah pusaka, Pusaka kita semuanya,Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia.

Page 136: PANGGILAN TANAH AIR

115

lampiran-lampiran

Suburlah tanahnya, Suburlah jiwanya,Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,Sadarlah hatinya, Sadarlah budinya,Untuk Indonesia Raya.

Refrain :Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Tanahku, neg’riku yang kucinta!Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Hiduplah Indonesia Raya!

IIIIndonesia, tanah yang suci, Tanah kita yang sakti,Di sanalah aku berdiri, N’jaga ibu sejati.Indonesia, tanah berseri, Tanah yang aku sayangi,Marilah kita berjanji, Indonesia abadi.

Selamatlah rakyatnya, Selamatlah putranya,Pulaunya, lautnya, semuanya.Majulah Negerinya, Majulah pandunya,Untuk Indonesia Raya.

Refrain(2x)Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Tanahku, neg’riku yang kucinta!Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,Hiduplah Indonesia Raya!

Page 137: PANGGILAN TANAH AIR

116

panggilan tanah air

Catatan Akhir

1 Lihat Panitia Penyusun Naskah Brosur Lagu Kebangsaan IndonesiaRaya (1972), Brosur Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Jakarta: ProyekPengembangan Media Kebudayaan. Versi ini menggunakan sistem ejaanVan Ophuijsen yang secara resmi dipakai di Hindia Belanda sejak 1901hingga 1947. Soewandi, Menteri Pendidikan Republik Indonesia,memutuskan mengganti sistem ejaan Van Ophuijsen ini menjadi EjaanRepublik (atau juga disebut Ejaan Soewandi) semenjak 17 Maret 1947.Kemudian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,Mansuri Saleh mengganti Ejaan Republik ini menjadi Ejaan YangDisempurnakan (EYD) pada 23 Mei 1972.

2 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958, stanzapertama dari “Indonesia Raja” ini digunakan sebagai lirik resmi lagukebangsaan Indonesia, yang juga dikukuhkan dengan Undang-undangNo 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta LaguKebangsaan. Di dalam Lampiran UU 24/2009 ini dimuat pula yang disebut“Lagu Kebangsaan Indonesia Raya versi Asli dengan T iga Stanza”.Naskah yang dimuat disini berasal dari Lampiran UU 22/2009 ini.

Page 138: PANGGILAN TANAH AIR

117

Daftar Pustaka

Braudel, Fernand. 1979. Civilization and Capitalism 15th–18thCentury. Vol. 2. The Wheels of Commerce. New York: Harper& Row.

Breman, Jan. 1996. Footloose Labour, Work and Life in the In-formal Sector Economy of West India. Cambridge: Cam-bridge University Press.

Davis, Mike. 2006. Planet of Slums. New York: Verso.De Angelis, Massimo. 2007. The Beginning of History. Value

Struggles and Global Capital. London: Pluto Press.ERIA. 2009. Comprehensive Asia Development Plan. ERIA: Jakarta

(ERIA.____. 2010. “Comprehensive Asia Development Plan and Be-

yond-Growth Strategies to More Prosperous East Asia”.ERIAPolicy Brief no. 2010-02, October 2010.

Fauzi, Noer, 1997, “Penghancuran Populisme dan PembangunanKapitalisme: Dinamika Politik Agraria Indonesia PaskaKolonial”, dalam Reformasi Agraria: Perubahan Politik,Sengketa, dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesiap.67-122, Jakarta: LP-FEUI dan KPA.

_____. 1999, Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan PolitikAgraria Indonesia, Yogyakarta: Konsorsium PembaruanAgraria bekerja sama dengan Insist Press dan PustakaPelajar.

Page 139: PANGGILAN TANAH AIR

118

panggilan tanah air

_____. 2001. Bersaksi untuk Pembaruan Agraria. Yogyakarta:Karsa bekerja sama dengan Insist Press.

Noer Fauzi dan Boy Fidro (Eds), 1998, Pembangunan BerbuahSengketa, Kumpulan Kasus-kasus Sengketa PertanahanSepanjang Orde Baru. Kisaran: Yayasan Sintesa danSerikat Petani Sumatera Utara.

Farid, Hilmar. 2005. “Indonesia’s Original Sin: Mass Killings andCapitalist Expansion, 1965–66". Inter-Asia Cultural Stud-ies 6(1):3-16

_____. 2014. Arus Balik Kebudayaan. Sejarah Sebagai Kritik. PidatoKebudayaan, Dewan Kesenian Jakarta, 10 November 2014.

Geller, Paul K. 2010. “Extractive Regimes: Toward a Better Un-derstanding of Indonesian Development”, Rural Sociol-ogy 75(1): 28–57.

Harman, Benny K., Paskah Irianto, Noer Fauzi dan Sigit Pranawa(Eds). 1995. Pluralisme Hukum Pertanahan dan KumpulanKasus Tanah. Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan HukumIndonesia.

Harvey, David 1990. The Condition of Postmodernity: An Inqiuryinto the Origins of Cultural Change. Oxford, Oxford Uni-versity Press.

_____. 2003. The New Imperialism. Oxford: Oxford UniversityPress.

_____. 2005. A Brief History of Neoliberalism. Oxford: OxfordUniversity Press.

_____. 2006. “Neo-liberalism as Creative Destruction. Geogr.Ann., 88 B (2): 145–158

Hadiz, Vedi dan Richard Robison. 2004. Reorganizing Power inIndonesia: The Politics of Oligarchy in the Age of Markets.

Page 140: PANGGILAN TANAH AIR

119

daftar pustaka

London: Routledge Curzon._____. 2014. “Ekonomi Politik Oligarki dan pengorganisasian

Kembali Kekuasaan di Indonesia”.Prisma 33(1): 35-56.Hobsbawm, Eric. 1994. Age of Extremes: The Short Twentieth

Century, 1914–1991. London: Penguin.Juliantara, Dadang. 1997. “Agraria adalah Akibat, Kapitalisme

adalah Sebab!”, Jurnal Suara Pembaruan Agraria No. 3/1997.

Khudori. 2014. “Darurat Lahan Pertanian,” Kompas, 30 Januari2013.

Konsorsium Pembaruan Agraria 2014. Laporan Akhir Tahun 2014Konsorsium Pembaruan Agraria. Jakarta: KonsorsiumPembaruan Agraria.

Kurosawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentangPerubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942 – 1945.Terjemahan Hermawan Sulistyo. Jakarta: Grasindo. 1993.

Lefebvre, Henri. (1970/2003). The Urban Revolution. Forewordby Neil Smith. Translated by Robert Bononno. Universityof Minnesota Press.

_____. 1974/1992. The Production of Space. Donald Nicholson-Smith (Translator). London: Wiley-Blackwell.

_____. 1976. The Survival of Capitalism: Reproduction of theRelations of Production. New York: St Martin’s Press.

Marx, Karl. 1852/1994. The Eighteenth Brumaire of LouiseBonaparte. Moscow: International Publisher

_____. 1976/1898. Capital, Vol. 1, trans. Ben Fowkes.Harmondsworth, Penguin Books.

Panitia Penyusun Naskah Brosur Lagu Kebangsaan IndonesiaRaya (1972), Brosur Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Page 141: PANGGILAN TANAH AIR

120

panggilan tanah air

Jakarta: Proyek Pengembangan Media KebudayaanPeluso, Nancy Lee. 1992. Rich Forests, Poor People: Resource

Control and Resistance in Java. Berkeley: University ofCalifornia Press, 1992.

Pemerintah Indonesia. 2011. Master Plan Percepatan danPerluasan Ekonomi Indonesia. Jakarta: KantorKementerian Koordinator Perekonomian.

_____. 2006 Hutan Kaya, Rakyat Melarat: PenguasaanSumberdaya di Jawa. Jakarta: Konphalindo

Perelman, Michael. 2000. The Invention of Capitalism: ClassicalPolitical Economy and the Secret History of Primitive Ac-cumulation. Durham: Duke University Press.

Polanyi, Karl. 1967 (1944).The Great Transformation: The Politi-cal and Economic Origins of Our Time. Boston: BeaconPress.

_____. 2001 (1944) The Great Transformation: The Political andEconomic Origins of Our Time. Boston: Beacon Press.

Rachman, Noer Fauzi. 2013. “Mengapa Konflik-Konflik AgrariaTerus-Menerus Meletus di Sana Sini?” Sajogyo Institute‘sWorking Paper No. 1/2013. Bogor: Sajogyo Institute. http://www.sajogyo-institute.or.id/article/mengapa-konflik-konflik-agraria-terus-menerus-meletus-di-sana-sini(diunduh 29 Juni 2013).

Schumpeter, Joseph A. 1944. Capitalism, Socialism and Democ-racy. Allen & Unwin.

Saasen, Saskia. 2001. The Global City: New York, London Tokyo.Updated 2 ed. Princeton: Princeton Univesity Press.

Sangkoyo, Hendro. 1998. Pembaruan Agraria dan PemenuhanSyarat-syarat Sosial dan Ekologis Pengurusan Daerah.

Page 142: PANGGILAN TANAH AIR

121

daftar pustaka

Kertas Kerja No. 9. Konsorsium Pembaruan Agraria.Simbolon, Parakitri T. 1999. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.Toer, Pramoedya Ananta. 1984. Arus Balik. Jakarta: Hasta Mitra.Tauchid, Mochammad. 1952/3. Masalah Agraria sebagai Masalah

Penghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia. Jilid 1 dan2. Jakarta: Penerbit Tjakrawala.

_____. 1952/2009. Masalah Agraria sebagai MasalahPenghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia,Yogyakarta : STPN Press, 2009

White, Ben. 2011. “Who Will Own The Countryside? Disposession,Rural Youth and The Future of Farming”. Valedictory Ad-dress delivered on 13 October 2011 on the occasion of the59th Dies Natalis of the International Institute of SocialStudies, the Hague.

______. 2012. “Agriculture and the Generation Problem: RuralYouth, Employment and Farming”. IDS Bulletin 43: 9-19. 6November 2012.

Winters, Jeffrey A. 2014. ”Oligarki dan Demokrasi di Indone-sia”. Prisma 33(1): 11-34.

Wibowo. I. dan Francis Wahono (Eds.), 2003, Neoliberalisme,Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Wiradi, Gunawan. 2004. “Lagu Kebangsaan dan Nasionalisme”.https://sajogyoinstitute.wordpress.com/2013/09/20/lagu-kebangsaan-dan-nasionalisme/ (unduh pada 4 April 2015)

Wood, Ellen Meiksins. 2002. The Origin of Capitalism. A LongerView. London, Verso.

_____. 1994. “From Opportunity to Imperative: The History ofthe Market”. Monthly Review 46 (3).

Page 143: PANGGILAN TANAH AIR

122

panggilan tanah air

Zakaria, R. Yando. 2000. Abih Tandeh. Masyarakat Desa di BawahRezim Orde Baru. Jakarta: Lembaga Studi dan AdvokasiMasyarakat.

_____. 2005. Merebut Negara: Beberapa Catatan Reflektiftentang Upaya-upaya Pengakuan, Pengembalian, danPemulihan Otonomi Desa. Yogyakarta: Karsa.

Page 144: PANGGILAN TANAH AIR

Tentang Penulis

Noer Fauzi Rachman, Ph.D. adalah pelajarpolitik dan perubahan agraria, gerakan sosialpedesaan, dan pendidikan rakyat, yang telahbekerja dalam bidang-bidang itu selamasekitar 30 tahun. Sekarang ia bekerja sebagaiKetua Dewan Pengarah Prakarsa Desa(BP2DK), peneliti utama di Sajogyo Institute

untuk Dokumentasi dan Studi Agraria Indonesia, anggota DewanPakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan pengajar matakuliah “Politik dan Gerakan Agraria”, Program S2 SosiologiPedesaan, Institut Pertanian Bogor. Ia memperoleh gelar PhDdi University of California, Berkeley tahun 2011 dalam bidangEnvironmental Science, Policy and Management (ESPM),dengan disertasi “The Resurgence of Land Reform Policy andAgrarian Movements in Indonesia”. Disertasi ini akan diterbitkanmenjadi buku oleh Insist Press pada tahun 2015 ini. Ia menulisbanyak buku, artikel dan panduan latihan, termasuk Petani danPenguasa, Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta:Pustaka Pelajar bekerja sama dengan Insist Press danKonsorsium Pembaruan Agraria, 1999; serta Land Reform dariMasa Ke Masa. Perjalanan Kebijakan Pertanahan Indonesia 1945-2012. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2013.

Page 145: PANGGILAN TANAH AIR

.