Pangeran Antasari

20
Pangeran Antasari Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi , cari Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin Pangeran Antassarie Gusti Inu Kartapati Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda Kalsel Masa kekuasaan 14 Maret 1862 - 11 Oktober 1862 Pendahulu Sultan Hidayatullah Khalilullah Pengganti Sultan Muhammad Seman

Transcript of Pangeran Antasari

Page 1: Pangeran Antasari

Pangeran Antasari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Pangeran Antasari

Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin

Pangeran Antassarie

Gusti Inu Kartapati

Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda

Kalsel

Masa

kekuasaan

14 Maret 1862 - 11 Oktober

1862

Pendahulu Sultan Hidayatullah Khalilullah

Pengganti Sultan Muhammad Seman

PasanganRatu Antasari

Nyai Fatimah

Wangsa Dinasti Banjarmasin

AyahPangeran Masud bin Pangeran

Amir

Page 2: Pangeran Antasari

IbuGusti Khadijah binti Sultan

Sulaiman

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 [1] [2] atau 1809 [3] [4] [5] [6] –

meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun)

adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan

pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar

Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan

adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu

Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[8]

Daftar isi

1 Silsilah

2 Pewaris Kerajaan Banjar

3 Perlawanan terhadap Belanda

4 Meninggal dunia

5 Referensi

6 Pranala luar

Silsilah

Semasa muda nama beliau adalah Gusti Inu Kartapati.[9] Ibu Pangeran Antasari

adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran

Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad

Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya

sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai

Sultan Tahmidullah II [10] [11] [12] Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri. [13]

Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu

Sultan Abdul Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan

Page 3: Pangeran Antasari

Adam tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar

yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.

Pewaris Kerajaan Banjar

Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, beliau juga

merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung,

Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau

sepanjang Sungai Barito.

Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu

Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka

perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.[14] Sebagai salah

satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris

kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan

umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada

tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan

seruan:

“ Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah! ”

Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar;

dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin

Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka

agama tertinggi.[2]

Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus

menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan

bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada

Allah dan rakyat.

Page 4: Pangeran Antasari

Perlawanan terhadap Belanda

Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran

dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang

tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya

peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah

Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran

Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah

Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.[15]

Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin

dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda

yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya

berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat

benteng pertahanannya di Muara Teweh.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap

pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel

Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

Page 5: Pangeran Antasari

“ ...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap

usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka

(kemerdekaan)... ”

Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang

mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden.

Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.[16] Orang-

orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:[17]

1. Antasari dengan anak-anaknya

2. Demang Lehman

3. Amin Oellah

4. Soero Patty dengan anak-anaknya

5. Kiai Djaya Lalana

6. Goseti Kassan dengan anak-anaknya

Meninggal dunia

Monumen Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang

tentaranya yang tewas.

Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di

tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh

bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok,

Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit

paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki

Bukit Bagantung, Tundakan.[18] Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang

bernama Muhammad Seman.[19]

Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas

keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958

Page 6: Pangeran Antasari

dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang

tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini

dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti,

Banjarmasin.

Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan

Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di

Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968.[20] Nama Antasari diabadikan pada Korem

101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian

untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui

Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran

Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000

Sebelumnya:

Hidayatullah II

Sultan Banjar

1862

Digantikan oleh:

Muhammad Seman

Referensi

Perang Sabil Versus Perang Salib, Oleh Abdul Qodir Jaelani. Penerbit Yayasan

Pengkajian Islam Madinah al-Munawarah 1420 H/ 1999 M.

Van Rees WA . 1865. De Bandjarmasinsche Krijg van 1859-1863, Arnhem:

Thieme.

M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi,

Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.

R. L. de Haes, Eenige opmerkingen over het werk getiteld: de Bandjermasinsche

Krijg van 1859 tot 1863, D. Noothoven Van Goor, 1866

1. ̂ (Indonesia) Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler. Galangpress Group.

ISBN 6028620106.ISBN 978-602-8620-10-9

2. ^ a b (Indonesia) Arya Ajisaka, Mengenal Pahlawan Indonesia, Kawan Pustaka,

2004, ISBN 979-3034-70-X, 9789793034706

Page 7: Pangeran Antasari

3. ̂ (Indonesia) Wahana Ips Iimu Pengetahuan Sosial. Yudhistira Ghalia

Indonesia. ISBN 9797467139.ISBN 978-979-746-713-5

4. ̂ (Indonesia) Sudarmanto, J. B. (2007). Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan

bangsa Indonesia. Grasindo. hlm. 159. ISBN 9797597164.ISBN 978-979-759-

716-0

5. ̂ Helius Sjamsuddin; Antasari, Balai Pustaka, 1982

6. ̂ (Indonesia) Iskandar, Salman. 99 Tokoh Muslim Indonesia. PT Mizan Publika.

ISBN 9797526828.ISBN 978-979-752-682-5

7. ̂ Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands

8. ̂ (Indonesia) Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan

kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu. hlm. 57.

9. ̂ (Indonesia) (1971)Artha, Artum. Pangeran Antasari Gusti Inu Kartapati.

10. ̂ (Indonesia) Sudrajat, A Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke

revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga. hlm. 19. ISBN 9797816109.ISBN

978-979-781-610-0

11. ̂ (Indonesia) Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 pahlawan & pejuang

Nusantara. Pustaka Widyatama. hlm. 54. ISBN 9796610906.ISBN 978-979-661-

090-7

12. ̂ (Belanda) (1899)De Indische gids 21 (ed. 1). hlm. 277.

13. ̂ (Belanda) Rutte, J. M. C. E. Le (1863). Episode uit den Banjermasingschen

oorlog. A.W. Sythoff.

14. ̂ (Indonesia) SEJARAH Untuk SMP dan MTs Penerbit Grasindo ISBN

979025198X, 9789790251984

15. ̂ (Indonesia) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi.

ISBN 9790241151.ISBN 978-979-024-115-2

16. ̂ (Indonesia) Saleh, Mohamad Idwar; Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran

Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal

Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Sejarah Nasional.

17. ̂ (Belanda) de Heere, G. A. N. Scheltema (1863). Staatsblad van Nederlandisch

Indië. Ter Drukkerij van A. D. Schinkel. hlm. 118.

Page 8: Pangeran Antasari

18. ̂ (Indonesia) 100 Pahlawan Nusantara: Mengenal Dan Meneladani Para

Pahlawan Melalui Kisah Perjuangan Mereka Dalam Mewujudkan Dan

Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. AgroMedia. hlm. 6.

ISBN 6028526347.ISBN 978-602-8526-34-0

19. ̂ (Indonesia) IPS   : - Jilid 5 . ESIS. hlm. 70. ISBN 9797346013.ISBN 978-979-

734-601-0

20. ̂ (Indonesia) Pahlawan Indonesia. Niaga Swadaya. hlm. 12. ISBN 979-1481-60-

1.ISBN 978-979-1481-60-1

Pranala luar

Minggu, 24 Januari 2010

Pangeran Antasari Pahlawan Nasional (1809-1862)

Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 06/TK/Tahun 1968 tanggal 27 Maret 1968 menganugerahi Pangeran Antasari gelar

Pahlawan Kemerdekaan.

Pangeran Antasari lahir dalam tahun 1809, ayahnya bernama Pangeran Mas’ud dan ibunya

bernama Gusti Hadijah puteri Sultan Sulaiman. Ia adalah keluarga Kesultanan Banjarmasin,

tetapi hidup dan dibesarkan di luar lingkungan istana, yakni di Antasan Senor, Martapura.

Kericuhan-kericuhan yang terjadi khususnya dalam kalangan penguasa kesultanan, menjadikan

cicit dari Sultan Aminullah ini tersisih, walaupun ia sebenarnya pewaris pula atas tahta

Kesultanan Banjar.

Kericuhan terjadi ketika Sultan Aminullah wafat dalam tahun1761. Ia meninggalkan tiga orang

putera yang masih kecil, dan karena itu saudara Sultan Aminullah, yang bernama Pangeran

Natanegara diangkat menjadi wali. Dua orang putera Sultan Amunullah meninggal, dan yang

seorang lagi yaitu Pangeran Amir pergi ke Pasir. Sesudah itu Pangeran Natannegara

menubatkan diri menjadi Sultan Sulaiman Saidullah.

Page 9: Pangeran Antasari

Tahun 1787 Pangeran Amir melancarkan pemberontakan untuk mengambil tahtanya kembali

dengan kekuatan 3000 orang Bugis. Sultan Sulaiman Saidullah untuk mengatasinya meminta

bantuan Belanda. Pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Hoffman berhasil mematahkan

perlawanan Pangeran Amir. Dalam suatu pertempuran pada tanggal 14 Mei 1787 Pangeran

Amir tertangkap, dan bulan Juni ia dikirim ke Batavia untuk selanjutnya di buang ke Ceylon

(sekarang Srilangka). Salah seorang puteranya bernama Pangeran Mas’ud, yaitu ayah dari

Pangeran Antasari.

Belanda menarik keuntungan dari kericuhan itu. Sebagai imbalan jasa memadamkan

“pemberontakan” Pangeran Amir, maka ditandatanganilah antara pihak Belanda dan penguasa

Kesultanan Banjar sebuah tractaat dan Acta van Afstand pada tanggal 13 Agustus 1787.

Dengan demikian berarti Sultan Sulaiman Saidullah terpaksa mengurangi kekuasaan,

mengurangi kedaulatan Kesultanan Banjar. Ia dan keturunannya masih berhak menyandang

gelar-gelar sultan dan memerintah wilayah kesultanan, tetapi hanya sebagai pinjaman (vazal)

dari Belanda.

Kericuhan terjadi lagi dalam masa pemerintahan Sultan Adam Alwasyiqubillah putera Sultan

Sulaiman. Selagi masih bertahta, ia mengangkat anaknya , Pangeran Abdurrahman , sebagai

Sultan Muda atau Putera Mahkota. Pada tahun 1852 Sultan Muda Abdurrahman meninggal

dunia, yang meninggalkan dua orang anak, yaitu Pangeran Hidayatullah anak dari perkawinan

dengan Ratu Siti, dan Pangeran Tamjidillah anak dari perkawinan dengan Nyai Aminah.

Keduanya merasa berhak atas tahta kesultanan. Di samping itu ada lagi pihak ketiga yang juga

merasa berhak, yaitu Prabu Anom, putera Sultan Adam Alwasyiqubillah, adik Pangeran

Abdurrahman. Sebenarnya Pangeran Hidayatullah yang paling berhak atas tahta kesultanan.

Sekali lagi Belanda ikut campur tangan. Mereka menggunakan sebagai alasan campur

tangannya, karena investasinya yng sudah ditanamkan dalam pertambangan batu bara “Oranye

Nassau” di Pengaron, dan “Julia Hermina” di Banyu Ireng. Kedua tambang ini mendatangkan

hasil yang cukup banyak. Karena itu Belanda memerlukan sultan yang dapat mereka

kendalikan.

Sultan Adam Alwasyiqubillah meninggal dunia dalam tahun1857. Belanda lalu mengangkat

Pangeran Tamjidillah sebagai penggantinya, sedangkan Pangeran Hidayatullah diangkat

sebagai mangkubumi. Para bangsawan, ulama, dan rakyat tidak menyukai terhadap

Page 10: Pangeran Antasari

pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan.

Keresahan rakyat tampak jelas dengan timbulnya perlawanan di daerah pedalaman, yaitu:

Di Banua Lima (Negara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua) dipimpin oleh Tumenggung

Jalil.

Di Muning dibawah pimpinan Aling yang telah menobatkan dirinya menjadi sultan dengan nama

Penembahan Muda. Anaknya yang bernama Sambang diangkat dan bergelar Sultan Kuning.

Anak perempuannya Saranti diberi gelar Puteri Junjung Buih. Nama kampungnya diganti

menjadi Tambai Makkah.

Di daerah Batang Hamandit, Gunung Madang, dipimpin Tumenggung Antaluddin.

Di Tanah Laut dan Hulu Sungai dipimpin oleh Demang Lehman.

Di Kapuas Kahayan dibawah pimpinan Tumenggung Surapati.

Gerakan-gerakan rakyat itu pada hakekatnya menghendaki agar yang bertahta di Kesultanan

Banjar adalah Pangeran Hidayatullah. Sebenarnya Pangeran Hidayatullah yang berhak menjadi

Sultan, sesuai pula dengan harapan rakyat Banjar, yang dipekuat pula dengan Surat Wasiat

Sultan Adam Alwasyiqubillah. Isi Surat Wasiat itu sebagai berikut:

Sultan Adam memberi kepada Pangeran Hidayat gelar Sultan Hidayatullah Khalilullah.

Mengangkat menjadi penguasa agama serta mewariskan semua tanah kesultanan, semua alat

senjata kesultanan, alat pusaka dan padang-padang perburuan.

Apabila Sultan Adam wafat, maka penggantinya ialah Pangean Hidayat, dan hendaknya

memerintah rakyat dengan penuh keadilan dan mengikuti perintah agama.

Memerintahkan kepada seluruh rakyat Kesultanan Banjar supaya mentaati hal ini dan jika perlu

mempertahankan dengan kekerasan.

Memerintahkan kepada semua pangeran, menteri, orang besar kesultanan, ulama dan tetuha

kampung supaya mematuhi ketentuan ini, apabila dilanggar Sultan Adam menjatuhkan

kutuknya.

Pada mulanya gerakan-gerakan itu berdiri sendiri-sendiri. Di berbagai tempat, di kampung-

kampung, mereka mempengaruhi rakyat dan di sana-sini mengganggu ketenteraman. Baru

kemudian gerakan-gerakan itu dapat dipersatukan oleh Pangeran Antasari yang waktu itu

sudah berusia 50 tahun.

Sampai saat itu nama Pangeran Antasari hampir-hampir tidak dikenal. Ia tidak memiliki

Page 11: Pangeran Antasari

kekayaan yang memungkinkan untuk hidup layak sebagai seorang pangeran, sedang ia merasa

prihatin menyaksikan Kesultanan Banjar yang recuh dan semakin besarnya pengaruh Belanda

di Banua Banjar. Terbuka kesempatan bagi Pangeran Antasari ketika di pedalaman Banjar

timbul gerakan-gerakan rakyat

Pangeran Hidayatullah dalam kedudukannya sebagai mangkubumi mengutus 3 orang untuk

menyelidiki gerakan-gerakan rakyat yang sedang bergolak. Salah seorang dari utusan itu

adalah pamannya sendiri, yaitu Pangeran Antasari. Maka terbukalah kesempatan bagi

Pangeran Antasari untuk menghubungi pemimpin-pemimpin gerakan rakyat yang siap

mengadakan perlawanan, bahkan ia berhasil memperoleh kepercayaan rakyat dan dipilih

sebagai pemimpin perlawanan. Cita-cita mereka memang sesuai dengan sikap dan pendirian

Antasari.

Oleh karena itu ia dan keluarganya diam-diam meninggalkan kediamannya di Antasan Senor

Martapura dan menyatukan diri dengan kaum perlawanan di pedalaman. Puteranya yang

bernama Gusti Penembahan Muhammad Said, dikawinkan dengan Saranti, puteri Penembahan

Aling, tokoh yang berpengaruh di kalangan mereka.

Pangeran Antasari berhasil mempersatukan gerakan rakyat yang dipimpin oleh Penembahan

Aling di Muning dengan gerakan rakyat yang dipimpin oleh Tumenggung Jalil di Benua Lima.

Wilayah perlawanan bertambah luas, meliputi Tanah Dusun Atas, Tabanio dan Kuala Kapuas,

serta Tanah Bumbu. Semuanya menjadi satu front di bawah pimpinan Pangeran Antasari untuk

menentang Belanda dan kekuasaannya yang menggunakan Sultan Tamjidillah.

Pengaruh Pangeran Antasari menjadi makin luas, juga di kalangan alim ulama Banjar yang

sebagian besar bersedia ikut menempuh jalan kekerasan. Pada permulaannya ia berhasil

menghimpun sebanyak 6.000 orang lasykar.

Serangan pertama dilakukan pada tanggal 28 April 1859. Dengan serangan itu maka

meletuslah Perang Banjar. Pagi-pagi buta 300 orang lasykar yang dipimpin langsung oleh

Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara dan benteng Belanda di Pengaron.

Pertempuran berlangsung hingga pukul 14.00 siang. Baik pihak Pangeran Antasari mapun

pihak Belanda berjatuhan korban.

Page 12: Pangeran Antasari

Pengaron dikepung rakyat lasykar Antasari. Komandan Beeckman sangat hawatir karena

persediaan makanan sudah menipis. Ia segera mengirim kurir, tetapi kurir itu dapat dibunuh

oleh lasykar. Keadaan di luar tambang dan benteng Belanda di Pengaron dapat dikuasai

lasykar Pangeran Antasari. Dua puluh orang bersenjata parang menyelinap ke dalam pos dan

benteng tambang batu bara Oranje Nassau Pengaron, tetapi diketahui musuh, dan semuanya

gugur terbunuh. Dokter Belanda di dalam lokasi itu diamuk dan dibunuh oleh orang hukuman .

Pangeran Antasari sebagai pimpinan lasykar perlawanan mengirim surat kepada Beeckman

agar ia menyerah.

Dalam keadaan semacam ini pemerintah Belanda menganggap berbahaya terhadap pangeran

Antasari sehingga dianggap pemberontak yang dikenai premie atau harga kepala 10.000

gulden untuk menangkapnya hidup atau mati. Demikian pula terhadap Pangeran Hidayatullah

yang kemudian menggabung dengan Pangeran Antasari. Hal ini dilakukan Belanda setelah

dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda pada tanggal 11 Juni 1860.

Di dalam bulan suci Ramadhan 1278 H (Maret 1862) para alim ulama dan pemimpin rakyat di

Barito, Sihong, Teweh serta kepala-kepala suku Dayak Kapuas Kahayan berkumpul di Dusun

Hulu untuk menobatkan Pangeran Antasari menjadi Penembahan Amiruddin Khalifatul

Mukminin, pemimpin tertinggi agama. Dengan demikian, dalam pengertian rakyat, kedaulatan

daerah Banjar dipegang oleh Pangeran Antasari. Kekuasaan dan kedaulatan dilaksanakan

sesuai dengan keadaan perang yang masih berkobar.

Belanda masih berusaha untuk berdamai dengan Pangeran Antasari dan bersedia memberi

pengampunan. Tetapi Pangeran Antasari sadar, bahwa itu hanya tipu muslihat Belanda saja.

Pangeran Antasari menolak ajakan Belanda dengan mengirim surat kepada gezaghebber

(Kepala Daerah/penguasa) di Marabahan (Bakumpai). Isinya ialah penolakan pengampunan

yang diajukan Belanda kepada Pangeran Antasari. Ia tidak percaya kepada janji-janji yang

diberikan Belanda dan menganggapnya sebagai tipu muslihat belaka.

Pangeran Antasari sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin hanya memberi satu

jaminan untuk perdamaian, yaitu diserahkannya Kesultanan Banjarmasin, sedangkan Belanda

hanya diizinkan untuk menarik pajak. Kalau syarat tersebut tidak dipenuhi, maka Pangeran

Antasari memilh jalan meneruskan peperangan.

Page 13: Pangeran Antasari

Ternyata Pangeran Antasari benar-benar menunjukkan jiwa kepahlawanan. Beliau selalu

berkata. “Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing”, maksudnya haram hukumnya menyerah

kepada musuh, tak tergoyahkan, ulet, tabah sampai akhir. Perkataan ini diamanatkan pula

kepada keturunan beliau.

Waktu itu Pangean Antasari sudah tidak muda lagi, usianya sudah lebih lima puluh tahun.

Dengan penuh kesadaran dan keyakinan ia memimpin gerakan melawan pemerintah Belanda

di Kalimantan Selatan dan Tengah. Ia mempunyai kekuatan pribadi dan keluhuran budi yang

menjadi tenaga pendorong mengapa ia hidup mempertahankan pendiriannya tanpa pernah

mundur setapakpun untuk berkompromi dengan lawan sampai akhir hayatnya.

Pangeran Antasari telah membuktikan memiliki keahlian dalam siasat perang gerilya serta

mampu memimpin pasukan di daerah-daerah yang luas lagi sukar didiami manusia. Ia adalah

pemimpin yang ulet, tabah dan berwibawa, serta memiliki kekuatan batin untuk mengikat para

pengikutnya kepada tujuan yang mulia.

Pangeran Antasari seorang pemimpin yang tidak mementingkan diri sendiri. Pada saat para

bangsawan yang berkuasa dalam Kesultanan Banjarmasin secara sistemetik dikuasai dan

dipecah belah Belanda dengan memanfaatkan situasi dan kondisi Kesultanan Banjar itu

sendiri., maka Pangeran Antasari mengangkat senjata dengan semboyannya yang pantang

mundur itu.

Sementra itu wabah penyakit melanda daerah pedalaman . Pangeran Antasari jatuh sakit.

Dalam keadaan sakit parah ia diangkut ke pegunungan Dusun Hulu. Akhirnya wafat di Bayan

Pegog, Hulu Teweh, pada tanggal 11 Oktober 1862. Kemudian di masa Indonesia merdeka,

kerangka tulang belulang beliau dipindahkan dan dimakamkan kembali di Kompleks Makam

Pahlawan Perang Banjar, jalan Masdjid Jami di Banjarmasin, pada tanggal 11 November 1958.

Sekarang makamnya diberi nama Makam Pahlawan Nasional Pangeran Antasari.

Dengan wafatnya Pangeran Antasari rakyat kehilangan pemimpin yang berani, cerdas,

tangguh, cerdik, dan alim. Meskipun demikian semangat Antasari tetap berkobar-kobar. Rakyat

Banjar tidak tenggelam kesedihannya, kedudukan Pangeran Antasari segera digantikan oleh

putra-putranya, yaitu Pangeran Muhammad Seman menjadi sultan. Sementara saudara

Page 14: Pangeran Antasari

Muhammad Seman, yaitu Pangeran Panembahan Muhammad Said sebagai mangkubumi.

Pusat pemerintahan berpindah-pindah karena senantiasa dikejar-kejar Belanda. Semula

berpusat di Dusun Hulu dengan kedudukan di Muara Teweh, kemudian di Kapuas Kahayan

dengan pertahanannya di dekat Sungai Patangan. Paling akhir di Baras Kuning di mulut Sungai

Manawing.

Tidak hanya keturunan Pangeran Antasari yang melanjutkan perlawanan, tetapi juga rakyat

Banjar, seperti Tumenggung Surapati sampai meninggal tidak pernah menyerahkan diri kepada

Belanda. Demang Lehman yang tertangkap melalui penghianatan tahun 1864, air mukanya tak

berubah dan urat muka tak bergerak menaiki tiang gantungan, yang menunjukkan ketabahan

hati. Selesai digantung kepalanya di potong Belanda. Jalil gugur karena luka dalam

pertempuran. Kuburnya ditemukan Belanda dan dibongkar sedang kepalanya di potong.

Penghulu Rasyid dari Benua Lawas, pemimpin golonagn agama, sangat terkenal dengan

gerakan “Baratib Baamal”, bertempur dengan gagah berani. Pada tahun 1864 menderita luka-

luka dalam pertempuran, lalu berusaha menyembunyikan diri. Namun kaki tangan Belanda

selalu membuntutinya. Penghianat tersebut dapat membunuhnya, kemudian memotong

lehernya dan menyerahkan kepala Penghulu Rasyid kepada Belanda untuk mendapakan

hadiah. Nasib yang sama juga dialami oleh Haji Buyasin, pejuang yang bersama-sama Demang

Lehman melawan penjajah Belanda di Tanah Laut. Pada tahun 1866 beliau dibunuh oleh

seorang kaki tangan Belanda, dan mayatnya diserahkan kepada Belanda di Banjarmasin.

Demikian pula pejuang-pejuang lainnya seperti Tumenggng Antaluddin, Tumenggung

Cakrawati, Bukhari dan Kawan-kawan. Banyak sekali kalau dibeberkan satu persatu.

Tumenggung Cakrawati gugur, lalu digantikan oleh isterinya yang memakai namanya. Bukhari

dan kawan-kawan gugur melawan Belanda dalam Amuk Hantarukung, di ujung abad ke 19.

Pada tahun 1905 tanggal 1 Januari Sultan Muhammad Seman gugur. Sesudah itu boleh

dikatakan pelawanan secara fisik tidak begitu memusingkan Belanda lagi. Perlawanan yang

dilakukan oleh Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad sebagai keturunan langsung

Pangeran Antasari tidak berhasil menguasai keadaan. Perang Banjar yang apinya mulai

dinyalakan Pangeran Antasari tanggal 28 April 1859 boleh dikatakan telah padam. Meskipun

demikian semangat kejuangan yang diwariskan Pangeran Antasari, beserta para pejuang

lainnya terus menyala, selalu mendorong langkah perjuangan hingga Indonesia Merdeka,