panduan telaah obat

58

Click here to load reader

Transcript of panduan telaah obat

Page 1: panduan telaah obat

Panduan

Jangan Lakukan Resusitasi

(Do Not Resuscitate)

Page 2: panduan telaah obat

BABI

PENDAHULUAN

1. Resusitasi Jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam

memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami

henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak

sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

sirkulasi.

a. RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya-

telah dibentuk tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam

melakukan RJP.2'3

b. Menurut statistik, tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar

kematian pasien yang terjadi di rumah sakit Amerika Serikat setiap

tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap berhasil dalam

merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien.

c. Dari pasien-pasien yang dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan

1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini dapat bertahan hingga pulang

dari rumah sakit.

d. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada sifat dan derajat penyakit

pasien.

e. Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut

yang telah bermetastasis tidak ada%ang dapat bertahan hidup hingga

pulang dari rumah sakit. Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang

bertahan hidup sampai pulang dari rumah sakit.

f. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi

meninggal sebelum sakit, hampir selalu dirawat di Ruang Rawat Intensif

(Intemive Care Unit-ICU)

g. Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11% pasien yang

berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali

selama masa erawatan di rumah sakit.

Page 3: panduan telaah obat

h. Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari

rumah sakit tidak mengalami gangguan / disfungsi yang berat.

i. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari pasien-pasien ini memiliki

orientasi yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit.

j. Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP; beberapa diantaranya

berhasil mengalami pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi

memiliki masalah kesehatan dan tidak pernah kembali ke level normal

sebelum terjadi henti jantung / napas, beberapa mengalami kerusakan /

cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali ke dalam

kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.

k. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada:

i. Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien

ii. Penyakit / masalah medis yang mendasari

iii. Kondisi kesehatan pasien secara umum.

l. Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami

kondisi yang sakit dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan

biasanya dirawat di ICU.

2. Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan

jantung menandakan kondisi terminal penyakit pasien .dan di mana usaha

RJP tidak akan membuahkan hasil (sia-sia).

3. Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk" diketahui bahwa

kebijakan ini harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan

profesional di tingkat primer, rumah sakit, dan petugas / tim transfer intra-

dan antar-rumah sakit.

4. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin dikarenakan

pasien berpendapat bahwa dengan mel^uKSn usaha RJP hanya akan

memperpanjang kualitas hidup yang buruk.

5. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan penundaan

atau pembatalan pemberian tatalaksana lainnya, seperti terapi antibiotic,

nutrisi parenteral, dan sebagainya.

Page 4: panduan telaah obat

Latar Belakang

1. kelangsungan hidup pasien dewasa {survival rates) yang dilakukan RJP dan

pulang dari rumah sakit sekitar 5-20 %, dan telah terbukti bahwa usaha RJP

akan lebih baik jika :

a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal

(segera)

b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal

c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal

2. Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (<

1-2%), misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah

dalam jangka waktu lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan

dengan penyebaran luas (metastasis). Angka kelangsungan hidup pasien

anak yang mengalami henti jantung / napas di rumah sakit adalah rendah.

Namun jika ditangani dengan tepat dan segera, memiliki angka keberhasilan

sebesar 70%.

3. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung /

napas di luar rumah sakit masih di bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak

yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit mengalami defisit

neurologi.

Tujuan

1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan

tindakan Do Not Resuscitate (DNR)tidak disalahartikan / misinterpretasi.

2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan

terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.

Definisi

1. Henti jantung: adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung

secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.

a. Hal ini dajjai/dffl^bkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless

electrical activity (PEA).

Page 5: panduan telaah obat

b. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera

mungkin (< 3 mernit setelah kejadian henti jantung).

c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan

pupil dilatasi maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan

tidak perlu dilakukan tindakan resusitasi.

2. Resusitasi Jantung-Paru (RJP): didefinisikan sebagai suatu sarana dalam

memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami

henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk: pasien yang tidak

sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

sirkulasi; dan tidak tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.

3. Tindakan Do Not Reswcitate (DNR) : adalah suatu tindakan di mana jika

pasien mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan

dipanggil dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar

maupun lanjut.

a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen

segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,

patensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha

bantuan hidup dasar maupun lanjut.

b. DNR tidak berarti semuatatalaksana / penanganan aktif terhadap

kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien

(misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan

pada pasien DNR.

c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.

4. Fase / kondisi terminal penyakit : adalah suatu kondisi yang disebabkan

oleh cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis

lainnya tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya

akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di

mana pengaplikasian terapi untuk memperpanjang / mempertahankan hidup

hanya akan berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.

Page 6: panduan telaah obat

5. Pelayanan paliatif: adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk

mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk : pemberian nutrisi,

hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat^ptru^si spesifik untuk menunda

pemberian nutrisi / hidrasi.

Tanggung Jawab

1. Chief Executive Offlcerdan Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk

memastikan lentasi Kebijakan Do Not Reswcitate (DNR). Fungsi ini

didelegasikan kepada Manajer layanan Medis.

2. Manajer Pelayanan Medis : memastikan setiap staf / petugas mengetahui

dan mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan

DNR.

3. Staf / Petugas Rumah Sakit : semua staf yang terlibat dalam pengambilan

keputusan tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan

kebijakan ini. Penyimpangan - penyimpangan yang terjadi selama proses ini

berlangsung harus dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan

algoritma yang berlaku.

Prinsip

1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah

dibuat keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi

(DNR).

2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.

3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.

4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti

napas / jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan

jika hal ini terjadi;

5. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya- mengenai kondisi

dan penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.

6. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada

konsultan / dokter umum yang bertanggungjawab atas pasien. jika terdapat

Page 7: panduan telaah obat

keraguan dalam mengambil keputusan, dapat meminta saran dari dokter

senior.

7. RJP sebaiknya tidak dilakukaiSjpada kondisi-kondisi berikut ini :

a. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan

pasien.

b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas

untuk mengambil kepu^mp, menolak untuk dilakukan usaha RJP.

c. Terdapaf alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai

pengambilan keputusan fulOldaWtoeMkukan tindakan RP.

d. Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan

alasan kuat.

e. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya /

sekarat, di mana tipOakan RJP tidak dapat menunda fase terminal /

kodisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan terapetik

(risiko/bahayanya melebihi keuntungannya)

i. Contoh : henti jantung / napas yang dialami pasien merupakan

kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada

kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan fungsi jantung-paru

pasien secara sementara tetapi kondisi keseluruhan pasien dapat

memburuk dan henti jantung / napas akan terjadi kembali, yang

merupakan bagian dari proses alamiah dan tidak dapat terhindarkan

dari proses sekarat /kematian pasien.

ii. Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan /

merugikan pasien dan bertolak belakang dengan etika kedokteran

(prinsip 'do no harm)

8. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.

9. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk

pasien dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada kewajiban

secaraetikauntuk mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien yang menjalani

perawatan paliatif (di mana usaha RJP adalah sia-sia).

Page 8: panduan telaah obat

10. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan

tergantung dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi

dapat dilakukan oleh konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat

yang bertugas. Staf harus memberitahukan hasil diskusi mereka dengan

pasien kepada dokter penanggungjau ab pasien.

11. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan

pasien mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien

(yang kompeten secara mental).

12. Hasil diskusi dengan pasien danatau keluarganya harus dicatat di rekam

medis pasien.

13. Di rekam medis, harus tercantum :

a. Tulisan Pasien ini tidak dilakukan resusitasi'

b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan

c. Indikasi / alasan tindakan DNR

d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR

e. Nama dokter penanggungjawab pasien

f. Ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pasien (yang mengambil

keputusan)

Contoh :

Tanggal 18 Maret 2010

Pukul 10.30 WIB

Tidak dilakukan RJP

Indikasi: syok kardiogenik

Batas waktu: 24 jam

14. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan instruksi

DNR, misalnya: keganasan fase terminal.

15. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana

terdapat kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan penerjemah

yang kompeten.

16. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tata

laksana pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.

Page 9: panduan telaah obat

17. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai

berikut :

a. Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian /

penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi

keujffungan dilakukannya terapi.

b. Pasien, yang kompeten secara mental dan^m^toki kapasitas untuk

mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.

c. RJP bertentangan dengan keputusan dini /awal yang dibuat oleh pasien,

yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua tindakan

untuk mempertahankan hidup pasien.

Keputusan Dini / Awal (Dahulu Dikenal Dengan Istilah Surat Wasiat)

1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini akan

penolakan tindakan penyelamatan hidup / nvawa oleh pasien.

2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien

(autonomi).

3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi / penanganan

lainnya, seperti pemberian obat-obatan, cairan infus, dan lain-lain.

4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan.

5. Berikut adalah beberapa kondisi di mana perlu dilakukan diskusi dengan

pasien :

a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka ingin

mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya.

b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat

mengakibatkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien.

c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuntungan

dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien

menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya serta

menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan. Diskusi juga

membahas mengenai manajemen paliatif dan prognosis secara

keseluruhan.

Page 10: panduan telaah obat

6. Berikut adalah beberapa kondisi di mana tidak perlu dilakukan diskusi

dengan pasien:

a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya / sia-sia

b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya pasien

menjadi depresi.

c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak

ingin mendiskusikan hal tersebut.

d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase

sekarat / terminal dari penyakitnya?

e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil

keputusan (lihat lampiran l)

7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil" keputusan dini akan penolakan

tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratandi

bawah ini :

a. Usia pasien harus > 18 tahun

b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental

untuk mengambil keputusan

c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien

sendiri atau keluarga bramt yang dipercaya oleh pasien, dan harus

dicatat di rekam medis.

d. Harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu:

i. penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama

pasien sambil diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu

menandatanganinya sendiri)

ii. 1 orang lain sebagai saksi

e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh

pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain / terpisah, yang

menyatakan bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk tindakan /

penanganan spesifik, bahkan jika terdapat risiko kematian.

f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus

ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).

Page 11: panduan telaah obat

8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini harus

atas izin pasien.

9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan

keluarga / wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi dan

keinginan pasien. Jika tidak terdapat keluarga / wali yang sah, keputusan

dapat diambil oleh dokter penanggung)awab pasien.

10. Jika terdapat situasi di mana pasien kehilangan kompetensinya untuk

mengambil keputusan tetapi telah membuat 'keputusan dini DNR'

sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.

11. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh

pasien, jika terdapat hal-hal berikut ini:

a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap

keputusan dini /awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas

keputusan tersebut (misalnya, pasien pindah agama).

b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut

dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya, perkembangan

terkini dalam tatalaksana pasien yang secara drastis mengubah prospek

kondisi tertentu pasien).

c. Situasi / kondisi yarigada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi.

d. Terdapat perdebatan / perselisihan mengenai validitas keputusan dini /

awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.

12. Jika terdapat keraguari<terhadap apa yang pasien inginkan / maksudkan,

paramedis harus bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik

untuk pasien. Dapat meminta saran darLdokter senior juga.

13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya kerena mencari ada

tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa

instrusksi tersebut ada.

14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan.

15. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang

nyaman dan hangat, pengurang rasa sakit / analgesik, manajemen gejala-

gejala yang memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah,

inkontinensia), dan manajemen higene / kebersihan diri pasien.

Page 12: panduan telaah obat

16. Jika pasien tetap menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas sebaiknya

meminta saran dari dokter senior, dan masalah ini dapat juga dibawa ke

komisi etik.

17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil

keputusan DNR (lihat lampiran 2).

Page 13: panduan telaah obat

BAB II

PANDUAN DALAM MENDISKUSIKAN KEPUTUSAN DNR DENGAN

PASIEN

1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien terjaga.

2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh pasien

dalam mendiskusikan hal ini.

3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi / posisi pasien.

4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk mendampingi

diskusi.

5. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien,

memberi dukungan dan penguatan kepada pasien setelah dokter

meninggalkan ruangan.

6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan - pertanyaan umum seperti

bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana yang

dijalaninya.

7. Mengangkat topik utama:

a. Mulai dengan menyatakan: "Saya ingin berdiskusi dengan Anda."

b. "Apa yang Anda ingin kami (paramedis)'lakukan jika suatu waktu Anda

menjadi terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?"

c. Salah satu hal penting adalah mengenai pertanyaan tindakan resusitasi.

d. "Meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk mempertimbangkan

mengenai tindakan apa yangfharus kami lakukan jika jantung Anda

berhenti."

e. "Beberfjpa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa

banyak penanganan vang ingin mereka terima jika mereka menjadi

sangat sakit. Saya ingin tahuai 3 ' A.nda pernah memikirkan hal ini."

8. milihan waktu untuk berdiskusi:

Page 14: panduan telaah obat

a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah

diagnosis ditegakkan.

b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis sudah

jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya.

9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasinya

saat ini, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi

jika dilakukan, serta harapan dan keinginan pasien. Pasien dan keluarganya

sering memiliki harapan / ekspektasi yang tidak realistis dari nilai resusitasi.

10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang

dapat dimengerti oleh pasien.

11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan pemahaman

setiap pasien.

12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang dokter

(paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat dengan

menyatakan: "Pendapat saya mungkin berbeda dengan apa yang Anda

inginkan. Karena alasan itulah saya ingin berdiskusi dengan Anda.

13. Cobalah untuk mengerti:

a. Sudut pandang pasien

b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien

c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, plhangahan apa saja yang

dijalani pasien)

14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang

lingkup pengaplikasian di rekam medis.

15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian

dari perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan /

ditelantarkan dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.

16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan

tetap diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara

teratur, pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan kepada pasien.

17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan

keputusan mengenai manajemen pasien lainnya.

Page 15: panduan telaah obat

18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan

dokter, akan membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat

kecemasan / stress pasien juga.

Keputusan Dnr Pada Pasien Dewasa Peri-Operatif

1. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam perubahan

kondisi medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya dikarenakan

adanya perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan risiko pasien.

2. Tindakan anestesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan menimbulkan

instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan dukungan /

penanganan medis.

3. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan

dibandingkan di ruang rawat inap (di mana keputusan DNR ini ditetapkan).

Angka keberhasilan RJP di kamar operasi ini dapat mencapai 92%.

4. Menilik dari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan peninjauan ulang

keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan.

5. Rekomendasi:

a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur

pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan

anestesiologis.

b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anestesiologis dan

dokter bedah dengan pasien, wali, keluarga, atau dokter

penanggungjawab pasien (jika diindikasikan) sebelum melakukan

prosedur anestesi dan pembedahan.

c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan

mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan selama

prosedur anestesi dan pembedahan. •

d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu:

i. Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selama menjalani

anestesi dan pembedahan, dan ditinjau ulang kembali saat pasien

keluar dari ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan

anestesi, lakukan RJP jika terdapat henti jantung / napas.

Page 16: panduan telaah obat

ii. Pilihan kedua: keputusan DNR dimodifikasi, dengan mengizinkan

pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang sejalan / sesuai

dengan pemberian anestesi.

Hal ini termasuk:

Monitor EKG, tekanan darah, oksigenasi, dan monitor

intraoperatif lainnya.

Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan

pernapasan dengan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan; dan

dengan pemahaman bahwa pasien akan bernapas secara

spontan di akhir prosedur.

Penggunaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk

mengkoreksi stabilitas kardiovaskular yang berhubungan

dengan pemberian anestesi dan pembedahan.

Penggunaan kardioversi atau defibrillator untuk mengkoreksi

arilmia harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien / wali

sahnya. Lakukan juga diskusi mengenai pemberian kompresi dada.

iii. Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlpu (tida^da perubahan).

Pada beberapa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan

pemberian anestesi umum dalam pembidanan.

Pasien dapat menjalani prosedur pembedahan minor dengan

tetap mempertahankan keputusan DNR-nya.

Anestesiologis harus berdiskusi dan membuat kesepakatan

dengan psien / wali sah mengenai intervensi apa saja yang

diperbolehkan, seperti: kanulasi intravena, pemberian cairan

intravena, sedasi, analgesik, monitor, obat vasopressor, obat

anti-aritmia, oksigenasi, atau intervensi lainnya.

e. Pilihan yang telah di sepakati harus dicatat di rekam medis pasien.

f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis

yang terlibat dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi dan ruang

pemulihan.

Page 17: panduan telaah obat

g. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat keputusan DNR ini

adalah:

i. Pasien dewasa yang kompeten secara mental

ii. Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)

iii. Dokter penanggungjawab pasien, yang bertindak dengan

mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien jika belum ada

keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat oleh pasien / wali

sahnya).

h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan mengenai

pilihan DNR mana yang akan digunakan, pemegang keputusan tetaplah

diberikan ke pasien/ wali sahnya.

i. Jika terdapat keraguan atau ketidakjelasan mengenai siapa yang

berwenang untuk membuat keputusan DNR, atau terdapat keraguan

mengenai validitas suatu keputusan DNR dini / awal, atau terdapat

keraguan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk pasien; segeralah

mencari saran kepada komisi etik atau lembaga hukum setempat.

j. Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang

menurutnya terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua

informasi yang tersedia

k. Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada di

kamar operasi dan ruang pemulihan.

l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke

ruang rawat inap.

6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi

operatif pada pasien dengan keputusan DNR adalah:

a. Alat bantu asupan nutrisi (misalnya : feeding tube)

b. Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan

penyakit kronis pasien (misalnya: apendisitis akut)

Page 18: panduan telaah obat

c. Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan edngan penyakit

kronis pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian dari proses

terminal penyakitnya (misalnya: ileus obstruktif)

d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya: operasi fraktur kolum

femur)

e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskular.

7. situasi emergensi:

a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang

mengenai keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan

atau resusitasi.

b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya

keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat sebelumnya (jika

memungkinkan).

8. Fase pre-operatif:

a. Lakukan diskusi antara pasien / wali sah, keluarga, anestesiologis,

dokter bedah, dokter penanggungjawab pasien, dan perawat.

b. Lakukan asesmen mengenai:

i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi

pasien

ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan

iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk:

Durasi / batas waktu berlakunya keputusan tersebut

Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan tersebu

Alasan keputusan tersebut dibuat

iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini

perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangkan dari

sudut pandang pasien, keluarga, dokter bedah, dan anestesiologis).

v. Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan

tindakan resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-

Page 19: panduan telaah obat

operatif, lakukan komunikasi yang efektif, detail, dan terbuka

dengan pasien, keluarga, dan atau wali sah pasien.

vi. Jika keputusan DNR telahliifuat dan disepakati, harus dicatat di

rekam medis pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat,

dan cantumkan tanggal keputusan dibuat.

vii. Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat dan

kondisi medis pasien meihungkinkan untuk menjalani pembedahan.

9. Fase intra-operatif

a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi.

b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk

menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-

transfer ke kamar operasi.

c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui mengenai pilihan

keputusan DNR yang diambil.

d. Dokter bedah dan anestesiologis yang terlibat dalam konsultasi pre-

operatif harus hadir selama prosedur berlangsung.

10. Fase pasca-operatif

a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas di

ruang pemulihan.

b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan / dipindahkan

dari ruang pemulihan.

c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih rawat

pasien dari ruang pemulihan ke perawat di ruang rawat inap.

d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas wal

pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap pasca-operasi. Misalnya: jika

penggunaan infus epidural / alat analgesik akan tetap dipakai oleh

pasien pasca-operasi.

e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan

DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.

Page 20: panduan telaah obat

Keputusan DnrPada Pediatrik

1. Pada pasien anak (usia < 18 tahun), diskusikan dengari orang tua pasien.

2. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya mengenai

kondisi dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP dan

DNR.

3. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan rumbuh-kembang pasien

anak.

4. Instruksi DNR harus diberiiahukan kepada orang tua pasien, kecuali pada

kondisi berikut ini: Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat

non-terapeutik.

5. Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua pasien.

Keputusan harus ditandatangani meh dokTer, perawat yang terlibat, dan

orang tua pasien.

6. Pada kasus tertentu, di mana orang tua tetap meminta dilakukan RJP

meskipun tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini

membahayakan pasien / bersifat non-terapeutik, orang tua diperbolehkan

mencari pendapat ekspertise lainnya (second opinion) atau (jika orang tua

meminta) diperbolehkan melakukan transfer pasien jika kondisi pasien

memungkinkan untuk di-transfer.

7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan orang tua

pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh tim medis untuk

menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau tidak, seperti tercantum di

bawah ini:

a. Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan diantara

anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.

b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)

mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non-terapetik /

membahayakan.

c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang

anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk

menjadwalkan konsultasi etik.

Page 21: panduan telaah obat

d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis

harus memberitahukan / melaporkannya kepada Kepala Pelayanan

Medis dan'Lembaga Hukum.

e. Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum menyatakan

bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan, orang tua harus

diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di rekam medis

pasien.

f. Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNl^Ljni, TJrang

tua sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk meglgariSfer

plfsilh Ice fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien.

g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien instruksi DNR akan

dituliskan di rekam medis pasien.

8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani

prosedur anestesi dan pembedahan

a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur

anestesi dan pembedahan, terutama prosedur dengan tujuan

memfasilitasi perawatan atau mengurangi nyeri.

b. Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara

signifikan dengan situasi di luar ruang operasi sehingga perlu dilakukan

re-evaluasi mengenai instruksi DNR.

c. Faktanya, angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi di dalam kamar

operasi / selama anestesi berlangsung.

d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan adanya

pembatasan usaha resusitasi yang digunakan sepanjang periode peri-

operatif.

e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat

dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya

pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan

intravena, dan manajemen jalan napas dan ventilasi pasien.

f. Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua,

menilai ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan,

dan mengkomunikasikan hasil diskusi ini kepada seluruh petugas

Page 22: panduan telaah obat

rumah sakit yang terlibat dengan perawatan pasien selama periode

intra-operatif dan pasca-operatif.

g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi /

pembedahan:

i. Pilihan pertama: instruksi DNR dibatalkan untuk sementara (jika

terjadi henti napas / jantung, dilakukan usaha resusitasi

sepenuhnya)

ii. Pilihan kedua: resusitasi terbatas (spesifik terhadap prosedur).

Pasien dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur

spesifik, yaitu: kompresi dada, kardioversi.

iii. Pilihan ketiga: resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan). Pasien

dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping yang terjadi

dianggap bersifat sementara dan reversible, berdasarkan

pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis.

h. Harus dicatat di rekam medis pasien.

i. Saat pasien keluar / dipindahkan dari ruang pemulihan, instruksi DNR

ini harus ditinjau ulang.

j. Jika pasien / orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan

instruksi DNR selama menjalani prosedur anestesi / pembedahan,

dokter boleh menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini. pasien /

keluarga harus mencari dokter lain yang bersedia untuk merawat pasien.

Dokumentasi

1. Klputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien

dan di formulir Do Not Resuscitate (DNR)(lihat Lampiran 3). Formulir

DNR harus diisi dengan lengkap dan disimpan di rekam medis pasien.

2. Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam

pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir

DNR. Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat

dalam aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi, podiatrist, dan

sebagainya.

Page 23: panduan telaah obat

3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas / pengoperan

pasien ke petugas / unit lainnya.

4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien

dan keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.

5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa

petugas / unit lain mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke

unit lain).

6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan

instruksi DNR ini.

Page 24: panduan telaah obat

BAB III

PENINJAUAN ULANG MENGENAI KEPUTUSAN DNR

1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin,

terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan keinginan

pasien.

2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh dokter senior yang

saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan penanggung]awab pasien.

3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi dapat

juga dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.

4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan

kondisi, dan respons pasien terhadap terapi / pengobatan.

Pembatalan Keputusan Dnr

1. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalandi formulir DNR

harus dilengkapi / diisi (lihat Lampiran 2). Dituliskan tanggal dan

ditandatangani oleh dokter senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh

konsultan.

2. Pembatalan ini harus dengan jelasdicatat di dalam rekam medis pasien.

Keputusan Dnr Dan Transfer Pasien

1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter

senior yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggungjawab

untuk melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan berdasarkan

informasi yang didapat saat itu mengenai: ‘Apakah instruksi DNR masih

Page 25: panduan telaah obat

berlaku atau tidak?’ Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan, pasien

masih dianggap sebagai DNR.

2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNR,

dokter umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab melakukan

asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan dengan

semua petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum asesmen

ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR.

3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan dalam

rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotokopi.

Instruksi Dnr Pada Pasien Di Luar Rumah Sakit

1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha RJP

memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan usia

sangat lanjut atau memiliki penyakit berat / terminal.

2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk

meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agresif,

seperti RJP. Banyak pasien yang memilih dirawat di rumah sampai akhir

usianya tiba.

3. Protokol Pelayanan Kegawatdaruratan Medis menyatakan bahwa inisiasi

RJP ditujukan kepada semua pasien yang mengalami henti jantung / napas,

kecuali pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda

kematian yang jelas atau pasien memiliki instruksi tertulis DNR yang valid

dan ditandatangani oleh dokter.

4. Tujuan :

a. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang

mereka inginkan dari Tim Kegawatdaruratan Medis jika

terjadVn^^Intung / napas di luar rumah sakit.

b. Tim kegawatdaruratan medis rrtejjrouti: pemberi pertolongan pertama

(polisi / pemadam kebakaran /famnya yang%iengikuti pelatihan RJP),

petugas ambulans, paramedis dan perawat di mobil rawat intensif

(rnobile intensive care unit-MICU).

Page 26: panduan telaah obat

5. Definisi:

a. Formulir Instruksi DNR di Luar Rumah Sakit yang valid:formulir

tertulis yang dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani

oleh pasien / wali sahnya dan dokter penanggungjawab pasien.

Fotokopi yang dilegalisir dianggap sah dan berlaku, (lihat lampiran 4)

b. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang berarti bahwa pemakainya

memiliki instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui

oleh pemerintah setempat, resmi, mudah dikenali, dan khusus / khas;

dipakai di pergelangan tangan atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh

Tim Kegawatdaruratan Medis dan petugas kesehatan lainnya.

6. Tata laksana:

a. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP pada semua

pasien yang ditemukan henti napas/jantung kecuali jika pasien tersebut

memiliki instruksi DNR yang valid.

b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR, tim

kegawatdaruratan medis harus:

i Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan dan atau

denyut jantung.

ii Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif

(MICU), ikuti protokol setempat.

iii Untuk petugas MICU, kontak / hubungFclokter penariggungjawab

pasien (yang menandatangani DNR) untuk mengkonfirmasi

validitas instruksi DNR di luar rumah sakit, beritahukan kondisi

pasien.

c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam

kondisi henti jantung / napas, tim kegawatdarurejan medis harus:

i. Melakukan asesmen pasien.

Page 27: panduan telaah obat

ii. Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai.

iii. Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan.

iv. Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas /

jantung pada pasien selama transfer.

v. Memberikan salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima, jika

tersedia.

d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh

mempengaruhi keinginan pasien / wali sahnya.

e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak /

menyobek formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara

lisan.

f. Validitas instruksi DNR:

i. Hanya dokter penanggung)awab pasien yang boleh menulis

instruksi DNR untuk pasien yang dirawat di rumah.

ii. Hubungi dokter penanggungjawab pasien untuk mendiskusikan

pembuatan instruksi DNR.

iii. Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter,

termasuk tanda tangan dan alamat pasien / wali sah; nama, alamat,

nomor telepon, dan tanda tangan dokter; dan tanggal

pembuatannya.

iv. Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat

pasien berobat, (lihat lampiran 5mengenai panduan gelang DNR)

v. Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh

pasien kemanapun dia pergi.

vi. Pastikan semua keluarga / wali pasien mengetahui in%ruks|DMl

ini."

7. Pada pasien di panti jompo: perawat pasien diperbolehkan untuk menulis

instruksi DNR dan 'penolakan untuk dirawat di rumah sakit (Do Not

Hospitalized), berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter :

a. Prosedur Dasar

Page 28: panduan telaah obat

i. Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed consenf) dari

pasien / wali sahnya.

ii. Melengkapi 'formulir instruksi DNR di luar rumah sakit'. Berikan

salinan di rekam medis pasien. Berikan bebrapa salinan kepada

pasien dan atau keluarga di luar rumah sakit / panti jompo.

iii. Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai

penggunaan NR ini dan anjurkan agar formulir ini diletakkan di

tempat-tempat mudah terlihat di rumah (misalnya: papan harian

pasien, senderan ranjang, pintu kamar tidur, atau kulkas).

iv. Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang ini

harus dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki

instruksi DNR di luar rumah sakit. Dokter harus menginformasikan

kepada pasien / wali sahnya mengenai ketersediaan gelang DNR

sebagai sarana tambahan untuk memberitahu Tim

Kegawatdaruratan Medis.

v. Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodikn

dengan pasien / wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana

penanganan pasien (jika diperlukan), dan catatlah di rekam medis

pasien. Jika instruksi DNR ini dibatalkan, berikan instruksi untuk

menghancurkan / menyobek formulir DNR dan melepas gelang

DNR.

b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi instruksi DNR

i. Dokter sebaiknya memberi catatan di kurva medis pasien mengenai

instruksi DNR, yang mencakup:

Diagnosis

Alasan dibuat instruksi DNR

Kapasitas pasien dalam membuat keputljsan Dokumentasi

bahwa diskusi menfenai staTus DNR telah dilakukan, tulis

juga siapa saja yang mengahadHdiskuJl tersebut.

c. Pembatalan instruksi DNR

Page 29: panduan telaah obat

i. Instruksi DNR dapat dibatalkan kspanpun oleh pasien dengan cara

menghancurkan / menyobek formulir dan gelang DNR, atau

dengan menyatakan secara lisan oleh pasien

8. Dokumentasi

a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien

b. Catat intruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan salinan

formulir NDR di rumah sakit.

c. Ikuti protokol kegawat daruratan medis setempat

Pelatih

1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi

pelatihan-pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan

kebijakan ini.

2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus

didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja

Rumah Sakit (Performance Development Review) dan keputusan mengenai

pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus dituliskan dalam Rencana

Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personal

Development Plan).

Peninjauan Ulang Dan Audit

1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa semua

keputusan DNR didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan yang

berlaku.

2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk rnhwa

kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun

setelah tanggal kebijakan ini disetujui.

4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah Jam atau lebih dari

kondisi-kondisi berikut ini :

a. Adanya perubahan atau perkembangan dalam regulasi / peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Terjadinya insidens yang penting / krusial.

Page 30: panduan telaah obat

c. Adanya alasan-alasan yang kuat / relevan lainnya.

LAMPIRAN 1

KRITERIA PASIEN YANG TIDAK MEMILIKI KAPASITAS ADEKUAT

DAN TIDAK KOMPETEN DALAM MENGAMBEL KEPUTUSAN

1. Pasien memiliki gangguan fungsi kognitif / mental yang membuatnya tidak

dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

2. Pasien tidak dapat mengerti mengenai informasi yang relevan dengari

pengambil|rikeputusan yang diberikan oleh dokter / petugas medis lainnya.

3. Pasien memiliki gangguan dalam hal mengingat informasi yang baru

diberikan.

4. Pasien tidak dapat mengolah atau mempertimbangkan informasi tersebut sebai

bagian dari proses pengambilan keputusan.

5. Pasien tidak dapat mengkomunikasikan kepiftusannya, baik dengan berbicara,

bahasa tubuh, atau cara lainnya.

Page 31: panduan telaah obat

Apakah pasien kemungkinan akan mengalami henti jantung /

napas?

Apakah ada kemungkinan secara realistis bahwa RJP

dapat berhasil?

Apakah pasien telah membuat keputusan dini /

awal mengenai DNR?

Apakah potensi risiko dan beban RJP dianggap lebih besar

daripada keuntungan yang didapat?

RJP harus dilakukan kecuali pasien (kompeten secara

mental) menolak tindakan RJP

Tidak perlu menginisiasi diskusi tentang RJP dengan pasien atau keluarganya.Diskusi dilakukan jika pasien meminta / menginginkannya.

Jika telah diputuskan tindakan DNR secara medis, informasikanlah kepada pasien (jika memungkinkan).Pada pasien yang tidak kompeten secara mental; beritahukanlah mengenai keputusan DNR ini berikut alasannya kepada pengacara pribadi / wali yang telah ditunjuk pasien.Dapat meminta pendapat dokter lain (second opinion), jika diperlukan.

Jika pasien telah membuat keputusan DNR dan kriteria validitas telah terpenuhi, haruslah dihargai dan dipatuhi.Keputusan ini harus diberitahukan juga dengan pengacara / wali yang telah ditunjuk pasien.

terJika dapat kemungkinan yang sangat kecil akan tingkat keberhasilan RJP, dan terdapat pertanyaan apakah risikonya lebih besar daripada keuntungan dilakukan RJP; keterlibatan pasien atau walinya (jika pasien tidak kompeten) dalam membuat keputusan merupakan hal yang krusial.Pada pasien anak / remaja, orang tua harus dilibatkan dalam diskusi ini (jika memungkinkan).Pada pasien dewasa yang kompeten secara mental, pertimbangkanlah pendapat / pandangan pasien terhadap keputusan DNR ini.

Keputusan tindakan RJP ini adalah hal yang sensitif dan kompleks, sehingga harus dilakukan oleh personel medis yang kompeten dan berpengalaman, dan dilakukan dokumentasi dengan jelas dan lengkap.Keputusan harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin, minimal setiap 7 hari sekali dan tiap kali terdapat perubahan kondisi.Jika terdapat keraguan/ ketidakpastian, mintalah saran dari dokter senior.

Ya

tidak

Ya

tidak

Ya

tidak

tidak

Ya

LAMPIRAN 2

KERANGKA KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DO NOT

RESUSCITATE (DNR)

Page 32: panduan telaah obat

LAMPIRAN 3

FORMULIR TINDAKAN DO NOT RESUSCITATE (DNR)

FORMULIR TINDAKAN DO NOTRESUSCITATE (DNR)

IDENTITAS PASIEN

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Alamat Lengkap :

Nomor Rekam Medis :

DIAGNOSIS :

STATUS RESUSITAS1 (jawab dengan 'Ya' atau 'Tidak')

Apakah pasien ini dilakukan resusitasi?

Jika jawaban 'Tidak', berikan alasan:

Kondisi pasien mengindikasikan bahwa resusitasi tidak mungkin efektif atau

berhasil.

Pasien menolak dilakukan tindakan resusitasi.

Alasan lain, sebutkan :

…………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………….

KOMUNIKASI (jawab dengan 'Ya' atau 'Tidak')

Didiskusikan dengan pasien

Didiskusikan dengan keluarga pasien Jika tidak, berikan alasan:

Page 33: panduan telaah obat

Nama Dokter

Alamat Lengkap Dokter

Tanda Tangan Dokter

……………………………………………………..……………………………………………………..

Jika tidak, berikan alasan:……………………………………………………..……………………………………………………..

Tanggal dan waktu penandatanganan

Tanggal Peninjauan Ulang:

/ / DNR berlaku □ DNR dibatalkan

/ / □ DNR berlaku □ DNR dibatalkan

/ / □ DNR berlaku □ DNR dibatalkan

Jika tidak, berikan alasan:

Keterangan :

1. Formulir ini harus diisi dengan lengkap. Jika tidak lengkap, dianggap tidak

sah.

2. Harus ditandatangani oleh dokter dan pasien / wali yang telah ditunjuk oleh

pasien (jika pasientidak kompeten secara mental).

3. Jika formulir ini ditandatangani bukan oleh pasien, tuliskan nama wali yang

ditunjuk oleh pasien untuk mewakilinya atau nama keluarga pasien yang

menandatangani formulir ini, usia, jenis kelamin, alamat lengkap, serta nomor

telepon yang dapat dihubungi.

Tanda Tangan Tanda Tangan

Dokter Pasien

Page 34: panduan telaah obat

LAMPIRAN 4

FORMULIR INSTRUKSI DNR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT

DO NOT RESUSCITATE (DNR)

SEMUA PEMBERI PERTOLONGAN PERTAMA DAN TIM

KEGAWATDARURATAN MEDIS DIWAJIBKAN UNTUK MEMATUHI

INSTRUKSI DNR DI LUAR RUMAH SAKIT INI.

Permintaan ini ditujukan untuk usaha resusitasi pada kondisi terjadinya henti

jantung / napas pada: ___________(Nama Pasien), dan telah diinstruksikan oleh

dokter yang bertandatangan di bawah ini. Instruksi ini sesuai dengan keinginan pasien

dan telah diputuskan dan didokumentasikan oleh dokter (yang bertandatangan di bawah

ini) bahwa usaha resusitasi pada pasien ini dianggap tidak sesuai secara medis.

Instruksi DNR ini harus dihormati oleh seluruh Tim Kegawatdaruratan Medis, Pemberi

Pertolongan Pertama, dan petugas kesehatan lainnya yang berhubungan dengan pasien

dalam situasi kegawatdaruratan medis.

Tanda tangan pasien / wali sah : ______________________________________________

Alamat pasien : ______________________________________________

PASIEN DENGAN NAMA DI ATAS BERADA DI BAWAH PERAWATAN:

Nama dokter : ________________________________________________

Alamat dokter : ________________________________________________

Nomor telepon : ________________________________________________

Rumah Sakit Tempat Bekerja : ________________________________________________

Tanda Tangan Dokter : ________________________________________________

Tanggal : ________________________________________________

Page 35: panduan telaah obat

DOKUMEN INI HARUS DITUNJUKKAN DAN TERSEDIA SETIAP SAAT UNTUK

TIM KEGAWATDARURATAN MEDIS

INSTRUKSI UNTUK PEMBERI PERTOLONGAN PERTAMA/ TIM

KEGAWATDARURATAN MEDIS

SEMUA PASIEN BERHAK MEMBUAT KEPUTUSAN MENGENAI

KESEHATANNYA, TERMASUK HAK UNTUK MENERIMA ATAU

MENOLAK PENANGANAN / TINDAKAN

MEMPERTAHANKAN HIDUP PASIEN

1. Lakukan asesmen pada pasien mengenai tidak adanya pernapasan dan atau

denyut jantung

2. Jika pasien tidak berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, sediakan

semua perawatan yang dibutuhkan, termasuk transportasi, jika diperlukan.

3. Jika pasien berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, jangan

melakukan RJP dan usaha resusitasi lainnya.

4. Ikuti Protokol Kegawatdaruratan Medis setempat.

5. Dokumentasikan semua informasi di lembar asesmen dan lamprikan salinan

Instruksi DNR di Luar Rumah Sakit ini.

6. Hanya individu (pasien, wali sah, atau dokter) yang menadatangani formulir

ini yang dapat membatalkan instruksi ini setiap saat.

7. Salinan dokumen ini adalah sah dan harus dihormati setiap saat.

Page 36: panduan telaah obat

LAMPIRAN 5

PANDUAN GELANG DNR

1. Gelang DNR merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi pasien

yang memiliki instruksi DNR yang valid dan berada di luar rumah sakit.

2. gelang ini harus dihargai dan ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis

dengan atau tanpa adanya formulir instruksi DNR tertulis.

3. Gelang ini harus:

a. dipakai di pergelangan tangan / kaki pasien

b. Bertuliskan:

i. nama pasin

ii. nama dan nomor telepon dokter

iii. tanggal pembuatan instruksi DNR dan masa Berlakunya (jika ada)

c. Tidak rusak/sobek

4. Pasien / wali sahnya dapat meminta gelang DNR ini dari rumah sakit tempat

pasien berobat dengan membawa formulir DNR tertulis yang didapat dari

dokter.

5. Rumah sakit akan menyimpan salinan formulir instruksi DNR.

6. Rumah sakit akan bertanggung jawab dalam:

a. Memberikan gelang DNR' kepada pasien, berdasarkan formulir tertulis

DNR yang ada

b. Melengkapi tulisan di gelang DNR, meliputi: nama pasien, nama

dokter, dan tanggal pembuatan instruksi DNR

c. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai tujuan

dan maksud dari instruksi DNR ini. menekankan bahwa instruksi DNR

ini hanya berlaku untuk usaha P, penanganan lainnya tetap dilakukan

7. Instruksi DNR dapat dibatalkan dengan cara:

Page 37: panduan telaah obat

a. Melepas gelang DNR

b. Menyatakan secara lisan mengenai pembatalan instruksi DNR

c. Menghancurkan / menyobek instruksi tertulis DNR

8. Pembatalan DNR ini harus dilaporkan kepada dokter pembuat formulir dan

rumah sakit tempat pasien berobat sehingga dapat dicatat ke rekam medis

pasien.

Page 38: panduan telaah obat

REFERENSI

1. Roberts S. Do not attempt resuscitation policy. NHS Northamptonshire;

2009.

2. Resuscitation Group. Do not resuscitate policy (DNR) (for adults only).

NHS Wirral; 2010.

3. Mental Capacity Act 2005. UK: The Stationery Office Limited; 2005.

4. American Medical Association. Guidelines for the appropriate use of Do-

Not-Resuscitate orders. JAMA. 1991:265:1868-71. ; \

5. Ethics Department. Decisions about cardiopulmonary resuscitation: model

patient information leaflet. BMA; 2008.

6. Cabinet for Health and Family Services, Department for Community Based

Services, Division of Protection and Permanency. DNR request form

guidelines')

7. Children's Hospital, Ethics Advisory Committee. Guidelines for Do-Not-

Resuscitate orders; 2009.

8. The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. Do not

attempt resuscitation (DNAR) decisions in the perioperative period.

AAGBI; 2009.

9. Medical Society of New Jersey. New Jersey do not resuscitate (DNR) orders

outside the hospital: guidelines for healthcalkprofessionals, patients, and

their families. MSNJ; 2003.

10. Atlantic Health System Overlook Hospital. Do not resuscitate (DNR)

orders: guidelines for patients, families, and caregivers. AHS Bioethics

Committee.

11. National Association of Emergency Medical Services Directors

(NASEMSD), National Association of emergency Medical Services

Physicians (NAEMSP). National guidelines for statewideiimplemcntation of

EMS "Do Not Resuscitate" (DNR) programs. 1994.

Page 39: panduan telaah obat