Panduan survei sarang orangutan

50
Buku Panduan Survei Sarang Orangutan Sri Suci Utami Atmoko M. Arif Rifqi

description

Utami Atmoko, S. S. dan Arif Rifqi, M. Buku Panduan Survei Sarang Orangutan. Forum Orangutan Indonesia. Bogor, 2012.

Transcript of Panduan survei sarang orangutan

Page 1: Panduan survei sarang orangutan

Sri Suci Utami AtmokoM. Arif Rifqi

Buku PanduanSurvei Sarang

Orangutan

Buku Panduan Survei Sarang OrangutanFORINA dan Fakultas Biologi UNAS Jakarta, 2012

Sri Suci Utami AtmokoM. Arif Rifqi

Buku PanduanSurvei Sarang

Orangutan

Buku Panduan Survei Sarang OrangutanFORINA dan Fakultas Biologi UNAS Jakarta, 2012

Page 2: Panduan survei sarang orangutan

BUKU PANDUAN SURVEI SARANG ORANGUTAN© Forum Orangutan Indonesia (FORINA) dan Fakultas Biologi, Universitas Nasional ISBN : 978-602-17274-1-6

Forum Orangutan IndonesiaJl. Cemara Boulevard No. 58 Taman Yasmin, Bogor, Indonesia, 16112.www.forina.or.id

Fakultas Biologi Universitas NasionalJl. Sawo Manila, Pasar Minggu Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia, 12520.www.biologi.unas.ac.id

Tim PenyusunSri Suci Utami AtmokoM. Arif Rifqi

Foto Cover : Orangutan - Ike N. NayasilanaDesain Cover : Herry Djoko Susilo

Fakultas Biologi

Page 3: Panduan survei sarang orangutan

BUKU

PANDUAN SURVEI SARANG ORANGUTAN

Sri Suci Utami AtmokoM. Arif Rifqi

Forum Orangutan Indonesia (FORINA) dan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

2012

Page 4: Panduan survei sarang orangutan

KATA PENGANTAR

rangutan merupakan salah satu primata yang paling terancam di dunia dan satu-satunya kera besar yang hidup Odi Asia. Di Indonesia terdapat dua jenis orangutan, yaitu

orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang terdiri dari 3 (tiga) sub spesies, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus (Kalimantan Barat), Pongo pygmaeus wurmbii (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah) dan Pongo pygmaeus morio (Kalimantan Timur). Sebaran orangutan 75% diketahui berada di luar kawasan konservasi. Untuk mendukung ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan, terutama di kawasan-kawasan yang masih minim data, perlu dilakukan serangkaian penelitian awal melalui survey orangutan. Serangkaian survey dan penelitian akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi orangutan. Salah satu cara untuk menyamakan persepsi mengenai metodologi penelitian adalah melalui pelatihan survey sarang orangutan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman yang seragam mengenai metode survey yang akan dilaksanakan, agar bisa memenuhi tujuan dimaksud.

Guna mendukung kegiatan pelatihan survey sarang dan pelaksanaan survey sarang di lapangan maka FORINA menyusun dan menerbitkan Buku Panduan Survey Sarang yang diharapkan dapat menjadi pegangan ketika mengikuti pelatihan serta ketika melaksanakan kegiatan survey di lapangan.

FORINA mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Sri Suci Utami Atmoko dan M. Arif Rifqi yang telah menyusun dan merancang desain dari Buku Panduan ini.

Semoga bermanfaat.

Herry Djoko Susilo Ketua

Kat

a P

enga

ntar

Page 5: Panduan survei sarang orangutan

DAFTAR ISI

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN (1)

A. Pendahuluan (1) B. Apa itu orangutan (1) C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan populasi? (4) D. Pengambilan Data (5) 1. Data Awal (5) 2. Parameter Ekologi (11) 3. Laju Peluruhan Sarang (13) 4. Info Tambahan (14)

II. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN (16)

A. Membuat Desain Survei (16) B. Analisa Hasil Survei (22)

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI (25) A. GPS (25) 1. Pendahuluan (25) 2. Bagian-Bagian GPS (26) 3. Halaman-Halaman Utama pada Layar GPS (27) 4. Menggunakan GPS (30) B. Range Finder (35) DAFTAR PUSTAKA (38)

LAMPIRAN (40)

Daf

tar

Isi

DAFTAR ISI

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN (1)

A. Pendahuluan (1) B. Apa itu orangutan (1) C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan populasi? (4) D. Pengambilan Data (5) 1. Data Awal (5) 2. Parameter Ekologi (11) 3. Laju Peluruhan Sarang (13) 4. Info Tambahan (14)

II. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN (16)

A. Membuat Desain Survei (16) B. Analisa Hasil Survei (22)

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI (25) A. GPS (25) 1. Pendahuluan (25) 2. Bagian-Bagian GPS (26) 3. Halaman-Halaman Utama pada Layar GPS (27) 4. Menggunakan GPS (30) B. Range Finder (35) DAFTAR PUSTAKA (38)

LAMPIRAN (40)

Daf

tar

Isi

Page 6: Panduan survei sarang orangutan

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN A. Pendahuluan

ntuk mendukung ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan, Uterutama di kawasan-kawasan yang masih minim data, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian awal melalui: (i) pengumpulan informasi keberadaan orangutan, (ii) pre-survei sarang orangutan dan dilanjutkan dengan (iii) survei sarang orangutan skala besar, jika terindikasi keberadaan orangutan (sarang orangutan atau perjumpaan langsung) melalui pre-survei sebelumnya. Oleh karena itu serangkaian survei dan penelitian harus segera dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi spesies ini.

B. Apa itu orangutan?

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (primata tidak berekor) yang masih hidup di Asia. Ketiga jenis kera besar lainnya ditemukan di Afrika, yaitu Bonobo (Pan paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorila (Gorilla gorilla). Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti “orang hutan”, sedangkan masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan ”Mawas”, ”Maias” atau “Kahiyu”. Hasil penelitian genetika, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan sejarah hidup orangutan dibedakan menjadi dua jenis (Delgado & van Schaik, 2001, Groves, 2001, Zhang dkk, 2001) Pongo abelii yang terdapat di Sumatera (provinsi Sumatera Utara dan Aceh) dan Pongo pygmaeus yang tersebar di Kalimantan (provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur; Sarawak dan Sabah di Malaysia).

Selain itu, terdapat variasi morfologi dan genetik pada populasi orangutan Kalimantan yang dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis (Groves, 2001; Warren dkk, 2001), yaitu: Pongo pymaeus pygmaeus yang tersebar di bagian Barat Laut Kalimantan (Taman Nasional Betung

Kerihun, TN Danau Sentarum, dan sekitarnya), Utara Sungai Kapuas sampai Timur Laut Serawak. Pongo pygmaeus wurmbii memiliki sebaran pada Barat Daya Kalimantan, bagian Selatan sungai Kapuas dan bagian Barat sungai Barito. Pongo pygmaeus morio yang terbatas sebarannya pada Sabah dan bagian Timur Kalimantan sampai sejauh sungai Mahakam.

Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ketidakhadiran orangutan di hutan dapat mengakibatkan kepunahan suatu jenis tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu.

Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 m dpl (di atas permukaan laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400 m dpl (Payne, 1987 dan van Schaik dkk, 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl.

Orangutan jantan dewasa berpipi (Maias Capan-bhs Iban) besarnya hampir dua kali besar betina dewasa atau jantan dewasa tidak berpipi (Maias Timbau-bhs Iban). Betina dewasa orangutan biasa dijumpai berjalan bersama anaknya yang masih kecil, sedangkan anaknya yang remaja atau pra-dewasa (Maias Kesak-bhs Iban) sudah hidup mandiri dan mulai mencari pasangan. Orangutan betina siap bereproduksi (melahirkan) pada usia sekitar 14 tahun, dengan lama kehamilan 8-9 bulan. Setiap kelahiran orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 7-9 tahun (Wich dkk, 2009).

Gambar 1. Distribusi orangutan (by Perry van duijhooven).

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

1

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

2

Page 7: Panduan survei sarang orangutan

I. SURVEI SARANG ORANGUTAN A. Pendahuluan

ntuk mendukung ketersediaan data sebaran dan populasi orangutan, Uterutama di kawasan-kawasan yang masih minim data, maka perlu dilakukan serangkaian penelitian awal melalui: (i) pengumpulan informasi keberadaan orangutan, (ii) pre-survei sarang orangutan dan dilanjutkan dengan (iii) survei sarang orangutan skala besar, jika terindikasi keberadaan orangutan (sarang orangutan atau perjumpaan langsung) melalui pre-survei sebelumnya. Oleh karena itu serangkaian survei dan penelitian harus segera dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data guna kepentingan konservasi spesies ini.

B. Apa itu orangutan?

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar (primata tidak berekor) yang masih hidup di Asia. Ketiga jenis kera besar lainnya ditemukan di Afrika, yaitu Bonobo (Pan paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorila (Gorilla gorilla). Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti “orang hutan”, sedangkan masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan ”Mawas”, ”Maias” atau “Kahiyu”. Hasil penelitian genetika, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan sejarah hidup orangutan dibedakan menjadi dua jenis (Delgado & van Schaik, 2001, Groves, 2001, Zhang dkk, 2001) Pongo abelii yang terdapat di Sumatera (provinsi Sumatera Utara dan Aceh) dan Pongo pygmaeus yang tersebar di Kalimantan (provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur; Sarawak dan Sabah di Malaysia).

Selain itu, terdapat variasi morfologi dan genetik pada populasi orangutan Kalimantan yang dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis (Groves, 2001; Warren dkk, 2001), yaitu: Pongo pymaeus pygmaeus yang tersebar di bagian Barat Laut Kalimantan (Taman Nasional Betung

Kerihun, TN Danau Sentarum, dan sekitarnya), Utara Sungai Kapuas sampai Timur Laut Serawak. Pongo pygmaeus wurmbii memiliki sebaran pada Barat Daya Kalimantan, bagian Selatan sungai Kapuas dan bagian Barat sungai Barito. Pongo pygmaeus morio yang terbatas sebarannya pada Sabah dan bagian Timur Kalimantan sampai sejauh sungai Mahakam.

Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri), mereka merupakan hewan arboreal (beraktivitas lebih banyak di pepohonan) yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas (1-2 km/hari), dan masa hidup panjang (dapat lebih dari 50 tahun) sehingga berperan penting dalam pemencaran biji untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ketidakhadiran orangutan di hutan dapat mengakibatkan kepunahan suatu jenis tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu.

Kelangsungan hidup orangutan sangat tergantung pada hutan hujan tropis yang menjadi habitatnya, mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan pegunungan dengan ketinggian lebih kurang 1800 m dpl (di atas permukaan laut) (Rijksen, 1978), dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian sekitar 200-400 m dpl (Payne, 1987 dan van Schaik dkk, 1995). Di Kalimantan, batas ketinggian populasi orangutan sekitar 500-800 m dpl, sedangkan di Sumatera, terutama jantan dewasa, terkadang dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl.

Orangutan jantan dewasa berpipi (Maias Capan-bhs Iban) besarnya hampir dua kali besar betina dewasa atau jantan dewasa tidak berpipi (Maias Timbau-bhs Iban). Betina dewasa orangutan biasa dijumpai berjalan bersama anaknya yang masih kecil, sedangkan anaknya yang remaja atau pra-dewasa (Maias Kesak-bhs Iban) sudah hidup mandiri dan mulai mencari pasangan. Orangutan betina siap bereproduksi (melahirkan) pada usia sekitar 14 tahun, dengan lama kehamilan 8-9 bulan. Setiap kelahiran orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 7-9 tahun (Wich dkk, 2009).

Gambar 1. Distribusi orangutan (by Perry van duijhooven).

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

1

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

2

Page 8: Panduan survei sarang orangutan

Gambar 2. Kelas umur dan sex orangutan: orangutan jantan dewasa berpipi (1), orangutan betina dewasa dan anak (2), orangutan jantan dewasa tidak berpipi (3), dan orangutan remaja (4).

Orangutan termasuk frugivora (pemakan buah), namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah serta vertebrata kecil. Hingga saat ini dari stasiun-stasiun riset yang berada di daerah sebarannya (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh dan Sumatera Utara) tercatat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil dan jamur yang menjadi makanan orangutan (Rodman, 1973; MacKinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Utami dan van Hooff, 1997, Russon dkk, 2009).

Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan, orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis.

Saat ini keberadaan kedua spesies orangutan di alam sangat terancam dan rentan terhadap kepunahan. Oleh IUCN (2008) orangutan kalimantan ditetapkan sebagai “Endangered” (Genting), sementara kondisi yang lebih kritis di Sumatra menempatkan orangutan di pulau itu ke dalam kategori

“Critical Endangered” (Kritis). Keduanya juga terdaftar dalam Appendix I CITES, yang berarti baik satwa maupun semua produk yang berasal darinya (daging, kulit, rambut, kuku, kotoran, dll) tidak boleh diperdagangkan di manapun juga. Di Indonesia, orangutan telah dilindungi secara hukum melalui : Peraturan perlindungan binatang liar no. 233 Th. 1931, UU no. 5 Th. 1990, SK MenHut 10 Juni 1991 no. 301/Kpts-II/1991 dan PP no. 7 Th. 1999.

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan populasi?

Seperti kera besar lainnya di Afrika (gorila, bonobo dan simpanse), orangutan membuat sarang tidur setiap hari dengan lokasi yang berbeda. Umumnya adalah sarang baru, tetapi pada beberapa kasus orangutan juga memperbaiki sarang lama sebagai sarang tidur ataupun membuat sarang istirahat pada waktu siang.

Penghitungan populasi orangutan menggunakan perjumpaan langsung dengan orangutan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena orangutan adalah primata semi-soliter yang sangat pemalu dan jumlahnya tidak melimpah. Dengan menggunakan metode perjumpaan langsung, maka data perhitungan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, maka metode penghitungan sarang orangutan adalah metode yang memungkinkan.

Secara umum bentuk sarang orangutan hampir menyerupai sarang burung elang, sarang tupai besar, maupun sarang beruang madu. Yang membedakan dengan sarang orangutan adalah bagian patahan dahan yang digunakan sebagai pondasi sarang.

Penghitungan kepadatan sarang dapat dikembangkan untuk menghasilkan perkiraan kepadatan populasi kera besar, paling tidak jika diasumsikan bahwa proses kehancuran sarang (t) berlangsung pada suatu kecepatan tertentu di suatu tempat dan musim tertentu. Akibatnya, jika dibandingkan dengan penghitungan individu secara langsung, penghitungan sarang tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi populasi musiman. Penjelasan di atas menunjukkan pentingnya suatu program pemantauan populasi orangutan terpadu yang dapat menghasilkan data-data yang dapat diandalkan dan mudah diakses serta mampu menjelaskan sebab-sebab perubahan populasi orangutan di berbagai wilayah.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

3

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

4

Page 9: Panduan survei sarang orangutan

Gambar 2. Kelas umur dan sex orangutan: orangutan jantan dewasa berpipi (1), orangutan betina dewasa dan anak (2), orangutan jantan dewasa tidak berpipi (3), dan orangutan remaja (4).

Orangutan termasuk frugivora (pemakan buah), namun mereka juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah serta vertebrata kecil. Hingga saat ini dari stasiun-stasiun riset yang berada di daerah sebarannya (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh dan Sumatera Utara) tercatat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil dan jamur yang menjadi makanan orangutan (Rodman, 1973; MacKinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Utami dan van Hooff, 1997, Russon dkk, 2009).

Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan, orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis.

Saat ini keberadaan kedua spesies orangutan di alam sangat terancam dan rentan terhadap kepunahan. Oleh IUCN (2008) orangutan kalimantan ditetapkan sebagai “Endangered” (Genting), sementara kondisi yang lebih kritis di Sumatra menempatkan orangutan di pulau itu ke dalam kategori

“Critical Endangered” (Kritis). Keduanya juga terdaftar dalam Appendix I CITES, yang berarti baik satwa maupun semua produk yang berasal darinya (daging, kulit, rambut, kuku, kotoran, dll) tidak boleh diperdagangkan di manapun juga. Di Indonesia, orangutan telah dilindungi secara hukum melalui : Peraturan perlindungan binatang liar no. 233 Th. 1931, UU no. 5 Th. 1990, SK MenHut 10 Juni 1991 no. 301/Kpts-II/1991 dan PP no. 7 Th. 1999.

C. Mengapa menggunakan sarang untuk penghitungan populasi?

Seperti kera besar lainnya di Afrika (gorila, bonobo dan simpanse), orangutan membuat sarang tidur setiap hari dengan lokasi yang berbeda. Umumnya adalah sarang baru, tetapi pada beberapa kasus orangutan juga memperbaiki sarang lama sebagai sarang tidur ataupun membuat sarang istirahat pada waktu siang.

Penghitungan populasi orangutan menggunakan perjumpaan langsung dengan orangutan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena orangutan adalah primata semi-soliter yang sangat pemalu dan jumlahnya tidak melimpah. Dengan menggunakan metode perjumpaan langsung, maka data perhitungan memiliki tingkat kesalahan yang tinggi. Melihat kondisi tersebut, maka metode penghitungan sarang orangutan adalah metode yang memungkinkan.

Secara umum bentuk sarang orangutan hampir menyerupai sarang burung elang, sarang tupai besar, maupun sarang beruang madu. Yang membedakan dengan sarang orangutan adalah bagian patahan dahan yang digunakan sebagai pondasi sarang.

Penghitungan kepadatan sarang dapat dikembangkan untuk menghasilkan perkiraan kepadatan populasi kera besar, paling tidak jika diasumsikan bahwa proses kehancuran sarang (t) berlangsung pada suatu kecepatan tertentu di suatu tempat dan musim tertentu. Akibatnya, jika dibandingkan dengan penghitungan individu secara langsung, penghitungan sarang tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi populasi musiman. Penjelasan di atas menunjukkan pentingnya suatu program pemantauan populasi orangutan terpadu yang dapat menghasilkan data-data yang dapat diandalkan dan mudah diakses serta mampu menjelaskan sebab-sebab perubahan populasi orangutan di berbagai wilayah.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

3

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

4

Page 10: Panduan survei sarang orangutan

Gambar 3. Ciri khas sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) jika dibandingkan dengan sarang elang (2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), tupai besar (3; foto oleh Suci Utami-Atmoko) dan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).

D. Pengambilan Data

1. Data awalDisetiap lokasi pada kunjungan pertama, semua sarang yg dijumpai dicatat (lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur/ transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya.

Untuk mengumpulkan data dengan cara menelusuri jalur transek (line transect), dibutuhkan suatu tim yang berjumlah antara empat dan enam orang (Gambar 1):

· Orang (1) (di jalur) membuka jalur transek sesuai arah kompas · Orang (2), (di jalur) 5 meter di belakang orang ke (1), membawa

kompas dan alat GPS untuk memandu pembuka jalur dan pergerakan seluruh tim

· Orang (3) (di jalur) berjalan maksimal 10 meter di belakang orang ke (2)

· Orang (4) (di jalur) berjalan 5 meter di belakang orang ke (3)

· Orang kelima (5) dan/atau keenam (6), 5 meter di samping jalur/ transek, tidak jauh di belakang orang keempat, orang ke 5 dan ke 6 tidak selalu harus ada dalam tim.

Tim tersebut terdiri dari empat orang atau lebih. Kedua personel tambahan membantu pengumpulan data. Jika parang/golok diperlukan selama perjalanan, alat tersebut akan dibawa oleh orang (1), yang juga membawa kompas. Walaupun penggunaan parang menimbulkan suara gaduh dan dapat merusak lingkungan, kadang-kadang alat ini diperlukan dalam beberapa keadaan tertentu. Orang (1) bertugas mengamati keadaan di depan, membuka jalur transek, mengarahkan tim.

Orang (2) membawa topofil dan GPS, dan melihat ke arah yang sama dengan orang (1). Orang (3) bertugas membuat catatan dan mengisi lembar data serta membawa teropong binokular untuk mencari sarang orangutan di pepohonan. Orang (3) juga sebaiknya melihat sesekali ke belakang (di antara pepohonan) untuk memastikan bahwa tidak ada sarang yang terlewat. Orang (4) melihat ke tanah dan mencari buah yang jatuh di jalur transek, kemudian mencari pohon buah tersebut, serta mengisi lembar data fruit trail. Keempat orang ini harus tetap berjalan sepanjang jalur transek sembari mengamati keberadaan sarang orangutan di sepanjang jalur transek.

Orang (5) dan (6) bergerak secara zig-zag melintasi jalur transek, mencari sarang orangutan di sepanjang dan sekitar jalur transek, dengan pergerakan yang dibatasi tidak lebih jauh dari 5 meter di luar jalur transek. Jadi, setiap orang dalam tim memiliki tugas tersendiri, tetapi semua anggota juga mencari sarang orangutan.

Pengambilan data sarang dilakukan bolak-balik. Alasan utama adalah; pertama sinar matahari dari arah yang berbeda, kedua menghindari sarang yang terlewatkan, ketiga yang paling penting sarang yang diatas transek, sarang diatas transek sering terlewatkan karena pengamat terlalu konsentrasi pada sarang di sisi jalan.

Gambar 4. Penempatan para anggota tim survei di sepanjang dan sekitar jalur transek

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

5

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

6

Page 11: Panduan survei sarang orangutan

Gambar 3. Ciri khas sarang orangutan (1; foto oleh Kisar Odom) jika dibandingkan dengan sarang elang (2; foto oleh Suci Utami-Atmoko), tupai besar (3; foto oleh Suci Utami-Atmoko) dan beruang madu (4a & 4b; foto oleh Nuzuar).

D. Pengambilan Data

1. Data awalDisetiap lokasi pada kunjungan pertama, semua sarang yg dijumpai dicatat (lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur/ transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang) diberi tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya.

Untuk mengumpulkan data dengan cara menelusuri jalur transek (line transect), dibutuhkan suatu tim yang berjumlah antara empat dan enam orang (Gambar 1):

· Orang (1) (di jalur) membuka jalur transek sesuai arah kompas · Orang (2), (di jalur) 5 meter di belakang orang ke (1), membawa

kompas dan alat GPS untuk memandu pembuka jalur dan pergerakan seluruh tim

· Orang (3) (di jalur) berjalan maksimal 10 meter di belakang orang ke (2)

· Orang (4) (di jalur) berjalan 5 meter di belakang orang ke (3)

· Orang kelima (5) dan/atau keenam (6), 5 meter di samping jalur/ transek, tidak jauh di belakang orang keempat, orang ke 5 dan ke 6 tidak selalu harus ada dalam tim.

Tim tersebut terdiri dari empat orang atau lebih. Kedua personel tambahan membantu pengumpulan data. Jika parang/golok diperlukan selama perjalanan, alat tersebut akan dibawa oleh orang (1), yang juga membawa kompas. Walaupun penggunaan parang menimbulkan suara gaduh dan dapat merusak lingkungan, kadang-kadang alat ini diperlukan dalam beberapa keadaan tertentu. Orang (1) bertugas mengamati keadaan di depan, membuka jalur transek, mengarahkan tim.

Orang (2) membawa topofil dan GPS, dan melihat ke arah yang sama dengan orang (1). Orang (3) bertugas membuat catatan dan mengisi lembar data serta membawa teropong binokular untuk mencari sarang orangutan di pepohonan. Orang (3) juga sebaiknya melihat sesekali ke belakang (di antara pepohonan) untuk memastikan bahwa tidak ada sarang yang terlewat. Orang (4) melihat ke tanah dan mencari buah yang jatuh di jalur transek, kemudian mencari pohon buah tersebut, serta mengisi lembar data fruit trail. Keempat orang ini harus tetap berjalan sepanjang jalur transek sembari mengamati keberadaan sarang orangutan di sepanjang jalur transek.

Orang (5) dan (6) bergerak secara zig-zag melintasi jalur transek, mencari sarang orangutan di sepanjang dan sekitar jalur transek, dengan pergerakan yang dibatasi tidak lebih jauh dari 5 meter di luar jalur transek. Jadi, setiap orang dalam tim memiliki tugas tersendiri, tetapi semua anggota juga mencari sarang orangutan.

Pengambilan data sarang dilakukan bolak-balik. Alasan utama adalah; pertama sinar matahari dari arah yang berbeda, kedua menghindari sarang yang terlewatkan, ketiga yang paling penting sarang yang diatas transek, sarang diatas transek sering terlewatkan karena pengamat terlalu konsentrasi pada sarang di sisi jalan.

Gambar 4. Penempatan para anggota tim survei di sepanjang dan sekitar jalur transek

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

5

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

6

Page 12: Panduan survei sarang orangutan

Informasi data yang diperlukan dalam perhitungan laju peluruhan sarang orangutan (tabulasi data) terlampir, terdiri dari 2 tabulasi. Tabulasi di lapangan (termasuk data awal; lampiran 1) dan tabulasi data base (tabel 3). Informasi data untuk tabulasi di lapangan (lampiran 1):

1. ID Transek: nomor transek sesuai dengan peta survei rencana kerja.

2. Posisi GPS (Global Position System) waypoint permulaan jalur transek: posisi di titik awal dibukanya jalur (sesuaikan dengan titik yang sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

3. Posisi GPS akhir jalur transek: posisi di titik akhir jalur transek (harus sama dengan titik yg sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

4. Arah transek; contohnya timur-barat atau selatan-utara.

5. Cuaca: kondisi cuaca saat pengamatan (cerah, mendung, gerimis).

6. Jarak yang ditempuh: 1 km per transeknya.

7. Habitat: kondisi habitat di jalur/ transek (hutan primer, hutan sekunder, 70% terbuka, 40% kebun/ ladang, rawa, pegunungan, dataran rendah, bekas HPH). 1). Tutupan 70 – 90 %, yaitu hutan yang relatif masih baik (sedikit mengalami gangguan tebangan) dengan tutupan kanopi yang rapat, didominansi oleh tumbuhan berkayu dengan tinggi pohon rata-rata 25 – 30 m. 2). Tutupan 50 – 70 %, yaitu hutan yang sudah mengalami banyak tebangan (bekas tebangan 10 – 20 yang lalu), banyak tumbuhan pioneer (Macaranga spp), tinggi pohon berkisar antara 20 – 25 m. 3). Tutupan 30 – 50 %, yaitu kebun campur/bekas ladang yang telah lama ditinggalkan, tinggi pohon berkisar antara 15 – 20 m. Banyak ditumbuhi semak, bambu, kopi, dan jahe-jahean. 4). Tutupan kurang dari 30 %. Merupakan ladang/bukaan ladang yang baru (1 – 5 tahun), terbuka dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 15 m yang merupakan campuran tumbuhan hutan dan tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat , seperti petai, durian dan karet.

8. # ID: nomor urut pencatatan hasil pengamatan sarang orangutan.

9. Meter di jalur transek: jarak perjumpaan sarang OU dari titik awal transek.

10. Nama waypoint: nama titik GPS yang disimpan, contohnya: sr1

11. Time: waktu perjumpaan sarang OU

12. Koordinat UTM/ GPS: posisi sarang OU harus diambil GPS tepat di bawah sarang OU (jika > 1 sarang di satu pohon, tetap harus diambil GPS masing-masing sarang), begitu juga jika ada perjumpaan dengan OU harus diambil GPS tepat di posisi OU itu terlihat.

13. PPD (Perpendicular Distance) meter: jarak posisi sarang dengan jalur transek, harus diambil tegak lurus (900) dari jalur ke posisi sarang OU (Gambar 5 & 6).

Gambar 5. Mengukur PPD tegak lurus persis di tengah posisi sarang ke jalur transek.

14. DD (Direct Distance) meter: jarak langsung posisi sarang dengan jalur transek (terutama di lereng), harus disertai pengambilan sudut derajat ke posisi sarang (Gambar 6).

15. Arah sarang: posisi sarang di transek, sesuai arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat).

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

7

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

8

Gambar 6. Sudut pengambilan data pada transek

Page 13: Panduan survei sarang orangutan

Informasi data yang diperlukan dalam perhitungan laju peluruhan sarang orangutan (tabulasi data) terlampir, terdiri dari 2 tabulasi. Tabulasi di lapangan (termasuk data awal; lampiran 1) dan tabulasi data base (tabel 3). Informasi data untuk tabulasi di lapangan (lampiran 1):

1. ID Transek: nomor transek sesuai dengan peta survei rencana kerja.

2. Posisi GPS (Global Position System) waypoint permulaan jalur transek: posisi di titik awal dibukanya jalur (sesuaikan dengan titik yang sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

3. Posisi GPS akhir jalur transek: posisi di titik akhir jalur transek (harus sama dengan titik yg sudah ada di peta/ GPS, jika ada).

4. Arah transek; contohnya timur-barat atau selatan-utara.

5. Cuaca: kondisi cuaca saat pengamatan (cerah, mendung, gerimis).

6. Jarak yang ditempuh: 1 km per transeknya.

7. Habitat: kondisi habitat di jalur/ transek (hutan primer, hutan sekunder, 70% terbuka, 40% kebun/ ladang, rawa, pegunungan, dataran rendah, bekas HPH). 1). Tutupan 70 – 90 %, yaitu hutan yang relatif masih baik (sedikit mengalami gangguan tebangan) dengan tutupan kanopi yang rapat, didominansi oleh tumbuhan berkayu dengan tinggi pohon rata-rata 25 – 30 m. 2). Tutupan 50 – 70 %, yaitu hutan yang sudah mengalami banyak tebangan (bekas tebangan 10 – 20 yang lalu), banyak tumbuhan pioneer (Macaranga spp), tinggi pohon berkisar antara 20 – 25 m. 3). Tutupan 30 – 50 %, yaitu kebun campur/bekas ladang yang telah lama ditinggalkan, tinggi pohon berkisar antara 15 – 20 m. Banyak ditumbuhi semak, bambu, kopi, dan jahe-jahean. 4). Tutupan kurang dari 30 %. Merupakan ladang/bukaan ladang yang baru (1 – 5 tahun), terbuka dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 15 m yang merupakan campuran tumbuhan hutan dan tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat , seperti petai, durian dan karet.

8. # ID: nomor urut pencatatan hasil pengamatan sarang orangutan.

9. Meter di jalur transek: jarak perjumpaan sarang OU dari titik awal transek.

10. Nama waypoint: nama titik GPS yang disimpan, contohnya: sr1

11. Time: waktu perjumpaan sarang OU

12. Koordinat UTM/ GPS: posisi sarang OU harus diambil GPS tepat di bawah sarang OU (jika > 1 sarang di satu pohon, tetap harus diambil GPS masing-masing sarang), begitu juga jika ada perjumpaan dengan OU harus diambil GPS tepat di posisi OU itu terlihat.

13. PPD (Perpendicular Distance) meter: jarak posisi sarang dengan jalur transek, harus diambil tegak lurus (900) dari jalur ke posisi sarang OU (Gambar 5 & 6).

Gambar 5. Mengukur PPD tegak lurus persis di tengah posisi sarang ke jalur transek.

14. DD (Direct Distance) meter: jarak langsung posisi sarang dengan jalur transek (terutama di lereng), harus disertai pengambilan sudut derajat ke posisi sarang (Gambar 6).

15. Arah sarang: posisi sarang di transek, sesuai arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat).

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

7

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

8

Gambar 6. Sudut pengambilan data pada transek

Page 14: Panduan survei sarang orangutan

16. Kelas sarang: kelas kerusakan/kehancuran sarang, empat kelas dipakai untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 7) :

Kelas 1 = segar, sarang baru, semua daun masih hijau.

Kelas 2 = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah coklat terutama di permukaan sarang, belum

ada lubang yang terlihat dari bawah.

Kelas 3 = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah.

Kelas 4 = hampir semua daun sudah hilang; sudah terlihat struktur rantingnya.

Catatan: Jika dijumpai sarang pemakaian ulang/ sarang bekas (re-used), biasanya dasar sarang sudah coklat namun atasnya masih hijau/segar, atau atasnya terdiri dari ranting pohon jenis lain. Harap ditulis kelas sarang ke-duanya, contoh: 3/1 (3 untuk sarang dasar, 1 untuk sarang tambahan).

17. Tinggi sarang: tinggi tegak lurus sarang dari permukaan tanah.

18. Posisi sarang: dalam survei menggunakan 5 posisi sarang orangutan (van Schaik dkk, 1995 dan Prasetyo dkk, 2009; Gambar 8 di bawah ini), jika ada tambahan baru akan menjadi catatan penting di masa mendatang.

Posisi 1: di pangkal cabang utama.Posisi 2: di bagian tengah atau ujung cabang.Posisi 3: di pucuk pohon.Posisi 4: dibentuk dari cabang 2 pohon yang berbeda (banyaknya pohon bisa

lebih dari 2 pohon yang berbeda)Posisi 0: di tanah.

19. Nama pohon sarang: jika terdiri dari lebih dari 1 pohon (posisi sarang 4), harus dicatat semua nama pohon-pohon tersebut. Nama pohon sarang sangat penting dalam perhitungan 't'.

20. Keliling pohon sarang (cm), diukur sebatas dada pengamat (dbh): jika terdiri dari lebih dari 1 pohon, harus diukur semua keliling pohon-pohon tersebut.

21. Kanopi: posisi sarang tepat dibawah kanopi/tertutup cabang di atasnya (C=close) biasanya pada sarang posisi 1 dan 2 atau posisi 4; posisi sarang terbuka tidak ada naungan (O=open), biasanya pada sarang posisi 3 (tapi bisa juga sarang posisi 2 atau 4).

22. Keterangan: posisi sarang dekat alur sungai/ di lembah, nama satwa lain yg dijumpai, ada perangkap, dll

1 2 3 4 5

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

9

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

10

Gambar 7. Kategori Kelas Sarang Orangutan

Gambar 8. Kategori Posisi Sarang Orangutan

Page 15: Panduan survei sarang orangutan

16. Kelas sarang: kelas kerusakan/kehancuran sarang, empat kelas dipakai untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 7) :

Kelas 1 = segar, sarang baru, semua daun masih hijau.

Kelas 2 = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah coklat terutama di permukaan sarang, belum

ada lubang yang terlihat dari bawah.

Kelas 3 = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah.

Kelas 4 = hampir semua daun sudah hilang; sudah terlihat struktur rantingnya.

Catatan: Jika dijumpai sarang pemakaian ulang/ sarang bekas (re-used), biasanya dasar sarang sudah coklat namun atasnya masih hijau/segar, atau atasnya terdiri dari ranting pohon jenis lain. Harap ditulis kelas sarang ke-duanya, contoh: 3/1 (3 untuk sarang dasar, 1 untuk sarang tambahan).

17. Tinggi sarang: tinggi tegak lurus sarang dari permukaan tanah.

18. Posisi sarang: dalam survei menggunakan 5 posisi sarang orangutan (van Schaik dkk, 1995 dan Prasetyo dkk, 2009; Gambar 8 di bawah ini), jika ada tambahan baru akan menjadi catatan penting di masa mendatang.

Posisi 1: di pangkal cabang utama.Posisi 2: di bagian tengah atau ujung cabang.Posisi 3: di pucuk pohon.Posisi 4: dibentuk dari cabang 2 pohon yang berbeda (banyaknya pohon bisa

lebih dari 2 pohon yang berbeda)Posisi 0: di tanah.

19. Nama pohon sarang: jika terdiri dari lebih dari 1 pohon (posisi sarang 4), harus dicatat semua nama pohon-pohon tersebut. Nama pohon sarang sangat penting dalam perhitungan 't'.

20. Keliling pohon sarang (cm), diukur sebatas dada pengamat (dbh): jika terdiri dari lebih dari 1 pohon, harus diukur semua keliling pohon-pohon tersebut.

21. Kanopi: posisi sarang tepat dibawah kanopi/tertutup cabang di atasnya (C=close) biasanya pada sarang posisi 1 dan 2 atau posisi 4; posisi sarang terbuka tidak ada naungan (O=open), biasanya pada sarang posisi 3 (tapi bisa juga sarang posisi 2 atau 4).

22. Keterangan: posisi sarang dekat alur sungai/ di lembah, nama satwa lain yg dijumpai, ada perangkap, dll

1 2 3 4 5

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

9

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

10

Gambar 7. Kategori Kelas Sarang Orangutan

Gambar 8. Kategori Posisi Sarang Orangutan

Page 16: Panduan survei sarang orangutan

2. Parameter Ekologi

a. Keberadaan ficus Di Sumatera keberadaan beringin/rambung pencekik/ara raksasa

menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (van Schaik dkk 1995; Utami dkk 1997; Wich dkk 2006). Untuk mendapatkan data kepadatan rambung pencekik raksasa di area penelitian ini: satu orang surveyor akan mencatat keberadaan rambung/ara ini dengan berjalan pelan sepanjang jalur transek serta mencatat jarak (PPD) tegak lurus antara rambung ke jalur, adapun beberapa hal penting yang perlu dicatat seperti pada tabel 1. Ada dua kelas beringin/rambung/ara yang dicatat: kelas 1 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya tetapi masih memiliki pohon induk/inang, kelas 2 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya, pohon inangnya sudah tidak terlihat lagi (mati).

Tabel 1. Format Pengambilan Data Beringin/Ara (Ficus sp).

Catatan:Kelas 1: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau hidup. Kelas 2: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada.

b.Fruit trail Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan

adalah dengan menghitung kelimpahan pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek (disebut juga dengan metode “Fruit trail”) (van Schaik dkk 1995; Buij dkk 2002). Jika menjumpai buah di jalur transek, cari pohon asal buah disisi jalur transek, cek apakah pohon tersebut masih berbuah, jika ya, catat jenis buah tersebut, golongkan antara buah berdaging/ berair dengan buah keras/ berkayu, parameter yang diambil seperti pada tabel 2 di bawah.

Tabel 2. Format Pengambilan Data Fruit Trail.

Catatan: *buah berdaging/berair (D) atau keras/berkayu (K). ** M (matang), s (setengah matang), m (mentah). Keterangan: dimakan OU/ tidak, manfaat untuk masyarakat lokal.

c. Kualitas habitat

Pengamatan kualitas habitat dilakukan dengan metode pengkajian secara cepat (rapid assessment) melalui pengamatan secara langsung di lapangan (beberapa elternatif metode):

c.1. Jalur transek sepanjang 1 km setiap jalur transek dibagi menjadi 8 plot kecil dengan ukuran 20x20 m dan interval 100 m seperti pada gambar 9 dibawah ini :

Gambar 9. Model sampel plot vegetasi

Data yang diambil adalah pohon-pohon yang berdiameter > 10 cm, nama jenis, diameter pohon setinggi dada (dbh), dan tinggi pohon serta tutupan tajuk pohon. Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting serta daftar pohon pakan orangutan.

c.2. Alternatif model plot vegetasi lainnya adalah mendata semua pohon berdiameter > 10 cm disepanjang transek dengan lebar 5 m kiri dan kanan dan tutupan tajuk pohon. Jika dapat mendata liana yang ada akan lebih baik.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

11

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

12

Page 17: Panduan survei sarang orangutan

2. Parameter Ekologi

a. Keberadaan ficus Di Sumatera keberadaan beringin/rambung pencekik/ara raksasa

menyediakan pakan alternatif dan arena sosial yang penting bagi orangutan terutama disaat musim kurang buah (van Schaik dkk 1995; Utami dkk 1997; Wich dkk 2006). Untuk mendapatkan data kepadatan rambung pencekik raksasa di area penelitian ini: satu orang surveyor akan mencatat keberadaan rambung/ara ini dengan berjalan pelan sepanjang jalur transek serta mencatat jarak (PPD) tegak lurus antara rambung ke jalur, adapun beberapa hal penting yang perlu dicatat seperti pada tabel 1. Ada dua kelas beringin/rambung/ara yang dicatat: kelas 1 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya tetapi masih memiliki pohon induk/inang, kelas 2 adalah beringin/ara pencekik yang sudah penuh kanopinya, pohon inangnya sudah tidak terlihat lagi (mati).

Tabel 1. Format Pengambilan Data Beringin/Ara (Ficus sp).

Catatan:Kelas 1: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya masih ada atau hidup. Kelas 2: Ficus sudah penuh kanopinya pohon inangnya sudah tidak ada.

b.Fruit trail Parameter ekologi lainnya untuk mengukur kualitas habitat orangutan

adalah dengan menghitung kelimpahan pohon buah yang sedang berbuah per km sepanjang jalur transek (disebut juga dengan metode “Fruit trail”) (van Schaik dkk 1995; Buij dkk 2002). Jika menjumpai buah di jalur transek, cari pohon asal buah disisi jalur transek, cek apakah pohon tersebut masih berbuah, jika ya, catat jenis buah tersebut, golongkan antara buah berdaging/ berair dengan buah keras/ berkayu, parameter yang diambil seperti pada tabel 2 di bawah.

Tabel 2. Format Pengambilan Data Fruit Trail.

Catatan: *buah berdaging/berair (D) atau keras/berkayu (K). ** M (matang), s (setengah matang), m (mentah). Keterangan: dimakan OU/ tidak, manfaat untuk masyarakat lokal.

c. Kualitas habitat

Pengamatan kualitas habitat dilakukan dengan metode pengkajian secara cepat (rapid assessment) melalui pengamatan secara langsung di lapangan (beberapa elternatif metode):

c.1. Jalur transek sepanjang 1 km setiap jalur transek dibagi menjadi 8 plot kecil dengan ukuran 20x20 m dan interval 100 m seperti pada gambar 9 dibawah ini :

Gambar 9. Model sampel plot vegetasi

Data yang diambil adalah pohon-pohon yang berdiameter > 10 cm, nama jenis, diameter pohon setinggi dada (dbh), dan tinggi pohon serta tutupan tajuk pohon. Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting serta daftar pohon pakan orangutan.

c.2. Alternatif model plot vegetasi lainnya adalah mendata semua pohon berdiameter > 10 cm disepanjang transek dengan lebar 5 m kiri dan kanan dan tutupan tajuk pohon. Jika dapat mendata liana yang ada akan lebih baik.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

11

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

12

Page 18: Panduan survei sarang orangutan

c.3. Atau dengan metode variable circular point dengan interval setiap 500 meter dan dengan diameter lingkaran 10 meter (Gambar 10). Data semua pohon berdiameter > 10 cm dan tutupan tajuk pohon.

3. Laju Peluruhan Sarang (t)

Hasil survey sarang skala besar akan ditindaklanjuti dengan perhitungan populasi yang menggunakan parameter tambahan (p, r, t). Parameter 'p' (proporsi) dan 'r' (rate) hanya dapat dipenuhi dengan melakukan penelitian perilaku orangutan di masing-masing habitat unit, sementara untuk nilai t (waktu laju peluruhan sarang) hanya dapat dilakukan dengan memonitoring sarang-sarang yang ada selama minimal 12 bulan berturut-turut (walaupun sebaiknya selama 2 tahun, terutama untuk Kalimantan).

a. Label monitoring di pohon sarangSetiap pohon yang ada sarangnya harus dipasang label untuk memudahkan monitoring bulan-bulan berikutnya. Kertas label harus dibungkus plastik dan di-ikat cukup kuat di pohon tersebut (Gambar 11).

Isi label harus memuat informasi sebagai berikut:

1. #ID = (sr1) 5. Posisi/Kanopi = (2/C)2. Tanggal = (7 Juli 2007) 6. PPD = (10 m) 3. Nama pohon = (manggis hutan) 7. Meter di jalur = (250 m)4. Kelas sarang = (kelas 1) 8. a/n (pengambil data) = (Udin, Amat, Rudi)

b. Pengambilan data monitoring nilai 't'Data monitoring laju peluruhan sarang (t) dilakukan setiap bulannya di tanggal yang sama (misalnya setiap tgl 12, 13, 14, dan 15) dengan menggunakan tabulasi lapangan (lampiran 1). Pengambilan data tidak hanya memonitoring sarang yang sudah ada sebelumnya, namun juga mencatat sarang yang baru dijumpai dan kemudian menambahkannya ke dalam format, sehingga dapat ikut di monitor pada bulan-bulan berikutnya. Setelah 2 tahun monitoring, di bulan ke-24, semua sarang dari data sarang awal (bulan ke-1hingga bulan ke-24) harus diambil datanya, sebagai data penutup.

Isi format data monitoring nilai 't' (laju peluruhan sarang) (lihat tabel 3) :

ID TransekID Sarang No. sarang (terutama jika ada penambahan sarang di bulan berikutnya)Nama pohon sarangKanopi (Open atau Close)Bulan 1 (tanggal pengambilan data & kelas sarang)Bulan 2 (idem)Dan seterusnya

Tabel 3. Tabulasi data base monitoring laju peluruhan sarang (nilai 't').

d. Ke-asaman tanahHasil penelitian Buij dkk (2003) di beberapa tempat di Taman Nasional Gunung Leuser, menunjukan adanya hubungan negatif antara t (umur sarang) dengan pH tanah. Untuk mendapatkan data pH, maka ukur pH tanah di setiap titik per-250 m sepanjang jalur transek dengan menggunakan pH meter (van Schaik and Mirmanto 1985).

4. Info Tambahan (lampiran 2 Form isian)

1. Faktor alam lainnya seperti suhu, kelembaban udara, ketinggian tempat, curah hujan dan indikator alam lainnya juga dicatat pada setiap lokasi pengamatan.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

13

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

14

Gambar 10. Model sampel plot vegetasi variable circular point

Gambar 11. Label Monitoring Sarang

Page 19: Panduan survei sarang orangutan

c.3. Atau dengan metode variable circular point dengan interval setiap 500 meter dan dengan diameter lingkaran 10 meter (Gambar 10). Data semua pohon berdiameter > 10 cm dan tutupan tajuk pohon.

3. Laju Peluruhan Sarang (t)

Hasil survey sarang skala besar akan ditindaklanjuti dengan perhitungan populasi yang menggunakan parameter tambahan (p, r, t). Parameter 'p' (proporsi) dan 'r' (rate) hanya dapat dipenuhi dengan melakukan penelitian perilaku orangutan di masing-masing habitat unit, sementara untuk nilai t (waktu laju peluruhan sarang) hanya dapat dilakukan dengan memonitoring sarang-sarang yang ada selama minimal 12 bulan berturut-turut (walaupun sebaiknya selama 2 tahun, terutama untuk Kalimantan).

a. Label monitoring di pohon sarangSetiap pohon yang ada sarangnya harus dipasang label untuk memudahkan monitoring bulan-bulan berikutnya. Kertas label harus dibungkus plastik dan di-ikat cukup kuat di pohon tersebut (Gambar 11).

Isi label harus memuat informasi sebagai berikut:

1. #ID = (sr1) 5. Posisi/Kanopi = (2/C)2. Tanggal = (7 Juli 2007) 6. PPD = (10 m) 3. Nama pohon = (manggis hutan) 7. Meter di jalur = (250 m)4. Kelas sarang = (kelas 1) 8. a/n (pengambil data) = (Udin, Amat, Rudi)

b. Pengambilan data monitoring nilai 't'Data monitoring laju peluruhan sarang (t) dilakukan setiap bulannya di tanggal yang sama (misalnya setiap tgl 12, 13, 14, dan 15) dengan menggunakan tabulasi lapangan (lampiran 1). Pengambilan data tidak hanya memonitoring sarang yang sudah ada sebelumnya, namun juga mencatat sarang yang baru dijumpai dan kemudian menambahkannya ke dalam format, sehingga dapat ikut di monitor pada bulan-bulan berikutnya. Setelah 2 tahun monitoring, di bulan ke-24, semua sarang dari data sarang awal (bulan ke-1hingga bulan ke-24) harus diambil datanya, sebagai data penutup.

Isi format data monitoring nilai 't' (laju peluruhan sarang) (lihat tabel 3) :

ID TransekID Sarang No. sarang (terutama jika ada penambahan sarang di bulan berikutnya)Nama pohon sarangKanopi (Open atau Close)Bulan 1 (tanggal pengambilan data & kelas sarang)Bulan 2 (idem)Dan seterusnya

Tabel 3. Tabulasi data base monitoring laju peluruhan sarang (nilai 't').

d. Ke-asaman tanahHasil penelitian Buij dkk (2003) di beberapa tempat di Taman Nasional Gunung Leuser, menunjukan adanya hubungan negatif antara t (umur sarang) dengan pH tanah. Untuk mendapatkan data pH, maka ukur pH tanah di setiap titik per-250 m sepanjang jalur transek dengan menggunakan pH meter (van Schaik and Mirmanto 1985).

4. Info Tambahan (lampiran 2 Form isian)

1. Faktor alam lainnya seperti suhu, kelembaban udara, ketinggian tempat, curah hujan dan indikator alam lainnya juga dicatat pada setiap lokasi pengamatan.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

13

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

14

Gambar 10. Model sampel plot vegetasi variable circular point

Gambar 11. Label Monitoring Sarang

Page 20: Panduan survei sarang orangutan

2. Kondisi lingkungan lainnya seperti jarak dari desa terdekat/ kebun sawit/ karet/ tambang terdekat, nama sungai, nama jalan (jika ada)

3. Adanya ancaman bagi habitat dan populasi orangutan: perburuan, konversi lahan (pembukaan jalan, perambahan, perkebunan, tambang, transmigrasi)

4. Pertemuan dengan satwa liar lainnya (langsung/ tidak langsung)

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

15

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

16

2. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Membuat Desain Survei

ntuk membuat desain survei, bisa menggunakan ArcMap atau UArcView, gunakan salah satu saja

Ÿ Distance

1. Open Distance 5.0 atau 6.02. Klik file new project (Ctrl + N) 3. Letakkan file distance (*.dst) di

t e m p a t a t a u d i r e k t o r i t e r t e n t u , s e p e r t i m y document, Data D, folder, dsb. Pastikan tempatnya mudah diingat.

4. Beri nama create

5. Pada kotak “step 1. Type of project (new project set up wizard)” pilih Design a new survey klik next finish

Page 21: Panduan survei sarang orangutan

2. Kondisi lingkungan lainnya seperti jarak dari desa terdekat/ kebun sawit/ karet/ tambang terdekat, nama sungai, nama jalan (jika ada)

3. Adanya ancaman bagi habitat dan populasi orangutan: perburuan, konversi lahan (pembukaan jalan, perambahan, perkebunan, tambang, transmigrasi)

4. Pertemuan dengan satwa liar lainnya (langsung/ tidak langsung)

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

15

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

16

2. DESAIN SURVEI SARANG ORANGUTAN

A. Membuat Desain Survei

ntuk membuat desain survei, bisa menggunakan ArcMap atau UArcView, gunakan salah satu saja

Ÿ Distance

1. Open Distance 5.0 atau 6.02. Klik file new project (Ctrl + N) 3. Letakkan file distance (*.dst) di

t e m p a t a t a u d i r e k t o r i t e r t e n t u , s e p e r t i m y document, Data D, folder, dsb. Pastikan tempatnya mudah diingat.

4. Beri nama create

5. Pada kotak “step 1. Type of project (new project set up wizard)” pilih Design a new survey klik next finish

Page 22: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

17

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

18

6. Setelah muncul tampilan “Project Browser”, perhatikan “Data Layers” klik kanan di “study area” klik “create data layer” Isi di kotak Layer name = Strata

Parent layer = Study area Layer type = Stratum

Klik OK

7.Exit Distance

ŸArcGIS (ArcMap)

1. Buka ArcMap2. Set proyeksi layar, apakah UTM, DS, DMS atau yang lain

a.Untuk UTM, klik kanan di layar Data Frame properties di kotak Data Frame Properties pilih Coordinate System

Predefined Projected Coordinate System UTM WGS 1984. Cari proyeksi kordinat yang

dimaksud, contoh WGS 1984 Zone 50 N untuk Kalimantan Timur OK

b.Untuk DS atau DMS prosesnya sama, tetapi pada tahap Predifined pilih Geographic Coordinate System World pilih WGS 1984 OK

3. Open ArcCatalog

4. Buka shapefile (*.shp) lokasi yang mau disurvei. Apabila tidak ada shp, bisa dibuat shp baru dari peta digital yang sudah dilakukan georeferensi.5. Pastikan peta dasar ang hendak dimasukkan proyeksi kordinatnya

sama. Cara untuk mengetahuinya dengan Klik kanan di file yang dimaksud (seperti *.sid atau*.img) properties klik tab Spatial Reference edit select pilih Projected Coordinate System untuk UTM, atau Geographic Coordinate System untuk DMS atau DS. Lakukan seperti langkah langkah 2.a dan 2.b.

OK6. Drag (pindahkan) file dari ArcCatalog ke Layers ArcMap7. Pada Layers (file shp yang dipindahkan) klik

kanan Open Attribute Tabel, pastikan di kolom tabel hanya ada FID dan Shape. Untuk delete kolom yang lain klik kolom yang mau dihapus Delete Field.

Page 23: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

17

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

18

6. Setelah muncul tampilan “Project Browser”, perhatikan “Data Layers” klik kanan di “study area” klik “create data layer” Isi di kotak Layer name = Strata

Parent layer = Study area Layer type = Stratum

Klik OK

7.Exit Distance

ŸArcGIS (ArcMap)

1. Buka ArcMap2. Set proyeksi layar, apakah UTM, DS, DMS atau yang lain

a.Untuk UTM, klik kanan di layar Data Frame properties di kotak Data Frame Properties pilih Coordinate System

Predefined Projected Coordinate System UTM WGS 1984. Cari proyeksi kordinat yang

dimaksud, contoh WGS 1984 Zone 50 N untuk Kalimantan Timur OK

b.Untuk DS atau DMS prosesnya sama, tetapi pada tahap Predifined pilih Geographic Coordinate System World pilih WGS 1984 OK

3. Open ArcCatalog

4. Buka shapefile (*.shp) lokasi yang mau disurvei. Apabila tidak ada shp, bisa dibuat shp baru dari peta digital yang sudah dilakukan georeferensi.5. Pastikan peta dasar ang hendak dimasukkan proyeksi kordinatnya

sama. Cara untuk mengetahuinya dengan Klik kanan di file yang dimaksud (seperti *.sid atau*.img) properties klik tab Spatial Reference edit select pilih Projected Coordinate System untuk UTM, atau Geographic Coordinate System untuk DMS atau DS. Lakukan seperti langkah langkah 2.a dan 2.b.

OK6. Drag (pindahkan) file dari ArcCatalog ke Layers ArcMap7. Pada Layers (file shp yang dipindahkan) klik

kanan Open Attribute Tabel, pastikan di kolom tabel hanya ada FID dan Shape. Untuk delete kolom yang lain klik kolom yang mau dihapus Delete Field.

Page 24: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

19

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

20

8. Di pojok bawah tabel klik Option Add Field pada kotak Name isi = Linkid OK

9. Klik editor Start Editing10. Tambahkan angka “1” di kolom Linkid11. Klik editor Stop editing Yes Yes/OK Close

Attribute Tabel

12. Pilih file shp di Layers, klik kanan pilih Data Export Data tempatkan file data yang mau dieksport di folder atau direktori

yang dekat dengan tempat file distance (*.dst); untuk mempermudah mengingat saja.

13. Beri nama file “Study_ar” OK14. Bila muncul permintaan untuk ditampilakan di ArcMap, klik Yes15. Lakukan hal yang sama dengan mengganti nama file export menjadi

Strata, taruh ditempat yang sama.16. Close ArcMap, save file.

ŸArcView.3.3 (Alternatif)

Page 25: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

19

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

20

8. Di pojok bawah tabel klik Option Add Field pada kotak Name isi = Linkid OK

9. Klik editor Start Editing10. Tambahkan angka “1” di kolom Linkid11. Klik editor Stop editing Yes Yes/OK Close

Attribute Tabel

12. Pilih file shp di Layers, klik kanan pilih Data Export Data tempatkan file data yang mau dieksport di folder atau direktori

yang dekat dengan tempat file distance (*.dst); untuk mempermudah mengingat saja.

13. Beri nama file “Study_ar” OK14. Bila muncul permintaan untuk ditampilakan di ArcMap, klik Yes15. Lakukan hal yang sama dengan mengganti nama file export menjadi

Strata, taruh ditempat yang sama.16. Close ArcMap, save file.

ŸArcView.3.3 (Alternatif)

Page 26: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

21

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

22

B. Analisis Hasil Survei

Analisis hasil survei dapat dilakukan dengan menggunakan program Distance 6.0 (atau seri yang sebelumnya). Untuk data yang banyak dan beragam, program ini akan mempermudah analisis. Dalam penggunaan untuk analisa survei sarang orangutan, direkomendasikan minimal data yang diperoleh adalah 60 sarang dan jumlah transek tidak kurang dari 20. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas dan validitas data yang disyaratakan pada program ini.

Secara teknis, analisis data dapat dilakukan sebagai berikut :

ŸPengaturan Data1.Data hasil survei dirapikan terlebih dahulu

dengan menggunakan program Microsoft Excel (atau yang sejenis) seperti pada tabel di samping.

2.Pada kolom “transek” berisi panjang ID jalur; pada kolom “lenght” berisi panjang jalur dalam Km, dan pada kolom “ppd” berisi jarak tegak lurus pengamat ke objek.

3.Simpan file dalam bentuk “text (tab delimited)” *.txt

ŸInput Data1. Buka Program Distance, creat new project tentukan direktori

penyimpanan file, kemudian beri nama dan simpan.

2. Pada tampilan “step 1", pilih “Analyze a survey h a s b e e n completed”, klik next sampai pada

“Step 3"3.Pada “Step 3", tentukan jenis survei (line

transect atau point count), distance measurement (satuan pengukuran jarak), dan jenis observasi . Pada “Step 4" tentukan unit pengkuran data yang sesuai dan pada “Step 5" dapat dilewati.

Page 27: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

21

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

22

B. Analisis Hasil Survei

Analisis hasil survei dapat dilakukan dengan menggunakan program Distance 6.0 (atau seri yang sebelumnya). Untuk data yang banyak dan beragam, program ini akan mempermudah analisis. Dalam penggunaan untuk analisa survei sarang orangutan, direkomendasikan minimal data yang diperoleh adalah 60 sarang dan jumlah transek tidak kurang dari 20. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas dan validitas data yang disyaratakan pada program ini.

Secara teknis, analisis data dapat dilakukan sebagai berikut :

ŸPengaturan Data1.Data hasil survei dirapikan terlebih dahulu

dengan menggunakan program Microsoft Excel (atau yang sejenis) seperti pada tabel di samping.

2.Pada kolom “transek” berisi panjang ID jalur; pada kolom “lenght” berisi panjang jalur dalam Km, dan pada kolom “ppd” berisi jarak tegak lurus pengamat ke objek.

3.Simpan file dalam bentuk “text (tab delimited)” *.txt

ŸInput Data1. Buka Program Distance, creat new project tentukan direktori

penyimpanan file, kemudian beri nama dan simpan.

2. Pada tampilan “step 1", pilih “Analyze a survey h a s b e e n completed”, klik next sampai pada

“Step 3"3.Pada “Step 3", tentukan jenis survei (line

transect atau point count), distance measurement (satuan pengukuran jarak), dan jenis observasi . Pada “Step 4" tentukan unit pengkuran data yang sesuai dan pada “Step 5" dapat dilewati.

Page 28: Panduan survei sarang orangutan

11. Pada kotak “Analysis 1", apabila diklik “Properties” pada model definition, anda dapat memilih model analisa, misalnya Key Function = Half-normal dan Series expansion = cosine. kembali pada kotak “Analysis 1", klik Run.

12. Hasil akan tampil dalam “Input”, “log”, dan “result”. Input berisikan sama dengan detail analisa. “Log” menampilkan detail langkah-langkah analisa beserta peringatan. Log dapat berwarna merah, orange, atau hijau sesuai dengan peringatannya. Merah, biasanya analisa tidak berhasil dioperasikan. Orange, analisa masih dapat dioperasikan namun ada masalah tertentu (misalnya, parameternya tidak cukup). Hijau, berarti analisa berjalan baik. “Results” menampilkan komputasi statistik dan estimasi analisa kita. Bagian ini dibagi menjadi beberapa halaman yang berisikan ringkasan dari analisa yang kita pilih, fungsi deteksi (diantaranya model fitting, plot detection probability), estimasi kepadatan, serta ringkasan semua estimasi (encounter rates, detection probability).

13. Selain itu, apabila keluar ke “Project Browser”, hasil analisa dapat dilihat pada Submenu “Analysis”

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

23

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

24

4. Pada “Step 6", klik Proceed to Data Impot Wizard, kemudian klik Finish.

5. Selanjutnya, pada menu Data Import Wizard “Step 1" klik next dan pada “Step 2", masukkan data yang akan dianalisa, pilih file (.txt) yang akan dimasukkan.

6. Pada “Step 3", tentukan destination data layers. Jika anda menggunakan stratifikasi, maka data tertinggi adalah “Region”. Tetapi jika tidak, maka data tertinggi adalah “Line transect”.

7. Pada “Step 4" tabel data akan tampil. Tentukan delimiter yang digunakan (tab) dan tidak perlu mengimpor baris

pertama dari table .8. Pada “Step 5", tentukan layer name, field name dan field type untuk

data anda. Layer name terdiri dari 3 pilihan, region, line transect untuk data line transect. Kemudian pada “Step 6" klik finish.

9. Selanjutnya, pada tampilan “Project Browser” yang terdiri dari beberapa submenu atau folder. Submenu yang aktif adalah, “data”, “surveys”, dan “analyses”.

10. Pada submenu “analyses”, klik dua kali cell “ID” atau ikon “new analysis” untuk melihat detil analisa. Beri nama analisa dengan nama baru.

Page 29: Panduan survei sarang orangutan

11. Pada kotak “Analysis 1", apabila diklik “Properties” pada model definition, anda dapat memilih model analisa, misalnya Key Function = Half-normal dan Series expansion = cosine. kembali pada kotak “Analysis 1", klik Run.

12. Hasil akan tampil dalam “Input”, “log”, dan “result”. Input berisikan sama dengan detail analisa. “Log” menampilkan detail langkah-langkah analisa beserta peringatan. Log dapat berwarna merah, orange, atau hijau sesuai dengan peringatannya. Merah, biasanya analisa tidak berhasil dioperasikan. Orange, analisa masih dapat dioperasikan namun ada masalah tertentu (misalnya, parameternya tidak cukup). Hijau, berarti analisa berjalan baik. “Results” menampilkan komputasi statistik dan estimasi analisa kita. Bagian ini dibagi menjadi beberapa halaman yang berisikan ringkasan dari analisa yang kita pilih, fungsi deteksi (diantaranya model fitting, plot detection probability), estimasi kepadatan, serta ringkasan semua estimasi (encounter rates, detection probability).

13. Selain itu, apabila keluar ke “Project Browser”, hasil analisa dapat dilihat pada Submenu “Analysis”

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

23

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

24

4. Pada “Step 6", klik Proceed to Data Impot Wizard, kemudian klik Finish.

5. Selanjutnya, pada menu Data Import Wizard “Step 1" klik next dan pada “Step 2", masukkan data yang akan dianalisa, pilih file (.txt) yang akan dimasukkan.

6. Pada “Step 3", tentukan destination data layers. Jika anda menggunakan stratifikasi, maka data tertinggi adalah “Region”. Tetapi jika tidak, maka data tertinggi adalah “Line transect”.

7. Pada “Step 4" tabel data akan tampil. Tentukan delimiter yang digunakan (tab) dan tidak perlu mengimpor baris

pertama dari table .8. Pada “Step 5", tentukan layer name, field name dan field type untuk

data anda. Layer name terdiri dari 3 pilihan, region, line transect untuk data line transect. Kemudian pada “Step 6" klik finish.

9. Selanjutnya, pada tampilan “Project Browser” yang terdiri dari beberapa submenu atau folder. Submenu yang aktif adalah, “data”, “surveys”, dan “analyses”.

10. Pada submenu “analyses”, klik dua kali cell “ID” atau ikon “new analysis” untuk melihat detil analisa. Beri nama analisa dengan nama baru.

Page 30: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

25

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

26

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI

A. GPS

1. Pendahuluan

PS (Global Positioning System) adalah salah satu alat navigasi yang digunakan untuk menetukan titik kordinat di permukaan bumi. Awal Gperkembangannya mulai digunakan di bidang meliter, dalam

perekmbanganya GPS mulai digunakan dalam banyak bidang, seperti konservasi, kehutanan, pertanian, sosial dan lain sebagainya. Pengunnaan GPS cukup sederhana, seperti menggunakan HP atau beberapa perangkat elektronik sederhana yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada prinsipnya, GPS menerima sinyal dari beberapa satelit yang dapat menentukan posisi di permukaan bumi. Sinyal diperoleh dari satelit yang sebelumnya tersambung dengan sistem kontrol di permukaan bumi, kemudian dapat diterima oleh pegguna (GPS) dengan akurasi yang bergantung pada kualifikasi alat dan kondisi lapangan (lihat gambar 1).

Gambar 1. Sistem penggunaan GPS (Abidin HZ, 2000)

Akurasi GPS dipengaruhi oleh kemampuan GPS menerima sinyal dan tutupan tajuk. Semakin banyak satelit yang diperoleh semakin akurat; semakin terbuka tajuk semakin mudah mendapatkan akurasi.

2. Bagian-bagian GPS

Secara umum, bagian dari GPS adalah sebagai berikut :

Page 31: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

25

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

26

III. PENGGUNAAN ALAT-ALAT SURVEI

A. GPS

1. Pendahuluan

PS (Global Positioning System) adalah salah satu alat navigasi yang digunakan untuk menetukan titik kordinat di permukaan bumi. Awal Gperkembangannya mulai digunakan di bidang meliter, dalam

perekmbanganya GPS mulai digunakan dalam banyak bidang, seperti konservasi, kehutanan, pertanian, sosial dan lain sebagainya. Pengunnaan GPS cukup sederhana, seperti menggunakan HP atau beberapa perangkat elektronik sederhana yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada prinsipnya, GPS menerima sinyal dari beberapa satelit yang dapat menentukan posisi di permukaan bumi. Sinyal diperoleh dari satelit yang sebelumnya tersambung dengan sistem kontrol di permukaan bumi, kemudian dapat diterima oleh pegguna (GPS) dengan akurasi yang bergantung pada kualifikasi alat dan kondisi lapangan (lihat gambar 1).

Gambar 1. Sistem penggunaan GPS (Abidin HZ, 2000)

Akurasi GPS dipengaruhi oleh kemampuan GPS menerima sinyal dan tutupan tajuk. Semakin banyak satelit yang diperoleh semakin akurat; semakin terbuka tajuk semakin mudah mendapatkan akurasi.

2. Bagian-bagian GPS

Secara umum, bagian dari GPS adalah sebagai berikut :

Page 32: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

27

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

28

3. Halaman-halaman Utama Pada Layar GPS

Page 33: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

27

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

28

3. Halaman-halaman Utama Pada Layar GPS

Page 34: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

29

4. Menggunakan GPS

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

30

Page 35: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

29

4. Menggunakan GPS

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

30

Page 36: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

31

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

32

Page 37: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

31

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

32

Page 38: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

33

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

34

Page 39: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

33

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

34

Page 40: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

35

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

36

Page 41: Panduan survei sarang orangutan

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

35

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

36

Page 42: Panduan survei sarang orangutan

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z. 2011. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Buckland, S.T., D.R. Anderson, K.P. Burnham, dkk. 2008. Advanced Distance Sampling. Oxford University Press. New York.

Buij, R., Wich, S.A., Lubis, A.H., and Sterck, E.H.M. 2002. Seasonal movements in the Sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii) and consequences for conservation. Biol. Cons. 107: 83-7.

Buij, R., Singleton, I., Krakauer, E., and van Schaik, C.P. 2003. Rapid assessment of orangutan density. Biol. Cons. 114: 103-13.

Delagado, R., and van Schaik, C.P. 2000. The behavioral ecology and conservation of the orangutan (Pongo pygmaeus): A tale of two islands. Evol. Anthrop. 9: 201-18.

Galdikas BMF (1988). Orangutan diet, range, and activity at Tanjung Puting, Central Borneo. International Journal of Primatology, 9, 1–35.

Gamin. 2009. GPS 76 CSx Maping GPS Owner's Manual. Garmin. Taiwan.

Groves, C. P. 2001. Primate taxonomy. Smithsonian Institution Press. Washington, DC.

Hjalmar, K., S.S. Utami Atmoko, S. Wich. 2009. Panduan Biomonitoring-Survei Training Workshop Sumatera. GRASP, Max Planck Insitute, APAPI, Wild Chimpanzee Foundation, dan YEL-SOCP. Bohorok.

Hjalmar, K., S.S. Utami Atmoko, S. Wich. Panduan Lapangan-Survei Training Workshop Sumatera. GRASP, Max Planck Insitute, APAPI, Wild Chimpanzee Foundation, dan YEL-SOCP. Bohorok. 2009.

IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. Species Survival Commission, International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. IUCN Publications, Gland, Switzerland and Cambridge, UK.

Leica Geosystem. 2007. User Maunual Leica Disto D2. TQM. Switzerland.

MacKinnon, J. 1974. The behavior and ecology of wild orangutans (Pongo pygmaeus). Anim. Behav. 22: 3-74.

Payne J (1987). Surveying orangutan populations by counting nests from a helicopter: A pilot survey in Sabah. Primate Conservation, 8, 92–103.

Prasetyo, D., Ancrenaz, M., Morrogh-Bernard, H., Utami-Atmoko, S.S., Wich, S.A., dan van Schaik, C.P. 2009. Nest buildingin orangutans. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 269-277. Oxford University Press, New York.

Reseacrh Unit For Wildlife Population Assessment. 2009. User Guide Distance 6.0 Releas 2.

Rijksen, H.D. 1978. A field study on Sumatran orangutans (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827): Ecology, behavior, and conservation. H. Veenman and Zonen, Wageningen, The Netherlands.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

37

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

38

Page 43: Panduan survei sarang orangutan

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z. 2011. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Buckland, S.T., D.R. Anderson, K.P. Burnham, dkk. 2008. Advanced Distance Sampling. Oxford University Press. New York.

Buij, R., Wich, S.A., Lubis, A.H., and Sterck, E.H.M. 2002. Seasonal movements in the Sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii) and consequences for conservation. Biol. Cons. 107: 83-7.

Buij, R., Singleton, I., Krakauer, E., and van Schaik, C.P. 2003. Rapid assessment of orangutan density. Biol. Cons. 114: 103-13.

Delagado, R., and van Schaik, C.P. 2000. The behavioral ecology and conservation of the orangutan (Pongo pygmaeus): A tale of two islands. Evol. Anthrop. 9: 201-18.

Galdikas BMF (1988). Orangutan diet, range, and activity at Tanjung Puting, Central Borneo. International Journal of Primatology, 9, 1–35.

Gamin. 2009. GPS 76 CSx Maping GPS Owner's Manual. Garmin. Taiwan.

Groves, C. P. 2001. Primate taxonomy. Smithsonian Institution Press. Washington, DC.

Hjalmar, K., S.S. Utami Atmoko, S. Wich. 2009. Panduan Biomonitoring-Survei Training Workshop Sumatera. GRASP, Max Planck Insitute, APAPI, Wild Chimpanzee Foundation, dan YEL-SOCP. Bohorok.

Hjalmar, K., S.S. Utami Atmoko, S. Wich. Panduan Lapangan-Survei Training Workshop Sumatera. GRASP, Max Planck Insitute, APAPI, Wild Chimpanzee Foundation, dan YEL-SOCP. Bohorok. 2009.

IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. Species Survival Commission, International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. IUCN Publications, Gland, Switzerland and Cambridge, UK.

Leica Geosystem. 2007. User Maunual Leica Disto D2. TQM. Switzerland.

MacKinnon, J. 1974. The behavior and ecology of wild orangutans (Pongo pygmaeus). Anim. Behav. 22: 3-74.

Payne J (1987). Surveying orangutan populations by counting nests from a helicopter: A pilot survey in Sabah. Primate Conservation, 8, 92–103.

Prasetyo, D., Ancrenaz, M., Morrogh-Bernard, H., Utami-Atmoko, S.S., Wich, S.A., dan van Schaik, C.P. 2009. Nest buildingin orangutans. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 269-277. Oxford University Press, New York.

Reseacrh Unit For Wildlife Population Assessment. 2009. User Guide Distance 6.0 Releas 2.

Rijksen, H.D. 1978. A field study on Sumatran orangutans (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827): Ecology, behavior, and conservation. H. Veenman and Zonen, Wageningen, The Netherlands.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

37

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

38

Page 44: Panduan survei sarang orangutan

Rodman PS (1973b). Population c o m p o s i t i o n a n d a d a p t i v e organization among orangutans of the Kutai Reserve.In RP Michael and JH Crook, eds, Comparative ecology and behaviour of primates, pp. 171–209. Academic Press, London.

Russon, A.E., Wich, S.A., Ancrenaz, M., Kanamori, T., Knott, C.D., Kuze, N., Morrogh-Bernard, H., Pratje, P., Ramlee, H., Rodman, P., Sawang, A., Sidiyasa, K., Singleton, I., dan van Schaik, C.P. 2009. Geographic variation in orangutan diets. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation i n B e h a v i o r a l E c o l o g y a n d Conservation, pp. 135-156. Oxford University Press, New York.

Sawit Watch. 2011. Manual GPS Garmin 7 6 C S x . http://www.Sawitwatch.or.id.

Utami, S.S., Wich, S.A., Sterck, E.H.M., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Food competition between wild orangutans in large fig tress. Int. J. of Primatol. 18: 909-27.

Utami, S.S., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female Sumatran o rangutans (Pongo pygmaeus abelii). Am. J. of Primatol. 43: 156-65.

van Schaik, C.P., and Mirmanto, E. 1985. Spatial variation in the structure and litterfall of a Sumatran rain forest. Biotropica 17: 196-205.

van Schaik, C.P., Azwar, and Priatna, D. 1995. Population estimates and habitat preferences of orangutans-

-based on line transect nests. In R.D. Nadler, B.M.F. Galdikas, L.K. Sheeran, and N. Rosen, eds. The Neglected Ape, pp. 129-47. Plenum Press, New York.

Warren, K.S. , Verschoor, E.J. , Langenhuijzen, S., Heriyanto, Swan, R. A., Vigilant, L., and Heeney, J. L. 2001 Speciation and intrasubspecific variation of Bornean orangutans, Pongo pygmaeus pygmaeus. Molecular Biology and Evolution 18: 472-480.

Wich, S.A., Meijaard, E., Marshall, A.J., Husson, S.J., Ancrenaz, M., Lacy, R.C., van Schaik, C.P., Sugardjito, J., Simorangkir, T., Traylor-Holzer, K., Doughty, M., Supriatna, J., Dennis, R., Gumal, M., Knott, C.D., and Singleton, I. 2008. Distribution and conservation status of the orangutan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: how many remain?. Oryx 42: 329-39.

Wich, S.A., de Vries, H., Ancrenaz, M., Perkins, L., Shumaker, R.W, Suzuki, A., and van Schaik, C.P. 2009. Orangutan life history variation. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 65-76. Oxford University Press, New York

Winarni, N. L. 2010. Analisa Estimasi Kepadatan Satwa dengan Distance Sampling. World Conservation Society Indonesia Porgam. Bogor.

Zhang Y-W, Ryder OA and Zhang Y-P (2001). Genetic divergence of o rangutan subspec i e s (Pongo pygmaeus). Journal of Molecular Evolution, 52, 516–26.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

39

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

40

LA

MPIR

AN

1. T

ABEL P

EN

GA

MBIL

AN

DATA S

AR

AN

G O

RA

NG

UTA

N

Page 45: Panduan survei sarang orangutan

Rodman PS (1973b). Population c o m p o s i t i o n a n d a d a p t i v e organization among orangutans of the Kutai Reserve.In RP Michael and JH Crook, eds, Comparative ecology and behaviour of primates, pp. 171–209. Academic Press, London.

Russon, A.E., Wich, S.A., Ancrenaz, M., Kanamori, T., Knott, C.D., Kuze, N., Morrogh-Bernard, H., Pratje, P., Ramlee, H., Rodman, P., Sawang, A., Sidiyasa, K., Singleton, I., dan van Schaik, C.P. 2009. Geographic variation in orangutan diets. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation i n B e h a v i o r a l E c o l o g y a n d Conservation, pp. 135-156. Oxford University Press, New York.

Sawit Watch. 2011. Manual GPS Garmin 7 6 C S x . http://www.Sawitwatch.or.id.

Utami, S.S., Wich, S.A., Sterck, E.H.M., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Food competition between wild orangutans in large fig tress. Int. J. of Primatol. 18: 909-27.

Utami, S.S., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female Sumatran o rangutans (Pongo pygmaeus abelii). Am. J. of Primatol. 43: 156-65.

van Schaik, C.P., and Mirmanto, E. 1985. Spatial variation in the structure and litterfall of a Sumatran rain forest. Biotropica 17: 196-205.

van Schaik, C.P., Azwar, and Priatna, D. 1995. Population estimates and habitat preferences of orangutans-

-based on line transect nests. In R.D. Nadler, B.M.F. Galdikas, L.K. Sheeran, and N. Rosen, eds. The Neglected Ape, pp. 129-47. Plenum Press, New York.

Warren, K.S. , Verschoor, E.J. , Langenhuijzen, S., Heriyanto, Swan, R. A., Vigilant, L., and Heeney, J. L. 2001 Speciation and intrasubspecific variation of Bornean orangutans, Pongo pygmaeus pygmaeus. Molecular Biology and Evolution 18: 472-480.

Wich, S.A., Meijaard, E., Marshall, A.J., Husson, S.J., Ancrenaz, M., Lacy, R.C., van Schaik, C.P., Sugardjito, J., Simorangkir, T., Traylor-Holzer, K., Doughty, M., Supriatna, J., Dennis, R., Gumal, M., Knott, C.D., and Singleton, I. 2008. Distribution and conservation status of the orangutan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: how many remain?. Oryx 42: 329-39.

Wich, S.A., de Vries, H., Ancrenaz, M., Perkins, L., Shumaker, R.W, Suzuki, A., and van Schaik, C.P. 2009. Orangutan life history variation. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 65-76. Oxford University Press, New York

Winarni, N. L. 2010. Analisa Estimasi Kepadatan Satwa dengan Distance Sampling. World Conservation Society Indonesia Porgam. Bogor.

Zhang Y-W, Ryder OA and Zhang Y-P (2001). Genetic divergence of o rangutan subspec i e s (Pongo pygmaeus). Journal of Molecular Evolution, 52, 516–26.

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

39

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

40

LA

MPIR

AN

1. T

ABEL P

EN

GA

MBIL

AN

DATA S

AR

AN

G O

RA

NG

UTA

N

Page 46: Panduan survei sarang orangutan

FORM ISIAN HASIL SURVEI SARANG ORANGUTAN

I. LOKASI :

II.TEAM PENGAMAT :

III.#ID TRANSEK :

IV.UTM (awal transek) : (akhir transek):

V.PANJANG TRANSEK :

VI.HARI/TANGGAL :

VII.CUACA :

VIII.DESKRIPSI LOKASI (DESA/DUSUN):1. Nama Lokasi :

2. Nama Orang Penting/ Kedudukannya & No. Hp/Email :

3. Kondisi Lokasi :

4. Jarak Hutan Ke Batas Desa :

IX.DESKRIPSI HABITAT BERDASARKAN TUTUPAN HUTAN :

X.KONDISI BIO-FISIK LOKASI SURVEI:

1. Ketinggian :

2. Topografi :

3. Dominasi Vegetasi :

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

41

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

42

XI.HASIL:

* Jangan Lupa Isi Data Sarang & Buah Selengkapnya Di 'excel' Dan 'peta' Sebaran Sarang

XII. SATWA LAIN

XIII. TEKANAN TERHADAP HUTAN :

XIV. KENDALA SURVEI :

Page 47: Panduan survei sarang orangutan

FORM ISIAN HASIL SURVEI SARANG ORANGUTAN

I. LOKASI :

II.TEAM PENGAMAT :

III.#ID TRANSEK :

IV.UTM (awal transek) : (akhir transek):

V.PANJANG TRANSEK :

VI.HARI/TANGGAL :

VII.CUACA :

VIII.DESKRIPSI LOKASI (DESA/DUSUN):1. Nama Lokasi :

2. Nama Orang Penting/ Kedudukannya & No. Hp/Email :

3. Kondisi Lokasi :

4. Jarak Hutan Ke Batas Desa :

IX.DESKRIPSI HABITAT BERDASARKAN TUTUPAN HUTAN :

X.KONDISI BIO-FISIK LOKASI SURVEI:

1. Ketinggian :

2. Topografi :

3. Dominasi Vegetasi :

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

41

Pan

duan

Sur

vei S

aran

g O

rang

utan

42

XI.HASIL:

* Jangan Lupa Isi Data Sarang & Buah Selengkapnya Di 'excel' Dan 'peta' Sebaran Sarang

XII. SATWA LAIN

XIII. TEKANAN TERHADAP HUTAN :

XIV. KENDALA SURVEI :

Page 48: Panduan survei sarang orangutan
Page 49: Panduan survei sarang orangutan
Page 50: Panduan survei sarang orangutan

Sri Suci Utami AtmokoM. Arif Rifqi

Buku PanduanSurvei Sarang

Orangutan

Buku Panduan Survei Sarang OrangutanFORINA dan Fakultas Biologi UNAS Jakarta, 2012