Panduan Praktis Pengunaan - pirac.orgpirac.org/pedomanakuntabilitas/howto/A panduan praktis...
Transcript of Panduan Praktis Pengunaan - pirac.orgpirac.org/pedomanakuntabilitas/howto/A panduan praktis...
Panduan Praktis Pengunaan Pedoman Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan
Asas yang digunakan Seperti yang diutarakan dalam buku Pedoman Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan pada bagian awal, bahwa Pedoman akuntabilitas ini sejak tahap gagasan tidak dimaksudkan menjadi acuan tunggal bagi lembaga kemanusiaan yang berkiprah di Indonesia. Melainkan ditujukan sebagai self-assessment bagi lembaga pengelola bantuan kemanusiaan, yang hasilnya bisa dipakai menjadi dasar untuk peningkatan kapasitas organisasi/lembaga tersebut. Pedoman ini disusun sebagai upaya memfasilitasi organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dalam menilai akuntabilitas kinerjanya masing-masing. Akan tetapi, pemanfaatan pedoman ini bersifat terbuka, dalam arti bisa digunakan oleh organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga fungsi utama buku Pedoman Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan ini adalah sebagai pedoman umum untuk menilai/mengukur akuntabilitas lembaga-lembaga kemanusiaan dan pelaku penanggulangan bencana. Selain fungsi di atas, buku ini juga diharapkan bisa berfungsi sebagai instrumen edukasi internal bagi lembaga-lembaga kemanusiaan dan sosialisasi tentang akuntabilitas dalam hal pengelolaan bantuan kemanusiaan. Karena itulah dalam melakukan pengukuran akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan ini akan mengunakan beberapa asas sebagai berikut.
a) Bahwa pengukuran ini merupakan sebuah penilaian self-assessment dimana seluruh orang yang terlibat dalam organisasi/lembaga baik itu staf maupun pimpinan dapat memberikan penilaian (skoring), pendapat dan masukan atas kondisi di organisasi/lembaga sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas yang dinilai.
b) Pengukuran ini merupakan ajang refleksi bagi seluruh orang dalam organisasi/lembaga untuk memperkuat pemahaman bersama atas kondisi dalam oranisasi/lembaga sendiri, menilai kekuatan dan tatangan organisasi dalam penerapan prinsip akuntabilitas dari seluruh proses dalam orangisasi baik saat perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi.
c) Dalam pengukuan ini akan memberi gambaran yang utuh tentang kondisi organisasai, merumuskan rekomendasi terkait perubahan-perubahan yang harus dilakukan organisasi agar akuntabilas dalam organisasi semakin meningkat.
d) Pengukuran ini dapat juga menjadi alat bantu untuk monitoring ke depan untuk meninjau tingkat keberhasilan dari tindaklanjut atas rekomendasi atas pengukuran pada tahap awal. Skor penilaian bisa dibandingkan dari tahun ketahun untuk melihat peningkatan atau penurunan skor akuntabilitas dalam organisasi.
e) Metode dalam pengukuran ini adalah review dokumen, wawancara dan FGD yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi sehingga tidak boleh dilakukan hanya memilih salah satunya saja.
Peran Fasilitator Dalam buku Pedoman Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan telah memaparkan bahwa pengukuran akuntabilitas organisasi/lembaga ini bisa mengunakan failitator internal (dari dalam organisasi) mapun fasilitator eksternal (dari luar organisasi/lembaga) dengan
beberapa pertimbangan penilaian1. Fasilitator adalah pihak yang membantu organisasi/lembaga dalam melakukan pengukuran akuntabilitas dalam organisasi/lembaga. Fasilitator akan memandu secara seksama proses diskusi dan refleksi untuk mendapatkan gambaran sejatinya pelaksanaan akuntabilitas dalam organisasi/lembaga yang dinilai. Karena itulah fasilitator penting memperhatikan hal-hal dibawah ini: � Pastikan bahwa Fasilitator sudah mendapatkan informasi yang utuh terkait dengan
organisasi/lembaga yang akan dinilai. Informasi ini bisa didapat ketika melakukan media review maupun wawancara. Informasi yang untuk penting dimiliki fasilitator sehingga fasilitator tidak kehilangan kontek ketika berdiskusi dengan peserta dan mampu mengelaboarasi diskusi dan refleksi nantinya.
� Fasilitator perlu menciptakan suasana yang hangat, hidup dan “nyaman” bagi peserta sehingga peserta menjadi terbuka satu dengan yang lainnya dan terbuka dengan fasilitator juga. Terkadang ada peserta yang resisten karena merasa bahwa organisasi/lembaganya sedang diealuasi, karena itu penting bagi fasilitator untuk menghargai perasaan ini, dan membantuk pesert merasa nyaman, tegaskan bahwa fasilitator tidak memiliki kepentingan atas pengukuran ini.
� Fasilitator harus mencatat semua hasil diskusi, meskipun sudah ada notulen, namun fasilitator setidaknya memiliki catatan sendiri hal-hal penting dari semua yang disampaikan oleh peserta. Pastikan bahwa yang dicatat adalah hal yang benar, karena itulah penting untuk mencatatanya dalam flipcart (kertas plano) sehingga peserta dapat membacanya dan mengklarifikasi bila ada catatan fasilitator yang kurang tepat menurut peserta.
Persiapan Pengukuran Sebagaimana tertulis dalam buku Pedoman Pengukuran Akuntabilitas Bantuan Kemanusiaan, pengukuran akuntabilitas organisasi/lembaga ini mengunakan 3 metode yaitu:
1. Review Dokumen 2. Wawancara 3. FGD
Sebelum melakukan proses pengukuran, ada bebera hal yang perlu disiapkan untuk memastikan proses pengukuran ini berjalan lancar, yaitu:
• Menginformasikan panduan yang digunakan untuk pengukuran akuntabilitas kepada organisasi/lembaga yang akan diukur
• Menginformasikan beberapa dokumen yang penting untuk dikirim ke fasilitator untuk direview
• Menginformasikan kebutuhan untuk wawancara ke beberapa staf/pimpinan sebelum proses pengukuran dilakukan
• Menginformasika kebutuhan kepesertaan FGD • Menginformasikan kebutuhan alat fasilitasi seperti lembar penilaian, kertas plano,
metaplan, spidol dll. • Memastikan tempat, tanggal dan jam untuk wawancara maupun FGD juga kesediaan
narasumber dan peserta kepada organisasi/lembaga yang akan diukur • Biasanya waktu yang digunakan untuk pengukuran ini adalah 2 hari dengan rincian 1
hari untuk dokumen review dan wawancara, dan 1 hari untuk FGD.
1 Lihat tabel pertimbangan penilaian oleh fasilitator internal dan fasilitator eksternal dalam buku Pedoman
Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan.
Pengukuran Akuntabilitas Sebagai alat pengukuran akuntabilitas, pedoman memberikan cara pengukuran akuntabilitas kinerja lembaga dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, dengan 3 metode yaitu:
a) Review Dokumen Lembaga Dalam review dokumen kebijakan organisasi/lembaga ini, fasiltiator akan mempelajari berbagai dokumen kebijakan lembaga/organisasi yang akan diukur dengan memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam prinsip-prinsip pedoman akuntabilitas. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam review dokumen ini diantaranya: - Apakah prinsip-
prinsip akuntabilitas dalam pedoman akuntabilitas ini sudah menjadi kebijakan organisasi? Kalau sudah pada dokumen yang mana?
- Apakah isi dokumen kebijakan organisasi mencermintakan prinsip-prinsip akuntabilitas? Pada prinsip yang mana?
Untuk memudahkan review dokumen kebijakan, fasilitator dapat mengunakan checklist dokumen seperti contoh di atas2. Beberapa dokumen yang dapat menunjukkan akuntabilitas 2 Dapat juga dilihat dalam lampiran 1 dalam panduan praktis pengunaan pedoman akuntabilitas
dalam lembaga ini diantaranya: Dokumen kebijakan lembaga (Standard Operational Procedure/SOP, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Surat Keputusan pengangkatan pegawai, Rencana Strategis lembaga, Perencanaan program, dan lain-lain) dan juga dokumen laporan pelaksanaan program (Monitoring & Evaluation Report, Progress Report, evaluator eksternal/internal, audit, notulensi petemuan, dan lain-lain).
b) Wawancara Setelah fasiltator mendapatkan gambaran organisasi/lembaga yang akan diukur melalui review dokumen lembaga maka akan ada proses wawancara yang akan dilakukan fasilitator kepada staf organisasi/pimpinan untuk lebih memahami kondisi lembaga ataupun melakukan klarifikasi atas temuan dalam dokumen kebijakan lembaga. Metode wawancara ini dimaksud untuk memperkaya informasi yang tidak tertuang dalam dokumentasi lembaga. Narasumber wawancara adalah staf atau pimpinan yang mewakili semua bidang/divisi dalam organisasi. Jumlah narasumber wawancara antara 3-5 orang tergantung dari struktur dalam organisasi ini, bila divinisi dapat dimungkinkan lebih dari 5 orang.Diprioritaskan adalah orang yang tidak bisa mengikuti FGD karena satu dan lain hal dan atau juga orang-orang yang mengalami kesulitan dalam mengemukakan pendapatnya dalam forum yang dihadiri oleh banyak orang. Materi wawancara meliputi3 : • Kebijakan lembaga (baik konsesnus mapun yang terkodumentasi secara tertulis dan
resmi) terkait prinsip/indikator akuntabilitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. • Praktek-praktek yang terjadi dalam lapangan atas pelaksanaan prinsip-prinsip
akuntabilitas ini baik dalam perencanaan program, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi.
• Tantangan dan kekuatan organisasi (hal-hal yang sudah kuat dan yang masih harus diperkuat) dalam pelaksanaan prinsip-prinsip akuntabilitas di organisasi/lembaga,
• Rekomendasi atau saran-saran perbaikan untuk ke depan.
c) FGD (Focus Group Discussion) FGD penilaian akuntabilitas akan dihadiri oleh seluruh staf dan pimpinan lembaga. Fasilitator akan memandu tahapan dalam FGD yang pada intinya akan membahas hal-hal berikut: � Komponen alat yang mengukur akuntabilitas lembaga. � Kondisi lembaga yang akan diukur sesuai dengan masing-masing prinsip dalam
pedoman akuntabilitas. � Proses penilaian individu (skoring) atas kondisi lembaga dikaitkan dengan prinsip dan
indikator dalam pedoman akuntabilitas. Ini memberikan kesempatan kepada masing-masing individu untuk dapat menilai kondisi lembaganya.
� Mengkompilasi hasil skoring dan mendiskusikannya. Memberikan justifikasi/alasan dan gambaran kondisi lembaga atas skor/penilaian di masing-masing prinsip/indikator.
� Mengidentifikasi kekuatan dan tantangan atas pelaksanaan prinsip/indikator akuntabilitas ini dan membuat rekomendasi perbaikan kedepan.
3 Untuk prinsip dan indikator yang menjadi rujukan dalam wawancara dapat dilihat dalam bagian 4 dan 5 buku
pedoman akuntabilitas
Berikut alur fasilitasi Alur fasilitasi terdiri atas: 1. Pembukaan 2. Penjelasan dan
proses fasilitasi 3. Elaborasi kondisi
lembaga pada prinsip dan indikator yang dinilai (jika pilihannya adalah penilaian langsung bagian ini bisa dilewati)
4. Penilaian masing-masing individu (skoring)
5. Pengolahan dan presentasi hasil
6. Interpretasi hasil penilaian
7. Rekomendasi untuk perbaikan.
Berikut proses secara rinci alur dari FGD
1. Pembukaan
Dalam sesi pembukaan ini fasilitator mengawali dengan memperkenalkan diri dan dilanjutkan dengan perkenalan oleh peserta FGD. Selesai perkenalan beberapa langkah yang akan dilakukan fasilitator pada sesi pembukaan ini adalah sebagai berikut: � Fasilitator akan menjelaskan tujuan, alur dan waktu yang disepakati dalam
pengukuran akuntabilitas. Fasilitator akan mempersentasikan slide tentang tujuan dan alur FGD
� Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya atas sesuatu yang kurang jelas
� Sebelum sesi pembukaan ini ditutup Fasilitator akan mengkonfirmasi kembali kepada keikutsertaan seluruh peserta selama FGD berlangsung untuk memastikan bahwa peserta hadir penuh.
2. Penjelasan Alat dan Proses Penilaian Pada sesi penjelasan alat dan proses penilaian, fasilitator akan menerangkan latar belakang penyusunan pedoman akuntabilitas ini dan cara pengukurannya. Beberapa langkah yang akan dilakukan oleh fasilitator yaitu: � Fasilitator akan menjelaskan pentingnya pedoman akuntabilitas ini bagi lembaga � Fasiltator akan memberikan cara penilaian (proses skoring) dengan
mempresentasikan makna dari skor 1-5 adalah:
Alat yang dibutuhkan dalam FGD: Slide tujuan dan alur FGD, lembar penilaian peserta, LCD, Laptop, Kertas Plano, flipchard dan spidol
1. = Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi (tertulis dan resmi) dan belum dipraktikkan.
2. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasi, namun belum dipraktikkan.
3. = Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi, namun sudah ada beberapa praktik baik yang menjadi konsensus lembaga, sudah ada praktik-praktik, namun belum dibakukan menjadi kebijakan organisasi.
4. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasikan, namun pelaksanaannya masih belum konsisten. Atau Pelaksanaannya sudah berjalan secara konsisten, namun ada beberapa praktik yang belum didokumentasikan dalam kebijakan lembaga.
5. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah didokumentasikan, dipraktikkan, bahkan sudah diadaptasi sesuai dengan perkembangan situasilembaga.
� Fasilitator akan memastikan lagi bahwa peserta sudah memahami proses penilaian dan memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya atas sesuatu yang kurang jelas
3. Elaborasi Kondisi Lembaga pada Prinsip dan indikator yang dinilai Pada penilaian langsung sesi elaborasi kondisi lembaga ini bisa dilewati. Namun bila peserta FGD memilih pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu mengelaborasi kondisi lembaga, maka langkah-langkah yang akan dilakukan oleh fasiltator adalah sebagai berikut. � Fasiltiator akan mengajukan beberapa pertanyaan kunci terkait dengan keberdaan
dokumen kebijakan organisasi/lembaga dan implementasi prinsip-prinsip akuntabilitas beserta indikatornya dalam kinerja organisasi/lembaga yang diukur
� Fasilitator akan mencatat poin-point penting hasil paparan peserta FGD di kerta plano/flipcart.
� Fasilitator akan mengklarifikasi/mempertajam beberapa temuan fasilitator ketika review dokumen lembaga dan wawancara.
� Seluruh catatan point penting hasil diskusi akan ditempelkan dikerta plano dan dipajang didinding agar seluruh peserta bisa menangkap kondisi lembaga atas prinsip-prinsip akuntabilitas yang dijalankan oleh lembaga
� Setelah semua peserta merasa sudah mendapatkan gambaran kondisi lembaga maka fasilitator akan melanjutkan tahap berikutnya yaitu penilain/skoring.
4. Penilaian masing-masing individu (Skoring) Pada sesi penilaian ini, fasilitator akan membagikan lembar penilaian untuk diisi oleh para peserta4. Masing-masing peserta akan mengisi 13 prinsip akuntabilitas dengan skor pada masing-masing indikatornya. Skor yang diberikan oleh peserta adalah 1 – 5 di masing-masing indikator sesuai dengan kondisi organisasi/lembaga dalam melaksanakan prinsip-prinsip akuntabiltas dalam perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan eveluasi di organisasi/lembaga. Setelah semua peserta melakukan skoring, fasilitator akan memeriksa hasil isian peserta untuk memastikan bahwa semua indikator sudah terisi dan tidak ada yang terlewat.
4 Lembar penilaian bisa dilihat di lampiran 2
5. Pengolahan dan presentasi hasil Lembar penilaian yang telah diisi peserta kemudian akan dikumpulkan untuk diinput dalam excel. Berikut proses untuk input: � Fasilitator akan menyiapkan format untuk input dalam
bentuk excel5 � Hasil penilaian peserta kemudian diinput dalam format
yang telah ditentukan, lihat contoh disamping: misalnya peserta pertama pada indikator pertama di prinsip independensi menjawab 3, peserta kedua menjawab 2, peserta ketiga menjawab 3 dan seterusnya, sampai semua jawaban dari perserta ini terinput. Bila contoh disamping jumlah peserta adalah 7 orang
� Semua jawaban peserta akan dinput di semua indikator pada 13 prinsip akuntabilitas. Pastikan bahwa semua indikator dalam 13 prinsip ini sudah terisi semua, tidak ada yang tertinggal.
� Setelah semua indikator terisi maka akan keluar nilai indikator dalam prinsip tersebut. Dalam satu prinsip kadang ada 2 sampai 4 indikator.
� Nilai indikator adalah nilai rata-rata dari hasil pembagian dari nilai yang diberikan oleh peserta dibagi dengan jumlah peserta.
� Pada format input data di lampiran 3 sudah tercantum rumus nilai indikator, yang perlu dilakukan oleh fasilitator adalah menyesuaikan jumlah peserta sebagai bilangan pembagi. Pastikan bilangan pembagi sesuai dengan jumlah peserta. Bila
jumlah pesertanya adalah 7 maka nilai pembagi harus disuaikan dengan bilangan 7. Perhatikan contoh gambar disamping =SUM(C4:C10/7
� Bila nilai indikator sudah ketemu maka nilai prinsip dan nilai akuntabilitas akan otomatis menyesuaikan, karena pada format imput data yang ada di lampiran 3 sudah mencantumkan rumus prinsip dan akuntabilitas. Fasilitator tidak perlu lagi membuat penyesuaian apapun.
� Setelah nilai prinsip ditemukan maka akan dibuatkan chart untuk mengambarkan skor yang didapat organisasi/lembaga yang diukur dari prinsip akuntabilitas.
� Untuk membuat chart, fasilitator harus menselect tabel prinsip yang akan dibuatkan chart
misalnya untuk independensi (lihat gambar dibwah ini.
5 Format input data bisa dilihat di lampiran 3
� Kemudian klik insert hingga muncul beberapa gambar column, line, pie dll seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini. Kemudian pilih salah satu bentuk chart yang diinginkan misalnya bila ingin bentuknya column maka bisa klik column seperti gambar dibawah ini.
� Setelah dipilih maka akan muncul gambar chart column untuk prinsip independensi.
Seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.
� Proses pembuatan chart untuk masing-masing prinsip caranya sama, seperti
langkah-langkah diatas. Untuk melihat keseluruh nilai rata-rata akuntabilitas, fasiltator akan menselect semua prinsip yang sudah terisi secara otomatis dalam format input data pada lampiran 3, kemudan prosesnya sama yaitu klik insert pilih chart yang dikehendaki hingga muncul chart seperti contoh dibawah ini.
6. Interpretasi hasil penilaian Pada sesi interpretasi hasil penilain, fasilitator akan mempresntasikan hasil penilaian akuntabilitas lembaga. Pertama kali yang ditampirkan adalah chart prinsip akuntabilitas yang diperoleh lembaga. Pada sesi ini fasilitator akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: � Fasiltiator akan menanyakan ke peserta kesan awal dari skor akuntabilitas yang
diperoleh, apakah mencerminkan kondisi dari lembaga yang diukur ini. � Fasilitator kemudian akan memperlihatkan skor terendah dan tertinggi dari prinsip
akuntabilitas ini ke peserta untuk mengeksplorasi pendapat peserta atas skor tertinggi dan skor terendah.
� Fasilitator kemudian akan beranjak untuk melihat pada masing-masing prinsip akuntabilitas. Dalam masing-masing prinsip ini akan ditanyakan: o Apakah skor yang diperoleh mencerminkan kodisi lembaga? Seperti apa kondisi
lembaga pada indikator/prinsip ini o Adakah bukti/kasus yang pernah terjadi terkait dengan implementasi pada
indikator/prinsi ini? � Setelah peserta mendiskusikan/merefleksikan skor pada 13 prinsip akuntabilitas ini,
fasilitaor akan menanyakan hal-hal yang sudah kuat dalam lembaga dan perlu untuk terus dipertahankan bahkan ditinkatnan terkait dengan prinsip/indikator akuntabilitas dan hal-hal yang masih menjadi tantangan sehingga perlu diperkuat untuk perbaikan akuntabilitas organisasi/lembaga dimasa datang.
� Semua hasil diskusikan akan ditulis secara lengkap oleh notulen dan point penting diskusi akan ditulis oleh fasiltiator dalam kertas plano/flipchat.
7. Rekomendasi untuk perbaikan. Setelah fasilitator menuliskan semua kekuatan dan tantangan dari hasil diskusi dan refleksi peserta, maka fasilitator akan membacakan lagi tantangan atau hal-hal yang masih perlu ditingkatkan oleh organisasi/lembaga. Hal ini dilakukan sebagai pengantar untuk mendiskusikan rekomendasi perbaikan yang harus ditindaklanjuti ke depan oleh seluruh staf/pimpinan dalam organisasi/lembaga tersebut. Rumusan rekomendasi lebih baik didiskusikan secara bersama-sama diantara peserta dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: � Rekomendasi hendaknya merupakan solusi dari persoalan/kendala organisasi yang
sudah dibahas dalam tantangan. � Rekomendasi harus jelas pada tataran kebijakan organisasi (SOP/kebijakan lainnya)
atau pada tataran konsistensi pada penerapan kebijakan organisasi � Rekomendasi mempertimbangkan pemanfaatan aset yang dimiliki oleh organisasi
dan cara untuk menindaklanjutinya. Pada sesi rekomendasi ini fasiltator juga akan menanyakan pembelajaran apa yang didapat oleh peserta selama proses mengikuti pengukuran akuntabilitas ini. Hal-hal yang menjadi pembelajaran peserta ini akan dicatat oleh fasilitator untuk masuk dalam laporan.
Penulisan Laporan Seluruh rangkaian pengukuran telah berakhir ketika FGD telah selesai dilaksanakan. Setelah selesai pelaksanaan FGD fasilitator akan menuliskan laporan dengan sistematikan sebagai berikut6 1. Latar Belakang.
Berisi hal-hal yang melatar belakangi pengukuran akuntabilitas dalam organisasi ini. Mengapa organisasi ini merasa penting untuk melakukan pengukuran akuntabilitas.
2. Tujuan Berisi tentang tujuan organisasi melakukan pengukurang akuntabilitas. Tujuan ini bisa dilihat dalam buku pedoman pengukuran akuntabilitas, fasilitator tinggal menyesuaikan dari tujuan yang sudah ada mana yang paling sesuai dengan kondisi organisasi yang akan diukur
3. Metode Berisi tentang metode dalam melakukan pengukuran. Ada 3 metode yaitu review dokumen lembaga, wawancara dan FGD. Pada bagian ini fasilitator bisa menuliskan pengalaman fasilitator dengan berbagai keterbatasannya ketika melalukan 3 metode ini dalam pengukuran akuntabilitas lembaga.
4. Informan / partisipan Berisi tentang nama-nama narasumber dan partisipan dalam FGD termasuk jabatan/posisi dalam lembaga.
5. Waktu dan tempat pelaksanaan Berisi tentang informasi tempat dan waktu (hari, tanggal, dan jam) pelaksanaan pengukuran akuntabilitas dari review dokumen, wawancara sampai FGD
6. Hasil Penilaian: Matrik, Diskripsi dan Analisis Berisi seluruh matrik (chart) pada masing-masing prinsip, beserta analisisnya dari seluruh diskusi dan refleksi yang dilakukan saat FGD. Pada analisis fasilitator juga dapat menambahkan hasil review dokumen dan wawancara yang telah dilakukan fasilitator untuk memperkaya hasil analisis. Pada laproan ini juga akan mencantumkan 2 hal yaitu
– Aspek yang sudah Baik yaitu kekuatan lembaga – Aspek yang perlu diperkuat yaitu hal-hal yang masih menjadi tantangan/kendala
dalam pelaksanaan akuntabilitas di lembaga
7. Kesimpulan, Berisi informasi kesimpulan dari fasilitator terkait dengan kondisi akuntabilitas dalam lembaga. Fasilitator akan memaparkan nilai tertinggi dan nilai terendah prinsip akuntabilitas beserta kondisi yang mengambarkannya. Pada rekomendasi ini juga akan memuat 2 hal yaitu
– Pembelajaran yaitu hasil pembelajaran peserta atas pelaksanaan pengukuran akuntablitas ini
– Rekomendasi yaitu hal-hal yang direkomendasikan dan perlu ditindaklanjuti oleh lembaga agar nilai akuntabilitas lembaga semakin baik ke depannya.
Lampiran-lampiran:
• Hasil isian kuisioner atau instrument asesmen lembaga • Profil singkat lembaga
6 Contoh penulisan laporan bisa dilihat di lampiran 4
DAFTAR CEK KAJIAN DOKUMEN / CHECK-LIST DOCUMENTS REVIEW Tanggal : __________________________________________________
Organisasi : __________________________________________________
Asesor : __________________________________________________
NO DOKUMEN KETERSEDIAAN CATATAN
ORGANISASI
1 Kebijakan / hukum
2 Visi misi
3 AD/ART
MANAJEMEN
4 Struktur
5 Audit Manajemen
DOKUMEN SDM / HR DOCUMENTS
6 Peraturan kepegawaian
7 Program peningkatan kapasitas
8 SPK
9 Job-desc
10 Pengesahan dari Depnaker
11 Peraturan kepegawaian
KEUANGAN
12 Laporan keuangan
13 SOP keuangan
14 Hasil audit tahunan (internal/eksternal)
15 Procurement / Pembelian
PROGRAM
16 Kajian program
17 Perencanaan (mis. Logframe)
18 Strategi program
19 Fundraising & budgeting
20 Pelaksanaan program
21 Monev
22 Laporan berkala
DOKUMEN PENDUKUNG
23 Surat pernyataan berkenaan dengan pelecehan seksual
24 Surat pernyataan berkenaan dengan diskriminasi
25 Surat pernyataan berkenaan dengan security &
protection
26 Surat pernyataan berkenaan dengan konflik
kepentingan
27 Ada publikasi proyek (media internal, website, dll)
28 MOU dengan mitra, pemerintah, dll
29 Notulensi pertemuan koordinasi
30 Laporan pengaduan & masukan
Lembar Penilaian Penerapan Pedoman Akuntabilitas
Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan
Berikut adalah lembar penilaian terhadap lembaga yang menerapkan pedoman
akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Lembar ini berfungsi untuk
memberikan penilaian kepada performa akuntabilitas dari lembaga-lembaga pengelola
bantuan kemanusiaan, baik dilakukan secara mandiri (self-regulatory) atau penilaian
silang oleh lembaga lain (external regulatory). Penilaian dilakukan dengan
menggunakan scoring system yang mengacu pada besaran nilai sebagai berikut:
1. = Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi (tertulis dan resmi)
dan belum dipraktikkan.
2. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasi, namun belum
dipraktikkan.
3. = Kebijakan lembaga pada indikator ini belum terdokumentasi, namun sudah ada
beberapa praktik menjadi konsensus lembaga, atau sudah ada praktik-praktik, namun
belum dibakukan menjadi kebijakan organisasi.
4. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah terdokumentasikan, namun
pelaksanaannya masih atau pelaksanaannya sudah berjalan secara konsisten, namun
ada beberapa praktik yang belum didokumentasikan dalam kebijakan lembaga.
5. = Kebijakan lembaga pada indikator ini sudah didokumentasikan, dipraktikkan,
bahkan sudah diadaptasi sesuai dengan perkembangan situasi lembaga.
LEMBAR PENILAIAN
PENERAPAN PEDOMAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN BANTUAN KEMANUSIAAN
Nama Institusi: _____________________________________________
Fasilitator: _________________________________________________ Tanggal:_____________________________ _____________________
No ASPEK PENILAIAN
Hasil Penilaian
atau Skoring
Catatan
Fasilitator
I. Independensi
Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dengan jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota partai politik, ataupun organisasi lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas
II. Komitmen Organisasi
Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi
Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan, serta program strategis dari kegiatan atau proyek
Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan kegiatan
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan penerima manfaat
III. Kompetensi
Tersedianya tenaga kerja yang cukup
Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan program
Adanya standar manajemen, kemampuan mengelola bantuan, personal dan distribusinya
No ASPEK PENILAIAN
Hasil Penilaian
atau Skoring
Catatan
Fasilitator
(sumber daya manusia, sistem, dan daya dukung operasional; logistik, administrisasi, dan keuangan)
Memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi para staf dan relawan di lapangan
IV. Non Diskriminasi
Informasi yang jelas tentang prosedur pemilihan target penerima manfaat
Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan rekrutmen staf dan relawan
Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat dalam pelibatan kegiatan/proyek
Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan semua kelompok dan golongan
V. Partisipasi
Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan)
Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan keputusan dalam pemenuhan kebutuhan.
Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain
VI. Transparansi
Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh: pembangunan rumah sementara juga mempertimbangkan lingkungan sekitar.
Adanya publikasi dan media mengenai proses
No ASPEK PENILAIAN
Hasil Penilaian
atau Skoring
Catatan
Fasilitator
kegiatan dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain
Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain
VII. Koordinasi
Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan departemen terkait)
Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan sharing/berbagi informasi kepada pemangku kepentingan terkait lainnya
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon
VIII. Pembelajarandanperbaikan
Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui briefing dan review berkala
Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan
IX. Kemitraan
Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan mitra pelaksana dengan memperhatikan asas kesetaraan
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan
No ASPEK PENILAIAN
Hasil Penilaian
atau Skoring
Catatan
Fasilitator
Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat dalam pelaksanaan program
X. Non proselitis
Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan
XI. Mekanismeumpanbalik
Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi penerima manfaat
Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan
XII. Kemandirian
Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas dan berkelanjutan
Adanya pelibatan kapasitas (sumberdaya materi dan non-materi) local dalam pelaksanaan program
Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam penentuan program
XIII. Keberpihakan kelompok rentan
Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang termasuk dalam kelompok rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok)
No ASPEK PENILAIAN
Hasil Penilaian
atau Skoring
Catatan
Fasilitator
Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat
Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan
sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen
dan bebas.
Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi
Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan,serta
program strategis dari kegiatan atau proyek
Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan
kegiatan
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf
dan penerima manfaat
Tersedianya tenaga kerja yang cukup.
Adanya pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan
program.
Adanya standar manajemen, kemampuan mengelola bantuan, personal dan
distribusinya (sumber daya manusia, sistem, dan daya
dukung operasional; logistik, administrasi, dan keuangan).
Memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi para staf dan relawan di lapangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
NI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
NP
NA
Kebijakan pelarangan rangkap jabatan
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen
dan bebas.
Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi
Adanya program kerja,serta program strategis dari kegiatan atau proyek
Adanya prosedur atau mekanisme (SOP)
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf
dan penerima manfaat
Tersedianya tenaga kerja yang cukup.
Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam
staf yang melaksanakan program.
Adanya standar manajemen, kemampuan mengelola bantuan, personal dan
distribusinya
Memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi para staf dan relawan di lapangan
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1. Independensi 2. Komitmen Organisasi 3.Kompetensi 4. Non Diskriminasi 5. Partisipasi 6. Transparansi 7. Koordinasi8. Pembelajaran dan
perbaikan9. Kemitraan 10. Non proselitis
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1. Independensi 2. Komitmen Organisasi 3.Kompetensi
3.Kompetensi
0,00
no
0,00 0,00 0,00
1. Independensi 2. Komitmen Organisasi
Informasi yang jelas tentangprosedur pemilihan targetpenerima manfaat
Informasi yang jelas tentangprosedur kemitraanrekrutmen staf dan relawan
Adanya keterwakilan darisemua golongan penerimamanfaat dalam pelibatankegiatan/proyek
Adanya prasarana yangmendukung keterlibatansemua kelompok dangolongan
Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
kegiatan (identifikasi kebutuhan)
Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan
keputusan dalam pemenuhan kebutuhan.
Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain
Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah
diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program)
Contoh: pembangunan rumah sementara juga
mempertimbangkan lingkungan sekitar.
Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan
dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang
dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan
pemangku kepentingan yang
Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan
sumber daya dalam perkembangan proyek yang
dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan dan
pemangku kepentingan yang lain
Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan
departemen terkait)
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Informasi yang jelas tentangprosedur pemilihan targetpenerima manfaat
Informasi yang jelas tentangprosedur kemitraanrekrutmen staf dan relawan
Adanya keterwakilan darisemua golongan penerimamanfaat dalam pelibatankegiatan/proyek
Adanya prasarana yangmendukung keterlibatansemua kelompok dangolongan
Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak...
Pelibatan penerima manfaat dalam pengambilan keputusan dalam pemenuhan kebutuhan.
Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain
Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah
diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program)
Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan
dan detail keuangan
Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan
sumber daya dalam perkembangan proyek...
Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan
departemen terkait)
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
11. Mekanisme umpan balik 12. Kemandirian13. Keberpihakan kelompok
rentan
0,00 0,00 0,00
4. Non Diskriminasi 5. Partisipasi 6. Transparansi
6. Transparansi
0,000,000,00
5. Partisipasi4. Non Diskriminasi
Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan
sharing/berbagi informasi kepada pemangku
kepentingan terkait lainnya
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon
Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan
terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi
berkala pengelolaan bantuan melalui briefing dan review
berkala
Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan
bantuan
Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan
mitra pelaksana dengan memperhatikan asas
kesetaraan
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan
keputusan
Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi
penerima manfaat dalam pelaksanaan program
Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan
keputusan
Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi
penerima manfaat
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan
sharing/berbagi informasi kepada pemangku
kepentingan terkait lainnya
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon
Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan
terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi
berkala pengelolaan bantuan melalui briefing dan review
berkala
Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan
bantuan
Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan
mitra pelaksana dengan memperhatikan asas
kesetaraan
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan
keputusan
Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi
penerima manfaat dalam pelaksanaan program
Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program
Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan
keputusan
Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi
penerima manfaat
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
11. Mekanisme umpan balik
0,00 0,00
10. Non proselitis
9. Kemitraan 10. Non proselitis 11. Mekanisme umpan balik
0,00
7. Koordinasi 8. Pembelajaran dan perbaikan
7. Koordinasi 8. Pembelajaran dan perbaikan
0,00
9. Kemitraan
Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur
dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan
dan tanggapan
Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas
dan berkelanjutan
Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-
materi) lokal dalam pelaksanaan program
Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam
penentuan program
Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan
Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi
adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap
penerima manfaat
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur
dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan)
Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan
dan tanggapan
Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas
dan berkelanjutan
Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-
materi) lokal dalam pelaksanaan program
Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam
penentuan program
Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan
Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi
adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap
penerima manfaat
0,0 0,0 0,0 0 0,0 0,00 0,00 0,00
13. Keberpihakan kelompok rentan11. Mekanisme umpan balik 12. Kemandirian
0,00 0,00 0,00
11. Mekanisme umpan balik 12. Kemandirian 13. Keberpihakan kelompok rentan
D o k u m e n
Pengukuran
Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di XXXX Indonesia
Fasilitator :
MRS. KOKI Masak
Implementasi Pengukuran Akuntabilitas
Di Lembaga XXXX
I. LATAR BELAKANG
Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) dan Humanitarian Forum
Indonesia (HFI) didukung oleh Ford Foundation berupaya menginisiasi penyusunan
pedoman akuntabilitas di dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Upaya ini kemudian
disusul dengan penyusunan Pedoman Akuntabilitas yang melibatkan beragam unsur
organisasi yang berperan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, seperti LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), OPZ (Organisasi Pengelola Zakat), media massa, dan
pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).
Pedoman akuntabilitas ini sejak tahap gagasan tidak dimaksudkan untuk menjadi acuan
tunggal bagi lembaga kemanusiaan yang berkiprah di Indonesia, melainkan ditujukan
untuk self-assessment bagi lembaga pengelola bantuan kemanusiaan, yang hasilnya bisa
dipakai menjadi dasar untuk peningkatan kapasitas organisasi/lembaga tersebut. Ini
merupakan upaya untuk memfasilitasi anggota Humanitarian Forum Indonesia (HFI)
dalam menilai akuntabilitas kinerjanya masing-masing. Akan tetapi, pemanfaatan
pedoman ini bersifat terbuka, dalam arti bisa digunakan oleh organisasi lain.
Setelah sukses menyelenggarakan Pelatihan Penerapan Pedoman Akuntabilitas
Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia, setiap lembaga yang mengikutinya
membuat komitmen bahwa lembaga/organisasi tersebut akan melakukan assessment
akuntabilitas di internal lembaga mereka masing-masing dan melaporkan hasilnya,
ataupun juga HFI dan PIRAC terbuka apabila lembaga/organisasi tersebut menemui
kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, dan membutuhkan seorang fasilitator
dari luar lembaga/organisasi tersebut.
XXXX, sebagai salah satu organisasi yang turut berkontribusi dalam penyusunan buku
Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia yang diinisiasi
oleh HFI dan PIRAC, selain itu juga sebagai organisasi yang turut bergabung di dalam HFI,
menyatakan bersedia dan berkomitmen untuk berpartisipasi aktif untuk diases dengan
fasilitator dari luar XXXX.
II. TUJUAN
1. Memberikan pemahaman mengenai Pedoman Akuntabilitas kepada seluruh
kalangan pengelola bantuan kemanusiaan.
2. Menyediakan kesempatan bagi pengelola bantuan kemanusiaan untuk
mengungkapkan permasalahan dan praktik akuntabilitas yang dilakukan di organisasi
masing-masing, serta menilainya.
3. Memberikan gambaran proses praktik fasilitasi penilaian akuntabilitas.
4. Mendorong peserta untuk menindaklanjuti hasil Pelatihan ini dengan menilai
akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan minimal di lembaganya masing-
masing.
III. METODE
1. Document Review
2. Wawancara
3. Focus Group Discussion
IV. INFORMAN / PARTISIPAN
Untuk metode Wawancara, informan/partisipannya adalah:
1. Sdr ----- Selaku Direktur XXXX
2. Sdri---- Divisi dapur
3. Sdr------Divisi belanja
4. Sdr------ Divisi Kasir
Sedangkan untuk metode Focus Group Discussion, informan/partisipannya adalah:
1. ----------
2. ---------
3. ---------
4. ---------
5. ----------
6. ----------
7. ----------
8. ----------
9. ----------
V. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari, Tanggal : Rabu-Kamis, 11-12 Maret 2012
Waktu : 11 maret 2012 : 13.30-16.00 WIB,
12 Maret 2012 : 10.00-17.00 WIB
Tempat : Kantor XXXX (------)
-------------------------
VI. HASIL: MATRIKS, DESKRIPSI, DAN ANALISIS
XXXX adalah organisasi yang cukup baik dalam akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan. Nilai
akuntabilitas organisasi XXXX ini adalah 3,88 yang artinya bahwa prinsip dan nilai-nilai akuntabilitas
telah terkokumentasi dengan baik di lembaga XXXX, sudah ada sosialisasi semua kebijakan XXXX
kepada staf, meskipun belum semua staf mengetahui keberadaan dokumen tersebut, dan beberapa
ada yang lupa bahwa ada kebijakan tersebut. . Sudah ada praktek baik terkait dengan implementasi
nilai-nilai dan prinsip akuntabilitas dalam melaksanakan kinerja organisasi. Meskipun beberapa ada
kurang konsistensi dalam pelaksanaannya seperti laporan yang kurang tepat waktu, mekanisme
umpan balik yang masih dirasakan kurang memberikan ruang pada penerima manfaat untuk
langsung memberikan komplain seperti melalui hotline atau kotak saran. Ditemukan juga beberapa
kasus dimana tidak ada klarifikasi terhadap penerima manfaat program.
Dari semua tantangan yang ada XXXX memiliki nilai yang kuat dan menjadi ‘roh’ lembaga XXXX ini
yaitu pelayanan. Berbeda dengan pengelola bantuan kemanusiaan lainnya, XXXX selalu
memposisikan perannya sebagai lembaga pelayanan, yang memberikan bantuan dengan sepenuh
hati. XXXX tidak hanya memberikan bantuan dalam bentuk material (seperti makanan dll), tapi juga
bantuan non material berupa asistensi teknis, coaching dll untuk lembaga pengelola bantuan
kemanusiaan yang menjadi mitranya.
XXXX memiliki prinsip/nilai kuat dalam independensi, komitmen organisasi dan kemitraan. Ketiga
nilai/prinsip ini memiliki skor yang sama yaitu: 4,29 yang artinya bahwak dokumen dan praktek
sudah dilaksanakan dengan cukup baik, meskipun ada beberapa yang dirasakan sedikit kurang
konsisten. Nilai terendah XXXX ada pada prinsip/nilai transparansi yang memiliki skor 3,43 yang
artinya bahwa transparansi sudah dilakukan dilembaga ini namun ada beberapa kebijakan yang
sudah terdokumentasi tapi ada juga kebijakan yang belum didokumentasikan. Praktek
transparansipun beberapa masih sebatas pada donor dan mitra belum sampai pada level komuntas
masyarakat. Praktek transparansi ke masyarakat baru sepatas pada informasi bantuan, besarnya
biaya bantuan dan cara mengaksesnya. Belum sampai pada keseluruahan program beserta
pembiayaannya.
Berikut nilai tiap prinsip akuntabilitas di lembaga XXXX:
1. Independensi: 4,29
Prinsip independensi mengambarakan bahwa Organisasi ini otonom dan bebas dari pengaruh dan
kepentingan-kepentingan pemerintah, partai politik, donor/lembaga penyandang dana, sektor bisnis
dan siapapun yang dapat menghilangkan independensi organisasi dalam bertindak bagi kepentingan
umum. Untuk prinsip Independensi, XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa independensi
XXXX sudah cukup baik. Meskipun XXXX lembaga yang diberi mandat oleh gereja (YYYY) namun XXXX
tidak pernah merasa disetir oleh pihak YYYY.
Skor XXXX dalam Prinsip Independensi:
Prinsip independsi memiliki 2 indikator, pertama: Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap
jabatan sebagai pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola
bantuan kemanusiaan dengan jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota
partai politik, ataupun organisasi lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis. Kedua:
Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas.
Untuk indikator Adanya kebijakan mengenai pelarangan rangkap jabatan sebagai pengambil
keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara organisasi pengelola bantuan kemanusiaan dengan
jajaran pemerintahan, perusahaan swasta, pengurus dan anggota partai politik, ataupun organisasi
lain yang berafiliasi dengan kepentingan politik praktis, XXXX memiliki skor 4.00 yang artinya bahwa
kebijakan dan praktek telah dilaksanakan meskipun belum begitu konsisten.
Dalam manual HR XXXX, rangkap jabatan tidak dilarang sepanjang sama dengan visi-misi XXXX. Pasal
75 manual HR Ayat 1 menyebutkan XXXX mendorong staf untuk berperan dalam urusan lokal (sosial
kemasyarakatan) tapi diminta tidak berpihak ke partai politik dan tidak melakukan kegiatan politik.
XXXX juga pernah memiliki pengalaman adanya rangkat jabatan seperti yang terjadi pada Romo XXX
dimana beliau pernah menjadi Sekjen XXX dan Direktu r XXXX dalam periode yang sama. Nilai positif
dari kasus ini adalah bahwa koordinasi dengan KWI lebih mudah dan cepat, namun nilai minusnya
staf menjadi kurang dekat/berjarak dan pekerjaan di XXXX terkesan hanya sebagai pekerjaan
sampingan saja.
Pada indikator: Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas, XXXX mendapat
skor 4,57 yang nyaris sempurna. Nilai ini mengindikasikan bahwa XXXX adalah lembaga yang
independen, sudah ada kebijakan dan praktek baik untuk indikator ini. Dalam berjaringan dan
pelaksanaan kegiatan di lapoangan, XXXX bebas kerjasama dengan siapa saja asalkan sepaham
dalam visi dan visi XXXX. Itu untuk berjejaring. Namun untuk bermitra dalam implementasi program,
XXXX hanya boleh dengan YYYY. YYYY independen, bebas bekerjasama dengan siapa saja.
2. Komitmen Organisasi
Prinsip komitmen organisasi mengambarakan bahwa Organisasi memiliki perangkat kebijakan yang
jelas dan tegas terkait kualitas dan akuntabilitas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan bantuan
kemanusiaan. XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa lembaga XXXX memiliki komitmen
untuk akuntabel dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan melalui penyiapan perangkat kebijakan
yang jelas dan kebijakan ini telah dilakukan meskipun dalam implementasinya ada beberapa
kebijakan yang belum begitu konsisten diterapkan atau belum dipahami benar oleh staf XXXX.
Skor XXXX dalam Prinsip Komitmen organisasi:
Prinsip komitmen organisasi memiliki 4 indikator, pertama Adanya dokumen tertulis dan resmi visi
dan misi organisasi, kedua Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan,serta program
strategis dari kegiatan atau proyek, ketiga: Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam
lembaga dalam pelaksanaan kegiatan, dan keempat: Adanya kebijakan tentang perlindungan
terhadap staf dan penerima manfaat.
Pada indikator: Adanya dokumen tertulis dan resmi visi dan misi organisasi, XXXX mendapatkan skor
4,71 yang artinya bahwa dokumen visi misi organisasi ini telah dimiliki oleh XXXX. Visi dan misi
lembaga juga telah tersosialisasi dengan baik dimana XXXX memberikan waktu khusus untuk
mendiskusikan visi misi dalam pertemuan organisasi XXXX pada Desember 2011 yang lalu. XXXX juga
senantiasa berupaya untuk memenuhi visi misanya misalnya dengan mengupayakan status staf yang
dari kontrak menjadi staf permanen. Tantangannya adalah menurunkan visi misi dalam penyusunan
program kerja XXXX.
Pada indikator: Adanya program kerja dalam respon kemanusiaan, serta program strategis dari
kegiatan atau proyek, XXXX mendapat skor 4,57 yang artinya XXXX telah memiliki program kerja
dalam respon kemanusiaan dalam dokumen kebijakan lembaga, namun dalam implementasinya ada
beberapa kebijakan yang prakteknya kurang konsisten. XXXX belum memiliki logframe kelembagaan
dimana visi misi diturunkan dalam program lembaga. Seringkali yang terjadi ada logframe program
yang kemudian dari sana dikaitkan dengan visi misi lembaga. Hasil renstra belum di-breakdown
menjadi capaian per tahun. Yang terjadi adalah tim XXXX menyusun program berdasarkan
kebutuhan YYYY atau permintaan donor, lalu menghubungkannya dengan visi-misi XXXX. Setiap
menyusun program, ada logframe yang menghubungkannya dengan visi-misi XXXX.
Pada indikator: Adanya prosedur atau mekanisme (SOP) di dalam lembaga dalam pelaksanaan
kegiatan, XXXX mendapat skor 4,14 yang artinya bahwa XXXX telah memiliki prosedur dan
mekanisme yang baku dalam kebijakan lembaga, meskipun ada beberapa staf yang kurang
memahami keberadaaan dan isi dari kebijakan lembaga ini. Ada banyak SOP yang ada di XXXX
seperti SOP HR, SOP Finance, SOP ER, namun tidak semua orang tahu bahwa ada SOP. Kadang SOP
yang sudah diperbaruhipun tidak dirujuk malah merujuk pada yang lama seperti untuk form
keuangan. staf masih menggunakan form yang berbeda-beda karena ada yang masih menggunakan
form yang lama. Form baru padahal sudah ada. Penggunaan chart of account belum seragam.
Pada indikator: Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap staf dan penerima manfaat, XXXX
mendapatkan skor 3,71 yang artinya bahwa belum ada kebijakan, atau ada beberapa kebijakan
namun tidak diketahui oleh para staf, namun sudah ada prakter terkait dengan perlindungan
terhadap staf dan penerima manfaat. Di XXXX sebenarnya sudah ada SOP HR dan kode etik XXXX
yang melindungi staf dan penerima manfaat seperti dari tindakan pelecehan dll. Namun ada staf
yang tidak mengetahui ada kebijakan tersebut. Praktek perlindungan terhadap staf dan penerima
manfaat lebih pada nilai-nilai internal organisasi yang berjalan dengan sendirinya meskipun staf
tersebut tidak memahami bahwa kebijakannya ada atau tidak. Ada dokumen kebijakan perlindungan
terhadap staf dan penerima manfaat tetapi tidak semua staf tahu bahwa ada dokumen tersebut,
namun sudah dipraktikkan dengan baik dalam implementasi kinerja organisasi XXXX.
3. Kompetensi
Prinsip kompentensi mengambarkan bahwa: Organisasi memiliki dan mengembangkan kapasitas
yang relevan dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan sesuai standar bantuan kemanusiaan. XXXX
mendapatkan skor 3,89 yang artinya bahwa XXXX sudah memiliki praktek baik terkait dengan
kapasitas dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan meskipun ada beberapa kebijakan yang belum
terdokumentasikan/tersosialisasikan dengan baik. Untuk beberapa isu yang digeluti oleh lembaga
beberapa staf XXXX tergolong ekspert di bidangnya, namun untuk program baru yang didalamnya
terdapat isu-isu baru seperti chaming chage masih dalam proses pembelajaran.
Skor XXXX dalam Prinsip Kompetensi organisasi:
Prinsip Kompetensi organisasi memiliki 4 indikator yaitu pertama: Tersedianya tenaga kerja yang
cukup kedua: adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan
program, ketiga adanya standar manajemen, kemampuan mengelolaa bantuan, personal dan
distribusinya dan empat, memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi staf dan relawan di
lapangan.
Pada indikator Tersedianya tenaga kerja yang cukup, XXXX mendapatkan skor 4,29 yang artinya XXXX
telah memiliki kebijakan yang cukup baik terkait dengan penyediaan tenaga kerja dan sudah
dipraktekkan meskipun ada beberapa yang belum sempurna. Meskipun ada beberapa staf memiliki
beban ganda/pekerjaan tambahan/tugas rangkap, namun sejauh ini masih bisa dikerjakan dengan
baik. Bila dari segi jumlah staf dalam proposal sudah sesuai. Namun seringkali ditengah jalan ada
program tambahan yang tidak diiringi dengan penambahan staf. Ini yang menyebabkan jumlah
tenaga kerja masih diraskana kurang. Jadi, dalam situasi tertentu, tenaga kerja kurang. Situasi itu
adalah saat emergency atau ketika ada tawaran-tawaran program lain, atau ketika ada resign, beban
kerja juga menumpuk karena butuh waktu merekrut staf baru.
Pada indikator adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam staf yang melaksanakan
program, XXXX mendapatkan skor 3,71 yang artinya bahwa XXXX memiliki praktek yang cukup baik
dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan staf dalam melaksanakan program. Namun dalam
kebijakan masih belum banyak yang memberikan ruang untuk staf meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya dimana alokasi budget untuk pengingkatan pengetahuan dan ketrampilan staf masih
terbatas (kecil). Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan staf menunggu tawaran dari XXXX lain
(masing mengharapkan yang gratisan). Untuk isu-isu yang ditangani lembaga Karena, beberapa staf
merasa sudah ekpert, bahkan beberapa lembaga pernah mengundang staf XXXX untuk mengisi
pelatihan, namun ada beberapa isu baru yang belum dikuasai benar oleh para staf karena seperti
climate change adaptation dan ekosistem. Isu ini bagi XXXX masih baru dan belum ada pengetahuan
dan keterampilan cukup dalam merespon isu ini.
Pada prinsip, adanya standar manajemen, kemampuan mengelolaan bantuan, personal dan
distribusinya, XXXX mendapatkan skor 4,14 yang artinya bahwa XXXX telam memiliki kebijakan dan
praktek baik dalam standar manajemen, kemampuan pengelolaan bantuan, personel dan
distribusinya, meskipun beberapa belum dilakukan secara konsisten. ada standar manajemen dan
ada kapasitas untuk menyampaikan itu ke para mitra. Tapi ada beberapa mitra yang masih
menganggap itu baru sehingga perlu ada cara lain menyampaikan dan terkait dengan kemampuan
mereka menangkap juga. Sudah ada sop terkait cara distribusi bantuan, membuat laporan keuangan
dan narasi. Sebelum proyek baru dimulai, biasa ada briefing ke partner terkait dengan standar
manajemen pengelolaan program XXXX ini.
Pada Prinsip, memiliki prosedur keamanan dan penyelamatan bagi staf dan relawan di lapangan,
XXXX mendapatkan skor 3,43 yang artinya sudah ada praktek namun dalam beberapa hal terkait
dengan keamaan dan penyelamatan staf dan relawan ini kebijakannya belum tertuang secara detail
dan dipahami oleh staf. Dalam Pasal 68 manual HR hanya menyebutkan perlindungan secara umum
(misalnya asuransi kesehatan).Tidak ada kebijakan khusus yang terdokumentasi terkait dengan
prosedur keamanan ini. XXXX masih memiliki 16 dokumen yang menjadi PR di HR yang salah satunya
adalah prosedur keamanan dan penyelamatan.
4. Non Diskriminasi
Prinsip Non Diskriminasi menggambarkan bahwa: Organisasi pengelola bantuan selalu menerapkan
asas tidak membedakan orang menurut jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik.. Untuk
prinsip non diskriminasi ini, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang artinya bahwa XXXXn telah
mempraktekan non diskriminasi dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan meskipun beberapa
dokumen terkait dengan non diskriminasi ini belum terumuskan dengan baik atau belum
tersosialisasikan dengan baik oleh staf.
Skor XXXX dalam Prinsip non Diskriminasi:
Non Diskriminasi memiliki 4 indikator yaitu pertama: Informasi yang jelas tentang prosedur
pemilihan target penerima manfaat, kedua: Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan
rekrutmen staf dan relawan, Ketiga: Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat
dalam pelibatan kegiatan/proyek dan keempat: Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan
semua kelompok dan golongan
Pada indikator Informasi yang jelas tentang prosedur pemilihan target penerima manfaat, XXXX
mendapatkan skor 4,29 yang artinya bahwa dokumen kebijakan dan praktek terkait dengan
informasi yang jelas tentang prosesur pemilihan targat penerima manfaat telah dirumuskan dan
dipraktekkan dengan baik di lembaga XXXX meskipun ada beberapa yang belum konsisten. XXXX
memiliki proposal dan dokumen renstra dimana disana tertuang dengan jelas target penerima
manfaat. Namun seringkali tidak ada verifikasi apakah target atau penerima manfaat ini sesuai atau
tidak. Pengalaman di Bengkulu, ada beberapa penerima manfaat yang sebetulnya tidak perlu
dibantu. Tetapi itu presentase-nya kecil. Penerima manfaat dibagi dua, saat emergency dan bukan
emergency. Saat bukan emergency, tidak ada alasan untuk tidak melakukan verifikasi karena ada
cukup waktu. Saat emergency, memang jarang dilakukan verifikasi. namun untuk non-emergency,
biasanya dilakukan verifikasi.
Pada indikator Informasi yang jelas tentang prosedur kemitraan rekrutmen staf dan relawan, XXXX
mendapatkan skor 4,43 yang artinya bahwa XXXX telah memiliki prosedur kemitraan, rekruitmen
staf dan relawan meskipun pada prakteknya beberapa belum dilakukan secara konsisten. Meskipun
sudah ada kebijakan terkait rekruitmen relawan, ada staf yang tidak tahu bahwa ada dokumen
kebijakan terkait dengan rekrutmen relawan dalam dokumen Panduan Relawan.
Pada indikator Adanya keterwakilan dari semua golongan penerima manfaat dalam pelibatan
kegiatan/proyek, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang artinya bahwa praktek keterwakilah dari semua
golongan penerim manfaat dalam pelibatan kegiatan/proyek sudah berjalan di XXXX, meskipun ada
beberapa kebijakan terkait dengan hal ini yang belum terdokumentasikan. Dalam gempa di Padang
misalnya XXXX tidak hanya mendengarkan pendapat dari YYYY setempat namun juga tokoh agama
dan tokoh masyarakat di Padang dalam pengambilan keputusan merespon emergensi disana.
Pada indikator Adanya prasarana yang mendukung keterlibatan semua kelompok dan golongan,
XXXX mendapat skor 2,86, yang artinya ada beberapa dokumen kebijakan terkait dengan ini namun
pelaksanaannyapun masih belum konsisten. Biasanya XXXX mencari tempat yang “netra” agar
semua pihak bisa terlibat seperti di balai desa. Namun XXXX belum melihat kelompok difablel untuk
diakomodir. Pada saat emergency di Padang, relawan XXXX beberapa Muslim dan XXXX
menyediakan tempat untuk musholla dan beristirahat terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Untuk kelompok-kelompok agama sudah terakomodir, tetapi untuk kelompok difabel belum. Dalam
menilai indikator ini ada juga staf yang belum tahu/faham maksud dari prinsip ini.
5. Partisipasi
Prinsip Partisipasi menggambarkan bahwa: Organisasi melibatkan pemangku kepentingan terkait
dan penerima manfaat dalam semua tahapan pengelolaan bantuan. Untuk prinsip Partisipasi ini
XXXX mendapat skor 3,62 yang artinya bahwa ada praktek-praktek partisipasi di XXXX namun
beberapa kebijakan belum terdokumentasi dengan baik atau tidak diketahui keberadaan
dokumennya.
Skor XXXX dalam Prinsip partisipasi:
Prinsip partisipasi ini memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan,
dan anak-anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan),
kedua: Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan keputusan
dalam pemenuhan kebutuhan. Dan ketiga: Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain
Pada Indikator: Adanya keterlibatan laki-laki, perempuan, dan anak-anak mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan (identifikasi kebutuhan), XXXX mendapat skor 3,29 yang artinya
bahwa praktek keterlibatan telah dilakukan meskipun beberapa belum ada kebijakannya. Dari
pengalaman ER, XXXX sudah memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus misalnya balita,
perempuan. Setelah distribusi, XXXX melakukan kunjungan lapangan lagi dan wawancara. Lalu
menemukan ada kebutuhan khusus yang belum terpenuhi, misalnya makanan balita, dan kembali
lagi ke lokasi untuk distribusi kebutuhan khusus itu. Namun XXXX belum meliatkan anak dalam
perencanaan. Anak tidak dilibatkan dalam perencanaan karena program XXXX tidak ada untuk anak.
Kalau laki dan perempuan iya, seperti contoh di Paguh Dalam, Padang. Namun dalam pelaksanaan
kegiatan, anak terlibat tapi tidak dalam perencanaan. Jadi, pelibatan laki-laki dan perempuan sudah
dilakukan mulai dari perencanaan dan evaluasi; tetapi anak-anak belum
Pada indikator: Pelibatan penerima manfaat (laki-laki, perempuan, dan anak) dalam pengambilan
keputusan dalam pemenuhan kebutuhan XXXX mendapat skor 3,29 yang artinya bahwa sudah ada
praktek terkait dengan pelibantan penerima manfaat, namun beberapa dokumen belum ditemukan
atau beberapa staf belum mengetahui ada kebijakan ini. Indikator ini nilainya sama persis dengan
indikator sebelumnya yang menunjukkan situasnya sama.
Pada indikator: Aktif berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain, XXXX mendapat skor 4,29
yang artinya bahwa sudah ada kebijakan yang telah terdokumentasi dengan baik, dan dipraktekan
meskipun beberapa masih belum konsisten. Misalnya seperti di Mentawai dan di Bengkulu, XXXX
aktif melakukan kooridnasi. Di Bengkulu, kerjasama dengan Dinas Peternakan untuk proyek
pembagian sapi. Hampir semua proyek berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan jaringan
yang ada, meskipun keaktifannya belum begitu maksimal.
6. Transparansi
Prinsip Transparansi menggambarkan bahwa: Organisasi menyediakan informasi yang jelas dan
benar serta dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk
prinsip Transparansi ini XXXX mendapat skor 3,43 yang artinya bahwa ada praktek-praktek
transparansi di XXXX namun beberapa kebijakan belum terdokumentasi dengan baik atau tidak
diketahui keberadaan dokumennya.
Skor XXXX dalam Prinsip Transparansi:
Prinsi Transparansi memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya informasi yang mudah dipahami dan
mudah diakses (dana, rentang waktu, cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh:
pembangunan rumah sementara juga mempertimbangkan lingkungan sekitar. Kedua: Adanya
publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan (termasuk jumlah donasi dan
nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan
dan pemangku kepentingan yang lain. Ketiga: Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan
sumber daya dalam perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya
masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain
Pada indikator Adanya informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses (dana, rentang waktu,
cara pelaksanaan, bentuk bantuan/program) Contoh: pembangunan rumah sementara juga
mempertimbangkan lingkungan sekitar, XXXX mendapatkan skor 3,71 yang artinya bahwa sudah ada
praktek baik terkait dengan informasi yang mudah dipahami dan mudah diakses meskipun ada
beberapa kebijkaan yang belum didokumentasikan atau tidak diketahui/tersosialisasi oleh staf. Ada
informasi yang mudah dipahami dan diakses di XXXX, misalnya Setelah assessment, XXXX
melakukan rapatkan hasilnya dan putuskan jenis bantuan dan kriteria penerima manfaat. Lalu
menyampaikannya ke contact person atau relawan. Kemudian Cp tersebut pergi ke titik lokasi dan
bertemua dengan pihak-pihak di sana dan menginformasikannya. Kemudan CP dan warga
menyiapkan untuk distribusi. Tim kemudian melakukan distribusi. Namun demikian prosedur ini
tersebut belum tertulis. Pengalaman di XXXXXXXX jug a seperti itu. Bahkan kepala dusun datang
membawa list nama-nama yang membutuhkan bantuan dan sudah disesuaikan dengan kriteria yang
disyaratkan XXXX.
Pada Indikator: Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail keuangan
(termasuk jumlah donasi dan nama pemberi donasi) yang dapat diakses oleh umum dan khususnya
masyarakat penerima bantuan dan pemangku kepentingan yang lain, XXXX mendapat skor 3,71,
penilaian ini sama persis dengan indikator sebelumnya. Tidak untuk semua proyek ER ada publikasi
dan media mengenai proses kegiatan dan detail kuangannya. Untuk proyek ER yang besar, informasi
ini tertuang dalam website seperti saat Merapi, Mentawai, dan Wasior. Di Padang, publikasi XXXX
berikan lewat media dan website. Warga tahu juga besar bantuan yang diberikan oleh XXXX. Untuk
seluruh proyek, XXXX berikan di laporan tahunan saja. XXXX merasakan kesulitan untuk memaintain
publikasi via web karena orang yang bertugas juga harus ke lapangan juga.
Pada indikator: Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam
perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum dan khususnya masyarakat penerima bantuan
dan pemangku kepentingan yang lain, XXXX mendapat skor 2,86 yang artinya bahwa sudah ada
beberapa dokumen laporan berkala namun pelaksanaannya masih belum konsisten. Laporan
memang dibut dalam bentuk sitrep, bukan laporan resmi protokoler. XXXX membuatnya dalam
format 3W dan memberikan laporan tersebut ke UN-OCHA. Saat di Tangse, XXXX membuat laporan
yang diberikan ke posko pemerintah. Di Padang dan Mentawai XXXX melakukan koordinasi dengan
pemerintah setempat. XXXX melakukan update hal yang dilakukan, distribusi di mana dan berapa
kali. XXXX selalu melakukan pembuatan laporan namun belum seragam. Jadi nilai rendah karena
bentuk laporan koordinasinya ada yang tertulis dan tidak tertulis (tidak seragam), berkala-nya juga
belum reguler,
7. Koordinasi Prinsip Koordinasi menggambarkan bahwa: Organisasi berkomunikasi dengan pemangku
kepentingan dan organisasi pengelola bantuan kemanusiaan lainnya melalui wadah koordinasi yang
ada dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk prinsip Koordinasi ini XXXX mendapat skor 4.00
yang artinya bahwa ada kebijakan dan praktek-praktek Koordinasi di XXXX namun pelaksanaannya
belum konsisten.
Skor XXXX dalam Prinsip Koordinasi:
Prinsip koordinasi memiliki 3 indikator yaitu pertama: Berkoordinasi dengan pemerintah setempat
atau otoritas lokal (dinas dan departemen terkait), Kedua: Terlibat dalam koordinasi rutin atau
melakukan sharing/berbagi informasi kepada pemangku kepentingan terkait lainnya dan ketiga:
Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon.
Untuk Indikator: Berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal (dinas dan
departemen terkait), XXXX mendapatkan skor 4,14 yang artinya sudah ada kebijakan dan praktek
terkait dengan koordinsasi dengan pemerintah setempat namun pelaksanaannya belum begitu
konsisten. Saat ada orang XXXX di lapangan (memberi asistensi) maka koordinasi akan jalan. Tetapi
ketika orang XXXX ditarik dan YYYY melanjutkan operasinya sendiri, maka YYYY seringkali tidak
melakukan koordinasi. Sebab: Tidak PD � bahasa Inggris, Kesibukan internal, Belum dirasakan
sebagai kebutuhan. Semua orang mendapat tugas itu, tapi tidak ada orang yang khusus bertugas
untuk koordinasi ini. Karena tidak ada penunjukan khusus, orang menganggap itu sebagai tugas
sampingan saja sehingga hanya orang yang punya keprihatinan dan kepedulian yang melakukan
koordinasi dan meluaskan jaringan.
Untuk Indikator: Terlibat dalam koordinasi rutin atau melakukan sharing/berbagi informasi kepada
pemangku kepentingan terkait lainnya, XXXX mendapat skor 4, yang artinya bahwa sudah ada
kebijakan dan praktek baik terkait dengan koordiansi rutin ini namun dalam pelaksanaannya belum
begitu konsisten. Situasi yang terjadi sudah tergambar pada indikator sebelumnya.
Untuk Indikator: Mengisi kesenjangan dalam melakukan respon, XXXX mendapatkan skor 3,86 yang
artinya sudah ada praktek baik terkait dengan indikator ini, meskipun beberapa kebijakannya belum
terdokumentasi. Di bebera daerah misalnya Padang, Mentawai, dan Tasik respon yang diberikan
untuk mengisi kesenjangan. Namun begitu XXXX kadang tidak bisa mengisi kesenjangan karena
terkait stok barang yang ada dan kualifikasi dari back-donor. Di XXXX juga terdapat soal mandat dan
kapasitas dimana XXXX biasa merespons non-food item dan tidak punya kapasitas untuk hal lain.
Biasanya Bila XXXX tidak punya kapasitas untuk mengisi kesenjangan, XXXX akan mendorong YYYY
untuk mengisi kesenjangan atau merujuk ke lembaga lain.
8. Pembelajaran dan Perbaikan
Prinsip Pembelajaran dan Perbaikan menggambarkan bahwa: Setiap pengalaman yang pernah
dialami dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan menjadi bahan pembelajaran untuk perbaikan.
Untuk prinsip Pembelajaran dan Perbaikan ini XXXX mendapat skor 3.95 yang artinya bahwa ada
kebijakan dan praktek-praktek Pembelajaran dan Perbaikan di XXXX namun pelaksanaannya belum
konsisten.
Skor XXXX dalam Prinsip Pembelajaran dan Perbaikan:
Prinsip pembelajaran dan perbaikan ini memiliki 3 indikator yaitu pertama Adanya laporan lapangan
secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di
lapangan), kedua: Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan
melalui briefing dan review berkala, dan ketiga Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan
bantuan.
Pada indikator: Adanya laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja,
tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan), XXXX mendapat skor 3,86 yang artinya di Karena
sudah ada praktek untuk selalu membuat laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal
meskipun pada prakteknya kadan tidak begitu konsisten. Ada keharusan bagi staf untuk membuat
laporan lapangan. Persoalannya di terjadwal. Kadang tidak ada progress di YYYY selama seminggu
atau sebulan, sehingga laporanpun tidak ada perkembangan. Dalam hal pembuatanpun seringkali
tidak sesuai jadwal. Pendistribusian laporan juga tidak selalu ke semua staf, melainkan di divisinya
saja. Kalau sudah mendapatkan laporan, tidak semua staf juga memiliki waktu untuk membacanya.
Pada Indikator: Adanya mekanisme perencanaan dan evaluasi berkala pengelolaan bantuan melalui
briefing dan review berkala, XXXX mendapat skor 4 yang artinya bahwa kebijakan dan praktek terkait
dengan mekanisme perencanaan dan evaluasi bergala sudah ada meskipun belum konsisten. Ada
mekanismenya namun belum tentu dilakukan sesuai jadwal. Tidak semua orang bisa ikut karena
terhambat jadwal, selalu ada briefing dan review yang memberikan melandaskan rencana esok hari.
Dan hasil keputusan itu yang menjadi dasar kegiatan.
Pada Indikator: Adanya kegiatan peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan, XXXX mendapat skor 4
yang artinya bahwa ada kebijakan dan praktek tekait peningkatan kapasitas pengelolaan bantuan
meskipun belum dilakukan secara konsisten. XXXX ada budget capacity building tapi kecil, tapi tidak
semua staf tahu ada badget CB ini. Kegiatan capacity building masih berharap pada kebaikan hati
organisasi lain dan selama ini tidak direncanakan. Saat performance appraisal, XXXX selalu
menanyakan kebutuhan capacity building staf, meskipun tidak semuanya terpenuhi. Seringkali
kegiatan peningkatan kapasitas dilakukan secara internal misalnya dengan melakukan sharing dari
tim yang punya pengetahuan lebih untuk suatu topik.
9. Kemitraan
Prinsip Kemitraan menggambarkan bahwa: Kerjasama pengelolaan bantuan kemanusiaan dilakukan
dengan asas kesetaraan.. Untuk prinsip Kemitraan ini XXXX mendapat skor 4,29 yang artinya bahwa
sudah ada kebijakan dan praktek-praktek Kemitraan di XXXX namun pelaksanaannya belum
konsisten.
Skor XXXX dalam Prinsip Kemitraan:
Prinsip kemitraan ini memiliki 3 indikator: pertama Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi
bantuan dan mitra pelaksana dengan memperhatikan asas kesetaraan, Kedua: Adanya pelibatan
aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan, Ketiga: Memberikan ruang kesempatan dan waktu
bagi penerima manfaat dalam pelaksanaan program
Pada indikator: Adanya kesepakatan tertulis antara pemberi bantuan dan mitra pelaksana dengan
memperhatikan asas kesetaraan, XXXX mendapat skor 4,4 yang artinya sudah ada kebijakan dan
praktek terkait dengan adanya kesepakatan ini meskpun pada implementasinya kadang ada yang
tidak terpenuhi atau ada beberapa perubahan dalam pelaksanannya. Dalam beberapa kasus dalam
perjanjian meskipun XXXX berlaku setara, tetapi YYYYnya sendiri yang kadang merasa tidak setara.
Draft MOU selalu didiskusi terlebiha dahulu sampai ada kesepaktan bersama. Namun, kadang YYYY
tidak membaca dokumen dengan baik sehingga pada implementasinya ada sedikit nada protes.
Padahal kesepakatan itu sudah dibuat bersama-sama. Ada pemahaman yang salah tentang
kesetaraan. Setara kadang diartikan bahwa XXXX tidak bisa mengatur impelentasi di lapangan.
Kesepakatan seringkali dilihat sebagai formalitas belaka, syarat sebuah proyek berjalan, sehingga
ketika proyek berjalan mitra kadang tidak menjalankan isi kesepakatan.
Pada indikator:Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan, XXXX mendapat
skor 4,4 sama dengan indikator sebelumnya. XXXX sangat memperhatikan pelibatan aktif semua
pihak, sampai lama sekali prosesnya. Akibatnya, donor atau pemangku kepentingan melihatnya
XXXX ini lambat dalam pelaporan dan keputusan-keputusan; padahal sebab-sebabnya panjang dan
akarnya terletak di YYYY. Pelibatan aktif semua staf di level YYYY sudah dilakukan, tetapi ujung-
ujungnya kekuasaan terletak di direkturnya. Sehingga, pelibatan aktif menjadi suatu tantangan. XXXX
sulit intervensi karena YYYY juga independen. Cara pendekatan XXXX ke YYYY biasanya adalah
pendekatan persuasif dan pendekatan personal ke pengambil keputusan.
Pada indikator:Memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat dalam
pelaksanaan program, XXXX mendapat skor 4 yang artinya bahwa sudah ada kebijakan dan praktek
baik untuk memberikan ruang kesempatan dan waktu bagi penerima manfaat meskipun dalam
implementasinya belum begitu konsisten. Di Padang, itu terjadi pelibatan penerima manfaat,
mereka mengatur sendiri bagaimana pembangunan rumahnya. Dalam ER, tidak semua proyek bisa
melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program, tergantung dari disain program yang disetujui
oleh Donor. Namun untuk proyek XXXXX, Pelibatan wa rga untuk pelaksanaan program itu pasti
dilakukan. Dalam XXXX yang membuat pemetaan, renca na aksi dan pelaksanaan adalah warga itu
sendiri. Namun ketika di Serui, XXXX tidak melibatkan penerima manfaat secara penuh. Mereka
dilibatkan untuk memobilisasi warga terdampak. Di luar ER, program XXXX berfokus pada DRR yang
community managed. Warga mengatur sendiri proyeknya. Untuk di ER, pelibatan minimal adalah
warga terdampak mengatur waktu distribusi dan membantu distribusi. Sedangkan di situasi normal,
itu menjadi kebijakan XXXX.
10. Non Proselitis
Prinsip Non Proselitis menggambarkan bahwa: Organisasi tidak melakukan upaya penyebarluasan
agama, keyakinan, paham, dan ideologi politik melalui distribusi bantuan kemanusiaan. Untuk
prinsip Non Proselitis ini XXXX mendapat skor 3,64 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik
meskipun kebijakannya belum ada atau tidak diketahui keberadaannya oleh staf.
Skor XXXX dalam Prinsip Non Proselitis:
Prinsip Non Proselitis ini memiliki 2 Indikator yaitu pertama: Adanya pakta perjanjian internal bagi
setiap individu atau personil yang terlibat dalam kegiatan program, dan kedua: Adanya pelibatan
aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan.
Untuk Indikator: Adanya pakta perjanjian internal bagi setiap individu atau personil yang terlibat
dalam kegiatan program, XXXX mendapat skor 3,6 yang artinya bahwa praktek pakta perjanjian
internal sudah diimplentasikan di XXXX meskipun dokumennya belum diketahui staf keberadaannya.
Tidak ada penandatanganan orang per orang untuk prinsip non proselitis ini, meskipun di pakta
integritas dan di kode etik XXXX itu ada. ada di dokumen Deus Caritas Est, yang merupakan landasan
Caritas. Meskipun tidak semua orang/staf memahami bahwa dokumen ini ada namun sudah
diimplementasikan, jadi secara kognitif tidak ada, tetapi terimplementasi. Nilai non proselitis ini
rendah dinilai karena tidak ada butir dalam SOP yang menjadi turunan artikel dalam Deus Caritas Est
dan Tidak semua staf paham arti prinsip ini.
Untuk Indikator:Adanya pelibatan aktif semua pihak dalam pengambilan keputusan, XXXX mendapat
skor 3,7 yang artinya bahwa sudah ada praktek baik untuk pelibatan aktif semua pihak dalam
pengambilan keputusan namun beberapa kebijakan terkait dengan hal ini tidak diketahui
keberadaannya. di Padang, pengambilan keputusan respons tidak hanya mendengarkan pastor
tetapi juga para staf yang sebagian beragama Muslim.Pengalaman di Tasik, XXXX berkoordinasi dan
bekerjasama dengan PMII.
11. Mekanisme umpan balik
Prinsip mekanisme umpan balik menggambarkan bahwa: : Organisasi memiliki mekanisme untuk
menerima saran, kritik dan tanggapan dari pemangku kepentingan untuk peningkatan dan perbaikan
pengelolaan bantuan. Untuk prinsip mekanise umpan balik ini XXXX mendapat skor 3,48 yang artinya
bahwa sudah ada Praktek baik meskipun kebijakannya belum ada atau tidak diketahui
keberadaannya oleh staf.
Skor XXXX dalam Prinsip Mekanisme Umpan Balik
Prinsip mekanisme umpan balik memiliki 3 indikator yaitu: pertama: Adanya mekanisme untuk
menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi penerima manfaat, kedua: Penyampaian
laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal baik saja, tetapi juga
mengungkapkan kendala di lapangan) dan ketiga: Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan,
pertanyaan dan tanggapan
Untuk Indikator: Adanya mekanisme untuk menyampaikan pertanyaan, saran, dan tanggapan bagi
penerima manfaat, XXXX mendapat skor 2,7 yang artinya sudah ada dokumen dan beberapa sudah
dipraktekan. Untuk ke penerima manfaat, mekanisme umpan balik ini belum ada. Namun untuk
mitra dalam hal ini YYYY, ada forum pertemuan tahunan di annual meeting dimana XXXX membuka
diri untuk masukan umpan balik. Ada evaluasi per proyek juga. Masukan yang krusial akan
dimasukkan dalam planning program ke depan. Biasanya mekanisme umpan balik dilakukan secara
informal, biasa pakai sistem warung kopi. Untuk yang formal ada survey pasca distribusi di saat ER.
Untuk indikator: Penyampaian laporan lapangan secara terstruktur dan terjadwal (tidak hanya hal
baik saja, tetapi juga mengungkapkan kendala di lapangan), XXXX mendapat skor 3,9 yang artinya
sudah ada dokumen kebijakan dan praktek baik untuk penyampaian laporan lapangan ini meskipun
implementasinya kurang konsisten. Kondisi ini sama dengan prinsip ke-8.
Untuk Indikator: Adanya tindak lanjut terkait dengan pelaporan, pertanyaan dan tanggapan XXXX
mendapat skor 3,9 yang skornya sama persis dengan indikator sebelumnya. XXXX selalu memberikan
tindak lanjut dari masukan Working Group. Ada hal-hal yang jadi perhatian misalnya complain, XXXX
akan tindak lanjuti. Di XXXX ada senior management team, di situ biasanya merumuskan tindak
lanjut dari hal-hal penting organisasi. Untuk yang ringan, XXXX melemparnya di staff meeting. Jadi
ada tindak lanjut dari masukan-masukan terkait dengan laporan.
12. Kemandirian
Prinsip Kemandirian menggambarkan bahwa: Organisasi mampu melakukan upaya-upaya mobilisasi
sumber daya dan distribusi bantuan kemanusiaan yang tidak menimbulkan ketergantungan. Untuk
prinsip kemandirian ini XXXX mendapat skor 3,78 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik terkati
dengan kemandirian meskipun kebijakannya belum ada atau tidak diketahui keberadaannya oleh
staf.
Skor XXXX dalam Prinsip Kemandirian:
Prinsip Kemandirian memiliki 3 indikator yaitu pertama: Adanya sumber daya (materi dan non-
materi) yang jelas dan berkelanjutan, Kedua: Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan
non-materi) lokal dalam pelaksanaan program, dan ketiga: Adanya pelibatan aktif semua pemangku
kepentingan dalam penentuan program
Untuk Indikator: Adanya sumber daya (materi dan non-materi) yang jelas dan berkelanjutan, XXXX
mendapat skor 3,4, yang artinya bahwa sudah ada sumber daya materi dan non materi yang jelas
dan berkelanjutan meskipun belum sepenuhnya. XXXX memang memiliki sumberdaya tapi terbatas.
Ada keluarga besar XXXX yang berkontibusi memberikan sumberdaya ke XXXX. Namun di XXXX
belum ada orang khusus yang bertugas untuk mencari sumberdaya lain. Sudah ada inisiatif
fundraising. Saat ER, ada usaha mencari sumberdaya lain yaitu perusahaan. Tetapi memang ada
beberapa tantangan dalam hal fundraising ini karena belum ada yang terealisasikan dari upaya
fundraising ini.
Untuk Indikator: Adanya pelibatan kapasitas (sumber daya materi dan non-materi) lokal dalam
pelaksanaan program. XXXX mendapat skor 4, yang artinya ada kebijakan dan praktek pelibatan
kapasitas lokal dalam pelaksanaan program meskipun belum sepenuhnya konsisten dilakukan. Masih
ada pandangan bahwa XXXX adalah kantor Jakarta, dan banyak uang. Meski demikian tidak berarti
tidak ada kontribusi lokal. Kontribusi lokal selalu besar, tetapi masalahnya itu tidak tercatat baik. Di
Bangrejo, mereka membangun sendiri parit di desa. Kontribusi materi, di Pansos mereka
menambahkan dana.. Seringkali kontribusi lokal tidak diberikan begitu saja, melainkan karena si
kontributor akan mendapatkan sesuatu. Ada kepentingan di situ. Contohnya bila warga tidak
menyiapkan kandang, maka sapi tidak akan dikasih.
Untuk indikator: Adanya pelibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam penentuan program,
XXXX mendapat skor 3,9 yang artinya bahwa sudah ada praktek dan dokumen kebijakan dalam
pelibatan semua pemangku kepentingan meskipun implementasinya tidak begitu konsisten, dimana
kondisinya sama seperti dalam poin koordinasi dan partisipasi
13. Keberpihakan Kelompok Rentan
Prinsip Keberpihakan kepada kelompok rentan menggambarkan bahwa: Organisasi memiliki
keberpihakan yang jelas kepada kelompok rentan (ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia,
difabel/penyandang cacat, pengidap HIV AIDS, minoritas seks) di setiap tahapan dan dampak
pengelolaan bantuan kemanusiaan. Untuk prinsip Keberpihakan pada kelompok rentan ini XXXX
mendapat skor 4,00 yang artinya bahwa sudah ada Praktek baik dan kebijakan yang terkait dengan
keberpihakan terhadap kelompok rentan meskipun implementasinya kadang ada yang tidak
dilakukan secara konsisten.
Skor XXXX dalam keberpihakan kepada kelompok rentan:
Prinsip Keberpihakan kepada kelompok rentan memiliki 3 indikator yaitu: pertama: Adanya
kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang termasuk dalam kelompok
rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok), kedua: Penerima manfaat
langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar merupakan kelompok rentan, ketiga:
Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat
Pada indikator: Adanya kebijakan dan program yang berorientasi kepada kelompok rentan (yang
termasuk dalam kelompok rentan dapat dilihat dalam Bagian Tiga Beberapa Pengertian Pokok), XXXX
mendapat skor 4,29, yang artinya ada bahwa sudah ada kebijakan dan program yang berorentasi
pada kelompok rentan meskipun belum semuanya konsisten diimplemtasikan. Ada kebijakannya
tetapi belum ada program yang khusus untuk kelompok rentan
Pada indikator :Penerima manfaat langsung dari program dan organisasi adalah sebagian besar
merupakan kelompok rentan 4,43 artinya ada bahwa sudah ada kebijakan terkait dengan penerima
manfaat langsung dari program dan organisasi meskipun belum semuanya konsisten
diimplemtasikan. Saat emergency, XXXX tidak melihat dari pemisahan itu melainkan dilihat dari
kerentanan terhadap bencana. Ada prioritas diberikan kepada kriteria yang telah ditentukan.
Prioritas diberikan kepada yang kerusakannya paling parah dan paling tidak bisa memulihkan diri,
atau paling terpelosok.
Pada indikator : Adanya kebijakan tentang perlindungan terhadap penerima manfaat 3,29, artinya
ada praktek baik terhdap kebijakan tentang perlindungan terhdap penerima manfaat ini meskipun
dokumennya tidak diketahui keberadaannya. Situsi pada indikator ini sama dengan prinsip
komitmen.
Aspek yang sudah Baik dan yang masih menjadi tantangan di XXXX
Kekuatan XXXX Tantangan
• Memiliki dokumen kelembagaan
yang lengkap
Kemandirian:
• Sustainibilitas lembaga (sehingga tidak selalu
tergantung pada donor)
• Mencari dana dari donor lain (tidak keluarga
Caritas)
• Keberlanjutan XXXX dan ketersediaan dana
bebas (bukan dari donor)
• Nilai pelayanan kasih dalam
pengelolaan bantuan kemanusiaan
Pengembangan program
• Program untuk anak-anak, komitmen
organisasi untuk penetapan staf permanen,
kemandirian (fundraising), kompetensi
(capacity building untuk pengelolaan
bantuan)
• Selalu berupaya untuk berkembang
menuju yang lebih baik
Non Proselitis:
• Keberadaan sebagai lembaga Katolik
VII. PEMBELAJARAN
1. Bagi Organisasi:
� Peserta merasa mendapatkan pengetahuan baru terkait dengan alat
pengukuran akuntabilitas dan informasi lain di dalam organisasi yang selama
ini belum diketahui.
2. Bagi Asesor:
� Ketika melakukan document review, harus benar-benar teliti untuk mengecek
karena bisa saja dalam satu dokumen tersirat atau tercantum banyak hal
yang tersebar dalam berapa prinsip/indikator yang dibutuhkan untuk
diverifikasi.
� Pentingnya memahami karakter organisasi yang akan dinilai agar lebih
mengetahui kondisi/situasi yang tergambar dalam skor sehingga lebih tepat
mengkualitatifkan hasil dari penilaian/nilai kuantitafifnya.
3. Bagi Instrumen Asesmen:
� Pengukuran dapat menjadi alat recek kembali indkator yang ada pad prinsip-
prinsip akuntabilitas yang ternyata ditemukan di beberapa prinsip terdapat
indikator yang sama. Misalnya pada Koordinasi terdapat indikator
berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau otoritas lokal, hal yang
sama juga ada pada prinsip partisipasi yang mencantumkan aktif
berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain.
� Instrumen ini belum mencantumkan diskripsi kualitatif dari range skor yang
didapat misalnya kalau 1.00 – 1.50 itu buruk, kemudian 1,51 – 2,50 itu
kurang, kalau 2,51 – 3,50 itu cukup baik, 3,51 – 4.50 itu baik, dan 4,51 – 5.00
itu sangat baik.
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
XXXX memiliki Skor tertinggi untuk independensi, komitmen organisasi, dan kemitraan
(4.29), dan Skor terendah untuk mekanisme umpan balik (3.48) dan non-proselitis (3.64).
Rata-rata skor semua adalah 3.9, artinya: kebijakan lembaga sudah terdokumentasikan
namun pelaksanaannya belum konsisten; atau pelaksanaan sudah konsisten namun
beberapa praktik belum didokumentasikan.
Rekomendasi
• Perlu memiliki staf khusus untuk monev
• Studi membandingkan/belajar dari organisasi lain soal pengelolaan umpan balik
• Menjalankan strategi fundraising, bukan hanya inisiasi saja
• Segera mengkonkritkan usaha fundraising
• Belajar membuat proposal dalam format lain dan menyebarkan ke beberapa donor
• Mulai melakukan fundraising di XXXX, karena dimana-mana sudah dilakukan
• Implementasi di level YYYY supaya akuntabel
• XXXX memikirkan untuk dapat melaksanakan program untuk anak-anak.
• XXXX melaksanakan segera untuk komitmen staf permanen, fundraising, kompetensi
• Kegiatan capacity building lebih terencana
• Sosialisasi kebijakan internal di antara staff
• Membakukan kebijakan/SOP tentang non-proselitis, tidak hanya mendasarkan pada
kebijakan lembaga