#Panduan Praktikum Anpertum Biologi UIN Bandung_2015
-
Upload
dzakyal-fawwaz -
Category
Documents
-
view
145 -
download
6
description
Transcript of #Panduan Praktikum Anpertum Biologi UIN Bandung_2015
0
JADWAL PRAKTIKUM
TANGGAL ACARA
Sabtu, 12 September 2015 Pendahuluan dan kontrak pembelajaran
Sabtu, 19 September 2015 Bentuk dan ukuran sel
Sabtu, 26 September 2015 Bagian di dalam sel
Sabtu, 3 Oktober 2015 Sel epidermis dan derivatnya
Sabtu, 10 Oktober 2015 Jaringan meristem, parenkim, kolenkim dan
sklerenkim
Sabtu, 17 Oktober 2015 Organ vegetatif, biji dan buah
Sabtu, 24 Oktober 2015 Ujian Tengah Semester
31 Oktober – 21 November 2015 Topik khusus
Sabtu, 28 November 2015 Presentasi kelompok
Sabtu, 5 Desember 2015 Presentasi kelompok
Sabtu, 12 Desember 2015 Ujian Akhir Semester
RANGKAIAN ACARA SETIAP PRAKTIKUM
WAKTU ACARA
……. – 07.00 Pengumpulan jurnal praktikum
07.00 – 07.10 Doa dan membaca Al Qur’an
07.10 – 07.25 Presentasi review jurnal dan diskusi
07.25 – 07.30 Persiapan praktikum
07.30 - 08.55 Praktikum
08.55 – 09.00 Penutupan
1
PERTEMUAN 1
BENTUK DAN UKURAN SEL
1. Tujuan
Mengetahui bentuk dan ukuran sel pada beberapa jenis tumbuhan
2. Dasar teori
Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti
biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel
dapat berfungsi secara autonom. Dalam jenjang organisasi biologis sel merupakan kumpulan
materi sederhana yang dapat hidup.
Sel dibedakan atas dua macam yaitu sel prokariotik dan sel eukariotik. Sel prokariot
adalah sel yang tidak memiliki membran inti jadi materi yang ada di dalam initi sel, tersebar di
seluruh bagian sel. Sel eukariot adalah sel yang memiliki membran inti sehingga dapat
dibedakan antara inti sel dan bagian organel sel. Sekelompok sel dapat tersusun secara
kompak maupun renggang. Variasi jumlah, ukuran dan struktur sel dapat dijumpai pada
kelompok tumbuhan tergantung pada jenis tumbuhan dan kondisi fisiologi dari tumbuhan
tersebut.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Batang Manihot utilisima (singkong)
b. Rambut biji Gossypium sp. (kapas)
c. Rambut buah Ceiba pentandra (kapuk randu)
d. Buah dan tangkai daun Carica papaya (pepaya)
5. Cara kerja
a. Pembuatan preparat
- Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
- Sayat melintang bahan-bahan dengan menggunakan silet setipis mungkin
- Letakkan hasil sayatan pada kaca objek
- Tutup dengan menggunakan kaca penutup
2
- Amati di bawah mikroskop
b. Pengamatan preparat
- Singkong
Amati dan gambar bentuk beberapa sel-sel serta ruang kosong pada sayatan
melintang singkong
- Kapas
Perhatikan dan gambar sel yang berbentuk rambut panjang dan memmbentuk
puntiran (torsi). Perhatikan juga adanya ruang kosong yang terdapat pada
rambut biji kapas.
- Kapuk randu
Amati dan gambar sel yang berbentuk rambut panjang dan adanya ruang udara
di dalam sel
- Pepaya
Perhatikan dan gambar sel-sel yang berukuran besar dan adanya ruang udara di
dalam sel buah pepaya
c. Pengamatan ukuran sel
Tentukan beberapa sel yang utuh, kemudian ukur dengan menggunakan
micrometer yang tertera pada lensa okuler pada mikroskop.
3
PERTEMUAN 2
BAGIAN-BAGIAN DI DALAM SEL
1. Tujuan
Mengamati bagian-bagian yang hidup dalam sel
Mengetahui zat ergastik yang terdapat di dalam sel
2. Landasan teori
Sel terdiri dari dua komponen utama yaitu protoplast dan dinding sel.
Protoplast merupakan seluruh bagian yang terdapat di dalam sel, sedangkan dinding
sel merupakan bagian yang mengelilingi sel dan berfungsi dalam melindungi isi sel.
Protoplast didefinisikan sebagai isi sel yang hidup. Protoplast dapat dibagi
menjadi sitoplasma dan nukleus. Sitoplasma meliputi reticulum endoplasma,
diktiosom, mitokondria, plastid, mikrobodi, ribosom, vakuola dan zat ergastik.
Gambar 1. Bagian umum sel tumbuhan lengkap dengan isi protoplasma (Rudall 2007).
Zat ergastik merupakan bahan-bahan yang termasuk ke dalam non
protoplasma, baik organik maupun organik. Zat ergastik merupakan hasil dari
metabolisme yang tidak terpakai atau cadangan makanan. Dewasa ini senyawa
ergastik telah diketahui memiliki rasa yang pahit kurang enak sehingga dapat
digunakan sebagai senyawa pertahanan dan pemelihara sel.
Beberapa tipe zat ergastik antara lain pati (endosperm biji jagung, umbi akar
ketela pohon, sagu dari batang pohon sagu Metroxylon sagu dan pati irut Maranta
arundinacea), protein (pada biji kacang-kacangan), lipid (termasuk minyak, lemak dan
malam), senyawa kristal (kristal pasir pada Sambucus nigra, rafida pada Arenga,
Agave dan kristal stiloid pada famili Liliaceae, Iridacea dan Agavaceae).
4
Zat ergastik dapat bersifat cair dan bersifat padat. Zat ergastik dapat bersifat
cair antara lain:
1. cairan sel (cell sap) yang terdapat dalam rongga-rongga vakuola.
Persenyawaan-persenyawaan yang terdapat dalam cairan sel antara lain: air,
asam-asam organik, karbohidrat, tanin, antosianin, asparagin dan glutamin.
2. minyak dan lemak,
Zat-zat minyak dan lemak terutama banyak terdapat pada biji tumbuh-
tumbuhan golongan spermatophyta dengan kadar minyak dan lemak merupakan
cadangan yang nilai kalorinya demikian besar dibandingkan dengan karbohidrat dan
protein. Beberapa tumbuhan dengan kadar minyak dan lemak yang tinggi antara lain:
buah kelapa (Cocos nucifera), biji kacang tanah (Arachis hypogaea). Sedang dalam
sel-sel yang banyak mengandung air, zat-zat ini berwujud sebagai tetes-tetes minyak
dalam vakuolanya, sehingga disebut vakuola minyak atau vakuola minyak.
3. minyak eteris dan damar.
Dalam sel tumbuh-tumbuhan terdapat pula sejenis minyak yang mudah
menguap, seperti halnya minyak eteris, akibat dan pengaruhnya dapat kita rasakan
sebagai rasa pedas pada lombok (Capsicum anuum), rasa nyereng pada kulit jeruk
(Citrus spp.), bau harum pada melati dan kenanga, atau tercium bau merangsang pada
pinus. Kesemuanya dikarenakan penguapan minyak yang menguap termasuk ke dalam
rangkaian isoprene, seperti misalnya minyak sereh, minyak kayu putih ataupun
minyak mawar.
Benda-benda non protoplasmik dalam sel yang bersifat padat lazimnya berbentuk
butiran atau kristal sebagai hasil akhir metabolisme (pertukaran zat) dalam tumbuhan.
beberapa bentuk zat ergastik yang berbentuk padat antara lain:
1. Kristal Ca-Oksalat
Biasa ditemukan pada sel korteks, akan tetapi tidak jarang ditemukan pada sel-
sel parenkim floem dan parenkim xylem. Kristal-kristal ini terdapt dalam vakuola dari
sel atau dalam plasma selnya. Sel-sel ini biasanya memiliki dinding sel yang bergabus.
Kristal-kristal ini dapat berbentuk, (1) kristal dengan bentuk prisma teratur seperti
yang ditemukan dalam sel-sel bawah epidermis dari daun jeruk, (2) bentuk jarum
terdapat dalam daun Mirabilis jalapa, (3) bentuk butir-butiran kecil seperti yang
ditemukan pada daun dan tangkai bayam (Amaranthus sp), (4) bentuk rafida (kristal
bentuk jarum yang letaknya sejajar satu dengan yang lain, biasanya terdapat sel-sel
parenkim dari jaringan yang lunak) misalnya terdapat pada endocarp buah aren
(Arenga pinnata), yang menimbulkan rasa gatal kalau tersinggung atau termakan, (5)
5
kristal bentuk kelenjar atau druse misalnya bentuk bintang, bulat atau bentuk-bentuk
yang lain seperti yang ditemukan pada pepaya.
2. Kristal anorganik
Kristal anorganik yang dimaksud berupa silikat, yang terdapat pada sel
tumbuhan jenis bambu dan rumput-rumputan terutama pada sel epidermisnya. Silikat
merupakan penebalan dinding sel sehingga menyebabkan daun menjadi keras dan
kaku yang berperan untuk menjaga dari gangguan dari luar. Di dalam sel silikat
terdapat sistolit, akan tetapi jarang berbentuk kristal, melainkan bentuk khusus seperti
sarang lebah. Sel-sel yang mengandung sistolit lazimnya disebut litosis.
3. Butiran amilum
Benda-benda nonprotoplasmik ini dalam sel dibentuk oleh plastida-plastida,
diantaranya amiloplas dan kloroplas. Tepung-tepung yang dibentuk oleh kloroplas
disebut tepung asimilasi, sedangkan yng dibentuk oleh amiloplas disebut tepung
cadangan pada alat-alat penyimpan cadangan makanan seperti akar, umbi biji dan
lain-lainnya. Macam-macam tepung dapat dibedakan berdasarkan letak hilus (titik
permulaan terbentuknya butir tepung) dalam butir-butir tepung. Hilum adalah titik
inisial, sedangkan lamella merupakan garis-garis halus yang mengelilingi hilus. Dua
macam butir-butir tepung, yaitu (1) tipe konsentris contohnya pada Manihot utilissima
dan (2) eksentris pada solanum tuberosum.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Rhoeo discolor (adam hawa)
b. Spyrogyra sp.
c. Biji Zea mays (jagung)
d. Batang Sambucus nigra
e. Tuber Solanum tuberosum (kentang)
f. Batang Begonia sp.
g. Umbi Ipomoea batatas
6
5. Cara Kerja
a. - Buatlah preparat pada masing-masing bahan
- Amati dan gambar lipatan-lipatan (lamela) pada dinding dan bagian dalam sel
terjadinya sirkulasi pada protoplasma.
- Perhatikan dan gambar kloroplas yang berbentuk spiral dan bagian nukleus
yang tampak jelas di antara gulungan kloroplas
b. Biji jagung
- Sayat biji jagung dan amati strukturnya (lapisan perikarpium, lapisan sebelah
dalam kulit biji/spermoderm, jaringan endosperma dengan lapisan aleuron dan
amayi butir-butir amilum dalam sel-sel endossperm
c. Batang Sambucus nigra.
- Sayat batang dan amati bentuk kristal pasir serta kelimpahannya.
d. Umbi kentang
- Sayat umbi kentang di dalam air kemudian amati: sel berbentuk segi banyak
dan laeuron di dalamnya, letak hilumnya, dan termasuk biji tunggal atau
majemuk.
e. Begonia sp.
Sayat batang Begonia sp. dan amati kristal-kristal yag terdapat pada sel-sel korteks
batang dan amati bentuk pasir (majemuk atau piramida).
7
PERTEMUAN 3
PEMBELAHAN SEL DAN KROMOSOM
1. Tujuan
Mengetahui tahapan pembelahan sel somatis pada sel tumbuhan
Mengetahui ukuran, bentuk dan jumlah kromosom pada tumbuhan
2. Landasan Teori
Pembelahan sel somatis terjadi secara mitosis menyebabkan sel membelah
menjadi dua bagian yang identik. Pada akhir pembelahan, masing-masing sel memiliki
kromosom yang sama besar dan jumlahnya. Dengan demikian, bagian-bagian
(masing-masing inti anak) akan memiliki sifat-sifat yang sama dengan induk. Satu
siklus pembelahan sel secara mitosis meliputi: tahap interphase (pemulaan), profase,
metaphase, anaphase, dan telofase. Dalam satu siklus pembelahan sel, masing-masing
jenis tumbuhan memiliki waktu yang berbeda, sehingga dalam pengambilan akar
sangat penting.
3. Alat
a. Mikroskop h. botol film
b. Pipet tetes i. waterbath
c. Kaca objek j. pensil dan penghapus
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Akar Allium cepa (Bawang merah)
5. Cara Kerja
Pengamatan tahapan dalam pembelahan
a. Persiapan
- Tanam beberapa siung bawang merah di dalam polybag
- Siram tiap pagi atau sore selama ± 5 hari
b. Ambil beberapa akar bawang yang muda
c. Potong pada bagian ujung akar sepanjang 2-3 cm
d. Iris setipis mungkin kemudian letakkan pada objek preparat
e. Tetesi dengan menggunakan pewarna orseto-carmine
f. Tutup dengan menggunakan cover glass
8
g. Amati di bawah mikroskop mulai pada pembesaran terkecil hingga perbesaran
40X10
h. Gambar bentuk sel, ukuran sel dan bagian inti selnya
i. Tentukan fase/tahapan yang sedang terjadi sel tersebut
Pengamatan sitologi
1. Individu yang telah ditumbuhkan selanjutnya dipotong pada bagian akar.
2. Ujung akar sepanjang 1 cm dimasukkan ke dalam botol berisi 8-Hydroxyquinolin
0.002 M dan disimpan selama 24 jam pada suhu 20oC.
3. Selanjutnya ujung akar difiksasi dengan asam asetat 45% selama 10 menit.
4. Akar dipindahkan ke dalam larutan HCL 1 N : asam asetat 45% (3:1) pada suhu 600C
selama 2 – 2.5 menit.
5. Pewarnaan akar menggunakan orcein 2%.
6. Ujung akar dipotong sepanjang 1-2 mm, kemudian diletakkan di atas gelas objek dan
ditutup dengan gelas penutup dengan media orcein 2%.
7. Selanjutnya ujung akar dipijit atau dipukul-pukul halus dengan pinset dan dipanaskan.
8. Preparat diamati dengan mikroskop Olympus CX31, sel terpilih diamati dengan
perbesaran 40X10. Kromosom dihitung dengan perbesaran 100X10.
(Manton (1950) dimodifikasi oleh Darnedi (1991)).
9
PERTEMUAN 4
SEL EPIDERMIS DAN DERIVATNYA
1. Tujuan
Mengetahui macam-macam bentuk sel epidermis dan derivatnya pada berbagai macam
tumbuhan
2. Landasan Teori
Sel epidermis merupakan lapisan terluar yang fungsi sebagai lapisan pelindung dan
melawan kerusakan fisik dan serangan patogen. Namun, sel epidermis sering kali memiliki
ciri dan fungsi khusus yang berkaitan dengan fungsi organ yang ditutupinya. Pada beberapa
jenis tumbuhan, jaringan epidermis berkembang dan mengalami modifikasi, misalnya sel
rambut akar, sel penutup pada stomata, dan spina. Pada beberapa genus, sel epidermis dengan
rambut akar menyekresi lendir membentuk lapisan lendir. Beberapa bentuk dan tipe sel
epidermis dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Permukaan daun pada beberapa spesies monokotil. (a). Phanaris
canariensis (X240), (b). Knipbofia macoanii, (X80), (c) Arundo donax, X120, (d) Clintonia
uniflora, X70, (e) Smilax bispida, X150, (f) Gloriosa superba, X54. Ket.: m=microhair,
pi:prickle hair, si:silica body.
STOMATA
Stomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma (tunggal, stomata: jamak), yang
berarti lubang atau porus, jadi stomata adalah lubang - lubang kecil berbentuk lonjong yang
dikelilingi oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel penutup. Stomata juga dapat
diartikan sebagai pori yang sangat kecil yang diapit oleh sel epidermal yang telah mengalami
spesialisasi membentuk sel penjaga (guard cell). Tiap pori stomata dikelilingi oleh dua sel
epidermis khusus yang disebut sel pengawal yang berbeda dengan sel-sel lain yang terdapat
pada epidermis yang berisi kloroplas.
Stomata berfungsi sebagai pintu masuknya CO2 ke dalam daun untuk berlangsungnya
fotosintesis dan penguapan air (transpirasi). Transpirasi merupakan proses yang sangat
10
penting bagi tumbuhan karena berperan dalam meningkatkan laju angkutan air dan garam
mineral, mengatur suhu daun dengan cara melepaskan panas dan kelebihan air dari tubuh
serta mengatur turgor optimum didalam sel.
Dalam rentang habitat yang sangat luas, tumbuhan memberikan respon adaptasi
morfologi dan fisiologi memenuhi kebutuhan dan untuk memperoleh, menyalurkan dan
mempertahankan air serta untuk membantu mencegah layu, membawa larut mineral dan
menjaga tumbuhan dalam keadaan homeostatis. Intensitas cahaya yang berbeda-beda juga
memperlihatkan bahwa jumlah stomata dapat berkurang seiring dengan menurunnya
intensitas cahaya (Fahn 1991), sehingga kerapatan stomata dapat diklasifikasikan menjadi
kerapatan rendah (<300mm2), kerapatan sedang (300- 500/mm
2 ) dan kerapatan yang tinggi
(>500/mm2 ) (Agustina dalam Rofiah 2010).
Pada beberapa taksa, stomata daun cenderung lebih berkembang daripada di batang
dengan frekuensi lebih jarang. Namun, biasanya memiliki tipe mirip pada spesies yang sama.
Ketika batang sebagai organ fotosintetik utama, baik melengkapi atau menggantikan daun,
stomata cenderung memiliki frekuensi yang lebih tinggi, misalnya pada tanaman Casuarina
equisetifolia. Seringkali sel penjaga selaras sejajar dengan sumbu panjang batang dan stomata
muncul di baris.
Berdasarkan letak dan jumlah sel tetangga, stomata dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok antara lain:
1. Tipe anomositik (tipe Ranunculaceae); jumlah sel tetangga tiga atau lebih, satu
dengan yang lain sulit dibedakan.
2. Tipe anisositik (tipe Cruciferae); jumlah sel tetangga tiga atau lebih, satu sel jelas
lebih kecil dari sel lainnya.
3. Tipe diasitik (tipe Caryophyllaceae); jumlah sel tetangga dua, bidang persekutuan
menyilang celah stomata.
4. Tipe parasitik (tipe Rubiaceae); jumlah sel tetangga dua, bidang persekutuan segaris
dengan celah stomata.
5. Tipe aktinositik; suatu variasi dari tipe stomata tipe anomositik yaitu dengan sel-sel
tetangga yang pipih dan mengelilingi stomata dalam susunan berbentuk lingkaran.
6. Tipe cyclositik, lubang stomata dikelilingi oleh beberapa stomata secara melingkar.
Adapun detail modifikasi dan diferensiasi tipe stomata lihat pada Prabhakar (2004).
11
Gambar 4.3. Tipe-tipe stomata
TRIKOMA
Trikoma dapat berupa rambut, papila atau sisik yang dapat dijumpai pada
akar/rhizome, batang, daun maupun buah. Contoh-contoh ditunjukkan dalam Gambar
4.4 dan 4.5. Jenis rambut dapat dari diagnostik nilai pada tingkat spesies, kadang-
kadang juga di tingkat genus, tapi jarang pada tingkat famili.
Gambar 4.4 (kiri) Rambut pada Centrolepidaceae (a-c) dan Restionaceae (d-
g). (a,b) Aphelia cyperoides, x75 dan X150, secara berurutan. (c) Centrolepis exserta,
X75. (d) Thamnobortus argenteus, X218; (e) Loxocarya pubescens, X218; (e,f)
12
Leptocarpus tenax, dilihat dari permukaan, X113; penampang membujur, X120.
Gambar 4.5. (kanan) (a) Mentha spicata, type rambut, (b) rambut Corylus
(multiseluler); (c) Origanum vulgare, hair and sunken gland; (d) Cistus salvifolius,
range of hair types, one dendritic, the other glandular. X120 (Cutler et al.2007).
Gambar 4.6. Variasi bentuk dan tipe trikoma
Trikoma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Trikoma tipe glandular
Trikoma glandular merupakan trikoma yang menghasilkan sekret, bersel satu atau
banyak. Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki tipe glandular antara lain tembakau terutama
trikoma pada bagian daun. Macam-macam trikoma tipe glandular antara lain: (a). trikoma
hidatoda, terdiri atas sel tangkai dan beberapa sel kepala dan dapat mengeluarkan larutan
berisi asam organik; (b). kelenjar madu; berupa rambut bersel satu atau banyak dengan
plasma yang kental dan mampu mengeluarkan madu ke permukaan sel; (c) kelenjar garam
terdiri atas sebuah sel kelenjar besar dengan tangkai yang pendek; (d) rambut gatal, berupa sel
tunggal dengan pangkal berbentuk kantong dan ujung runcing. Isi sel menyebabkan rasa gatal.
2. Trikoma tipe non glandular
13
Tipe trikoma yang tidak menghasilkan sekret. Macam-macam trikoma glandular
antara lain; (a). rambut uniseluler sederhana atau multiseluler uniserat, yang memipih
umumnya dijumpai pada tanaman Lauraceae, Moraceae dan Gossypium, (b). rabut
skuamiform (bentuk sisik) yang multiseluler dan memipih nyata sekali, contoh pada Olea dan
Cruciferae, (c). rambut multiseluler yang dapat berbentuk bintang atau tempat lilin
bercabang, misalnya pada Styrak, Platanus dan Verbacum, (d). rambut kasar, trikoma kasar
berserat, yang di pangkalnya terdiri atas sedikitnya dua atau lebih deretan sel yang
berdampingan.
Secara umum, trikoma memiliki fungsi sebagai berikut, (a) pada daun berperan
dalam mengurangi penguapan, mengurangi gangguan dari hean dan manusia serta
meneruskan rangsangan, (b) pada bunga (nectaria) mengeluarkan madu sehingga menarik
serangga untuk membantu penyerbukan, (c) pada biji untuk mencegah gangguan serangga
yang akan merusak buah atau menyerap air sehingga biji menjadi lekas berkecambah dan
tumbuh, (d) pada batang untuk mengurangi penguapan dan membantu memanjat seperti yang
dijumpai pada rotan dan kaktus.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Rhizome Pteris vittata L.
b. Daun Hibiscus tiliaceus L.
c. Daun Zea mays (jagung)
d. Daun Nicotiana tabaccum (tembakau)
e. Daun Sida rhombifolia (sidaguri)
f. Daun Ageratum conyzoides L. (babandotan)
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat masing-masing bahan
b. Amati struktur sel epidermis dan tipe trikomata dan stomata pada masing-masing jenis
tumbuhan
14
PERTEMUAN 5
JARINGAN MERISTEM
1. Tujuan
Mengamati karakteristik anatomi jaringan meristem pada akar dan batang beberapa
jenis tumbuhan
2. Landasan teori
Pada awal perkembangan dari embrio, semua sel mengalami pembelahan.
Namun, pada tahapan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, pembelahan serta
penggandaan sel hanya terjadi pada beberapa daerah khusus tumbuhan, yaitu jaringan
yang bersifat embrionik dan pada sel tetap mempertahankan kemampuannya untuk
membelah. Jaringan embrionik semacam ini dikenal sebagai jaringan meristem.
Proses tumbuhan dan terjadinya perbedaan secara morfologi serta fisiologi sel
jaringan disebut differensiasi. Jaringan yang mengalami differensiasi akan kehilangan
sifat meristematiknya secara bertahap dan akhirnya mencapai taraf dewasa.
Gambar 2. Sel merismatik pada akar
Berdasarkan tempat tumbuhnya jaringan meristem dapat dikelompokkan
menjadi (a) meristem apikal yang terdapat pada ujung batang dan ujung akar, (b)
meristem interkalar yang terdapat diantara jaringan dewasa, misalnya pada pangkal
ruas batang rumput-rumputan; dan (c) meristem lateral yang terdapat sejajar dengan
keliling organ tempat jaringan ini ditemukan, misalnya kambium pembuluh dan
kambium gabus. Berdasarkan asalnya dibedakan menjadi meristem primer
(berkembang langsung dari sel embrionik) dan meristem sekunder (berkembang dari
jaringan yang mengalami diferensiasi.
3. Alat
a. Mikroskop
15
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Rhizome dan daun Pteris vittata L.
b. Daun Zea mays (jagung)
c. Daun Nicotiana tabaccum (tembakau)
d. Daun Sida rhombifolia (Sidaguri)
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat pada masing-masing bahan
b. Amati dan gambar karakter anatomi jaringan meristem akar dan batang pada bahan
yang digunakan
16
PERTEMUAN 6
JARINGAN PARENKIM
1. Tujuan
Mengetahui struktur dan isi sel parenkim pada tangkai daun, daun dan biji berapa jenis
tumbuhan
2. Landasan teori
Sel parenkim memiliki bentuk bersegi banyak, kadang dijumpai berbentuk
bintang. Kebanyakan sel parenkim berupa selaput tipis, namun pada beberapa tanaman
seperti kurma dan kopi memiliki lapisan yang sangat tebal. Sel parenkim dalam
dinding yang tebal tersebut terhimpun hemiselulosa sebagai cadangan makanan.
Fungsi utama dari jaringan parenkim adalah sebagai penyimpan bahan, penyembuh
luka dan sebagai tempat fotosintesis (klorenkim;parenkim yang berisi klorofil).
Parenkim juga menghasilkan struktur tambahan dan dapat pula membentuk jaringan
sekresi.
Jenis parenkim berdasarkan fungsi dan bentuknya dibedakan menjadi (a).
klorenkim yaitu parenkim yang mengandung klorofil sehingga dapat bermanfaat
dalam proses fotosintesis, (b). Aerenkim yaitu parenkim udara yang terdapat ruang
antar sel, fungsinya untuk aerasi atau pertukaran antar gas pada tumbuhan air dan
untuk mengapung pada permukaan air, (c). Parenkim air berfungsi menyimpan air
terutama pada tumbuhan xerofit dan epifit, misalnya pada tumbuhan Agave, (d).
Parenkim penyimpan makanan yang berfungsi menyimpan cadangan makanan,
terdapat pada akar, umbi, buah atau batang. Makanan tersebut dapat berupa tepung,
protein, ataupun tetesan minyak, (e). Parenkim pengangkut, yakni jaringan parenkim
yang berfungsi sebagai alat pengangkut yang berhubungan dengan jaringan-jaringan
di sebelah dalam dan luar, yang disebut dengan parenkim empulur.
Berdasarkan bentuknya, parenkim dibedakan menjadi empat yaitu (a).
Parenkim palisade, merupakan parenkim penyusun mesofil, kadang pada biji
berbentuk sel panjang, tegak, mengandung banyak kloroplas, (b). Parenkim bunga
karang, juga merupakan parenkim penyusun mesofil daun. Bentuk dan ukuran
parenkim ini tak teratur dengan ruang antar sel yang lebih besar, (c). Parenkim
bintang, berbentuk seperti bintang bersambungan ujungnya misalnya pada tangkai
daun Canna sp., (d). Parenkim lipatan, dinding selnya mengadakan lipatan ke arah
dalam serta banyak mengandung kloroplas, misalnya pada mesofil daun pinus dan
padi.
17
Jaringan parenkim terletak di berbagai organ tumbuhan antara lain: (a) batang
terdapat pada empulur dan diantara epidermis dan pembuluh angkut, (b) akar terletak
diantara epidermis dan pembuluh angkut sebagai korteks, (c) mesofil daun, parenkim
terdifferensiasi menjadi jaringan tiang dan bunga karang, serta (d) perenkim
merupakan pembentuk daging buah dan endosperm.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Tangkai daun Eichornia crassipes (enceng gondok)
b. Tangkai daun atau bunga teratai
c. Daun Canna sp. (bunga tasbih)
d. Biji jarak
e. Batang tebu
f. Aloe vera
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat pada masing-masing bahan
b. Amati tipe parenkim pada bahan yang digunakan
18
PERTEMUAN 7
JARINGAN KOLENKIM DAN SKLERENKIM
1. Tujuan
Melihat karakteristik jaringan kolenkim dan sklerenkim pada beberapa jenis tumbuhan
2. Landasan teori
Jaringan kolenkim dan sklerenkim merupakan jaringan mekanik yang bertugas
menyokong tumbuhan.
Jaringan kolenkim adalah sel hidup, berbentuk sedikit memanjang dan pada
umumnya memiliki dinding yang tidak teratur penebalannya. Sel kolenkim hanya
memiliki dinding primer, lunak, lentur dan tidak berlignin. Ukuran dan bentuk sel
kolenkim beragam. Menurut penebalannya dibagi menjadi tiga yaitu kolenkim sudut
dengan penebalan memanjang pada sudut sel (pada batang Solanum tuberosum),
kolenkim papan dengan penebalan terutama pada bagian tangensial (pada korteks
batang Sambucus nigra) dan kolenkim lacuna memiliki kemiripan dengan kolenkim
sudut tetapi banyak mengandung ruang antar sel, seperti pada batang Ambrosia.
Jaringan sklerenkim memiliki dinding sekunder, bersama dengan dinding
sekunder dan dengan dinding primernya dapat berlignin (mengandung kayu) sehingga
menjadi keras dan kaku. Biasanya sklerenkim dibagi menjadi dua yaitu sklereid dan
serat.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Tangkai daun Cucurbitaceae (timun-timunan)
b. Batang Sambucus nigra
c. Umbi Allium sativum (bawang putih)
d. Tangkai daun Apium graveolens
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat pada masing-masing bahan
19
b. Amati dan gambar penebalan dinding sel, sel parenkim dan sel sklerenkim pada
bahan tumbuhan yang digunakan dalam praktikum.
c. Amati karakteristik masing-masing preparat
20
PERTEMUAN 8
ORGAN VEGETATIF TUMBUHAN
1. Tujuan
Mengetahui perbedaan struktur anatomi pada tanaman monokotil dan dikotil
Mengetahui struktur sekunder akar, batang dan daun pada beberapa jenis tumbuhan
2. Landasan teori
Akar
Akar merupakan bagian tumbuhan yang terdapat di dalam substrat. Secara
morfologi akar terdiri dari batang akar, rambut akar (untuk memperluas daerah
penyerapan air dan hara), ujung akar (merupakan bagian meristematik yang aktif
membelah), caliptra atau tudung akar (merupakan bagian pelindung dari ujung akar
melindungi dari kerusakan).
Pertumbuhan sekunder pada seperti juga pada batang terdiri atas pembentukan
jaringan pembuluh sekunder oleh kambium pembuluh dan jaringan periderm oleh
felogen. Pertumbuhan sekunder merupakan ciri khas bagi tumbuhan gymnospermae
dan dikotil, meskipun jumlahnya tidak selalu sama banyak.
Gambar 2. Struktur anatomi akar tumbuhan dikotil (kiri) dan monokotil (kanan).
Batang
Batang merupakan sumbu utama, letak daun melekat. Keanekaagaman jenis
tumbuhan secara morfologi memiliki kaitan dengan variasi anatomi yang dapat
ditemukan pada kelompok jenis tumbuhan. Pada tumbuhan dikotil dan
gymnospermae, letak ikatan pembuluh berada dalam lingkaran, sedangkan pada
tumbuhan monokotil terlatak menyebar atau pada dua lingkaran. Pada tumbuhan
dikotil memiliki lapisan dari luar ke dalam, meliputi epidermis, korteks, endodermis
dan stele/silinder pusat. Pada tumbuhan monokotil memiliki satu lapis epidermis,
21
batas antara korteks dengan stele tidak jelas. Pada beberapa jenis monokotil
menunjukkan adanya penebalan sekunder seperti pada tanaman nenas seberang dan
hanjuang.
Gambar 3. Sistem jaringan pada tumbuhan dikotil (kiri) dan monokotil (kanan). Sumber:
Campbell (1999).
Daun
Daun terdiri dari jaringan-jaringan yang masing-masing memiliki sifat
spesifik. Tumbuhan memiliki struktur anatomi dan morfologi yang beragam. Secara
morfologi, daun terdiri atas beberapa bagian yaitu helaian daun, tangkai daun dan
pelepah yang merupakan kunci identifikasi beberapa kelompok jenis tumbuhan. secara
anatomi, daun terdiri atas:
a. Epidermis: merupakan lapisan terluar yang berfungsi melindungi jaringan di
dalamnya, meliputi epidermis atas dan epidermis bawah.
b. Mesofil merupakan bagian yang banyak mengandung klorofil dan ruang antar sel.
Mesofil dapat bersifat homogeni atau terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan
jaringan spons (bunga karang).
c. Jaringan pembuluh; sistem jaringan pembuluh tersebar di permukaan daun dan
menunjukkan adanya hubungan ruang yang erat dengan mesofil.
d. Stoma (jamak: stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Pada berbagai jenis
tumbuhan memiliki variasi bentuk dan ukuran stomata tergantung pada jenis dan
lingkungan habitatnya.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
22
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Akar adventif ubi jalar (Ipomoea batatas)
b. Akar Jagung (Zea mays)
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat melintang dan membujur pada masing-masing bahan
b. Amati dan gambar bagian-bagian/jaringan akar bahan tersebut
c. Bandingkan struktur pada ketiga bahan yang digunakan baik
23
PERTEMUAN 9
BUAH DAN BIJI
1. Tujuan
Melihat struktur jaringan pada buah dan biji tumbuhan monokotil dengan dikotil
2. Landasan teori
Peristiwa pembuahan menyebabkan bakal buah berkembang menjadi buah dan
bakal biji berkembang menjadi biji. Zigot yang terdapat dalam biji juga berkembang
menjadi embrio. Bakal buah bertambah besar dan mengalami berbagai modifikasi
histologi yang menyebabkan jaringan berubah bentuk dan ukuran selnya. Modifikasi
bentuk dan ukuran sel ini sangat berkaitan dengan jenis tumbuhan sehingga setiap
jenis tumbuhan mengalami variasi bentuk dan ukurannya.
3. Alat
a. Mikroskop
b. Pipet tetes
c. Kaca objek
d. Kaca penutup
e. Kuas halus
f. Jarum preparat
g. Silet
4. Bahan
a. Buah jeruk (Citrus aurantifolia)
b. Buah tomat (Lycopersicon esculentum)
c. Biji kacang hijau
5. Cara kerja
a. Buatlah preparat pada masing-masing bahan
b. Amati dan gambar struktur biji dan daging buah preparat yang digunakan
24
TOPIK KHUSUS I
ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL PADA DAUN
1. Tujuan
Menganalisis kandungan klorofil pada berbagai jenis daun
2. Landasan teori
Setiap jenis tanaman mempunyai respon terhadap keadaan lingkungan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Efek penyesuaian diri terhadap lingkungan
pada tumbuhan tampak pada perubahan fisik terkait dengan kandungan pigmen tubuh.
Perubahan warna ini disebabkan oleh dengan pemecahan kloroplas menjadi kromoplas
yang menyebabkan klorofil rusak, sehingga kandungan klorofil (Heriyanto dan
Limantara, 2006).
Kemampuan tanaman dalam menangkap dan menggunakan radiasi cahaya
matahari untuk fotosintesis dipengaruhi oleh faktor morfologi, anatomi dan fisiologi
daun. Peningkatan luas daun, pengurangan trikoma, pengurangan ketebalan daun, dan
peningkatan kandungan klorofil memungkinkan penangkapan cahaya menjadi lebih
efisien (Taiz dan Zeiger, 2002).
3. Alat
a. Pipet tetes
b. Mortal
c. Labu ukur
d. Pengaduk
e. Kertas saring whatman no. 42
f. Pipet tetes dan pipet ukur
g. Cutter
h. Spektrofotometer
i. Sentrifuge
j. Timbangan analitik
4. Bahan
a. Aseton 80%.
b. Berbagai jenis daun segar
5. Cara kerja
a. Daun segar menjadi dipotong kecil-kecil tanpa tulang daun.
b. Daun yang sudah dipotong ditimbang sebanyak 2 gram
c. Potongan daun dimasukkan ke dalam mortal dan dihancurkan sampai halus.
25
d. Gerusan daun yang sudah halus ditambahkan aseton 80% secukupnya sehingga
menjadi homogen.
e. Supernatan disaring dengan menggunakan kertas saring ke dalam labu ukuran
100ml.
f. Larutan ditambah dengan sedikit demi sedikit aseton 80% pada sisa jaringan
dalam lumpang dan prosedur ekstraksi tersebut diulangi hingga volume mencapai
100ml
g. Ekstrak klorofil diambil sebanyak 5 ml dan dipindahkan ke labu ukur 50 ml
h. Aseton 80% ditambahkan ke dalam labu hingga volume mencapai 50 ml.
i. Ekstrak klorofil dengan spektrofotometri diukur pada panjang gelombang 645, 652
dan 663.
j. Kandungan klorofil a, klorofi b dan klorofil total masing-masing daun dihitung ke
dalam rumus sebagai berikut:
D663 = 82,04 Kla + 9,27 Klb Kla = 0,0127 D645 – 0,00269 D663
D645 = 16,75 Kla + 45,6 Klb Klb = 0,0229 D645 – 0,00468 D663
Atau
D663 = 82,04 Ca + 9,27 Cb ……………………(persamaan 1)
D645 = 16,75 Ca + 45,6 Cb ……………………(persamaan 2)
Keterangan :
Ca = Kandungan klorofil a (gr/l)
Cb = Kandungan klorofil b (gr/l)
Dari persamaan 1 dan persamaan 2 dapat disubstitusikan menjadi :
CaCbD
16,75
6,45645
Sehingga diperoleh
D645 = 16,75 Kla + 45,6 Klb
Model persamaan matematika yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + εij
Rumus menghitung Klorofil total :
5,050
100
1000
50
34,5
1000275,0XXX
XKltotal
26
TOPIK KHUSUS II
KARAKTERISTIK ANATOMI PADA TUMBUHAN POLIPLOID
1. Tujuan
Menganalisis ukuran dan densitas stomata pada tumbuhan poliploid
Menganalisis ukuran sel pada tumbuhan poliploid
2. Landasan teori
Poliploidi merupakan fenomena yang dapat dijumpai pada kelompok
tumbuhan, yakni suatu kejadian yang dalam hal ini tumbuhan memiliki jaringan-
jaringan yang sel-selnya mengandung jumlah genom yang berlebihan dari semestinya
atau biasanya lebih dari jumlah normal 2n (diploid). Poliploid yang dapat muncul
antara lain triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n) hingga oktoploid (8n).
Penyebab terjadinya poliploidi antara lain (a) suhu yang berbeda, lebih rendah atau
lebih tinggi, (b) pengaruh zat-zat kimia.
Fenomena poliploidi dapat terjadi secara alami, biasa ditemukan pada paku di
Indonesia seperti yang pernah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, seperti pada
Marga Pteris (Walker 1962), Dryopteris sparsa oleh Darnaedi (1987), Adiantum
raddianum oleh Perwati et al. (2001), tumbuhan paku di Kebun Raya Bogor oleh
Praptosuwiryo dan Darnaedi (2008) dan Pteris ensiformis oleh Efendi et al. (2014).
Tingkat poliploidi memiliki hubungan erat terhadap perubahan karakteristik
morfologi dan anatomi pada tumbuhan. Pengaruh poliploidi pada berbagai kelompok
tumbuhan bervariasi. Salah satu akibat dari poliploidi yang tetap adalah penambahan
ukuran sel. Walker (1979) menyatakan bahwa ukuran stomata dan spora cenderung
meningkat pada tumbuhan paku poliploid. Adanya variasi ukuran dan densitas
stomata, juga dapat dijumpai pada tumbuhan yang hidup pada ketinggian seperti yang
dilaporkan oleh Perwati et al. (2001) pada A. raddianum. Hal tersebut merupakan
salah satu bentuk respon adaptif tumbuhan pada faktor lingkungan yang ekstrim.
Kini, usaha penyusunan poliploidi tumbuhan sengaja dilakukan untuk
pengembangan dalam bidang pertanian krena tumbuhan poliploid biasanya memiliki
keunggulan dibandingkan tumbuhan diploid antara lain, (a) ukuran sel lebih besar, (b)
daun-daun dan ukuran buah kadang lebih besar, (c) tumbuhannya lebih besar, (d) hasil
produksinya lebih tinggi dan (e) kadang ditemukan buah tanpa biji (triploid). Akan
tetapi, tumbuhan poliploid biasanya ada yang berpohon lemah, mudah terserang
penyakit dan hama, ada yang berumur pendek, tidak tahan terhadap faktor lingkungan
yang ekstrim dan kadang memiliki daya fertilisasi yang kurang. Kadang ditemukan,
27
tumbuhan mengalami kegagalan dalam pembuahan karena butir serbuk tidak dapat
mencapai bakal buah yang tumbuh membesar.
Gambar 2. Proses terbentuknya tumbuhan poliploid (autopoliploid dan allopoliploid)
(Stace 1986)
Beberapa macam poliploidi dan penyebarannya antara lain: autopolyploid (poliploid
yang terbentuk dari satu macam tumbuhan atau beberapa tumbuhan pada satu spesies yang
tentunya hanya memiliki genom-genom dari satu spesies yang sama. Sedangkan,
allopolyploid adalah poliploid yang genom-genomnya dari dua spesies atau lebih.
3. Alat
a. Pipet tetes g. Object glass
b. Cutter/gunting h. Coverglass
c. Pinset
d. Jarum ose (lancip)
e. Tabung reaksi
f. Cawan petri
4. Bahan
a. Aquades
b. Kolkisin 0.05 – 0.2%
c. Pewarna safranin/orseto-carmine
28
d. Biji sawi
5. Cara kerja
Pengamatan stomata menggunakan metode semi permanent dengan HNO3 kombinasi
yang dipanaskan (Cutler 1978). Adapun cara kerjanya sebagai berikut:
a. Tabung yang berisi HNO3 ditambah dengan aquades dengan perbandingan
(HNO3:aquades)=1:3, dipanaskan hingga mendidih.
b. Daun dipotong membentuk persegi dengan panjang 1-3 cm, dimasukkan ke dalam
larutan tersebut hingga menjadi transparan.
c. Potongan anak daun dipindahkan ke cawan petri yang berisi aquades, pisahkan tulang
daun dengan helaian daun.
d. Potongan anak daun diletakkan di atas gelas benda dengan media gliserin, tutup dengan
cover glass.
e. Amati menggunakan mikroskop cahaya.
f. Pengamatan diukur panjang serta lebar stomata masing-masing preparat menggunakan
micrometer dan dihitung kerapatan stomata pada bagian adaksial dan abaksial, dengan
rumus berikut:
29
TOPIK KHUSUS III
ANATOMI SEBAGAI BUKTI TAKSONOMI
1. Tujuan
Membandingkan karakteristik anatomi pada kelompok tumbuhan
2. Pendahuluan
Pendekatan klasik taksonomi biasanya didasarkan pada pendekatan morfologi sebagai
penampakan luar, karena dapat mudah dibedakan secara langsung. Namun, pada pada
kelompok tumbuhan tertentu plastisitas karakter morfologi menimbulkan kerancuan dalam
klasifikasi sehingga para peneliti menggunakan pendekatan lain untuk memperjelas status
sebuah takson. Pendekakatan klasik lainnya yang sering digunakan untuk mendukung data
morfologi adalah studi anatomi.
Seperti halnya pendekatan morfologi, struktur anatomi tumbuhan merupakan
informasi mendasar untuk mempelajari sistematika dan klasifikasi tumbuhan (Evert, 2006).
Struktur jaringan pembuluh telah lama dikenal untuk membedakan antara tumbuhan monokot,
eudikot dan Pteridofita, seperti yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Karakter lain
yang digunakan sebagai data anatomi antara lain karakteristik daun. Daun angiosperma yang
menampilkan banyak morfologi dan anatomi keragaman telah digunakan dalam klasifikasi
dan identifikasi misalnya pada beberapa famili (Rudall, 2007), spesies Ficus (Sonibare et al.,
2006), family Pandanaceae (Rahayu et al., 2012) dan pada genus Diplazium (Praptosuwiryo
1999; 2008).
Pada famili Pandanaceae, empat karakter diagnostik dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pada tingkatan marga, yaitu ada tidaknya papila, tipe susunan stomata, ada
tidaknya perluasan seludang berkas pengangkut dan ketebalan serta bentuk hipodermis.
Pandanus memiliki ciri adanya papila, stomata amphistomatous, adanya perluasan seludang
berkas pengangkut serta hipodermis tipis berbentuk persegi; Freycinetia tidak memiliki
papila, stomata hypostomatous atau amphistomatous, seludang berkas pengangkut tidak
mengalami perluasan dan hipodermis tebal serta berbentuk heksagonal atau bundar;
sementara Sararanga tidak memiliki papila, stomata amphistomatous, seludang berkas
pengangkut tidak meluas, hipodermis tipis dan memipih (Santika et al. 2014).
3. Alat
a. Pipet tetes g. Object glass
b. Cutter/gunting h. Coverglass
c. Pinset
d. Jarum ose (lancip)
30
e. Tabung reaksi
f. Cawan petri
4. Bahan
a. Aquades
b. HNO3
c. Pewarna safranin
5. Cara kerja
Pengamatan stomata menggunakan metode semi permanent dengan HNO3 kombinasi
yang dipanaskan (Cutler 1978). Adapun cara kerjanya sebagai berikut:
a. Tabung yang berisi HNO3 ditambah dengan aquades dengan perbandingan
(HNO3:aquades)=1:3, dipanaskan hingga mendidih.
b. Daun dipotong membentuk persegi dengan panjang 1-3 cm, dimasukkan ke dalam
larutan tersebut hingga menjadi transparan.
c. Potongan anak daun dipindahkan ke cawan petri yang berisi aquades, pisahkan tulang
daun dengan helaian daun.
d. Potongan anak daun diletakkan di atas gelas benda dengan media gliserin, tutup dengan
cover glass.
e. Amati menggunakan mikroskop cahaya.
f. Pengamatan diukur panjang serta lebar stomata masing-masing preparat menggunakan
micrometer dan dihitung kerapatan stomata pada bagian adaksial dan abaksial, dengan
rumus berikut:
31
DAFTAR REFERENSI
Batygina TB. 2009. Embryology of Flowering Pants Teminology and Concepts. Enfield, New
Hampshire USA: Science Publishers.
Cutler DF. 1978. Applied Plant Anatomy. Longman. London and New York.
Cutler DF, T. Botha, Stephenson DW. 2007. Plant Anatomy: An applied Approach. Malden
USA: Blackwel Publishing.
Darnaedi D. 1987. Sitotaksonomi Dryopteris sparsa di Taman Nasional Gunung Gede-
Pangrango. Floribunda 1(2):5-8.
Darnaedi D. 1991. Informasi kromosom : Pelatihan Sitogenetika Tumbuhan. Bogor (ID) :
Herbarium BO Puslitbang Biologi. hlm 1-8.
Efendi M, Chikmawati T, Darnaedi D. Cytotaxonomy Pteris ensiformis burm.f. Thesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Evert RF. 2006. Esau’s Plant Anatomy: Meristems, Cells, and Tissues of the Plant Body:
Their Structure, Function, and Development. USA: John Wiley And son’s.
Hidayat EB. 1995. Anatomi tumbuhan berbiji. Bandung: Penerbit ITB.
Metcalfe CR, Chalk L. 1979. Anatomy of the Dicotyledons Vol. I Systematic anatomy of the
leaf and stem, with a brief history of the subject. Oxford: Clarendon Press.
Perwati LK. 2009. Analisis derajat ploidi dan pengaruhnya terhadap variasi ukuran stomata
dan spora pada Adiantum raddianum. Bioma 11(2):39-44.
Prabhakar M. 2004. Structure, delimitation, nomenclature and classification of stomata. Acta
Botanica Sinica 46 (2): 242-252.
Praptosuwiryo TN, Darnaedi D. 1995. Survai kromosom tumbuhan paku liar di Kebun Raya
Bogor. Bul Kebun Raya 8(2): 1-6.
Praptosuwiryo TN. 2008. Biosystematic study of the fern Genus Diplzium in West Malesia.
Disertasi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Rahayu SE, Kartawinata K, Chikmawati T, Hartana A. 2012. Leaf anatomy of Pandanus
(Pandanaceae) from Java. Reinwardtia 13(3):305-313.
Rudal PJ. 2007. Anatomy of Flowering Plants: An Introduction to structure and development.
Cambridge: Cambridge University Press.
Santika Y, Tihurua EF, Triono T. 2014. Comparative leaves anatomy of Pandanus,
Freycinetia and Sararanga (Pandanaceae) and their diagnostic value. Reinwardtia
14(1): 163 – 170.
Sutrian Y. Pengantar Anatomi Tumbuhan tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: Rineka Cipta.
Walker TG. 1962. Cytology and evolution in the fern genus Pteris L. Evolution 16:27-34.
32
PANDUAN PRAKTIKUM
ANATOMI DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN
OLEH
Muhammad Efendi, M.Si Ateng Supriatna, S.Pd, M. Si
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
33
KATA PENGANTAR
Buku penuntun praktikum ini merupakan edisi revisi dari buku praktikum yang ada
sebelumnya, dengan judul Panduan Praktikum Anatomi Perkembangan Tumbuhan
(Anpertum) mengingat perlu adanya penambahan atau perbaikan dari buku panduan yang
sudah ada.
Panduan praktikum ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa dalam mempelajari
materi-materi yang diberikan praktikum sekaligus mendukung materi yang disampaikan
dalam perkuliahan. Harapannya buku ini dapat menjadi bekal untuk mengenal tumbuhan baik
nama maupun penggolongannya.
Buku panduan ini berisikan beberapa materi antara lain:
- Pemaparan sel bertujuan untuk memberi bekal dalam mengenal seluk beluk sel,
bentuk dan ukuran sel dan bagian-bagian sel.
- Pengenalan jaringan dan macam-macam differensiasinya meliputi jaringan pelindung,
jaringan dasar, penguat dan pengangkut pada tumbuhan monokotil, dikotil,
gymnospermae dan tumbuhan paku.
- Pengenalan struktur anatomi organ akar, batang, daun dan buah pada tumbuhan
monokotil dan dikotil.
- Topik khusus sebagai muatan tambahan mengenani aplikasi anatomi tumbuhan dalam
bidang keilmuan lain. Topik yang diangkat pada semester ini adalah
1. Analisis kandungan klorofil pada karakteristik daun yang berbeda dan
pengaruhnya terhadap karakteristik anatomi tumbuhan,
2. Karakteristik anatomi pada tumbuhan poliploidi,
3. Pengenalan karakteristik stomata (meliputi bentuk, ukuran dan densitas stomata)
pada kelompok tumbuhan yang berbeda.
Dalam penyusunan buku ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis meminta
masukan dan saran demi kesempurnaan panduan praktikum ini. Tidak lupa kami ucapkan
kepada Tim Pengajar Anpertum tahun sebelumnya (Pak Tony, Pak Tri dan Pak Opik) atas
pemikiran dan masukkannya, serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya
pembuatan panduan ini.
Bandung, September 2015
Penyusun
ii
34
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Praktikum dimulai tepat waktu sesuai jadwal dan berlangsung selama ± 3 jam.
2. Bila mahasiswa terlambat dalam jangka waktu 15 menit, maka dinyatakan tidak
mengikuti praktikum, walaupun ia tidak dilarang untuk mengikuti praktikum.
3. Sebelum praktikum dimulai, mahasiswa tidak diperkenakan memasuki laboratorium.
4. Praktikum harus mengunakan jas laboratorium selama mengikuti praktikum (Jas Lab.
dipakai sebelum masuk laboratorium).
5. Tas dirapikan pada tempatnya, yang ada di meja praktikum hanya alat tulis dan alat
praktikum.
6. Peserta praktikum akan dibagi menjadi ke dalam kelompok kecil (6-7 orang).
7. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap kerusakan, kebersihan, dan
kelengkapan alat dan bahan yang akan digunakan selama praktikum berlangsung.
8. Setiap kali selesai praktikum, semua peralatan yang telah dipakai harus dikembalikan
dalam kondisi bersih, kering, dan lengkap dan tetap berfungsi seperti semula.
9. Setiap kerusakan dan ketidaklengkapan alat akibat pecah atau hilang karena kelalaian
peserta, maka alat tersebut harus diganti dengan alat yang sama (tipe, merk, jenis dsb).
10. Setiap peserta praktikum harus sudah mempelajari penuntun praktikum, kuis
dilaksanakan sebelum praktikum.
11. Nilai akhir praktikum diberikan berdasarkan atas ujian praktikum (UTS, UAS, kuis),
laporan, review jurnal per kelompok dan laporan topik khusus. .
Penilaian diperoleh dari aspek-aspek:
1. Laporan Praktikum : 20%
2. Tugas terstruktur (review jurnal dan topik khusus) : 25%
3. Mandiri/Kuis (MDR) : 10%
4. Ujian Tengah Semester (UTS) : 20%
5. Ujian Akhir Semester (UAS) : 25%
Nilai Akhir ditentukan berdasarkan rata-rata kelas dengan nilai huruf mutu
A/B/C/D/E/TL
Ket:
A = 80.00 - 99.99
B = 70.00 - 79.99
C = 60.00 – 69.99
D = 50.00 – 59.99
E = ….. < 50.00
TL = Salah satu atau lebih unsur penilaian tidak ada.
iii
35
FORMAT JURNAL
Praktikum ke - … (1)
JUDUL (1)
Hari/Tanggal : Hari, 00 Bulan 2015 (1)
Tempat : Laboratorium Instruk 1 UIN SGD Bandung (disesuaikan) (1)
Waktu : 07.00 – 09.30 WIB atau 09.30 – 12.00 WIB (disesuaikan) (1)
I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan (5)
1.2 Dasar Teori (25)
(Minimal 2 halaman / 1 lembar penuh, sumber minimal 3 jurnal + 2 buku)
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
a. Alat (5)
No Alat Jumlah Fungsi
b. Bahan (5)
No Alat Jumlah Fungsi
2.2 Cara Kerja (10)
(Di point, pasif)
DAFTAR PUSTAKA (5)
Panduan penulisan sesuaikan dengan :
http://writing.wisc.edu/Handbook/DocCSE_NameYear.html
Ketentuan :
Nilai maksimal jurnal adalah 60
Jurnal ditulis tangan di buku jurnal
Jurnal dikumpulkan sebelum memasuki laboratorium
iv
36
FORMAT LAPORAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN (30)
Foto
a
b
(Dokumen pribadi, 2015)
Literatur
a
b
(Sumber, tahun)
Gambar tangan
a
b
Keterangan :
a. Mata
b. Mulut
Penjelasan
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………
IV. KESIMPULAN (5)
DAFTAR PUSTAKA (5)
Gambar literatur boleh dari blog asal jelas waktu mengaksesnya
Panduan penulisan daftar pustaka :
http://writing.wisc.edu/Handbook/DocCSE_NameYear.html.
Ketentuan :
Milai maksimal laporan adalah 40
Laporan diketik pada kertas A4, spasi tunggal, batas tepi kiri 3 cm, atas, kanan, dan
bawah 2.5 cm, tipe huruf Times New Roman ukuran 12, ukuran huruf pada judul 14.
Jumlah 4-5 halaman termasuk tabel, gambar dan lampiran. Jarak antara bab dengan
subbab atau subbab dengan paragraf 1.5 spasi. Penomoran halaman pada pojok kanan
bawah.
Laporan dikumpulkan satu minggu setelah praktikum dilaksanakan
37
LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN
JUDUL
Nama Dosen : Muhammad Efendi, M. Si
Nama Asisten : ………………………….
Nama :
NIM :
Kelas :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Tanggal Pengumpulan :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015 M / 1436 H
38
FORMAT LABEL
ASISTEN DOSEN
1. Nama : Ahmad Sopian
Semester : VII
No HP : 089648890380
2. Nama : Ariezna Fadly
Semester : VII
No HP : 089658381857
3. Nama : Vivie Maryanti
Semester : VII
No HP : 08997953203
TOPIK KHUSUS
1. Ficus lyrata di berbagai lokasi
2. Mahoni di berbagai lokasi
3. Analisis kandungan klorofil dan stomata di Jl. A.H. Nasution (min. 15)
4. Analisis kandungan klorofil dan stomata di Jl. Soekarno Hatta
5. Analisis kandungan klorofil dan stomata di Gunung Manglayang oleh pengaruh faktor
lingkungan
6. Identifikasi Morfologi dan Anatomi jeruk sumedang/garut
7. Identifikasi salam (Syzygium spp.)
8. Identifikasi Piperaceae Manglayang
9. Adiantum spp di Manglayang
10. Identifikasi durian di kawasan xxx
JURNAL PRAKTIKUM
ANATOMI DAN
PERKEMBANGAN TUMBUHAN
FO
TO
NAMA :
NIM :
KELAS :
KELOMPOK :
ASISTEN :
39
PANDUAN PENULISAN LAPORAN TOPIK KHUSUS
Papers are research base writen in Indonesian with a single space, left margin 3 cm,
right, top and bottom margin 2.5 cm, font type Times New Roman, font size 12, title font size
14. Paper length maximum 5-7 pages including table, figures, and attachment.
Title
Representing paper content, clear and simple (maximum 15 words)
Authors
Full names, affiliations, address, and e-mail.
Abstract
A paragraph of maximum 200 words, font 11, Times New Roman, single space. Key words:
5 words.
Introduction
The introduction consists of background, the importance of the research, previous research,
problems, aims and objectives.
Materials and Methods
The main materials are explained from where and when. Tools are only mentioned where
specific and necessary. Reserach protocol should be simple and clear. The survey, sampling,
experimental methods, and analysis should be clearly stated.
Results and discussion
Results description should be explained clearly. Tables and figures are numbered and should
be black and white. Photographs should be 300 dpi, and if there is writing on the photographs
it should be contrast and clear (white on black, black on white). Discussion contains
explanation and interpretation of the research results. The advantages of the research should
also be mentioned. If there is any obstacle in the research process, the solution may be
explained.
Conclusion (if any)
A conclusion is an opinion or decision that is formed after a period of research.
Acknowledgement (if any)
An expression of special thanks or gratitude should be mentioned for the contributors and
sponsors.
References
Referring to literature in the text and writen in alphabetical order based on CSE Name Year
bibliographic style. http://writing.wisc.edu/Handbook/DocCSE_NameYear.html.
v