PANDUAN PELAYANAN UGD
-
Upload
erni-sri-wahyuni -
Category
Documents
-
view
66 -
download
6
description
Transcript of PANDUAN PELAYANAN UGD
PELAYANAN KASUS EMERGENSI
PENDAHULUAN
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan
tugasyang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem
PelayananTanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena
traumayang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak
cedera(kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan
kritis,intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena
traumayang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ
vital(ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan
perfusiend-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang
tidakadekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya.
Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanis
mecedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian
awaladalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan
pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan
danefisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-
masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalah petunjuk umumdalam
mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari.Mungkin
diperlukan modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap
diperlukan perubahan.Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit
atau cederamelebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam
memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan a
taukematian (korban massal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial,
sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana
mungkindisebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan pengelolaan
bencanamemerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional
dannasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyaraka
Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertaka
ndalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional
kegiatan penanggulangan gawat darurat seharihari maupun dalam bencana diatur dala
mSistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harusditerapkan oleh
semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalamsubsistem pra rumah sakit,
rumah sakit dan antar rumah sakit.Proses pengelolaan bencana diatur dalam
SistemKomandoBencana.Kendali biasanya ditangan BakornasPB (Banas) / Satkorlak
PB / SatlakPB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / te
rorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaring
antransportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki
untuk mendapatkan pengelolaan bencana yang berhasil
Tingkat respon atas bencana
Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian :
Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas
sistimgawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari
luarorganisasi.
Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas
sistimgawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung
sejenis sertakoordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.
Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim
gawatdarurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar
pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.
Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera
atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klini
ssegera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritastransportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya
memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan p
rioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan
gawat darurat medic
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berad
a ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena statustriase
pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukanretriase. Triase
harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanismecedera, usia, dan
keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuanyang mengharuskan
peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usiaekstrim, cedera neurologis
berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paruyang diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yangharus diutamakan dalam satu
kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafasdapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil)
Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan
tindakandiagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan
pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tid
akmemadai hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah
menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai den
gankondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga
pasienyang kurang kritis distabilkan.
Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.Saat
ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yangdianjurkan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triasePenuntun Lapangan
START (Simple Triage And Rapid Transportation).Terbatasnya tenaga dan sarana
transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasikeduanya lebih layak digunakan.
Tag Triag
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai
oleh petugastriase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik
terhadapkorbane
Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan
tidakmungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan
penilaiancepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup
(misal : gagalnafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-
fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat)
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengancedera
yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwadalam
waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan
yangluas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan
respirasi,fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher
tidak berat,serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidakmembutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namunmemerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan
dislokasiekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
serta gawat darurat psikologis).Sebagian protokol yang kurang
praktis membedakakan prioritas 0sebagai.
Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki
kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan
dantransportasi, dan
Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.Bila pada
Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai
dan pindahkan kekelompok sesuai.
Triase Sistim METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan ataskorban.
Resusitasi ditempat
Triase Sistem Penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi,
danstatus mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status
Mental)untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging)
yangmemerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan
atau mati Ini memungkinkan penolong secara\cepat mengidentifikasikan korbanyang
dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukantransport
segera. Resusitasi diambulans
Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis
bisadigunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi
diambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE
Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan
pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem
bergandaditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera
melebihikemampuan *) dst dibawah algoritma
Algoritma Sistem START :
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning =
Delayed(Tunda) ; Hijau = Minor.Semua korban diluar algoritma diatas :
Kuning.Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.Satu pasien maks. 60 detik.
Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.Pada sistem ini tag tidak diisi,
kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.*) tenaga dan fasilitas pusat
pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesardengan paling sedikit manghabiskan
waktu, peralatan dan persediaan, ditindaklebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim
Triase dari Tim Tanggap Pertama(First Responders) untuk secara cepat menilai dan men
tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan
tindakan sesuai kode padatag
(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun
jugamelakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).
1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan
bahaya,keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan
tingkat responsyang memadai (Rapid Health Assessment / RHA).
3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk
mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan
antar instansi sesuai yangditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan
RHA).
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia
o :Petugas Komando Bencana.
o Petugas Komunikasi.
o Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
o Petugas Triase Primer.
o Petugas Triase Sekunder
o Petugas Perawatan.
o Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :
o Sektor Komando / Komunikasi Bencana.
o Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
o Sektor Bencana.
o Sektor Ekstrikasi / Bahaya.
o Sektor Triase.
o Sektor Tindakan Primer
o Sektor Tindakan Sekunder.
o Sektor Transportasi.
6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :
7. Kritik Pasca Musibah.
8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).Sektor Tindakan Sekunder bisa
berupa Sektor Tindakan Utama dimana korbankelompok merah dan
kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebihmengefisienkan
persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.
TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas
yang selesaimelakukan triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi
korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area
Tindakan Utamasesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan
Utama terlebihdahulu.
TRANSPORTASI KORBAN
Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan
sertatransportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama
denganKoordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma
seriussampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan
definitifdilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan
melebihikemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama.
(Jangan pindahkan bencana ke RS).
PERIMETER
Perimeter Terluar.Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas
keamanan mengatur perimetersekitar lokasi untuk mencegah masyarakat
dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk
mencegah yang tidak berkepentinganmasuk dan memudahkan kendaraan gawat
darurat masuk dan keluar.
Jalur untuk Transport Korban
Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter
sekitarlokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan
amanuntuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona dimana berada
AreaTindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter
Zona Panasuntuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara
tidak amantanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas
antaranyalontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak
stabil atau berbahaya
Keamanan
Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur
semuakegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api,
evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi
bahayayang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang
menghentikanatau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.Semua anggota
Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat danefektif dibawah satu
sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untukmenyelamatkan hidup, untuk
meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.
PENILAIAN AWAL
Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer,resusitasi-
stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RSsesuai.
Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritisyang
diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutanlangkah-
langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan
Survei Primer. Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine
control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability,
exposure/environment).Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara
menuju paru-paru tidakterhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera
langsung, edema, bendaasing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya
membersihkan jalannafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.
Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan
oksigenasi.Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya
bunyinafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak,
dan tampaknyainstabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu
pernafasan.Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi
pipa danventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak,
sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps,
apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah
diatasi.Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat
melalui 2kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan
eksternaldengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain
sesuaiindikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan
pemeriksaanmotorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa
ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa
diperiksadengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan.
Pupilyang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta
adanyahemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi
intrakranialyang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau
kuadriplegiamenunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal
dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial).
Bilausaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan
intubasiendotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan
mengontrollingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap.
Pada saatyang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa
terjadidiruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas,
bila perlu selimut dengan pemanas
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan be
rsama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera
pasangoksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah
jalan nafasaman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung
serta mengurangikemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi
bila urethracedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat
terdorongkeatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral
sebelumkateterisasi
RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIFFase Resusitasi.
Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan
melakukanintervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis
sudahlengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha
initermasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta
bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan
atau produk darah.Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid
dalam24 jam untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan
organvital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol
olehcairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian
produkdarah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada
lagikehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak
ada buktidisfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas
daraharteri) bisa membantu.
Survei Sekunder
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai
faseresusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala
hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat
untukmenilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya
caririwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.Bila pasien
sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya,alergi dan
medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir,kejadian sekitar
kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekundermengetahui mekanisme
cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhudingin (cold injury),
dan kondisi fisiologis pasien secara umum
Pemeriksaan Fisik Berurutan.
Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan.
Periks setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada
palpasi.Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang
menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak
bolehmengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil
saatmembawa pasien keruang radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.
Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20
menit.Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan
serialdigantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna
saatkedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya
Htmungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler
atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai.Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan
hematuria tersembunyi. Skrining urinuntuk penyalahguna obat dan alkohol, serta
glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki.
Pada kebanyakan trauma, elektrolitserum, parameter koagulasi, hitung jenis darah,
dan pemeriksaan laboratoriumumum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama
dibanding setelah stabilisasidan resusitasi.
PENUTUP
.Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat
dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan
Sistim KomandoBencana dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan
gawat daruratmedis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas
harus waspadadan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan
pertanggung- jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.Karena banyak keadaan
bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugasharus berperan-serta dan
menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencanaagar lebih terampil dan
mampu saat bencana sebenarnya
RUJUKAN
.1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency
LifeSupport (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT).Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen
KesehatanR.I. 2006.2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana.
DepartemenKesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.3. Tanggap
Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I.Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2006.4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan
Penanggulangan Bencana danPenaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan
R.I. Pusat PenanggulanganMasalah Kesehatan. Tahun 2002.5. Advanced Trauma
Life Support. Course for Physicians 6th. edition. AmericanCollege of Surgeons, 55
East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.6. Multiple Casualty Insidents. Available
athttp://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.htm