Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

50
iii KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia agar mampu bersaing dalam era Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara merupakan indikasi yang sangat nyata upaya Pemerintah Indonesia dalam peningkatan mutu sumberdaya manusia agar mampu bersaing dalam era keterbukaan dan globalisasi. Di lingkungan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen, Kementerian Pendidikan Nasional, diantara dampak realisasi dari peraturan-peraturan perundangan tersebut dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat pada akhir tahun 2009 mencapai 98,11%. Angka ini melebihi target yang diharapkan dapat dicapai akhir tahun 2008, yaitu 95.0%. Dengan telah tercapainya target APK di atas, maka orientasi pembinaan pendidikan pada jenjang SMP lebih ditekankan pada peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut, Direktorat Pembinaan SMP telah menyusun berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dengan kebijakan dan program tersebut, diharapkan misi 5 K Kementerian Pendidikan Nasional terkait dengan Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan Kepastian juga diharapkan dapat terpenuhi. Agar program dan/atau kegiatan tersebut dapat mencapai target yang telah ditetapkan, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada, Direktorat Pembinaan SMP menerbitkan berbagai Buku Panduan Pelaksanaan untuk masing-masing program dan/atau kegiatan, baik yang pengelolaannya di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun yang dilaksanakan langsung oleh sekolah. Dengan buku panduan ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan program di semua tingkatan dapat memahami dan melaksanakan dengan amanah, efektif dan efisien seluruh proses kegiatan mulai dari penyiapan rencana, pelaksanaan, sampai dengan monitoring, evaluasi dan pelaporannya. Akhirnya, kami mengharapkan agar semua pihak terkait mempelajari dengan seksama dan menjadikannya sebagai pedoman serta acuan dalam pelaksanaan seluruh program atau kegiatan pembangunan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama tahun anggaran 2010. Jakarta, Januari 2010 Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Didik Suhardi, SH., M.Si NIP. 196312031983031004

description

Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Responsif Gender untuk SMP

Transcript of Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Page 1: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

iii

KATA PENGANTAR

Dalam upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia agar mampu bersaing

dalam era Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008

tentang Wajib Belajar, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

Pemberantasan Buta Aksara merupakan indikasi yang sangat nyata upaya Pemerintah

Indonesia dalam peningkatan mutu sumberdaya manusia agar mampu bersaing dalam era

keterbukaan dan globalisasi.

Di lingkungan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen, Kementerian

Pendidikan Nasional, diantara dampak realisasi dari peraturan-peraturan perundangan

tersebut dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat pada akhir

tahun 2009 mencapai 98,11%. Angka ini melebihi target yang diharapkan dapat dicapai

akhir tahun 2008, yaitu 95.0%. Dengan telah tercapainya target APK di atas, maka

orientasi pembinaan pendidikan pada jenjang SMP lebih ditekankan pada peningkatan

mutu pendidikan.

Dalam rangka peningkatan mutu tersebut, Direktorat Pembinaan SMP telah menyusun

berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan

kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dengan kebijakan dan

program tersebut, diharapkan misi 5 K Kementerian Pendidikan Nasional terkait dengan

Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan Kepastian juga diharapkan dapat

terpenuhi.

Agar program dan/atau kegiatan tersebut dapat mencapai target yang telah ditetapkan,

sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada, Direktorat Pembinaan SMP menerbitkan

berbagai Buku Panduan Pelaksanaan untuk masing-masing program dan/atau kegiatan,

baik yang pengelolaannya di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun yang

dilaksanakan langsung oleh sekolah.

Dengan buku panduan ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan

program di semua tingkatan dapat memahami dan melaksanakan dengan amanah, efektif

dan efisien seluruh proses kegiatan mulai dari penyiapan rencana, pelaksanaan, sampai

dengan monitoring, evaluasi dan pelaporannya.

Akhirnya, kami mengharapkan agar semua pihak terkait mempelajari dengan seksama

dan menjadikannya sebagai pedoman serta acuan dalam pelaksanaan seluruh program

atau kegiatan pembangunan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama tahun

anggaran 2010.

Jakarta, Januari 2010

Direktur Pembinaan

Sekolah Menengah Pertama,

Didik Suhardi, SH., M.Si

NIP. 196312031983031004

Page 2: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp
Page 3: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

v

DAFTAR ISI

kata Pengantar......................................................................................................iii

Daftar Isi ............................................................................................................... v

Bab I Pendahuluan................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1 B. Tujuan.......................................................................................................2 C. Ruang Lingkup .........................................................................................2 D. Pentingnya Integrasi Gender Pada Satuan Pendidikan Sekolah Menengah

Pertama .....................................................................................................3

Bab Ii Mengenai Panduan.....................................................................................5

A. Pengertian .................................................................................................5 B. Prinsip-Prinsip ..........................................................................................5 C. Pengguna Panduan....................................................................................6 D. Kegunaan Panduan ...................................................................................6

Bab Iii Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender ..............................................9

A. Pengertian .................................................................................................9 B. Unsur-Unsur Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender.......................10 C. Isu Gender Dalam Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender ..............10 D. Strategi Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan

Pendidikan ..............................................................................................12 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan

Pendidikan ..............................................................................................15 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan

Pendidikan ..............................................................................................16

Bab Iv Pembelajaran Di Sekolah Menengah Pertama Yang Responsif Gender21

A. Pengertian ...............................................................................................21 B. Unsur-Unsur Pembelajaran Responsif Gender .......................................23 C. Isu Gender Dalam Pembelajaran Responsif Gender ...............................23 D. Strategi Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Proses

Pembelajaran...........................................................................................24 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pembelajaran30 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan

Pendidikan ..............................................................................................31

Page 4: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

vi

Bab V Komite Sekolah Dalam Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

Responsif Gender ........................................................................................35

A. Pengertian ...............................................................................................35 B. Unsur-Unsur Komite Sekolah Responsif Gender ...................................36 C. Isu Gender Dalam Komite Sekolah Responsif Gender ..........................36 D. Strategi Meujudkan Komite Sekolah Responsif Gender.........................36 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Komite

Sekolah ...................................................................................................37 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Komite Sekolah38

Bab Vi Penutup...................................................................................................41

Lampiran:............................................................................................................43

Page 5: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem Pendidikan Indonesia harus menjamin pemerataan dan

perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya

saing, serta kepemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan pencitraan

publik. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Sistim Pendidikan

Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan

diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak

diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, dan pasal 5 ayat

(1) menetapkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan landasan

hukum formal tersebut, setiap orang mempunyai kesempatan yang

sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu pada semua jenis,

jenjang maupun jalur pendidikan tanpa membedakan jenis kelamin,

status sosial ekonomi, agama maupun latar belakang budaya.

Dalam upaya mempersempit atau meniadakan kesenjangan gender

dalam berbagai bidang kehidupan, pemerintah Indonesia telah

menetapkan Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang ”Pengarusutamaan

Gender dalam Pembangunan Nasional”, yang kemudian ditindak lanjuti

dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun

2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

Dalam Pembangunan di Daerah dan Permendiknas Nomor 84 Tahun

2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di

Bidang Pendidikan.

Di bidang pendidikan, pengarusutamaan gender telah dilaksanakan

pada jajaran birokrasi pendidikan melalui peningkatan kapasitas

pengambil kebijakan dan perencana pendidikan, sedangkan pada satuan

pendidikan dilakukan melalui pengembangan satuan pendidikan yang

berwawasan gender baik pada jalur formal maupun nonformal.

Pengarusutamaan gender pada satuan pendidikan sekolah menengah

pertama (SMP) merupakan strategi yang sangat penting dalam rangka

meningkatkan efisiensi pembangunan dalam berbagai bidang, termasuk

di dalamnya peningkatan penghormatan terhadap hak-hak asasi

Page 6: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 2

manusia. Pengarusutamaan gender di SMP akan berdampak besar

terhadap cara

pandang dan tindak anak-anak di masa yang akan datang karena

mereka telah mengikuti proses pembelajaran yang mampu

mengembangkan multi intelegensi peserta didik tanpa terkendala oleh

jenis kelaminnya. Oleh karena itu melalui acuan ini diharapkan

sekolah-sekolah melakukan pengembangan pendidikan secara bermutu

dengan mengintegrasikan dimensi keadilan dan kesetaraan gender

melalui; 1) manajemen pendidikan sekolah yang responsif gender; 2)

proses pembelajaran yang responsif gender; dan 3) peran serta

masyarakat dalam pendidikan yang responsif gender.

Pengarusutamaan gender di SMP tidak berarti mengajarkan materi/

konsep gender pada mata pelajaran akan tetapi menerapkan dimensi

keadilan dan kesetaraan gender dalam setiap praktek-praktek pedidikan

yang dilaksanakan oleh kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik dan komite sekolah.

B. TUJUAN

Tujuan dari penyusunan panduan ini adalah memandu Kepala Sekolah,

tenaga pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik

dan komite sekolah,. pada Sekolah Menengah Pertama dalam:

1. Mengembangkan manajemen pendidikan yang responsif gender di

Sekolah Menengah Pertama, mencakup budaya sekolah,

pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan SDM,

pembiayaan/pendanaan pendidikan yang responsif gender.

2. Merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang responsif

gender, mencakup bahan ajar, silabus, RPP, standar kompetensi

dan indikator serta media pembelajaran yang responsif gender.

3. Memandu para anggota komite sekolah dalam merancang,

mengembangkan, dan mengelola program komite sekolah yang

responsif gender.

C. RUANG LINGKUP

Panduan ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

mengintegrasikan keadilan dan kesetaraan gender pada satuan

pendidikan SMP, terutama oleh:

Page 7: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 3

1. Pengelola Pendidikan pada Sekolah Menegah Pertama, mencakup:

Kepala Sekolah dan pengawas sekolah dalam merancang

pengembangan manajemen pendidikan SMP responsif gender.

2. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam merancang dan mendukung proses pembelajaran responsif gender.

3. Peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran responsif gender.

4. Komite sekolah dalam mengembangkan program komite sekolah responsif gender.

D. PENTINGNYA INTEGRASI GENDER PADA SATUAN

PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Beberapa pertimbangan pentingnya integrasi gender dalam pendidikan

di SMP, di antaranya:

1. Praktek ketidakadilan gender secara sadar atau tidak masih terjadi

pada proses pendidikan, baik yang dilakukan oleh keluarga

maupun oleh lembaga pendidikan SMP. Beberapa contoh

ketidakadilan gender pada SMP antara lain berupa proses

pembelajaran yang bersifat stereotipe, dimana anak laki-laki

cenderung diberi motivasi untuk menjadi kuat, agresif, pemberani,

melakukan kegiatan-kegiatan yang menantang, dan didorong untuk

menjadi pemimpin, beraktivitas di luar rumah. Di sisi lain,

perempuan cenderung diberi motivasi untuk menjadi penurut,

tergantung, mengerjakan pekerjaan yang monoton dan berulang-

ulang serta didorong untuk melakukan aktivitas sosial

kemasyarakatan dan aktivitas kerumahtanggaan (domestik).

Praktek ketidakadilan gender dalam bentuk pembakuan peran

gender yang kaku ini terjadi karena adanya keyakinan dan

pembenaran tentang peran gender yang kaku sehingga ditanamkan

sepanjang hidup manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai hal

yang wajar. Padahal, pembagian peran yang kaku akan memberi

dampak kurang menguntungkan bagi peserta didik karena mereka

tidak bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang utuh

dalam merespon dinamika kehidupan yang semakin kompleks.

2. Dalam rangka merubah semua ketimpangan gender dan stereotipe

pada kehidupan masyarakat, maka perlu dilakukan pendidikan di

Sekolah yang responsif gender.

3. Pendidikan di sekolah yang responsif gender diharapkan dapat

menurunkan secara signifikan tingkat kesenjangan gender (gender

Page 8: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 4

gap) di berbagai aspek pengembangan potensi peserta didik

sehingga dalam jangka panjang akan mengurangi masalah sosial,

seperti kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, trafficking,

pelacuran dan lain sebagainya.

Strategi integrasi perspektif gender dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Mendesain dan mengimplementasikan manajemen pendidikan

yang menegaskan pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-

laki secara seimbang dalam proses perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi maupun monitoring kebijakan/program/kegiatan

pendidikan.

2. Mendesain dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang

responsif gender, baik dalam penyusunan bahan ajar, silabus,

RPP, standar kompetensi dan indikator serta media pembelajaran

yang responsif gender.

3. Mendesain kegiatan komite sekolah yang responsif gender, baik

dalam kepengurusan komite sekolah maupun kegiatan-kegiatan

komite sekolah.

Metode yang dipakai dalam penyusunan panduan ini adalah metode

participatory, dengan melibatkan seluruh stakeholders pendidikan, baik

di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Page 9: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 5

BAB II

PENGERTIAN DAN KEGUNAAN PANDUAN

A. PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan panduan adalah: suatu aturan atau prinsip-

prinsip yang disesuaikan untuk menghasilkan tujuan yang ingin dicapai

(A rule or principle by which a judgment or detremine a course of

action).

Yang dimaksud dengan panduan mencakup suatu perencanaan atau

penjelasan terperinci yang memberikan serangkaian petunjuk atau

menghasilkan suatu aksi (A detailed plan or explanation to privide

direction in setting or determineing a course of action).

Yang dimaksud dengan panduan adalah serangkaian langkah-langkah

yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (A series of

steps to be carried out or goals to be accomplished).

Berdasarkan pendapat tersebut maka panduan pendidikan sekolah

menengah responsif gender adalah suatu aturan atau prinsip-prinsip

terperinci sebagai petunjuk bagi kepala sekolah/ tenaga pendidik/

tenaga kependidikan/pengawas sekolah/peserta didik/komite sekolah

agar mampu menghasilkan suatu aksi yang berkaitan dengan

manajemen pendidikan/proses pembelajaran yang responsif gender

serta mampu mewujudkan partisipasi masyarakat yang

mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender di SMP.

B. PRINSIP-PRINSIP

Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam penulisan panduan ini

adalah:

1. Mudah dipahami oleh pengguna, yaitu kepala sekolah, tenaga

pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik

serta komite sekolah.

2. Fokus pada unsur manajemen pendidikan, proses pembelajaran

dan partisipasi pendidikan.

3. Jelas tujuannya, yaitu sebagai panduan bagi kepala sekolah, tenaga

pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik

serta komite sekolah dalam mewujudkan sekolah responsif gender

4. Jelas apa yang mau dihasilkan, yaitu dirumuskan dan

dilaksanakannya suatu aksi dari kepala sekolah, tenaga pendidik,

tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik serta komite

Page 10: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 6

sekolah yang berkaitan dengan manajemen pendidikan, proses

pembelajaran yang responsif gender serta mewujudkan partisipasi

masyarakat yang mengedepankan nilai-niali keadilan dan

kesetaraan gender di SMP.

5. Teridentifikasi user (penggunanya), yaitu kepala sekolah, tenaga

pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik

serta komite sekolah pada satuan pendidikan SMP.

6. Menggunakan metode yang mudah dan relevan sesuai dengan

konteks satuan pendidikan SMP serta dapat diaplikasikan dengan

mudah, karena panduan ini diujicobakan ke satuan pendidikan

SMP untuk mendapatkan masukan sebagai dasar perbaikan.

7. Bersifat formatif, dimana subyek yang sudah dirumuskan

diujicobakan dan dinilai oleh stakeholders pendidikan pada satuan

pendidikan SMP. Selanjutnya bahan masukan tersebut digunakan

sebagai dasar perbaikan.

C. PENGGUNA PANDUAN

Panduan ini dirancang untuk digunakan oleh:

1. Kepala sekolah dalam mengembangkan manajemen pendidikan

yang responsif gender di sekolah Menengah Pertama, mencakup

budaya sekolah, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan

SDM, pembiayaan/pendanaan pendidikan yang responsif gender.

2. Tenaga pendidik dalam merancang dan melaksanakan proses

pembelajaran yang responsif gender, mencakup bahan ajar,

silabus, RPP, standar kompetensi dan indikator serta media

pembelajaran yang responsif gender.

3. Komite sekolah dalam merancang, mengembangkan, dan

mengelola program komite sekolah yang responsif gender.

4. Peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran yang

mengedepankan nilai keadilan dan kesetaraan gender.

5. Tenaga kependidikan dalam mendukung pelaksanaan pendidikan

responsif gender.

6. Pengawas sekolah dalam memonitor pelaksanaan pendidikan

responsif gender.

D. KEGUNAAN PANDUAN

Panduan ini berguna bagi Kepala Sekolah, tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik dan komite sekolah.

pada Sekolah Menengah Pertama untuk menyusun langkah-langkah

Page 11: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 7

terinci dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu

mewujudkan sekolah responsif gender, baik dalam pengelolaan

sekolah, proses pembelajaran maupun penggerak partisipasi

masyarakat.

Panduan ini dapat digunakan oleh siapapun yang berkeinginan untuk

mewujudkan sekolah responsif gender, baik mereka yang sudah pernah

maupun yang belum pernah mengikuti capacity building sensitivitas

gender.

Page 12: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp
Page 13: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 9

BAB III

PENGELOLAAN PENDIDIKAN RESPONSIF GENDER

A. PENGERTIAN

Manajemen/pengelolaan pendidikan untuk sekolah mengacu pada

konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dalam konsep MBS,

terdapat tiga hal pokok yang dibahas, yaitu; manajemen sekolah, model

pembelajaran, dan peran serta masyarakat dalam pendidikan. Di lain

pihak, pendidikan sekolah responsif gender akan memberikan

penguatan terhadap MBS dengan memasukkan pertimbangan gender

dalam setiap komponen MBS. Dengan demikian model sekolah

responsif gender dapat diartikan sebagai program sekolah yang

menerapkan pendekatan MBS berbasis kesetaraan gender.

Pengarusutamaan gender dalam konteks MBS dapat diintegrasikan

melalui tugas dan fungsi (tupoksi) sekolah dalam menerapkan MBS

yang meliputi komponen-komponen; pengelolaan proses belajar

mengajar; perencanaan, evaluasi, dan supervisi; pengelolaan kurikulum

dan pembelajaran; pengelolaan ketenagaan; pengelolaan fasilitas;

pengelolaan keuangan; pelayanan peserta didik; peran serta

masyarakat; dan pengelolaan budaya sekolah.

Penerapan MBS responsif gender diharapkan dapat mewujudkan

sekolah yang berprestasi bagi peserta didik perempuan dan laki-laki.

Sekolah berprestasi dapat dikategorikan menjadi dua; yaitu prestasi

akademik dan non akademik. Pertama, Prestasi akademik; peserta

didik laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai prestasi

akademik berbentuk nilai UN yang tinggi, juara karya ilmiah, juara

lomba-lomba akademik (seperti: Bahasa Inggris, Matematika, Fisika,

Kimia, dan sebagainya). Kedua, Prestasi non akademik; peserta didik

laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai prestasi non akademik

berupa semangat/kemauan belajar seumur hidup, mencintai ilmu,

toleransi, disiplin, taat beragama, kerajinan, memiliki cita rasa seni

yang tinggi. Ketiga, tahapan mewujudkan MBS responsif gender;

beberapa tahapan pokok menjadi penting artinya untuk dilalui dalam

rangka mewujudkan MBS yang responsif gender.

Page 14: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 10

B. UNSUR-UNSUR PENGELOLAAN PENDIDIKAN RESPONSIF

GENDER

Unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan

pendidikan responsif gender pada SMP antara lain: Budaya sekolah,

sarana prasarana, pengelolaan SDM (Tenaga Pendidik dan Tenaga

Kependidikan), Pembiayaan/pendanaan pendidikan.

C. ISU GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

RESPONSIF GENDER

1. Isu Gender pada Budaya Sekolah

Budaya sekolah memberikan pencitraan terhadap sekolah itu

sendiri, sehingga tidak jarang pandangan terhadap sekolah

didasarkan atas budaya sekolah yang dibangun oleh warga sekolah

di sekolah tersebut. Beberapa fokus pengkajian budaya sekolah

dalam kaitan dengan perwujudan keadilan dan kesetaraan gender di

antaranya:

a. Budaya sekolah seringkali lebih banyak menguntungkan anak laki-laki, sehingga laki-laki mendapatkan perlakuan yang lebih

baik dibandingkan dengan perempuan. Misal : anak laki-laki

diprioritaskan untuk menjadi ketua OSIS, pemimpin upacara,

dll. Hal ini sebagai salah satu bentuk pembakuan peran-peran

gender yang ada di masyarakat, dimana pemimpin dianggap

lebih cocok dilakukan oleh laki-laki.

b. Kesenjangan gender dalam kaitan dengan partisipasi peserta didik yang dapat ditunjukkan dengan proporsi jumlah peserta

didik di sekolah yang menyebabkan jenis kelamin laki-laki

menjadi kelompok yang mendominasi dibandingkan dengan

peserta didik perempuan.

c. Stereotipe atau pembakuan citra dari peran-peran laki-laki maupun perempuan yang merugikan jenis gender lainnya.

d. Diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu sehingga

menghalangi jenis kelamin tersebut untuk mendapatkan hak-

haknya serta melaksanakan peran-perannya di lingkungan

sekolah.

e. Kekerasan berbasis gender, baik fisik, psikis maupun seksual, seperti memandang lebih rendah dan meminggirkan, pelecehan

seksual, dan yang sejenisnya.

f. Jumlah tenaga pendidik pada jenjang sekolah menengah pertama lebih banyak didominasi oleh perempuan dari pada laki-laki (60-

Page 15: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 11

70% tenaga pendidik SMP adalah perempuan), termasuk jumlah

peserta didik maupun tenaga pendukungnya/Tata Usaha

g. Normatif tenaga pendidik yang mengajar olah raga di SMP adalah laki-laki.

h. Seharusnya peran dan fungsi tenaga pendidik BK sangat strategis untuk memberikan pemahaman pendidikan yang

responsif gender kepada semua peserta didik melalui kegiatan

pengembangan diri dan kegiatan ekstra kurikuler yang masih

netral. Ketidaktahuan tenaga pendidik BK bahwa antara peserta

didik laki-laki dan perempuan punya potensi yang sama terhadap

mata pelajaran tata boga, tata busana dan mata pelajaran lainnya.

Kondisi di atas merupakan sebagian dari kondisi yang dapat

mempengaruhi pemikiran, sikap, dan perilaku anak-anak, baik di

lingkungan sekolah maupun di masyarakat, baik pada saat ini

maupun pada masa yang akan datang.

2. Isu Gender pada Sarana dan Prasarana Sekolah

Sarana dan prasarana sekolah seringkali dirancang tidak

memperhatikan perbedaan kebutuhan antara peserta didik

perempuan dan laki-laki. Misalnya :

a. Meja sekolah didesain terbuka sehingga tidak nyaman bagi

perempuan karena memakai rok,

b. Tidak tersedia ruang ganti berpakaian yang aman dari

kemungkinan terjadinya pelecehan seksual,

c. Tidak tersedianya perlengkapan yang dibutuhkan pada saat

perempuan menstruasi seperti pembalut perempuan, obat

pereda nyeri haid, air dalam jumlah yang cukup, dll. Padahal

kebutuhan tersebut mutlak diperlukan oleh perempuan dan

tidak diperlukan oleh laki-laki.

3. Isu Gender pada Pengelolaan SDM

Pengelolaan SDM di sekolah seringkali belum responsif gender,

misalnya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa belajar selama

ini lebih banyak dimanfaatkan oleh tenaga pendidik laki-laki, dan

sekolah tidak sensitif untuk memberikan tindakan affirmative action

sebagai mekanisme pemaksa agar tenaga pendidik perempuan juga

memanfaatkan tawaran beasiswa. Hal ini berakibat pada lebih

rendahnya prosentase tenaga pendidik perempuan yang terakreditasi

dibandingkan laki-laki karena kendala tingkat pendidikan di bawah

S1.

Page 16: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 12

4. Isu Gender pada Anggaran dan Pembiayaan Sekolah

Rencana Anggaran dan Pembiayaan Sekolah masih netral gender,

artinya belum ada analisis tentang kebermanfaatan secara adil bagi

laki-laki dan perempuan terhadap anggaran yang ada di sekolah.

Disisi lain penganggaran pendidikan di sekolah belum

mempertimbangkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi

baik oleh guru dan siswa laki-laki maupun perempuan.

Isu lain dalam penganggaran dan pembiayaan pendidikan di SMP

yaitu keterlibatan guru, dan orang tua siswa baik laki-laki maupun

perempuan dalam penyusunan RAPBS sekolah.

D. STRATEGI INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Strategi integrasi keadilan dan kesetaraan gender dalam pengelolaan

pendidikan akan diklasifikasikan ke dalam 4 bahasan pokok, yaitu; 1)

penciptaan budaya sekolah yang responsif gender; 2) penataan sarana

dan prasarana yang responsif gender; 3) pengelolaan SDM yang

responsif gender; dan 4) pengelolaan pendanaan yang responsif gender

di sekolah dasar.

1. Penciptaan dan Penanaman Budaya Sekolah dan Cinta

Lingkungan yang Responsif Gender

Upaya untuk menciptakan dan menanamkan budaya sekolah dan

cinta lingkungan yang Responsif Gender tersebut dapat dilakukan

dengan beberapa langkah sebagai berikut.

a. Memberikan contoh keteladanan dan pengalaman (nilai-nilai,

norma, dan perilaku) dari semua pengelola sekolah (kepsek,

tenaga pendidik, tenaga kependidikan lainnya) kepada semua

peserta didik dalam melaksanakan budaya cinta lingkungan

di sekolah.

b. Menciptakan rasa aman dan nyaman tanpa ada kekerasan fisik,

psikis, seksual berbasis perbedaan jenis kelamin

c. Menciptakan dan melaksanakan budaya cinta lingkungan

sekolah yang bersih, asri, hijau, indah, dan nyaman yang

resposif gender agar anak memiliki kepekaan terhadap

lingkungan sekitar (sekolah, keluarga, masyarakat, dan

negara).

d. Memberikan penghargaan dan penghormatan sesuai dengan

posisi dan perannya masing-masing.

Page 17: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 13

e. Menghindari terjadinya diskriminasi gender baik terhadap

laki-laki maupun terhadap perempuan.

f. Menghilangkan stereotip gender baik mengenai fungsi dan

peran laki-laki maupun perempuan.

g. Tidak menggunakan simbol-simbol, gambar, poster, lukisan

dan bahasa verbal maupun non-verbal yang dapat

menimbulkan pelecehan laki-laki maupun perempuan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap komponen sekolah

memiliki peran masing-masing.

a. Kepala Sekolah

1) Memberi keteladanan setara dan adil gender 2) Melakukan kebijakan yang setara dan adil gender 3) Menegakkan peraturan tanpa diskriminasi gender 4) Mengembangkan relasi warga sekolah yang setara dan

adil gender.

b. Tenaga Pendidik

1) Memberikan keteladanan yang setara gender; 2) Menerapkan pembelajaran adil gender; 3) Memberikan penilaian yang tidak diskriminatif; 4) Membangun relasi gender yang tidak diskriminatif.

c. Peserta didik

1) Berperilaku tidak melecehkan gender tertentu 2) Mematuhi kebijakan sekolah yang responsif gender 3) Menerapkan kesetaraan gender dengan menempatkan diri

sesuai dengan posisinya

4) Hubungan sosial setara sesama teman tanpa diskriminasi gender.

d. Tenaga Kependidikan

1) Memberi keteladanan yang setara dan adil gender 2) Memberikan pelayanan tanpa diskriminasi gender 3) Melaksanakan pekerjaan tanpa stereotipi gender dan tidak

memihak

4) Menjalankan peraturan tanpa diskriminasi gender 5) Menerapkan kesetaraan gender di lingkungan kerjanya 6) Mendukung kebijakan sekolah yang berorientasi

kesetaraan dan keadilan gender

e. Komite Sekolah

1) Komite sekolah memberi keteladanan dalam kesetaraan dan keadilan gender

2) Melakukan kebijakan responsif gender

Page 18: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 14

3) Membiasakan pemberian akses, peran pengambilan keputusan atau kontrol yang sama antar laki-laki dan

perempuan

4) Mendorong terwujudnya partisipasi semua jenis kelamin dalam kegiatan sekolah

2. Penciptaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Responsif Gender

Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mewujudkan sarana

dan prasarana yang responsif gender di sekolah dasar, di

antaranya:

a. Menyediakan sarana-prasarana yang ramah lingkungan

dengan mempertimbangkan kebutuhan berbeda (spesifik)

antara laki-laki dan perempuan.

b. Memanfaatkan sarana-prasarana yang tidak mendukung

terjadinya dominasi jenis kelamin tertentu.

c. Meninjau kembali sarana-prasarana yang penggunaannya

tidak ramah (kesulitan) pada jenis kelamin tertentu.

d. Menyediakan sarana-prasarana untuk menunjang fungsi

reproduksi dan kultural, misalnya: tempat penitipan anak bagi

tenaga pendidik yang memiliki anak usia dini, kamar mandi

terpisah, dan transportasi yang aman, dll.

3. Pengelolaan SDM yang Responsif Gender

Agar SDM (tenaga pendidik dan kependidikan) yang ada di

sekolah memiliki kemampuan untuk mentransformasikan dan

berperilaku adil dan setara gender dapat dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Mendorong semua tenaga pendidik (laki-laki dan perempuan)

untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan.

b. Mendorong semua tenaga pendidik untuk berpartisipasi

secara aktif dalam setiap kegiatan di sekolah dengan

menghilangkan peran-peran stereotip gender.

c. Memberikan kesempatan yang sama kepada semua tenaga

pendidik dan kependidikan untuk menjadi panitia atau

kegiatan-kegiatan lainnya.

d. Menghilangkan peran-peran stereotip gender yang ada di

sekolah, misalnya; tenaga pendidik pramuka selalu laki-laki,

tenaga pendidik olah raga selalu laki-laki, tenaga pendidik

keterampilan (tata boga dan busana) selalu perempuan, dan

sebagainya.

Page 19: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 15

4. Pembiayaan Sekolah yang Responsif Gender

Untuk mewujudkan pembiayaan pendidikan sekolah yang

responsif gender memang tidak mudah. Sebagian besar selalu

beranggapan bahwa biaya pendidikan bertujuan untuk

meningkatkan mutu dan akses yang sama bagi laki-laki dan

perempuan. Untuk mendorong perwujudan anggaran yang

responsif gender di sekolah perlu dilakukan beberapa strategi

sebagai berikut:

a. Memastikan bahwa anggaran disusun melibatkan dan

memperhatikan aspirasi perempuan dan laki-laki (tenaga

pendidik dan anggota komite sekolah) secara setara.

b. Memastikan bahwa anggaran yang disusun memiliki manfaat

untuk kedua jenis kelamin secara adil dan setara gender.

c. Memastikan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kontrol

yang sama terhadap pemanfaatan dana yang dikelola oleh

sekolah.

E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Proses integrasi keadilan dan kesetaraan gender dalam pengelolaan

pendidikan, dilakukan melalui :

1) Memastikan bahwa kepala sekolah, guru serta tenaga kependidikan lainnya memahami tentang keadilan dan kesetaraan gender di

sekolah;

2) Mengetahui isu-isu gender di sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan SMP, terutama yang berkaitan dengan budaya

sekolah, sarana dan prasarana sekolah serta pengelolaan SDM dan

pembiayan pendidikan responsif gender;

3) Memasukkan isu-isu tersebut dalam perencanaan pengelolaan SMP responsif gender, seperti dalam penyusunan Rencana Anggaran

dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), penyusunan da

pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya sekolah serta pelatihan-

pelatihan yang diberikan kepada guru serta tenaga kependidikan

lainnya;

4) Melaksanakan budaya sekolah, sarana dan prasarana sekolah serta pengelolaan SDM dan pembiayaan pendidikan di SMP sudah

memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender;

5) Melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan SMP responsif gender.

Page 20: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 16

F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Hasil integrasi keadilan dan kesetaraan gender dapat diamati melalui

pencapaian indikator keadilan dan kesetaraan gender pada budaya

sekolah, sarana dan prasarana sekolah, pengelolaan SDM dan

pendanaan responsif gender.

1. Indikator Manajemen Pendidikan SMP Responsif Gender

a. Budaya Sekolah

Seluruh interaksi yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan

cerminan dari budaya yang berlaku di sekolah tersebut. Budaya

sekolah diciptakan oleh seluruh komponen sekolah melalui

interaksi di antara komponen sekolah.

Untuk meningkatkan perwujudan keadilan dan kesetaraan

gender di sekolah maka perlu diciptakan budaya sekolah yang

responsif gender, yaitu budaya yang mendorong terwujudnya

keadilan dan kesetaraan gender yang diwujudkan dalam bentuk

sikap, norma dan relasi warga sekolah, sehingga laki-laki dan

perempuan memperoleh keuntungan yang sama. Keuntungan-

keuntungan tersebut dilihat dari beberapa aspek, di antaranya:

1). Semua jenis kelamin memperoleh akses yang sama terhadap hak-hak dasar dalam pelayanan pendidikan di

sekolah;

2). Semua jenis kelamin memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pencapaian hak-hak dasar dan

sumber daya, termasuk dalam proses pengambilan

keputusan;

3). Semua jenis kelamin memiliki akses yang sama dalam memberikan kontrol terhadap sumberdaya pendidikan di

sekolah;

4). Semua jenis kelamin memperoleh manfaat yang sama dan seimbang atas seluruh kegiatan dalam lingkungan sekolah;

5). Semua jenis kelamin memiliki semangat yang sama untuk saling menghormati, menghargai, saling membantu,

merasa aman, nyaman dan menyenangkan.

b. Sarana Prasarana

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan di

sekolah adalah tersedianya dan pendayagunaan sarana dan

Page 21: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 17

prasarana belajar yang memadai. Dalam mewujudkan

mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan yang

responsif gender perlu dilakukan secara cermat sehingga semua

komponen sekolah yang terlibat di dalamnya memiliki akses

yang sama untuk mendayagunakannya dengan tanpa

membedakan jenis kelamin. Sebenarnya persyaratan sarana dan

prasarana di Sekolah Dasar sampai dengan SMA telah diatur

oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar

Sarana dan Prasarana Pendidikan, akan tetapi untuk

mengoptimalkan Sarana dan prasarana pendidikan agar

responsif gender, perlu memperhatikan dari sarana dan

prasarana yang responsif gender, yaitu:

1). Mempertimbangkan kebutuhan spesifik yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, khususnya yang terkait

pemeliharaan fungsi reproduksi dan pemeliharaan nilai-

nilai budaya.

2). Memberikan fasilitas yang seimbang kepada laki-laki dan perempuan dalam mencapai tujuan pendidikan dan

perkembangan peserta didik. Pemanfaatan sarana dan

prasarana tidak didominasi oleh salah satu jenis kelamin.

3). Mendorong untuk tumbuhnya partisipasi aktif semua anak laki-laki dan perempuan untuk melakukan percobaan dan

mencapai prestasi yang lebih baik dan menyalurkan minat

dan bakat peserta didik.

c. Pengelolaan SDM (Tenaga Pendidik dan Kependidikan)

Di sekolah tenaga pendidik dan kependidikan pada umumnya

adalah; Kepala Sekolah, tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan. Tenaga pendidik memiliki peranan yang sangat

strategis dalam membentuk karakter peserta didik. Perlu

disadari bahwa anak pada usia SMP telah memasuki masa

perkembangan yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal

yang kompleks yang menuntut kecakapan kognitif dan

psikomotorik yang tinggi. Kegiatan yang bersifat kanak-kanak

berangsur-angsur dikurangi dan diganti dengan tugas-tugas

yang biasanya dikerjakan oleh remaja dan orang dewasa. Selain

itu, karena usia anak-anak SMP telah memasuki masa remaja,

maka substansi dan strategi rinci dari ketiga pendekatan

pelaksanaan pendidikan yang resposif gender baik melalui

pengelolaan sekolah, proses pembelajaran, maupun peran orang

tua/masyarakat perlu disesuaikan, dengan memberikan

Page 22: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 18

penekanan kepada kegiatan-kegiatan, tugas-tugas atau proses

pembelajaran untuk penguatan peran kesetaraan yang

sebelumnya telah diperkenalkan/diinternalisasikan melalui

jenjang sekolah dasar. Pada masa ini anak SMP cenderung

memiliki keinginan untuk mencoba dalam mempelajari sesuatu.

Oleh karena itu karakteristik anak usia SMP hendaknya

menjadi perhatian para tenaga pendidik dan kependidikan di

sekolah. Sebagian sudah mulai menunjukkan pertumbuhan dan

perkembangan alat-alat genital, sehingga tenaga pendidik dan

kependidikan di sekolah perlu memiliki pemahaman tentang

hal tersebut.

Meskipun persyaratan akademik tenaga pendidik dan

kependidikan di sekolah telah ditetapkan melalui Standar

Nasional Pendidikan, akan tetapi diperlukan peningkatan

kemampuan dan pemahaman tenaga pendidik tentang

perlakuan yang adil dan setara gender di lingkungan sekolah.

Hal ini untuk meningkatkan sensitivitas gender pada anak-anak

di sekolah. Tenaga pendidik tidak harus mengajarkan materi

gender di kelas atau mengintegrasikannya dengan mata

pelajaran yang lain, akan tetapi tenaga pendidik harus

memberikan perlakuan yang menunjukkan keadilan dan

kesetaraan gender di dalam kelas, di lingkungan sekolah,

maupun di luar sekolah.

d. Pembiayaan/pendanaan pendidikan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 mengenai

Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa setiap aspek

pengelolaan sekolah harus mempunyai perencanaan, baik

perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka

panjang dalam bentuk rencana strategis sekolah maupun jangka

pendek dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Sekolah (RAPBS).

Penyusunan RAPBS tidak terlepas dari peruntukan anggaran

yang ditetapkan untuk pelaksananaan sekolah dalam waktu satu

tahun. Dalam penyusunan anggaran sekolah diperlukan APBS

yang disusun berdasarkan keseimbangan gender, yaitu APBS

yang berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan untuk laki-

laki dan perempuan secara setara, adil, dan seimbang.

Page 23: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 19

Secara sederhana, pembiayaan pendidikan yang responsif

gender diklasifikasikan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu:

1). Pembelanjaan yang spesifik gender. Merupakan

pembelanjaan yang dikhususkan untuk memenuhi

kebutuhan spesifik dari salah satu jenis kelamin. Misalnya

pembelanjaan untuk menjawab kebutuhan perempuan

terkait dengan peran-peran biologis yang tidak dapat

dipertukarkan dengan laki-laki.

2). Pembelanjaan untuk mendorong kesetaraan gender. Adalah anggaran untuk mengatasi kesenjangan dan ketimpangan

gender akibat konstruksi sosial di masyarakat. Hal ini

diperlukan untuk mendorong kesetaraan gender baik

ketertinggalan tersebut dialami oleh perempuan ataupun

laki-laki.

3). Pembelanjaan umum responsif gender, yaitu anggaran yang dipergunakan untuk mendorong optimalisasi

Pengarusutamaan Gender di sekolah.

Beberapa ciri yang penting dari pembiayaan pendidikan yang

responsif gender adalah:

1). Anggaran disusun dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan yang adil antara laki-laki dan perempuan.

2). Anggaran yang disusun meminimalisir dampak

marjinalisasi/ peminggiran salah satu jenis kelamin.

3). Anggaran yang disusun mampu mendorong akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya untuk laki-laki dan

perempuan secara setara dan adil gender.

Page 24: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp
Page 25: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 21

BAB IV

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA YANG

RESPONSIF GENDER

A. PENGERTIAN

John Dewey (1916) seorang ahli pendidikan yakin bahwa “kurikulum

dan metodologi pembelajaran harus dikaitkan langsung dengan minat

dan pengalaman peserta didik”. Keyakinan ini masih sangat konsisten

dengan perkembangan pemikiran mutakhir, seperti yang terkenal

dengan laporan Jack de Loor, yang telah direkomendasikan oleh

UNESCO (1998) dengan menegaskan empat pilar pembelajaran yang

berhasil dan sekarang tengah dalam berbagai prinsip belajar

berkelanjutan, sebagai berikut,

1. Prinsip learning to know; dilaporkan oleh de Loor (1998) bahwa tujuan belajar yang paling rendah adalah yang dinamakan ‘belajar

untuk mengetahui’. Prinsip ‘belajar untuk mengetahui’ ini terkenal

dengan istilah ‘rote learning’ atau belajar hanya menyebutkan dan

menghafalkan dengan tanpa memahami secara mendasar dan

terinternalisasikan. Tujuan belajar paling rendah ini telah

berkembang selama ini, khususnya di negara-negara berkembang

yang kualitas pendidikannya rata-rata lebih rendah dibandingkan

dengan di negara-negara maju. Proses belajar seperti ini

dimungkinkan terjadi di negara-negara berkembang di mana

tenaga pendidik-tenaga pendidiknya berkualitas rendah, sarana

belajarnya terbatas, dan jumlah peserta didiknya massal. Menurut

Jack de Loor, proses belajar kualitas pendidikan yang rendah, dan

lulusannya tidak cakap sehingga lulusan sekolah tidak produktif

dan hanya akan menjadi beban bagi negara.

2. Prinsip learning to do; tujuan belajar yang lebih maju adalah apa yang disebut “belajar untuk dapat melakukan sesuatu”. Belajar

yang berkualitas bukan hanya untuk tujuan ‘mengetahui’ tetapi

juga adalah untuk menjadi cakap dan terampil sehingga diharapkan

bahwa dengan kecakapan dan keterampilan yang dimilikinya

lulusan pendidikan mampu melakukan kegiatan produktif dalam

mewujudkan kehidupan mereka yang lebih baik. Pembelajaran

yang memuat keterampilan dan kecakapan itu dikembangkan oleh

UNESCO misalnya melalui pendidikan ‘life skill education’ atau

Page 26: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 22

pendidikan berkelanjutan sebagai salah satu bentuk terobosan

untuk merubah berkembangnya ‘rote learning’ di sekolah-sekolah

yang terlalu menekankan pada pengembangan pembelajaran

akademik.

3. Prinsip learning to be; pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mengetahui dan menjadi cakap dan terampil bagi lulusannya, tetapi

juga mendidik agar menjadikan lulusan menjadi manusia-manusia

yang mengetahui dan memahami jati dirinya sendiri sebagai

manusia dan sebagai dirinya sendiri, sebagai anggota keluarga,

sebagai warga negara, sebagai warga dunia, dan bahkan sebagai

bagian dari kemanusiaan. Memahami jati diri ini penting agar

setiap manusia terdidik mampu menempatkan dirinya secara

fungsional di hadapan manusia lainnya sehingga tercipta kesadaran

akan fungsi dirinya masing-masing relatif terhadap manusia lain

baik secara pribadi maupun secara kelompok.

4. Prinsip learning to live together; tujuan tertinggi dari pendidikan adalah belajar agar setiap manusia terdidik dapat hidup dengan

manusia lainnya secara damai. Prinsip ini didasarkan pada asumsi

bahwa kedamaian antar-manusia dan antar-negara di dunia akan

terwujud jika setiap manusia memiliki pemahaman dan kecakapan

untuk dapat hidup bersama dengan manusia lainnya yang berbeda

dari dirinya, berbeda dari keluarganya, berbeda dari

masyarakatnya, berbeda dari negaranya, dan berbeda dari

bangsanya. Oleh karena itu dalam laporan de Loor (1998)

ditegaskan bahwa setiap lembaga pendidikan harus mampu

mengembangkan nilai, sikap, dan kecakapan lulusan untuk dapat

hidup bersama secara adil, damai, dan sejahtera.

Dalam implementasinya, seluruh pilar tersebut dapat tercapai

manakala mengintegrasikan dimensi keadilan dan kesetaraan gender

bidang pendidikan ke dalam proses pembelajaran, termasuk di SMP.

Implementasi proses belajar mengajar yang responsif gender adalah

upaya-upaya penerapan perilaku responsif gender dalam kegiatan

belajar mengajar , baik dalam tatanan nilai yang dikembangkan,

norma yang ditaati, perilaku yang diharapkan dan kondisi-kondisi

yang dikembangkan guru agar tercipta suasana kesetaraan,

kesederajatan dan saling menghormati di dalam kelas.

Page 27: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 23

B. UNSUR-UNSUR PEMBELAJARAN RESPONSIF GENDER

Unsur-unsur pembelajaran responsif gender mencakup sekurang-

kurangnya:

1. Tersedianya bahan ajar responsif gender, contoh : Dalam illustrasi bahan ajar harus ada keseimbangan antara perempuan dan laki-

laki;

2. Proses komunikasi/interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik responsif gender;

3. Tersedianya sarana dan prasarana responsif gender, contoh : toilet wanita lebih banyak untuk wanita

4. Tersedianya partisipasi orang tua (komite sekolah) dalam proses pembelajaran responsif gender;

5. Keterlibatannya pemangku kebijakan dan lintas sektor yang terkait. 6. Tersedianya komunikasi dan informasi untuk SMP yang responsif

gender.

C. ISU GENDER DALAM PEMBELAJARAN RESPONSIF

GENDER

1. Laki-laki cenderung menguasai fasilitas sekolah bagian luar (lapangan dan alat-alat olah raga), sementara perempuan

menguasai fasilitas yang ada dalam ruangan, misalnya

perpustakaan.

2. Pemberian tugas yang berbeda di kelas, di mana perempuan lebih diarahkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik

seperti menyapu, mengepel lantai, sementara laki-laki mengerjakan

pekerjaan yang dianggap lebih berat, seperti mengambil air,

memindahkan kursi, dan menghapus papan tulis.

3. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik yang masih netral gender dan cenderung bias gender. Beberapa

perlakukan tersebut dapat dilihat dari perlakuan yang sama

terhadap semua jenis kelamin padahal kedua jenis kelamin tersebut

memiliki kebutuhan dan masalah yang berbeda, atau sebaliknya,

seringkali tenaga pendidik memberikan perlakukan, penugasan,

dan hukuman yang berbeda kepada anak laki-laki dan perempuan

untuk jenis kesalahan yang sama.

4. Kurikulum, utamanya Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) masih netral bahkan cenderung bias gender,

yang disebabkan ketidaktahuan tenaga pendidik dalam

Page 28: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 24

memasukkan dimensi kesetaraan dan keadilan gender dalam

kurikulum.

5. Masih ditemukan adanya bahan ajar yang bias gender, antara lain ilustrasi perempuan sebagai pekerja informal dan domestik,

sementara laki-laki sebagai pekerja formal dan publik.

6. Potensi kemampuan siswa dalam olahraga harus memperhatikan kesetaraan gender

D. STRATEGI INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM PROSES PEMBELAJARAN

1. Proses Pembelajaran Responsif Gender

Proses pembelajaran yang dilakukan di jenjang sekolah bersifat

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi

peserta didik perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi aktif

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik usia SMP.

a. Perencanaan Proses Pembelajaran

Perencanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga

pendidik yaitu menyusun silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP). Dalam penyusunan silabus responsif

gender tenaga pendidik memasukan isu-isu gender dalam

materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator

pencapaian kompetensi, dan penilaian. Isu-isu gender

didasarkan pada pengalaman, aspirasi, masalah, serta

tantangan yang dihadapi peserta didik SMP laki-laki dan

perempuan.

Berdasarkan silabus yang telah disusun kemudian tenaga

pendidik menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi

Dasar (KD) yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran

tersebut.

b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran yang responsif

gender mencakup antara lain:

a) Rombongan belajar maksimal peserta didik SMP dalam

satu kelas adalah 32 peserta didik dengan

Page 29: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 25

mempertimbangkan proporsi peserta didik laki-laki dan

Perempuan.

b) Buku teks/bahan ajar yang digunakan sebaiknya sudah

responsif gender baik substansi, ilustrasi, dan kegiatan

pembelajaran dalam buku/bahan ajar tersebut agar tidak

bias gender.

c) Pengelolaan kelas dilakukan dengan mengatur tempat

duduk peserta didik perempuan dan laki-laki sehingga

bisa berinteraksi dengan baik, penyesuaian materi

pembelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar

peserta didik laki-laki dan perempuan serta memberikan

penguatan dan menghargai pendapat yang disampaikan

peserta didik laki-laki dan Perempuan.

Pengembangan Model Pembelajaran

Rekayasa Pembelajaran

Pembelajaran di

kelas

Siswa

Mengalami

Proses Belajar

yang peka

gender

Siswa belajar di

kelas

Guru

Kurikulum

yang berlaku

Siswa

Desain

Responsif

gender Dampak

pengajaran

Hasil belajar

Dampak

pengiring

Perkembangan siswa yang peka terhadap

keadilan kesetaraan gender

Page 30: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 26

Mengacu pada bagan diatas, maka dapat dirumuskan

mekanisme pembelajaran sebagai berikut :

1. Tahap persiapan; persiapan proses pembelajaran yang

menyangkut penyusunan desain (rancangan) kegiatan

pembelajaran yang akan diselenggarakan didalamnya

meliputi tujuan, metode, media, sumber, evaluasi dan

kegiatan belajar siswa harus memperhatikan kesetaraan

gender;

2. Tahap pelaksanaan; pelaksanaan proses pembelajaran

yang menyangkut proses pembelajaran menggambarkan

dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat

dinamis oleh guru dengan memperhatikan kesetaraan

gender;

3. Tahap evaluasi; evaluasi merupakan laporan dari proses

pembelajaran, khususnya laporan tentang kemajuan dan

prestasi belajar siswa tanpa membedakan gender;

4. Tahap refleksi; sebagai tindak lanjut dalam proses

pembelajaran dapat dipilah menjadi dua hal, yaitu:

promosi dan rehabilitasi. Promosi adalah penetapan untuk

melangkah dan peningkatan lebih lanjut atas keberhasilan

siswa laki-laki dan perempuan. Rehabilitasi adalah

perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses

pembelajaran.

Model pembelajaran yang diperkirakan dapat dimodifikasi

menjadi responsif gender :

a) Model classroom meeting: - Ada kehangatan hubungan

antar individu

- pemahaman diri sendiri

- rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan

kelompok.

b) Model cooperative learning (dengan membagi siswa dalam kelompok).

Model integrated learning: integrasi antar mata pelajaran

atau antar SK-KD. Pembelajaran terpadu ini juga

memungkinkan guru untuk mengintegrasikan antara

materi pelajaran dalam pembelajaran dengan lingkungan

kehidupan siswa.

Page 31: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 27

2. Pelaksanaan pembelajaran yang responsif gender merupakan implementasi dari RPP yang sudah disusun.

Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,

penghayatan inti dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan

pendahuluan tenaga pendidik harus memotivasi peserta didik

perempuan dan laki-laki sehingga tertarik untuk mengikuti

pembelajaran dengan baik. Sedangkan pada kegiatan ini tenaga

pendidik menggunakan berbagai metode/pendekatan sehingga

peserta didik perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi secara

aktif dan bisa mencapai kompetensi dasar secara maksimal.

Beberapa contoh pendekatan/metode pembelajaran yang dapat

digunakan oleh tenaga pendidik misalnya dengan pendekatan

PAKEM (SD) dan pendekatan KONTEKSTUAL (contextual

teaching and learning/ CTL) untuk SMP, antara PAKEM dan CTL

hampir sama esensinya

Pembelajaran Peserta didik Tenaga pendidik

A

Aktif • Membangun konsep

• Bertanya

• Bekerja, terlibat dan

berpartisipasi

• Menemukan dan

memecahkan masalah

• Mengemukakan gagasan

• Mempertanyakan gagasan

• Memantau kegiatan belajar

peserta didik laki-laki dan

perempuan

• Memberi umpan balik

• Mengajukan pertanyaan

yang menantang

• Mempertanyakan gagasan

peserta didik laki-laki dan

perempuan

• Merumuskan kesimpulan

K

Kreatif • Merancang/membuat

sesuatu

• Menulis/mengarang

• Melaporkan hasil karangan

• Membacakan hasil karangan

• Mengembangkan kegiatan

pembelajaran yang menarik

dan beragam bagi peserta

didik laki-laki dan

perempuan

• Membuat alat bantu

mengajar

• Memanfaatkan lingkungan

sekitar

• Mengelola kelas dan

sumber belajar

• Merencanakan proses dan

hasil belajar

Page 32: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 28

• Membuat remedial

E

Efektif

Peserta didik laki-laki dan

perempuan mencapai

kompetensi yang diharapkan

Mencapai tujuan pembelajaran

M

Menyenangkan

Peserta didik perempuan dan

laki-laki harus:

• Berani mencoba/ berbuat

• Berani bertanya

• Berani mengemukakan pendapat/gagasan

• Berani mempertanyakan gagasan orang lain

• Berani menjawab pertanyaan

• Kegiatan menarik,

menantang dan

meningkatkan motivasi

peserta didik laki-laki dan

perempuan

• Mendapatkan pengalaman

secara langsung

• Meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dan cepat

dalam memecahkan

masalah

• Tidak membuat peserta

didik takut

• Tidak membosankan

peserta didik

• Tidak membuat beban bagi

peserta didik

Beberapa hal praktis yang dapat dilakukan dalam mewujudkan

pembelajaran yang responsif gender adalah:

a) Peserta didik laki-laki dan perempuan terlibat dalam berbagai

kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan

mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

b) Tenaga pendidik menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan

lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran

menarik, menyenangkan, dan cocok bagi peserta didik laki-laki

dan perempuan.

c) Tenaga pendidik mengatur kelas dengan memfasilitasi tempat

duduk dimana murid laki-laki dan perempuan duduk

berdampingan.

d) Tenaga pendidik menyediakan ruang membaca yang nyaman dan berisi buku-buku yang menarik untuk siswa laki-laki dan

perempuan.

e) Tenaga pendidik menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif

dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok dengan proporsi

Page 33: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 29

yang seimbang antara anak laki-laki dan perempuan (di kelas

campur).

f) Tenaga pendidik mendorong peserta didik laki-laki dan perempuan

untuk menemukan caranya sendiri dalam memecahkan suatu

masalah, untuk mengungkapkan gagasan, dan melibatkan peserta

didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

3. Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri

Pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di sekolah dilakukan

melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler

oleh tenaga pendidik pendidik, instruktur, dan alumni dibawah

koordinasi tenaga pendidik BK/BP. Kegiatan ini dimaksudkan

untuk memberi kesempatan kepada peserta didik perempuan dan

laki-laki untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai

dengan kebutuhan (pribadi, sosial, agama) potensi, bakat, minat,

kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai kemampuan

dengan kondisi sekolah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan

melaksanakan kegiatan pengembangan diri yang responsive gender

adalah:

1. Hindari pelaksanaan kegiatan pengembangan diri yang

mengarah kepada bias gender.

2. Kembangkan sejumlah kegiatan pengembangan diri yang

secara naluriah dapat diikuti oleh baik peserta didik laki-laki

maupun perempuan misalnya Pramuka, OSIS, PMR, seni,

debat, dan Science Club.

3. Upayakan kepengurusan dalam kegiatan pengembangan diri

dipegang oleh baik peserta didik laki-laki dan perempuan yang

dipilih berdasarkan kemampuan secara demokratis.

4. Upayakan pembina kegiatan pengembangan diri selalu

kombinasi antara pembina pria dan wanita.

4. Pelaksanaan Kegiatan Muatan Lokal

Penyelenggaraan pendidikan yang responsif gender melalui

muatan lokal sebenarnya bagian dari pelaksanaan pembelajaran

yang responsive gender. Namun, karena muatan local

dikembangkan oleh sekolah sendiri, muatan local yang responsive

gender perlu pembahasan khusus.

Muatan lokal berdasarkan statusnya dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu wajib dan pilihan. Muatan local wajib biasanya ditetapkan

Page 34: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 30

oleh Dinas Pendidikan Provinsi sementara muatan local pilihan

dikembangkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan sumber

daya pendidikan yang ada di sekolah maupun kebutuhan peserta

didik. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan

dalam mengembangkan pembelajaran muatan local yang

responsive gender.

1) SK dan KD yang disusun harus responsif gender. Demikian pula silabus yang merupakan operasionalisasi dari SK dan KD

dan RPP rang merupakan jabaran dari silabus harus

mencerminkan perencanaan yang sesuai dengan pembelajaran

yang responsive gender.

2) Bahan ajar yang dikembangkan – tema/topik, teks, dan pengalaman belajar – harus bias gender.

3) Muatan local biasanya menyangkut pengenalan dan

internalisasi nilai-nilai local. Bila nilai-nilai local tersebut

dipandang bias gender, mungkin perlu penyesuaian.

5. Penilaian Hasil Pembelajaran

Penilaian pembelajaran dilakukan oleh tenaga pendidik untuk

mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik

perempuan dan laki-laki serta digunakan sebagai bahan

penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki

proses pembelajaran. Penilaian hasil pembelajaran ini kemudian

dianalisis, apakah terjadi perbedaan pencapaian kompetensi antara

peserta didik laki-laki dan perempuan dalam setiap mata pelajaran

atau pada mata pelajaran tertentu. Jika terjadi maka harus dicari

penyebab dari kesenjangan pencapaian kompetensi tersebut. Hasil

dari analisis penyebab ini kemudian menjadi point penting dalam

mengubah pendekatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik

sehingga peserta didik laki-laki dan perempuan dapat mencapai

kompetensi secara setara dan adil.

E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat menjadi responsif gender, maka perlu

ada upaya untuk memastikan bahwa:

1. tenaga pendidik sudah memahami konsep gender dan gender

dalam bidang pendidikan terutama mengenai pembelajaran yang

responsif gender baik melalui pelatihan, workshop atau melalui

media sosialisasi lainnya;

Page 35: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 31

2. Kurikulum yang disusun dalam bentuk silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) sudah responsife gender, melalui

berbagai pendekatan dan isu-isu gender yang ada di jenjang

sekolah dasar;

3. Bahan ajar yang akan digunakan tidak bias gender baik dari aspek

kalimat-kalimat yang digunakan maupun dari aspek ilustrasinya;

4. Penataan ruang kelas sudah memperhatikan kebutuhan dan kondisi

peserta didik laki-laki dan perempuan, sehingga semua peserta

didik bisa mengikuti pembelajaran dengan nyaman dan

menyenangkan;

5. Interaksi yang dibangun oleh tenaga pendidik tidak merendahkan

salah satu jenis kelamin, sehingga peserta didik perempuan dan

laki-laki termotivasi untuk mengikuti pembelajaran secara

maksimal dan menyenangkan;

6. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan tidak menyulitkan salah

satu jenis kelamin, seperti dalam pemberian contoh soal harus bisa

dipahami oleh peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan.

F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER

DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Untuk mengetahui responsivitas gender pembelajaran di SMP, maka

disusun indikator kunci dari pembelajaran yang responsif gender

seperti yang dituangkan pada tabel di bawah ini.

Page 36: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 32

Tabel …..: Indikator kunci pembelajaran responsif gender

No. Komponen Indikator

1 Perencanaan

pembelajaran

– Pendidik menyusun rencana

pembelajaran dengan

mempertimbangkan kebutuhan

spesifik peserta didik laki-laki dan

perempuan.

(Rencana pembelajaran yang

mempertimbangkan kebutuhan

spesifik laki-laki dan perempuan)

2 Materi bahan ajar – Bahan ajar yang digunakan dalam

pembelajaran sesuai dengan

kebutuhan peserta didik laki-laki dan

perempuan.

– Gambaran peran perempuan dan laki-

laki disajikan dalam materi bahan ajar

secara seimbang dan dalam frekuensi

yang seimbang pula

(Prosentase contoh/ilustrasi peran

laki-laki dan perempuan dalam bahan

ajar yang digunakan seimbang)

– Penggunaan media pembelajaran yang

seimbang antara peserta didik laki-

laki dan perempuan

(Frekuensi penggunaan media

pembelajaran oleh peserta didik laki-

laki dan perempuan)

3 Metoda

Pembelajaran

– Pendidik memberikan peran dan

tanggungjawab yang seimbang antara

peserta didik laki-laki dan perempuan

dalam pembelajaran agar semua

peserta didik dapat berpartisipasi aktif

dalam proses pembelajaran

(prosentase peran dan

tanggungjawab yg diberikan kepada

laki-laki dan perempuan)

– Pendidik melakukan pendekatan

kepada peserta didik untuk

mendorong potensi mereka secara

optimal

(Posentase konseling utk memberi

Page 37: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 33

motivasi kepada laki-laki dan

perempuan)

4 Lingkungan

pembelajaran

– Sarana dan prasarana pendidikan

dapat memenuhi kebutuhan peserta

didik laki-laki dan perempuan

– Satuan pendidikan mendorong

perilaku sensitif gender, seperti

bahasa dan ungkapan-ungkapan yang

digunakan, untuk menghindari

terjadinya berbagai bentuk pelecehan

dan diskriminasi gender;

– Waktu penyelenggaraan pendidikan

disesuaikan dengan kebutuhan peserta

didik (ini sangat penting untuk

pendidikan non formal)

5 Pendidik – Pendidik memiliki pemahaman

mengenai kesetaraan dan keadilan

gender

– Setiap satuan pendidikan memberikan

kesempatan yang adil bagi pendidik

laki-laki dan perempuan untuk

meningkatkan kualitas dan

kompetensinya

(Frekuensi pendidik laki-laki dan

perempuan mengikuti pendidikan)

– Tidak terdapat dikriminasi dalam

penetapan kesejahteraan pendidik di

tingkat satuan pendidikan

(Rasio gaji (termasuk insentif) bagi

pendidik perempuan dan laki-laki)

6 Penilaian hasil

belajar

– Terlaksananya penilaian pembelajaran

yang bisa diikuti dengan baik oleh

peserta didik laki-laki dan perempuan

– Adanya penilaian hasil pembelajaran

yang tidak diskriminatif bagi peserta

didik laki-laki dan perempuan

– Terjadi keseimbangan hasil belajar

antara peserta laki-laki dan

perempuan

(Rasio nilai ujian peserta didik laki-

laki dan perempuan)

Page 38: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp
Page 39: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 35

BAB V

KOMITE SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA RESPONSIF GENDER

A. PENGERTIAN

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pihak

pemerintah, sekolah, tenaga pendidik dan orangtua peserta didik serta

masyarakat luas. Peran serta masyarakat merupakan salah satu pilar

dalam mewujudkan sekolah efektif. Peran sinergi tersebut dapat

menjadi kekuatan dalam menyamakan langkah untuk mengantarkan

anak menuju masa depan penuh tantangan.

Kenyataan dalam masyarakat menunjukkan bahwa peran serta

masyarakat tidak serta merta menjadikan laki-laki dan perempuan dapat

dan siap berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah secara seimbang

sebagaimana dilihat dalam kepengurusan komite sekolah. Partisipasi

perempuan masih sangat rendah disebabkan masih terdapat peran-peran

stereotipi laki-laki dan perempuan dalam tugas dan tanggung jawabnya

dalam mendukung kegiatan di sekolah.

Partisipasi masyarakat yang responsif gender adalah keterlibatan

masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal

akses, peran dan tanggung jawabnya; partisipasinya dalam fungsi

kontrol dan pengambilan keputusan serta menerima manfaat secara

adil. Masyarakat yang dimaksud terdiri dari orangtua peserta didik,

tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar sekolah, dunia

usaha dan dunia industri.

Untuk mewujudkan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam

mendukung kegiatan di sekolah, maka salah satu bentuk dukungan

tersebut diwujudkan dalam sebuah badan yang disebut dengan Komite

Sekolah (Komsek). Berdasarkan Kepmen Diknas No. 044 Tahun 2002

bahwa Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi

peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,

pemerataan pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan, dan

demokratisasi pendidikan.

Komite sekolah responsif gender adalah badan mandiri yang mewadahi

peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,

pemerataan pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan, dan

demokratisasi pendidikan dengan mempertimbangkan pengalaman,

aspirasi, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan pada satuan pendidikan.

Page 40: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 36

B. UNSUR-UNSUR KOMITE SEKOLAH RESPONSIF GENDER

Komite sekolah yang responsif gender dapat mendorong terwujudnya

keadilan dan kesetaraan gender di sekolah dasar. Adapun tujuan

pembentukan komite sekolah dasar yang responsif gender adalah:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat

dengan memperhatikan perbedaan gender dalam melahirkan

kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan

pendidikan.

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat yang

seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan.

3. Laki-laki dan perempuan bersama-sama berupaya menciptakan

suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam

penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di

satuan pendidikan.

C. ISU GENDER DALAM KOMITE SEKOLAH RESPONSIF

GENDER

Isu gender yang terjadi di Komite Sekolah salah satunya adalah

rendahnya representasi perempuan sebagai pengurus komite sekolah

dan sebagian besar diduduki oleh laki-laki, sehingga pengambilan

keputusan di sekolah sebagian besar oleh laki-laki. Hal ini

dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keputusan yang kurang

mampu menyerap aspirasi, maupun kebutuhan perempuan di sekolah

yang berbeda dengan laki-laki. Namun demikian, hal ini tidak menjadi

masalah sepanjang anggota komite sudah respsonsif gender dan

mempunyai kemampuan menyerap aspirasi dan kebutuhan spesifik

perempuan dan laki-laki, kebutuhan praktis maupun kebutuhan

strategis gender.

D. STRATEGI MEUJUDKAN KOMITE SEKOLAH RESPONSIF

GENDER

Komite sekolah akan memiliki kemampuan untuk menyerap perbedaan

aspirasi maupun kebutuhan antara laki-laki dan perempuan apabila

mereka memiliki sensitivitas gender. Oleh karena itu, persoalan komite

sekolah adalah sejauhmana komite sekolah yang ada di sekolah

menengah pertama telah mewakili aspirasi laki-laki dan perempuan

secara adil dan setara. Namun demikian, agar komite sekolah dapat

Page 41: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 37

melaksanakan peran secara optimal perlu dikembangkan strategi untuk

mewujudkan komite sekolah yang responsif gender. Strategi tersebut

adalah:

1. Pihak sekolah pada rapat awal pendahuluan sekolah melakukan

sosialisasi tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam

pendidikan di sekolah, serta pentingnya pendidikan responsif

gender pada komite sekolah, dan orang tua peserta didik.

2. Pihak sekolah mendorong laki-laki/perempuan untuk berperan

aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

kegiatan komite sekolah.

3. Pihak sekolah terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran

kepada perempuan (wali peserta didik) untuk terlibat dalam

kegiatan komite sekolah terutama pada tingkat pengambilan

keputusan.

4. Komite sekolah yang terbentuk menentukan kuota keterlibatan

laki-laki dan perempuan secara proporsional pada kepengurusan

komite sekolah.

5. Komite sekolah yang terbentuk menentukan kuota keterlibatan

laki-laki dan perempuan secara proporsional dalam

mengemukakan pendapat pada rapat komite sekolah dan forum-

forum tim sekolah.

E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN

GENDER DALAM KOMITE SEKOLAH

Proses Integrasi Komite Sekolah Responsif Gender

Proses Integrasi Komite Sekolah Responsif Gender yang dilakukan di

jenjang sekolah menengah pertama bersifat interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang dan memotivasi orang tua peserta didik

perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi aktif serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan kemandirian sesuai

dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik usia SMP.

a. Perencanaan Proses Integrasi Gender ke dalam Komite Sekolah

Perencanaan proses Integrasi gender kedalam Komite Sekolah yang

memasukkan kosep gender kedalam kelembagaan komite sekolah

yang terdiri dari orang tua murid dimaksudkan agar pemahaman

gender berkelanjutan sampai di dalam keluarga murid laki-laki dan

perempuan. Komite sekolah akan dapat mengidentifikasi isu-isu

gender di dalam kehidupan sehari-hari dan di implementasikan

Page 42: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 38

kedalam, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator

pencapaian kompetensi, dan penilaian. Isu-isu gender didasarkan

pada pengalaman, aspirasi, masalah, serta tantangan yang dihadapi

peserta didik SMP laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan isu-isu gender yang digali dalam proses peningkatan

kapasitas komite sekolah yang disusun kemudian komite sekolah

menyusun rencana pelaksanaan dalam mensosialisasikan kepada

anak-anak laki-laki dan perempuan di SMP.

b. Pelaksanaan Proses Integrasi Gender kedalam Komite Sekolah

Pelaksanaan proses integrasi gender kedalam komite sekolah yang

responsive gender mencakup antara lain:

1. Memberikan pemahaman konsep gender kepada komite

sekolah melalui pendidikan keluarga berwawasan gender

yang diharapkan akan diimplementasikan kedalam keluarga

anak didik baik laki-laki maupun perempuan setelah pulang

dari sekolah;

2. Memberikan ilustrasi, dan kegiatan pemahaman melalui

kecakapan hidup pada keluarga agar dana keluarga terjadi

pembagian peran yg adil dan setara baik laki-laki maupun

perempuan;

F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER

DALAM KOMITE SEKOLAH

Komite sekolah memiliki peran yang sangat stratgeis dalam mendorong

terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di sekolah. Terdapat

beberapa indikator yang dapat mengukur intensitas komite sekolah

yang responsif gender, yaitu:

1. Komite sekolah memberikan peluang yang sama kepada

perempuan sebagaimana laki-laki dalam kepengurusan secara

proporsional.

2. Tidak terdapat kelompok marjinal (terutama perempuan) untuk

terlibat dalam mendukung pemikiran, finansial, dan tenaga dalam

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Tersedianya akses informasi kepada anggota masyarakat laki-laki

dan perempuan secara seimbang mengenai hak dan tanggung

jawab mereka sebagai bagian dari satuan pendidikan.

4. Tidak terdapat peran-peran stereotype perempuan dalam

kepengurusan dan kegiatan komite sekolah.

Page 43: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 39

5. Terdapat pembagian peran tupoksi (tugas pokok dan fungsi) secara

seimbang antara laki-laki dan perempuan.

6. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan secara setara.

7. Terdapat peluang yang sama (laki-laki dan perempuan) untuk

mengemukakan ide-ide yang ramah terhadap perbedaan.

8. Melakukan fungsi kontrol yang seimbang (laki-laki dan

perempuan) dalam penyusunan RPS dan RAPBS.

9. Melakukan pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis

tanpa diskriminasi gender.

10. Melakukan fungsi kontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan

pendidikan dengan melibatkan laki-laki dan perempuan secara

proporsional.

11. Menyusun alat evaluasi perkembangan sekolah yang menghindari bias gender.

12. Mengumpulkan informasi tentang kegiatan sekolah dan hal-hal yang penting untuk diketahui olah orang tua.

13. Mendapatkan hak-hak yang seimbang dari hasil kegiatan di sekolah untuk fungsi pembimbingan belajar anak di rumah dan

mendukung kegiatan di sekolah

Page 44: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp
Page 45: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 41

BAB VI

PENUTUP

Sekolah menengah pertama berwawasan gender akan terwujud apabila

komponen-komponen strategis Pengarusutamaan Gender Pendidikan sudah

terwujud. Komponen-komponen strategis tersebut mencakup: (i) political

will (komitmen politik) untuk menerapkan sekolah responsif gender; (ii)

adanya kelembagaan pendidikan responsif gender; (iii) tersedianya SDM

responsif gender; (iv) adanya dukungan sumberdaya responsif gender; (v)

ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin, (vi) ketersediaan anggaran

responsif gender.

Political will (komitmen politik) dari stakeholders pendidikan menjadi pra

kondisi yang harus ada untuk digunakan sebagai landasan

diimplementasikannya sekolah menengah pertama responsif gender. Untuk

itu Permendiknas 84 Tahun 2008 Tentang pedoman Pengarusutamaan

Gender Bidang Pendidikan dapat digunakan sebagai acuan dalam

melahirkan kebijakan-kebijakan sekolah yang responsif gender.

Para pengambil kebijakan di lingkungan sekolah mulai dari perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi harus mengakomodir

kepentingan sumber daya manusia laki-laki dan perempuan. Untuk itu perlu

dibentuk kelembagaan di sekolah sebagai media untuk mendinamisasi,

mengadvokasi maupun memfasilitasi pendidikan responsif gender. Bentuk

kelembagaan tersebut antara lain kelompok kerja gender pada satuan

pendidikan SMP serta gender focal point pada satuan pendidikan SMP.

Sumber daya manusia di sekolah (seperti kepala sekolah, tenaga pendidik,

tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah) harus memiliki

sensitivitas gender sehingga mereka mampu melahirkan kebijakan, program

maupun kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler yang adil dan

setara.

Ketersediaan sumberdaya untuk mendukung terimplementasikan keadilan

dan keasetaraan gender, baik sarana prasarana sekolah maupun komponen-

komponen pembelajaran (kurikulum, bahan ajar, rencana pembelajaran,

silabus dan media pembelajaran).

Ketersediaan data pilah menurut jenis kelamin di bidang pendidikan

merupakan syarat mutlak untuk dapat digunakan sebagai dasar analisis

Page 46: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 42

situasi pendidikan responsif gender. Data pilah tersebut mencakup keadaan

peserta didik, tenaga pendidik, pengambil kebijakan, bahan ajar, kondisi

komite sekolah, dll). Dengan data pilah tersebut dapat digunakan sebagai

dasar penyusunan perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun evaluasi

kebijakan/program/ kegiatan pendidikan yang diarahkan untuk memperkecil

kesenjangan gender.

Para perencana di lingkungan sekolah menengah atas perlu menyusun

anggaran belanja yang memperhatikan kebutuhan laki-laki kepada

kepentingan laki-laki dan perempuan atau yang dikenal dengan istilah

gender budgeting. Penganggaran yang responsif gender perlu dilakukan

untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan sekolah.

Pada akhirnya, ketersediaan media KIE responsif gender menjadi bagian

utama sebagai alat bantu dalam mensosialisasikan pentingnya keadilan dan

kesetaraan gender bidang pendidikan. Media KIE dapat dibuat dalam

bentuk leaflet, pamlet, spnaduk, majalah dinding dan lain-lain.

Page 47: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 43

LAMPIRAN:

ANEX 1: PENGERTIAN GENDER

Sebagai makhluk Tuhan, setiap mahluk hidup termasuk manusia memang

diciptakan berbeda-beda, diantaranya, ada laki-laki dan ada pula

perempuan. Perbedaan biologis ini dalam kenyataannya tidak pernah

menjadi permasalahan atau persoalan yang rumit dalam kehidupan manusia

sehari-hari, karena jenis kelamin adalah salah satu dari ’takdir’ (kodrat

Illahi) dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun demikian, apabila berkaitan

dengan peran-peran sosial yang dilakukan oleh setiap individu manusia, di

sinilah mulai muncul perbedaan pendapat dalam pelaksanaan fungsi dan

peran manusia tersebut; yaitu pertentangan antara konsep ’kondrat’ (natural

endowment) dan ’bukan kodrat’ (socially constructed) dalam kehidupan.

Untuk membedakan antara ’kodrat’ dan ’bukan kodrat’ dalam fungsi dan

peran manusia, digunakan pula istilah ’konsep sex’ dan ’konsep gender’.

’Sex’ adalah jenis kelamin biologis manusia dengan peran-peran biologis

(biological roles) yang diberikan baik untuk laki-laki maupun untuk

perempuan. Peran-peran biologis tersebut tidak dapat dirubah atau

dipertukarkan oleh atau antar laki-laki dan perempuan. Sebaliknya, konsep

’gender’ adalah fungsi dan peran manusia yang bukan kodrat tetapi

merupakan buatan manusia baik secara sosial (social roles), budaya

(cultural roles), ekonomi (economic roles), maupun secara politik (political

roles). Peran-peran bukan kondrat ini adalah perwujudan dari sistem nilai

budaya yang dapat dirubah dan dipertukarkan antara laki-laki dan

perempuan.

Konsep fungsi dan peran gender yang ’bukan kodrat’ ini sering disebut

peran-peran manusia yang”socially constructed”. Konsep ini terus

dipertahankan secara statusquo oleh manusia atau kelompok manusia

tertentu yang mempunyai kepentingan sehingga timbul yang istilah yang

disebut pengukuhan kembali (socially reconstructed) atau bahkan berbentuk

penolakan terhadap peran-peran baru atau perubahan terhadap fungsi dan

peran lama untuk tujuan-tujuan sosial-politik tertentu. Kedua konsep

tersebut sering dimaksudkan bahwa”sex” sebagai jenis kelamin biologis

sedangkan ’gender’ sebagai jenis kelamin sosial.

Karena pengaruh dari nilai budaya yang sudah lama dianut dan diyakini

kebenarannya, masyarakat sering mempertukarkan antara ’konsep sex’ dan

Page 48: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 44

’konsep gender’. Masyarakat menganggap bahwa peran-peran sosial yang

dilakukan oleh masing-masing jenis kelamin itu adalah kodrat sehingga

tidak boleh dirubah atau dipertukarkan, misalnya perempuan hanya bekerja

di di rumah seperti memasak, mencuci, mengasuh anak, dan sejenisnya.

Sedangkan laki-laki harus bekerja di kantor atau di luar rumah seperti

mencari nafkah, menandatangani kontrak, memimpin pemerintahan, dan

sejenisnya.

Contoh lain, banyak juga keyakinan akan kebenaran yang masih

dipertahankan, misalnya, dengan ungkapan bahwa ’laki-laki itu kuat

sedangkan perempuan itu lemah’, ’laki-laki itu pencari nafkah sedangkan

perempuan mengurus rumah tangga’, ’laki-laki itu kepala keluarga dan

perempuan adalah kepala rumah tangga’. Keyakinan itu terus dipertahankan

dan disosialisasikan, --misalnya melalui pendidikan, pekerjaan, dan

pergaulan sehari-hari,-- sehingga berkembang keyakinan yang ’salah

kaprah’ atau ”mithology’. Dalam kenyataannya, peran-peran sosial itu

bukanlah kodrat tetapi lebih bersifat ’socially constructed’ sehingga bisa

dirubah dan dipertukarkan.

Berdasarkan pengertian jenis kelamin biologis (konsep sex) dan jenis

kelamin sosial (gender), selanjutnya dapat dibedakan secara lebih rinci

menyangkut identitas jenis kelamin masing-masing. Dalam kaitan dengan

kedua pengertian jenis kelamin tersebut, setiap manusia akan mampu

membedakan mana yang dapat dirubah atau dipertukarkan (socially

constructed) dan mana yang benar-benar menjadi sifat dan karakter yang

melekat pada kondratnya masing-masing (natural endowment). Kedua

konsep dan perbedaannya dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut.

Perbedaan di atas sering sekali dipersoalkan dalam masyarakat, apalagi

terkait dengan isu gender sebagai jenis kelamin sosial. Pemahaman kita

akan perbedaan ciri manusia bersifat kodrati (naturrally endowed) dan

pencirian yang bersifat sosial budaya (Socially and culturally constructed)

yang diciptakan manusia dapat membantu kita untuk menggambarkan

realitas serta ciri-ciri yang diperkenalkan manusia berikut relasi atau

hubungan yang ada antara perempuan dan laki-laki. Cara membedakan

seperti ini membantu kita melihat relasi perempuan dan laki-laki (gender

relation) secara lebih tegas dan lebih sesuai dengan kenyataan serta

dinamika yang menyertainya.

Dalam perkembangan pemikiran tentang gender yang telah berkembang

secara internasional, diperoleh keyakinan bahwa perbedaan antara laki-laki

dan perempuan semakin sempit. Banyak sekali identitas dan peran laki-laki

Page 49: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 45

yang sudah dimainkan oleh perempuan, dan sebaliknya. Dalam literatur

terakhir, dikatakan bahwa yang benar-benar dapat membedakan antara

laki-laki dan perempuan hanya pada konsep sex atau peran biologis tertentu

saja, seperti dalam empat peran biologis perempuan yang tidak mungkin

dipertukarkan dengan laki-laki, yaitu: mengandung, melahirkan, menyusui,

menstruasi, selebihnya adalah sama antara laki-laki dan perempuan.

Gender dan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu jenis hak asasi manusia yang sangat

penting dan menjadi alat yang sangat vital untuk mencapai kesetaraan,

pertumbuhan, perkembangan, dan kedamaian dunia. Pendidikan yang tidak

diskriminatif akan bermanfaat bagi perempuan maupun laki-laki, terutama

untuk upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan di antara keduanya

sehingga dapat mendorong terwujudnya pertumbuhan, perkembangan dan

kedamaian yang abadi dalam kehidupan manusia.

Sebagai agen perbahan (the agent of change), perempuan dan laki-laki harus

memiliki akses yang sama, setara dan adil terhadap akses dan fasilitas

pendidikan. Melek huruf bagi manusia merupakan kunci untuk

meningkatkan kesehatan, gizi, status soaial, serta kesejahteraan keluarga

dan masyarakat, karena dimungkinkan untuk dapat memberdayakan kedua

jenis gender termasuk perempuan agar keduanya dapat berpartisipasi penuh

dalam pembuatan keputusan dalam masyarakat.

Pendidikan, baik formal dan informal serta pelatihan-pelatihan untuk semua

anak perempuan maupun perempuan dewasa serta anak laki-laki maupun

laki-laki dewasa, tanpa membedakan kemampuan ekonomi, agama dan

penggolongan lain telah terbukti menjadi salah satu sarana terbaik untuk

mencapai pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap orang, tak

terkecuali, perempuan dan laki-laki, harus memiliki akses ke pendidikan

serta hak-hak dasar lain yang diwujudkan dalam pelayanan sosial dasar bagi

manusia. Tanpa akses semacam itu, para perempuan, terutama perempuan

miskin dan anak-anaknya, memiliki peluang yang terbatas untuk

meningkatkan kemampuan dan status sosial-ekonomi, partisipasinya dalam

masyarakat, dan kualitas hidupnya.

Konstruksi sosial gender yang ada di dalam masyarakat dapat menjadi

masalah di bidang pendidikan apabila terdapat persoalan kesenjangan antara

perempuan dan laki-laki baik dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan

manfaat pendidikan. Pelibatan kaum perempuan dalam akses dan partisipasi

Page 50: Panduan pelaksanaan pendidikan berwawasan responsif gender untuk smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711 46

pendidikan merupakan kondisi awal yang harus dipenuhi agar perempuan

secara seimbang dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, bahkan

lebih jauh lagi dalam menikmati manfaat dari pelayanan pendidikan melalui

akses yang sama terhadap kesempatan memperoleh keterampilan dan

kecakapan. Termasuk dalam kategori ketidakadilan di bidang pendidikan ini

adalah ketika seseorang tidak dapat mengoptimalkan potensi intelektual,

seseorang dengan kebutuhan khusus tidak mendapat pelayanan pendidikan

yang memadai serta dengan pengelolaan pendidikan yang bersifat eksklusif

dan tidak transparan. Peserta didik, tenaga pendidik, kepala sekolah, dewan

pendidikan dan komite sekolah serta orang tua memiliki hak untuk

mendapatkan perlakuan yang adil dalam memperoleh manfaat dari

pelayanan pendidikan.

Disparitas atau kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan, baik pada

persoalan akses dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkatan maupun

persoalan relevansi pendidikan masih banyak ditemui. Pada jabatan-jabatan

struktural di lembaga pendidikan seperti kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, dan jabatan-jabatan struktural ataupun jabatan non-struktural

lainnya seperti komite sekolah, sampai saat ini angka-angka indikator

menunjukkan masih adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.

(akan lebih bagus bila ada data pendukung dan sumbernya)