Panduan Mutu

48
BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu 1

description

PANDUAN MUTU

Transcript of Panduan Mutu

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai

salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk

itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik

dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin

meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat,

maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai

berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum

yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan

kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat

akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Royal

Progress secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi

lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien,

keluarga maupun masyarakat.

1

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress

dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya

Peningkatan Mutu Pelayanan RS Royal Progress. Buku panduan

tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu

pelayanan RS Royal Progress, yang disusun sebagai acuan bagi

pengelola RS Royal Progress dalam melaksanakan upaya

peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini

diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah

pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

2

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya

bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence

Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-

aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu

ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should

do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan

atau mencelakakan pasien.

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan

medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam

tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa

dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi

penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena

kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu

ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang

terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang

berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian

mencari jalan keluarnya.

3

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American

College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization

Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang

terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.

Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan

sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan

berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu

kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu

program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin

lain secara umum.

Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American

College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama

membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital

(JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi

Rumah Sakit .

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan

syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-

kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah

Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya

sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan

yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi

enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.

4

Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu

pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam

mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini

mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang

ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak

diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan

pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat

menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah

Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu

agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga

mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan

baik.

Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS)

didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai

tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara

bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan

diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara

bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya

hampir sama dengan di Amerika.

5

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu

pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal

baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan

tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika

sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-

masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk

Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk

membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan

peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan

kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan

buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan

simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi

peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona,

Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah

mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu

khusus untuk Eropa.

Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai

upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei

1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan

mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan

awal.

6

Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program

peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional

adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari

Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu

pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,

Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan

terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka

upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit

pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan

No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa

kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian

berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke

tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,

ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas

Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga

mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan

penampilan pelayanan Rumah Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah

mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan

mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah

kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari

Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali

7

dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah

dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit

dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta

Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun

1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur

kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini

merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality

Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional

dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada

pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada

penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik

dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu

keterlibatan seluruh karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah

mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah

Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan

kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan

pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan

kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat

penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja

perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui

penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu

8

pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan

upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta

pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus

Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit

lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu,

walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan

telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah

Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat

disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah

cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada

perbedaan.

9

BAB III

KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU

PELAYANAN RS ROYAL PROGRESS

Agar upaya peningkatan mutu di RS Royal Progress dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya

kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu

pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RS ROYAL PROGRESS

1. Pengertian mutu

Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada

beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa

hakekat mutu.

a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau

jasa.

b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan

(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan

c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan

pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan RS Royal Progress

10

Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS Royal Progress

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi

dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi

sumber daya yang tersedia di RS Royal Progress secara

wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan

memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio

budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan

kemampuan RS Royal Progress dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu

Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :

a. Konsumen

b. Pembayar/perusahaan/asuransi

c. Manajemen RS Royal Progress

d. Karyawan RS Royal Progress

e. Masyarakat

f. Pemerintah

g. Ikatan profesi

Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut

pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu

mutu adalah multi dimensional.

11

4. Dimensi Mutu

Dimensi atau aspeknya adalah :

a. Keprofesian

b. Efisiensi

c. Keamanan Pasien

d. Kepuasan Pasien

e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan

menggunakan 3 variabel, yaitu :

1). Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk

melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana,

obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,

informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang

bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu

pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan

kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan

pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah

merupakan interaksi profesional antara pemberi

pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).

12

Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang

penting.

3). Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit

kerja/rumah sakit.

4). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan

perubahan yang terjadi pada konsumen

(pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen

tersebut.

RS Royal Progress adalah suatu institusi pelayanan

kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal.

Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS Royal Progress

menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup

berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RS Royal Progress

mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus

memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang

teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga

dan meningkatkan mutu, RS Royal Progress harus mempunyai

suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua

tingkatan.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Royal

Progress diawali dengan penilaian akreditasi RS Royal Progress

yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input

13

dan proses. Pada kegiatan ini RS Royal Progress harus

menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta

membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.

RS Royal Progress dipacu untuk dapat menilai diri (self

assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk

mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu

instrumen mutu pelayanan RS Royal Progress yang menilai dan

memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa

mengukur hasil kinerja RS Royal Progress tidak dapat diketahui

apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output

yang baik pula. Indikator RS Royal Progress disusun dengan

tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RS Royal Progress

secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS ROYAL PROGRESS

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat

diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif

dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan RS Royal

Progress, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari

14

jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan RS Royal Progress

akan menjadi lebih baik.

Di RS Royal Progress upaya peningkatan mutu pelayanan

adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau

pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan

mutu pelayanan RS Royal Progress akan sangat berarti dan

efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan

sehari-hari dari setiap unsur di RS Royal Progress termasuk

pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang

melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan

sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari

bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang

lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu

rendah biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan

tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan RS Royal

Progress

1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Royal Progress

Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan

integratif yang menyangkut input, proses dan output secara

objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu

15

dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan

masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang

diberikan di RS Royal Progress berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Royal Progress

Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya

peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress

secara efektif dan efisien agar tercapai derajat

kesehatan yang optimal.

Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS Royal

Progress melalui :

a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.

b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar

profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan

secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan

kebutuhan pasien.

c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil

penelitian dan pengembangan pelayanan

kesehatan.

3. Indikator mutu

Indikator mutu RS Royal Progress meliputi indikator klinik,

indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang

16

berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency),

keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).

4. Strategi

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Royal

Progress maka disusunlah strategi sebagai berikut :

1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep

dasar dan prinsip mutu pelayanan RS Royal Progress

sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya

peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi

sumber daya manusia di RS Royal Progress , serta upaya

meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3) Menciptakan budaya mutu di RS Royal Progress,

termasuk di dalamnya menyusun program mutu RS Royal

Progress dengan pendekatan PDCA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah

Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus

(daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses

siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah

merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus

(daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya

17

dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul

apabila :

Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada

terdapat penyimpangan

Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.

Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka

bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan

masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu

dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian

kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan

dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga

proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

18

BAB IV

PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah

pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan

indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur

mutu pelayanan RS Royal Progress

Indikator :

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu

indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk

bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif

tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :

Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh

seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh

19

mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan

tingkat kinerja atau kondisi tersebut.

Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau

prestasi yang sangat baik.

Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,

berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka

harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:

1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

Keprofesian

Efisiensi

Keamanan pasien

Kepuasan pasien

Sarana dan lingkungan fisik

2. Indikator yang dipilih

a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada

input dan proses

b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan

kelompok daripada untuk perorangan.

20

c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah

Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.

d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek

yang dipilih untuk dimonitor

e. Didasarkan pada data yang ada.

3. Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk

dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang

memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.

4. Standar yang digunakan

Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :

a. Acuan dari berbagai sumber

b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara

c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

21

BAB V

PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan

menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan

(fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan

penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut

memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal

untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide

pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan

menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang

ikan diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Tulang Ikan

22

Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:

1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan

(kepala tulang ikan)

2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada

sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material,

lingkungan

3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab

masalah pada setiap komponen struktur dan proses

tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang

harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan

dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi.

Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah

pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan

kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang

dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RS Royal Progress.

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu

pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus

“Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan –

laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus

Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart

23

beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,

metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus Deming”.

Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan

penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama

apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk

melakukan perbaikan secara terus menerus (continous

improvement) tanpa berhenti.

Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap

manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)

secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan

yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti

tampak pada gambar 1.

Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang

akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan

tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan

pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang

bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi

masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan

selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.Peningkatan

Pemecahan masalahdan peningkatan24

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan

peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship

between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle)

diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan

siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan

dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam

langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.

A P

C D

Standar

Pemecahan masalah dan peningkatan

A P

C D

Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

25

Gambar 4. Siklus PDCA

Do

Plan

Check

Actionn (6)

Mengambil tindakan

Memeriksa akibat pelaksanaan

(5)

Melaksanakan pekerjaan

(4)(3)

Menyelenggarakan Pendidikan dan latihan

(2)Menetapkan Metode untuk Mencapai tujuan

(1)MenentukanTujuan dan sasaran

Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-

Plan

Do

CorrectiveAction

Improvemen

Follow-up

Action

Check

26

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada

kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut

ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan

sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.

Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus

pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan

kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan

yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,

semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan

Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan

berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk

mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku

untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk

menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode

yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan

27

standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua

karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do

Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk

standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait,

dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami

standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do

Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi

yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti

kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan

dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar

untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan

pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah

ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check

Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan

dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti

28

standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal

yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa

pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah

penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka

kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan

harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh

manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari

akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu

dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action

Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk

menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah

ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus

ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak

terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor

penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan

konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan

sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk

mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan

29

partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.

Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan

diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak

adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri

atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat

pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan

bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara

bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas

pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara

bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan

dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian

kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya

terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses

pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,

hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas

dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan

proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik

antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung

jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari

kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

30

BAB VI

PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan

indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan

sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di

rumah sakit.

2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan

indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah

ditetapkan.

3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan

tersebut kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien

setiap bulan

4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Royal Progress

melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan

membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit

secara berkala.

31

BAB VII

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Royal Progress secara berkala

melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan

pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan

Pasien Royal Progress.

2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Royal Progress secara

berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman,

kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan

di Royal Progress.

3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Royal Progress melakukan

evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya

32