Panduan Biokimia Praktikan 2015

59
Biokimia Ikani 2015 | 1 1. PENGARUH CARA KEMATIAN IKAN TERHADAP TINGKAT KESEGARAN IKAN 1.1 Latar belakang Ikan sebagai bahan pangan mengandung kadar gizi yang tinggi. Kadar protein pada ikan mencapai 20% dan tersusun atas sejumlah asam amino esensial bagi manusia. Kandungan lemak berkisar antara 0,5-2% dan mengandung asam-asam lemak jenuh dengan panjang rantai C 14 -C 22 serta asam-asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1-6. Karbohidrat pada ikan merupakan polisakarida dalam bentuk glikogen yang strukturnya serupa dengan amilum. Vitamin pada ikan ada yang larut air berupa vitamin B kompleks dan vitamin larut lemak yaitu vitamin A dan D pada hati ikan dalam jumlah besar serta vitamin C dan E dalam jumlah sedikit (Adawyah, 2011). Setelah ikan mati menurut Adawyah (2011), perubahan biokimiawi ikan diikuti oleh perubahan fisik pada dagingnya. Perubahan berlangsung secara terus menerus hingga ikan akan menjadi busuk. Tahapan perubahan sejak ikan mati hingga busuk dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu pre rigor, rigor mortis dan post rigor. Fase pre rigor dimulai sesaat setelah ikan mati sampai pada munculnya kekakuan daging (rigor). Fase pre rigor yang ditandai dengan : pH daging ikan sekitar 7, ikatan antara aktin dengan miosin putus, dan otot ikan mengalami relaksasi sehingga menjadi kenyal-lunak. Beberapa saat kemudian terjadi fase rigor mortis yang ditandai dengan : pH daging ikan menurun sampai sekitar 6, dan terjadi penguraian senyawa ATP (Adenosine Triphosphate) dalam otot ikan menjadi ADP (Adenosine Diphosphate) oleh aktivitas ATP yang menyebabkan otot ikan mengalami kontraksi sehingga menjadi kaku (Suharna, 2006). Fase rigor mortis ditandai dengan kakunya tubuh ikan setelah mati. Rigor mortis berlangsung akibat tidak terjadinya aliran oksigen dalam jaringan peredaran darah oleh karena aktifitas jantung dan kontrol otaknya terhenti. Akibatnya didalam tubuh ikan tidak terjadi reaksi glikogenolisis yang dapat menghasilkan ATP sebagai sumber energi. Akibatnya reaksi berlangsung secara anaerobik yang memanfaatkan ATP dan glikogen dalam tubuh ikan sebagai sumber energi. Jumlah ATP akan terus berkurang dan pH tubuh menurun menyebabkan jaringan otot tidak mampu mernpertahankan fleksibilitasnya. Waktu yang dibutuhkan ikan memasuki tahap rigor mortis dipengaruhi oleh jumlah glikogen. Makin banyak jumlah glikogen pada tubuh ikan makin lama ikan memasuki tahap rigor mortis (Sanger, 2010). Fase post rigor terjadi saat daging ikan menjadi lemas kembali. Pada fase post rigor terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu ditandai dengan berubahnya sifat-sifat organoleptik (Suharna,2006). Aktifitas enzim dan bakteri pada kulit, insang dan isi perut mempengaruhi perubahan saat fase post rigor. Fase post rigor menunjukkan mutu ikan yang sudah rendah dan tidak layak konsumsi (Munandar et.al., 2009). Autolisis menurut Sukarti (2011) adalah pemecahan senyawa pada tubuh ikan menjadi lebih

description

untuk THP 2015

Transcript of Panduan Biokimia Praktikan 2015

Page 1: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 1

1. PENGARUH CARA KEMATIAN IKAN TERHADAP

TINGKAT KESEGARAN IKAN

1.1 Latar belakang

Ikan sebagai bahan pangan mengandung kadar gizi yang tinggi. Kadar protein pada ikan

mencapai 20% dan tersusun atas sejumlah asam amino esensial bagi manusia. Kandungan lemak

berkisar antara 0,5-2% dan mengandung asam-asam lemak jenuh dengan panjang rantai C14- C22 serta

asam-asam lemak tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1-6. Karbohidrat pada ikan merupakan

polisakarida dalam bentuk glikogen yang strukturnya serupa dengan amilum. Vitamin pada ikan ada

yang larut air berupa vitamin B kompleks dan vitamin larut lemak yaitu vitamin A dan D pada hati

ikan dalam jumlah besar serta vitamin C dan E dalam jumlah sedikit (Adawyah, 2011).

Setelah ikan mati menurut Adawyah (2011), perubahan biokimiawi ikan diikuti oleh

perubahan fisik pada dagingnya. Perubahan berlangsung secara terus menerus hingga ikan akan

menjadi busuk. Tahapan perubahan sejak ikan mati hingga busuk dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu

pre rigor, rigor mortis dan post rigor.

Fase pre rigor dimulai sesaat setelah ikan mati sampai pada munculnya kekakuan daging

(rigor). Fase pre rigor yang ditandai dengan : pH daging ikan sekitar 7, ikatan antara aktin dengan

miosin putus, dan otot ikan mengalami relaksasi sehingga menjadi kenyal-lunak. Beberapa saat

kemudian terjadi fase rigor mortis yang ditandai dengan : pH daging ikan menurun sampai sekitar 6,

dan terjadi penguraian senyawa ATP (Adenosine Triphosphate) dalam otot ikan menjadi ADP

(Adenosine Diphosphate) oleh aktivitas ATP yang menyebabkan otot ikan mengalami kontraksi

sehingga menjadi kaku (Suharna, 2006).

Fase rigor mortis ditandai dengan kakunya tubuh ikan setelah mati. Rigor mortis

berlangsung akibat tidak terjadinya aliran oksigen dalam jaringan peredaran darah oleh karena

aktifitas jantung dan kontrol otaknya terhenti. Akibatnya didalam tubuh ikan tidak terjadi reaksi

glikogenolisis yang dapat menghasilkan ATP sebagai sumber energi. Akibatnya reaksi

berlangsung secara anaerobik yang memanfaatkan ATP dan glikogen dalam tubuh ikan sebagai

sumber energi. Jumlah ATP akan terus berkurang dan pH tubuh menurun menyebabkan jaringan

otot tidak mampu mernpertahankan fleksibilitasnya. Waktu yang dibutuhkan ikan memasuki

tahap rigor mortis dipengaruhi oleh jumlah glikogen. Makin banyak jumlah glikogen pada tubuh

ikan makin lama ikan memasuki tahap rigor mortis (Sanger, 2010).

Fase post rigor terjadi saat daging ikan menjadi lemas kembali. Pada fase post rigor terjadi

proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu ditandai dengan berubahnya sifat-sifat organoleptik

(Suharna,2006). Aktifitas enzim dan bakteri pada kulit, insang dan isi perut mempengaruhi perubahan

saat fase post rigor. Fase post rigor menunjukkan mutu ikan yang sudah rendah dan tidak layak

konsumsi (Munandar et.al., 2009).

Autolisis menurut Sukarti (2011) adalah pemecahan senyawa pada tubuh ikan menjadi lebih

Page 2: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 2

sederhana akibat adanya aktivitas enzim. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat

(tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan enzim tersebut

menyebabkan daging ikan menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang sangat cocok

untuk pertumbuhan mikroorganisme. Tubuh ikan yang telah mengalami autolisis ditandai timbulnya

bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh

pada bagian luar.

Bakteriolisis adalah pemecahan senyawa dalam tubuh ikan menjadi lebih sederhana akibat

dari aktivitas bakteri. Kemunduran mutu ikan secara bakteriolisis bersamaan dengan proses autolisis.

Bakteri dapat berkembang pesat dalam tubuh ikan melalui sumber kontaminan yaitu insang, isi perut

dan sisik. Enzim proteolisis dan lipolisis yang berasal dari bakteri pembusuk menguraikan senyawa

kompleks protein dan lemak dalam daging ikan menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu amoniak,

hidrogen sulfida, berbagai macam asam dan lain-lain (Suharna, 2006). Bakteriolisis berlangsung

secara bertahap dan berlangsung secara intensif setelah fase rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging

menjadi lemas kembali dan celah-celah serat terisi cairan (Vatria, 2010).

Oksidasi lemak pada ikan berlangsung saat fase post rigor. Daging ikan sangat mudah

teroksidasi karena banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Oksidasi lemak menimbulkan aroma

tengik yang menurunkan mutu dan nilai ekonomi. Daging ikan yang telah teroksidasi berupa menjadi

coklat kusam (Karnila et.al., 2006).

Faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan bisa dibedakan menjadi faktor internal

dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah jenis ikan, umur dan ukuran ikan, kondisi

fisikal ikan dan karakteristik kulit dan bentuk tubuh. Faktor eksternal yang berpengaruh adalah

penggunaan alat tangkap, penanganan pasca panen yang dilakukan, musim, wilayah penangkapan

dan suhu perairan saat penangkapan (Zakaria, 2008).

Menurut Rustamaji (2009), ikan segar memiliki ciri ciri sebagai berikut: mata cerah bening,

cembung, menonjol; insang merah, berbau segar, tertutup, lendir bening; warna terang, lendir bening;

bau segar berbau air laut; daging kenyal, bila ditekan bekasnya segera kembali; sisik, menempel kuat

pada kulit; dinding perut elastis ; dan ikan tenggelam dalam air. Sedangkan ikan yang sudah tidak

segar memiliki ciri-ciri: mata pudar, berkerut, tenggelam dan cekung; insang coklat, berbau asam,

tertutup lendir keruh; warna pudar, lendir kabur; bau asam busuk; daging warna merah; sisik mudah

lepas; dinding perut menggelembung sampai isi peru keluar; dan ikan terapung di air. Proses

pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam tubuh ikan

itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari

udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti

timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang

maupun tubuh bagian luar.

Di bidang pasca panen kualitas ikan merupakan bahan pertimbangan bagi orang yang

mengkonsumsi atau membeli ikan. Dengan batasan tersebut, faktor pembatas kualitas dapat

Page 3: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 3

mencakup nilai gizi atau nutrisi, tingkat kesegaran, kerusakan selama transportasi, penanganan,

pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran serta hal-hal lain seperti bahaya terhadap

kesehatan dan kepuasan untuk mengkonsumsinya (BPTP, 2009).

Penguraian ATP menurut Dwiari et.al. (2008) berkaitan erat dengan terjadinya rigor

mortis. Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram dan

pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan

otot. Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah

ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis

sempurna.

Autolisis ditandai dengan melemasnya daging ikan. Lembeknya daging ikan disebabkan

oleh aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang

selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Dwiari et.al., 2008).

Klasifikasi ikan nila merah menurut Suyanto (2009) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Jenis (spesies) : Oreochromis niloticus

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses yang terjadi pada tubuh ikan

setelah mati. Sedangkan tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui waktu dan pH ikan

pada saat proses kematian ikan dan mengetahui proses perubahan yang terjadi secara fisikawi

dan biokimiawi.

1.3 Metode Kerja

1.3.1 Ikan dibiarkan mati

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup.

b. Ikan dibiarkan mati dengan sendirinya.

c. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

d. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1gram.

Page 4: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 4

e. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

f. Diukur pH masing-masing fase dengan pH meter.

1.3.2 Ikan ditusuk medula oblongatanya

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup dan menusuk medula oblongatanya.

b. Membiarkan ikan mati dengan sendirinya.

c. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

d. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1gram.

e. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

f. Mengukur pH daging ikan tiap fase dengan menggunakan pH meter

1.3.3 Ikan dipukul benda keras

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup dan dipukul kepalanya dengan benda keras.

b. Membiarkan ikan mati dengan sendirinya.

c. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

d. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1 gram.

e. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

f. Mengukur pH daging ikan tiap fase menggunakan pH meter

1.3.4 Ikan dipatahkan tulang belakang

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup dan dipatahkan tulang belakangnya sampai mati.

b. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

c. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1gram.

d. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

e. Mengukur pH daging ikan tiap fase dengan menggunakan pH meter.

1.3.5 Ikan diberi es air tawar

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup dan ditambahes air tawar .

b. Membiarkan ikan mati dengan sendirinya.

c. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

d. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1gram

e. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

f. Mengukur pH daging ikan tiap fase menggunakan pH meter.

Page 5: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 5

1.3.6 Ikan dimasukkan larutan keluwak

a. Mengambil 3 ekor ikan hidup dan dimasukkan dalam larutan keluwak.

b. Membiarkan ikan mati dengan sendirinya.

c. Menunggu ikan sampai fase pre rigor, rigor mortis (ikan kaku), post rigor (ikan

busuk) dan mencatat lama waktu masing-masing fase.

d. Mengambil daging ikan pada tiap fase sebanyak 1gram.

e. Daging ikan tiap fase dihaluskan kemudian ditambah aquades perbandingan 1:10.

f. Mengukur pH daging ikan tiap fase dengan menggunakan pH meter.

1.4 Parameter Uji

a. Waktu fase pre rigor, rigor mortis, post rigor

b. pH

Page 6: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 6

LEMBAR KERJA

1. Alat dan Bahan

1.1 Alat

Page 7: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 7

1.2 Bahan

Page 8: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 8

2. Tempat dan Waktu

3. Skema kerja

Page 9: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 9

Page 10: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 10

4. Data dan Grafik

Page 11: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 11

Page 12: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 12

5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Analisis Prosedur

Page 13: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 13

5.2 Analisis Hasil (Perhitungan dan Grafik)

Page 14: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 14

Page 15: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 15

6. Kesimpulan

Page 16: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 16

7. Saran

8. Daftar Pustaka

Page 17: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 17

Page 18: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 18

2. PROTEIN DAN ENZIM PROTEASE

2.1 Latar Belakang

Protein merupakan senyawa makromolekul yang tersusun atas 20 jenis asam amino. Protein

hampir ditemukan pada semua jenis mikroorganisme baik mikroorganisme tingkat rendah sampai

mikroorganisme tingkat tinggi. Protein memiliki fungsi yang komplek yang kompleks dalam proses

biologi, fungsi utama protein antara lain : sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpan

molekul lain seperti oksigen, mendukung secara mekasis sistem imun tubuh, sebagai transmitor

pergerakan syaraf, serta mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan. Protein tersususn atas

unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. disamping itu ada juga protein yang mengandung unsur-unsur lain

seperti Fe, Cu, Zi (Katili, 2009).

Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang dihubungkan dengan ikatan peptida

dari gugus amino yang satu dengan gugus karboksil asam amino sebelumnya. Semua jenis asam

amino yang menyusun protein merupakan jenis asam amino α, artinya bahwa gugus amino dan gugus

karboksil terikat pada atom karbon α yang sama dan semua jenis asam amino yang terdapat pada

protein termasuk asam amino dengan konfigurasi L. Gugus karboksil α pada satu asam amino

terhubung dengan gugus amina α pada asam amino berikutnya melalui ikatan amida khusus yang

dikenal dengan ikatan peptida. Ikatan peptida ini terbentuk melalui reaksi kondensasi. Jika 2 jenis

asam amino dihubungkan dengan ikatan peptida disebut dipeptida dan seterusnya. Sedangkan

polipeptida tersusun atas banyak jenis asam amino (Kuchel dan Ralston, 2006).

Protease menurut Noviyanti et.al. (2012) merupakan enzim proteolitik yang mengkatalis

pemutusan ikatan peptida pada protein. Protease merupakan enzim yang sangat penting dan memiliki

nilai ekonomis yang tinggi karena penggunaannya sangat luas. Sumber enzim protease yang telah

diketahui berasal dari hewan, mikroba dan tanaman. Tanaman merupakan sumber enzim protease

terbesar (43,85%) diikuti oleh bakteri (18,09%), jamur (15,08%), hewan (11.15%), alga (7,42%) dan

virus (4,41%). Enzim protease yang berasal dari tanaman memiliki speksifisitas substrat yang luas,

aktivitas dan stabilitas yang tinggi terhadap berbagai variasi temperatur, ion logam, pH, inhibitor dan

pelarut organik. Hal ini membuat protease dari tanaman pilihan yang sangat baik untuk bidang

industri, medis, bioteknologi dan farmakologi. Kemampuan enzim protease dalam mempercepat

reaksi sangat dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, substrat, senyawa aktivator dan inhibitor, pH, dan

temperatur lingkungan.

Bromelin adalah enzim yang diperoleh dari sari atau batang buah nanas (Ananas comosus)

dan banyak digunakan dalam proses chilled proofing bir, karena dapat menghidrolisis habis protein

menjadi bagian-bagian yang larut, sehingga tidak dapat keruh. Baik buah nanas yang muda maupun

yang tua mengandung bromelin. Bahkan keaktifan bromelin pada kasein dari buah yang lebih muda

Page 19: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 19

lebih tinggi bila dibanding buah yang lebih tua. Enzim bromelin dapat diperoleh dengan cara

mengempa batang tanaman nanas dan diendapkan sarinya dengan aseton. Seperti papain, bromelin

tergolong kelompok enzim protease sulfihidril (Edahwati, 2011).

Enzim papain menurut Yuniwati et.al. (2008) tergolong protease sulfihidril. Aktivitasnya

tergantung pada adanya gugus sulfhidril pada sisi aktifnya. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa

oksidator, alkilator, dan logam barat. Enzim papain mempunyai daya tahan panas paling tinggi

diantara enzim-enzim proteolitik lainnya. Sifat enzim papain antara lain dapat bekerja secara optimum

pada suhu 50-600C dan pH 5-7, serta memiliki aktifitas proteolitik antara 70-100 unit/gram. Aktivitas

enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas

pepaya yang digunakan.

Uji Biuret menurut Sunarya et.al. (2007) didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan

peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Intensitas warna

yang dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari

pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang

menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif

terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan

peptida. Protein melarutkan hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi

pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang

berikatan dengan nitrogen atau atom karbon.

Prinsip analisis protein dengan ninhidrin yaitu mengidentifikasi adanya protein dalam suatu

bahan dimana asam amino bebas (asam amino dimana gugus aminonya tidak terikat) akan bereaksi

dengan ninhidrin dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Reaksi dinyatakan positif jika

terjadi perubahan warna larutan sampel menjadi ungu, dan reaksi dinyatakan negatif jika tidak terjadi

perubahan warna (Finar, 2008).

2.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan mengenai enzim

protease dan kadar nitrogen terlarut pada daging ikan serta asam amino yang tedapat pada

daging ikan.

Sedangkan tujuannya adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi enzim protease (papain,

bromelin, dan tripsin) yang berbeda terhadap kadar nitrogen terlarut daging ikan.

2. Untuk mengetahui perubahan pH dagng ikan setelah penambahan enzim protease

dengan konsentrasi yang berbeda.

3. Untuk mengetahui proses penentuan kadar nitrogen terlarut serta untuk mengetahui

kandungan asam amino pada daging ikan.

Page 20: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 20

2.3 Metode Kerja

2.3.1 Uji Biuret

1. Dihaluskan sampel dan ditimbang 10 gram

2. Ditambahkan 30 ml aquades

3. Dimasukan sampel ke dalam cuvet sebanyak 10 ml

4. Ditambahkan 2 ml Trichloro Acetic Acid (TCA) 10 %

5. Disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000rpm

6. Dibuang supernatan dengan cara dekantasi

7. Ditambahkan 20 ml dietil eter

8. Disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000rpm

9. Dibuang supernatan dan dikeringkan sampel pada suhu ruang selama 24 jam

10. Ditambahkan 20 ml aquades pada sampel kering

11. Diambil 4 ml larutan hasil pengenceran dan dimasukan kedalam tabung reaksi

(sisa larutan hasil pengenceran digunakan untuk uji enzim protease 15 ml dan uji

ninhidrin 1 ml)

12. Ditambahkan 6 ml pereaksi biuret

13. Diinkubasi pada suhu 37oC selama sepuluh menit

14. Dilihat perubahan warna (positif = Ungu)

2.3.2 Uji Ninhidrin

1. Siapkan tabung reaksi yang telah diberi label

2. Ambil sampel sebanyak 1 ml kemudian tambahkan 1 ml larutan ninhidrin

3. Masukkan tabung reaksi tersebut pada air mendidih selama 15-20 detik

4. Amati perubahan warna larutannya (warna ungu menunjukkan sampel mengandung

asam amino, apabila terbentuk warna lain seperti kuning, 0ranye dan merah makka uji

negatif).

2.3.3 Enzim Protease

1. Siapkan erlenmeyer, isi masing-masing dengan 15 ml sampel masukkan ke dalam

waterbath suhu 370C (kira-kira 10 menit)

2. Ambil sampel sebanyak 2 ml dan ukur pH nya dengan menggunakan pH-meter

3. Masukkan masing-masing ke dalam erlenmeyer enzim papain 1%, 1,5%, dan 2%

enzim bromelin 1%, 1,5%, dan 2%

4. Ambil sebanyak 2 ml dan ukur pH nya dengan menggunakan pH-meter.

Page 21: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 21

2.3.4 Uji % N (Titrasi Formol)

1. Haluskan daging ikan Nila segar

2. Timbang sebanyak 10 gram

3. Masukan ke dalam erlenmeyer 125 ml

4. Tambahkan 20 ml aquades, 0,4 ml K-Oksalat jenuh dan 1 ml indikator PP

5. Tunggu 2 menit

6. Titrasi dengan 0,1 N NaOH sampai berwarna merah jambu

7. Tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40%

8. Titrasi dengan 0,1 N NaOH sampai berwarna merah jambu (dicatat hasilnya)

9. Hitung %N dan %P untuk mendapatkan hasil dengan rumus sebagai berikut :

% N = (titrasi sampel − titrasi blanko) berat sampel x N NaOH x 14,008 % P = % N x 6,25

Page 22: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 22

LEMBAR KERJA

1. Alat dan Bahan

1.1 Alat

Page 23: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 23

1.2 Bahan

Page 24: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 24

2 Tempat dan Waktu

Page 25: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 25

3 Skema kerja

Page 26: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 26

Page 27: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 27

4 Data dan Perhitungan

4.1 Data dan Grafik

Page 28: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 28

Page 29: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 29

4.2 Perhitungan

Page 30: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 30

Page 31: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 31

5 Hasil dan Pembahasan

5.1 Analisis Prosedur

Page 32: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 32

Page 33: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 33

5.2 Analisa Hasil

Page 34: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 34

Page 35: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 35

6 Kesimpulan

7 Saran

Page 36: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 36

8 Daftar Pustaka

Page 37: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 37

3 LIPID DAN ENZIM LIPASE

3.1 Latar Belakang

Lipida tergolong sebagai senyawa organik yang mempunyai sifat sangat heterogen. Lipida

merupakan senyawa organik yang berada pada makanan sehari-hari karena merupakan salah satu dari

penyusun jaringan hewan dan tumbuhan. Sifat umum dari lipida adalah tidak larut dalam air tetapi

larut dalam pelarut organik seperti eter, aseton, kloroform, karbon tetraklorid adan benzene,

mempunyai unsure karbon, oksigen dan hydrogen terkandung; hasil dari hidrolisis berupa asam

lemak; dan berperan pada sistem metabolisme hewan dan tumbuhan. Berdasarkan hasil hidrolisisnya,

lipida digolongkan menjadi lipida majemuk, lipida sederhana dan sterol (Budimarwanti, 2006).

Lemak yang terkandung dalam ikan umumnya adalah asam lemak poli tak jenuh yang

diantaranya dikenal dengan Omega-3. Asam-asam lemak alami yang termasuk asam lemak Omega-3

adalah asam linolenat (C18:3 w-3), asam eikosapentaenoat atau EPA (C20:5 w-3), asam

dokosaheksaetanoat atau DHA (C22:6 w-3), adapun yang lebih dominant dalam minyak ikan adalah

DHA dan EPA. Mengingat besarnya peranan gizi bagi kesehatan, ikan merupakan pilihan tepat untuk

diet di masa yang akan dating (Panagan et.al., 2011).

Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat karena

mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh

ganda atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat PUFA, diantaranya DHA dan EPA dapat

membantu proses tumbuh-kembangnya otak (kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistim

kekebalan tubuh bayi balita. Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa factor, yaitu jenis

ikan, jenis kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan dan

jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut (Panagan et.al., 2011).

Lipase merupakan ezim yang secara umum berfungsi dalam hidrolisis lemak untuk

menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Falony et.al., 2006). Enzim ini digunakan untuk

memecah triasilgliserol (TAG) menjadi diasilgliserol (DAG) atau asam lemak bebas (Putanto et.al.,

2006). Tingginya aktivitas lipase menandakan bahwa aktivitas untuk menghidrolisis trigliserida sangat

tinggi, sehingga akan dihasilkan asam lemak bebas yang sangat tinggi pula. Selain itu pH pada tubuh

ikan menurun drastis menjadi asam, hal ini disebabkan oleh pelepasan asam lemak hasil hidrolisis

trigliserida.Penggunaan enzim lipase pada industry pangan semakin meningkat misalnya pada industri

pangan seperti susu, roti, kue, bumbu, serta industri pengolahan daging dan ikan. Sedangkan pada

industri non pangan lipase dimanfaatkan untuk pembuatan obat-obatan, bahan kimia, detergen,

kosmetik, serta industri oleokimia (Anam, 2010).

Asam lemak (Fatty Acid) merupakan asam organik yang merupakan gugus strigliserida atau

suatu lemak yang diperoleh dari tumbuhan ataupun hewan. Merupakan asam karboksilat yang

Page 38: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 38

memiliki rantai karbon yang panjang dengan rumus umum RCOOH.R yang dimaksud pada rumus

umum tersebut adalah 4 hingga 24 rantai karbon jenuh ataupun tidak jenuh. Maka dari itu, asam lemak

dibagi menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan

rangkap dan asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) yaitu asam lemak yang memiliki ikatan

rangkap. Pada umumnya asam lemak memiliki atom karbon yang berjumlah genap (Ningsih, 2008).

Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai lurus monokarboksilat

dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting pada minyak dan lemak adalah reaksi

hidrolisa. Dalam reaksi hidrolisa minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan

gliserol (Ningsih, 2008). Asam lemak bebas merupakan dasar untuk mengetahui umur minyak,

kemurnian minyak, dan tingkat hidrolisa. Asam lemak bebas dengan kadar lebih dari 0,2 % dari berat

minyak menimbulkan cita rasa yang tidak disukai dan juga menimbulkan racun pada tubuh (Aisyah,

2010).

Angka peroksida menurut Fachryet et.al. (2007) merupakan salah satu parameter yang dapat

menentukan derajat kerusakan minyak sebagai akibat terjadinya reaksi oksidasi yaitu asam lemak

tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Hal ini akan

dapat mempengaruhi cita rasa pada minyak. Ketika angka peroksida jauh lebih kecil dari standar

mutu, maka dapat diartikan bahwa kandungan oksigen atau kontak dengan udara selama proses

pembuatan minyak dapat diminimalisir sehingga oksidasi pada minyak cukup rendah. Hal ini akan

dapat mengurangi peroksida yang terbentuk sehingga kerusakan minyak dapat dihindari.

Angka penyabunan merupakan suatu bilangan yang menunjukkan jumlah miligram alkali

yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram dari berat minyak. Berat molekul minyak menentukan

besarnya angka penyabunan. Sedangkan angka iod akan dapat menunjukkan ketidakjenuhan asam

lemak penyusun minyak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat iod dan membentuk senyawa yang

jenuh. Banyaknya jumlah iod yang diikat mencerminkan banyaknya ikatan rangkap (Fachry, 2007).

Angka asam menurut Mardina (2012) mengindikasikan asam lemak bebas (free fatty acid),

monogliserida, digliserida, serta gliserol. Indikasi tersebut terbentuk dikarenakan hidrolisis yang

disebabkan oleh uap air yang diperoleh pada saat berlangsungnya proses penggorengan. Buruknya

kualitas suatu minyak jelantah menunjukkan tingginya nilai dari angka asam minyak jelantah tersebut,

hingga mengakibatkan pencemaran lingkungan jika dibuang sebagai limbah. Regenerasi dari minyak

jelantah dapat berguna untuk menurunkan angka asam dengan yakni turut mengurangi nilai asam

lemak bebas.

3.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dilaksanakan praktikum adalah untuk mendapatkan pengetahuan mengenai

kelarutan lipid dan aktivitas enzim lipase dalam suatu reaksi.

Sedangkan tujuannya dari praktikum ini yaitu:

Page 39: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 39

1. Mengetahui bagaimana kelarutan lipid dalam beberapa jeis pelarut.

2. Mengetahui cara menguji aktifitas enzim lipase terhadap suatu reaksi.

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Kelarutan Lipid

1. Sampel yang berupa minyak ikan sebanyak 2 ml dimasukkan dalam tabung reaksi.

2. Tambahkan sebanyak 2 ml pelarut (air, aseton, etanol, kloroform, n-heksan dan

eter).

3. Amati perubahannya.

3.3.2 Uji Aktivitas Enzim Lipase

1. Ambil sebanyak 8 ml minyak ikan masukkan dalam erlenmeyer.

2. Tambahkan 2 ml enzim lipase.

3. Inkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit, setelah inkubasi tambahkan 40 ml

alkohol.

4. Tambahkan 5 tetes indikator PP pada sampel, kemudian titrasi dengan 0,1 N

NaOH sehingga berubah menjadi warna pink.

Aktivitas enzim dinyatakan dalam µmol/menit ml enzim atau Unit/ml.

Aktivitas Enzim Lipase = (ts − tb)NaOH x M NaOH x 1000volume enzim x waktu inkubasiSatuan enzim lipase = µmol/ml enz mnt

Dengan : ts = titrasi sampel

tb = titrasi blanko

waktu inkubasi = 10menit M NaOH = Molaritas NaOH

1000 berasal dari konversi mmol = 1000 µmol

3.3.3 Analisis FFA

1. Sampel minyak hati ikan 28,2 g dimasukkan dalam erlenmeyer.

2. Ditambah alkohol netral panas 50 ml.

3. Ditambah indikator PP 2 ml.

4. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda dan dicatat volume

titrannya.

5. Dihitung % FFA

% FFA = ml KOH x N KOH x BM x 100%berat sampel x 1000

Page 40: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015| 40

BM = berat molekul asam lemak yang paling banyak dalam sampel yang dianalisis.

(Palmitat = 256, Laurat = 200, Oleat = 282, Linoleat = 278)

3.3.4 Angka Penyabunan

1. Ambil sampel minyak hati ikan sebanyak 5 gram.

2. Ditambah KOH 4% 50 ml dalam alkohol.

3. Tutup dengan pendingin balik.

4. Ditunggu sampai dingin.

5. Didihkan selama ± 30 menit.

6. Ditambahkan 3 tetes indikator PP.

7. Dititrasi dengan HCl 0,5N hingga berubah warna.

8. Hitung besarnya angka penyabunan.

Angka Penyabunan = (ts − tb)x N HCL x BM KOHberat sampel

Page 41: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 41

LEMBAR KERJA

1. Alat dan Bahan

1.1 Alat

Page 42: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 42

1.2 Bahan

Page 43: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 43

2 Tempat dan Waktu

Page 44: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 44

3 Skema Kerja

Page 45: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 453.1 Data dan Grafik

Page 46: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 46

4 Data dan Perhitungan

Page 47: Panduan Biokimia Praktikan 2015

BIokimia Ikani 2015 | 47

Page 48: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 48

4.1 Perhittungan

Page 49: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 494.2 Analisa Prosedur

Page 50: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 50

5 Hasil dan Pembahasan

Page 51: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 51

Page 52: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 52

5.1 Analisa Hasil

Page 53: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 536

Page 54: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 54

7 Kesimpulan

8 Saran

Page 55: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 55

9 Daftar Pustaka

Page 56: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 56

LOG BOOK

MATERI 1

No Waktu Nama Kegiatan Hasil Keterangan

Page 57: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 57

LOG BOOK

MATERI 2

No Waktu Nama Kegiatan Hasil Keterangan

Page 58: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 58

LOG BOOK

MATERI 3

No Waktu Nama Kegiatan Hasil Keterangan

Page 59: Panduan Biokimia Praktikan 2015

Biokimia Ikani 2015 | 59