Pancasila Dan Penataran P4

download Pancasila Dan Penataran P4

of 22

Transcript of Pancasila Dan Penataran P4

Pancasila dan Penataran P4: Sebuah Refleksi

B

elakangan ini, nurani kita terperangah oleh maraknya berbagai aksi kekerasan masif

di ruang-ruang publik yang hadir telanjang dan vulgar. Perkelahian di kalangan pelajar dan mahasiswa, kejahatan akut, mutilasi, pembunuhan terencana, korupsi, pembunuhan karakter, hilangnya nilai kesantunan, fitnah, demonstrasi yang ricuh, tawuran antarsuporter bola, mafia hukum dan peradilan, serta berbagai ulah bar-bar lainnya seolah-olah sudah menjadi fenomena yang lumrah terjadi. Masyarakat pun makin permisif dan cuek. Yang memprihatinkan, negara yang seharusnya hadir untuk melakukan deteksi dini, mencegah, dan tegas bersikap dalam menegakkan supremasi hukum juga setali tiga uang. Banyak kasus kekerasan dan kejahatan yang seharusnya bisa dicegah justru dibiarkan membara di atas tungku penyakit dan pembusukan sosial yang parah dan berdarah-darah.

Tak hanya proses pembusukan sosial yang terjadi di negeri ini, radikalisasi berkedok agama pun ditengarai sudah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekerasan berbau SARA dan proses pencucian otak yang konon dilakukan oleh kelompok aliran tertentu yang secara asasi bertentangan secara dimetral dengan prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi bisa menjadi bukti, betapa negeri yang dulu disanjung puji sebagai bangsa yang ramah dan santun itu kini berangsur-angsur berubah menjadi bangsa pemarah dan gampang kalap. Bangsa kita seolah-olah tengah mengidap amnesia sejarah. Bangsa kita seperti tengah terseret ke dalam arus peradaban bangsa bar-bar dan kanibal yang tega memangsa sesamanya. Air Mata Duka Bapak Bangsa Menyaksikan situasi carut-marut yang melanda negeri ini, bisa jadi bapak-bapak bangsa semacam Tirto Adhi Soerjo, HOS Tjokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, Mohammad Hatta, Soekarno, atau Soerdirman untuk menyebut beberapa nama tak sanggup membendung air mata dukanya. Apa yang telah mereka rintis seolah-olah telah jauh tenggelam ke dalam ceruk peradaban yang sakit dan chaos. Makin melaju ke depan, bangsa kita bukannya makin bertambah arif, matang, dan dewasa, melainkan justru terdegradasi dalam ruang keangkuhan, arogansi, dan mau menang sendiri.

Dalam situasi demikian, banyak kalangan merindukan hadirnya Pancasila sebagai dasar ideologi dan pandangan hidup bangsa yang mampu menciptakan suasana keilahian, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Bukan sekadar dihafalkan di lapangan upacara, ruang-ruang kelas dan kampus, atau ruang-ruang seminar, melainkan menjadi roh yang mengawal dan memayungi setiap langkah anak-anak bangsa dalam bersikap dan berperilaku di tengah hidup keseharian. Ketika orang hendak mengangkat pentungan atau pedang untuk menyakiti sesamanya yang berbeda paham dan keyakinan, mereka ingat prinsip ketuhanan yang tidak pernah mengajarkan kekerasan. Ketika orang hendak berperilaku curang dan memfitnah, mereka ingat nilai-nilai kemanusiaan yang perlu dipegang teguh dalam hidup bermasyarakat. Ketika sekelompok orang terjangkiti penyakit primordialisme sempit yang menganggap kelompoknya sebagai pihak yang paling benar, mereka ingat nilai-nilai kesatuan yang mesti dijunjung tinggi. Ketika kaum politisi kita mau memaksakan kehendak dan menang-menangan, mereka ingat nilai-nilai dasar demokrasi yang mesti dipegang teguh. Pun juga, ketika seseorang hendak menilap uang negara, mereka ingat saudara-saudaranya yang masih terlilit kemiskinan dan tak mau mencederai prinsip keadilan yang mesti dianutnya. Namun, kerinduan semacam itu agaknya seperti meraba boneka manekin yang terpajang di sudut sebuah etalase. Indah, tapi tak sanggup disentuhnya. Itulah sebabnya, banyak kalangan mulai terusik untuk menghidupkan kembali Penataran P4 yang dulu pernah diterapkan rezim Orde Baru. Mereka menilai, Penataran P4 cukup jitu dan strategis untuk menanggulangi maraknya perilaku anomali yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Indoktrinasi Gaya Orde Baru Memang tidak bisa dipungkiri, Pancasila telah menjadi ikon dan slogan yang demikian marak di benak anak-anak, remaja, dan orang tua ketika rezim Orde Baru berkuasa. Anak-anak sekolah, mulai yang tinggal di pelosok dusun hingga mereka yang hidup di kota-kota besar, sangat akrab dengan bunyi sila-sila dalam Pancasila. Bahkan, 36 butir Pancasila yang selalu dijejalkan ketika Penataran P4 berlangsung, bisa demikian mudah dihafalkan di luar kepala sampai titik dan komanya. Namun, bagaimana implementasinya? Apakah indoktrinasi gaya Orde Baru melalui Penataran P4 berhasil membumikan Pancasila di negeri ini? Apakah anakanak yang dulu hafal 36 butir Pancasila, kini setelah dewasa dan menjadi orang tua mampu menjadikan Pancasila sebagai roh yang mengawal dan mengayomi mereka dalam perilaku hidup keseharian? Bisa jadi ini pemikiran naif saya yang pernah mengalami pola Penataran P4 ketika duduk di bangku SMP, SPG, dan IKIP sekitar tahun 80-an. Namun, jika kita lihat realitas yang terjadi, generasi seusia saya ternyata tidak sepenuhnya sanggup menjadikan Pancasila sebagai kekuatan yang mampu membentengi diri dari perilaku jahat yang menggodanya. Bahkan, mereka yang tidak pernah mendapatkan Penataran P4 justru malah terbebas dari virus kejahatan, manipulasi anggaran, korupsi, dan semacamnya. Bukankah mereka yang sering tersandung masalah hukum justru mereka yang biasa berdandan perlente, berdasi, berambut licin yang biasa berkantor di ruang ber-AC? Saya tidak hendak mengatakan bahwa upaya merevitalisasi dan membumikan Pancasila tidak penting dan nonsense. Justru, ketika peradaban sudah makin sakit seperti sekarang, upaya serius untuk memaknai Pancasila sebagai dasar ideologi dan pandangan hidup bangsa yang mampu menciptakan suasana keilahian, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan dalam perilaku hidup keseharian perlu terus dilakukan. Anak-anak bangsa yang kini tengah

gencar menimba ilmu di bangku pendidikan jelas perlu menjadi sasaran yang tepat untuk menyemaikan dan menumbuhsuburkan nilai-nilai Pancasila itu. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana pendekatan yang tepat digunakan untuk membumikan nilai-nilai Pancasila ke dalam nurani generasi masa depan negeri ini. Dalam pandangan awam saya, pola indoktrinasi gaya Orde Baru yang menjejali anak-anak dengan model hafalan dan khotbah yang kurang membumi, hanya menjadikan anak-anak seperti robot yang kehilangan sikap kritis dan daya kreatif. Apalagi, banyak pengamat menilai, Penataran P4 hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dengan menciptakan generasi penurut dan anak mami agar selalu sendika dhawuh terhadap penguasa. Dalam konteks demikian, Penataran P4 tak lebih hanya sebuah bentuk pembonsaian anak-anak bangsa agar kelak mereka tidak menjadi generasi yang mampu berkembang secara mandiri, kreatif, cerdas, demokratis, dan religius. Kurikulum Tersembunyi Kini, setelah Pendidikan Pancasila dilepaskan dari Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah, Pancasila perlu dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum tersembunyi yang harus menyatu ke dalam emosi dan perilaku peserta didik. Ia (baca: Pancasila) tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan secara integral pada setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter yang kini sedang gencar diimplementasikan dalam dunia pendidikan kita sejatinya juga merupakan bagian dari upaya serius untuk membumikan nilai-nilai Pancasila itu ke dalam pribadi peserta didik. Jika pola pendidikan karakter sebagai bagian dari kurikulum tersembunyi ini dilakukan secara serius dan berkesinambungan dalam dunia pendidikan kita, bukan mustahil kelak wajah anak-anak masa depan negeri ini akan selalu tampil ramah, santun, toleran, religius, rendah hati, dan memiliki etos kebangsaan sebagaimana dicontohkan oleh bapak-bapak bangsa. Sudah bukan saatnya lagi anak-anak masa depan negeri ini dicekoki dengan berbagai pola indoktrinasi dan dogmatisasi sempit yang hanya diorientasikan untuk mengkultuskan penguasa semata. Mereka harus tumbuh dan berkembang menjadi generasi masa depan yang mandiri, cerdas, berakhlak, dan berkarakter kuat sehingga tak gampang terperangkap ke dalam kubangan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan. Semoga!

DEMOKRASI PANCASILA DEMOKRASI LIBERALJune 29th, 2011 Related Filed Under Demokrasi Pancasila I. PENGERTIAN DEMOKRASI PANCASILA Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan

dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi, http://www.wikipedia.org) Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu: 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat). 2. Sistem Konstitusionil Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilainilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51) Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: 1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. 2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri

atau dengan persetujuan rakyat. 3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. 4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. II. PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu: 1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara. 2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat. Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan: a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat), b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas), c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR. 2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia, 3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah, 4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya, 5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat, 6. Pelaksanaan Pemilihan Umum; 7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945), 8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, 9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain, 10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional. III. CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut: 1. Kedaulatan ada di tangan rakyat. 2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong. 3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. 4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi. 5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban. 6. Menghargai hak asasi manusia. 7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak. 8. Tidak menganut sistem monopartai.

9. Pemilu dilaksanakan secara luber. 10. Mengandung sistem mengambang. 11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas. 12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum. IV. SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapanketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut: 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya. 2. Indonesia menganut sistem konstitusional Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang. 3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu: a. Menetapkan UUD; b. Menetapkan GBHN; dan c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden Wewenang MPR, yaitu: a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden; b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN; c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden; d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD; e. Mengubah undang-undang. 4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. 5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:

a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah; b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah; c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah; d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal; e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah. 6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden. V. FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara Contohnya: a. Ikut menyukseskan Pemilu; b. Ikut menyukseskan Pembangunan; c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan. 2. Menjamin tetap tegaknya negara RI, 3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional, 4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila, 5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara, 6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, Contohnya: a. Presiden adalah Mandataris MPR, b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR. VI. BEBERAPA PERUMUSAN MENGENAI DEMOKRASI PANCASILA Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni: 1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966 a. Bidang Politik dan Konstitusional 1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization ) 2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur. 3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20. b. Bidang Ekonomi Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai

ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup : 1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan 2) Koperasi 3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya 4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung. 2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966 Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip: a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan. b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun. c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya. 3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967 Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas. Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu: a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan. b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya. c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy. DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu. http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_21/ppkn203_07.htm http://www.wikipedia.org Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.[2] Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.

Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis). [sunting] Referensi 1. ^ Blackwell Dictionary of Modern Social Thought, Blackwell Publishing 2003, p. 148 2. ^ Democracy and Citizenship: Glossary. American politics. The University of Texas at Austin. http://www.laits.utexas.edu/gov310/DC/glossary.html. Diakses pada 9 Agustus 2004. Artikel bertopik politik ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. KESIMPULAN Keduanya adalah sebuah sistem demokrasi pemerintahan, keduanya bisa dipakai di negara manapun, dengan cara masing masing di indonesia sendiri demokrasi pancasila sudah mendarah daging disetiap warga nya, karena demokrasi itu mencerminkan kehidupan bermasyarakat, sistem demokrasi/ pemerintahan liberal tidak akan cocok untuk diterapkan di indonesia karena adat dan budaya negara indonesia bertolak belakang dengan negara barat, NKRI harga mati, demokrasi pancasila harus diudayakan kepada anak cucu kita. . .

http://www.tempo.co/read/fokus/2012/03/15/2305/Cara-Pemerintah-Redam-DemoMahasiswa-Soal-BBM

Cara Pemerintah Redam Demo Mahasiswa Soal BBMTEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, serta Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa bertemu dengan para pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia. Mereka memaparkan alasan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya ditetapkan 1 April nanti. "Pak Hatta menjelaskan kenapa BBM naik, kawan-kawan perguruan tinggi pasti pahamlah," ujar Menteri M. Nuh kepada wartawan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis 15 Maret 2012. Memanfaatkan pertemuan "Silaturahmi dengan Para Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Kopertis" yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama dua hari sejak kemarin, tiga menteri ini berusaha memberikan pemahaman lebih komprehensif kepada perwakilan perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia. Hatta menegaskan kenaikan harga BBM tak bisa dihindari mengingat kenaikan harga minyak dunia dan efeknya yang membebani APBN, khususnya subsidi. Namun ia memastikan kenaikan ini diikuti dengan program-program sosial yang telah disiapkan pemerintah untuk masyarakat kelas bawah. "Untuk itulah program jaminan sosial perlu dilakukan, termasuk kita beri bantuan langsung tunai (BLT)," ujarnya. Menteri Nuh juga mengajak mahasiswa berdiskusi intelektual menyikapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) daripada berdemonstrasi turun ke jalan. "Kita galakkan dialektika keilmuan, diskursus intelektual," ujarnya. Menurut Nuh, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bukan tanpa alasan kuat. Pemerintah sangat paham konsekuensi kebijakan tak populis ini yang bisa memunculkan sejumlah unjuk rasa di berbagai daerah. Dengan penjelasan pemerintah kepada perguruan tinggi melalui rektor dan wakilnya, Nuh berharap civitas academica bisa memaklumi dan menerima kebijakan tersebut. "Makanya kami berikan pencerahan karena kami yakin pada kekuatan rasionalitas itu. Melalui pimpinan perguruan tinggi disosialisasikan ke universitasnya, dosen, dan mahasiswa," ucap Nuh. Dewi Aryani Hilman, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menganggap upaya tiga menteri untuk menjelaskan rencana kenaikan harga BBM pada para rektor merupakan bentuk penekanan pemerintah pada kalangan akademis. Padahal, kata dia, kebijakan

menaikkan harga BBM itu ditolak mahasiswa. Dewi pun berharap pendekatan itu bukan merupakan agenda terselubung pemerintah untuk melarang mahasiswa berunjuk rasa. Hal ini, katanya, tidak sesuai dengan sistem demokrasi. "Ini akan membelenggu proses pematangan demokrasi di negara ini," ucapnya. Tak semua rektor perguruan tinggi negeri hadir dalam acara di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Beberapa universitas diwakili oleh wakil rektor masing-masing. Unjuk rasa mahasiswa menolak kenaikan harga BBM tetap terjadi di beberapa daerah seperti di Bali dan Makassar. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto membantah jika pertemuan dengan pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia merupakan upaya pemerintah untuk meredam demonstrasi mahasiswa.

Protes Kenaikan BBM, Mahasiswa Sandera Truk Minyak

BAJAK TRUK - Sejumlah mahasiswa membajak truk BBM Pertamina di Jalan Surapati, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/3). Unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Jawa Barat tersebut akhirnya dibubarkan oleh polisi. TEMPO/Prima Mulia TEMPO.CO, Banyuwangi - Puluhan mahasiswa di Banyuwangi melakukan aksi protes untuk menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), Kamis siang, 15 Maret 2012. Aksi protes itu dilakukan mulai Mapolres Banyuwangi hingga simpang empat

Jalan Kepiting, Kota Banyuwangi. Saat berada di simpang empat, mahasiswa menyandera sebuah truk BBM yang membawa 16 ribu kiloliter premium. Mereka naik ke atas badan truk dan berorasi menolak rencana kenaikan harga BBM. "Kenaikan harga BBM bentuk ketidakberpihakan (pemerintah) kepada rakyat," kata kordinator aksi, Dalail Choirot. Aksi tersebut kemudian berujung ricuh saat puluhan polisi yang berjaga memaksa mahasiswa turun, tetapi mahasiswa menolak. Massa akhirnya terlibat aksi dorong dengan polisi. Begitu polisi berhasil mensterilkan massa, truk BBM diperbolehkan jalan. Kecewa dengan sikap polisi, mahasiswa kemudian langsung memblokade jalan dengan memarkir sepeda motor dan tidur di tengah jalan. Aksi itu membuat jalanan yang ramai kendaraan menjadi macet. Kordinator aksi, Dalail, meminta pemerintah Banyuwangi untuk pro-aktif menolak rencana pemerintah pusat menaikkan BBM itu. "Kalau BBM naik, semua harga sembako ikut naik. Rakyat menjerit," katanya. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang sedang melakukan rapat di Mapolres Banyuwangi sempat menemui para mahasiswa. Bupati berjanji akan menyampaikan tuntutan mahasiswa itu pemerintah pusat. "Intinya kami mengapresiasi langkah mahasiswa," ujarnya.

http://rinaldimunir.wordpress.com/2012/03/30/kami-hanya-mengajarkanmahasiswa-demo-tugas-di-lab/

Kami Hanya Mengajarkan Mahasiswa Demo Tugas di LabDitulis pada 30 Maret 2012 oleh rinaldimunir Aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM beberapa hari ini merebak di berbagai daerah di tanah air. Sebagian besar aksi itu dipelopori oleh mahasiswa. Hanya saja sangat disayangkan aksi demo jalanan tersebut justru cenderung anarkis. Para mahasiswa menutup jalan, membakar ban, membakar motor dan mobil, merusak pagar Gedung DPR, dan aksi-aksi lain yang cenderung anarkis (baca berita ini). Aksi anarkisme bukan hanya milik ormas seperti yang sering dikesankan kepada ormas tertentu, tetapi kaum intelektual seperti mahasiswa pun melakukan hal yang serupa. Kemarin saya melewati jalan Dago, tepat di bawah jembatan layang Pasupati serombongan mahasiswa berdemo di tengah jalan. Aksi mereka membuat polisi terpaksa harus menutup jalan dan mengalihkan lalu lintas ke jalan lain.

Saya setuju mahasiswa melakukan demo. Tetapi pertanyaannya, kenapa mahasiswa melakukan demo dengan cara-cara yang tidak mencerminkan intelektualitas mereka? Membakar ban, merusak pagar, menutup jalan, adalah tindakan yang merugikan dan menyengsarakan banyak orang. Mahasiswa adalah kaum yang cerdas, maka kalau melakukan demo pun seharusnya juga dengan cara yang cerdas. Cerdas di sini artinya menghargai hak orang lain pula, misalnya pengguna jalan, pemilik motor/mobil yang dibakar, dan sebagainya. Silakan melakukan demo tetapi jangan sampai merusak atau mengganggu orang lain. Di dalam kuliah mahasiswa sudah diajarkan bagaimana pentingnya menghargai hak orang lain, misalnya HAKI, menyebutkan sumber referensi di dalam tugas makalah, laporan skripsi, dan sebagainya.

(Keterangan foto: Sejumlah aktivis mahasiswa membentang spanduk di belakang ban yang dibakar untuk memblokade jalan di depan Kampus YAI, Salemba, Jakarta, Kamis (29/3) malam. ANTARA/Ismar Patrizki. Sumber foto dari Tempo.co.id)

(Keterangan foto: Sejumlah warga melihat mobil terbakar di jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis malam (29/3). Aksi menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) berakhir bentrok. ANTARA/M Agung Rajasa. Sumber foto: Tempo.co.id) Apakah mahasiswa kita sudah demikian beringasnya seperti pada foto di atas? Begitukah cara seorang calon intelektual menyalurkan aspirasinya menolak kenaikan BBM? Boleh jadi aksi demo mahasiswa tersebut ditunggangi provokator. Mereka, para provokator, memakai jaket mahasiswa yang entah dibuat di mana supaya tidak bisa dibedakan dengan mahasiswa yang asli. Tujuan mereka adalah memanfaatkan aksi demo untuk memanaskan situasi supaya tercipta chaos, huru-hara, kerusuhan, dan aksi-aksi anarkisme yang pada akhrinya merusak

idealisme mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang asli merasa terpancing dan akhirnya ikut melakukan aksi anarkis yang diinginkan provokator. Secara bergurau saya mengatakan kepada mahasiswa saya, kami para dosen di Informatika ITB tidak pernah mengajarkan mahasiswa demo di jalanan sebab itu bukan aksi yang elegan. Yang kami ajarkan adalah demo tugas-tugas program di lab di depan asisten atau dosen mata kuliah. Setumpuk tugas besar (tubes) yang dikerjakan mahasiswa kami perlu dinilai oleh asisten/dosen dengan cara demo langsung dengan komputer. Demo di jalan bukan berarti sesuatu yang haram, namun lakukanlah dengan cara yang elegan, menghargai hak orang lain, dan damai.

Like this:Suka Be the first to like this post. Entri ini ditulis dalam Indonesiaku oleh rinaldimunir. Buat penanda ke permalink.

4 pemikiran pada Kami Hanya Mengajarkan Mahasiswa Demo Tugas di Lab

1.

ikhwanalim pada 2 April 2012 pada 17:02 berkata: mahasiswa yang nyata-nyata kaum intelektual, nyata-nyata menggunakan otak-reptilnya dalam menanggapi isu kenaikan BBM. mungkin mereka vandalis karena mereka belum bayar pajak, pak. mereka lupa, bahwa perbaikan yang dilakukan akibat tindakan vandalis itu duitnya dari pajak. bagaimana kalau mahasiswa dipaksa membayar pajak saja? Balas

2.

Rinaldi Munir pada 3 April 2012 pada 08:49 berkata: Mahasiswa belum berstatus wajib pajak karena belum punya penghasilan tetap. Yang perlu ditekankan di sini adalah edukasi melalui pendidikan. Ini adalah tugas pendidik untuk memberi teladan. Kaum intelektual adalah kelompok orang yang tidak berambisi dengan kekeuasaan, tetapi kelompok orang yang memberikan kebenaran universal. Sikap kritis kepada penguasa tidak ditunjukkan dengan perilaku vandalisme, tetapi dengan tulisan. Balas

3.

Marico Chandra pada 3 April 2012 pada 11:46 berkata: Mahasiswa cuma bisa merusak, gak ngerti apa arti dari Demo itu sendiri. Bagi para maheasiswa Demo adalah tawuran (kesenangan sendiri dan bukan untuk rakyat) Demo mahasiswa tidak merubah apa2, memang BBM tidak naik, tetapi akan tetap naik, hanya saja di undur waktunya. Malahan harga sembako dan bensin eceran yang naik. Apa gunanya Demo mahasiswa ? di sekolahin tinggi2, tapi tetap saja bodoh. Balas

4.

Cahya pada 11 April 2012 pada 08:03 berkata: Saya jadi sedih ngeliat uang2 pajak digunakan untuk memperbaiki barang2 yang rusak akibat demo. untuk memperbaiki pagar DPR saja perlu 200 jt. Saya setuju dengan demo tugas besar. waktu kuliah saja saya tidak sempat berpikiran untuk ikut2 demo2 karena sudah banyak demo tugas besar menunggu.

BBM dan Anarkisme Mahasiswao

Oleh Fauzul Andim http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/31/181785/BBM-danAnarkisme-Mahasiswa-

PEMERINTAH berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan April. Atas rencana tersebut, sejumlah daerah di Tanah Air bergolak. Gelombang penolakan dan protes rencana kenaikan harga BBM terjadi di manamana, baik itu dilakukan oleh mahasiswa, LSM, ormas, maupun anggota masyarakat pada umumnya. Fraksi di DPR pun terbelah. Sebagian fraksi yang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah tersebut juga turun ke jalan melakukan aksi penolakan. Bahkan sejumlah kepala daerah juga tak ketinggalan melakukan demonstrasi, meskipun terancam sanksi pemecatan. Mahasiswa sebagai agen pembela rakyat tentu berada di garis terdepan dalam menolak kenaikan harga BBM. Di Jakarta, mahasiswa dari berbagai universitas rela bentrok dengan aparat kepolisian, di Makassar demonstrasi mahasiswa rusuh dengan membakar pos polisi, sedangkan di Semarang 15 mahasiswa dari

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan aksi mogok makan hingga 1 April mendatang. Berbagai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut jelas memiliki satu tujuan, menolak kenaikan harga BBM. Alasannya sangat logis, jika BBM naik maka angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin banyak. Jika hal itu terjadi, maka rakyat Indonesia akan semakin menderita. Lantas apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa di berbagai penjuru Nusantara tersebut akan efektif untuk mengubah rencana kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM? Lalu haruskah demonstrasi mahasiswa dilakukan dengan cara anarkis meskipun tujuannya baik? Sebagian pihak menilai bahwa apa yang dilakukan mahasiswa tersebut sangat positif. Hal itu menunjukkan bukti bahwa mahasiswa masih memiliki kepedulian sosial terhadap kondisi rakyat. Dengan melakukan demonstrasi, mahasiswa mungkin tidak serta merta akan dapat mengubah rencana pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Namun paling tidak mahasiswa telah berusaha menekan pemerintah agar mau meninjau ulang rencana penerapan kebijakan tersebut, karena akibat yang akan ditimbulkan sangat menyengsarakan rakyat. Namun sebagian pihak yang lain justru merasa apatis dan cenderung pesimis dengan apa yang dilakukan mahasiswa, hal tersebut dirasa tidak cukup efektif untuk mengubah kebijakan pemerintah, apalagi cara-cara yang dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan demonstrasi saat ini cenderung anarkis. Persoalan anarkisme mahasiswa inilah yang menjadi persoalan penting untuk segera dievaluasi. Karena faktor anarkisme-lah yang menjadikan pamor dan citra mahasiswa menjadi negatif. Apalagi fakta di lapangan telah menunjukkan bahwa setiap kali terjadi demonstrasi mahasiswa, selalu berakhir ricuh. Mahasiswa bentrok dengan polisi, mahasiswa memblokir jalan raya, merusak fasilitas umum, serta mengganggu ketertiban masyarakat. Saat ini, musuh mahasiswa ketika demonstrasi bukan lagi aparat kepolisian tetapi juga masyarakat yang merasa dirugikan dengan aksi demonstrasi tersebut. Format Baru Demonstrasi dalam negara demokrasi, seperti yang dianut oleh bangsa Indonesia merupakan hal yang wajar, bahkan hal tersebut sangat dianjurkan sebagai bentuk kontrol publik terhadap kekuasaan yang dijalankan pemerintah. Bisa dibaratkan bahwa demokrasi dan demonstrasi merupakan mata uang dengan dua sisi, di mana ada demokrasi di situ pasti ada demonstrasi.Oleh sebab itulah, menjadi kewajiban sebuah negara demokrasi menjamin kebebasan masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya dan aspirasinya dengan cara melakukan demonstrasi, baik dengan cara long-march turun ke jalan, orasi, maupun dengan aksi teatrikal. Akan tetapi hal itu menjadi sangat keliru jika demonstrasi dilakukan dengan caracara yang anarkis. Karena anarkisme jelas sangat bertentangan dengan tujuan utama demonstrasi, yaitu menyuarakan pendapat dan aspirasi rakyat kepada penguasa. Aksi demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan harga BBM beberapa hari ini jelas menunjukkan bahwa telah terjadi penyelewengan makna demonstrasi dalam

berdemokrasi. Karena demonstrasi yang dilakukan mahasiswa adalah dengan cara-cara yang anarkis. Anarkisme dalam demonstrasi menjadi persoalan yang semakin pelik, karena hal itu dilakukan oleh mahasiswa yang nota-bene merupakan kelompok akademis, yang dikenal memiliki nalar kritis dan logika berpikir yang matang. Demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa jelas akan menimbulkan stigma dan stereotipe bagi mahasiswa itu sendiri. Masyarakat juga akan semakin kehilangan simpatik jika mahasiswa terus melalukan aksi demonstrasi dengan mengedepankan cara-cara kekerasan. Mahasiswa, sebagai penyandang status sosial yang cukup prestisius, yakni sebagai agen perubahan sosial (agent of social change), jelas tidak patut melakukan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan rakyat. Karena hal itu tidak akan mendapatkan dukungan masyarakat, melainkan mahasiswa akan semakin kehilangan kepercayaan publik. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu merekonstruksi format gerakan dalam berdemonstrasi. Format baru demonstrasi mahasiswa harus senantiasa mengedepankan nilai-nilai dialogis dan nilai-nilai humanis. Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa sejatinya memiliki tujuan mulia, yaitu demi membela kepentingan rakyat kecil yang tertindas oleh kesewenang-wenangan penguasa. Demonstrasi mahasiswa juga dilakukan karena situasi sosial-politik bangsa yang carut marut. Dalam hal ini mahasiswa pada prinsipnya membawa tujuan luhur dalam memperjuangkan nilai kemanusiaan. Akan tetapi hal itu tidak akan ada artinya jika demonstrasi mahasiswa diwarnai dengan aksi-aksi anarkis yang justru akan membuat masyarakat mengecam dan tidak lagi simpatik atas demo yang dilakukan mahasiswa.(24) Fauzul Andim, mantan aktivis LPM Edukasi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, dan saat ini menjadi pendidik di SLB Negeri Ungaran.

Mahasiswa Harus Berdemo dengan Cara CerdasOPINI | 31 March 2012 | 09:06 Dibaca: 65 Komentar: 1 Nihil Tampaknya negeri ini mulai memanas lagi. Bukan lagi soal global warming tapi lagi-lagi soal BBM. Bahkan di berbagai media sangat ramai dengan headline tentang kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif BBM. Mulai dari penjual nasi kucingan, tukang sayur, sopir angkot, buruh tani, pelajar, ibu rumah tangga, pegawai kantoran hingga para pejabat semuanya membahasa tentang BBM. Memang benar BBM ini sangat penting peranannya dalam perekonomian di Indonesia, karena dampaknya mempengaruhi ekonomi makro. Banyak rakyat kecil yang mengeluh mengenaik dampak itu. Mereka mengungkapkan ketika BBM tidak naik saja sulit untuk mencari sesuap nasi, apalagi jika dinaikkan. Banyak rakyat kecil yang yang

perlu diperjuangkan kehidupaannya. Di sinilah peran mahasiswa yang notabene disebut sebagai agen pembangunan, agen of change, mahanya siswa yang di pandang sebagai kaum intelek. Tentu harus peka dan turut andil dalam penyelesaian problem tersebut. Lagi-lagi di berbagai media dikabarkan demo mahasiswa di mana-mana. Katanya sebagai bentuk keprihatinan dan dukungan terhadap rakyat kecil. Namun, kenyataannya banyak aksi yang anarkis. Apakah seperti itu kaum yang intelek? Jawab dalam hati. Saya masih ingat betul nasehat nenek saya ketika masih kecil dulu, Kalo ada masalah, berbicara, atau bertindak itu dipikir dahulu, pakai hati jangan emosi. Beberapa waktu lalu, saya pun sempat diajak ikut berdemo, tetapi hati ini langsung berkata, apakah kiritisnya mahasiswa harus selalu diungkapkan dengan demo?. Selain itu, saya orang pendiam, bagaimana mau demo kalau suara tak mampu keluar. Kalo hanya sekedar ikutikutan saja, saya katakan NO. Kita diberi otak untuk berpikir, hati untuk merasa. Jadi bagaimana nalar, naluri, dan nurani itu berjalan selaras dalam menanggapi keadaan saat ini. Saya setuju dengan mahasiswa itu harus kritis jangan hanya kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), tetapi yang harus dipahami adalah bagaimana mengungkapkan si kiritis itu dengan cara mahasiswa yang intelek, yaitu dengan cara cerdas. Semua orang pasti tidak asing dengan kata Talk Less Do More. Oke berdemo juga merupakan aksi bentuk usaha/perbuatan untuk memperjuangkan hak. Demo tidak salah, tetapi kalau ada cara yang lebih cerdas, efektif kenapa tidak. Demo juga perlu, tetapi juga harus dimbangi dengan proses berpikir mendalam. Kalo menurut saya, seperti di sebuah organisasi, ada konseptor (orang yang berpikir di balik layar), dan motor (orang bertindak di teknis lapangan). Kasarnya dapat kita katakan demo itu ada dua pilihan mau demo di lapangan atau demo dibalik layar. Kalau demo di lapangan, saya yakin semua orang juga sudah mengetahuinya, yaitu aksi unjuk rasa yang sering di beritakan di berbagai media. Sementara demo yang di balik layar ini lebih pada mengungkapkan kiritis pada karya. Karya itu biasa berupa tulisan ilmiah atau diskusi dengan para ahli maupun pihak yang terkait dengan masalah. Banyak orang hanya fokus pada kebijakan tentang suatu masalah tetapi tidak memberikan alternatif penyelesaian masalah. Di Indonesia telah banyak berdiri perguruan tinggi baik itu negeri maupaun swasta. Telah banyak pula sarjana, doktor, dan profesor yang dicetak dari berbagai disiplin ilmu. Sebenarnya itu adalah aset paling berharga yang dapat memberikan solusi. Terlalu sayang kalo mahasiswa itu harus boros energi di pinggir jalan di siang yang terik. Kenapa tidak mencoba untuk melakukan riset. Coba kalau seluruh mahasiswa di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu bersatu bertekad dan bersama-sama melakukan penelitian dalam rangka menemukan pemecahan masalah BBM ini. Saya rasa banyak ide-ide cemerlang yang bakal muncul. Perkara kebijakan pemerintah yang mungkin keliru. Setidaknya kita dapat memberikan argumen dengan hasil riset tersebut. Demo dengan cara cerdas, dengan cara ilmiah. Apalagi kalau kita orang yang beragama. Di Islam kita tahu surat yang pertama kali diturunkan adalah Q.S. Al Alaq 1-5 di sini secara tersurat ada perintah untuk IQRA, membaca dengan nama Tuhan. Secara tersirat melakuakan penelitian dengan kalam sehingga tercipta teknologi yang maju. Di sini kita juga tidak boleh meninggalkan dimensi ketuhanan dalam setiap mencari penyelesaian masalah. Di surat yang lain juga di sebutkan terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mengetahui, bagi yang berpikir.

Jadi, berdemolah dengan cara cerdas.

Mahasiswa Harus Berdemo dengan Cara CerdasOPINI | 31 March 2012 | 09:06 Dibaca: 65 Komentar: 1 Nihil Tampaknya negeri ini mulai memanas lagi. Bukan lagi soal global warming tapi lagi-lagi soal BBM. Bahkan di berbagai media sangat ramai dengan headline tentang kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif BBM. Mulai dari penjual nasi kucingan, tukang sayur, sopir angkot, buruh tani, pelajar, ibu rumah tangga, pegawai kantoran hingga para pejabat semuanya membahasa tentang BBM. Memang benar BBM ini sangat penting peranannya dalam perekonomian di Indonesia, karena dampaknya mempengaruhi ekonomi makro. Banyak rakyat kecil yang mengeluh mengenaik dampak itu. Mereka mengungkapkan ketika BBM tidak naik saja sulit untuk mencari sesuap nasi, apalagi jika dinaikkan. Banyak rakyat kecil yang yang perlu diperjuangkan kehidupaannya. Di sinilah peran mahasiswa yang notabene disebut sebagai agen pembangunan, agen of change, mahanya siswa yang di pandang sebagai kaum intelek. Tentu harus peka dan turut andil dalam penyelesaian problem tersebut. Lagi-lagi di berbagai media dikabarkan demo mahasiswa di mana-mana. Katanya sebagai bentuk keprihatinan dan dukungan terhadap rakyat kecil. Namun, kenyataannya banyak aksi yang anarkis. Apakah seperti itu kaum yang intelek? Jawab dalam hati. Saya masih ingat betul nasehat nenek saya ketika masih kecil dulu, Kalo ada masalah, berbicara, atau bertindak itu dipikir dahulu, pakai hati jangan emosi. Beberapa waktu lalu, saya pun sempat diajak ikut berdemo, tetapi hati ini langsung berkata, apakah kiritisnya mahasiswa harus selalu diungkapkan dengan demo?. Selain itu, saya orang pendiam, bagaimana mau demo kalau suara tak mampu keluar. Kalo hanya sekedar ikutikutan saja, saya katakan NO. Kita diberi otak untuk berpikir, hati untuk merasa. Jadi bagaimana nalar, naluri, dan nurani itu berjalan selaras dalam menanggapi keadaan saat ini. Saya setuju dengan mahasiswa itu harus kritis jangan hanya kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), tetapi yang harus dipahami adalah bagaimana mengungkapkan si kiritis itu dengan cara mahasiswa yang intelek, yaitu dengan cara cerdas. Semua orang pasti tidak asing dengan kata Talk Less Do More. Oke berdemo juga merupakan aksi bentuk usaha/perbuatan untuk memperjuangkan hak. Demo tidak salah, tetapi kalau ada cara yang lebih cerdas, efektif kenapa tidak. Demo juga perlu, tetapi juga harus dimbangi dengan proses berpikir mendalam. Kalo menurut saya, seperti di sebuah organisasi, ada konseptor (orang yang berpikir di balik layar), dan motor (orang bertindak di teknis lapangan). Kasarnya dapat kita katakan demo itu ada dua pilihan mau demo di lapangan atau demo dibalik layar. Kalau demo di lapangan, saya yakin semua orang juga sudah mengetahuinya, yaitu aksi unjuk rasa yang sering di beritakan di berbagai media. Sementara demo yang di balik layar ini lebih pada mengungkapkan kiritis pada karya. Karya itu biasa berupa tulisan ilmiah atau diskusi dengan para ahli maupun pihak yang

terkait dengan masalah. Banyak orang hanya fokus pada kebijakan tentang suatu masalah tetapi tidak memberikan alternatif penyelesaian masalah. Di Indonesia telah banyak berdiri perguruan tinggi baik itu negeri maupaun swasta. Telah banyak pula sarjana, doktor, dan profesor yang dicetak dari berbagai disiplin ilmu. Sebenarnya itu adalah aset paling berharga yang dapat memberikan solusi. Terlalu sayang kalo mahasiswa itu harus boros energi di pinggir jalan di siang yang terik. Kenapa tidak mencoba untuk melakukan riset. Coba kalau seluruh mahasiswa di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu bersatu bertekad dan bersama-sama melakukan penelitian dalam rangka menemukan pemecahan masalah BBM ini. Saya rasa banyak ide-ide cemerlang yang bakal muncul. Perkara kebijakan pemerintah yang mungkin keliru. Setidaknya kita dapat memberikan argumen dengan hasil riset tersebut. Demo dengan cara cerdas, dengan cara ilmiah. Apalagi kalau kita orang yang beragama. Di Islam kita tahu surat yang pertama kali diturunkan adalah Q.S. Al Alaq 1-5 di sini secara tersurat ada perintah untuk IQRA, membaca dengan nama Tuhan. Secara tersirat melakuakan penelitian dengan kalam sehingga tercipta teknologi yang maju. Di sini kita juga tidak boleh meninggalkan dimensi ketuhanan dalam setiap mencari penyelesaian masalah. Di surat yang lain juga di sebutkan terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mengetahui, bagi yang berpikir. Jadi, berdemolah dengan cara cerdas.

Saya tidak bermaksud men-diskredit-kan aksi demonstrasi mahasiswa, pun tidak bermaksud menyamaratakan bahwa semua aksi demonstrasi mahasiswa selalu rusuh. Opini saya hanya sebatas keheranan luar biasa, kenapa mahasiswa yang seharusnya mewakili kaum intelektual nan berilmu hampir setiap unjuk rasa diwarnai rusuh? Pembelaan yang sangat sering dijadikan alasan adalah karena polisi yang bertugas mengamankan aksi demonstrasi memprovokasi mahasiswa terlebih dahulu. Kalau pun iya begitu, kenapa harus melawan dan membalas membabi buta, bahkan pakai bom molotov segala? Bom molotov nya dari mana? bawa sebagai persiapan? kenapa harus bawa bom molotov? berarti sudah mempersiapkan diri untuk rusuh dong? Ironisnya lagi, ketika mahasiswa-mahasiswa yang berdemo ini menemui tersangka penyusup dan provokator, kenapa langsung main hajar? tanpa verifikasi terlebih dahulu. Dan kalaupun memang terdapat penyusup, kenapa harus dihajar? Lebih parah lagi, mahasiswa yang berdemo sambil menjarah. Apa ya tujuan aksi demonya? Benar-benar menyuarakan keprihatinan atas kenaikan BBM yang dipikul rakyat negeri ini? membela kepentingan rakyat? kalau iya, kenapa sambil meresahkan masyarakat? kenapa merusak fasilitas umum? Saya bertanya-tanya, kenapa setiap ada kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan rakyat, harus ditanggapi aksi demonstrasi? iya kalau demonstrasinya tanpa rusuh, ini kan hampir bisa dipastikan berujung rusuh!

Kenapa mahasiswa tidak secara serempak membuka forum dengar pendapat dan argumen pemerintah? lantas setiap argumen pemerintah tersebut dilawan dengan argumen mahasiswa yang disertai solusi ala mahasiswa? saya ingat, dulu di kampus ITB menjelang pilpres pertama secara langsung, diadakan hearing dari para calon presiden tersebut. Nah, kenapa tidak coba dibuat forum-forum seperti itu? Anda mahasiswa? bagaimana menurut anda?