Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

34
Pajak Pajak Pajak Pajak Daerah Daerah Daerah Daerah dan dan dan dan Retribusi Retribusi Retribusi Retribusi Daerah Daerah Daerah Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Peran pajak dalam pembangunan terlihat dalam setiap proyek yang dilaksanakan pemerintah selalu di dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Pertengahan Agustus lalu DPR RI mengesahkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru untuk menentukan jenis pajak dan retribusi dengan sistem closed list serta tarif pajak maksimum. Undang-undang baru memberikan kontribusi yang penting untuk dunia bisnis, karena sekarang ada kepastian hukum terkait pungutan daerah. Ketentuan Undang-Undang No. 34/2000 sebelumnya tidak mengandung closed list pajak dan retribusi. Pasal 2 ayat 4 undang-undang tersebut memungkinkan kabupaten/kota dapat memungut pajak lain lagi, bila memenuhi kriteria tertentu misalnya tidak berpengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi. Ketentuan yang relatif terbuka ini digunakan daerah untuk menaikkan pendapatan aslinya. Secara finansial daerah masih sangat tergantung pemerintah pusat. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Departemen Keuangan, Budi Sitepu, mengatakan bahwa banyak daerah masih memiliki anggarannya hingga 90% yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), dana dekonsentrasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu dan karena open list di atas tersebut, banyak daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) tentang pajak yang sering bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan terciptanya iklim ekonomi yang kondusif. Undang-undang yang baru tidak memberikan ruang lagi kepada daerah untuk menciptakan pajaknya sendiri. Hal ini justru menciptakan kepastian hukum. Berikut merupakan beberapa definisi terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : 1. 1. 1. 1. PAJAK PAJAK PAJAK PAJAK DAERAH DAERAH DAERAH DAERAH Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

Transcript of Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Page 1: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

PajakPajakPajakPajak DaerahDaerahDaerahDaerah dandandandanRetribusiRetribusiRetribusiRetribusi DaerahDaerahDaerahDaerah

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah untuk

memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Peran pajak

dalam pembangunan terlihat dalam setiap proyek yang dilaksanakan pemerintah

selalu di dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang

telah dikumpulkan dari masyarakat.

Pertengahan Agustus lalu DPR RI mengesahkan Undang-Undang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah yang baru untuk menentukan jenis pajak dan retribusi dengan

sistem closed list serta tarif pajak maksimum. Undang-undang baru memberikan

kontribusi yang penting untuk dunia bisnis, karena sekarang ada kepastian hukum

terkait pungutan daerah. Ketentuan Undang-Undang No. 34/2000 sebelumnya tidak

mengandung closed list pajak dan retribusi. Pasal 2 ayat 4 undang-undang tersebut

memungkinkan kabupaten/kota dapat memungut pajak lain lagi, bila memenuhi

kriteria tertentu misalnya tidak berpengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi.

Ketentuan yang relatif terbuka ini digunakan daerah untuk menaikkan

pendapatan aslinya. Secara finansial daerah masih sangat tergantung pemerintah

pusat. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Departemen Keuangan, Budi

Sitepu, mengatakan bahwa banyak daerah masih memiliki anggarannya hingga 90%

yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), dana

dekonsentrasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu dan karena open list di atas

tersebut, banyak daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) tentang pajak yang

sering bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan terciptanya iklim

ekonomi yang kondusif. Undang-undang yang baru tidak memberikan ruang lagi

kepada daerah untuk menciptakan pajaknya sendiri. Hal ini justru menciptakan

kepastian hukum.

Berikut merupakan beberapa definisi terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah :

1.1.1.1. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAH→ Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

Page 2: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam ikatan NKRI.

→ Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan

pembangunan Daerah.

→ Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang

meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan

Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,

lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya.

→ Subjek pajak daerah adalah orang pribadi / badan yang dapat dikenakan

Pajak Daerah.

→ Wajib pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk

melakukan pembayaran pajak terutang, termasuk pemungut pajak dan

pemotong pajak tertentu.

2.2.2.2. RETRIBUSIRETRIBUSIRETRIBUSIRETRIBUSI DAERAHDAERAHDAERAHDAERAH→ Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

→ Jasa (daerah) adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan

pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya

yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

→ Jasa Umum adalah jasa yang diberikan/disediakan oleh Pemerintah Daerah

untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh

orang pribadi atau badan.

Page 3: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

→ Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan

menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula

disediakan oleh sektor swasta.

→ Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka

pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk

pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,

pemanfaatan ruang, pengguanaan SDA, barang, prasarana, sarana atau

fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

kelestarian lingkungan.

UNDANG-UNDANGUNDANG-UNDANGUNDANG-UNDANGUNDANG-UNDANGREPUBLIKREPUBLIKREPUBLIKREPUBLIK INDONESIAINDONESIAINDONESIAINDONESIA NOMORNOMORNOMORNOMOR28282828 TAHUNTAHUNTAHUNTAHUN 2009200920092009 TENTANGTENTANGTENTANGTENTANG

PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAHDANDANDANDANRETRIBUSIRETRIBUSIRETRIBUSIRETRIBUSI DAERAHDAERAHDAERAHDAERAH

Pada tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

telah menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi Undang-undang, sebagai pengganti dari

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

Pengesahan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) ini

sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal, karena terdapat

perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali hubungan

keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang yang baru ini mulai berlaku

pada tanggal 1 Januari 2010.

UU PDRD ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam

perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung

jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

kepada masyarakat.

2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan

penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi

daerah.

3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan

Page 4: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah.

Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang

dipergunakan dalam penyusunan UU ini, yaitu:

1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.

2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang

ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List).

3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak

daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam

Undang-undang.

4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang

tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah.

5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan

secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang

mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah

sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut

dikenakan sanksi.

Materi yang diatur dalam UU PDRD yang disahkan hari ini adalah sebagai

berikut:

1.1.1.1. PenambahanPenambahanPenambahanPenambahan jenisjenisjenisjenis pajakpajakpajakpajak daerahdaerahdaerahdaerah

Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3

jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan

terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak

kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3

jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan,

BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota

ada penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya

Page 5: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

merupakan pajak provinsi.

a.a.a.a. PajakPajakPajakPajak RokokRokokRokokRokok

Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada

kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini

merupakan jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok

tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang

kebutuhan pokok dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu

dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada

industri rokok karena beban Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan

strategis di bidang cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya

pikul industri rokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dari

industri tersebut.

Selain itu, penerimaan Pajak Rokok dialokasikan minimal 50% untuk

mendanai pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan

sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum

yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan

tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya

merokok) serta penegakan hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal

dan penegakan aturan mengenai larangan merokok).

b.b.b.b. PBBPBBPBBPBB PerdesaanPerdesaanPerdesaanPerdesaan dandandandan PerkotaanPerkotaanPerkotaanPerkotaan

Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh

penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas

pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan

dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan,

perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan

dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka

penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli

daerah (PAD).

Page 6: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

c.c.c.c. BeaBeaBeaBea PerolehanPerolehanPerolehanPerolehanHakHakHakHak atasatasatasatas TanahTanahTanahTanah dandandandan BangunanBangunanBangunanBangunan (BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)

Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun seluruh hasilnya

diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan

keuangan daerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah. Penetapan BPHTB

sebagai pajak daerah akan meningkatkan PAD.

d.d.d.d. PajakPajakPajakPajak SarangSarangSarangSarang BurungBurungBurungBurungWaletWaletWaletWalet

Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat

dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan

dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang

memiliki potensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan

PAD.

2.2.2.2. PenambahanPenambahanPenambahanPenambahan JenisJenisJenisJenis RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi DaerahDaerahDaerahDaerah

Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/ Tera Ulang,

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan,

dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan

terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan

ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha,

dan retribusi perizinan tertentu.

a.a.a.a. RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi Tera/TeraTera/TeraTera/TeraTera/Tera UlangUlangUlangUlang

Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi

pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang, dan

perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur,

takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya

tidak merugikan masyarakat.

b.b.b.b. RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi PengendalianPengendalianPengendalianPengendalianMenaraMenaraMenaraMenara TelekomunikasiTelekomunikasiTelekomunikasiTelekomunikasi

Pengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk

Page 7: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan

dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini,

keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang,

keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian

bagi pengusaha.

Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi

pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga

tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.

c.c.c.c. RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi PelayananPelayananPelayananPelayanan PendidikanPendidikanPendidikanPendidikan

Pengenaan retribusi pelayanan pendidikan dimaksudkan agar pelayanan

pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan

pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai

kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan

dimaksud.

d.d.d.d. RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi IzinIzinIzinIzin UsahaUsahaUsahaUsaha PerikananPerikananPerikananPerikanan

Pengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan tidak akan memberikan beban

tambahan bagi masyarakat, karena selama ini jenis retribusi tersebut telah

dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sebagaimana

halnya dengan jenis retribusi lainnya, pemungutan Retribusi Izin Usaha

Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang

perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan kualitas yang lebih

baik.

3.3.3.3. PerluasanPerluasanPerluasanPerluasan BasisBasisBasisBasis PajakPajakPajakPajakDaerahDaerahDaerahDaerah

Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:

Page 8: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

a. PKB dan BBNKB, termasuk kendaraan pemerintah

b. Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan

c. Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.

4.4.4.4. PerluasanPerluasanPerluasanPerluasan BasisBasisBasisBasis RetribusiRetribusiRetribusiRetribusi DaerahDaerahDaerahDaerah

Perluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan

Retribusi Izin Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan

dengan lingkungan yang selama ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin

Pembuangan Limbah Cair, Retribusi AMDAL, serta Retribusi Pemeriksaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

5.5.5.5. KenaikanKenaikanKenaikanKenaikanTarifTarifTarifTarif MaksimumMaksimumMaksimumMaksimumPajakPajakPajakPajak DaerahDaerahDaerahDaerah

Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam

rangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan,

penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum

beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:

a. Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi

10%. Khusus untuk kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif.

b. Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10%

menjadi 20%.

c. Tarif maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari

5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat

ditetapkan lebih rendah.

d. Tarif maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20% menjadi 30%.

e. Tarif maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C), dinaikkan dari 20% menjadi

25%.

6.6.6.6. BagiBagiBagiBagi HasilHasilHasilHasil PajakPajakPajakPajak ProvinsiProvinsiProvinsiProvinsi

Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan

Page 9: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada

masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan

proporsi sebagai berikut:

No. Jenis Pajak Provinsi Kab/Kota

1 Pajak Kendaraan Bermotor 70% 30%

2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 70% 30%

3 Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor 30% 70%

4 Pajak Air Permukaan 50% 50%

5 Pajak Rokok 30% 70%

7.7.7.7. EarmarkingEarmarkingEarmarkingEarmarking

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan

sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan

beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai

pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh

pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturan earmarking tersebut

adalah:

a. 10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan

untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan sarana

transportasi umum.

b. 50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai

pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.

c. Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan

penerangan jalan.

Dengan penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik,

iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda pungutan

daerah yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari, serta

memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.

Pada akhirnya pembangunan ekonomi akan bergantung pada perbaikan

infrastruktur dan aspek mendasar lainnya seperti misalnya reformasi birokrasi,

Page 10: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

kemudahan proses perijinan dan kerjasama konstruktif dengan semua elemen

masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah perusahaan dengan investasi dan

kemajuannya akan mampu mensejahterakan suatu daerah melalui efek

multiplikator.

JENIS-JENISJENIS-JENISJENIS-JENISJENIS-JENIS PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAH

I.I.I.I. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAHKABUPATENKABUPATENKABUPATENKABUPATEN //// KOTAKOTAKOTAKOTA

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan

7. Pajak Parkir

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet

10. PBB Perdesaan & Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

II.II.II.II. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAH PROVINSIPROVINSIPROVINSIPROVINSI

1.1.1.1. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKKENDARAANKENDARAANKENDARAANKENDARAAN BERMOTORBERMOTORBERMOTORBERMOTOR

� Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan

Page 11: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Kendaraan Bermotor.

� Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor adalah kendaraan

bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis

jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran

isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross

Tonnage).

� Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor adalah:

a. Kereta api;

b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan

pertahanan dan keamanan negara;

c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan,

konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan

lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan

pajak dari Pemerintah; dan

d. Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

� Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadI atau Badan yang

memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.

� Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang

memiliki Kendaraan Bermotor.

� Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar

1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen)

dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

� Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar

0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

Page 12: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

� Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alatalat besar

ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling

tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

� Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah

tempat Kendaraan Bermotor terdaftar.

� Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan

penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

2.2.2.2. BEABEABEABEABALIKBALIKBALIKBALIKNAMANAMANAMANAMAKENDARAANKENDARAANKENDARAANKENDARAAN BERMOTORBERMOTORBERMOTORBERMOTOR (((( BBNKBBBNKBBBNKBBBNKB ))))

� Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan

kepemilikan Kendaraan Bermotor.

� Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor

beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan

kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5

(lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Dikecualikan

dari pengertian Kendaraan Bermotor adalah:

a. Kereta api;

b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan

pertahanan dan keamanan negara;

c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,

perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga

internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;

dan

d. Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

� Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau

Badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.

� Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau

Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.

� Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

Page 13: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen); dan

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

� Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak

menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing

sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen);

dan

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh

puluh lima persen).

� Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah daerah

tempat Kendaraan Bermotor terdaftar.

� Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dilakukan pada saat

pendaftaran.

� Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor wajib mendaftarkan

penyerahan Kendaraan Bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga

puluh) hari kerja sejak saat penyerahan.

� Orang pribadi atau Badan yang menyerahkan Kendaraan Bermotor melaporkan

secara tertulis penyerahan tersebut kepada gubernur atau pejabat yang ditunjuk

dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak saat penyerahan.

� Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berisi:

a. Nama dan alamat orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan;

b. Tanggal, bulan, dan tahun penyerahan;

c. Nomor polisi kendaraan bermotor;

d. Lampiran fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; dan

e. Khusus untuk kendaraan di air ditambahkan pas dan nomor pas kapal.

3.3.3.3. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKBAHANBAHANBAHANBAHAN BAKARBAKARBAKARBAKARKENDARAANKENDARAANKENDARAANKENDARAANBERMOTORBERMOTORBERMOTORBERMOTOR

� Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor,

termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air.

Page 14: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

� Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor.

� Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan

yang menggunakan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

� Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dilakukan oleh penyedia

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

� Penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud adalah

produsen dan/atau importir Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, baik untuk

dijual maupun untuk digunakan sendiri.

� Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

� Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen).

� Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar

kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih

rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan

pribadi.

� Pemerintah dapat mengubah tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang

sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan Peraturan Presiden.

� Kewenangan Pemerintah untuk mengubah tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor dilakukan dalam hal:

� Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% (seratus tiga puluh persen)

dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan; atau

� Diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling

lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang ini.

4.4.4.4. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKAIRAIRAIRAIR PERMUKAANPERMUKAANPERMUKAANPERMUKAAN

� Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air

Permukaan. Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah:

Page 15: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

a. Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar

rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap

memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan;

dan

b. Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang

ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

� Subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat

melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.

� Wajib Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan

pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.

� Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan.

� Nilai Perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian

atau seluruh faktorfaktor berikut:

a. Jenis sumber air;

b. Lokasi sumber air;

c. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

d. Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;

e. Kualitas air;

f. Luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air; dan

g. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau

pemanfaatan air.

� Penggunaan faktor-faktor sebagaimana dimaksud diatas disesuaikan dengan

kondisi masing-masing Daerah.

� Besarnya Nilai Perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

� Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

� Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Page 16: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

5.5.5.5. PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKROKOKROKOKROKOKROKOK

���� Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana dimaksud

meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.

� Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan

perundang-undangan di bidang cukai.

� Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok.

� Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir

rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.

� Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut

cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

� Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud

pada ayat disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional

berdasarkan jumlah penduduk.

� Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak

Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

� Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah

terhadap rokok.

� Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

SUBYEK,SUBYEK,SUBYEK,SUBYEK, OBYEKOBYEKOBYEKOBYEKDANDANDANDAN PERHITUNGANPERHITUNGANPERHITUNGANPERHITUNGAN PBBPBBPBBPBB

PAJAKPAJAKPAJAKPAJAK BUMIBUMIBUMIBUMI DANDANDANDAN BANGUNANBANGUNANBANGUNANBANGUNAN (PBB)(PBB)(PBB)(PBB)

DasarDasarDasarDasar HukumHukumHukumHukum

1. UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12

Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2. KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek

Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

3. KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai

Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

4. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan

Page 17: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

5. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan

Pajak Bumi dan Bangunan.

6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan

Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang

Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak

Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak

Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.

7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan

Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk

Kawasan Industri dan Real Estate.

PengertianPengertianPengertianPengertian

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi

dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun

1994.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan

oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang

membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak

IstilahIstilahIstilahIstilah PentingPentingPentingPenting dalamdalamdalamdalam UUUUUUUU PBBPBBPBBPBB

( Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994)

1. BumiBumiBumiBumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;

2. BangunanBangunanBangunanBangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap

pada tanah dan/atau perairan;

3. NilaiNilaiNilaiNilai JualJualJualJual ObyekObyekObyekObyek PajakPajakPajakPajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual

beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,

Page 18: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain

yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;

4. SuratSuratSuratSurat PemberitahuanPemberitahuanPemberitahuanPemberitahuan ObyekObyekObyekObyek PajakPajakPajakPajak adalah surat yang digunakan oleh wajib

pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;

5. SuratSuratSuratSurat PemberitahuanPemberitahuanPemberitahuanPemberitahuan PajakPajakPajakPajak TerhutangTerhutangTerhutangTerhutang adalah surat yang digunakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada

wajib pajak;

ObyekObyekObyekObyek PajakPajakPajakPajak

( Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

• Yang menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan

Pengertian Bumi

BumiBumiBumiBumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll

Pengertian Bangunan

BangunanBangunanBangunanBangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap

pada tanah dan/atau perairan.

Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat

perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain

yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai,

dll.

Yang termasuk pengertian bangunan adalah :

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti

hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu

kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

b. jalan TOL;

c. kolam renang;

d. pagar mewah;

e. tempat olah raga;

f. galangan kapal, dermaga;

Page 19: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

g. taman mewah;

h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

i. fasilitas lain yang memberikan manfaat;

ObjekObjekObjekObjek pajakpajakpajakpajak yangyangyangyang tidaktidaktidaktidak dikenakandikenakandikenakandikenakan PBBPBBPBBPBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan

untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,

sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani

suatu hak.

4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik

5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan

oleh Menteri Keuangan

KlasifikasiKlasifikasiKlasifikasiKlasifikasi BumiBumiBumiBumi dandandandan BangunanBangunanBangunanBangunan

( Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

KlasifikasiKlasifikasiKlasifikasiKlasifikasi bumibumibumibumi dandandandan bangunanbangunanbangunanbangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut

nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan

pajak yang terhutang.

SubyekSubyekSubyekSubyek PBBPBBPBBPBB

( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :

a. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;

b. memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;

c. memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;

d. memperoleh manfaat atas bangunan.

Page 20: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut

UU PBB.

Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung

pajaknya maka yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat

Jenderal Pajak.

Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :

•Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?

•Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?

•Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan

tersebut?

TarifTarifTarifTarif PajakPajakPajakPajak

( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh

persen).

DasarDasarDasarDasar PengenaanPengenaanPengenaanPengenaan PBBPBBPBBPBB

( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3)

KMK-523/KMK.04/1998)

Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya

Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk

daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.

Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali,

namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan

nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.

Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur

serta memperhatikan asas self assessment.

Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A

dan kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998).

Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai

Jual Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan

sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

Page 21: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

NilaiNilaiNilaiNilai JualJualJualJual ObjekObjekObjekObjek PajakPajakPajakPajak TidakTidakTidakTidak KenaKenaKenaKena PajakPajakPajakPajak (NJOPTKP)(NJOPTKP)(NJOPTKP)(NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.

Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp

12.000.000,- (berdasarkan UU PBB pasal 3 ayat 3) dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam

satu Tahun Pajak.

b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan

pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak

bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

DasarDasarDasarDasar PenghitunganPenghitunganPenghitunganPenghitungan PajakPajakPajakPajak

( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).

Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value)

atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan

serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus

persen).

Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan

memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :

• Objek pajak perkebunan adalah 40%

• Objek pajak kehutanan adalah 40%

• Objek pajak pertambangan adalah 40%

• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

- apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%

- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Contoh :

Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak

misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 =

Rp200.000,00

Page 22: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

DasarDasarDasarDasar PenghitunganPenghitunganPenghitunganPenghitungan PajakPajakPajakPajak

( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).

Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada

rumus dibawah ini:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)

Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak

(NJOPKP)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau

= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)

BesarnyaBesarnyaBesarnyaBesarnya PBBPBBPBBPBB terutangterutangterutangterutang = 0,5 % X NJKP

XXXXX

XXXXX (-)

XXXXX

XXXXX

XXXXX

Atau

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

ContohContohContohContoh PerhitunganPerhitunganPerhitunganPerhitungan PBBPBBPBBPBB

PBBPBBPBBPBB atasatasatasatas RumahRumahRumahRumahMewahMewahMewahMewah

Pak bondan punya Rumah mewah berikut fasilitasnya sebagai berikut:

1. Luas tanah = 850 m2, kelas 045

2. Bangunan rumah = 250 m2, kelas 010

Page 23: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

3. Taman = 150 m2, kelas 030

4. Kolam renang = 250 m2, kelas 020

5. Pagar mewah = 180 m2, kelas 020

Bagaimana Perhitungan PBBnya? Perda Jakarta NJOPTKP Rp 12.000.000,00.

JawabJawabJawabJawab ::::

PerhitunganPerhitunganPerhitunganPerhitungan PBBPBBPBBPBB

1) Luas tanah = 850 x Rp 5.625.000,00 = Rp 4.781.250.000,00

2) Bangunan rumah = 250 x Rp 6.950.000,00 = Rp 1.737.500.000,00

3) Taman = 150 x Rp 264.000,00 = Rp 39.600.000,00

4) Kolam renang = 250 x Rp 1.516.000,00 = Rp 379.000.000,00

5) Pagar mewah = 180 x Rp 1.516.000,00 =Rp 72.880.000 ,00 +

NJOP = Rp

7.210.230.000,00

NJOPTKP =

Rp 12.000.000,00 –

NJOPKP = Rp

7.198.230.000,00

PBB terutang = 0,5% x 40% x Rp 7.198.230.000,00 =

Rp 14.396.460,00

TempatTempatTempatTempat PembayaranPembayaranPembayaranPembayaran PBBPBBPBBPBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat

Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama, KP PBB atau

disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat

pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan

Giro

SaatSaatSaatSaat YangYangYangYangMenentukanMenentukanMenentukanMenentukan PajakPajakPajakPajak Terutang.Terutang.Terutang.Terutang.

Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1

Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi

Page 24: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh:

A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2012. Kewajiban PBB Tahun 2012

masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2013 kewajiban PBB menjadi

tanggung jawab B.

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

BEABEABEABEAPEROLEHANPEROLEHANPEROLEHANPEROLEHANHAKHAKHAKHAKATASATASATASATAS TANAHTANAHTANAHTANAH DANDANDANDAN BANGUNANBANGUNANBANGUNANBANGUNAN (BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)

PengertianPengertianPengertianPengertian

• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

• Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh

orang pribadi atau badan.

• Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan

diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

ObyekObyekObyekObyek PajakPajakPajakPajak

Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena:

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. hibah wasiat;

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

g. penunjukan pembeli dalam lelang;

h. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

Page 25: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

i. hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

a. kelanjutan dari pelepasan hak;

b. di luar pelepasan hak;

c. hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak

milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

ObyekObyekObyekObyek PajakPajakPajakPajak yangyangyangyang TidakTidakTidakTidak DikenakanDikenakanDikenakanDikenakan BeaBeaBeaBea PerolehanPerolehanPerolehanPerolehan atasatasatasatas TanahTanahTanahTanah dandandandan BangunanBangunanBangunanBangunan

(BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)(BPHTB) adalahadalahadalahadalah ::::

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak

adanya perubahan nama;

5. Karena wakaf;

6. Karena warisan;

7. Digunakan untuk kepentingan ibadah.

SubyekSubyekSubyekSubyek PajakPajakPajakPajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang menjadi subyek pajak :

1. Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari

suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau

badan hukum yang memperoleh hak atas tanah yang menjadi wajib pajak BPHTB.

2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik

yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan

Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara

atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi,

Page 26: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik,

atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan

lainnya.

DasarDasarDasarDasar PengenaanPengenaanPengenaanPengenaan PajakPajakPajakPajak

Dasar pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak)

NPOP untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut :

a. Jual Beli adalah Harga Transaksi

b. Tukar Menukar adalah Nilai pasar

c. Hibah adalah Nilai Pasar

d. Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.

e. Waris adalah Nilai Pasar.

f. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar.

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)

yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB

TarifTarifTarifTarif PajakPajakPajakPajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.

NPOPNPOPNPOPNPOPTidakTidakTidakTidak KenaKenaKenaKena PajakPajakPajakPajak (NPOPTKP)(NPOPTKP)(NPOPTKP)(NPOPTKP)

Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak

perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam

hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu

derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP

ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-.

CaraCaraCaraCara PerhitunganPerhitunganPerhitunganPerhitungan PajakPajakPajakPajak

Besarnya Pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan Nilai

Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP adalah NPOP –

Page 27: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi, atau

bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajaknya adalah NJOP PBB.

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x TarifBPHTB = NPOPKP x Tarif

Atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :

BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x TarifBPHTB = NPOPKP x Tarif

PeraturanPeraturanPeraturanPeraturan PelaksanaanPelaksanaanPelaksanaanPelaksanaan tentangtentangtentangtentang tatatatatatatata caracaracaracara PengenaanPengenaanPengenaanPengenaan BPHTBBPHTBBPHTBBPHTB ::::

1. PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah wasiat,

bahwa :

a. BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat

adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.

b. Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan

haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.

2. Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena

pemberian Hak pengelolaan, bahwa :

a. Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga

Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga

pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.

b. Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar

50%.

3. PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :

NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali

dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang

pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis

lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab

wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak

Rp.300.000.000,-

Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap kabupaten/kota

dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat diubah

Page 28: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional.

ContohContohContohContoh PerhitunganPerhitunganPerhitunganPerhitungan BiayaBiayaBiayaBiaya PerolehanPerolehanPerolehanPerolehan atasatasatasatas TanahTanahTanahTanah DanDanDanDan BangunanBangunanBangunanBangunan (BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)(BPHTB)

1. Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP

PBB pada tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang

atas transaksi tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas

perolehan hak Tersebut !

Jawab :NPOP = Rp. 100.000.000,-NPOPTKP = Rp. 60.000.000,-NPOPKP = Rp. 40.000.000,-

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x TarifBPHTB = NPOPKP x Tarif

BPHTB Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%

= Rp. 40.000.000 x 5%

= Rp. 2.000.000,-

2. Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,-

NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,-

Berapa Besarnya BPHTBnya ?

Jawab :

NPOP = Rp. 800.000.000,-NPOP TKP = Rp. 300.000.000,-NPOP KP = Rp. 500.000.000,-BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 12.500.000,-

3. Budi menerima hibah wasiat dari ayak kandungnya sebidang tanah dan bangunan

dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,-, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000 Apabila

NPOPTKP ditetapkan Rp. 300.000.000, maka BPHTBnya adalah :

Jawab :NPOP = Rp. 500.000.000,-NPOPTKP = RP. 300.000.000,-NPOPKP = Rp. 200.000.000,-BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 200.000.000 = Rp. 10.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 10.000.000 = Rp. 5.000.000,-

4. Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak yatim memperoleh hibah wasiat sebidang Tanah

dan Bangunan dengan nilai pasar Rp. 1.000.000.000,00. SPPT dengan NJOP Rp.

Page 29: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

900.000.000. Apabila NPOP TKP Rp. 300.000.000, maka BPHTB adalah :

Jawab :NPOP = Rp. 1.000.000.000,-NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-NPOPKP = Rp. 700.000.000,-BPHTB seharusnya terhutang = 5% x Rp. 700.000.000,- = Rp. 35.000.000,-

BPHTB yang terhutang = 50% x Rp. 35.000.000,- = Rp. 17.500.000,-

5. PERUM perumnas memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan

NPOP sebesar Rp. 1.000.000,-. BPHTB adalah :

Jawab :NPOP = Rp. 1.000.000.000,-NPOPTKP = Rp. 60.000.000,-NPOPKP = Rp. 940.000.000,-BPHTB Terhutang = 5% x Rp. 940.000.000,- = Rp. 47.000.000,-

BEABEABEABEAMATERAIMATERAIMATERAIMATERAI

PengertianPengertianPengertianPengertian BeaBeaBeaBea MeteraiMeteraiMeteraiMeterai

Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang

Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai

harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain

sebelum dokumen itu digunakan.

DasarDasarDasarDasar HukumHukumHukumHukum1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan

Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain

Meterai Tempel Tahun 20054. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai

dengan Menggunakan Cara Lain.5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Page 30: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai

dengan Cara Pemeteraian Kemudian.9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea

Meterai.

ObjekObjekObjekObjek BeaBeaBeaBea MeteraiMeteraiMeteraiMeterai

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai

nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di

muka pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat

perdata.

b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.

d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:

- yang menyebutkan penerimaan uang;

- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;

- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;

- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau

diperhitungkan.

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

Page 31: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan

sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat

kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan

tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan

maksud semula.

TidakTidakTidakTidak DikenakanDikenakanDikenakanDikenakan BeaBeaBeaBea MeteraiMeteraiMeteraiMeterai

Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan

dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:

1. Dokumen yang berupa:

- surat penyimpanan barang;

- konosemen;

- surat angkutan penumpang dan barang;

- keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang,

konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;

- bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

- surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

- surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.

2. Segala bentuk ijazah

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada

kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan

pembayaran itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan

dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh

bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

Page 32: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun.

SubjekSubjekSubjekSubjek BeaBeaBeaBea MateraiMateraiMateraiMaterai

SaatSaatSaatSaat terutangterutangterutangterutang beabeabeabea meteraimeteraimeteraimeterai adalahadalahadalahadalah sebagaisebagaisebagaisebagai berikutberikutberikutberikut ::::

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak. Saat terutangnya bea meterai atas dokumen

yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak

untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.

2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak. Saat terutangnya bea meterai

adalah pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan

dari pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Dokumen yang dibuat di luar negeri. Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat

dokumen tersebut digunakan di Indonesia.

PihakPihakPihakPihak yangyangyangyang terutangterutangterutangterutang beabeabeabea meterai.meterai.meterai.meterai.

Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari

dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

TarifTarifTarifTarif BeaBeaBeaBea MeteraiMeteraiMeteraiMeterai

1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:

a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat

pendata

b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya

c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan

Rp1.000.000,00

d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:

- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan

- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika

digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula

Page 33: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:

- nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai

- nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-

- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-

3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas

pengenaan besarnya harga nominal.

4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai

dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga

nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.

5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat

kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan

Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp

1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.

Page 34: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.pdf

MAKALAHMAKALAHMAKALAHMAKALAH

PPPP EEEE RRRR PPPP AAAA JJJJ AAAAKKKKAAAANNNN““““PAJAKPAJAKPAJAKPAJAKDAERAHDAERAHDAERAHDAERAHDANDANDANDANPAJAKPAJAKPAJAKPAJAK LAINNYALAINNYALAINNYALAINNYA (MATERAI,(MATERAI,(MATERAI,(MATERAI, PBBPBBPBBPBBDANDANDANDANBPHTB)BPHTB)BPHTB)BPHTB)””””

DisusunDisusunDisusunDisusunOleh:Oleh:Oleh:Oleh:

1.1.1.1. EdoardusEdoardusEdoardusEdoardus SatyaSatyaSatyaSatya2.2.2.2. AnnaAnnaAnnaAnnaKaniaKaniaKaniaKaniaWidiatamiWidiatamiWidiatamiWidiatami3.3.3.3. IkaIkaIkaIka FanindyaFanindyaFanindyaFanindya

PROGRAMPROGRAMPROGRAMPROGRAMPROFESIPROFESIPROFESIPROFESI AKUNTANSIAKUNTANSIAKUNTANSIAKUNTANSIFAKULTASFAKULTASFAKULTASFAKULTAS EKONOMIEKONOMIEKONOMIEKONOMI

UNIVERSITASUNIVERSITASUNIVERSITASUNIVERSITASDIPONEGORODIPONEGORODIPONEGORODIPONEGOROSEMARANGSEMARANGSEMARANGSEMARANG

2012012012013333