PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - elearning.gunadarma.ac.id · melalui pembayaran pajak. Dalam rangka...

31
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

Transcript of PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - elearning.gunadarma.ac.id · melalui pembayaran pajak. Dalam rangka...

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

( PBB )

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 1

DASAR HUKUM & ISTILAH

A DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya

sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara,

wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara

melalui pembayaran pajak.

Dalam rangka penyederhanaan beberapa jenis pungutan atas tanah dan bangunan,

maka pungutan yang diatur dalam :

♦ Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908;

♦ Ordonansi Verponding Indonesia 1923;

♦ Ordonansi Verponding 1928;

♦ Ordonansi Pajak Kekayaan 1932;

♦ Ordonansi Pajak Jalanan 1942;

Pasal 14 huruf j, huru k, dan huruf l Undang Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957

tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; Peraturan Pemerintah pengganti Undang-

Undang Nomo 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi (IPEDA) dan lain-lain

Peraturan perundang-undangan sepanjang mengenai tanah dan bangunan,

"Dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan pungutan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB)."

Dasar Hukum Pemungutan :

♦ Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 25 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

♦ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena

Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara

pendaftaran objek pajak PBB.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang Penuntun

Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai dasar Pengenaan PBB.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara

penagihan PBB dan pe- nunjukkan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat

Paksa.

♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang Pelimpahan

Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I dan/atau Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.

♦ Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah DKI Jakarta.

♦ Peraturan Pelaksanaan Lainnya.

♦ Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

Dengan demikian maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat didefinisikan adalah

“Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan

Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994”.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang

ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek

(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

B OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.

Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 26 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat

perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

C OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN

Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah negara kita ini bisa

dimasukkan sebagai “objek Pajak”. Namun terhadap tanah dan bangunan tertentu

dapat dikecualikan atau tidak dikenakan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Adapun objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak dikenakan

Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah sebagai berikut :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan

memperoleh keuntungan, seperti pesantren atau sejenisnya, mesjid, gereja, tanah

wakaf, rumah sakit pemerintah, sekolah/madrasah, panti asuhan, candi, dan lain-

lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu

seperti musium.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani

sesuatu hak dan lain-lain.

4. Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat

berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila tanah/gedung perwakilan RI

dinegara tertentu tidak dikenai PBB, hal yang sama kita perlakukanterhadap

tanah/gedung negara tersebut yang ada disini.

5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

D SUBYEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

♦ mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;

♦ memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;

♦ memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau;

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 27 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

♦ memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak (orang pribadi/badan) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak. Pada umumnya setiap orang/badan yang secara nyata mempunyai

hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan

atau memperoleh manfaat atas bangunan yang bersangkutan bisa dikenakan pajak

bumi dan bangunan . Apabila suatu bidang tanah dan bangunan tidak diketahui secara

jelas siapa yang menanggung pajaknya, maka yang menetapkan adalah Direktorat

Jendral Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti apakah ada perjanjian

antara pemilik dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban

pajaknya dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan

bangunan tersebut. Tetapi bila ternyata orang atau badan yang ditetapkan sebagai

pihak yang harus membayar pajak itu menolak, maka yang bersangkutan dapat

memberikan keterangan tertulis kepada Direktur Jendral Pajak. Dalam hal ini DirJen

Pajak dapat menyetujui atau mungkin menolaknya dengan alasan-alasan tertentu.

Jawaban dapat diperoleh dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan

tersebut.

E CARA MENDAFTARKAN OBJEK PBB

Orang atau Badan yang menjadi Subyek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke

Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi

letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak

(SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak

setempat.

F DASAR PENGENAAN PBB

Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per

wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

dengan terlebih dahulu memperhatikan :

1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 28 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan

telah diketahui harga jualnya

3. nilai perolehan baru

4. penentuan nilai jual objek pengganti.

G NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.

Besarnya NJOPTKP adalah Rp 8.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam

satu Tahun Pajak.

2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan

pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak

bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

H DASAR PENGHITUNGAN PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

1. 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan

NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

2. 20% untuk objek pajak lainnya.

Besarnya tarip PBB adalah 0,5%

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

I TEMPAT PEMBAYARAN PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat

Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 29 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada

tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor

Pos dan Giro.

J SAAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG.

Saat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah keadaan Objek Pajak

pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun

berikutnya.

Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.

Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak

1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 30 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 2

SURAT PEMBERITAHUAN

OBJEK PAJAK (SPOP)

A DEFINISI SPOP

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP)

untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk

menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.

B HAK WAJIB PAJAK

1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan PBB,

Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk.

2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun

penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan

Pajak.

3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan PBB/Kantor

Penyuluhan Pajak.

4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian

dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah,

dan lain-lain).

5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat

kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan

menandatangani SPOP.

6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP

sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.

C KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.

2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:

♦ Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak salah tafsir

♦ Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 31 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

♦ Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani.

3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke Kantor Pelayanan PBB atau

Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir

SPOP diterima.

4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP kepada Kantor Pelayanan PBB atau

Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai

perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

D SANKSI

a. Sanksi Administrasi

1. Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah

ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat

teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi

berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.

2. Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar

(lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP degan sanksi berupa denda

administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.

b. Sanksi Pidana

1. Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau

mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau

melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian

bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan

atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;

2. Barang siapa karena dengan sengaja :

♦ tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat

Jenderal Pajak

♦ menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau

melampirkan keterangan yang tidak benar

♦ memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 32 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

♦ tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen

lainnya

♦ tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang

diperlukan.

sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima)

kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila

seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat

satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana

penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 33 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 3

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK

TERUTANG DAN TATA CARA

PEMBAYARAN PBB

A SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG.

1. Pengertian.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak

terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.

2. Hak Wajib Pajak.

a. Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, paling lambat bulan Juni atau satu

bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

b. Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan

PBB.

c. Mengajukan keberatan dan pengurangan.

d. Mendapatkan Surat tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari

Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda

Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa

yang ditunjuk resmi.

3. Kewajiban Wajib Pajak.

a. Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya

kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor

Penyuluhan Pajak untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB

yang menerbitkan SPPT.

b. Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan.

4. Cara Mendapatkan SPPT.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 34 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

a. Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib

Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk.

b. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui kantor Pos dan

Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa.

B TATA CARA PEMBAYARAN PBB.

1. Pembayaran dapat dilakukan melalui :

a. bank atau Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau

b. Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.

2. Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 35 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 4

PENGURANGAN PAJAK BUMI

DAN BANGUNAN A PENGERTIAN

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak

yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :

1. Kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak

dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :

♦ lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat

terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi.

♦ Objek Pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya

pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai atau

dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga

kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan

yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,

sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.

♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat

berpenghasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.

2. Terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor.

3. Terkena sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan

(puso).

B CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

a. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada

Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak

Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 36 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

b. Isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang diminta

c. Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :

1. Untuk ketetapan PBB s/d Rp 25.000,- dapat diajukan secara perseorangan atau

kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan) dengan formulir yang

telah ditentukan.

2. Untuk ketetapan PBB di atas Rp 25.000,- harus diajukan oleh WP yang

bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak

yang dimohonkan.

3. Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :

1. SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;

2. SPT PPh tahun terakhir beserta lampirannya.

4. Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman, dan sebab lain

yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan

diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang

dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah

ditentukan.

d. Permohonan diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak SPPT/SKP diterima WP.

e. Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya

tidak diproses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus

memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai

penjelasan seperlunya.

3. BENTUK KEPUTUSAN

Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat

berupa:

♦ mengabulkan seluruh permohonan;

♦ mengabulkan sebagaian atau;

♦ menolak.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 37 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 5

SURAT KETETAPAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Surat Ketatapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang

termasuk denda administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).

B DASAR PENERBITAN SKP

SKP diterbitkan apabila :

a. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam

jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan

sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah

pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP

yang disampaikan oleh WP.

C JUMLAH PAJAK TERUTANG DALAM SKP

a. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP

lewat 30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan

denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

b. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasil pemeriksaan

atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi

25% dari selisih pajak yang terutang.

D CARA PENYAMPAIAN SKP

SKP disampaikan kepada WP melalui :

a. Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.

b. Kantor Pos dan Giro.

c. Pemerintah Daerah.

E BATAS WAKTU PELUNASAN SKP

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 38 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak SKP diterima oleh WP.

F LAIN-LAIN

Atas SKP dapat diajukan keberatan/pengurangan.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 39 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 6

SURAT TAGIHAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak

Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.

B DASAR PENERBITAN STP

a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo

pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak

(SKP) telah lewat.

b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran

SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

C CARA PENYAMPAIAN STP

STP disampaikan kepada WP melalui:

♦ Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.

♦ Kantor Pos dan Giro.

♦ Pemerintah Daerah.

D BATAS WAKTU PELUNASAN STP

STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP.

E SANKSI ADMINISTRASI

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan,

untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat

jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.

F LAIN-LAIN

a. Atas STP tidak dapat diajukan keberatan.

b. WP dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas STP jika ternyata WP

telah melunasi kewajiban pajaknya.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 40 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

c. Pajak yang terutang dalam STP apabila tidak dilunasi setelah jangka waktu yang

telah ditentukan dapat ditagih dengan surat paksa.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 41 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 7

KEBERATAN ATAS PENGENAAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A ALASAN PENGAJUAN KEBERATAN

a. Pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat

Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya,

karena kesalahan :

♦ luas Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;

♦ klasifikasi Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;

♦ penetapan/pengenaan.

b. Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan tentang PBB antara

Wajib Pajak (WP) dan Fiskus.

c. Kesalahan Penetapan Subyek Pajak sebagai WP oleh Direktorat Jenderal

Pajak.

B TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

a. Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala

Kantor Pelayanan PBB.

b. Disampaikan dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP.

c. Memuat alasan yang jelas

d. Melampirkan foto kopi sebagai berikut :

♦ Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau

♦ Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau

♦ Akta Jual Beli; dan/atau

♦ SPPT/SKP; dan/atau

♦ Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau

♦ Bukti resmi lainnya.

C BENTUK KEPUTUSAN.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 42 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Keputusan keberatan dapat berupa:

♦ diterima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan

keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan terbukti kebenarannya.

♦ diterima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan

keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan sebagian terbukti kebenarannya.

♦ ditolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan

dan/atau diperoleh dalam peninjauan tidak terbukti kebenarannya.

♦ ditambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam

pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan lapangan, menunjukkan

adanya peningkatan jumlah luas dan/atau Nilai Jual Objek Pajak.

D LAIN-LAIN.

a. Keberatan terhadap SPPT/SKP harus diajukan per Objek Pajak dan per tahun

pajak.

b. Surat keberatan yang diajukan langsung oleh WP akan diberi Tanda Bukti

Penerimaan, dan surat keberatan yang dikirim malalui Pos Tercatat, Resi Tanda

Pengiriman menjadi Tanda Bukti Penerimaan.

c. Pengajuan permohonan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 43 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 8

KELEBIHAN PEMBAYARAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A PENGERTIAN

Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah selisih antara pajak

yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam

hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB

yang seharusnya terutang.

B PENYEBAB TERJADINYA KELEBIHAN PEMBAYARAN

a. Perubahahan peraturan

b. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan

c. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan

d. Kekeliruan pembayaran.

C TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas kepada

Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat

Tagihan Pajak (STP).

b. Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat

c. Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak

yang dimohonkan berupa:

♦ Fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan/Banding

dan/atau Surat Keputusan tentang pemberian pengurangan;

♦ Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

d. Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari

pejabat Kantor Pelayanan PBB yang ditunjuk.

D PELAKSANAAN PENGEMBALIAN

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 44 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

a. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap

dari WP, Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan :

♦ Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB, apabila jumlah

yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;

♦ Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan jumlah

PBB yang seharusnya terutang;

♦ Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila jumlah yang dibayar ternyata kurang dari

jumlah PBB yang seharusnya terutang.

b. Kepala Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar

Kelebihan Pajak PBB (SPMKP.PBB) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak

diterbitkannya SKKPP.PBB.

c. Dalam hal WP mempunyai utang PBB atas objek lainnya dalam wilayah Dati II

yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang tercantum dalam SKKPP.PBB

langsung diperhitungkan terlebih dahulu.

d. WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan pembayaran PBB

diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan datang.

e. Atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat

diterbitkan SPMKP.PBB.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 45 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 9

PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN

BANDING PBB

A PENGERTIAN

Wajib Pajak (WP) yang tidak/belum puas terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak

atas keberatannya, dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak (BPP).

Sebelum BPP dibentuk permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan

Pajak (MPP).

B TATA CARA PENGAJUAN BANDING

a. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan

memuat alasan yang jelas;

b. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal

diterimanya Surat Keputusan atas Keberatan oleh WP;

c. Permohonan banding harus dilampiri foto kopi Surat Keputusan atas Keberatan.

C BENTUK PUTUSAN BANDING

a. Putusan banding dapat berupa :

♦ Diterima seluruhnya

♦ Diterima sebagian

♦ Ditolak

♦ Menambah jumlah PBB yang terutang.

b. Putusan banding oleh BPP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap serta bukan

merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

D IMBALAN BUNGA

Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka

kelebihan pembayaran (bila ada) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga

sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.

E LAIN-LAIN

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 46 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan

pelaksanaan penagihan pajak.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 47 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 10

KLASIFIKASI BUMI & BANGUNAN

SERTA PENERAPANNYA

DALAM MENGHITUNG PBB

Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas

suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan/atau bangunan perlu diketahui pengelompokan

objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi

tanah (bumi) dan bangunan.

A NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK

Sejak tahun 1995 NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,- untuk tiap Wajib Pajak

(WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan

NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.

B TARIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif

tunggal yaitu sebesar 0,5%.

C NILAI JUAL KENA PAJAK

Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan :

1. Untuk Objek Pajak jenis penggunaan perumahan yang Wajib Pajaknya Orang

Pribadi dengan NJOP bernilai Rp 1 milyar atau lebih dan tidak dimiliki, dikuasai

atau dimanfaatkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI, dan para pensiunan

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 48 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

termasuk janda atau dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang

pensiun ditetapkan sebesar 40 %.

2. Untuk Objek Pajak lainnya ditetapkan sebesar 20% .

D PENERAPAN KLASIFIKASI BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

1. Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS,

ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.

♦ Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah

tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000,- /m2

♦ Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual

bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000,- /m2

Penghitungan PBB-nya :

♦ Jumlah NJOP bumi :1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-

♦ Jumlah NJOP Bangunan : 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-

♦ NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 1.189.200.000,-

♦ NJOPTKP = Rp 8.000.000,-

♦ NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.181.200.000,-

♦ NJKP : 40% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 472.480.000,-

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000,- = Rp 2.362.400,-

(Dua juta tiga ratus enam puluh dua ribu empat ratus rupiah)

2. Apabila Objek Pajak pada contoh A dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS,

ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari

gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah:

- NJKP : 20% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 236.240.000,-

PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000,- = Rp 1.181.200,-

(Satu juta seratus delapan puluh satu ribu dua ratus rupiah)

3. Objek perumahan lainnya dan non perumahan.

- Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000,- /m2. Nilai jual bumi tersebut

termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000,- /m2

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 49 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

- Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2. Nilai jual bangunan

tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2

Penghitungan PBB-nya :

- Jumlah NJOP bumi : 300 x Rp 82.000,- = Rp 24.600.000,-

- Jumlah NJOP Bangunan : 150 x Rp 264.000,- = Rp 39.600.000,-

- NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 64.200.000,-

- NJOPTKP = Rp 8.000.000,-

- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 56.200.000,-

- NJKP : 20% x Rp 56.200.000,- = Rp 11.240.000,-

PBB yang terutang 0,5% x Rp 11.240.000,- = Rp 56.200,-

(Lima puluh enam ribu dua ratus rupiah)

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 50 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 11

PENDAFTARAN & PENDATAAN

OBJEK PBB

A PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Pendaftaran Objek PBB dilakukan oleh Subyek Pajak dengan cara mengambil dan

mengisi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) secara jelas, benar dan

lengkap dengan disertai sket/denah Objek Pajak dan ditandatangani serta

dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan atau tempat lain yang

ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP. Formulir SPOP disediakan dan

dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk.

B PENDATAAN OBJEK PAJAK

Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB

dengan menggunakan SPOP dan dilaksanakan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah

administrasi desa/kelurahan.

Pendataan dapat dilakukan dengan cara:

a. Penyebaran SPOP:

Hanya dapat dilakukan pada daerah/wilayah yang tidak/belum mempunyai peta,

terpencil dan mempunyai potensi PBB yang relatif kecil.

b. Identifikasi Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto yang

dapat menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun tidak mempunyai data

administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun terakhir secara

lengkap.

c. Verifikasi Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto dan sudah

mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun

terakhir secara lengkap.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 51 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

d. Pengukuran Bidang Objek Pajak

Dilakukan pada daerah/wilayah yang hanya memiliki sket desa/kelurahan, sehingga

belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun

letaknya strategis dan mempunyai potensi PBB yang pesat.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 52 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 12

PENAGIHAN PAJAK BUMI

DAN BANGUNAN

A DASAR PENAGIHAN

Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

c. Surat Tagihan Pajak (STP)

B PELAKSANAAN Penagihan

a. Pajak yang terutang dalam SPPT/SKP yang tidak/kurang dibayar setelah

lewat jatuh tempo pembayaran akan ditagih dengan Surat Tagihan Pajak

(STP) termasuk denda administrasi-nya. Jumlah tagihan yang tercantum

dalam STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak STP diterima

oleh Wajib Pajak (WP).

b. Setelah tujuh hari sejak jatuh tempo yang tercantum dalam STP, utang pajak

beserta denda belum dibayar, segera diterbitkan Surat Teguran .

c. Dalam hal WP tidak melunasi utang pajak beserta denda dalam waktu yang telah

ditentukan dalam Surat Teguran, Surat Paksa harus segera diterbitkan setelah 21

hari sejak tanggal Surat Teguran dengan dibebani biaya pelaksanaan penagihan

paksa sebesar Rp 25.000,-.

d. Apabila dalam waktu 1 x 24 jam sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa utang

pajak beserta denda belum juga dilunasi, segera diterbitkan Surat Perintah

Melakukan Penyitaan dengan biaya pelaksanaaan sita sebesar Rp 75.000,-

dibebankan kepada WP.

e. Dalam waktu sepuluh hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak beserta denda

belum dilunasi, pelaksanaan penagihan akan dilanjutkan dengan tindakan

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 53 dari 54

HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi

pelelangan melalui Kantor Lelang Negara, setelah terlebih dahulu diumumkan

melalui surat kabar.

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, maka

akan dibebankan kepada WP bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman

lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Catatan:

♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya

sebelum pelaksanaan penyitaan, maka Surat Perintah Melakukan Penyitaan

dicabut.

♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya

sebelum pelaksanaan lelang, maka Pengumuman Lelang dibatalkan

C HAK-HAK WAJIB PAJAK

a. Meminta Juru Sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negara.

b. Menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.

c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang

d. Sebelum pelaksanaan lelang mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang

pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang

serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kantor Pelayanan PBB yang

bersangkutan.

D KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

a. Membantu Juru Sita Pajak Negara dalam melaksanakan tugasnyda engan :

♦ memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha, tempat tinggal;

♦ memberikan keterangan lisan atau pun tertulis yang diperlukan;

b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.

E LAIN-LAIN

Juru Sita Pajak Negara berhak meminta bantuan Kepolisian Negara atau aparat

Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak negara.

Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 54 dari 54