Paipai

22
AKHLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM Laporan Tugas Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Tugas Pendidikan Agama Islam Disusun oleh : Tria Erlinawati (5415110265) Galuh Pradnya Paramita (5415111880) Jurusan : Pendidikan Teknik Sipil (S1 Regular) Dosen : Drs. Djaelan Husnan, M.Ag UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2011 Jalan Rawamangun Muka

description

paipai

Transcript of Paipai

Page 1: Paipai

AKHLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM

Laporan Tugas Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Tugas

Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

Tria Erlinawati (5415110265)Galuh Pradnya Paramita (5415111880)

Jurusan :

Pendidikan Teknik Sipil (S1 Regular)

Dosen :

Drs. Djaelan Husnan, M.Ag

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2011

Jalan Rawamangun Muka

Jakarta 13220

Telp: (021) 4890046, 4893726, 4893982, Fax: (021) 4893726

Page 2: Paipai

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayahnya hingga kami menyelesaikan tugas mata kuliah umum ini.

Tidak lupa salawat dan salam untuk Nabi besar Muhammad SAW.

Makalah ini berisi tentang pengertian Akhlak dalam islam, Tasawuf, dan

hubungan tasawuf dengan akhlak akan diuraikan secara universal disini. Tugas ini

tentunya bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

yang diajarkan Bapak Drs. Djaelan Husnan, M.Ag selaku dosen.

Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan kata dalam

makalah ini. Terimakasih atas perhatian saudara/i. Terimakasih

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 5 Mei 2012

Penulis

Page 3: Paipai

A. AKHLAK DALAM ISLAM

1. Pengertian Akhlak

Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخالقا – يخلق – اخلق artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata “khuluq” yang secara etimologis bermakna tabi’at, budi pekerti, adat dan kebiasaan.

Definisi akhlak menurut para ahli, antara lain :

1. Ibnu Miskawaih : Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.

2. Imam Ghazali : Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

3. Ahmad Amin : Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Maksudnya jika kehendak tersebut membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak.

2. Pembagian Akhlak

Pembagian akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut pandang Islam, baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak madzmumah.

Akhlak Mahmudah“Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula”.

Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepda rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana’ah, khusyu dalam beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain, menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi inatang, dan menjaga kelestarian alam.

Akhlak Madzmumah“Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.”

Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub, mengadu domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam.

Page 4: Paipai

Kemudian, dari segi objeknya, atau kepada siapa akhlak itu diwujudkan, dapat dilihat seperti berikut:

+ Akhlak kepada Allah, meliputi antara lain: ibadah kepada Allah, mencintai Allah, mencintai karena Allah, beramal karena allah, takut kepada Allah, tawadhu’, dan nadam, atau yang umum disebut “5 Ta” yang terdiri dari :- Tauhid : Artinya mengesakan Allah, tidak menyekutukannya dengan sesuatu.- Taqwa : Artinya pemeliharaan diri, atau yang lebih umumnya “mengikuti segala

perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya” - Tawakkal : Artinya membebaskan diri dari segala ketergantungan kepada selain Allah

dan menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya.- Taqarrub : Artinya cara mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan melaksanakan

ibadah yang wajib, dan ibadah sunah lainnya.- Taubat : Artinya kembali dari sesuatu yang jelek, menuju sesuatu yang baik.

+Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad SAW.), diantaranya :

a. Mencintai Rasulullah SAW. secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

b. Menjadikan Rasulullah SAW. sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.

c. Menjalankan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.

+Akhlak terhadap Orang Tua (birrul walidain), diantaranya :

a. Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.

b. Berbuat baik kepada bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya,

tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak - ibu ridha.

c. Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua -

duanya telah meninggal dunia.

+Akhlak terhadap Diri Sendiri, diantaranya :

a. Memelihara kesucian diri.

b. Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan,menurut hukum dan akhlak Islam).

c. Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.

+Akhlak terhadap Keluarga, diantaranya :

a. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga

b. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.

c. Memelihara hubungan silahturrahim dan melanjutkan silahturrahmi yang dibina orang tua

yang telah meninggal dunia.

Page 5: Paipai

+Akhlak terhadap Tetangga, diantaranya :

a. Saling bantu di waktu senang, lebih-lebih tatkala susah.

b. Saling beri-memberi, saling hormat-menghormati.

c. Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.

+Akhlak terhadap Masyarakat, diantaranya :

a. Memuliakan tamu.

b. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

c. Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau

masyarakat kepada kita.

+ Akhlak kepada lingkungan, diantaranya : a. Menyayangi binatang, merawat tumbuhan, dan lain-lain. b. Akhlak ini dibagi 2 : - Akhlak terhadap alam nyata

- Akhlak terhadap alam ghaib

Page 6: Paipai

B. TASAWUF DALAM ISLAM

1. Pengertian Tasawuf

Tasawuf berasal dari kata bahasa Arab, al-tasawwuf yang merupakan masdar (kata kerja yang dibendakan) dari fi’il khumasi (kata kerja dengan lima huruf dasar, yakni tasawwafa), Kata Tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti bersih. Teologi lain mengatakan bahwa kata tersebut diambil dari kata shuffah yang berarti serambi mesjid nabawi di madinah yang di tempati oleh sahabat-sahabat nabi yang miskin dari golongan muhajirin. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kata Tasawuf itu berasal dari kata suf yaitu kain yang dibuat dari bulu dan wol. Dari kata tersebut lahirlah sebutan sufi untuk orang Islam yang menjalani kehidupan sufistik.

Ada beberapa pendapat tentang asal kata Sufi ini :a. Sebagian orang berpendapat bahwa lafal sufi itu berasal dari al-safa (kesucian, bersih dan

murni). Maksudnya adalah kesucian hati para ahli tasawuf, kelapangan dada mereka dan kerelaannya terhadap apa yang Allah berikan kepada mereka.

b. Sebagian yang lain berpendapat bahwa sesungguhnya kesufian itu berhubungan dengan al-suffah, yaitu sebuah tempat beratap di belakang masjid Nabawi, Madinah.

c. Ada juga yang berpendapat bahwa sufi itu berasal dari kata al-saf al-awwal (saf pertama, terdepan). Hal ini dimaksudkan bahwa mereka (para sufi) itu berada pada peringkat pertama (hati mereka), dalam hal bermunajat kepada Tuhan , juga selalu berada pada saf pertama saat salat di masjid, yang mendapat kemuliaan seperti kaum sufi yang dimuliakan dan diberi pahala oleh Allah Swt .

d. Sebagian orang ada juga yang berpendapat bahwa kata sufi itu berasal dari bahasa Yunani sofos , yang berarti hikmah. Dalam bahasa Yunani, kata filsafat berasal dari kata filo dan sofia. Filo artinya cinta dan sofia artinya kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta terhadap kebijaksanaan . Dinisbatkannya kata sufi dari sofia dimaksudkan bahwa kaum sufi itu mencintai hikmah atau kearifan.

e. Sebagian yang lain berpendapat bahwa lafal sufi itu diambil dari kata al-suf (bulu domba, wol). Karena baju yang dipakai oleh orang-orang asketik (zuhud) kebanyakan terbuat dari bulu hewan ternak. Memakai pakaian bulu adalah kebiasaan para Nabi, para siddiqin dan orang-orang miskin yang gemar beribadah.

Untuk memberikan pengertian tentang apa sebenarnya ilmu tasawuf itu maka sebaiknya memperhatikan aspek historis kemunculan tasawuf itu sendiri. Jika ditilik dari segi historis, yang menjadi faktor penyebab munculnya tasawuf antara lain:

(1) karena adanya “pios opposition” (oposisi yang bermuatan kesalihan) dari sekelompok umat Islam terhadap praktik-praktik regimenter pemerintahan Bani Umaiyah di Damaskus; (2) karena ada sekelompok (dalam hal ini para sahabat) yang selalu ingin meniru perilaku Rasulullah Saw.

Jika dilihat dari segi historis ini maka pengertian tasawuf adalah (1) hidup dalam ukuran sederhana, tidak tergiur kemewahan; (2) sikap hidup yang zuhud, yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup yang tidak berorientasi kematerian; dan (3) selalu menjaga hubungan yang baik dengan Khalik maupun makhluk.

Page 7: Paipai

2. Latar Belakang Munculnya Tasawuf dalam Islam

Sejarah perkembangan tasawuf dapat dikatakan sejak timbulnya fitnah di zaman Khalifah Utsman sampai Khalifah Ali, di mana akibat perang saudara itu beratus dan beribu umat Islam menjadi korban. Dengan demikian timbullah reaksi dari masyarakat terhadap khalifah-khalifah berikutnya, seperti halnya sebagian Ulama melakukan ‘uzlah. Tercatatlah dalam sejarah sebagai pelopor dalam tasawuf, yaitu: Hasan Basyri pada abad kedua Hijrah sebagai awal timbulnya ajaran tasawuf. Beliaupun sebagai sumber dari ahli fikir faham Mu’tazilah dan sumber dari rasa shufiyah. Kemudian diikuti oleh Sofyan Tsauri dan Rabi’atul Adawiyah

Dapat pula dikatakan bahwa timbulnya tasawuf itu bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad Saw diutus menjadi rasul untuk segenap umat manusia. Perhatikanlah tahannus dan khalwat Rasulullah Saw di Gua Hira sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, dengan maksud disamping menghindarkan diri dari hawa nafsu keduniawian, juga mencari jalan untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat pada waktu itu. Dengan demikian hati dan jiwa beliau tetap bersih tidak terkena dengan berbagai godaan pada waktu itu. hal ini dipergunakan oleh kaum shufi sebagai dasar kegiatan untuk membersihkan hati dan jiwa.

Sedangkan menurut sebagian pendapat mengatakan bahwa teori-teori mengenai sebab-sebab timbulnya pemikiran tasawuf dalam Islam ini antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pengaruh ajaran-ajaran Kristen tentang faham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara. Dalam literatur Arab memang terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang malam hari menjadi petunjuk jalan bagi kafilah yang lewat, kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung bagi orang yang kemalaman dan kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makan bagi musafir yang kelaparan.

2. Filsafat mistik Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi ruh. Kesenangan ruh yang sebenarnya adalah di dalam samawi. Untuk memperoleh senang di alam samawi, manusia harus membersihkan roh dengan meninggalkan hidup dari dunia materi yaitu zuhud, untuk selanjutnya berkontemplasi. Ajaran Phytagoras untuk meninggalkan dunia dan berkontemplasi inilah menurut pendapat sebagian orang yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.

3. Filsafat emanasi Plotinus yang menyatakan bahwa wujud ini memancar dari Dzat Tuhan yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan, tetapi dengan masuknya ke alam materi, roh menjadi kotor dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya roh harus terlebih dahulu dibersihkan. Pensucian roh ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, kalau dapat bersatu dengan Tuhan.

4. Ajaran-ajaran Budha dengan paham nirwananya. Untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Faham fana yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham nirwananya.

5. Ajaran agama Hindu yang mendorong manusia untuk meninggalkan hidup duniawi dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani menjelaskan bahwa sufisme mula-mula merupakan pola kehidupan zuhud

Page 8: Paipai

(asketis) terhadap dunia dan tekun beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dan zuhud, menurut para ahli sejarah adalah fase yang mendahului tasawuf. Pola ini dijalankan oleh segolongan umat Islam yang merasa muak terhadap kehidupan mewah yang telah melanda sementara umat Islam yang lain – terutama elit birokrat pada waktu itu – yang mengiringi suksesnya Islam menguasai daerah-daerah subur dan kaya sejak abad pertama Hijriyah. Para zahid dan nasik (orang yang tekun beribadah) tersebut juga mengaku bahwa melalui pola kehidupan semacam itu mereka berusaha melestarikan kehidupan yang benar-benar Islami, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw bersama umat Islam periode pertama (salaf). Hidup mewah dan berfoya-foya dianggap suatu penyimpangan dari jiwa agama Islam yang sejati.

3. Maqamat wa al-Ahwal

Istilah Maqam (jamak: maqamat dipahami secara berbeda-beda oleh para sufi sendiri. Meskipun demikian, kesemuanya sepakat memahami maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), dan latihan-latihan keruhanian budi-pekarti (adab) yang memampukannya untuk memiliki persyaratan-persyaratan dan melakukan upaya-upaya untuk menjalankan berbagai kewajiban (dengan sebaik-baiknya), demi mencapai kesempurnaan.

Konsep maqamat diperkenalkan sebagai bagian dari pemahaman tasawuf sebagai suatu perjalanan spiritual (suluk). Dalam konteks ini, maqamat adalah stasiun-stasiun yang (harus) dilewati oleh pajalan spiritual sebelum bisa mencapai ujung perjalanan, baik itu disebut ma’rifah, ridha, maupun mahabbah (kecintaan) kepada Allah Swt.

Tazkiyyah al-nafs dalam tasawuf sering dikaitkan dengan penyucian jiwa, pembersihan hati, penjernihan dan pembeningan hati serta penyelarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya.Seseorang sufi yang menjalani proses al-maqamat ini akan merasa dekat dengan Tuhan dan hatinya menjadi tenang, tenteram dan damai. Al-maqamat juga ditakrifkan sebagai usaha pra-kondisional berupa amalan-amalan lahir dan batin, separti tawbat, zuhd, sabr, tawakkal, mahabbah dan ma`rifah.

Hasil pada ketaatan-ketaatan seorang sufi dalam menjalani maqamat adalah kehidupan yang positif, terutamanya terhadap kondisi batin. Seorang sufi akan merasa khawf (khuatir), tawaddu, taqwa (pemeliharaan diri), ikhlas (tidak mencampuri amalannya dengan nilai-nilai kebendaan selain Allah), shukr (berterima kasih kepada Tuhan), dan mutma’innah (ketenteraman) akan melahirkan integrasi diri, antara diri dengan orang lain dan diri dengan alam lingkungannya serta memperoleh perlindungan dan pengawalan (muhasabah) dari Allah sebagai Pencipta. Dengan arti kata lain, maqamat didefinisikan sebagai suatu tahap adab (etika) kepada-Nya dengan bermacam usaha diwujudkan untuk satu tujuan pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang berada dalam tahapnya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadah (exercise) menuju kepadanya.

1. Maqam Tawbah (Taubat)

Tawbah merupakan tindakan permulaan dalam peraturan ajaran tasawuf. Pada tahap tawbah ini seorang sufi membersihkan dirinya (tazkiyyah al-nafs) dari perilaku yang menimbulkan dosa dan rasa bersalah.

Tawbah itu sendiri mengandungi makna “kembali”. Jadi tawbah adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh Syara’ menuju sesuatu yang dipuji olehnya.

Page 9: Paipai

Al-Junayd al-Baghdadi seorang ahli sufi pernah ditanya tentang tawbah. Dia menjawab: “Tawbah adalah menghapuskan dosa seseorang.” Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada Sahl al-Tustari seorang ahli sufi katanya: “Tawbah berarti tidak melupakandosa seseorang”. Tawbah menurut Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah pula adalah “kembalinya seseorang hamba kepada Allah dengan meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai Tuhan dan jalan orang-orang yang tersesat. Dia tidak mudah memperolehinya kecuali dengan hidayah Allah agar dia mengikuti sirat al-mustaqim (jalan yang lurus)”.

Tawbah itu sendiri tidak sah kecuali dengan menyedari dosa tersebut mengakui dan berusaha mengatasi akibat-akibat pada dosa yang dilakukan. Menurut pengertian lain tawbah juga berarti “bangunnya psikologi manusia yang melahirkan kesedaran terhadap segala kekurangan atau kesalahannya dan menetapkan tekad dan azam yang disertai dengan amal perbuatan untuk memperbaikinya”.

Dalam usaha tazkiyyah al-nafs, tawbah merupakan tahap permulaan menuju Tuhan. Tanpa maqamat tawbah tahap berikutnya tidak dapat dicapai. Para ulama salaf memulakan amalan mereka dengan bertawbah karena tawbah adalah suatu usaha membersihkan diri manusia pada kesalahan dan maksiat dengan ikrar bahwa mereka meninggalkan maksiat, menyesali perbuatan jahat di masa lalu dan bertekad tidak akan mengulangi kekeliruan Tersebut.

2. Maqamat Zuhd

Secara terminologi zuhd ialah mengarahkan keinginan kepada Allah SWT, menyatukan kemahuan kepada-Nya dan sibuk dengan-Nya dibandingkan kesibukan-kesibukan lainnya agar Allah memperhatikan dan memimpin seorang zahid (orang yang berperilaku zuhd).

Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan: “Zuhd adalah ketika tangan tidak memiliki apa-apapun dan pengosongan hati dari cita-cita”. Di sini seorang sufi tidak memiliki sesuatu yang berharga melainkan Tuhan yang dirasakannya dekat dengan dirinya. Sebagaimana juga Yahya ibn Mu`adh menyatakan bahwa zuhd adalah meninggalkan apa yang mudah ditinggalkan Seorang sufi meninggalkan harta benda dan kemewahan duniawi untukmenuju Tuhan yang dicintai. Menurut Imam al-Ghazali bahwa hakikat zuhd adalah “meninggalkan sesuatu yang dikasihi dan berpaling padanya kepada sesuatu yang lain yang terlebih baik padanya karena menginginkan sesuatu di dalam akhirat.Allah berfirman yang bermaksud:“Mereka menjual Yusuf dengan harga murah, beberapa dirham sahaja, sedang mereka itu orang yang zuhd (kurang suka) kepadanya.

3. Maqam Sabr (sabar)

Sabr bukanlah sesuatu yang harus diterima seadanya, bahkan sabr adalah usaha kesungguhan yang juga merupakan sifat Allah yang sangat mulia dan tinggi. Sabr ialah menahan diri dalam memikul penderitaan baik dalam sesuatu perkara yang tidak diinginkan maupun dalam kehilangan yang disenangi.

Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal perkataan sabr disebut dalam al-Qur’an pada tujuh puluh tempat. Menurut ijma’ ulama’, sabr ini wajib dan merupakan sebagian dari shukr. Sabr dalam pengertian bahasa adalah “menahan atau bertahan”. Jadi sabr sendiri adalah “menahandiri dari rasa gelisah, cemas dan marah, menahan lidah pada keluh kesah serta menahan anggota tubuh pada kekacauan”. Sabr mempunyai nilai psikologi yaitu setelah seorang sufi menjalani

Page 10: Paipai

maqamat zuhd sebagaimana yang telah diterangkan sebelum ini dan dia boleh memperkuat nilai-nilai zuhd tersebut.

4. Maqamat TawakkalDalam pergaulan sehari-hari, sering didengar dan dijumpai ucapan-ucapan bahwa kita

bertawakkal kepada Allah SWT. Makna pada tawakkal disini adalah menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan setelah berusaha bersungguh-sungguh. Secara harfiah tawakkal berarti bersandar atau mempercayai diri. Apabila dikembangkan etimologinya tawakkal bermakna mempercayai diri secara utuh tanpa keraguan. Namun tawakkal yang dimaksudkan dalam masalah ini adalah tawakkal yang disandarkan kepada agama Islam. Maka tawakkal itu adalah bersandar dan mempercayai dan menyerahkan diri kepada Allah SWT. Tawakkal adalah kepercayaan dan penyerahan diri kepada takdir Allah dengan sepenuh jiwa dan raga. Dalam tasawuf, tawakkal ditafsirkan sebagai suatu keadaan jiwa yang tetap berada selamanya dalam ketenangan dan ketenteraman baik dalam keadaan suka maupun duka. Dalam keadaansuka diri akan bersyukur dan dalam keadaan duka akan bersabar serta tidak resah dan gelisah.

Sari al-Saqati mengatakan: “Tawakkal adalah pelepasan dari kekuasaan dan kekuatan, tidak ada kekuasaan dan kekuatan apa pun melainkan pada Allah semesta alam”. Penyerahan diri kepada Allah SWT artinya menyerahkan segala urusan pada takdir Yang Maha Kuasa yaitu setelah seorang yang bertawakkal menjalani maqamat; tawbah, zuhd, mahabbah dan sabr.

5. Maqamat Ridho

Ridho adalah puncak dari kecintaan yang diperoleh seorang sufi setelah menjalani proses ‘ubudiyyah yang panjang kepada Allah SWT. Ridho merupakan anugerah kebaikan yang diberikan Tuhan atas hamba-Nya atas usahanya yang maksimal dalam pengabdian dan munajat. Ridho juga merupakan manifestasi amal soleh sehingga memperoleh pahala pada kebaikannya tersebut.

Bagi al-Ghazali kelebihan ridho Allah SWT merupakan manifestasi atas keridhaan hamba. Ridho terikat dengan nilai penyerahan diri kepada Tuhan yang bergantung kepada usaha manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya agar sentiasa dekat dengan Tuhannya. Syaikh Abu `Ali al-Daqqaq menyatakan bahwa seorang sufi tidak merasa terbeban dengan hukum dan qadar Allah Ta’ala.

Ridho pada prinsipnya adalah kehormatan tertinggi bagi seorang individu sehingga ia dengan sengaja membuka dirinya kepada kebahagiaan di dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Ibn Khatib mengatakan: “ridho adalah tenangnya hati dengan ketetapan (takdir) Allah Ta’ala dan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan Allah Ta’ala.

6. Maqamat Mahabbah

Secara harfiah mahabbah atau al-hubb sering diartikan dengan cinta dan kasih sayang. Dalam hal ini mahabbah adalah usaha mewujudkan rasa cinta dan kasih sayang yang ditujukan kepada Allah Ta’ala. Mahabbah juga dapat diartikan sebagai luapan hati dan gejolak ketika dirundung keinginan untuk bertemu dengan Kekasih yaitu Allah SWT. Tasawuf menjadikan mahabbah sebagai tempat persinggahan orang yang berlomba-lomba untuk memperoleh cinta Ilahi menjadi tujuan orang-orang yang beramal dan menjadi curahan orang-orang yang mencintai Tuhannya.

Page 11: Paipai

Oleh karena itu cinta sering diartikan sebagai berikut:1. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya;2. Menyerahkan seluruh diri (jiwa dan raga) kepada yang dikasihi.3. Mengosongkan hati pada segala-galanya, kecuali pada yang dikasihi.

Mahabbah atau cinta dalam pengertian di atas memberikan keterangan yang jelas terhadap makna mahabbah yang sebenarnya. Mahabbah adalah usaha menuangkan segala yang dimiliki untuk mengisinya kembali dengan muatan cinta sehingga hati sarat dengan mahabbah yang tidak dicampuri oleh perkara-perkara lain. Mahabbah dalam dimensi ini melihat bahwa sesuatu yang dikasihi sebagai sesuatu yang ideal dan paling berhak untuk dicintai dan dikasihi.

7. Maqamat Ma`rifah

Ma`rifah (‘arafa-ya`rifu-ma`rifatan) secara etimologi berarti mengenal, mengetahui dan kadangkala juga boleh diartikan dengan menyaksikan. Istilah dalam ma`rifah tasawuf sering dikonotasikan dengan panggilan hati melalui berbagai bentuk tafakur untuk menghayati nilai-nilai kerinduan, (al-shawq) yang terhasil dari kegiatan zikir, sesuai dengantanda-tanda pengungkapan (hakikat) yang selanjutnya. Maksudnya hati menyaksikan kekuasaan Tuhan dan merasakan besarnya kebenaran-Nya dan mulia kehebatan-Nya yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dari aspek lain ma`rifah juga berarti mengetahui apa saja yang dibayangkan dalam hati tanpa menyaksikan sendiri keadaannya berdasarkan pengetahuan Tuhan.

Ma`rifah dalam spiritual Islam menjadi isi penting sebagai pengukuran nilai-nilai ilahiyyah (Ketuhanan) karena ma`rifah ini adalah tingkat tartinggi pada pendekatan-pendekatan yang dilakukan manusia untuk mengenali Tuhan. Seorang sufi merasa dirinya dekat dengan Tuhan tanpa batasan. Ia meyakini bahwa dirinya selalu dipimpin oleh Tuhan. Oleh karena itu, dia akan menjaga dan memelihara dirinya supaya tetap berada dalam ketaatan, keimanan dan beramal soleh.

Para sufi menyebut ma`rifah sebagai suatu pengetahuan yang dengannya seseorang sufi dapat mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubarinya dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu mereka mengatakan:

· kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah.

· apabila dia melihat cermin yang dilihatnya juga adalah Allah. · ketika bangun maupun tidur yang dilihatnya ialah Allah.· Allah tidak boleh dilihat dengan mata fisikal karena sesuatu yang berbentuk material tidak akan

sanggup melihat keindahan dan kecantikan Allah.

8. Maqamat Fana dan Baqa

fana’ artinya lenyap dan baqa’ artinya tetap. Fana’ dan baqa’ selalu menyatu dalam kondisi kerohanian tertentu. Fana’ merupakan permulaannya, sedangkan baqa’ merupakan akhir perjalanannya, tetapi keduanya tidak pernah diselingi oleh kondisi kerohanian yang lain, kecuali selalu sambung menyambung. Oleh karena itu, sufi mengibaratkan fana’ dan baqa’ sebagai satu mata uang logam yaitu disatu sisi adalah fana’, sedangkan disisi lain adalah baqa’.Pengalaman sufi untuk sampai kepada kondisi fana’ dan baqa’, dimulai dari dzikir dan tafakur untuk meniadakan diri (fana’). Tetapi sebelum datangnya fana’, lebih dahulu diawali oleh ketidak sadaran diri (al sukru) yang sering juga disebut dengan al-jazbu, karena sufi yangmengalami kondisi

Page 12: Paipai

kerohanian tersebut sering berprilaku yang aneh-aneh, lalu muncul fana’ kemudian bersambung dengan baqa’,lalu kemudian sadar kembali yang disebut al-sahwu, kemudian fana’ kembali. Inilah yang disebut peniadaan yang sudah tiada (fanau al fana), lalu muncul lagi ketetapan yang sudah tetap (baqau al baqa). Ini merupakan kondisi kerohanian yang segera mendatangkan ma’rifah. Jadi ma’rifah belum didapatkan oleh sufi ketika baru satu kali fana’dan baqa’.bahkan ada sufi yang baru mendapatkan ma’rifah setelah tiga kali fana’ dan baqa’ ( fanau fana al-fana)dan (baqau baqa al-baqa), baru dapat mencapai ma’rifah yang diharapkan.

9. Ahwal

Ahwal adalah bentuk jamak dari ‘hal’ yang biasanya diartikan sebagai keadaan mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. “ahwal” sering diperoleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan. Lebih lanjut kaum sufi mengatakan bahwa hal adalah anugerah dan maqam adalah perolehan. Tidak ada maqam yang tidak dimasuki hal dan tidak ada hal yang terpisah dari maqam.hal juga terdiri dari beberapa macam. Namun, konsep pembagian atau formulasi serta jumlah hal berbeda-beda dikalangan ahli sufi. Diantara macam-macam hal yaitu :

• MuraqabahSecara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun secara terminologi muraqabah adalah salah satu sikap mental yang mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan merasa diri diawasi oleh penciptanya.• KhaufAl-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya.• Raja’raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.• SyauqSyauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.• MahabbahCinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam.Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha. Tokoh utama paham mahabbah adalah Rabi’ah al-Adawiyah (95 H-185 H). Menurutnya,

Page 13: Paipai

cinta kepada Allah merupakan cetusan dari perasaan cinta dan rindu yang mendalam kepada Allah.

• Tuma’ninahSecara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.

• MusyahadahDalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini berarti dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba dengan Allah.• YaqinAl-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal

10. Al-I’tihad, Al-Khulul dan Wihdatul Wujud

Ittihad adalah kondisi penyatuan hamba dengan tuhannya, setelah melalui peniadaan diri, penyaksian, penemuan zat dengan rasa kenikmatan yang luar biasa, maka ini juga yang disebut kebahagiaan yang tinggi atau kebahagiaan yang sempurna.Hulul diartikan sebagai penyatuan hamba dengan tuhannya, setelah zatNya melebur kedalam tubuh hambaNyaWihdatu al-wujud yaitu kesatuan dari dua wujud yang berbeda yaitu wujud pencipta atau tuhan (al-khaliq)dan wujud ciptaan atau hamba (al makhluq).

4. Pergeseran Tasawuf ke Tarekat

Tarekat berasal dari kata 'thariqah' yang artinya 'jalan'. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.

Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.

1. tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa,

Page 14: Paipai

zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.

2. tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.

Dapat dikatakan bahwa tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah, sedang tasawuf adalah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu. Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalaman sendiri. Suatu sistem pengajara n itulah yang kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat lain.

5. Tasawuf Modern / Neosufisme

Neo-sufisme secara terminologi pertama kali ditonjolkan oleh pemikir muslim kontemporer yaitu Fazlur Rahman dalam bukunya Islam.[ Ibid, 193-194] Kemunculan istilah ini tidak begitu saja diterima para pemikir muslim, tetapi telah menjadikan perbincangan yang luas dalam kalangan para ilmuwan. Sebelum Fazlur Rahman, Hamka telah memperkenalkan istilah tasawuf moden dalam bukunya Tasauf Modern. Namun dalam dalam karyanya ini tidak ditemui istilah “neo-sufisme” yang dimaksudkan di sini. Keseluruhan isi buku ini terlihat wujudnya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali kecuali dalam hal ‘uzlah. Kalau al-Ghazali mensyaratkan ‘uzlah dalam penjelajahan menuju konsep hakikat, [ Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Jilid II (Beirut : Dar al-Ma’rifah, tt), h. 222] maka Hamka menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.[ Hamka, Modern…, h.150-174]

Konsep neo-sufisme oleh Fazlur Rahman sesungguhnya menghendaki agar umat Islam mampu melakukan tawazun (keseimbangan) antara pemenuhan kepentingan akhirat dan kepentingan dunia, serta umat Islam harus mampu meformulasikan ajaran Islam dalam kehisupan sosial.

Kebangkitan kembali tasawuf di dunia Islam dengan istilah baru yaitu neo-sufisme nampaknya tidak boleh dipisahkan dari apa yang disebut sebagai kebangkitan agama. Kebangkitan ini juga adalah lanjutan kepada penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada sains dan teknologi selaku produk dari era modenisme. Modernisme telah dinilai sebagai gagal memberikan kehidupan yang bermakna kepada manusia. Oleh karena itu ramai manusia telah kembali kepada nilai-nilai keagamaan kerana salah satu fungsi agama adalah memberikan makna bagi kehidupan.

Page 15: Paipai

Berdasarkan hal tersebut, didapati bahwa tujuan neo-sufisme cenderung kepada penekanan yang lebih intensif terhadap memperkukuh iman sesuai dengan prinsip-prinsip akidah Islam dan penilaian terhadap kehidupan duniawi sama kehidupan ukhrawi.[ Ibid, h. 195] Akibat dari sikap keberagamaan ini menyebabkan wujudnya penyatuan nilai antara kehidupan duniawi dengan nilai kehidupan ukhrawi atau kehidupan yang “terresterial” dengan kehidupan yang kosmologis.

C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK

Tasawuf adalah proses pendekatan diri pada tuhan dengan cara mensucikan hati sesuci - sucinya. Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk. Jadi kaitan / hubungan tasawuf dengan akhlak yaitu bahwa orang yang suci hatinya akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik. Selain itu, Akhlak dan tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia. Sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.

Page 16: Paipai

Daftar Pustaka

id.wikipedia.org/wiki/tasawuf

id.wikipedia.org/wiki/akhlak

Husnan, Drs Djaelan.Islam Universal.UPT MKU UNJ.

www.google.com