Page 1 of 26 - jdih.setjen.kemendagri.go.id Lubuklinggau_SUMSEL_12_2004.pdf · 2. Undang – undang...
Transcript of Page 1 of 26 - jdih.setjen.kemendagri.go.id Lubuklinggau_SUMSEL_12_2004.pdf · 2. Undang – undang...
PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NO. 12 TAHUN 2004 CETAK TUTUP
LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU
Nomor 12
Tahun 2004 Seri C
PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU
NOMOR 12 TAHUN 2004
TENTANG
IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA LUBUKLINGGAU,
Menimbang Mengingat
:
:
a. bahwa dalam rangka pemanfaatan Sumber Daya Alam secara optimal
dipandang perlu mengatur ketentuan tentang Usaha Pertambangan Bahan
Galian Golongan C dalam Kota Lubuklinggau dengan tidak meninggalkan
kelangsungan kelestarian sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan;
b. bahwa dalam rangka upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah
khususnya di bidang Penambangan Bahan Galian C dipandang perlu diatur
Retribusi atas Surat Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C yang
diberikan oleh Pemerintah Kota Lubuklinggau;
c. bahwa pengaturan tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian C dan
Retribusi atas Surat Izin Usaha Pertambangan Golongan C sebagaimana
dimaksud huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota
Lubuklinggau. 1. Undang – undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan
Pokok Pertambangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1967
nomor 22, Tambahan Lembaran Negara nomor 2831 );
Page 1 of 26
05/12/2011
2. Undang – undang nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997
nomor 41, Tambahan Lembaran Negara nomor 3685 ) sebagaimana telah
diubah dengan Undang – undang nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang – undang nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2000
nomor 246, Tambahan Lembaran Negara nomor 4048 );
3. Undang – undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3699 ); 4. Undang – undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara nomor 3839 );
5. Undang – undang nomor 7 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota
Lubuklinggau ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 nomor
87, Tambahan Lembaran Negara nomor 4114 );
6. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang
– undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok
Pertambangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 nomor
60, Tambahan Lembaran Negara nomor 2916) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan
Undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 nomor
129, Tambahan Lembaran Negara nomor 3510 ) dan terakhir telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah nomor 75 tahun 2001 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1969 tentang
Pelaksanaan Undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2001 nomor 141, Tambahan Lembaran Negara nomor 4154 );
7. Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara nomor 3838 );
8. Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara nomor 4139 );
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 26 tahun 1994 tentang Pedoman
Page 2 of 26
05/12/2011
Menetapkan
:
Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah nomor 22 tahun
2001 tentang Bentuk Produk-Produk Hukum Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 7 tahun 2003 tentang Pedoman
Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam Penegakan Peraturan
Daerah;
12. Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau nomor 18 tahun 2003 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertambangan, Energi dan
Lingkungan Hidup.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU
MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU TENTANG IZIN USAHA
PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Lubuklinggau. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Lubuklinggau. 3. Kepala Daerah adalah Walikota Lubuklinggau yang selanjutnya disebut
Walikota. 4. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Lubuklinggau. 5. Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup adalah Dinas
Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup Kota Lubuklinggau. 6. Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup adalah Kepala
Page 3 of 26
05/12/2011
Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup Kota Lubuklinggau. 7. Bahan Galian Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk
bahan galian golongan A ( strategis ) dan bahan galian golongan B ( vital )
sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang nomor 11 tahun 1967
tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan dan Peraturan
Pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan – bahan
Galian. 8. Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C adalah segala kegiatan
usaha Pertambangan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan /
pemurnian, pengangkutan dan penjualan bahan galian golongan C. 9. Eksplorasi adalah segala kegiatan penyelidikan geologi / pertambangan
untuk menetapkan lebih teliti / seksama adanya dan sifat letakan pada
bahan galian. 10. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk
menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. 11. Pengolahan dan pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu
bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur – unsur
yang terdapat pada bahan galian itu. 12. Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil
pengolahan / pemurnian bahan galian dari wilayah eksplorasi atau tempat
pengolahan / pemurnian. 13. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil
pengolahan / pemurnian bahan galian. 14. Reklamasi adalah setiap pekerjaan yang bertujuan memperbaiki
mengembalikan pemanfaatannya atau meningkatkan daya guna lahan
yang diakibatkan oleh Usaha Pertambangan Umum. 15. Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengolahan sumber daya alam
yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya
alam terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keaneka ragaman. 16. Surat Izin Pertambangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIPD adalah
Surat Izin Kuasa Pertambangan Daerah yang diberikan oleh Walikota yang
berisikan kewenangan untuk melakukan kegiatan semua atau sebagian
tahap Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
Page 4 of 26
05/12/2011
17. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
Pertambangan atau di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan
Perundang – undangan yang berlaku. 18. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada Orang Pribadi atau
Badan yang dimaksudkan untuk pemberian pengaturan, pengendalian
dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, sarana, prasarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 19. Badan adalah suatu bentuk usaha meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah,
dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma,
Kongsi, Yayasan atau Organisasi sejenis Lembaga Dana Pensiun, Bentuk
Usaha Tetap serta Badan Usaha Lainnya. 20. Wajib Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut Peraturan
Perundang – undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi. 21. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan perizinan Usaha
Pertambangan Daerah. 22. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
SPORD adalah surat yang dipergunakan oleh Wajib Retribusi untuk
melaporkan data Objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar
perhitungan dan pembayaran retribusi yang terhutang menurut Peraturan
Perundang – undangan Retribusi Daerah. 23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah untuk selanjutnya disingkat SKRD
adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang
terhutang. 24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar untuk selanjutnya
disingkat SKRDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya
jumlah retribusi yang terhutang, jumlah kredit retribusi, jumlah kekurangan
pembayaran pokok retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah
yang masih harus dibayar. 25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan untuk
selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang
Page 5 of 26
05/12/2011
menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 26. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar untuk selanjutnya disingkat
SKRDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari
retribusi yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang. 27. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. 28. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan
terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan
SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi. 29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan
dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka
pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah
berdasarkan Peraturan Perundang – undangan Retribusi. 30. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi
Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
JENIS BAHAN GALIAN GOLONGAN C
Pasal 2
Bahan Galian yang termasuk Bahan Galian Golongan C adalah : 1. Nitrat 2. Phospat 3. Garam Batu 4. Asbes 5. Talk 6. Mika 7. Magnesit 8. Yorosit 9. Grafit 10. Leusit
Page 6 of 26
05/12/2011
11. Tawas ( Alum ) 12. Oker 13. Batu Permata 14. Batu setengah permata 15. Pasir Kwarsa 16. Pasir untuk bahan bangunan 17. Pasir urug 18. Kaolin 19. Bentonit 20. Zoolit 21. Felspar 22. Gip 23. Batu Apung 24. Tras 25. Obsidian 26. Porlit 27. Tanah Diatomea 28. Tanah serap 29. Marmer 30. Batu Tulis 31. Batu Kapur 32. Dolomit 33. Kalsit 34. Batu Koral 35. Batu Kerikil 36. Granit, Andesit, Basalt, Trakit ( batu bangunan ) 37. Tanah Liat ( tanah liat tahan api, tanah liat ball, tanah liat untuk bahan
bangunan, tanah urug )
BAB III
WILAYAH PERTAMBANGAN
Pasal 3
(1) Walikota menetapkan wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan C. (2) Walikota apabila dianggap perlu dapat menentukan lokasi yang tertutup
untuk pertambangan bahan galian golongan C.
Pasal 4
Walikota berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menutup sebagian atau
seluruh wilayah pertambangan sebagaimana tersebut pada Pasal 3 Peraturan
Page 7 of 26
05/12/2011
Daerah ini.
BAB IV WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 5
Wewenang dan tanggungjawab Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan
C dilakukan oleh Walikota yang dilaksanakan oleh Kepala Dinas
Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup.
Pasal 6
Wewenang dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pasal 4 Peraturan
Daerah ini meliputi : a. Membina dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Usaha Pertambangan
Bahan Galian Golongan C yang mempunyai Surat Izin Pertambangan
Daerah ( SIPD );
b. Melakukan upaya penerbitan seluruh kegiatan pertambangan bahan galian
golongan C yang tidak mempunyai Surat Izin Pertambangan Daerah; c. Melakukan pengendalian dan pengawasan atas seluruh kegiatan usaha
pertambangan bahan galian golongan C sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
d. Memberikan izin penambangan bahan galian golongan C.
Pasal 7
Pendataan, pencatatan dan pemungutan Retribusi Bahan Galian Golongan C
dilakukan oleh Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup.
BAB V
SURAT IZIN PERTAMBANGAN DAERAH ( SIPD )
Pasal 8
(1) Setiap usaha pertambangan bahan galian golongan C hanya dapat
dilaksanakan setelah mendapat Surat Izin Pertambangan Daerah yang
selanjutnya disingkat SIPD dari Walikota.
Page 8 of 26
05/12/2011
(2) SIPD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat berupa :
a. SIPD Eksplorasi ; b. SIPD Eksploitasi; c. SIPD Pengolahan / Pemurnian; d. SIPD Pengangkutan dan Penjualan.
(3) SIPD sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini untuk Badan Usaha yang
menggunakan fasilitas penanaman modal dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 9 SIPD dapat diberikan kepada : a. Perusahaan Daerah; b. Koperasi; c. Badan Usaha Milik Negara; d. Badan Hukum Swasta yang didirikan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan Republik Indonesia, berkedudukan di Indonesia mempunyai
pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia serta bertempat tinggal di
Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang Pertambangan;
e. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia dengan mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di
daerah tempat terdapatnya bahan galian golongan C yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) SIPD diberikan setelah mengajukan permohonan kepada Walikota cq.
Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup.
(2) Permohonan SIPD harus dilampirkan dengan :
a. Peta situasi wilayah Pertambangan yang dimohon dengan skala
antara 1 : 10.000 yang diikat pada titik tetap dan batas – batas
koordinat yang jelas;
b. Salinan akta pendirian Perusahaan yang menyebutkan usahanya di
bidang Pertambangan dan telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri
setempat;
Page 9 of 26
05/12/2011
c Keterangan mempunyai tenaga ahli Pertambangan dengan syarat
pendidikan dan pengalaman kerja sebagai berikut :
1. Sarjana Teknik Pertambangan; 2. Sarjana Muda Teknik Pertambangan / geologi;
3. Sarjana jurusan lainnya yang mempunyai pengalaman kerja
minimal 5 ( lima ) tahun pada aktifitas penambangan dibuktikan
dengan keterangan dari Perusahaan yang bersangkutan;
4. Berijazah SLTA dengan pengalaman kerja minimal 10 ( sepuluh )
tahun pada aktifitas penambangan;
5. Dengan disertai keterangan kesanggupan, daftar riwayat pekerjaan,
photo copy KTP yang bersangkutan dan photo copy ijazah terakhir
yang dilegalisir.
d. Bank Garansi / Referensi Bank masing – masing untuk :
- Luas areal s.d 1 Ha sebesar Rp. 250.000,- - Luas areal diatas 1 Ha s.d 5 Ha sebesar Rp. 500.000,- - Luas areal diatas 5 Ha s.d 10 Ha sebesar Rp. 2.000.000,- - Luas areal diatas 10 Ha s.d 50 Ha sebesar Rp. 5.000.000,- - Luas areal diatas 50 Ha sebesar Rp. 10.000.000,- - Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ); - Photo Copy KTP.
Pasal 11
Dalam hal terdapat lebih dari satu pemohon dalam satu lokasi yang sama,
maka SIPD diberikan kepada pemohon yang memenuhi syarat, dengan
mengutamakan pemohon yang terlebih dahulu diterima oleh Pejabat yang
berwenang.
Pasal 12 Masa berlakunya SIPD berakhir, karena : a. Dikembalikan oleh pemegangnya; b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang;
Page 10 of 26
05/12/2011
c. Berakhirnya batas waktu yang diberikan tanpa permohonan
perpanjangan.
Pasal 13 Pemegang SIPD dapat mengembalikan SIPD sebagaimana dimaksud pada
Pasal 12 huruf a Peraturan Daerah ini dengan cara : a. Menyampaikan pernyataan tertulis kepada Walikota; b. Pernyataan tersebut disertai dengan alasan yang cukup; c. Pengembalian SIPD dinyatakan sah setelah mendapatkan persetujuan dari
Walikota.
Pasal 14 Pembatalan SIPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf b Peraturan
Daerah ini dapat dilakukan dalam hal : a. Terdapat kekeliruan dalam surat izin, sebagai akibat kesalahan pemohon; b. Adanya pandangan teknis yang dipandang dapat mengancam /
membahayakan dalam lingkungan hidup; c. Selama 2 ( dua ) tahun berturut – turut setelah surat izin diterbitkan tanpa
adanya kegiatan eksploitasi ( untuk SIPD Eksploitasi ); d. Selama 9 ( sembilan ) bulan berturut – turut setelah
beroperasi ( eksplorasi / eksploitasi ) tidak melaporkan kegiatan; e. Adanya pelanggaran terhadap Peraturan Perundang – undangan yang
berlaku; f. Tidak mematuhi dan atau mengindahkan petunjuk yang diberikan oleh
Pejabat yang berwenang mengenai penyelenggaraan usaha pertambangan
dan atau tidak mengindahkan kewajiban – kewajiban sebagaimana
tercantum dalam SIPD.
Pasal 15
(1) Jika berakhir karena hal – hal dimaksud dalam Pasal 12, 13 dan 14,
dalam Peraturan Daerah ini, maka :
Page 11 of 26
05/12/2011
a. Segala beban yang menjadi tanggung jawab Pemegang SIPD harus
disesuaikan dengan Hukum yang berlaku;
b. Wilayah Izin Pertambangan Daerah kembali dikuasai Negara /
Pemerintah Daerah;
c. Segala sesuatu yang digunakan untuk pengamanan bangunan –
bangunan tambang dan kelanjutan penambangan bahan galian
golongan C menjadi hak dan tanggung jawab Pemerintah Daerah tanpa
ganti rugi kepada pemegang SIPD;
d. Badan Usaha atau perorangan pemegang SIPD yang bersangkutan
harus menyerahkan semua klise bahan – bahan peta, gambar –
gambar ukuran tanah dan semua data – data hasil penelitian kepada
Walikota tanpa ganti rugi.
(2) Walikota menetapkan waktu yang diberikan kepada Pemegang SIPD
terakhir untuk memindahkan / mengangkat segala sesuatu yang menjadi
hak miliknya, kecuali bahan bangunan yang disebut pada ayat (1) huruf c
Pasal ini;
(3) Barang / bangunan yang tidak dipindahkan / diangkat dalam batas waktu
yang sudah ditentukan dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini menjadi milik
Pemerintah Daerah.
(4) Menyimpang dari ketentuan ayat (1) Pasal ini, apabila SIPD dibatalkan
demi kepentingan Negara / Pemerintah Daerah diberikan ganti rugi yang
patut dan wajar kepada pemegang SIPD sesuai dengan Peraturan
Perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Luas wilayah pertambangan dapat diberikan untuk 1 ( satu ) SIPD
maksimal 10 ( sepuluh ) Ha.
(2) Kepada perorangan hanya diberikan 1 ( satu ) SIPD sedangkan kepada
Badan Hukum dan Koperasi dapat diberikan maksimal 5 ( lima ) SIPD.
(3) Pemohon SIPD dengan jumlah maksimal 5 ( lima ) buah dengan luas
masing – masing maksimal 10 ( sepuluh ) Ha.
(4) Pemegang SIPD dapat menciutkan wilayah kerjanya dengan
mengembalikan sebagian atau bagian – bagian tertentu.
Page 12 of 26
05/12/2011
Pasal 17
(1) Pemberian SIPD diberikan untuk jangka waktu maksimal 3 ( tiga ) tahun.
(2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
diajukan kepada Walikota 3 ( tiga ) bulan sebelum berakhirnya izin dan
SIPD nya diberikan oleh Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan
Lingkungan Hidup.
(3) SIPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus didaftar ulang setiap tahun
sekali terhitung tanggal SIPD tersebut diterbitkan.
BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG SIPD
Pasal 18
(1) Pemegang SIPD wajib membayar iuran tetap dan iuran eksplorasi / eksploitasi ( iuran produksi ) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Pemegang SIPD wajib melaksanakan kewajibannya dibidang pengusahaan,
kesehatan dan keselamatan kerja, teknik penambangan yang baik dan
benar serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan petunjuk – petunjuk Pejabat yang berwenang.
(3) Guna kepentingan keselamatan dan kelestarian lingkungan kepada
pemegang SIPD diwajibkan membayar / menyetor uang jaminan untuk
reklamasi areal kepada Pemerintah Daerah yang besarnya akan ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
(4) Pemegang SIPD wajib memberikan laporan secara tertulis atas
pelaksanaan kegiatan usahanya setiap 3 ( tiga ) bulan sekali kepada
Walikota melalui Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan
Hidup.
(5) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2, 3 dan 4 pasal ini
dicantumkan dalam setiap SIPD.
BAB VII RETRIBUSI
Bagian Pertama
Page 13 of 26
05/12/2011
Nama / Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 19 Dengan nama Retribusi Surat Izin Pertambangan Daerah yang selanjutnya
disebut Retribusi SIPD, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian
Surat Izin Pertambangan Daerah terhadap orang pribadi atau badan dilokasi
tertentu dan pendaftaran ulang SIPD.
Pasal 20 Objek Retribusi adalah Pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
dilokasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)
Peraturan Daerah ini.
Pasal 21 Subjek Retribusi adalah setiap orang pribadi atau badan yang memperoleh
SIPD.
Bagian Kedua Golongan Retribusi
Pasal 22
Retribusi SIPD digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 23
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara luas lokasi
Pertambangan dengan indeks lokasi.
(2) Luas lokasi pertambangan dimaksud ayat (1) pasal ini adalah luas
keseluruhan lokasi tempat dilakukannya penambangan / pengolahan /
pemurnian Bahan Galian Golongan C.
(3) Indeks Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan
sebagai berikut :
a. Kawasan Pertambangan……………. Indeks…………………... 1 b. Kawasan Industri ………………………Indeks…………………... 3
Page 14 of 26
05/12/2011
c. Kawasan Pariwisata ………………… Indeks ………………….. 4 d. Kawasan Perdagangan …………… …Indeks ………………….. 5 e. Kawasan Perumahan / Pemukiman ...Indeks ………………….. 6
Bagian Keempat
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 24
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan dan besarnya tarif retribusi
berdasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi biaya
pengecekan dan pengukuran lokasi tempat usaha pertambangan /
pengolahan / pemurnian Bahan Galian Golongan C, biaya pemeriksaan
dan biaya transportasi dalam rangka pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
Bagian Kelima Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 25
(1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan luas lokasi tempat usaha
pertambangan / pengolahan / pemurnian Bahan Galian Golongan C. (2) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan sebagai
berikut : a. Luas 100 m2 sebesar ………………..………………….. Rp. 100.000,- b. Luas 101 m2 s.d 200 m2 sebesar …………...………….. Rp. 125.000,- c. Luas 201 m2 s.d 300 m2 sebesar ……………………… Rp. 150.000,- d. Luas 301 m2 s.d 400 m2 sebesar ………………………. Rp. 250.000,- e. Luas 401 m2 s.d 500 m2 sebesar ……………………… Rp. 350.000,- f. Luas 501 m2 s.d 1000 m2 sebesar ……………………... Rp. 500.000,- g. Diatas 1001 m2 sebesar …………..…………………….. Rp. 1.000.000,-
Bagian Keenam Cara Perhitungan Retribusi
Pasal 26
Retribusi yang terhutang dihitung dengan mengalikan tarif sebagaimana
Page 15 of 26
05/12/2011
dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) Peraturan Daerah ini dengan indeks lokasi
sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (3) Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketujuh Wilayah Pemungutan
Pasal 27
Retribusi Terhutang dipungut diwilayah Daerah SIPD diberikan.
Bagian Kedelapan Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terhutang
Pasal 28
Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 3 ( tiga ) tahun dan pada
saat pendaftaran ulang setiap tahun dikenakan retribusi sebesar 50 % ( lima
puluh persen ) dari jumlah retribusi sebagaimana dimaksud pasal 26 Peraturan
Daerah ini.
Pasal 29 Saat terhutangnya retribusi adalah saat diterbitkannya SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan.
Bagian Kesembilan Pendaftaran Wajib Retribusi
Pasal 30
(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPORD.
(2) SPORD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini harus diisi dengan jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya
bersamaan dengan pengajuan permohonan SIPD.
(3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPORD
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan lebih lanjut oleh
Walikota.
Bagian Kesepuluh Penetapan Retribusi
Pasal 31
Page 16 of 26
05/12/2011
(1) Berdasarkan SPORD sebagaimana dimaksud pasal 30 ayat (1) Peraturan
Daerah ini, ditetapkan retribusi terhutang dengan menerbitkan SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan;
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data
yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah
retribusi yang terhutang, maka dikeluarkan SKRDKB;
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan dan SKRDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) pasal ini, ditetapkan oleh Walikota.
Bagian Kesebelas Tata Cara Pemungutan
Pasal 32
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan dan SKRDBT.
Bagian Keduabelas Sanksi Administrasi
Pasal 33
(1) Pelanggaran atas ketentuan pasal 8 Peraturan Daerah ini dapat dikenakan
sanksi administrasi berupa penutupan lokasi usaha pertambangan yang
bersangkutan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan pasal 19 Peraturan Daerah ini dapat
dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan SIPD.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2 % ( dua
persen ) setiap bulan dari retribusi yang terhutang atau kurang bayar dan
ditagih dengan menggunakan STRD.
Bagian Ketigabelas Tata Cara Pembayaran
Pasal 34
Page 17 of 26
05/12/2011
(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 ( lima belas ) hari
sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDBT dan STRD.
(3) Tata cara pembayaran dan penyetoran retribusi diatur lebih lanjut oleh
Walikota.
Bagian Keempatbelas Tata Cara Penagihan
Pasal 35
(1) Pengeluaran Surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai
awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7
( tujuh ) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal surat teguran /
peringatan / surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi
retribusinya yang terhutang.
(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan
oleh Pejabat yang ditunjuk.
Bagian Kelimabelas Keberatan
Pasal 36
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan
SKRDBT dan SKRDLB.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi,
Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan
retribusi tersebut.
(4) Keberatan dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) pasal ini harus diajukan
dalam jangka waktu paling lama 2 ( dua ) bulan sejak tanggal SKRD atau
Page 18 of 26
05/12/2011
dokumen lain yang dipersamakan SKRDBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali
apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) pasal ini, tidak dianggap keberatan sehingga
tidak mendapat pertimbangan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 37
(1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya
retribusi yang terhutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini telah
lewat dan Walikota tidak memberikan keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Bagian Keenam belas Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pasal 38
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Walikota.
(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak
diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus memberikan putusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini
telah terlampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, maka
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dianggap
dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya , maka
Page 19 of 26
05/12/2011
kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang retribusi
tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud
ayat (1) pasal ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan
sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah
lewat waktu 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
retribusi.
Pasal 39 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan
secara ter tul is kepada Wal ikota dengan sekurang-
kurangnya menyebutkan :
a. Nama dan alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi; c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang jelas dan singkat.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan
secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat
merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota.
Pasal 40
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan memberikan surat
perintah membayar kelebihan retribusi.
(2) Apabila pembayaran kelebihan retribusi diperhitungkan dengan hutang
retribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (4)
Peraturan Daerah ini , maka pembayaran dilakukan dengan cara
pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti
pembayaran.
Bagian Ketujuh belas Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi
Page 20 of 26
05/12/2011
Pasal 41
(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana
dimaksud ayat (1) pasal ini dengan memperhatikan kemampuan Wajib
Retribusi antara lain kemampuan untuk mengangsur.
(3) Pembebesan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini antara
lain diberikan kepada masyarakat yang ditimpa bencana alam dan atau
kerusuhan.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan
oleh Walikota.
Bagian Kedelapan belas Kedaluwarsa Penagihan
Pasal 42
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui
jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi
kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang
retribusi;
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal
ini tertangguh apabila :
a. Diterbitkannya surat teguran atau; b. Ada pengakuan hutang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung
maupun tidak langsung.
Bagian Kesembilan belas Tata Cara Pemungutan Retribusi
Pasal 43
(1) Pemungutan Retribusi hasil produksi Bahan Galian Golongan C dapat
dilakukan dengan sistem / cara sebagai berikut :
a. Sistem laporan dari pemegang Surat Izin Pertambangan Daerah
( SIPD ) dengan pengawasan langsung oleh petugas Dinas
Page 21 of 26
05/12/2011
Pertambangan, energi dan Lingkungan Hidup; b. Sistem Pendataan dilapangan oleh petugas dinas Pertambangan,
Energi dan Lingkungan Hidup;
c. Melalui kontraktor atau pemakai lainya selaku Wajib Pungut ( Wapu )
yang langsung pertanggungjawab sepenuhnya atas pembayaran
Retribusi;
d. Sistem Tol / dengan sistem karcis.
(2) Pelaksanaan pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal
ini ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan walikota. (3) Petugas wajib pungut retribusi Bahan Galian golongan C adalah Aparat
Dinas Pertambangan, energi dan Lingkungan Hidup yang ditunjuk dengan
Surat Keputusan Walikota atas usul Kepala Dinas Pertambangan, energi
dan Lingkungan Hidup.
Bagian Keduapuluh Petugas Pemungut Retribusi
Pasal 44
Petugas Pemungut Retribusi adalah petugas / pegawai dari Dinas
Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup yang ditunjuk dengan Keputusan
Walikota atas usul Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup.
Pasal 45 (1) Pembayaran Retribusi dapat dilakukan pada Dinas Pertambangan, energi
dan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disetorkan ke kas daerah secara
bruto. (2) Setiap pembayaran iuran ditambah biaya administrasi dan biaya setor.
(3 ) Hasi l pener imaan re tr ibus i sebaga imana d imaksud ayat (1)
pasa l ini dikurangi :
a. Upah pungut 9 uang perangsang ) sebesar 5 % ( lima persen ); b. Biaya operasional dapat disisihkan maksimal 10 ( sepuluh ) persen.
Page 22 of 26
05/12/2011
BAB VIII INVENTARISASI DATA WILAYAH PERTAMBANGAN
Pasal 46
(1) Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup dapat melaksanakan
inventarisasi / pendataan bahan galian golongan C serta eksplorasi potensi
bahan galian yang belum dimanfaatkan.
(2) Inventarisasi data dan pengukuran potensi atas bahan galian golongan C
dilakukan terhadap Orang / Badan Usaha yang sudah memiliki SIPD
maupun terhadap wilayah pertambangan yang sudah diusahakan.
BAB IX PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 47
(1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan usaha pertambangan
bahan galian golongan C dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan, Energi
dan Lingkungan Hidup.
(2) Pejabat Inspeksi Tambang Daerah adalah pejabat pelaksana dari Walikota
dalam bidang pengawasan.
(3) Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat
(1) pasal ini meliputi :
a. Tata cara pengusahaan atau teknik penambangan; b. Kesehatan dan keselamatan kerja; c. Pengelolaan lingkungan usaha pertambangan bahan galian golongan
C.
(4) Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan, setiap Orang Pribadi
atau Badan Usaha yang mengusahakan pertambangan bahan galian
golongan C wajib memberikan kesempatan kepada petugas untuk
melakukan pemeriksaan, penelitian, baik yang bersifat administrasi
maupun secara tekhnis operasional.
BAB X KETENTUAN PIDANA
Page 23 of 26
05/12/2011
Pasal 48
(1) Setiap Orang Pribadi atau Badan Usaha yang dengan sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (1), pasal 18 ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3), pasal 19, pasal 30 ayat (2) dan pasal 46 ayat (4)
Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.5.000.000,- (Lima juta
Rupiah).
(2) Setiap Orang Pribadi atau Badan Usaha yang karena kelalaiannya
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (1), pasal 18
ayat (1), ayat (2) dan pasal 46 ayat (4) Peraturan Daerah ini, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.3.000.000 ( Tiga Juta Rupiah).
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini
adalah Pelanggaran.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 49
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
adalah :
a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai Orang
Pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah tersebut;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari Orang Pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lainnya
Page 24 of 26
05/12/2011
yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lainnya serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas seseorang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi
daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan ;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana retribusi atas usaha pertambangan bahan galian golongan C,
menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3). Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
SIPD yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku sebagaimana dimaksud
pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah ini.
BAB XIII
Page 25 of 26
05/12/2011
Diundangkan di Lubuklinggau Pada tanggal 19 Juni 2004 SEKRETARIS DAERAH
Cap/ttd
H. UBAIDILLAH IDRUS, SH PEMBINA TK. I NIP. 440012311
LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2004 NOMOR 12 SERI C
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan-ketentuan
sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini yang bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 52 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut
oleh Walikota sepanjang mengenai pelaksanaannya.
Pasal 53 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota
Lubuklinggau.
Ditetapkan di Lubuklinggau. pada tanggal 17 Juni 2004 WALIKOTA LUBUKLINGGAU,
Cap/ttd
H. RIDUAN EFFENDI
PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2004 CETAK TUTUP
Page 26 of 26
05/12/2011