PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

50

Transcript of PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

Page 1: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA
Page 2: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

PANDUAN PEMBUATAN ZONASI DESADiterbitkan pertama kali olehUSAID LESTARIWISMA GKBI, 12th Floor, Suite 1210 Jl. Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta Indonesia 10210 Tel. : 021 574 0565, Fax: 021 574 0566Email: [email protected] pertama, Januari 2018

PenulisAugusta Mindry AnandiChristopher BennettSuhadaUtami

EditorSugiarto Arif Santoso

Desain dan ilustrasiDonald Bason

Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun penyebarluasan buku ini untuk kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap. Dipersiapkan untuk U.S. Agency for International Developmentoleh Tetra Tech ARD dibawah kontrak No. AID-497-TO-15-00005.

Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

Page 3: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PANDUAN PEMBUATAN ZONASI DESA

BUKU KELIMA

USAID LESTARIMelindungi Hutan, Mengurangi Emisi, Melestarikan Keanekaragaman Hayati

Page 4: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N Sekilas tentang LESTARI Proyek USAID LESTARI mendukung upaya Pemerintah Republik Indonesia (RI) menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), melestarikan keanekaragaman hayati di ekosistem hutan dan mangrove yang bernilai secara biologis serta kaya akan simpanan karbon. Dibangun diatas pondasi proyek USAID IFACS, LESTARI menerapkan pendekatan lanskap, yaitu sebuah kerangka kerja manajemen tata guna lahan terintegrasi yang berupaya untuk mensinergikan kebijakan lintas sektor dengan tujuan guna menyelaraskan pembangunan dan tujuan konservasi. Upaya ini bisa dicapai melalui perbaikan tata guna lahan, tata kelola hutan lindung, perlindungan spesies kunci, praktik sektor swasta dan industri yang berkelanjutan, serta peningkatan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan konservasi. Proyek LESTARI diimplementasikan oleh Tetra Tech bersama mitra konsorsium yang terdiri dari WWF-Indonesia, Winrock International, Wildlife Conservation Society (WCS), Blue Forests, Yayasan Sahabat Cipta, PT Hydro South Pole Carbon, Sustainable Travel International (STI), Michigan State University, dan FIELD Foundation. Proyek LESTARI berlangsung dari Agustus 2015 hingga Juli 2020.

TUJUAN LOKAL DAN GLOBALHutan hujan tropis di Indonesia yang luas, lahan gambut, dan hutan bakau mengandung cadangan karbon bagi kepentingan lokal dan global. Hutan-hutan ini juga merupakan sumber keanekaragaman hayati dengan berbagai spesies penting dan menyediakan jasa ekosistem yang berharga, seperti penyediaan air bersih dan menyediakan sumber penghidupan, bagi lebih dari 30 juta orang. Sayangnya, deforestasi dan degradasi hutan mengancam keberadaan hutan hujan tropis di Indonesia. LESTARI mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengatasi ancaman yang memiliki dampak lokal dan global ini.

FOKUS GEOGRAFISLESTARI bekerja di enam lanskap yang dicirikan oleh wilayah hutan primer utuh, cadangan karbon tinggi, dan kekayaan keanekaragaman hayati. Lanskap tersebut berada di Aceh (Lanskap Leuser), Kalimantan Tengah (Lanskap Katingan-Kahayan), dan Papua (Lanskap Lorentz, Mappi-Bouven Digoel, Sarmi dan Cyclops).

i

Page 5: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

ii

Hasil yang ingin dicapai adalah:

• Penurunan total emisi CO2 ekuivalen sebesar 41 persen dari kegiatan pemanfaatan lahan, perubahan pemanfaatan lahan dan deforestasi di seluruh wilayah lanskap proyek;

• Perbaikan pengelolaan 8,42 juta hektar hutan primer atau sekunder, termasuk wilayah yang menjadi habitat orangutan;

• Perbaikan manajemen paling tidak, di enam wilayah konservasi, sehingga mampu melestarikan habitat orangutan dan spesies kunci lainnya, dan mengurangi perburuan spesies hewan endemik;

• Paling tidak terwujud sepuluh Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) yang memromosikan pembangunan rendah emisi dan pembangunan berbasis konservasi;

• Penggalangan dana dari sumber pemerintah dan swasta, dalam bentuk investasi bersama guna menunjang keberhasilan proyek;

• Meningkatnya komitmen para pemangku kepentingan dari sektor swasta, pemerintah dan masyarakat dalam mendukung upaya konservasi dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan berikut perlindungan spesies yang hidup di dalamnya;

• Terciptanya kebijakan, undang-undang, peraturan, dan prosedur - yang mendukung pembangunan rendah emisi, perbaikan pengelolaan dan konservasi hutan – yang disahkan dan diterapkan di semua jenjang; dan

• Terdapat model untuk integrasi strategi pembangunan rendah emisi dan konservasi hutan di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional yang didistribusikan ke semua level pemerintahan dan pemangku kepentingan kunci lainnya.

STRATEGI LESTARI memiliki tiga kegiatan tematik yang saling terkait: 1) Tata Kelola Hutan dan Lahan, serta advokasi, 2) Kemitraan dalam Konservasi, dan 3) Pelibatan Pihak Swasta. Masing-masing tema teknis diterapkan dengan sinergis dan dukung oleh berbagai pendekatan strategis.

Page 6: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

iii

DAFTAR ISI

SEKILAS TENTANG LESTARI ....................................................................................................i

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ...................................................................................iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................1

BAB 1: PENDAHULUAN.............................................................................................................21.1. Pengertian Zonasi Desa ..............................................................................................21.2. Tujuan Zonasi Desa ......................................................................................................51.3. Prinsip Pembuatan Zonasi ...........................................................................................61.4. Langkah Membuat Delineasi Zonasi ........................................................................71.5. Waktu dan Bahan yang Dibutuhkan .........................................................................81.6. Ketentuan Umum .........................................................................................................9

BAB 2: TAHAPAN PEMBUATAN ZONASI DESA .............................................................102.1. Pengumpulan dan Analisa Data Dasar .....................................................................112.2. Sosialisasi Rencana Kegiatan dan Pembuatan Peta Zonasi Desa .........................142.3. Pengecekan Lanpangan ............................................................................................192.4. Pencocokan Hasil dan Penentuan Zonasi ................................................................222.5. Sosialisasi Draft Zonasi Tata Guna Lahan Desa ......................................................262.6. Finalisasi dan Penetapan Draft Zonasi ......................................................................28

DAFTAR BACAAN ..................................................................................................................30

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................31Lampiran 1: Tabel Informasi Mengenai Keadaan Desa ................................................31Lampiran 2: Tabel Analisa Prioritas ..................................................................................32Lampiran 3: Tabel Ajuan Zonasi .......................................................................................33Lampiran 4: Tabel Alur Proses Zonasi .....................................................................34-35Lampiran 5: Cerita dari Lapangan - Proses Zonasi di Dua Desa Pilot di Aceh.....36

Page 7: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

NDAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN Desa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Pusat Selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Pemerintahan Desa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

BPD Lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Kewenangan Desa Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa.

Keuangan Desa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

- Badan Permusyawaratan Desa

Desa

iv

Page 8: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N APBDAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBNAnggaran Pendapatan dan Belanja Nasional

RPJM DesaRencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

RKP DesaRencana Kegiatan Pembangunan Desa

APB Desa Anggaran Pendapan dan Belanja Desa

Dana Desa

ADD Alokasi Dana Desa

Transfer ke Daerah

Musrenbang Desa Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

MusdusMusyawarah Dusun

RTRWRencana Tata Ruang Wilayah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah dan DPR, dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

Penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Alokasi Dana Desa selanjutnya disingkat ADD adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana transfer lainnya.

Adalah forum musyawarah yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa (pihak berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan di desa 6 (lima) tahun dan 1 (satu) tahunan.

Musyawarah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa pada tingkat dusun.

Terdiri dari rencana tata ruang wilayah Nasional (RTRW Nasional), Provinsi (RTRW Provinsi), dan Kabupaten (RTRW Kabupaten dan RTRW Kotamadya). Jangka waktu masing-masing rencana tata ruang adalah 25 tahun, 15 tahun, dan 10 tahun. Semua rencana tata ruang dievaluasi setiap 5 tahun.

v

Page 9: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

RDTR - Rencana Detail Tata Ruang

Zonasi

KPHKesatuan Pengelola Hutan

Perhutanan Sosial

RPHDRencana Pengelolaan Hutan Desa

Deforestasi

Kawasan hutan

Desa Hutan

Peta RBIPeta Rupa Bumi Indonesia

Citra Satelit

GPSThe Global Positioning System

RTRW selanjutnya dibagi lagi dalam zona-zona pemanfaatan lahan: Kawasan Strategis, Kawasan Zonasi dan pada tingkat desa Kawasan Pedesaan.

Rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah yang dilengkapi dengan peraturan zonasinya.

1. Rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses ekologis yang berlangsung sebagai kesatuan dalam ekosistem; 2. Pembagian lingkungan kota menjadi zona-zona yang lebih kecil bagi pengendalian ruang dan pemberlakuan ketentuan hukum yang berbeda.

KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

RPHD adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan desa secara berkelanjutan.

Perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan.

Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap.

Desa yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap hutan.

Peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu data penunjang dalam kegiatan geospasial. Misalnya dalam pembuatan sketsa desa dalam penyusunan RPJM Desa.

Sistem untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit. Sistem ini menggunakan satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi.

vi

Page 10: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N APL Areal Penggunaan Lain

HHBKHasil Hutan Bukan Kayu

IUPHHKIzin Usaha

Areal di desa yang bukan kawasan hutan.

Segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan.

vii

Page 11: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

1

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

NKata Pengantar Secara umum panduan ini diharapkan ikut membantu memperkuat tata kelola hutan di tingkat desa dengan meningkatkan kepercayaan antara kelompok masyarakat desa, pemerintahan desa dengan instansi kehutanan setempat. Diharapkan bahwa pendekatan penguatan tata kelola hutan di tingkat desa ini juga bisa meningkatkan koordinasi semua pihak untuk berkolaborasi sepenuhnya demi kepentingan pengelolaan ekosistem hutan untuk pembangunan berkelanjutan.

Dalam konteks penyusunan RPJM Desa Berkelanjutan, pembuatan zonasi desa penting diketahui oleh pendamping desa dan tim penyusun RPJM Desa. Alasan utamanya karena zonasi desa berbasis pada teknologi yang disebut dengan GIS (Geographic Information System), yang merupakan sistem informasi khusus yang mengelola data dan memiliki informasi spasial. Dengan GIS maka dapat teridentifikasi secara lebih detail zonasi pertanian, pertenakan, hutan, DAS dan lain sebagainya. Dengan zonasi maka perencanaan pembangunan desa dapat melindungi daerah-daerah hutan dan wilayah kritis yang berbatasan dengan desa.

Dalam rangkaian proses penyusunan RPJM Desa disarankan agar desa membuat zonasi desa pada tahap-tahap awal atau pengkajian keadaan desa. Di dalam Buku 2 dan Buku 4 juga telah disinggung mengenai pembuatan zonasi desa, dan buku ini melengkapi panduan yang lebih terperinci tata cara membuat zonasi desa. Pemetaan zonasi yang akurat dan mencerminkan kondisi di desa akan menentukan hasil RPJM Desa yang berkelanjutan.

Pembuatan zonasi desa dalam panduan ini disusun sesederhana mungkin, sehingga diharapkan pendamping desa, tim penyusun RPJM Desa dapat dengan mudah mengikuti proses pembuatan zonasi desa. Namun, apabila sama sekali tidak ada kompetensi dari tim penyusun RPJM Desa, maka desa dapat mencari tenaga teknis GIS untuk membantu. Kepala Desa juga dapat meminta SKPD yang membidangi tata ruang untuk melakukan peningkatan kapasitas dalam zonasi desa.

Semoga dengan panduan pembuatan zonasi desa yang sederhana ini dapat membantu desa-desa menyusun RPJM Desa yang berkelanjutan.

Tim Penulis

Page 12: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Zonasi Desa

Zonasi adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula dan diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Zonasi dalam pemanfaatan lahan mempertimbangkan potensi sumber daya alam, keadaan biofisik wilayah, ekosistem dan keanekaragaman hayati, dan tingkat interaksi masyarakat di sekitar wilayah.

Zonasi, secara global mulai banyak diterapkan di dunia perencanaan ruang pada tahun 80-an. Di Indonesia, zonasi atau pembagian ruang sudah diterapkan pada masyarakat adat. Misalnya, di Aceh, dikenal sistem pengelolaan wilayah “Kemukiman” sejak masa kesultanan Aceh. Pada setiap Kemukiman yang terdiri dari beberapa desa, terdapat peraturan yang mengelola dan mengatur ketentuan adat tentang perkebunan serta pemanfaatan lahan kawasan perkebunan, tanah garapan, dan kehutanan di wilayah Kemukiman yang dipimpin Petua Seunebok (Qanun nomor 10 Tahun 2008). Di Maluku, dikenal sebagai wilayah/hak Petuanan, suatu konsep kepemilikan bersama atas suatu wilayah komunal. Maknanya adanya pengelolaan sumber daya alam pada “wilayah” maupun “hak” di dalamnya, termasuk tata cara penguasaan dan pengelolaannya menurut hukum

Page 13: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

3

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

Nadat masyarakat (Matuankotta, 2013).

Zonasi digunakan sebagai pendekatan dalam rencana tata ruang bertujuan untuk menjaga ruang terbuka dan sumber daya alam suatu wilayah (Nolon, 2007). Dengan zonasi yang jelas, penegakan hukum untuk pengelolaan pada aktivitas pemanfaatan lahan lebih efektif. Di Indonesia, zonasi menjadi faktor penting dalam perencanaan tata ruang pembangunan. Dalam proses zonasi penting untuk mempertimbangkan potensi sumber daya alam, keadaan biofisik wilayah, ekosistem dan keanekaragaman hayati di sekitar wilayah, dan tingkat interaksi masyarakat di sekitar wilayah. Peraturan zonasi (yang cukup spesifik) menjelaskan alih fungsi lahan, wilayah perlindungan hutan, wilayah pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat, dan peraturan bangunan.

Konteks pentingnya zonasi dalam pembangunan untuk kawasan perdesaan tertuang dalam UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dalam undang-undang tersebut dituliskan:

“Pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah memiliki kewenangan dalam: a. perencanaan tata ruang wilayah; b. pemanfaatan ruang wilayah; c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah (salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang adalah peraturan zonasi).”

Dalam implementasi di tingkat desa, zonasi dilakukan sebagai bagian dari pemetaan tata ruang dan tata guna lahan desa yang dilakukan secara partisipatif sesuai arahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 123, yang selanjutnya disebut dengan zonasi desa.

Pasal 123

(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.

(2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas:

a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara partisipatif;

b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-desa secara terpadu;

c. penguatan kapasitas masyarakat;

d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan

e. pembangunan infrastruktur antarperdesaan.

(3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa serta pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh desa di kawasan perdesaan.

Page 14: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

4

Pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk zonasi di perdesaan idealnya dilakukan dengan sistem partisipatif. Dengan sistem yang partisipatif maka dinamika kegiatan di perdesaan dapat tergali secara detail dan membantu menggambarkan keadaan masyarakat desa sesungguhnya. Tujuan akhir dari zonasi tiap desa adalah agar warga desa mampu mengontrol pembangunan desa berdasar prioritas pemanfaatan lahan. Dengan perencanaan zonasi partisipatif, wilayah pertanian dan peternakan lebih terarah sesuai jenis lahan, kontur dan jenis tanaman sesuai pengetahuan warga. Sehingga, dapat membatasi perluasan pertanian dan peternakan dengan membuka lahan hutan atau DAS yang mengganggu ekosistem sekitar.

Menurut Nolon (2007), terdapat dua faktor yang penting dalam proses membuat zonasi. Pertama, dilakukan dengan dialog dengan partisipasi dari masyarakat lokal. Khususnya untuk wilayah sekitar hutan, partisipasi masyarakat lokal sangat penting dilakukan dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan untuk pengelolaan hutan dan sumber daya alam yang efektif (Iman Santoso, 2008; Boisserre, dkk., 2006). Kedua, melakukan konsultasi dengan masyarakat lokal dan melibatkan para pemangku lainnya untuk mendapatkan zonasi yang sesuai dan disetujui bersama. Khususnya di level komunitas lokal, dialog dan konsultasi antara masyarakat, terutama jika didampingi para ahli konservasi dapat menciptakan kesempatan untuk pelaksanaan konservasi yang lebih efektif. Dalam rangka mengakomodasi kegiatan ini, pembentukan tim kerja merupakan langkah prioritas yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan proses pembuatan zonasi. Tim kerja ini perlu komitmen dan kehadiran semua pihak yang mewakili tiap individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terkait sumber daya disekitarnya dan yang menikmati jasa lingkungan atas sumber daya tersebut.

Sebagai langkah awal, dapat dimulai dengan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan lokal, persepsi, pengetahuan, dan sistem-sistem nilai; dan untuk menyarankan para pihak terkait yang lain untuk berbagi tentang wawasan ini (Sheil dkk., 2004). Konsekuensinya adalah penting untuk berbagai macam kegiatan di masa depan. Misalnya kegiatan di kawasan pegunungan perlu didiskusikan dan disetujui lebih dulu oleh masyarakat setempat, bagaimana peraturan pembukaan kebun baru jika berada di luar area yang sudah dizonasikan untuk perkebunan, dan lainnya.

Adanya zonasi yang jelas juga akan membantu rasionalisasi dan pemahaman terkait pemanfaatan lahan dan pengelolaan sumber daya alam khususnya di masyarakat pinggir hutan. Seperti dijelaskan Iman Santoso (2008), pada komunitas yang berada di perbatasan wilayah hutan sering terjadi konflik akibat menyangkut batas hutan dan zonasi hutan. Pada dasarnya, konflik dipicu karena kurangnya penyadartahuan dari pemerintah setempat mengenai batas hutan dan aturannya untuk masyarakat lokal. Karena itu perlu dilakukan review dan masukan masyarakat lokal di sekitar hutan untuk pemutakhiran sistem pengelolaan hutan.

Berikut adalah cuplikan cerita mengenai manfaat yang diperoleh masyarakat Dayak Punan karena adanya kejelasan penataan ruang (zonasi) di Kampung Long Duhung Kalimantan Timur.

Page 15: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

5

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

PENATAAN RUANG SEBAGAI BAHAN NEGOSIASI BENEFIT DENGAN PERUSAHAAN KAYU DI KAMPUNG

LONG DUHUNG, KALIMANTAN TIMURMasyarakat Dayak Punan (Mabnan) baru menetap sejak tahun 2008, setelah lama hidup nomaden di hutan. Untuk kebutuhan hidup, masyarakat bergantung pada ladang berpindah, hasil hutan bukan kayu (HHBK) khususnya dari berburu. Tanpa diketahui masyarakat asli, sejak tahun 80-an wilayah hutan sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi. Wilayah ini dikelola oleh perusahaan logging yang mendapat ijin dari Kementerian Kehutanan di tingkat nasional. Di sisi lain, perusahaan pada umumnya tidak mengetahui keberadaan masyarakat di dalam hutan hingga perusahaan mulai beroperasi.

Di kampung Long Duhung, sejak mulai menetap di tempat sekarang, masyarakat dibantu oleh LSM internasional The Nature Conservation (TNC), melakukan penataan ruang yang mengidentifikasi wilayah rotasi berladang, wilayah rencana perkebunan karet, wilayah sakral dan penting bagi masyarakat untuk mengambil HHBK. Hasil penataan ruang ini menjadi bahan untuk negosiasi yang diajukan kepada konsesi yang aktif di wilayah tersebut. Meskipun desa berada di kawasan operasi aktif konsesi, identifikasi penggunaan lahan ini dihormati dengan beberapa tindak lanjut. Khususnya di wilayah sakral dan wilayah HHBK yang berada di sekitar 1-2 km di sekitar desa, warga mengajukan untuk tidak dilakukan aktifitas logging. Mengizinkan warga memanfaatkan areal rotasi perladangan yang berada di sepanjang jalan logging, termasuk area perkebunan karet. Konsensi kayu turut memberikan benefit dua arah pada warga termasuk beasiswa untuk pelajar, membiayai listrik desa (diesel generator), pekerjaan di perusaan termasuk sebagai pemantau aktifitas logging illegal, dan memberikan “uang debu” sebagai kompensasi atas ketidaknyamanan warga dari lalu lintas truk pengangkut kayu yang melalui desa setiap waktu.

Sumber: Anandi, Cut Augusta Mindry, Ida Aju Pradnja Resosudarmo, Mella Komalasari, Andini Desita Ekaputri, and Dian Yusvita Intarini. 2014. “TNC’s Initiative within the Berau Forest Carbon Program, East Kalimantan, Indonesia.” In REDD+ on the Ground: A Case Book of Subnational Initiatives across the Globe, edited by Erin O Sills, Stibniati S Atmadja, Claudio De Sassi, Amy E Duchelle, Demetrius L Kweka, Ida Aju Pradnja Resosudarmo, and William D Sunderlin, 362–379. Bogor, Indonesia: CIFOR.

1.2. Tujuan Zonasi DesaTujuan zonasi adalah mendorong optimalisasi lahan di desa, meningkatkan kesadartahuan warga untuk mengidentifikasi pemanfaatan lahan di desa. Berangkat dari kesadartahuan ini, warga diajak untuk menentukan prioritas penggunaan lahan dan mengarahkan pengelolaannya dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Zona-zona yang diperuntukkan, diikat dalam ketentuan yang disetujui warga dan dilegalisasi secara hukum untuk mengikat tata cara pengelolaan dan pengendalian jangka panjang.

Tujuan akhir dari zonasi di desa adalah agar warga desa mampu mengontrol pembangunan desa berdasar prioritas pemanfaatan lahan. Dengan perencanaan

Page 16: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

6

zonasi partisipatif, wilayah pertanian dan peternakan lebih terarah sesuai jenis lahan, kontur dan jenis tanaman sesuai pengetahuan warga. Khususnya di desa yang berbatasan dengan hutan dan wilayah kritis perlindungan konservasi biodiversitas, zonasi dapat membatasi perluasan pertanian dan peternakan dengan membuka lahan hutan atau DAS yang berpotensi mengganggu ekosistem sekitar. Keluaran dari zonasi desa adalah dokumen dalam bentuk peta beserta ketentuan pengelolaan dan pengendaliannya.

1.3. Prinsip Pembuatan Zonasi Dalam pemanfaatan lahan di desa, banyak pihak yang memiliki kepentingan dan keinginan yang berbeda-beda. Tim penyusun RPJM Desa dan pendamping desa harus membangun kesepahaman bersama antara pemerintah desa dan masyarakat mengenai tujuan dilakukannya zonasi. Pihak-pihak yang berkaitan seperti pemuda, tetua dan perempuan juga perlu dimintakan pendapat dan tanggapannya. Pembuatan zonasi desa harus memenuhi prinsip-prinsip berikut ini.

Partisipatif

• Mengajak dan melibatkan berbagai pihak untuk mendengar dan mempertimbangkan kepentingan pihak lain dalam pengambilan keputusan bersama dalam membangun desa. Warga dan para wakilnya terlibat secara aktif dalam merencanakan masa depan mereka.

• Mengajak berbagai pihak untuk dapat menunjukkan peran, kontribusi dan tanggungjawabnya secara jelas dan gamblang (transparan) untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman.

Keterbukaan

• Menjunjung tinggi keterbukaan terhadap pembaruan dan inovasi-inovasi demi kemajuan bersama.

• Membangun kepercayaan antar anggota masyarakat.

Keterpaduan

• Mengintegrasikan pengelolaan zonasi tata guna lahan desa dengan aturan-aturan formal dan kearifan lokal yang berlaku.

Keberlanjutan

• Melalui zonasi/tata guna lahan desa diharapkan terjadi peningkatan kualitas sumber daya alam dan kualitas hidup masyarakat desa secara berkesinambungan.

• Perlindungan Kepentingan Umum.

• Memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dan ruang hidupnya.

Page 17: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

7

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N1.4. Prinsip Pembuatan ZonasiSebelum membuat zonasi desa, perlu dilakukan delineasi zonasi. Delineasi zonasi merupakan penggambaran hal penting dengan garis dan lambang pada peta (sketsa desa). Adapun langkah membuat delineasi zonasi sebagai berikut.

a) Membentuk Tim Pelaksana Zonasi Desa

Zonasi desa dapat dilaksanakan oleh tim penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa dapat memilih anggotanya yang mempunyai keahlian teknis GIS untuk membuat peta zonasi. Bila tidak ada, maka Kepala Desa dapat melakukan zonasi bersama tim penyusun RPJM desa dan pendamping desa dengan sketsa kasar dari RBI atau citra satelit yang ada.

b) Dialog Dengan Komunitas Desa

Dialog dengan seluruh warga desa adalah penting dalam tahap awal proses membuat zonasi. Warga desa harus paham tujuan akhir dalam merancang zonasi untuk memberikan rasa kepemilikan bersama atas aturan yang akan dibuat terkait pengelolaan, pemanfaatan dan pembagian lahan. Tim penyusun RPJM Desa dan/atau pendamping desa bersama warga membuat delineasi zonasi wilayah berdasar prioritas yang disetujui oleh semua pihak, dibuat di atas peta desa baru.

Zonasi dibuat untuk alokasi pemanfaatan lahan jangka panjang sesuai dengan kepentingan yang terkait keberlangsungan mata pencaharian, kesejahteraan, dan perlindungan biodiversitas. Pada kegiatan membuat zonasi, diperkirakan akan melalui proses rasionalisasi, dimana warga akan berdiskusi mengenai besaran wilayah yang disetujui. Misalnya, jika warga sudah menentukan prioritas wilayah, tetapi mereka belum menyadari cakupan besaran wilayahnya. Pada tahap ini, kelompok dengan kepentingan berbeda akan mengemukakan cakupan wilayah yang berbeda. Maka rasionalisasi adalah cakupan wilayah baru yang disetujui oleh warga sesuai dengan pemanfaatan ke depannya. Pemandu sebaiknya tidak mengarahkan tetapi memperhatikan hingga warga mendapat konsensus sendiri.

Beberapa tahapan yang dapat menjadi acuan dalam proses ini adalah:

1. Dari hasil penyampaian tiap kelompok, pemandu membuat daftar wilayah berdasar tingkat kepentingan dari masing-masing kelompok.

2. Pemandu mengobservasi dan menunggu hingga warga mencapai konsensus wilayah yang menjadi prioritas tertinggi hingga terendah yang mewakili masing-masing kelompok.

3. Selanjutnya, pemandu mempersilahkan setiap kelompok untuk mempresentasikan analisis masing-masing, sementara peserta lainnya memberikan tanggapan atau pertanyaan. Pemandu juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu agar penjelasan dari setiap kelompok lebih kuat dan lengkap.

4. Dalam proses membuat zonasi, pemandu menampilkan peta dasar desa yang sudah dibuat sebelumnya.

5. Pemandu bersama warga desa membuat delineasi wilayah berdasar skala prioritas yang disetujui (lihat bagian penelusuran wilayah dalam buku keempat).

Page 18: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

8

6. Sesuai dengan skala prioritas yang disetujui bersama, tiap zonasi dibuat aturan-aturan yang sesuai dengan kaidah lokal, dan sesuai dengan peraturan di tingkat kabupaten mengenai penggunaan lahan dan pengelolaan SDA.

c) Komunikasi Dengan Pemangku Kepentingan

Pada zonasi atau alokasi wilayah yang disetujui, desa akan mengundang pihak yang berkepentingan dengan lahan di desa dan sekitar desa. Pihak ini termasuk perwakilan desa tetangga, camat, perwakilan KPH, perusahaan konsesi yang aktif dan jika ada pengelola kawasan konservasi. Pada proses ini memberikan keleluasaan baik pada desa bersangkutan untuk mengetahui status pengelolaan lahan secara legal (de jure), juga pada pemangku kepentingan lain terutama KPH untuk merasionalisasikan batas hutan dan pengelolaan wilayahnya. Melalui komunikasi ini, zonasi yang dimiliki desa dapat dimanfaatkan untuk : i) memberi bantuan teknis pada masyarakat dalam mengelola lahan dan sumber daya di wilayah hutan, ii) membantu masyarakat untuk membangun hubungan dengan pihak lain dalam mengelola sumber daya hutan dan lahan masyarakat.

1.5. Waktu dan Bahan yang DibutuhkanWaktu yang dibutuhkan untuk membuat delineasi zonasi secara total adalah 12 jam yang dapat dibagi menjadi beberapa kali pertemuan. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah peta dasar desa (lihat pada buku keempat membuat peta dasar) dengan identifikasi lahan, kertas plano, peta dasar dengan topografi (jika ada), peta dengan citra satelit (jika ada) dan spidol berwarna.

Page 19: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

9

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N1.6. Ketentuan Umum1. Ketika kegiatan penyusunan ataupun review RPJM Desa dilakukan pada

periode waktu yang sama, maka sebaiknya kegiatan zonasi/tata guna lahan desa didahulukan sehingga pada waktu penyusunan/review RPJM Desa telah memiliki dasar perencanaan awal.

2. Desa hanya memiliki kewenangan dalam menetapkan nama, luas, fungsi dan peruntukan tiap-tiap zona di kawasan yang berstatus APL (Areal Penggunaan Lain).

3. Di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan status dan fungsinya oleh pemerintah, baik Hutan Lindung, Kawasan Konservasi maupun Hutan Produksi, maka penetapan zonasi/blok dilakukan oleh Pengelola Kawasan. Kewenangan desa hanya untuk melakukan zonasi di wilayah enclave. Seperti contoh di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, beberapa komunitas Dayak tinggal di dalam kawasan hutan yang dikelola konsesi kayu. Keberadaan komunitas tinggal dan berpindah di dalam hutan sudah berlangsung sebelum izin konsesi diberikan pada perusahaan swasta pada tahun 80-an. Sejak awal tahun 2000, pemerintah setempat mulai melakukan resettlement komunitas untuk tinggal di kampung yang permanen. Pada tahun 2014 dikeluarkan keputusan Menteri Kehutanan nomor 718/Menhut II/2014 Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang mengeluarkan kampung dalam kawasan hutan dalam enclave sekitar 1 Km sekitar permukiman dari status kawasan hutan.

4. Hingga saat ini pedoman penyusunan zonasi/tata guna lahan desa dalam bentuk Juklak atau Juknis sebagai turunan dari PP Nomor 43 tahun 2014 belum ada.

5. Penentuan nama, luas, fungsi dan peruntukan dalam setiap zonasi desa berdasarkan pada kondisi existing/real di lapangan dan perencanaan partisipatif yang mengacu pada RTRW kabupaten dan RPJM Kabupaten.

6. Peta zonasi merupakan pengembangan dari peta sketsa desa (lihat buku 4). Peta ini dapat digunakan untuk mendukung proses penyusunan/ review RPJM Desa dan dilampirkan dalam dokumennya.

7. Untuk desa yang belum memiliki kesepakatan batas wilayah dengan desa tetangga, maka batas wilayah administrasi desa tersebut yang terdapat dalam dokumen peta zonasi bukan merupakan batas definitif namun dapat menjadi dasar/acuan untuk penentuan batas definitif, sehingga harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan desa tetangga.

Page 20: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

10

BAB 2 TAHAPAN PEMBUATAN ZONASI DESA

1. PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA DASAR

2. SOSIALISASI RENCANA KEGIATAN DAN PEMBUATAN PETA SKETSA DESA

3. PENGECEKAN LAPANGAN

4. PENCOCOKAN HASIL DAN PENENTUAN ZONASI

5. SOSIALISASI DRAFT ZONASI TATA GUNA LAHAN DESA

7. TINDAK LANJUT KEGIATAN

6. FINALISASI DAN PENETAPAN DRAFT ZONASI

Page 21: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

11

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N2.1. Pengumpulan dan Analisis Data Dasar

Proses pengumpulan data dasar dilakukan sebagai persiapan kegiatan zonasi. Proses pengumpulan data diprioritaskan dengan data wajib dan data pendukung. Kedua prioritas ini dilakukan menyesuaikan dengan keahlian dalam pemetaan (tenaga GIS) dan ketersediaan data di lapangan. Pengumpulan dan analisis data dasar bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal tentang bentang alam desa. Hasilnya diharapkan mendapatkan gambaran awal tentang bentang alam desa.

2.1.1. Pelaksana Kegiatan

Pelaksana kegiatan ini adalah tim penyusun RPJM Desa bersama-sama dengan staf dari SKPD khususnya yang membidangi tata ruang untuk melatih tim penyusun RPJM Desa dalam hal dasar-dasar pemetaan (GIS dasar, membaca peta), dan juga melibatkan staf SKPD yang membidangi pembinaan masyarakat.

2.1.2. Data

Kegiatan ini membutuhkan beberapa data dalam rangka mempersiapkan pembuatan peta yang dikatagorikan dalam dua jenis data: data wajib dan data pendukung. Adapun penjelasan masing-masing sebagai berikut.

Data Wajib Data wajib adalah data yang harus dimiliki untuk memulai proses zonasi untuk visualisasi keadaan desa dan lingkungan sekitarnya. Dari sisi ketersediaan, data wajib dapat diperoleh di kantor BAPPEDA tingkat kabupaten, atau diunduh secara online. Dari sisi keahlian, pendamping desa/tim penyusun RPJM Desa dengan kemampuan pemetaan yang terbatas dapat diberikan pelatihan tingkat dasar dengan kebutuhan teknis menggunakan GIS yang minimal. Data wajib yang dimaksud yaitu:

i. Citra satelit dengan resolusi minimal 1:10.000 dengan rentang waktu minimal 3 tahun terakhir.

ii. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) minimal skala 1:50.000.

Data Pendukung Data pendukung adalah data yang dapat mendukung analisa wilayah desa dengan lebih terperinci. Langkah berikutnya adalah menggabungkan dan mengolah data wajib dan data pendukung agar menghasilkan analisa yang dibutuhkan di tingkat desa. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga ahli GIS.

Musyawarah dusun tema sketsa dusun, di Desa Kuta Ujung, Kec Darul Hasanah, Kab Aceh Tenggara. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 22: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

12

Tantangan yang biasanya dihadapi adalah terbatasnya ketersediaan data, karena tidak semua dinas di tingkat kabupaten memiliki data-data seperti yang disebutkan di bawah ini. Begitupun, data di bawah ini adalah data yang tidak wajib dimiliki dalam melakukan proses zonasi di desa dan kegiatan bisa dilakukan tanpa menggunakan data tersebut. Data pendukung yang dimaksud sebagai berikut.

i. Data spasial (shp) RTRWK dan data terkait tata ruang

ii. Data spasial (shp) RBI minimal skala 1:50.000

iii. Data spasial (shp) Daerah Aliran Sungai (dari BPDAS)

iv. Data spasial (shp) Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial (PIAPS)

v. Data spasial (shp) status hutan dan kawasan

2.1.3. Cara Mendapatkan Data Spasial Secara Sederhana

Ketersediaan data spasial yang mendukung proses kegiatan zonasi desa. Adakalanya, data spasial tidak familiar di tingkat desa baik oleh pendamping desa terutama masyarakat awam. Karena itu panduan ini memberikan alternatif perolehan data yang dapat menjadi rujukan pembuatan zonasi. Perlu diketahui, data spasial yang diperoleh hanya dapat menjadi rujukan dan tidak bisa menjadi patokan final terkait keruangan.

Citra satelit 1) Pada komputer desktop atau laptop, pendamping desa dapat mengunjungi website https://earth.google.com/web/. Kemudian pada bagian pencarian, ketik nama desa yang ingin dipetakan. Pada contoh di bawah, dilakukan pencarian desa Buntoi, Kecamatan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Citra Satelit Desa Buntoi Kecamatan Pulang Pisau Kalimantan Tengah (Simulasi). Dokumentasi: USAID LESTARI.

2) Pendamping desa juga dapat mengunduh google earth melalui website: https://www.google.com/earth/desktop/. Setelah diunduh, dan di-install silahkan dijalankan aplikasi tersebut. Dan ketik nama desa yang dituju di bagian pencarian. Kemudian print peta yang dibutuhkan untuk visualisasi wilayah dalam proses zonasi.

Page 23: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

13

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Data Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 Data RBI tidak menampilkan informasi terbaru desa misalnya tutupan wilayah, perumahan, dan visualisasi seperti yang diberikan citra satelit. Peta atau data RBI memberikan informasi yang cukup baik terkait kontur atau ketinggian dan kerendahan suatu wilayah serta gambaran titik desa terdekat. Informasi tersebut cukup berguna untuk mengenali keadaan ruang suatu daerah yang dapat mengarahkan fungsi pemanfaatan lahan saat ini dan masa depan. Topografi atau ketinggian, kerendahan suatu wilayah tidak berubah untuk waktu yang lama.

Peta RBI juga bukan peta yang secara umum dapat diakses publik. Desa dapat mengajukan permohonan pada kantor pemerintahan terkait seperti BAPPEDA (Badan Perencanaan Daerah), PU (pekerjaan umum) untuk mencetak peta RBI dengan indeks peta yang merujuk untuk desa, jika tersedia.

Untuk melihat indeks, dapat merujuk pada website: http://www.bakosurtanal.go.id/peta-rupabumi/

Untuk memetakan peta RBI dapat dilakukan pada website: http://tanahair.indonesia.go.id/home/webmap/viewer.html?useExisting=1

Pencarian Lokasi di Google Earth (Simulasi). Dokumentasi: USAID LESTARI.

Contoh Peta RBI Wilayah Jayapura, Papua Melalui Website. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 24: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

14

Sedangkan untuk meng-akses data spasial (shp) RBI skala 1:250.000 dapat diunduh pada: http://tanahair.indonesia.go.id/home/.

2.1.4. Waktu dan Bahan yang Dibutuhkan

Waktu pelaksanaan pengumpulan dan analisis data dasar membutuhkan waktu selama lebih kurang 3 hari kerja. Bahan yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan ini yaitu komputer/laptop, peta tercetak (untuk citra satelit dan peta RBI), dan sofware GIS (jika tersedia).

2.2. Sosialisasi Rencana Kegiatan dan Pembuatan Peta Zonasi Desa

2.2.1. Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan pada awal kegiatan RPJM Desa dengan mengundang warga desa. Bagi desa yang belum pernah membuat peta sketsa desa (seperti yang diarahkan pada Seri Buku Keempat) dalam perencanaan pembangunan desa, maka sosialisasi kegiatan penting untuk penyadartahuan masyarakat desa atas proses yang akan dilakukan. Tujuan sosialisasi ini agar masyarakat diarahkan terbuka terhadap informasi, dan dapat memanfaatkan peta untuk optimalisasi penggunaan lahan di desa, merencanakan fungsi, dan peruntukan dan pengendalian lahan secara partisipatif. Setelah penjelasan awal mengenai tujuan pembuatan sketsa desa dan zonasi, warga dibagi menjadi beberapa kelompok, termasuk kelompok khusus perempuan.

Paulus Yamiro Kepala Suku di Kampung Nayaro, Papua, menunjukkan salah satu lokasi tempat pamali pada peta citra. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 25: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

15

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Dokumentasi: USAID LESTARI.

Kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa pendapat masyarakat terkait potensi, kondisi lingkungan, permasalahan dan potensi ancaman desa yang dituangkan dalam peta dapat membantu mengarahkan pada pembangunan desa yang berkelanjutan. Selain itu dijelaskan pula bahwa keterlibatan warga cukup penting pada proses pembuatan peta tata guna lahan desa. Berdasarkan hal itu maka tujuan kegiatan sosialisasi dapat dirumuskan berikut ini.

1. Memberikan pemahaman tentang manfaat perencanaan desa dengan menggunakan peta kepada masyarakat.

2. Memberikan pemahaman tentang pentingnya keterbukaan dan musyawarah masyarakat dalam membuat peta rencana pemanfaaatan tata guna lahan desa.

3. Mendapat informasi tentang potensi sumber daya alam, ancaman dan isu lingkungan strategis yang sedang berkembang di desa.

4. Menentukan tim pembuatan peta tata guna lahan desa.

5. Mendapat masukan prioritas pemanfaatan lahan di desa sebagai bahan pertimbangan untuk zonasi.

Tujuan sosialisasi ini perlu didiskusikan di antara tim penyusun RPJM Desa, pendamping desa dan Kepala Desa agar terjadi keselarasan pemahaman dan saling membantu untuk memberi pemahaman kepada warga desa. Keluaran yang diharapkan terjadi dalam proses sosialisasi yaitu (1) masyarakat memahami peta tata guna lahan desa dan proses pembuatannya, (2) Masyarakat sepakat membuat peta tata guna lahan desa, dan (3) Tim penyusun peta tata guna lahan desa terbentuk.

Page 26: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

16

Sebagai catatan, sebaiknya proses musyawarah awal pemetaan tata guna lahan dan zonasi tidak terpisah. Sebaiknya zonasi-zonasi standar yang menjadi rujukan (zona perlindungan, dll.) sebaiknya mengikuti praktik adat atau lokal dan berdasar prioritas warga bukan sebaliknya. Misalnya, pada adat kemukiman di Aceh yang diperkuat dengan Qanun 10 tahun 2008 mengenai Kelembagaan Adat. Pada sistem kemukiman ini, sudah dikenal pembagian zona yang diatur oleh Petua Seunebok, yang terbagi pada wilayah kebun (pada umumnya kebun campur) yang terpusat di wilayah dekat hutan, wilayah sawah (pada umumnya di dataran lebih rendah dekat pemukiman dan pusat desa), dan wilayah hutan (pada umumnya untuk mencari kebutuhan dari hutan baik kayu dan non-kayu). Kemudian beberapa musyawarah kembali dilakukan ketika draft peta zonasi sudah dibuat dan untuk validasi akhir.

2.2.2. Pembuatan Peta Sketsa Pemanfaatan Lahan Desa

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari proses sosialisasi. Tim penyusun RPJM Desa mengajak seluruh komponen desa yang hadir untuk membuat peta sketsa ini. Persiapan pembuatan peta sudah dilakukan sebelum kegiatan sosialisasi dan pembuatan peta sketsa desa dilaksanakan. Adapun langkah-langkah persiapan sebagai berikut:

• Koordinasi dengan kepala desa,

• Penentuan siapa yang akan terlibat dalam kegiatan;

• Penyiapan undangan;

• Penentuan tempat dan waktu pelaksanaan;

• Penentuan teknis kegiatan/tertib acara;

• Penyiapan konsumsi, bahan (alat), dll.

Sebaiknya tim penyusun RPJM Desa membuat rencana kerja yang kemudian didiskusikan dengan pendamping desa dan Kepala Desa. Kemudian, tim penyusun membuat agenda acara dan membicarakannya dengan pendamping desa dan Kepala Desa. Agenda acara, berdasarkan pengalaman lapangan proyek LESTARI sebagai berikut :

AGENDA ACARASOSIALiSASI DAN PEMBUATAN PETA SKETSA DESA

a) Pembukaan oleh Kepala Desa Kepala Desa menekankan perlunya pembuatan peta

b) Pemaparan oleh fasilitator (tim penyusun dan/atau pendamping desa) Memaparkan maksud, tujuan dan manfaat pembuatan peta desa bagi warga

c) Diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok ini tim penyusun mengajukan pertanyaan kunci antara lain:

• Dimana wilayah prioritas bertani, kuburan, adat, wilayah hutan untuk ambil HHBK dan kayu

Page 27: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

17

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Peserta Kegiatan ini melibatkan peserta antara lain :

1. Kepala desa

2. Sekretaris desa

3. Para Kepala Dusun/RT

4. Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

5. Ketua lembaga pemberdayaan masyarakat

6. Perwakilan pemuda

7. Perwakilan perempuan

8. Perwakilan kaum marjinal

9. Perwakilan kelompok ekonomi

10. Tokoh adat

11. Tokoh agama

12. Tokoh masyarakat

13. Tokoh pendidikan

14. Perwakilan desa tetangga

• Apa implikasi atau dampak jangka panjang zonasi atau pembagian ruang terhadap mata pencaharian dan kehidupan warga desa

• Mengajak warga menganalisa nilai ekonomi dan nilai lingkungan yang akan diperoleh pada tiap penggunaan lahan, sesuai dengan zona/pembagian ruang yang diajukan.

• Menggunakan cara ranking dan scoring lahan dan sumber daya desa terpenting untuk pertimbangan zonasi

d) Perumusan kesepakatan tentang: (1) pelaksanaan pembuatan peta tata guna lahan desa bersama masyarakat; (2) Pembentukan/penunjukan tim pelaksana kegiatan (Tim RPJM Desa).

e) Penutup

Tenaga Ahli Pembuatan Peta Pembuatan peta zonasi idealnya dilakukan oleh seorang ahli pemetaan. Namun, bila desa tidak mempunyai tim penyusun yang mempunyai keahlian tersebut, maka Kepala Desa dapat mencari tenaga teknis GIS. Selain itu terdapat juga tenaga ahli pembuatan peta berasal dari staf SKPD yang membidangi tata ruang dan pembinaan masyarakat. Menggunakan penalaran keruangan menggunakan peta tercetak RBI atau citra satelit, zonasi juga dapat dilakukan tim yang tidak memiliki tenaga GIS. Foto di bawah menggambarkan proses zonasi bersama warga yang menggunakan peta citra satelit skala 1:5000 yang digabungkan dan memberikan penandaan sesuai dengan informasi dari masyarakat.

Page 28: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

18

Citra satelit 1:5000 yang digabungkan untuk gampong Babah Lueng, Aceh Barat Daya, Aceh. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Proses identifikasi lahan oleh masyarakat dengan memberi nama lokal di peta. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 29: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

19

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Diskusi dengan warga untuk identifikasi wilayah. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Diskusi dengan warga untuk penamaan wilayah. Dokumentasi: USAID LESTARI.

2.3. Pengecekan LapanganPengecekan lapangan adalah observasi langsung di lapangan yang dilakukan untuk verifikasi keakuratan interpretasi informasi tata ruang di peta atau informasi verbal yang diperoleh dari masyarakat. Dalam proses pemetaan penelusuran

Page 30: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

20

wilayah dilakukan dengan dua cara. Pertama, pemantauan langsung secara kasat mata, dan mencatat perbedaan atau kesamaan antara informasi interpretasi dan keadaan di lapangan. Kedua, merekam dengan data yang dapat dikalibrasi secara matematis. Untuk proses kedua perlu menggunakan alat spesifik, global position system (GPS), untuk menandai tiap wilayah penting dengan data spasial.

Kegiatan pengecekan lapangan bertujuan untuk melakukan pengambilan titik koordinat lokasi penting di desa dan wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam (sumber air, mata air, irigasi, areal dan jenis tanaman perkebunan, pertanian, wilayah sakral, wilayah berburu), fasilitas umum, objek wisata alam, dan lain-lainl. Selain itu pengecekan lapangan juga bertujuan untuk pengambilan track jalan dan perkiraan batas desa.

Hasil akhir yang diharapkan dalam proses pengecekan lapangan adalah diperolehnya titik koordinat lokasi yang memiliki potensi sumber daya alam, fasilitas umum, objek wisata alam, budaya,dan sejarah, dan lain-lain. Selain itu diperoleh juga track jalan dan batas desa. Penggabungan antara titik koordinat potensi sumber daya alam dan lain-lain, dengan track jalan dan batas desa menghasilkan draft peta sketsa karakteristik desa.

2.3.1. Tim Kerja

Dalam rangka kerja pengecekan lapangan, tim penyusun dan tenaga teknis GIS perlu mengajak keterlibatan komponen pemerintahan desa. Komponen pemerintahan desa diangggap lebih mengetahui seluk beluk sumber daya alam maupun sumber daya lainnya di desa (sosial, ekonomi, dan lain sebagainya).

Pengecekan lapangan menggunakan GPS. Kampung Ohotya Kabupaten Asmat, Papua. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 31: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

21

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

NKomponen pemerintah yang dilibatkan antara lain perangkat desa, kaur/kasi perencanaan, Kepala Dusun/RT, dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Mintalah juga pemuda/pemudi terpilih untuk membantu melakukan penelusuran wilayah.

2.3.2. Langkah-Langkah Melakukan Pengecekan Lapangan

Dalam melaksanakan pengecekan lapangan perlu dipertimbangkan bahwa tim telah melakukan pengecekan status APL di sekitar desa yang aktif digunakan warga desa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, wilayah kewenangan desa adalah yang berada di kawasan status APL. Pengecekan lapangan dapat dilanjutkan ke wilayah hutan, jika memang terdapat kegiatan warga seperti kebun, ladang berpindah, wilayah berburu, dan wilayah sakral. Beberapa panduan mendasar untuk melakukan pengecekan lapangan:

1. Sebelum berangkat ke lapangan lakukan briefing/pembekalan singkat dengan anggota tim yang telah dibentuk/ditunjuk. Terangkan maksud dan tujuan melakukan pengecekan lapangan, diskusikan lokasii/titik yang akan dituju dengan memperlihatkan peta RBI atau peta citra satelit.

2. Perkenalkan alat-alat navigasi (seperti GPS, Kompas, Peta) dan perlihatkan cara singkat penggunaannya. Jika alat GPS tidak dimiliki, fungsinya dapat diperoleh menggunakan smart phone. Pada smart phone yang memiliki fungsi foto, dapat diaktifkan geotag (location tags) pada bagian pengaturan (setting) kamera. Pada foto yang diambil, secara otomatis akan merekam titik koordinat yang dapat digunakan untuk data pendukung pengecekan lapangan menggunakan software GIS.

3. Selama dalam perjalanan menuju suatu lokasi catat dan ambil titik kordinat temuan-temuan yang dianggap penting dan berguna untuk data kondisi, fungsi dan peruntukan zonasi, seperti :

a) Tanah longsor, erosi dan pendangkalan sungai, irigasi, sungai, alur sungai, lahan kritis, mata air dan sumber air lainnya;

b) Kondisi areal perkebunan, pertanian, sawah, perumahan;

c) Jenis-jenis hasil hutan bukan kayu, buah atau bagian lain tumbuhan yang bernilai ekonomi tinggi yang terdapat di dalam hutan;

d) Jejak, sarang, cakaran atau tanda tanda keberadaan satwa liar lainnya.

4. Jika tidak memiliki tenaga GIS dan alat untuk pemetaan, pengecekan lapangan dapat dilakukan dengan membawa peta yang ada dan menjangkau wilayah yang dapat dikunjungi untuk menyesuaikan keadaan di lapangan saat ini dan di peta. Berikan informasi perubahan pada peta yang ada.

5. Diskusikan tentang potensi/sumber daya, isu lingkungan strategis dan ancaman yang ada di wilayah desa mereka. Sepakati bersama peserta/tim tentang :

a) Potensi/sumber daya penting yang akan dicantumkan ke dalam peta dan perlu didiskusikan lebih lanjut.

b) Potensi dan permasalahan yang ditemukan selama di lapangan dikelompokkan berdasarkan jenis sumber daya dan lokasi, seperti areal persawahan, perkebunan tanaman tua, pertanian palawija,

Page 32: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

22

perkebunan homogen/tanaman sejenis, hutan primer, hutan sekunder, lahan kritis, sungai, mata air, dll.

6. Kemudian lengkapi informasi detail mengenai kondisi jalan, sungai, batas desa/ dusun, status kawasan, dan lain-lain.

7. Setelah kegiatan penelusuran wilayah selesai dilaksanakan, buat pertemuan dengan tim untuk merangkum dan membahas hasil temuan serta tindak lanjutnya.

8. Mintalah tim membuat peta sederhana (peta sketsa) di atas kertas plano untuk menggambarkan dan menjelaskan kondisi kawasan yang telah dikunjungi/ditelusuri dan beri warna berbeda untuk masing-masing titik lokasi yang dikunjungi.

9. Lengkapi peta sketsa dengan gambar detil tentang hal-hal khusus seperti;

a) Lahan kritis, hutan, ancaman kawasan, hasil hutan bukan kayu, kawasan wisata alam, situs sejarah dan budaya, jenis tanaman perkebunan yang dominan pada suatu lokasi, mata air, sumber air, dan lain-lain;

b) Potensi dan kondisi sumber daya alam yang ditemukan selama kegiatan penelusuran wilayah dikelompokkan berdasarkan fungsi dan peruntukannya untuk memudahkan rencana pengelolaan lahan atau tata guna lahan di desa.

10. Cantumkan di sudut peta simbol dan keterangan yang telah disepakati.

11. Pastikan bahwa di dalam gambar sketsa tidak ada yang terlewat.

12. Setelah peta selesai dibuat diskusikan:

a) Bagaimana kondisi kawasan yang mereka identifikasi?

b) Apa yang menyebabkan kondisi kawasan seperti tersebut?

c) Apakah ada hubungan sebab akibat antara kondisi kawasan hutan dengan kegiatan/ aktifitas masyarakat

2.3.3. Waktu dan Bahan

Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan langkah 1 sampai dengan 12 lebih kurang 3 hari. Lamanya waktu pengecekan lapangan harus mempertimbangkan luas wilayah, kondisi lapangan dan potensi serta ancaman di suatu desa.

Bahan yang dibutuhkan dalam proses ini antara lain GPS, peta, kompas (penunjuk arah), kamera, parang, perlengkapan menginap (jika dibutuhkan), dan tallysheet data/notes dan ATK.

2.4. Pencocokan Hasil dan Penentuan ZonasiPencocokan hasil dilakukan untuk verifikasi data yang diperoleh di lapangan dan data yang diberikan warga masyarakat pada sosialisasi. Berdasar peta yang sudah diverifikasi bersama, secara partisipatif peserta diarahkan untuk membangun pola pikir mengenai pengelolaan sumber daya alam di desa berdasarkan kearifan lokal. Proses yang dilakukan lebih bersifat teknis, dimana tenaga teknis GIS diperlukan

Page 33: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

23

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

Nuntuk memetakan data GPS yang di-overlay di atas peta RBI atau citra satelit dan data pendukung (jika ada). Peta yang dihasilkan, ditampilkan pada pertemuan yang dihadiri warga desa untuk memberikan saran dan pendapat. Pada pencocokan hasil ini warga diarahkan untuk menganalisa ulang wilayah dan lahan prioritas yang sebelumnya dibuat (pada sosialisasi) dan membuat prioritas final untuk arahan zonasi atau pembagian peruntukan pemanfaatan lahan desa. Pada tiap lahan prioritas dan arahan zonasi yang di ajukan, peserta dapat menyepakati fungsi dan peruntukan serta ketentuan pembuatan zonasi tata guna lahan desa.

Dalam mengarahkan masyarakat dalam membuat prioritas pemanfaatan lahan dan zonasi, beberapa tabel dapat digunakan untuk menangkap aspirasi. Lihat Lampiran 3. Tabel Ajuan Zonasi.

Tujuan dari kegiatan penentuan zonasi ada 3 hal. Pertama, menyelaraskan data spasial dan peta penelusuran wilayah dengan informasi dari partisipasi masyarakat. Kedua, mendapatkan kesepahaman bersama tentang kondisi desa yang sebenarnya. Ketiga, warga mempunyai kesepahaman tentang peruntukan ruang (zonasi). Hasil yang diharapkan pada kegiatan ini adalah peta desa yang akuran, dan pembagian ruang (zonasi) untuk pemanfaatan lahan di desa.

Di bawah ini cuplikan mengenai skenario zonasi di Hulu DAS Konto, Malang, Indonesia.

Grund Chek batas dengan hutan-Kec Darul Hasanah. Dokumentasi: USAID LESTARI.

Page 34: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

24

MEMBUAT SKENARIO ZONASI DI HULU DAS KONTO, MALANG, INDONESIA

Lusiana dkk., pada tahun 2012 melakukan zonasi untuk pemanfaatan lahan di desa pilot di sekitar DAS Konto. Pada akhir proses, Lusiana dkk. menggunakan bantuan software FALLOW untuk menjalankan model skenario timbal balik yang diajukan antara prioritas kelestarian alam dan peningkatan ekonomi masyarakat desa. Namun untuk modul ini konsep zonasi yang dilakukan dapat menjadi referensi di desa.

Model yang digunakan menangkap aturan untuk zonasi lahan yang merefleksikan keadaan biofisik desa, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan sumber makanan untuk ternak, ketersediaan lahan untuk berkebun dan dampak ekonomi di seluruh wilayah desa. Dengan tujuan untuk membantu petani mendapat pilihan berkebun di suatu lokasi dengan keuntungan terbaik di sisi tenaga kerja dan investasi lahannya. Skenario yang dibuat berdasar wawancara petani, data seconder (peta penggunaan lahan dari KLHK, data vegetasi dan karbon), survei rumah tangga mengenai penggunaan lahan dan pilihan mata pencaharian dari kebun kopi, cacao, peternakan (sapi, kambing, kerbau), pertanian intensif dan non-intensif. Dari data-data tersebut dibuat lima skenario:

1. Wilayah seperti adanya yang berlaku di hulu DAS Konto saat ini.

2. Akses perkebunan agroforestry berdasar aspirasi petani di dekat wilayah hutan untuk menanam kopi atau kakao di antara wilayah penanaman pohon untuk produksi kayu (land sharing).

3. Wilayah yang dilarang untuk mengambil makanan ternak sebagai wilayah khusus untuk konservasi (land sparing).

4. Wilayah yang dilarang untuk menanam makanan ternak (rerumputan) sejenis (monoculture). Situasi hipotesis untuk menggambarkan intensifikasi tumbuhan rerumputan untuk ketersediaan makanan ternak di sekitar desa.

5. Wilayah bebas (open access). Skenario yang dibuat untuk melihat dampak jika tidak ada larangan dalam membuka lahan baru.

Pada scenario 1,2,3, 5, penanaman rerumputan dengan monoculture (sejenis) dibolehkan di wilayah non-konservasi yaitu zona perkebunan. Dari hasil analisis setiap skenario bersama masyarakat, kemungkinan terbaik untuk petani dalam hal kesejahteraan dari peningkatan produksi pertanian adalah memberikan zona khusus untuk koservasi hutan yang mengijinkan masyarakat mengambil sumber daya hutan bukan kayu (HHBK) untuk rumah tangga dan tidak untuk dijual. Fungsi zona ini selain dapat memberikan masukan ekonomi pada rumah tangga juga dapat menjadi penyangga yang dapat menghindari pembalakan liar dan perambahan hutan.

Page 35: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

25

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N2.4.1. Langkah Kerja

Tenaga ahli GIS sebagai fasilitator zonasi desa dapat menggunakan langkah-langkah di bawah ini agar tujuan dan hasil yang diharapkan dapat tercapai.

Langkah Persiapan:

1. Koordinasi dengan Kepala Desa dan tim penyusunan RPJM Desa tentang:

• Penyiapan dan pengiriman undangan;

• Penyiapan konsumsi kegiatan, dll;

• Pencetakan peta pada kertas A0 atau A1 yang ditutupi plastik.

2. Koordinasi dan persiapan untuk musyawarah tentang hasil pencocokan peta dengan hasil pengecekan lapangan.

3. Melakukan pertemuan/diskusi membahas ;

• Pencocokan hasil tutupan lahan dengan pengecekan lapangan;

• Penyesuaian isi peta kalau ada perubahan, berdasarkan saran dan masukan dari peserta;

• Mengajukan pembagian ruang desa atau zonasi berdasar daftar prioritas pemanfaatan lahan/ruang desa;

• Menyepakati aturan ketentuan pemanfaatan ruang/lahan di tiap zonasi yang diajukan; dan

• Menerjemahkan isi peta kedalam tulisan.

2.4.2. Peserta Musyawarah Pencocokan Hasil

Peserta pencocokan hasil dan penentuan zonasi setidaknya melibatkan komponen desa sebagai berikut:

1. Kepala desa

2. Sekretaris desa

3. Para Kepala Dusun/RT

4. Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

5. Ketua lembaga pemberdayaan masyarakat

6. Perwakilan pemuda

7. Perwakilan perempuan

8. Perwakilan kaum marjinal

9. Perwakilan kelompok ekonomi

10. Perwakilan kelompok pemerhati lingkungan

11. Forum Multi Pihak/MSF

12. Tokoh adat

13. Tokoh agama

14. Tokoh masyarakat

Page 36: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

26

15. Tokoh pendidikan

16. Pemangku/pengelola kawasan

2.4.3. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaaan kegiatan dapat dijelaskan berikut ini;

1. Entry dan analisis data serta pencocokan hasil pengecekan lapangan membutuhkan waktu 2-4 hari kerja, dengan asumsi “tenaga yang ditunjuk untuk GIS sudah mahir mengoperasikan sofware GIS”;

2. Penyampaian hasil dan diskusi untuk pengajuan pembagian ruang di desa atau zonasi dalam 1 kali pertemuan.

Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu proyektor (infocus), papan flipcart, kertas plano, komputer, peta tutupan lahan ukuran besar (A0 atau A1), software GIS, sound system, ATK (spidol berwarna), dll.

2.5. Sosialisasi Draft Zonasi Tata Guna Lahan DesaDraft peta zonasi yang telah disusun harus dikomunikasikan kepada masyarakat lebih luas. Peta ini juga menjadi acuan dalam menyusun RPJM Desa untuk memperkuat status pengunaannya peta pembagian ruang atau zonasi desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Peta ini menjadi pegangan bagi masyarakat dan pemerintah desa dalam pengelolaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan desa.

Gambar 8 Sosialisasi peta zonasi tata guna lahan desa, kabupaten Aceh Selatan

Kegiatan sosialisasi ini bertujuan; (1) menginformasikan hasil rumusan zonasi dan peta zonasi desa kepada masyarakat dan pemerintah kabupaten; dan (2) menggali masukan dari masyarakat yang disepakati bersama sebagai bahan

Page 37: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

27

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

Npenyempurnaan. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah masukan untuk perbaikan peta tata guna lahan desa yang disepakati seluruh pemangku kepentingan di desa dan pemerintah kabupaten.

2.5.1. Langkah Kerja

Langkah kerja untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi ini terdiri dari persiapan dan pelaksanaan. Langkah kerja ini dapat menjadi acuan bagi tenaga teknis GIS maupun tim penyusun RPJM Desa. Adapun langkah kerja sebagai berikut.

Persiapan:

1. Berkoordinasi dengan kepala desa dan Pengelola Kawasan

2. Penyiapan undangan

3. Penentuan tempat dan waktu pelaksanaan

4. Penyiapan konsumsi, dll.

Pelaksanaan Tim penyusun RPJM Desa, tenaga teknis GIS berkoordinasi dengan pendamping desa dan Kepala Desa untuk membahas agenda acara untuk sosialisasi. Contoh agenda acara yang disusun sebagai berikut.

AGENDA ACARASOSIALISASI DRAFT ZONASI TATA GUNA LAHAN DESA

A. Pembukaan oleh Kepala Desa

B. Sambutan oleh camat dan perwakilan pemerintah kabupaten

C. Pemaparan oleh fasilitator

D. Perumusan kesepakatan bersama substansi perbaikan peta tata guna lahan desa.

E. Penutup

2.5.2. Peserta

Peserta sosialisasi draft zonasi desa melibatkan berbagai pihak berikut ini.

1. Camat

2. Kepala desa

3. Imum Mukim

4. Sekretaris desa

5. Ketua lembaga pemberdayaan masyarakat

6. Perwakilan pemuda

7. Perwakilan perempuan

8. Perwakilan kaum marjinal

Page 38: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

28

9. Perwakilan kelompok ekonomi

10. Perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak

11. Tokoh adat

12. Tokoh agama

13. Tokoh masyarakat

14. Tokoh pendidikan

15. Pemangku/Pengelola Kawasan

16. Pemerintah kabupaten: SKPD yang membidangi tata ruang dan pemberdayaan masyarakat.

17. Lembaga lain terkait

2.5.3. Waktu dan Bahan

Kegiatan ini hanya memerlukan waktu 1 kali pertemuan. Namun demikian, tim penyusun perlu menyediakan waktu untuk pertemuan sebelum pertemuan dilaksanakan lebih kurang 2 hari.

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan ini antara lain :

• Peta draft tata guna lahan desa dalam ukuran A0;

• Peta, foto, dan informasi lain yang dihasilkan dalam proses pembuatan peta tata guna lahan desa;

• Alat tulis dan alat peraga lain.

2.6. Finalisasi dan Penetapan Draft ZonasiKegiatan ini merupakan tahapan akhir dari pembuatan zonasi desa. Tujuan dari kegiatan ini yaitu :

1. Memperbaiki draft tata guna lahan desa sesuai kesepakatan dalam sosialisasi yang telah dilaksanakan;

2. Finalisasi peta zonasi tata guna lahan desa;

3. Menyusun draft peraturan desa mengenai zonasi.

Draft tata guna lahan desa perlu diperbaiki sesuai hasil sosialisasi kepada masyarakat. Hasil perbaikan merupakan bahan dalam menyusun peta zonasi desa beserta ketentuannya. Untuk memperkuat referensi dalam pembangunan desa, ketentuan zonasi diturunkan dalam peraturan desa dan peta zonasi dilampirkan pada RPJM Desa. Hasil akhir dari finalisasi dan

Page 39: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

29

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

Npenetapan draft zonasi sebagai berikut:

1. Peta tata guna lahan desa;

2. Buku/lampiran zonasi tata guna lahan desa;

3. Draft peraturan desa mengenai zonasi tata guna lahan desa.

2.6.1. Langkah Kerja

Langkah kerja dalam kegiatan finalisasi dan penetapan draft zonasi yaitu;

1. Mengkompilasi dan menganalisis masukan dari masyarakat, kemudian mendiskusikan dalam tim pelaksana;

2. Mewujudkan hasil analisis dalam peta dan buku/lampiran tata guna lahan, serta draft peraturan desa.

2.6.2. Peserta

Peserta yang ikut serta dalam kegiatan ini antara lain :

1. Tim fasilitator;

2. Tim penyusun RPJM Desa

3. Ketua lembaga pemberdayaan masyarakat;

4. 2 orang wakil masyarakat;

5. Pemerintah kabupaten: SKPD yang membidangi tata ruang, SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat, dan Pengelola Kawasan.

2.6.3. Waktu Pelaksanaan

Waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan ini adalah 1-2 kali pertemuan. Bila dibutuhkan tim penyusun RPJM Desa dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Desa.

2.6.4. Tindak Lanjut Kegiatan

Setelah peta tata guna lahan desa/zonasi desa diselesaikan, selanjutnya menyusun rencana tindak lanjut kegiatan. Adapun tindak lanjut kegiatan antara lain:

1. Menggunakan peta tata guna lahan desa sebagai rujukan penyusunan/ review dokumen RPJM Desa.

2. Menggunakan peta tata guna lahan desa sebagai data awal untuk rencana pengelolaan kawasan oleh masyarakat.

3. Menggunakan peta tata guna lahan desa sebagai data awal untuk pengelolaan sumber daya secara sinergis dengan desa-desa lain yang berdekatan.

4. Menggunakan peta tata guna lahan desa sebagai data awal untuk mengembangkan RTR Kawasan perdesaan sebagai cikal-bakal kawasan strategis kabupaten.

Page 40: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N DAFTAR BACAAN Boissière, M., van Heist, M., Sheil, D., Basuki, I., Frazier, S., Ginting, U, Wan, M., Hariadi, B., Hariyadi, H., Kristianto, H.D., Bemei, J., Haruway, R., Marien, E.R.C., Koibur, D. P. H., Watopa, Y., Rachman, I., Liswanti, N. (2004). Pentingnya sumberdaya alam bagi masyarakat lokal di daerah aliran sungai Mamberamo, Papua, dan implikasinya bagi konservasi. Journal of Tropical Ethnobiology, 1(2) p. 76-95.

Lusiana B., van Noordwijk M., Cadisch, G., (2012). Land sparing or sharing? Exploring livestock fodder options in combination with land use zoning and consequences for livelihoods and net carbon stocks using the FALLOW model, Agriculture, Ecosystems and Environment, 159:145– 160.

Matuankotta, J. K. (2013). “Hak Pengelolaan atas kanah-tanah adat di Maluku”, akses online: http://fhukum.unpatti.ac.id/lingkungan-hidup-pengelolaan-sda-dan-perlindungan-hak-hak-adat/263-hak-pengelolaan-atas-tanah-tanah-adat-di-maluku (3 April 2017).

Mahar, D. J., & Ducrot, C. E. (1998). Land-use zoning on tropical frontiers: emerging lessons from the Brazilian Amazon.

Nolon, J. R., & Bacher, J. (2008). Zoning and Land Use Planning. Real Estate Law Journal, 37(1), 90.

Santoso, I. (2008). “Zoning Areal Hutan dan Konfliknya”. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 5(3).

Sheil, D. dan A. Lawrence (2004). “Tropical biologists, local people dan conservation: new opportunities for collaboration”. dalam TRENDS in Ecology and Evolution, vol.19 (12): 634-638.

Peraturan Perundang-undangan:

1. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Desa

2. Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2008 Tentang Lembaga Adat

30

Page 41: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

NDAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Tabel Informasi Mengenai Keadaan DesaPemandu meminta peserta untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi 5 modal yang ada di dusunnya, serta memberikan keterangan tentang kondisi aktualnya, potensinya, masalah-masalah modal masing-masing, penyebab masalah itu terjadi dan dampak masalahnya (berapa keluarga terkena, luas lahan yang terkena, dsb.). Dapat menggunakan metaplan, 1 metaplan untuk 1 jenis modal atau dengan kertas pleno. Setelah menjabarkan informasi mengenai desa menggunakan tabel diatas, peserta diajak untuk memberikan prioritas antar 5 elemen dasar.

Modal Kondisi Potensi Masalah Penyebap Dampak

Manusia

Sosial

Fisik

Alam

Finansial

31

Page 42: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka sesuai prioritas dari kolom tabel di kanan. Misalnya untuk perbandingan antara manusia dan fisik pada baris pertama kolom tiga, bangunan fisik lebih penting daripada manusia sehingga angka yang diberikan 1/3.

Lampiran 2: Tabel Analisa PrioritasPemandu meminta peserta untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi 5 modal yang ada di dusunnya, serta memberikan keterangan tentang kondisi aktualnya, potensinya, masalah-masalah modal masing-masing, penyebab masalah itu terjadi dan dampak masalahnya (berapa keluarga terkena, luas lahan yang terkena, dsb.). Dapat menggunakan metaplan, 1 metaplan untuk 1 jenis modal atau dengan kertas pleno. Setelah menjabarkan informasi mengenai desa menggunakan tabel diatas, peserta diajak untuk memberikan prioritas antar 5 elemen dasar.

Keterangan:

1 = sama penting

2 = penting

3 = lebih penting

4 = sangat penting

5 = Paling penting

Modal Manusia Sosial Fisik Alam Finansial

Manusia 1/1 1/2 1/3 1/4 1/5

Sosial

Fisik

Alam

Finansial

32

Page 43: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

NLampiran 3: Tabel Ajuan ZonasiPemandu meminta peserta untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi 5 modal yang ada di dusunnya, serta memberikan keterangan tentang kondisi aktualnya, potensinya, masalah-masalah modal masing-masing, penyebab masalah itu terjadi dan dampak masalahnya (berapa keluarga terkena, luas lahan yang terkena, dsb.). Dapat menggunakan metaplan, 1 metaplan untuk 1 jenis modal atau dengan kertas pleno. Setelah menjabarkan informasi mengenai desa menggunakan tabel diatas, peserta diajak untuk memberikan prioritas antar 5 elemen dasar.

PERUNTUKAN LAHAN DESA

LOKASI FUNGSI ANCAMAN KETENTUAN KETERANGAN

Zona pertanian Persawahan 100 meter dari permukiman hingga perbatasan desa

Ketahanan pangan rumah tangga

- Perkebunan sawit warga.- Banjir

- Tidak untuk dibangun menjadi kawasan permukiman.- Tidak dirubah menjadi perkebunan (sawit, pala, dll.)

Perlu ditambahkan luas persawahan kira-kira 5 hektar untuk keperluan ketahanan pangan dalam 10 tahun kedepan

Zona perlindungan

300 m kiri kanan disekitar sungai

- Perlindungan tanah- Mencegah abrasi- Mencegah banjir

Galian C - Membatas galian C

- Tidak dibangun bangunan fisik

Zona perlindungan

500 m diarah atas perkebunan pala dan kemiri warga

Untuk perlindungan dari ancaman binatang liar (gajah, dll)

Perlu lahan baru untuk perluasan kebun

- Dilarang membuka lahan untuk perkebunan- Boleh mengambil hasil hutan seperti rotan, jamur, rumput ilalang, binatang buruan yang tidak dilarang untuk konsumsi rumah tangga

Zona sakral Di dekat sungai sebelum permukiman

Kuburan tetua Tidak ada sekarang

- Tidak dibangun bangunan fisik.- Tidak dibuka untuk perkebunan

33

Page 44: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N Lampiran 4 Tabel Alur Proses Zonasi

NO TAHAPAN KEGIATANMETODE/ TEKNIS

KEGIATANOUTPUT

1 Pengumpulan data dan analisis data sekunderPengumpulan data sekunder :• Peta citra satelit• Data instansi terkait/ Pemda• (shp) tata ruang• Peta topofrafi• Peta DAS (BPDAS)• Data RTRW• PIAPS (Peta Indikatif Arahan Perhutanan

Sosial)• Peta status hutan dan kawasan

Analisis data sekunder : 1. Interpretasi awal peta citra satelit dan data skunder2. Interpretasi awasl peta topografi3. Interpretasi DAS (Daerah Aliran Sungai)

Menggunakan perangkat GIS

Cat: • Memakai pendekatan

lain selain GIS• Memakai GIS tetapi

level basic

Diperoleh berbagai data dan informasi (software) terkait pemetaan suatu wilayah/kawasan hutan

2 Sosialisasi rencana kegiatan zonasi dan pembuatan peta sketsa desa (acuan RPJM Desa)

Pertemuan, FGD • Masyarakat mengerti, memahami tujuan pembuatan zonasi tata guna lahan.

• Dihasilkan peta sketsa desa.

3 Ground Truth/Penelusuran Wilayah Kajian literatur, survei, FGD

• Diperoleh data dan informasi tentang potensi, ancaman dan isu lingkungan strategis dan kawasan hutan.

• Diperoleh data deskripsi wilayah desa (batas kawasan, area pemukiman/ pertanian/ perkebunan/hutan/ sumber air, situs budaya, sejarah, ekowisata, jalan, irigasi, dll.)

4 Pencocokan Hasil dan Penentuan Zonasi Menggunakan Perangkat GIS, Musyawarah

Dihasilkan peta tutupan lahan hasil verifikasi dengan ground check lapangan

5 Sosialisasi draft zonasi tata ruang/tata guna lahan desa ke masyarakat desa

Pertemuan, FGD Masyarakat mengetahui dan memahami isi dan ketentuan pada draft peta zonasiAdanya masukan dan saran

6 Finalisasi dan penetapan draft zonasi FGD Adanya draft/rancangan peta sketsa (zonasi)

Rencana Tindak Lanjut

34

Page 45: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

NO TAHAPAN KEGIATANMETODE/ TEKNIS

KEGIATANOUTPUT

1 Pengumpulan data dan analisis data sekunderPengumpulan data sekunder :• Peta citra satelit• Data instansi terkait/ Pemda• (shp) tata ruang• Peta topofrafi• Peta DAS (BPDAS)• Data RTRW• PIAPS (Peta Indikatif Arahan Perhutanan

Sosial)• Peta status hutan dan kawasan

Analisis data sekunder : 1. Interpretasi awal peta citra satelit dan data skunder2. Interpretasi awasl peta topografi3. Interpretasi DAS (Daerah Aliran Sungai)

Menggunakan perangkat GIS

Cat: • Memakai pendekatan

lain selain GIS• Memakai GIS tetapi

level basic

Diperoleh berbagai data dan informasi (software) terkait pemetaan suatu wilayah/kawasan hutan

2 Sosialisasi rencana kegiatan zonasi dan pembuatan peta sketsa desa (acuan RPJM Desa)

Pertemuan, FGD • Masyarakat mengerti, memahami tujuan pembuatan zonasi tata guna lahan.

• Dihasilkan peta sketsa desa.

3 Ground Truth/Penelusuran Wilayah Kajian literatur, survei, FGD

• Diperoleh data dan informasi tentang potensi, ancaman dan isu lingkungan strategis dan kawasan hutan.

• Diperoleh data deskripsi wilayah desa (batas kawasan, area pemukiman/ pertanian/ perkebunan/hutan/ sumber air, situs budaya, sejarah, ekowisata, jalan, irigasi, dll.)

4 Pencocokan Hasil dan Penentuan Zonasi Menggunakan Perangkat GIS, Musyawarah

Dihasilkan peta tutupan lahan hasil verifikasi dengan ground check lapangan

5 Sosialisasi draft zonasi tata ruang/tata guna lahan desa ke masyarakat desa

Pertemuan, FGD Masyarakat mengetahui dan memahami isi dan ketentuan pada draft peta zonasiAdanya masukan dan saran

6 Finalisasi dan penetapan draft zonasi FGD Adanya draft/rancangan peta sketsa (zonasi)

Rencana Tindak Lanjut

LOKASI/DURASI PELAKSANA/PESERTA

Bappeda, BPM, Pengelola Kawasan, Badan/Dinas Lingkungan Hidup, BP DAS HL, PSKL, TRGD(Tim Restorasi Gambut Daerah), DPUTR (Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang) dan instansi terkait lainnya.

Desa • Kepala Desa, Perangkat desa, BPD/BPK, Tokoh Masyarakat, Camat, Imum Mukim, PLD

• Pengelola Kawasan• BPM, Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup

Desa • Perwakilan masyarakat, Kepala Desa, BPD/Tuha Peut

• Pengelola Kawasan,

• Pengelola Kawasan • Pihak ketiga• Instansi terkait (Bappeda, BPM, Badan/Dinas

Lingkungan Hidup

35

Page 46: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N Lampiran 5: Cerita dari Lapangan - Proses Zonasi di Dua Desa Pilot di Aceh

1. Tidak memerlukan citra resolusi tinggi dalam pembuatan zonasi. Citra resolusi tinggi tidak selalu mudah di dapatkan karena akses maupun biaya yang tinggi. Namun, terdapat beberapa alternative dengan menggunakan citra dengan resolusi menengah maupun rendah yang dapat diperoleh bebas (lihat halaman 11-14 Bab V Zonasi). Pada dua desa pilot, memiliki luasan wilayah hingga kawasan hutan. Citra satelit resolusi tinggi yang memperlihatkan rumah hanya terbatas hingga di kawasan kebun. Karenanya kami menggunakan citra lain dengan resolusi menengah yang melingkupi hingga kawasan hutan yang lebih luas. Citra-citra dengan berbagai resolusi ini dapat saling melengkapi kebutuhan analisa lapangan.

2. Sesuai dengan studi akademis, dari kegiatan zonasi di desa pilot menemukan perkebunan wanatani warga dapat berfungsi lindung. Di dua desa pilot yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung dan hutan produksi, warga bercocok tanam dengan tipe kayu keras seperti jengkol, pala, karet, durian, dan pinang. Secara kasat mata dan pemantauan menggunakan drone dan citra satelit resolusi tinggi, wanatani dan kawasan hutan memiliki tipologi yang hampir sama, sulit dibedakan. Wanatani, memberikan pemasukan ekonomi bagi warga, juga memiliki fungsi untuk menjaga kualitas air, dan pencegahan longsor. Fungsi tersebut sama dengan fungsi yang ditujukan oleh kawasan hutan lindung. Hal tersebut menguatkan pentingnya zonasi di desa, dengan masukan warga dalam mengidentifikasi wilayah wanatani dan membedakan dengan hutan alami.

3. Prinsip pendekatan partisipatif penataan ruang di wilauah desa menjembatani antara sector. Proses partisipatif mendudukan pemangku desa yang mewakili perbedaan dalam tiap pertemuan. Selain warga desa, turut berdiskusi dengan pengelola hutan seperti Taman Nasional dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) serta perwakilan dinas di kabupaten seperti Bappeda, PU, Dinas Pertanian. Proses ini jarang dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan baik di tingkat kabupaten maupun di level desa. Pengalaman di desa pilot, diskusi partisipatif dan interaktif dengan perwakilan pemerintah membuka keterbukaan dan keterpaduan antara program pemerintah dan desa untuk optimalisasi pembangunan yang harmonis.

4. Pengelolaan lahan yang terarah melalui zonasi membantu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES). Sebagai contoh, tim zonasi di salah satu desa pilot menelusuri lebih jauh potensi wisata di daerah yang diajukan sebagai zona wisata desa. Setelah melalukan survey secara swadaya, mereka membuat rencana-rencana focus pengembangan wisata. Rencana ini dikaitkan dengan rencana pengembangan desa sebagai bagian dari RPJMDES untuk penggunaan dana desa. Dengan adanya zonasi yang menggambarkan ruang berdasar peta, partisipasi masyarakat dan rencana yang matang maka peluang memperoleh validasi lebih kuat dan dukungan lebih besar.

36

Page 47: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

5. Inovatif dan tidak bertentangan dengan pedoman RPJMDES. Proses zonasi belum menjadi kegiatan tata kelola lahan yang umum dilakukan di tingkat desa. Dari sisi penerapan yang kami lakukan di desa pilot, tahapan untuk membuat zonasi tidak bertentangan dengan pedoman RPJMDES. Terlebih, dapat memperkaya pembuatan sketsa desa yang menjadi proses wajib untuk pengkajian keadaan desa dalam RPJMDES (lihat bab 4 pengkajian keadaan desa).

37

Page 48: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Page 49: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

PAN

DU

AN

PEN

YU

SUN

AN

RPJ

M D

ESA

HU

TAN

BER

KEL

AN

JUTA

N

Page 50: PADUA PEUSUA RPM DESA HUTA BERKELAUTA

USAID LESTARIWISMA GKBI, 12th Floor Suite 1210

Jl. Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta Indonesia 10210