P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

14
P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739 Jurnal Numeracy Volume 7, Nomor 1, April 2020 Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|35 CAPAIANKEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWADENGAN MODEL AIR Nuralam *1 dan Maulidayani 2 1,2 UIN Ar-Raniry Abstrak Konsep matematika dipelajari di sekolah memerlukan kemampuan penalaran matematis. Namun hasil tes menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah. Salah satu alternatif membuat kemampuan penalaran matematis lebih baik melalui model pembelajaran Auditory Intelectually Repetition (AIR). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control grup design. Populasi dalam penelitian seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Jantho dan sampelnya kelas VIII-2 dan VIII-1 dipilih dengan teknik cluster random sampling. Data yangdikumpulkan dengan menggunakan tes kemampuan penalaran matematis. Hasil penelitian melalui uji statistik uji-t pihak kanan diperoleh thitung > ttabel yaitu 3,79 > 1,68 maka Ha tolak Ho. Disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang diajarkan denganpembelajaran konvensional. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Model Air, Kemampuan Penalaran Matematis. Abstract The mathematical concept learned in school require mathematical reasoning abilities. But the test results show the students’ mathematical reasoning ability is still relatively low. To overcome this problem, applied a learning model called Auditory Intellectually Repetition (AIR). AIR can develop mathematical reasoning abilities students through problem solving. The purpose of this study is to describe the mathematical reasoning abilty of students through the AIR learning model is higher than taught through conventional learning models.. The research design used was quasi experiment with pretest-posttest control group design. The populations in this study were all of the Eighth Grade Students of SMPN 1 Jantho and the samples taken were classes VIII-2 and VIII-1 by using the random cluster technique sampling. The data collected wasby using the mathematical reasoning ability test. The result of research through the right-hand t-test statistic test obtained 3.79 > 1.68 then accept Ha reject Ho. Therefore, it was concluded that the students’ mathematical reasoning ability learned through the AIR learning model were higher than those taught conventional learning models. Keywords: Learning Models, AIR Model, Mathematical Reasoning Ability PENDAHULUAN Perkembangan matematika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu sains dan teknologi yang sedemikian pesat di era digital saat ini. Sedemikian pesat perkembangan teknologi memberikan dampak bagi matematika baik secara keilmuan maupun ____________ * correspondence Addres E-mail: [email protected]

Transcript of P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Page 1: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739 Jurnal Numeracy Volume 7, Nomor 1, April 2020

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|35

CAPAIANKEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWADENGAN MODEL AIR

Nuralam*1 dan Maulidayani2 1,2UIN Ar-Raniry

Abstrak Konsep matematika dipelajari di sekolah memerlukan kemampuan penalaran matematis. Namun hasil tes menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah. Salah satu alternatif membuat kemampuan penalaran matematis lebih baik melalui model pembelajaran Auditory Intelectually Repetition (AIR). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control grup design. Populasi dalam penelitian seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Jantho dan sampelnya kelas VIII-2 dan VIII-1 dipilih dengan teknik cluster random sampling. Data yangdikumpulkan dengan menggunakan tes kemampuan penalaran matematis. Hasil penelitian melalui uji statistik uji-t pihak kanan diperoleh thitung > ttabel yaitu 3,79 > 1,68 maka Ha tolak Ho. Disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang diajarkan denganpembelajaran konvensional. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Model Air, Kemampuan Penalaran Matematis. Abstract The mathematical concept learned in school require mathematical reasoning abilities. But the test results show the students’ mathematical reasoning ability is still relatively low. To overcome this problem, applied a learning model called Auditory Intellectually Repetition (AIR). AIR can develop mathematical reasoning abilities students through problem solving. The purpose of this study is to describe the mathematical reasoning abilty of students through the AIR learning model is higher than taught through conventional learning models.. The research design used was quasi experiment with pretest-posttest control group design. The populations in this study were all of the Eighth Grade Students of SMPN 1 Jantho and the samples taken were classes VIII-2 and VIII-1 by using the random cluster technique sampling. The data collected wasby using the mathematical reasoning ability test. The result of research through the right-hand t-test statistic test obtained 3.79 > 1.68 then accept Ha reject Ho. Therefore, it was concluded that the students’ mathematical reasoning ability learned through the AIR learning model were higher than those taught conventional learning models. Keywords: Learning Models, AIR Model, Mathematical Reasoning Ability

PENDAHULUAN

Perkembangan matematika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu sains dan

teknologi yang sedemikian pesat di era digital saat ini. Sedemikian pesat perkembangan

teknologi memberikan dampak bagi matematika baik secara keilmuan maupun

____________ * correspondence Addres E-mail: [email protected]

Page 2: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|36

pembelajarannya. Para pendidik matematika diharapkan tergugah kompetensinya dalam

berkreasi dan berinovasi untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran lebih terarah

pada kemampuan dan keterampilan matematika siswa sehingga dapat menunjang

penyelesaian masalah di kehidupan nyata. Membangun kemampuan ini membutuhkan

pemikiran kreatif dan inovatif yang berlandaskan efektif dan efesien. Cara berpikir yang

seperti tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika.

Matematika memiliki peranan penting di berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan

teknologi yang digunakan dalam memahami dan menguasai permasalahan ekonomi, sosial

dan budaya masyarakat. Sedemikian pentingnya sehingga menjadi pelajaran wajib

dipelajari mulai dari level pendidikan dasar menengah sampai ke perguruan tinggi. Karena

demikian penting matematika harus dipelajari oleh peserta didik maka pemerintah

menegaskan dalam standar isi mata pelajaran matematika tentang konsep-konsep, prinsip,

prosedur dan fakta yang perlu dibelajarkan agar peserta didik memilki kemampuan

matematika dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di dunia nyata. Salah satu

kemampuan yang harus diajarkan kepada peserta didik adalah kemampuan penalaran

matematis yang menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika di SMP. NCTM (2000)

menyatakan bahwa penalaran matematis adalah salah satu kemampuan matematika yang

harus menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika di sekolah.Tujuannya agar

peserta didik dapat memahami sepenuhnya berbagai pengetahuan matematika (Hudojo,

2003).

Kemampuan penalaran matematis merupakan suatu aktivitas berpikir yang sangat

penting membantu peserta didik dalam melakukan pendugaan atas dasar pengalamannya

untuk memperoleh pemahaman konsep yang saling berelasi dan belajar secara bermakna

(Hendriana, Rohaeti & Sumarmo, 2017; Baroody, 1993). Aktivitas berpikir dalam arti

bernalar tersebut mengandung arti bahwa cara berpikir tertentu baru termasuk ke dalam

suatu penalaran yang benar, jika memiliki pengetahuan dasar yang cukup dan mengerti

serta menggunakan bernalar yang logis dan analitik (Sternberg, 1987; Killpatrick, Swafford

& Findell, 2001). Persoalan logis dan analitik penting dalam proses bernalar, karena

umumnya kegiatan berpikir matematika menggunakan alur logika dan kerangka

analitis.Untuk memahami matematika dapat melalui proses penalaran dan dapat dilatih

melalui belajar matematika. Jadi dalam belajar matematika tidak semata-mata dituntut

kemampuan siswa sekedar memiliki kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan

bernalar yang logis dan kritis dalam pemecahan masalah (Kusumawardani, Wardono, &

Kartono, 2018).

Page 3: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|37

Kemampuan penalaran berarti suatu kemampuan melakukan suatu pemikiran atau

cara berpikir logis. Penalaran dalam matematis merupakan cara berpikir logis tentang objek

matematika yang di lakukan secara logis untuk membuat suatu generalisasi dan akhirnya

menarik suatu kesimpulan. Hal ini sesuai dengan hakekat matematika yang memiliki

karakteristik objek-objek penelaahannya bersifat abstrak. Objek penelaahannya yaitu tidak

sekedar berupa kuantitas berupa bilangan-bilangan beserta operasinya, tetapi

dititikberatkan kepada hubungan, pola, sistem, dan stuktur. Penalaran matematika

berkaitan erat dengan bagaimana membangun suatu argumentasi yang benar dari proses

berpikir untuk mendapatkan kesimpulan yang benar. Pembelajaran matematika perlu

menggunakan penalaran deduktif untuk memberikan alasan yang logis, menganalisis

apakah alasan tersebut yang diajukan rasional dan sah hingga pada kesimpulan yang benar,

menganalisis situasi yang ada untuk menentukan karakteristik dan struktur matematik dan

memperhatikan sifat aksiomatik dari standar kurikulum matematika dalam rangka

membantu siswa mengoptimalkan penalaran matematis mereka dalam menyelesaikan

berbagai permasalahan matematika.

Persoalannya, demikian penting kemampuan penalaran matematis siswa ternyata

berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Faktanya bahwa, Indonesia masih berada

pada peringkat ke-69 dari 76 negara dalam hal kemampuan matematika dari hasil PISA

(PISA, 2015).Begitu pula hasil survey TIMMS tahun 2011, Indonesia berada pada posisi ke-

38 dari 42 negara. Dan dibandingkan dari negara tetangga, rerata kemampuan penalaran

matematis peserta didik Indonesia jauh berada dibawah mereka (Setiadi, 2011). Kondisi ini

tidak jauh berbeda jika dicermati dari kemampuan matematika dari hasil UN tahun 2017

ternyata peserta didik di Propinsi Aceh yang menduduki peringkat ke-22 dari 34 propinsi.

Jika mencermati kondisi UN di Aceh Besar terutama di SMPN 1 Jantho, ternyata Data hasil

UN mata pelajaran matematika menunjukkan posisi yang kurang memuaskan seperti

disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Data Hasil Rerata UN Mata Pelajaran Matematika SMPN 1 Kota Jantho

Mata Pelajaran Tahun 2017 Tahun 2016 Tahun 2015

Matematika 38,63 52,10 42,21

Mencermati Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa

perlu dibenahi. Salah satu aspek penting perencanaan pembelajaran bertumpu pada

kemampuan guru mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau model-model yang

membantu siswa untuk capaian tujuan pembelajaran matematika (Ahmad, 2012; Erman,

Page 4: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|38

2011). Kemampuan guru matematika dalam capaian tujuan pembelajaran berelasi dengan

pengembangan kemampuan penalaran matematis siswa. Ada kemungkinan mengapa

rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa itu berkaitan dengan pembelajaran

matematika yang kurang melibatkan siswa aktif dalam belajar (Suprahatin, Maya &

Senjayawati, 2018). Hal tersebut dapat dicermati dari kenyataan di lapangan, umumnya

guru matematika masih cenderung lebih aktif dan siswa pasif dalam menerima segala

sesuatu informasi yang diberikan oleh gurunya. Siswa mengerjakan permasalahan

matematika sesuai dengan prosedur dari langkah-langkah yang telah diajarkan guru. Bahan

ajar matematika sudah jadi dan siswa lebih banyak menghafal daripada memahaminya.

Kurang pelibatan siswa juga berkaitan dengan komunikasi yang guru gunakan dalam

pembelajaran yang lebih menekankan satu arah, sehingga pembelajaran lebih individual.

Kondisi yang demikian mengakibatkan pembelajaran matematika berlangsung monoton

dan capaian kemampuan matematika siswa yang diharapkan kurang optimal. Jadi

kemampuan penalaran matematis siswa harus dilatih dan diasah dengan baik agar mereka

dapat menggunakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika maupun

mata pelajaran lainnya dan pada gilirannya nanti siswa dapat meningkatkan hasil belajar

matematikanya (Julianti, Wuryanto & Darmo, 2013; Rizqi & Surya, 2017; Fitrianti, Mariani &

Yulianto, 2018).

Banyak faktor terkaitan dengan capaian tujuan pembelajaran matematika, baik

secara internal maupun secara eksternal. Secara eksternal berkaitan dengan komponen

pembelajaran, yaitu: 1) kurikulum, 2) metode, 3) media, dan 4) evaluasi (Ahmad, 2012).

Keempat komponen tersebut saling berintegrasi dalam pembelajaran. Umumnya yang

menjadi perhatian adalah metode pembelajaran, bagaimana guru membelajarkan suatu

materi pelajaran yang berlangsung secara efektif dan efisien. Metode pembelajaran

merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari peran guru sebagai pendidik

dan pengajar dalam membelajarkan agar siswa dapat dengan mudah belajar.

Guru memiliki peluang untuk mencermati berbagai metode pembelajaran yang ada

dengan memperhatikan kesesuaian dan ketepatan agar dapat dipergunakan dalam

menyajikan bahan ajar di kelas. Bagaimana guru membelajarkan suatu materi matematika

maka guru perlu mempertimbangkan suatu model pembelajaran tertentu. Model

pembelajaran sebagai rencana atau pola yang digunakan dalam rancangan bahan

pembelajaran dan membimbing siswa di kelas (Joyce & Weil, 2009). Model ini dapat

dijadikan sebagai pola pilihan, artinya guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai

dan efisien agar capaian kemampuan penalaran matematis dapat optimal. Sehingga fokus

Page 5: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|39

dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition

(AIR).

Model AIR menekankan pada tiga hal, yaitu: 1) auditor; 2) Intellectually; dan 3)

Repetition. Auditory berarti bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara,

berargumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectually menunjukkan

belajar menggunakan kemampuan berfikir, konsentrasi pikiran dan melalui bernalar,

menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan

masalah dan menerapkan. Repetition adalah pengulangan yang bermakna pendalaman,

perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis

(Maulana, 2012). Model AIR suatu model pembelajaran yang menfokuskan pada kegiatan

belajar siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara individu maupun

kelompok. Guru memfasilitasi agar siswa menemukan suatu gagasan baru. Model AIR

sebagai salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Model kooperatif berupaya

siswa lebih aktif belajar bersama dan bekerja sama serta guru lebih banyak sebagai

fasilitator (Suyatno, 2009). Model kooperatif membelajarkan agar siswa membiasakan diri

terlibat aktif dalam belajar. Model tersebut sudah menjadi tuntutan dalam pembelajaran

masa kini yang diharapkan dapat menghadapi tantangan masa depan sesuai perkembagan

jaman teknologi dan informasi.

Hasil penelitian (Rahayuningsih, 2017; Burhan, Suherman, & Mirna, 2014)

menunjukkan bahwa model AIR memberikan kontribusi positif bagi peningkatan

kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika. Kontribusi positif tampak

bagaimana siswa belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya. Model AIR

termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari teori belajar konstruktivistik. Hal ini dapat

dicermati dari kegiatan intellectually yang menekankan proses pembelajaran melalui pikiran

secara internal yang sesuai dengan kecerdassan individual peserta didik. Proses kegiatan ini

berkaitan dengan faktor mental, emosional, dan fisik. Dan kegiatan selanjutnya melalui

repetition, konsep pengulangan atau memperdalam materi yang disajikan guru matematika

dengan tujuan peserta didik dapat memahami materi yang disajikan guru dalam proses

pembelajaran di kelas.

Teori belajar konstruktivistik sebagai suatu teori belajar yang berkeyakinan peserta

didik secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas

ditentukan oleh pengalaman sendiri pula (Schunk, 2012). Pembelajaran yang berciri

konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan

produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna.

Page 6: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|40

Konstruktivisme sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin

belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau

kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Peserta didik belajar

menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi yang diperlukan guna

mengembangkan dirinya (Wahyudin, 2008; Thobroni, 2015).

Berdasarkan uraian diatas, berkaitan kemampuan penalaran matematis siswa yang

dibelajarkan dengan model AIR, maka sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam suatu

penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis

siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada model pembelajaran

konvensional. Adapun manfaat penelitian diharapkan memperluas wawasan pengetahuan

bagi pendidik matematika, dalam memilih model pembelajaran yang menekankan

kemampuan penalaran matematis siswa dan sebagai peluang riset yang relevan dan

berkelanjutan dengan model AIR.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Jantho Aceh Besar dengan menggunakan

penelitian kuantitatif dengan jenis penelitiannya kuasi ekperimen pre-test post-test control

group desain. Penelitian eksperimen digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

terhadap yang lainnya dalam kondisi yang terkendali (Sugiyono, 2010). Dengan desain

kuasi eksperimen tersebut diharapkan dapat memperoleh informasi data kemampuan

penalaran matematis dari perlakuan yang diajarkan dengan model AIR dan model

pembelajaran konvensional dapat dideskripsikan.

Tabel 2. Rancangan Kuasi Penelitian

Grup Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan

O1 = Pre-test

O2 = Post-test

X1 = Model AIR

X2 = Pembelajaran konvensional

Populasi sebagai objek yang karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam penelitian

sesuai dengan dibelajarkan dengan model pembelajaran dan diambil kesimpulan penelitian

Page 7: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|41

(Sugiyono, 2010). Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Jantho. Sampel

penelitian diambil dengan teknik secara cluster random sampling (Nahartyo, 2012). Secara

random sampel dipilih dan diperoleh subjek penelitian adalah kelas VIII1 sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII2 sebagai kelas kontrol.

Instrumen penelitian menggunakan tes kemampuan penalaran matematis,berupa

soal tes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa berbentuk uraian.

Instrumen yang digunakan sesuai dengan indikator kemampuan penalaran matematis.

Instrumen tes telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Adapun indikator kemampuan

penalaran matematis adalah: 1) analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan

data/proses; 2) generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah datayang

teramati; 3) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan; dan 4) melakukan

perhitungan berdasarkan rumus atau aturan matematika yangberlaku (Hendriana, Rohaeti

& Sumarmo, 2017). Perolehan data hasil penelitian berupa tes kemampuan penalaran

matematis siswa dikumpulkan, diolah dan dianalisis menggunakan teknik deskriptif yang

dimulai dengan menentukan rata-rata hitung dan simpangan baku. Selanjutnya digunakan

teknik analisis inferensial dengan menentukan uji normalitas data dan uji homogenitas

varians. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis melalui uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data di sekolah teliti pada dua kelas perlakuan baik pada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol. Adapun data yang diolah untuk penelitian ini adalah

data hasil pre-test dan post-test yang didapatkan dari dua kelas tersebut.

Pengumpulan data pre-test diolah dan dianalisis dengan teknik analisis data yang

telah ditetapkan. Data hasil analisis deskriptif pre-test disajikan dalam bentuk Tabel 3

berikut ini.

Tabel 3. Data hasil Pre test

Data Kelas eksperimen Kelas Kontrol

Rata-rata 9,3 8,56 Simpangan baku 1,57 1,32

Varians 2,45 1,74

Dari Tabel 3 diperoleh rerata tes kemampuan penalaran matematis siswa berbeda

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ternyata hasil rerata tersebut diperoleh kelas

eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Namun demikian standar deviasi kelas

Page 8: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|42

eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa sebaran data

kelas homogen lebih baik daripada kelas eksperimen.

Selanjutnya melakukan uji kesamaan rata-rata diperoleh t(0,975)(64) = 1,68 dan

diperoleh– (

) (

)

yaitu -1,68 < 0,167 < 1,68. Disimpulkan nilai rata-rata

pre-test kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Selanjutnya data hasil analisis deskriptif

post-test disajikan dalam bentuk Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Data hasil Post test

Data Kelas eksperimen Kelas Kontrol

Rata-rata 12,93 11,3 Simpangan baku 1,26 1,32

Varians 1,59 1,75

Dari Tabel 4 diperoleh bahwa, rerata tes kemampuan penalaran matematis berbeda

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ternyata hasil rerata tersebut diperoleh kelas

eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Demikian pula standar deviasi kelas

eksperimen lebih kecil daripada kelas kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa sebaran data

kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Selanjutnya data tes kemampuan

penalaran matematis dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan taraf signifikansi

α = 0,05 seperti disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Uji normalitas data (α = 0,05)

7,5 11,1 10,7 11,1

Dari Tabel 5 diperoleh bahwa uji normalitas data tes kemampuan penalaran

matematika kelas eksperimen berdistribusi normal, yaitu

yaitu 7,5 < 11,1.

Demikian pula kelas kontrol diperoleh bahwa

yaitu 10, 7 < 11,1. Maka data

tes hasil belajar matematika berdistribusi normal. Hasil dari pengujian normalitas data

dilanjutkan dengan uji homogenitas variansi dengan menggunakan taraf signifikansi α =

0,05 seperti disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Variansi Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Data Pre Test Uji Homogenitas Variansi (α = 0,05)

Fhitung Ftabel Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

0,9 2,1

Page 9: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|43

Dari Tabel 6 diperoleh Fhitung≤ Ftabel yaitu 0,9 ≤ 2,1 bahwa tidak terdapat perbedaan

varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa

variansi tes hasil belajar matematika antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

homogen.

Langkah selanjutnya melakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang akan

diuji adalah sebagai berikut.

: kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR

lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.

: kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR

lebih rendah atau sama dengan daripada model pembelajaran konvensional.

Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis uji-t dengan menggunakan uji pihak

kanan.Berdasarkan perhitungan yang berlaku nilai thitung = 3,79 dengan dk = 46. Pada taraf

signifikan α = 0,05dan derajat kebebasan 46 dari tabel distribusi t diperoleh t0,95(55) = 1,68

Karena thitung> ttabel yaitu 3,79> 1,68 sehingga disimpulkan kemampuan penalaran matematis

siswa lebih baik diajarkan dengan model AIR daripada yang diajarkan dengan

pembelajaran konvensional.

Mencermati dari hasil penelitian bahwa kemampuan penalaran matematis siswa

dilihat dari hasil pretest menunjukkan kondisi awal kemampuan penalaran matematis siswa

kelas kontrol maupun kelas eksperimen secara keseluruhan termasuk dalam kategori

rendah. Rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada kedua kelas tersebut yaitu

kelas eksperimen 9,3 dan kelas kontrol 8,56. Hal ini terlihat bahwa, rata-rata

kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh

berbeda secara signifikan. Namun setelah kedua kelas diberi perlakuan sebagaimana yang

direncanakan, yaitu kelas eksperimen diajarkan dengan model pembelajaran AIR dan kelas

kontrol diajarkan dengan pembelajaran konvensional, dapat dicermati adanya perubahan

pada kemampuan penalaran matematis siswa. Hasil rata-rata post-test kemampuan

penalaran matematis siswa kelas eksperimen adalah ( = 12,93) dan rata-rata post-test kelas

kontrol adalah ( = 11,3). Dicermati bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi

daripada nilai rata-rata siswa kelas kontrol. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3

dan Tabel 4 di atas.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan uji t pada taraf signifikan =

0,05 diperoleh thitung = 6,90 dan ttabel = 1,68 sehingga thitung > ttabel, maka diperoleh bahwa

ditolak dan diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan penalaran

Page 10: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|44

matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang diajarkan

dengan model pembelajaran konvensional. Indikasi ini menunjukkan bahwa perolehan

kemampuan penalaran matematis siswa mengalami perubahan. Perubahan tersebut karena

diajarkan dengan model AIR. Implikasi perubahan tersebut memberikan masukan bagi

kegiatan pembelajaran matematika di kelas sehingga capaian kemampuan penalaran

matematis siswa menjadi lebih optimal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model

pembelajaran AIR memberi pengaruh terhadap capaian kemampuan penalaran matematis

siswa. Jadi penerapan model AIR memberikan dampak yang positif bagi pembelajaran di

kelas dan hasil belajar yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Elinawati,

Duda & Julung, 2018).

Capaian kemampuan penalaran matematis siswa yang lebih baik tersebut dapat

dicermati dari ciri khas model AIR. Model ini menganggap bahwa suatu pembelajaran

matematika akan efektif jika memperhatikan tiga hal, yaitu auditory, intellectually, dan

repetition (Maulana, 2012). Ketika mempraktekkan aktivitas auditory, siswa diminta

membaca suatu materi matematika dengan keras agar siswa lain mendengarkan dan

menyimak, mengungkapkan secara terperinci rangkaian memeragakan suatu keterampilan,

dan secara berpasangan berdiskusi memecahkan masalah matematika. Pelibatan aspek

intellectually muncul dalam aktivitas siswa menyelesaikan masalah matematika. Dan

repetition diproses ketika masuknya informasi ke dalam otak peserta didik yang diterima

melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan

informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu terbatas (Meier, 2002).

Model AIR menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama dalam kegiatan

pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan secara aktif membangun sendiri

pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok. Sedangkan guru bertanggung jawab

penuh dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran, struktur materi, dan keterampilan

dasar yang akan diajarkan. Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa,

memberikan pemodelan atau demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk

berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan

umpan balik.

Sementara pada kelas kontrol menunjukkan capaian kemampuan penalaran

matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional berbeda dengan

yang dibelajarkan dengan AIR. Hasil analisis data diperoleh model pembelajaran

konvensional tidak sebaik dari model AIR. Umumnya model pembelajaran konvensional

lebih menekankan pada penyampaian informasi yang sudah ada dalam buku paket dan

Page 11: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|45

lebih banyak berceramah dalam memberikan stimulus. Akibatnya guru lebih banyak aktif

dan respon siswa terbatas dalam belajar. Kuat atau lemahnya stimulus memberikan dampak

pada perubahan tingkah laku siswa (Schunk, 2012). Guru memberikan informasi materi

matematika secara prosedural yang baku dan harus diikuti sebagaimana mestinya. Siswa

mempelajarinya sesuai prosedur yang ditetapkan secara sistematis dan teratur. Siswa belajar

secara individual dan sedikit kesempatan untuk bertanya jawab dengan guru. Kondisi

seperti ini memungkinkan siswa memandang bahwa belajar matematika itu lebih banyak

membosankan daripada menyenangkan. Tak bisa disangkal bahwa kondisi belajar

matematika seperti ini banyak dialami oleh sebagian besar siswa di banyak sekolah

terutama di level pendidikan dasar dan menengah. (Hudojo, 2003; Suherman, 2011;

Rahayuningsih, 2017; Kusumawardani, 2018).

Hasil temuan penelitian dapat dicermati bahwa dua kelas perlakuan dengan model

pembelajaran yang berbeda ternyata memberikan kemampuan penalaran matematis siswa

yang berbeda pula. Oleh karena itu faktor model pembelajaran memberikan kontribusi

terhadap potensi kemampuan penalaran matematis siswa. Guru matematika perlu

memcermati ketepatan dan kesesuaian model pembelajaran tertentu yang menekankan

aktivitas siswa dalam belajarnya agar kemampuan penalaran matematis lebih optimal.

Dengan demikian kegiatan pembelajaran matematika yang terencana dan berimbang dapat

membentuk siswa yang berkembang dengan utuh sehingga potensi diri mereka dalam hal

ini kemampuan penalaran matematis siswa dapat optimal (Ahmad, 2012; Ruslan dan

Santoso, 2013; Putra dan Sari, 2016).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan

penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang

diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengoptimalkan capaian kemampuan

penalaran matematis siswa, maka disarankan agar guru matematika agar dapat

menggunakan model AIR, agar pelibatan siswa dalam aktivitas belajar dalam rangka

mencermati, berpikir dan mengulang kembali bersinergis dalam menyelesaikan masalah

matematika dan 2) bagi peneliti lainnya yang ingin riset dapat memvariasikan model AIR

yang berelasi dengan komponen pembelajaran yang lain.

Page 12: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|46

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan

penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang

diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengoptimalkan capaian kemampuan

penalaran matematis siswa, maka disarankan agar guru matematika agar dapat

menggunakan model AIR dan bersinergis dengan materi matematika yang relevan.

Page 13: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|47

DAFTAR PUSTAKA A, Maulana. (2012). Model Pembelajaran AIR untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematika Siswa. Bandung: FMIPA UPI. Ahmad, Zainal Arifin. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain Sampai Implementasi.

Yogyakarta: Pedagogia. Baroody A, J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8 Helping

Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Baron, J. B & Sternberg, R. J. (1987). Teaching thinking Skill. New York: W. H. Freeman and

Company. Burhan, Arini Viola, Suherman, & Mirna. (2014). Penerapan Model Pembelajaran AIR pada

Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 18 Padang. Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1, (3)1, 6-11.

BBC, Peringkat PISA Indonesia Tahun 2015, Tersedia: http://www.sikerok.com Elinawati, Winda., Duda, Hilarius Jago & Julung, Hendrikus. (2018). Penerapan Model

Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal SainsMat, 7(1), 13-24.

Fitrianti, Dwi Agung., Mariani, Scolastika & Yulianto, Agus. (2018). Analysis of Reasoning

Abilty and Mathematical Communication Based on Learning Styles on PMRI Learning. Journal of Primary Education, 7(1), 74-80.

Hendriana, Heris., Rohaeti, Euis Eti., & Sumarmo, Utari. (2017). Hard Skill dan Soft Skills

Matematik Siswa. Bandung: PT Refika Aditama. Hudojo, H. (2003). Pengembangan kurikulum dan pembelajaran matematika. Malang:

Jurusan Matematika FMIPA UM. Joyce, Bruce., & Weil, Marsha. (2009). Model-model Pembelajaran. Penterjemah Achmad

Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, D. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn

Mathematics. Washington: National Academy Press. Kusumawardani, Dyah Retno., Wardono & Kartono. (2018). Pentingnya Penalaran

Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika.Jurnal Prisma Unnes, Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Vol. 1 Tahun 2018, pp. 588-595. [online]. Tersedia; http://jurnal.unnes.ac.id.

Nahartyo, Ertambang. (2012). Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. Yogyakarta:

UUP STIM YKPN. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standarts for School

Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Page 14: P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739

Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|48

Putra, R.W.Y. & Sari, L (2016). Pembelajaran Matematika dengan Metode Accelerated Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 211-220.

Rahayuningsih, Sri (2017). Penerapan Model Pembelajaran Matematika Model Auditory

Intellectually Repetition (Air). Erudio (Journal of Educational Innovation), (3)2, 67-83. doi: 10.18551/erudio.3-2.6.

Rizqi, Nur Rahmi & Surya, Edy. (2017). An Analysis of Students’ Mathematical Reasoning

Ability In VIII Grade Of Sabilina Tembung Junior High School. International Journal Of Advance Research And Innovative Ideas In Education, 3(2), 3527-3533.

Ruslan, A.S. & Santoso, B. (2013). Pengaruh Pemberian Soal Open Ended Terhadap

Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. Jurnal Kreano, 4(2), 138-150. Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective, Edisi Keenam,

Penterjemah Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Setiadi, Hari. (2011). Kemampuan Matematis Siswa SMP Indonesia. [online]:

http://litbang.kemdikbud.go.id Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, Erman. (2011). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Sumarmo, U. (2014). Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik serta

Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Suprihatin, Tri Roro., Maya, Rippi., & Senjayawati, Eka. (2018). Analisis Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa SMP pada Materi Segitiga dan Segiempat. Jurnal Kajian Pembelajaran Matematika, 2(1), 9-13.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya).

Yogyakarta: Bumi Aksara. Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Semarang. Thobroni, Muhammad., dkk. (2013). Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan

Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Med Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung: UPI. Yulianti, D. E., Wuryanto, & Darmo. (2013). Keefektifan Model-Eliciting Activities pada

Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa. Unnes Journal of Mathematics Education, 1(1), 17-23.