P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739
Transcript of P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739
P-ISSN 2355-0074 E-ISSN 2502-688739 Jurnal Numeracy Volume 7, Nomor 1, April 2020
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|35
CAPAIANKEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWADENGAN MODEL AIR
Nuralam*1 dan Maulidayani2 1,2UIN Ar-Raniry
Abstrak Konsep matematika dipelajari di sekolah memerlukan kemampuan penalaran matematis. Namun hasil tes menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah. Salah satu alternatif membuat kemampuan penalaran matematis lebih baik melalui model pembelajaran Auditory Intelectually Repetition (AIR). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control grup design. Populasi dalam penelitian seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Jantho dan sampelnya kelas VIII-2 dan VIII-1 dipilih dengan teknik cluster random sampling. Data yangdikumpulkan dengan menggunakan tes kemampuan penalaran matematis. Hasil penelitian melalui uji statistik uji-t pihak kanan diperoleh thitung > ttabel yaitu 3,79 > 1,68 maka Ha tolak Ho. Disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang diajarkan denganpembelajaran konvensional. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Model Air, Kemampuan Penalaran Matematis. Abstract The mathematical concept learned in school require mathematical reasoning abilities. But the test results show the students’ mathematical reasoning ability is still relatively low. To overcome this problem, applied a learning model called Auditory Intellectually Repetition (AIR). AIR can develop mathematical reasoning abilities students through problem solving. The purpose of this study is to describe the mathematical reasoning abilty of students through the AIR learning model is higher than taught through conventional learning models.. The research design used was quasi experiment with pretest-posttest control group design. The populations in this study were all of the Eighth Grade Students of SMPN 1 Jantho and the samples taken were classes VIII-2 and VIII-1 by using the random cluster technique sampling. The data collected wasby using the mathematical reasoning ability test. The result of research through the right-hand t-test statistic test obtained 3.79 > 1.68 then accept Ha reject Ho. Therefore, it was concluded that the students’ mathematical reasoning ability learned through the AIR learning model were higher than those taught conventional learning models. Keywords: Learning Models, AIR Model, Mathematical Reasoning Ability
PENDAHULUAN
Perkembangan matematika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu sains dan
teknologi yang sedemikian pesat di era digital saat ini. Sedemikian pesat perkembangan
teknologi memberikan dampak bagi matematika baik secara keilmuan maupun
____________ * correspondence Addres E-mail: [email protected]
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|36
pembelajarannya. Para pendidik matematika diharapkan tergugah kompetensinya dalam
berkreasi dan berinovasi untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran lebih terarah
pada kemampuan dan keterampilan matematika siswa sehingga dapat menunjang
penyelesaian masalah di kehidupan nyata. Membangun kemampuan ini membutuhkan
pemikiran kreatif dan inovatif yang berlandaskan efektif dan efesien. Cara berpikir yang
seperti tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika.
Matematika memiliki peranan penting di berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan
teknologi yang digunakan dalam memahami dan menguasai permasalahan ekonomi, sosial
dan budaya masyarakat. Sedemikian pentingnya sehingga menjadi pelajaran wajib
dipelajari mulai dari level pendidikan dasar menengah sampai ke perguruan tinggi. Karena
demikian penting matematika harus dipelajari oleh peserta didik maka pemerintah
menegaskan dalam standar isi mata pelajaran matematika tentang konsep-konsep, prinsip,
prosedur dan fakta yang perlu dibelajarkan agar peserta didik memilki kemampuan
matematika dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di dunia nyata. Salah satu
kemampuan yang harus diajarkan kepada peserta didik adalah kemampuan penalaran
matematis yang menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika di SMP. NCTM (2000)
menyatakan bahwa penalaran matematis adalah salah satu kemampuan matematika yang
harus menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika di sekolah.Tujuannya agar
peserta didik dapat memahami sepenuhnya berbagai pengetahuan matematika (Hudojo,
2003).
Kemampuan penalaran matematis merupakan suatu aktivitas berpikir yang sangat
penting membantu peserta didik dalam melakukan pendugaan atas dasar pengalamannya
untuk memperoleh pemahaman konsep yang saling berelasi dan belajar secara bermakna
(Hendriana, Rohaeti & Sumarmo, 2017; Baroody, 1993). Aktivitas berpikir dalam arti
bernalar tersebut mengandung arti bahwa cara berpikir tertentu baru termasuk ke dalam
suatu penalaran yang benar, jika memiliki pengetahuan dasar yang cukup dan mengerti
serta menggunakan bernalar yang logis dan analitik (Sternberg, 1987; Killpatrick, Swafford
& Findell, 2001). Persoalan logis dan analitik penting dalam proses bernalar, karena
umumnya kegiatan berpikir matematika menggunakan alur logika dan kerangka
analitis.Untuk memahami matematika dapat melalui proses penalaran dan dapat dilatih
melalui belajar matematika. Jadi dalam belajar matematika tidak semata-mata dituntut
kemampuan siswa sekedar memiliki kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan
bernalar yang logis dan kritis dalam pemecahan masalah (Kusumawardani, Wardono, &
Kartono, 2018).
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|37
Kemampuan penalaran berarti suatu kemampuan melakukan suatu pemikiran atau
cara berpikir logis. Penalaran dalam matematis merupakan cara berpikir logis tentang objek
matematika yang di lakukan secara logis untuk membuat suatu generalisasi dan akhirnya
menarik suatu kesimpulan. Hal ini sesuai dengan hakekat matematika yang memiliki
karakteristik objek-objek penelaahannya bersifat abstrak. Objek penelaahannya yaitu tidak
sekedar berupa kuantitas berupa bilangan-bilangan beserta operasinya, tetapi
dititikberatkan kepada hubungan, pola, sistem, dan stuktur. Penalaran matematika
berkaitan erat dengan bagaimana membangun suatu argumentasi yang benar dari proses
berpikir untuk mendapatkan kesimpulan yang benar. Pembelajaran matematika perlu
menggunakan penalaran deduktif untuk memberikan alasan yang logis, menganalisis
apakah alasan tersebut yang diajukan rasional dan sah hingga pada kesimpulan yang benar,
menganalisis situasi yang ada untuk menentukan karakteristik dan struktur matematik dan
memperhatikan sifat aksiomatik dari standar kurikulum matematika dalam rangka
membantu siswa mengoptimalkan penalaran matematis mereka dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan matematika.
Persoalannya, demikian penting kemampuan penalaran matematis siswa ternyata
berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Faktanya bahwa, Indonesia masih berada
pada peringkat ke-69 dari 76 negara dalam hal kemampuan matematika dari hasil PISA
(PISA, 2015).Begitu pula hasil survey TIMMS tahun 2011, Indonesia berada pada posisi ke-
38 dari 42 negara. Dan dibandingkan dari negara tetangga, rerata kemampuan penalaran
matematis peserta didik Indonesia jauh berada dibawah mereka (Setiadi, 2011). Kondisi ini
tidak jauh berbeda jika dicermati dari kemampuan matematika dari hasil UN tahun 2017
ternyata peserta didik di Propinsi Aceh yang menduduki peringkat ke-22 dari 34 propinsi.
Jika mencermati kondisi UN di Aceh Besar terutama di SMPN 1 Jantho, ternyata Data hasil
UN mata pelajaran matematika menunjukkan posisi yang kurang memuaskan seperti
disajikan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Data Hasil Rerata UN Mata Pelajaran Matematika SMPN 1 Kota Jantho
Mata Pelajaran Tahun 2017 Tahun 2016 Tahun 2015
Matematika 38,63 52,10 42,21
Mencermati Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa
perlu dibenahi. Salah satu aspek penting perencanaan pembelajaran bertumpu pada
kemampuan guru mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau model-model yang
membantu siswa untuk capaian tujuan pembelajaran matematika (Ahmad, 2012; Erman,
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|38
2011). Kemampuan guru matematika dalam capaian tujuan pembelajaran berelasi dengan
pengembangan kemampuan penalaran matematis siswa. Ada kemungkinan mengapa
rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa itu berkaitan dengan pembelajaran
matematika yang kurang melibatkan siswa aktif dalam belajar (Suprahatin, Maya &
Senjayawati, 2018). Hal tersebut dapat dicermati dari kenyataan di lapangan, umumnya
guru matematika masih cenderung lebih aktif dan siswa pasif dalam menerima segala
sesuatu informasi yang diberikan oleh gurunya. Siswa mengerjakan permasalahan
matematika sesuai dengan prosedur dari langkah-langkah yang telah diajarkan guru. Bahan
ajar matematika sudah jadi dan siswa lebih banyak menghafal daripada memahaminya.
Kurang pelibatan siswa juga berkaitan dengan komunikasi yang guru gunakan dalam
pembelajaran yang lebih menekankan satu arah, sehingga pembelajaran lebih individual.
Kondisi yang demikian mengakibatkan pembelajaran matematika berlangsung monoton
dan capaian kemampuan matematika siswa yang diharapkan kurang optimal. Jadi
kemampuan penalaran matematis siswa harus dilatih dan diasah dengan baik agar mereka
dapat menggunakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika maupun
mata pelajaran lainnya dan pada gilirannya nanti siswa dapat meningkatkan hasil belajar
matematikanya (Julianti, Wuryanto & Darmo, 2013; Rizqi & Surya, 2017; Fitrianti, Mariani &
Yulianto, 2018).
Banyak faktor terkaitan dengan capaian tujuan pembelajaran matematika, baik
secara internal maupun secara eksternal. Secara eksternal berkaitan dengan komponen
pembelajaran, yaitu: 1) kurikulum, 2) metode, 3) media, dan 4) evaluasi (Ahmad, 2012).
Keempat komponen tersebut saling berintegrasi dalam pembelajaran. Umumnya yang
menjadi perhatian adalah metode pembelajaran, bagaimana guru membelajarkan suatu
materi pelajaran yang berlangsung secara efektif dan efisien. Metode pembelajaran
merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari peran guru sebagai pendidik
dan pengajar dalam membelajarkan agar siswa dapat dengan mudah belajar.
Guru memiliki peluang untuk mencermati berbagai metode pembelajaran yang ada
dengan memperhatikan kesesuaian dan ketepatan agar dapat dipergunakan dalam
menyajikan bahan ajar di kelas. Bagaimana guru membelajarkan suatu materi matematika
maka guru perlu mempertimbangkan suatu model pembelajaran tertentu. Model
pembelajaran sebagai rencana atau pola yang digunakan dalam rancangan bahan
pembelajaran dan membimbing siswa di kelas (Joyce & Weil, 2009). Model ini dapat
dijadikan sebagai pola pilihan, artinya guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai
dan efisien agar capaian kemampuan penalaran matematis dapat optimal. Sehingga fokus
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|39
dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition
(AIR).
Model AIR menekankan pada tiga hal, yaitu: 1) auditor; 2) Intellectually; dan 3)
Repetition. Auditory berarti bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara,
berargumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectually menunjukkan
belajar menggunakan kemampuan berfikir, konsentrasi pikiran dan melalui bernalar,
menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan
masalah dan menerapkan. Repetition adalah pengulangan yang bermakna pendalaman,
perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis
(Maulana, 2012). Model AIR suatu model pembelajaran yang menfokuskan pada kegiatan
belajar siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara individu maupun
kelompok. Guru memfasilitasi agar siswa menemukan suatu gagasan baru. Model AIR
sebagai salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Model kooperatif berupaya
siswa lebih aktif belajar bersama dan bekerja sama serta guru lebih banyak sebagai
fasilitator (Suyatno, 2009). Model kooperatif membelajarkan agar siswa membiasakan diri
terlibat aktif dalam belajar. Model tersebut sudah menjadi tuntutan dalam pembelajaran
masa kini yang diharapkan dapat menghadapi tantangan masa depan sesuai perkembagan
jaman teknologi dan informasi.
Hasil penelitian (Rahayuningsih, 2017; Burhan, Suherman, & Mirna, 2014)
menunjukkan bahwa model AIR memberikan kontribusi positif bagi peningkatan
kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika. Kontribusi positif tampak
bagaimana siswa belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya. Model AIR
termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari teori belajar konstruktivistik. Hal ini dapat
dicermati dari kegiatan intellectually yang menekankan proses pembelajaran melalui pikiran
secara internal yang sesuai dengan kecerdassan individual peserta didik. Proses kegiatan ini
berkaitan dengan faktor mental, emosional, dan fisik. Dan kegiatan selanjutnya melalui
repetition, konsep pengulangan atau memperdalam materi yang disajikan guru matematika
dengan tujuan peserta didik dapat memahami materi yang disajikan guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
Teori belajar konstruktivistik sebagai suatu teori belajar yang berkeyakinan peserta
didik secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas
ditentukan oleh pengalaman sendiri pula (Schunk, 2012). Pembelajaran yang berciri
konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan
produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna.
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|40
Konstruktivisme sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Peserta didik belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya (Wahyudin, 2008; Thobroni, 2015).
Berdasarkan uraian diatas, berkaitan kemampuan penalaran matematis siswa yang
dibelajarkan dengan model AIR, maka sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam suatu
penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis
siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional. Adapun manfaat penelitian diharapkan memperluas wawasan pengetahuan
bagi pendidik matematika, dalam memilih model pembelajaran yang menekankan
kemampuan penalaran matematis siswa dan sebagai peluang riset yang relevan dan
berkelanjutan dengan model AIR.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Jantho Aceh Besar dengan menggunakan
penelitian kuantitatif dengan jenis penelitiannya kuasi ekperimen pre-test post-test control
group desain. Penelitian eksperimen digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lainnya dalam kondisi yang terkendali (Sugiyono, 2010). Dengan desain
kuasi eksperimen tersebut diharapkan dapat memperoleh informasi data kemampuan
penalaran matematis dari perlakuan yang diajarkan dengan model AIR dan model
pembelajaran konvensional dapat dideskripsikan.
Tabel 2. Rancangan Kuasi Penelitian
Grup Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan
O1 = Pre-test
O2 = Post-test
X1 = Model AIR
X2 = Pembelajaran konvensional
Populasi sebagai objek yang karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam penelitian
sesuai dengan dibelajarkan dengan model pembelajaran dan diambil kesimpulan penelitian
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|41
(Sugiyono, 2010). Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Jantho. Sampel
penelitian diambil dengan teknik secara cluster random sampling (Nahartyo, 2012). Secara
random sampel dipilih dan diperoleh subjek penelitian adalah kelas VIII1 sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII2 sebagai kelas kontrol.
Instrumen penelitian menggunakan tes kemampuan penalaran matematis,berupa
soal tes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa berbentuk uraian.
Instrumen yang digunakan sesuai dengan indikator kemampuan penalaran matematis.
Instrumen tes telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Adapun indikator kemampuan
penalaran matematis adalah: 1) analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan
data/proses; 2) generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah datayang
teramati; 3) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan; dan 4) melakukan
perhitungan berdasarkan rumus atau aturan matematika yangberlaku (Hendriana, Rohaeti
& Sumarmo, 2017). Perolehan data hasil penelitian berupa tes kemampuan penalaran
matematis siswa dikumpulkan, diolah dan dianalisis menggunakan teknik deskriptif yang
dimulai dengan menentukan rata-rata hitung dan simpangan baku. Selanjutnya digunakan
teknik analisis inferensial dengan menentukan uji normalitas data dan uji homogenitas
varians. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis melalui uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data di sekolah teliti pada dua kelas perlakuan baik pada kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Adapun data yang diolah untuk penelitian ini adalah
data hasil pre-test dan post-test yang didapatkan dari dua kelas tersebut.
Pengumpulan data pre-test diolah dan dianalisis dengan teknik analisis data yang
telah ditetapkan. Data hasil analisis deskriptif pre-test disajikan dalam bentuk Tabel 3
berikut ini.
Tabel 3. Data hasil Pre test
Data Kelas eksperimen Kelas Kontrol
Rata-rata 9,3 8,56 Simpangan baku 1,57 1,32
Varians 2,45 1,74
Dari Tabel 3 diperoleh rerata tes kemampuan penalaran matematis siswa berbeda
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ternyata hasil rerata tersebut diperoleh kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Namun demikian standar deviasi kelas
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|42
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa sebaran data
kelas homogen lebih baik daripada kelas eksperimen.
Selanjutnya melakukan uji kesamaan rata-rata diperoleh t(0,975)(64) = 1,68 dan
diperoleh– (
) (
)
yaitu -1,68 < 0,167 < 1,68. Disimpulkan nilai rata-rata
pre-test kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Selanjutnya data hasil analisis deskriptif
post-test disajikan dalam bentuk Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Data hasil Post test
Data Kelas eksperimen Kelas Kontrol
Rata-rata 12,93 11,3 Simpangan baku 1,26 1,32
Varians 1,59 1,75
Dari Tabel 4 diperoleh bahwa, rerata tes kemampuan penalaran matematis berbeda
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ternyata hasil rerata tersebut diperoleh kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Demikian pula standar deviasi kelas
eksperimen lebih kecil daripada kelas kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa sebaran data
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Selanjutnya data tes kemampuan
penalaran matematis dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan taraf signifikansi
α = 0,05 seperti disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Uji normalitas data (α = 0,05)
7,5 11,1 10,7 11,1
Dari Tabel 5 diperoleh bahwa uji normalitas data tes kemampuan penalaran
matematika kelas eksperimen berdistribusi normal, yaitu
yaitu 7,5 < 11,1.
Demikian pula kelas kontrol diperoleh bahwa
yaitu 10, 7 < 11,1. Maka data
tes hasil belajar matematika berdistribusi normal. Hasil dari pengujian normalitas data
dilanjutkan dengan uji homogenitas variansi dengan menggunakan taraf signifikansi α =
0,05 seperti disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Variansi Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Data Pre Test Uji Homogenitas Variansi (α = 0,05)
Fhitung Ftabel Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
0,9 2,1
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|43
Dari Tabel 6 diperoleh Fhitung≤ Ftabel yaitu 0,9 ≤ 2,1 bahwa tidak terdapat perbedaan
varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa
variansi tes hasil belajar matematika antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
homogen.
Langkah selanjutnya melakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang akan
diuji adalah sebagai berikut.
: kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR
lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.
: kemampuan penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR
lebih rendah atau sama dengan daripada model pembelajaran konvensional.
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis uji-t dengan menggunakan uji pihak
kanan.Berdasarkan perhitungan yang berlaku nilai thitung = 3,79 dengan dk = 46. Pada taraf
signifikan α = 0,05dan derajat kebebasan 46 dari tabel distribusi t diperoleh t0,95(55) = 1,68
Karena thitung> ttabel yaitu 3,79> 1,68 sehingga disimpulkan kemampuan penalaran matematis
siswa lebih baik diajarkan dengan model AIR daripada yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
Mencermati dari hasil penelitian bahwa kemampuan penalaran matematis siswa
dilihat dari hasil pretest menunjukkan kondisi awal kemampuan penalaran matematis siswa
kelas kontrol maupun kelas eksperimen secara keseluruhan termasuk dalam kategori
rendah. Rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada kedua kelas tersebut yaitu
kelas eksperimen 9,3 dan kelas kontrol 8,56. Hal ini terlihat bahwa, rata-rata
kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh
berbeda secara signifikan. Namun setelah kedua kelas diberi perlakuan sebagaimana yang
direncanakan, yaitu kelas eksperimen diajarkan dengan model pembelajaran AIR dan kelas
kontrol diajarkan dengan pembelajaran konvensional, dapat dicermati adanya perubahan
pada kemampuan penalaran matematis siswa. Hasil rata-rata post-test kemampuan
penalaran matematis siswa kelas eksperimen adalah ( = 12,93) dan rata-rata post-test kelas
kontrol adalah ( = 11,3). Dicermati bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi
daripada nilai rata-rata siswa kelas kontrol. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3
dan Tabel 4 di atas.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan uji t pada taraf signifikan =
0,05 diperoleh thitung = 6,90 dan ttabel = 1,68 sehingga thitung > ttabel, maka diperoleh bahwa
ditolak dan diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|44
matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang diajarkan
dengan model pembelajaran konvensional. Indikasi ini menunjukkan bahwa perolehan
kemampuan penalaran matematis siswa mengalami perubahan. Perubahan tersebut karena
diajarkan dengan model AIR. Implikasi perubahan tersebut memberikan masukan bagi
kegiatan pembelajaran matematika di kelas sehingga capaian kemampuan penalaran
matematis siswa menjadi lebih optimal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran AIR memberi pengaruh terhadap capaian kemampuan penalaran matematis
siswa. Jadi penerapan model AIR memberikan dampak yang positif bagi pembelajaran di
kelas dan hasil belajar yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Elinawati,
Duda & Julung, 2018).
Capaian kemampuan penalaran matematis siswa yang lebih baik tersebut dapat
dicermati dari ciri khas model AIR. Model ini menganggap bahwa suatu pembelajaran
matematika akan efektif jika memperhatikan tiga hal, yaitu auditory, intellectually, dan
repetition (Maulana, 2012). Ketika mempraktekkan aktivitas auditory, siswa diminta
membaca suatu materi matematika dengan keras agar siswa lain mendengarkan dan
menyimak, mengungkapkan secara terperinci rangkaian memeragakan suatu keterampilan,
dan secara berpasangan berdiskusi memecahkan masalah matematika. Pelibatan aspek
intellectually muncul dalam aktivitas siswa menyelesaikan masalah matematika. Dan
repetition diproses ketika masuknya informasi ke dalam otak peserta didik yang diterima
melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan
informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu terbatas (Meier, 2002).
Model AIR menempatkan siswa sebagai pusat perhatian utama dalam kegiatan
pembelajaran melalui tahapan-tahapannya, siswa diberikan secara aktif membangun sendiri
pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok. Sedangkan guru bertanggung jawab
penuh dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran, struktur materi, dan keterampilan
dasar yang akan diajarkan. Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa,
memberikan pemodelan atau demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk
berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan
umpan balik.
Sementara pada kelas kontrol menunjukkan capaian kemampuan penalaran
matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional berbeda dengan
yang dibelajarkan dengan AIR. Hasil analisis data diperoleh model pembelajaran
konvensional tidak sebaik dari model AIR. Umumnya model pembelajaran konvensional
lebih menekankan pada penyampaian informasi yang sudah ada dalam buku paket dan
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|45
lebih banyak berceramah dalam memberikan stimulus. Akibatnya guru lebih banyak aktif
dan respon siswa terbatas dalam belajar. Kuat atau lemahnya stimulus memberikan dampak
pada perubahan tingkah laku siswa (Schunk, 2012). Guru memberikan informasi materi
matematika secara prosedural yang baku dan harus diikuti sebagaimana mestinya. Siswa
mempelajarinya sesuai prosedur yang ditetapkan secara sistematis dan teratur. Siswa belajar
secara individual dan sedikit kesempatan untuk bertanya jawab dengan guru. Kondisi
seperti ini memungkinkan siswa memandang bahwa belajar matematika itu lebih banyak
membosankan daripada menyenangkan. Tak bisa disangkal bahwa kondisi belajar
matematika seperti ini banyak dialami oleh sebagian besar siswa di banyak sekolah
terutama di level pendidikan dasar dan menengah. (Hudojo, 2003; Suherman, 2011;
Rahayuningsih, 2017; Kusumawardani, 2018).
Hasil temuan penelitian dapat dicermati bahwa dua kelas perlakuan dengan model
pembelajaran yang berbeda ternyata memberikan kemampuan penalaran matematis siswa
yang berbeda pula. Oleh karena itu faktor model pembelajaran memberikan kontribusi
terhadap potensi kemampuan penalaran matematis siswa. Guru matematika perlu
memcermati ketepatan dan kesesuaian model pembelajaran tertentu yang menekankan
aktivitas siswa dalam belajarnya agar kemampuan penalaran matematis lebih optimal.
Dengan demikian kegiatan pembelajaran matematika yang terencana dan berimbang dapat
membentuk siswa yang berkembang dengan utuh sehingga potensi diri mereka dalam hal
ini kemampuan penalaran matematis siswa dapat optimal (Ahmad, 2012; Ruslan dan
Santoso, 2013; Putra dan Sari, 2016).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengoptimalkan capaian kemampuan
penalaran matematis siswa, maka disarankan agar guru matematika agar dapat
menggunakan model AIR, agar pelibatan siswa dalam aktivitas belajar dalam rangka
mencermati, berpikir dan mengulang kembali bersinergis dalam menyelesaikan masalah
matematika dan 2) bagi peneliti lainnya yang ingin riset dapat memvariasikan model AIR
yang berelasi dengan komponen pembelajaran yang lain.
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|46
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa yang diajarkan dengan model AIR lebih baik daripada yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengoptimalkan capaian kemampuan
penalaran matematis siswa, maka disarankan agar guru matematika agar dapat
menggunakan model AIR dan bersinergis dengan materi matematika yang relevan.
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|47
DAFTAR PUSTAKA A, Maulana. (2012). Model Pembelajaran AIR untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa. Bandung: FMIPA UPI. Ahmad, Zainal Arifin. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain Sampai Implementasi.
Yogyakarta: Pedagogia. Baroody A, J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8 Helping
Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Baron, J. B & Sternberg, R. J. (1987). Teaching thinking Skill. New York: W. H. Freeman and
Company. Burhan, Arini Viola, Suherman, & Mirna. (2014). Penerapan Model Pembelajaran AIR pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 18 Padang. Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1, (3)1, 6-11.
BBC, Peringkat PISA Indonesia Tahun 2015, Tersedia: http://www.sikerok.com Elinawati, Winda., Duda, Hilarius Jago & Julung, Hendrikus. (2018). Penerapan Model
Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal SainsMat, 7(1), 13-24.
Fitrianti, Dwi Agung., Mariani, Scolastika & Yulianto, Agus. (2018). Analysis of Reasoning
Abilty and Mathematical Communication Based on Learning Styles on PMRI Learning. Journal of Primary Education, 7(1), 74-80.
Hendriana, Heris., Rohaeti, Euis Eti., & Sumarmo, Utari. (2017). Hard Skill dan Soft Skills
Matematik Siswa. Bandung: PT Refika Aditama. Hudojo, H. (2003). Pengembangan kurikulum dan pembelajaran matematika. Malang:
Jurusan Matematika FMIPA UM. Joyce, Bruce., & Weil, Marsha. (2009). Model-model Pembelajaran. Penterjemah Achmad
Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, D. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn
Mathematics. Washington: National Academy Press. Kusumawardani, Dyah Retno., Wardono & Kartono. (2018). Pentingnya Penalaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika.Jurnal Prisma Unnes, Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, Vol. 1 Tahun 2018, pp. 588-595. [online]. Tersedia; http://jurnal.unnes.ac.id.
Nahartyo, Ertambang. (2012). Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. Yogyakarta:
UUP STIM YKPN. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standarts for School
Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Jurnal Numeracy Vol. 7, No. 1, April 2020|48
Putra, R.W.Y. & Sari, L (2016). Pembelajaran Matematika dengan Metode Accelerated Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 211-220.
Rahayuningsih, Sri (2017). Penerapan Model Pembelajaran Matematika Model Auditory
Intellectually Repetition (Air). Erudio (Journal of Educational Innovation), (3)2, 67-83. doi: 10.18551/erudio.3-2.6.
Rizqi, Nur Rahmi & Surya, Edy. (2017). An Analysis of Students’ Mathematical Reasoning
Ability In VIII Grade Of Sabilina Tembung Junior High School. International Journal Of Advance Research And Innovative Ideas In Education, 3(2), 3527-3533.
Ruslan, A.S. & Santoso, B. (2013). Pengaruh Pemberian Soal Open Ended Terhadap
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. Jurnal Kreano, 4(2), 138-150. Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective, Edisi Keenam,
Penterjemah Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Setiadi, Hari. (2011). Kemampuan Matematis Siswa SMP Indonesia. [online]:
http://litbang.kemdikbud.go.id Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, Erman. (2011). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Sumarmo, U. (2014). Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik serta
Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Suprihatin, Tri Roro., Maya, Rippi., & Senjayawati, Eka. (2018). Analisis Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa SMP pada Materi Segitiga dan Segiempat. Jurnal Kajian Pembelajaran Matematika, 2(1), 9-13.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya).
Yogyakarta: Bumi Aksara. Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Semarang. Thobroni, Muhammad., dkk. (2013). Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Med Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung: UPI. Yulianti, D. E., Wuryanto, & Darmo. (2013). Keefektifan Model-Eliciting Activities pada
Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa. Unnes Journal of Mathematics Education, 1(1), 17-23.