PENDAHULUANrepository.utu.ac.id/1347/1/BAB I, II, III, IV dan V.pdfBAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini...
Transcript of PENDAHULUANrepository.utu.ac.id/1347/1/BAB I, II, III, IV dan V.pdfBAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan
di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah,
kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Persoalan pengangguran
lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di
pedesaan. Upaya untuk menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi
disiplin yang berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang tepat harus
memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan
(Pedoman Umum PNPM, 2007).
Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi dimana penanganannya
membutuhkan keterkaitan berbagai pihak. Kemiskinan di Indonesia diiringi
masalah kesenjangan baik antar golongan penduduk maupun pembangunan antar
wilayah, yang diantaranya ditunjukkan oleh buruknya kondisi pendidikan dan
kesehatan serta rendahnya pendapatan dan daya beli.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah suatu
instrument pemerintah yang digulirkan untuk mencapai salah satu poin dari
MDGs (Millenium Development Goals) yaitu pengentasan kemiskinan. Program
ini akan menyatukan berbagai program yang dimiliki oleh berbagai departemen
dibawah satu koordinasi tim penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan
efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja,
pemerintah meluncurkan PNPM Mandiri ini mulai tahun 2007.
2
Melalui PNPM Mandiri ini dirumuskan kembali mekanisme upaya
penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses
pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama
masyarakat miskin, dapat ditumbuh kembangkan sehingga mereka bukan sebagai
obyek, melainkan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan
(Pedoman Umum PNPM, 2007).
Kecamatan Samatiga merupakan salah satu Kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat, dimana luas wilayahnya sebesar 140,69 km2 yang
memiliki jumlah desa sekitar 32 desa/kelurahan serta mempunyai 6 (enam)
mukim. Mayoritas mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Samatiga yaitu
sebagai petani.
Di Desa Cot Lampise Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat telah
dibentuk suatu kegitan yang bernama Simpan Pinjam Untuk Kelompok
Perempuan (SPP) bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman
sebagai bahan tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan. Kegiatan
SPP ini dibentuk seiring hadirnya PNPM Mandiri Perdesaan. Dengan adanya
kegiatan SPP akan sangat mendukung dalam meningkatkan keberdayaan para
perempuan agar mampu mandiri dan tidak hanya bergantung pada suami mereka
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Namun pada pelaksanaan
kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise tidak berjalan dengan baik yakni adanya
kendala pada rendahnya partisipasi dari masyarakat yang terlibat di dalamnya,
kemudian hasil kegiatan tidak terpelihara/hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan.
3
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti dan mengkaji permasalahan yang ada dan membahas permasalahan
tersebut kedalam bentuk skripsi yang berjudul “Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada Kegiatan Simpan
Pinjam Untuk Kelompok Perempuan (SPP) di Gampong Cot Lampise Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah
yang dikemukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada
Kegiatan Simpan Pinjam Untuk Kelompok Perempuan (SPP) di Gampong Cot
Lampise Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yakni: Untuk mengetahui
bagaimana implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan pada kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui
penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh
4
oleh penulis selama perkuliahan di Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar.
1.4.2. Manfaat Praktis
Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan
terutama mereka yang secara serius mengamati pelaksanaan PNPM, serta
memberikan masukan khususnya bagi masyarakat daerah di tempat penelitian ini
dilaksanakan agar dapat terus meningkatkan keberhasilan pelaksanaan PNPM.
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori, uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian, sumber data dan teknik
pengumpulan data, intrumen penelitian, teknis analisis data dan pengujian
kredibilitas data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Didalam bab ini akan di tampilkan hasil penelitian di lapangan dan
dijelaskan mengenai pembahasan tentang penelitian yang telah dilakukan
5
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian tentangupaya pemerintah daerah
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan
penelitian yang penulis lakukan. Penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah
implementasi kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
dan beberapa penelitian lain yang masih memiliki kaitan dengan variabel dalam
penelitian ini. Penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan dalam penelitian
ini akan mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu. Fokus penelitian
mengenai implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
mandiri perdesaan pada kegiatan simpan pinjam untuk kelompok perempuan
(SPP) di Gampong Cot Lampise Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
Berikut ada hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lainnya
terkait masalah yang sama dalam segi implementasi PNPM, yaitu:
1. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dendra, adalah mahasiswa
program study Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro Dalam
penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ditemukan bahwa implementasi
kebijakan PNPM dapat memberikan kemajuan terhadap masyarakat,
program PNPM Mandiri dapat memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat desa Klambu. Beberapa keberhasilan program yang dinilai
berhasil adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi
7
kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil
menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nanda Herdiyanti (2012) program study
Ilmu Administrasi Negara Universitas Teuku Umar (UTU), dalam
penelitiannya yang berjudul Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan Dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Gampong Alue Peudeung
Kecamatan Kaway XVI, disimpulkan bahwa implementasi program PNPM
yang diprioritaskan terhadap masyarakat yang kurang beruntung dan
kegiatan yang dilakukan diprioritaskan terhadap kemajuan Gampong dan
kesejahteraan Gampong Alue Peudeung seperti program kegiatan
pembangunan talut, pembangunan bronjong, dan simpan pinjam perempuan
(SPP), pelaksanaan yang dilakukan oleh masyarakat sangat berdampak
positif terhadap kemajuan Gampong dan kesejahteraan masyarakat, karena
masyarakat secara langsung berperan aktif dalam menjalankan program.
Maka tujuan dari PNPM menjadikan masyarakat yang aktif dan mandiri
juga bertanggung jawab terhadap program yang diberikan. Sehingga
prioritas terhadap masyarakat yang kurang beruntung tercapai, dengan
meningkatkan perekonomian masyarakat yang kurang beruntung, maka
program dari PNPM dapat berkelanjutan.
2.2. Implementasi
Implementasi program atau kebijakan merupakan salah satu tahap yang
penting dalam proses kebijakan public. Suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan.
8
Teori implementasi menurut Edward III (1980) dan Emerson, Grindle,
serta Mize menjelaskan bahwa terdapat empat variable kritis dalam implementasi
kebijakan public atau program diantaranya, komunikasi atau kejelasan informasi,
konsistensi informasi (communications), ketersediaan sumber daya dalam jumlah
dan mutu tertentu (resources), sikap dan komitment dari pelaksana program atau
kebijakan birokrat (disposition), dan stuktur birokrasi atau standar operasi yang
mengatur tata kerja dan laksana (bureaucratic strucuture).
Pendekatan Meriee S. Grindle dikenal dengan implementation as A
Political and Administrative Procces. Menurut Grindle ada 2 variabel yang
mempengaruhi implementasi kebijakan public, yaitu:
1. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses
pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan
yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran
keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari 2 hal,
yakni:
a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk
pada aksi kebijakannya.
b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat
2 faktor, yaitu :
- Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan
kelompok.
- Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi
9
2. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan public, juga menurut Gindle,
amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang
terdiri atas :
a. Isi kebijakan (Content of Policy) mencakup :
- Interest Affected (Kepentingan-Kepentingan yang Mempengaruhi).
Interst affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini
berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti
melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-
kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap
implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut.
- Type of Benefits (Tipe Manfaat).
Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa
jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan
oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
Sebagai contoh, masyarakat di wilayah slum areas lebih suka
menerima program air bersih atau pelistrikan daripada menerima
program kredit sepeda motor.
- Extent of Change Envision (Derajat perubahan yang ingin dicapai).
Setiap kebijakan memiliki target yang hendak dan ingin dicapai.
Content of Policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa
sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
haruslah memiliki skala yang jelas.
10
- Site of Decision Making (Letak Pengambilan Keputusan).
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini
harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu
kebijakan yang akan diimplementasikan. Apakah letak sebuah
program sudah tepat.
- Program Implementer (Pelaksana Program).
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel
demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini sudah harus terpapar
atau terdata dengan baik, apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya dengan rinci.
- Resources Committed (Sumber-sumber daya yang digunakan).
Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang
memadai. Pelaksanaan kebijakan harus didukung oleh sumber
daya-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan
dengan baik.
b. Lingkungan Implementasi (Context of Implementation) Mencakup :
- Power, Interest, and strategy of Actor Involved (Kekuasaan,
kepentingan-kepentingan, dan strategi dari actor yang terlibat).
Dalam suatu kebijakan perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan atau strategi yang digunakan oleh para
actor yang terlibat guna mempelancar jalannya pelaksanaan suatu
implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan
11
matang, sangat besar kemungkinan program yang hendak
diimplementasikan akan jauh hasilnya dari yang diharapkan.
- Institution and Regime Characteristic (Karakteristik lembaga dan
rezim yang sedang berkuasa).
Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut
mempengaruhi suatu kebijakan.
- Compliance and Responsiveness (Tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana).
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu
kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka
yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan
dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau
konten dan lingkungan atau konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui
apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan
apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi
oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.
Menurut Lineberry dalam Nugroho (2003: h.81) Implementasi adalah
tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta baik secara
individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang
menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan.
12
Menurut Suparto (2005: h.81) Implementasi merupakan suatu proses
mentransformasikan suatu rencana dalam praktik, sebelum tahap implementasi
kegiatan itu lebih dahulu harus menyelesaikan dokumen perencanaan stratejik
yang terdiri atas komponen yaitu:
1. Statment Visi, yaitu suatu pernyataan gambaran yang ingin dicapai dalam
waktu akan datang.
2. Statment Misi, merupakan suatu pernyataan tentang bagaimana
mewujudkan visi.
3. Statment Nilai, merupakan suatu pernyataan yang mengandung mutu yang
mempunyai daya ukur dan berharga.
4. Tujuan adalah misi yang ingin dicapai dalam penerapan pelaksanaan yang
telah ditentukan.
5. Sasaran merupakan obyek yang ingin diterapkan dalam mencapai suatu
tujuan yang telah direncanakan.
6. Strategi merupakan pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
gagasan, perencanaan dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu
tertentu.
Menurut Hamzah (1996: h.159) Implementasi merupakan penerapan dan
pelaksanaan. Sedangkan menurut Johan dan Shadily (1995: h.313)
Implementation kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yaitu
implementasi, implementasi merupakan pelaksanaan.
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004: h.65)
Implementasi adalah sebagai pelaksana keputusan kebijakan dasar, biasanya
13
dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Menurut Merilee S.Grindle dalam Nugroho (2003: h.82) menyatakan bahwa
implementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik
yang merupakan pernyataan luas tentang maksud tujuan dan cara mencapai tujuan
kedalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan dalam suatu kebijakan.
Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan public adalah
implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan
pelaksanaan dari apa yang telas diputuskan oleh legislatif atau para pengambil
keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam
kenyataannya tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu
kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu
kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu
sendiri.
2.3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan
2.3.1. Pengertian PNPM Mandiri
PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaaan masyarakat. PNPM mandiri dilaksanakan
melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur
program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong
14
prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang
berkelanjutan (Pedoman Umum PNPM, 2007).
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam
memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian, dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan
keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai
pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil
yang dicapai (Pedoman Umum PNPM, 2007).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang
digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah pedesaan. Program ini
dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup,
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di pedesaan. PNPM Mandiri
Perdesaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah
dilakukan sejak 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang
sebelumnya ada uji coba di 3 Propinsi yaitu: Nusa Tenggara Timur (Belu), Jawa
tengah (Sukoharjo) dan Sumatera barat (Solok). Pada tahun 1997 waktu itu
bernama KDF (Kecamatan Development Fund).
Program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air ini memusatkan
kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah pedesaan. Program
ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/kelembagaan lokal,
pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
15
sebesar Rp. 1 miliar sampai Rp. 3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah
penduduk. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak
terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses
perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana
sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan
dan pelestariannya.
Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Program
ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan, dan pinjaman dari
Bank Dunia.
2.3.2. Visi dan Misi PNPM Mandiri Perdesaan
Berdasarkan (TK PNPM MP, 2008:1) visi dan misi PNPM Mandiri
Perdesaan adalah sebagai berikut:
1. Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berati mampu
mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya di lingkungannya,
mampu mengakses sumber daya di luar kemiskinan.
2. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah peningkatan kapasitas masyarakat
dan kelembagaannya, pelembagaan sistem pembangunan partisipatif,
pengefektifan fungsi dan peran Pemerintah lokal, peningkatan kualitas dan
16
kuantitas prasarana dan sarana sosial dasar ekonomi masyarakat,
pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
2.3.3. Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan
Berdasarkan (TK PNPM MP, 2008: 1-2) tujuan PNPM Mandiri Perdesaan
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya
kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan
dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan
pengelolaan pembangunan.
b. Tujuan khusus
Tujuan khususnya meliputi:
1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.
2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
mendayagunakan sumber daya lokal.
3. Mengembangkan kapasitas Pemerintahan desa dalam memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif.
4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang
diprioritaskan oleh masyarakat.
5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.
6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa.
17
7. Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan.
2.3.4. Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan
Berdasarkan (TK PNPM MP, 2008: 2-3) prinsip-prinsip PNPM Mandiri
Perdesaan meliputi:
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada
pembagunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan
yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada
pembangunan fisik semata.
b. Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan
kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggungjawab, tanpa
intervensi negatif dari luar.
c. Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang
yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan
pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada
masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada
masyarakat miskin.
e. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan
secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya,
mulai tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan
dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk
materiil.
18
f. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan
keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan
mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan
dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam
pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
g. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil
keputusan pembangunan secara musyawarah dan mufakat.
h. Tranparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan
akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi
dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat
dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara
moral, teknis, legal maupun administratif.
i. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan
yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan
kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.
j. Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah setiap pengambilan
keputusan atau tindakan pembangunan, mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan pembangunan kegiatan harus
telah mempertimbangkan sistem kelestariannya.
2.3.5. Sasaran PNPM Mandiri Perdesaan
Berdasarkan (TK PNPM MP, 2008: 3) sasaran PNPM Mandiri Perdesaan
adalah:
1. Lokasi Sasaran
19
Lokasi sasaran PNPM Mandiri Perdesaan meliputi seluruh kecamatan
pedesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan tidak termasuk kecamatan-kecamatan kategori kecamatan
bermasalah dalam PPK/ PNPM Mandiri Perdesaan.
2. Kelompok Sasaran:
a. Masyarakat miskin di perdesaan,
b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan,
c. Kelembagaan Pemerintah lokal.
2.3.6. Sanksi
Sanksi adalah salah satu bentuk pemberlakuan kondisi dikarenakan adanya
pelanggaran atas peraturan dan tata cara yang telah ditetapkan di dalam PNPM
Mandiri Perdesaan. Sanksi bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan.
Sanksi dapat berupa:
a. Sanksi masyarakat, yaitu sanksi yang ditetapkan melalui kesepakatan
dalam musyawarah masyarakat. Semua kesepakatan sanksi dituangkan
secara tertulis dan dicantumkan dalam berita acara pertemuan.
b. Sanksi hukum, yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Sanksi program adalah pembehentian bantuan apabila kecamatan atau desa
yang bersangkutan tidak dapat mengelola PNPM Mandiri Perdesaan
dengan baik, seperti: menyalahi prinsip-prinsip, menyalahgunakan dana
atau wewenang, penyimpangan prosedur, hasil kegiatan tidak terpelihara
atau hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan. Kecamatan tersebut akan
20
dimasukkan sebagai kecamatan bermasalah sehingga dapat ditunda
pencairan dana yang sedang berlangsung, serta tidak dialokasikan untuk
tahun berikutnya.
2.4. Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP)
Dalam Penjelasan PTO IV PNPM-MP (Hal. 58) kegiatan Simpan Pinjam
untuk Kelompok Perempuan (SPP) merupakan kegiatan pemberian permodalan
untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam.
2.4.1. Tujuan dan Ketentuan
a. Tujuan Umum
Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi
kegiatan simpan pinjam pedesaan, kemudahan akses pendanaan usaha
skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan
memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan dan penanggulangan
Rumah Tangga Miskin.
b. Tujuan Khusus:
- Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun
sosial dasar.
- Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi
rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha.
- Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum
perempuan.
21
2.4.2. Ketentuan Dasar
a. Kemudahan, artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat
mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan.
b. Terlembagaan, artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok
yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang sudah baku dalam
pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman.
c. Keberdayaan, artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang
professional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan
pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan
kesejahteraan.
d. Pengembangan, artinya setiap keputusan pendanaan harus berorientasi
pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan
aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan.
e. Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
2.4.3. Ketentuan Pendanaan BLM
Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana yang disediakan
untuk mendanai kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) per
kecamatan maksimal 25% dari alokasi BLM.
a. Sasaran, Bentuk Kegiatan dan Ketentuan Kelompok SPP
- Sasaran Program
Sasaran program adalah rumah tangga miskin yang produktif yang
memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar
22
melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada di
masyarakat.
- Bentuk Kegiatan
Bentuk Kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai
tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang
mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana
pinjaman.
b. Ketentuan kelompok SPP
Penjelasan PTO IV (Kegiatan SPP, BAPEMMAS. 2007) Ketentuan
kelompok SPP adalah:
- Kelompok yang dikelola dan anggotanya perempuan, yang satu sama
lain saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin
yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun.
- Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana
simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati.
- Telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber
dana pinjaman yang diberikan kepada anggota.
- Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlansung dengan baik
- Mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana.
2.4.4. Mekanisme Pengelolaan
Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan program akan tetapi perlu
memberikan beberapa penjelasan dalam tahapan sebagai berikut :
a. Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi.
23
Dalam MAD Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan
untuk kegiatan SPP sehingga pelaku-pelaku tingkat desa memahami
adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatakan.
b. Musyawarah Desa (Musdes) Sosialisasi.
Musdes Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk
kegiatan SPP ditingkat desa sehingga pelaku-pelaku tingkat desa
memahami adanya kegiatan SPP dan melakukan proses lanjutan.
c. Musyawarah Dusun.
Proses identifikasi kelompok melalui musyawarah di dusun dengan proses
sebagai berikut :
- Identifikasi kelompok sesuai dengan ketentuan tersebut diatas
termasuk kondisi anggota.
Kader melakukan identifikasi perkembangan kelompok SPP dan
melakukan kategorisasi kelompok yang terdiri dari : Kelompok
Pemula, Kelompok Berkembang dan Kelompok Siap. Proses
kategoriasi kelompok mengacu pada ketentuan kategori perkembangan
kelompok. Menyiapkan daftar pemanfaat setiap kelompok beserta
jumlah kebutuhan dan daftar rumah tangga miskin yang akan menjadi
pemanfaat.
- Hasil musyawarah dusun dituangkan dalam berita acara dilampiri:
1) Daftar kelompok yang diidentifikasi,
2) kelompok SPP dengan daftar pemanfaat yang diusulkan,
3) peta sosial dan peta RTM,
4) rekap kebutuhan pemanfaat.
24
d. Musyawarah desa dan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP)
Musyawarah ini merupakan tahapan seleksi ditingkat desa adalah:
- Penentuan Usulan Desa adalah proses penentuan keputusan usulan
desa yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Penentuan
usulan ini melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP).
Hasil keputusan ini melalui MKP merupakan usulan desa untuk
kegiatan SPP.
- Hasil keputusan diajukan berdasarkan kelompok-kelompok yang
diajukan dalam paket usulan desa.
- Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan
proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan.
- Dalam penulisan usulan SPP paling tidak harus memuat hal sebagai
berikut :
1) Sekilas kondisi kelompok SPP
2) Gambaran Usaha dan Rencana yang menjelaskan kondisi anggota,
kondisi permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional,
rencana usaha dalam satu tahun yang akan datang, perhitungan
rencana kebutuhan dana.
3) Daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi
dengan peta sosial dan peta RTM (Penjelasan PTO IV PNPM-MP).
e. Verifikasi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses verifikasi kegiatan SPP
adalah:
- Penetapan Formulir Verifikasi.
25
Penetapan formulir verifikasi merupakan proses penyesuaian dengan
contoh format formulir yang telah tersedia.
- Proses Pelaksanaan Verifikasi
Verifikasi kelompok SPP mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Pengalaman kegiatan Simpan Pinjam
2) Persyaratan kelompok
3) Kondisi kegiatan Simpan Pinjam, dengan penilaian:
Permodalan
Kualitas Pinjaman
Administrasi dan Pengelolaan
Pendapatan
Likuitas (pendanaan jangka pendek)
4) Penilaian khusus rencana kegiatan
5) Jumlah rumah tangga miskin sebagai calon pemanfaat diverifikasi
dengan daftar rumah tangga miskin
6) Penilaian kategorisasi kelompok
f. MAD Prioritas Usulan
Tahapan ini merupakan tahapan evaluasi akhir dengan model prioritas
kebutuhan dengan mempertimbangkan hasil verifikasi. Prioritas penilaian
ditekankan pada kelompok yang lebih mengutamakan calon pemanfaat
kategori rumah tangga miskin.
Hasil pemeringkatan kelompok SPP sudah dapat menunjukkan kebutuhan
pendanaan BLM untuk SPP sehingga sudah dapat ditentukan kelompok-
kelompok layak yang akan didanai dari BLM. Untuk kelompok yang layak
26
dan akan didanai BLM, tahap selanjutnya adalah melakukan
penyempurnaan dokumen usulan misalnya: KTP dan perjanjian pinjaman.
Prioritas kebutuhan kelompok SPP agar mempertimbangkan:
- Keterlibatan rumah tangga miskin sebagai anggota dan pemanfaat
- Kategori tingkat perkembangan kelompok
- Hasil penilaian kelayakan kelompok pengusul yang dituangkan dalam
berita acara TIM verifikasi
- Pertimbangan lain yang mendukung pengurangan jumlah rumah
tangga miskin dan peningkatan kesempatan kerja/usaha.
g. MAD Penetapan Usulan
Pada tahapan ini keputusan pendanaan mencakup penentuan pendanaan
usulan dengan menentukan kelompok-kelompom yang telah memenuhi
syarat pemeringkatan dapat didanai dengan dana BLM. Dalam MAD
penetapan usulan ini, dimungkinkan adanya kelompok yang didanai sesuai
dengan MAD priortas usulan mengundurkan diri sehingga peringkat
selanjutnya yang akan menerima, jika terjadi tidak sama jumlah
kebutuhan pada kelompok terakhir maka agar diputuskan melalui
musyawarah. Bagi kecamatan yang telah mengelola dana bergulir maka
pada MAD ini dapat juga dilakukan proses MAD perguliran.
h. Penetapan Persyaratan
Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam perjanjian pinjaman
paling tidak mencakup hal-hal:
- Penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan: Besar jasa pinjaman
ditentukan berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga
27
keuangan pada wilayah masing-masing. Sistem perhitungan jasa
pinjaman menurun atau tetap
- Jangka waktu pinjaman sumber dana BLM maksimal 12 bulan
- Jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur 3 kali angsuran
dalam pemanfaat maupun tingkat kelompok
- Angsuran langsung dari kelompok ke UPK
i. Pencairan dana
Ketentuan pencairan dana BLM dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pencairan melalui desa sesuai dengan ketentuan program dilampiri
SPPB dengan bukti penyaluran KW2.
- Pencairan dilakukan sekaligus (100%) pada setiap kelompok.
- Dalam saat yang bersamaan ketua TPK memberikan dana SPP setelah
dikurangi Operasional UPK 2% dan Operasional Desa 3% dengan
bukti kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok sebagai
penerima dan UPK sebagai pengelola kegiatan. Tujuan kuitansi ini
adalah kelompok telah menerima langsung dari UPK dan selanjutnya
mengembalikan kepada UPK.
- Kelompok membuat perjanjian pinjaman dengan UPK sebagai
lampiran kuitansi penerima dana.
- Kelompok menyerahkan kuitansi/tanda terima uang per pemanfaat
kepada UPK.
j. Pengelolaan dokumen dan Administrasi di UPK
Pengelolaan kegiatan di tingkat UPK meliputi:
28
- Pengelolaan dokumen UPK mencakup beberapa hal sebagai berikut:
Pengelolaan data kelompok dan peminjam/pemanfaat, pengelolaan
proposal penulisan usulan dengan peta sosial, pengelolaan dokumen
penyaluran: kuitansi, SPPB.
- Pengelolaan administrasi meliputi: Rekening pengembalian SPP, buku
bantu Bank SPP, buku kas harian SPP, kartu pinjaman.
- Pengelolaan pelaporan sebagai berikut: Laporan realisasi penyaluran,
laporan perkembangan pinjaman – SPP, laporan kolektibilitas – SPP,
necara, dan laporan operasional.
k. Pengelolaan Dokumen dan Administrasi di Kelompok
Hal-hal yang dikelola ditingkat kelompok meliputi: data-data peminjam,
dokumen pendanaan/kuitansi di kelompok maupun pemanfaat,
administrasi realisasi pengembalian pinjaman ke UPK, administrasi
penyaluran dan pengembalian/kartu pinjaman pemanfaat dan administrasi
pinjaman pemanfaat.
l. Penetapan Daftar Tunggu
Usulan kegiatan kelompok SPP yang belum terdanai oleh BLM tetapi
telah dianggap layak dapat didanai dengan dana bergulir. Jika dana
bergulir tidak mengcukupi maka kelompok layak dapat ditetapkan sebagai
kelompok tunggu yang dilaporkan dalam daftar tunggu kelompok. Daftar
tunggu ini ditetapkan dengan berita acara. Selain menetapkan daftar
tunggu juga menetapkan mekanisme dan persyaratan dalam pendanaan
kelompok yang termasuk daftar tunggu.
29
m. Pelestarian dan Pengembangan Kegiatan
Pelestarian kegiatan SPP mengacu pada ketentuan pengelolaan dana
bergulir dengan mempertimbangkan ketentuan akses BLM yang telah
disepakati dalam MAD yang mencakup:
- Pelestarian kegiatan.
Dasar-dasar dalam rangka mewujudkan pelestarian kegiatan adalah:
1) Adanya dana kegiatan SPP yang produktif dan bertambah
jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat
miskin.
2) Adanya pelestarian prinsip PNPM Mandiri – Perdesaan terutama
keberpihakan kepada orang miskin dan transparansi.
3) Penguatan kelembagaan baik dalam aspek permodalan ataupun
kelembagaan kelompok.
4) Pengembangan layanan kepada masyarakat.
5) Pengembangan permodalan.
- Pengembangan Kelompok.
Pengembangan kelompok SPP diarahkan sebagai lembaga pengelola
simpanan dan pinjaman yang profesional, akuntabel sehingga mampu
menarik minat kerja sama lembaga lain sebagai lembaga penyalur dan
pengelola pinjaman. Pengembangan kelembagaan kelompok SPP,
secara badab hukum dapat menjadi Koperasi Simpan Pinjam. Fasilitasi
pengembangan kelompok dapat didasarkan pada tingkat
perkembangan kelompok maupun fungsi kelompok yang dijelaskan
dalam pengelolaan dana bergulir.
30
2.5. Dasar Hukum PNPM Mandiri Perdesaan
Dasar hukum pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan mengacu pada
landasan konstitusional UUD 1945 beserta amandemennya, landasan idiil
Pancasila, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta landasan khusus
pelaksanaan PNPM Mandiri yang akan disusun kemudian. Peraturan perundang-
undangan khususnya terkait sisstem pemerintahan, perencanaan, keuangan negara,
dan kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah sebagai berikut:
2.5.1. Sistem Pemerintahan
Dasar Peraturan perundangan sistem pemerintahan yang digunakan adalah:
a. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
d. Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan.
2.5.2. Sistem Perencanaan
Dasar peraturan perundangan sistem perencanaan terkait adalah:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
c. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009.
31
d. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
e. Petunjuk Teknis Operasional (PTO) yang dikeluarkan oleh Departemen
Dalam Negeri dalam rangka pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan.
32
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Narbuko dan Achmadi (2004:
h.44) memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi, ia juga
bisa bersifat komperatif dan korelatif. Menurut Mardalis (2008: h.26) penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku.
didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2002: h.3) mendefinisikan
pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Sedangkan tipe
penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif, dimana peneliti
mendeskripsikan wawancara mendalam dan penyebaran angket terhadap subjek
penelitian. Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu
menggambarkan tentang implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada kegiatan Simpan Pinjam Untuk
33
Kelompok Perempuan (SPP) di Gampong Cot Lampise Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1. Sumber Data
Menurut Subanadan Sudrajat (2005: h.115) sumber data adalah subjek
dari penelitian yang dimaksud. Sedangkan menurut Sukan Darrumidi (2008: h.20)
sumber data adalah semua informasi, baik merupakan benda nyata, abtrak ataupun
dalam bentuk peristiwa/gejala.
Adapun sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data Primer merupakan sumber data adalah sumber-sumber dasar yang
merupakan bukti saksi utama dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan
resmi yang dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi
mata, keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, (2005:
h. 51).
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung
di lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dan observasi. Data
primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan Keuchik
Gampong, dan yang menerima manfaat dari PNPM. Sedangkan observasi
dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut Hasan (2002: h.82) data sekunder adalah data yang diperoleh
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data
34
sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Menurut Husaini Usman dan Purnomo S.A (2004: h.54) “observasi ialah
pengamatan dan pencacatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.”
Observasi menjadi teknik pengumpulan data apabila: 1) sesuai dengan tujuan
penelitian, 2) direncanakan dan dicatat secara sistematis, 3) dapat dikontrol
keandalannya (reliabilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya). Menurut H.B.
Sutopo (2006: h.75), “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari
sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi dan
benda, serta rekaman gambar”.
Terdapat empat jenis observasi (H.B. Sutopo, 2006: 75-79) antara lain:
a. Observasi tak berperan.
Kehadiran peneliti dalam observasi sama sekali tidak diketahui oleh
subyek yang diamati.
b. Observasi berperan pasif.
Kehadiran peneliti dalam di lokasi menunjukkan peran yang paling pasif,
sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh subjek yang
diamati dan hal itu membawa pengaruh pada yang diamati.
c. Observasi berperan aktif.
Observasi berperan aktif merupakan cara khusus dan peneliti tidak hanya
sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan
35
dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peran tersebut
hanya bersifat sementara.
2. Wawancara
Lexy J. Moleong (2007: h.135) mengemukakan bahwa “wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai yang
memberi jawaban atas pertanyaan itu”
Dalam melakukan wawancara ini peneliti berpedoman pada teknik yang
diuraikan H.B Sutopo (2006: h.70-72) yaitu:
a. penentuan siapa yang akan diwawancarai.
Informasi atau data baik kelengkapan dan juga kedalamannya, adalah
sangat penting artinya bagi kualitas simpulan hasil penelitian. Oleh karena
itu dalam hal pengumpulan informasi lewat wawancara mendalam,
peneliti harus bisa mendapatkan narasumber atau informan yang tepat.
b. Persiapan wawancara.
Setelah penentuan informan, peneliti perlu mempersiapkan diri untuk
memahami pribadi dan peran informan dalam konteksnya, sehingga bila
perlu peneliti berusaha menyesuaikan diri dengan karakter dan posisi
informannya agar tidak terjadi kesan yang mungkin tepat sehingga bias
berakibat hanya mendapatkan informasi yang kurang sesuai dengan yang
sebenarnya diharapkan.
c. Langkah awal.
36
Pada saat pertemuan dengan nara sumber, peneliti benar-benar memahami
kontesknya agar proses wawancara disesuaikan dengan kondisinya dan
bisa berjalan lancar.
d. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif.
Irama wawancara perlu dijaga supaya tetap terasa santai tetapi lancar.
Peneliti jangan banyak memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi
pendengar yang baik tetapi harus berusaha bersikap kritis. Peneliti jangan
banyak bicara supaya bisa belajar lebih banyak dalam kelancaran
prosesnya.
e. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan.
Peneliti perlu memahami kondisi pelaksanaan wawancara dengan
produktivitasnya. Bila peneliti menangkap gejala kelelahan baik pada
informan maupun pada peneliti sendiri, maka ia wajib berpikir apakah
sudah waktunya peneliti menghentikan wawancara tersebut, dan sudah
menarik simpulan dari semua informasi yang telah diperolehnya. Bila
perlu peneliti bisa menanyakan beberapa simpulan sementara dari
informasi yang didengarnya kepada informan, untuk menegaskan apakah
memang benar demikian yang dimaksudnya.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam
penelitian kualitatif. Husaini Usman dan Purnomo S.A (2004: h.73) berpendapat
bahwa “dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen”. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana
37
sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa juga berupa benda-benda lainnya
sebagai peninggalan masa lampau.
3.3. Instrumen Penelitian
Menurut Suyanto & Sutinah (2006: h.59) mengemukakan bahwa
instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden
sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei. Instrument
penelitian ilmu sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman pertanyaan
(interview guide). Semua jenis instrumen penelitian ini berisi rangkaian
pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu permasalahan yang menjadi tema pokok
penelitian.
Adapun instrumen penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas
penelitian baik atau sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian dengan cara peneliti terlebih dahulu mencari permasalahan awal,
selanjutnya peneliti mengembangkan penelitian dengan menerapkan instrumen
sederhana yaitu dengan melakukan perbandingan data melalui observasi dan
wawancara.
3.3.1. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Cara
yang digunakan untuk menentukan informasi tersebut maka penulis menggunakan
“purposive sampling”, yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan
sampelnya (Arikunto, 2009: h.128).
38
Berdasarkan purposive sampling atau sampling tujuan, maka yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keuchik gampong 1 orang
2. Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) 8 orang
3. Ketua UPK 1 orang
Berdasarkan data di atas ada beberapa jumlah informan dalam penelitian
ini, jumlah informan tersebut di atas bersifat sementara, jika hasil penelitian
jawaban yang diberikan oleh informan sama antara informan satu dengan yang
lainnya dan peneliti menemukan titik kejenuhan dalam penelitian ini maka jumlah
informan tersebut diatas dapat mewakili dari hasil penelitian yang peneliti
lakukan.
3.4. Teknik Analisa Data
Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara
kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-kata lisan
maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum
dan menyuluruh dari obyek penelitian. Serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil
studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran
hasil penelitian yang berkenaan dengan implementasi pembangunan bottom up.
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja” (Moleong, 2002: h.103). Analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian serta
hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.
39
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka
analisis data yang digunakan non statistik.
Menurut Miles (2007: h.15-19) analisis data dalam penelitian kualitatif
berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan
sendiri-sendiri. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang
direncanakan. Akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang
antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta verifikasi
atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini,
digunakan langkah-langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi
data.
1. Redukdi Data
“Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncur dari catatan-catatan yang
tertulis di lapangan” (Miles dan Huberman 2007: h.17). Reduksi data ini bertujuan
untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau
verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan
mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian
dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (2007: h.18) penyajian data adalah
pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
40
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah
di kategorikan tersebut kemudian di organisasikan sebagai bahan penyajian data.
3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
“Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-
makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya” (Miles dan Huberman, 2007: h.19).
Menurut Miles dan Huberman (2007: h.36) ada tiga komponen analisis
yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga
komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen
analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat di gambarkan dalam
skema sebagai berikut:
( Sumber : Miles dan Huberman (2007 h: 36))
3.5. Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan
Pengumpulan Data Sajian Data
Reduksi Data PenarikanKesimpulan/verifikasi
41
member check. “Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data
yang lebih mendalam mengenai subjek penelitian” (Sugiyono, 2007, h: 270).
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang
memadai. Menurut Moleong (2002: h.327) perpanjangan pengamatan berarti
peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data
tercapai. Dalam pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya
dilakukan dalam waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan
pengamatan dengan keikutsertaan pada lata penelitian. Perpanjangan pengamatan
yang dilakukan peneliti adalah dengan sering melakukan hubungan interaksi
dengan masyarakat dan aparat gampong serta sering melakukan pengamatan di
lapangan.
2. Peningkatan ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan
dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait
dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar
dan bisa dipercayai atau tidak.
3. Triangulasi
“Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi
masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau
satu metode penelitian saja” (Sugiyono, 2007: h. 225). Triangulasi dapat diartikan
42
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut
Sugiyono (2007: h.273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu :
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai
sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek
sumber data antara bawahan, atasan dan teman.
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data
yang sama.
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang
sama.
“Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi
lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data” (Sugiyono,
2007: h. 241).
4. Pemeriksaan teman sejawat
Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang
berguna untuk proses penelitian.
43
5. Analisis kasus negatif
Menurut Sugiyono (2007: h.275) melakukan analisis kasus negatif berarti
peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang
telah ditemukan.
6. Member check
Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan
data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.
3.6. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian dalam skripsi ini dilakukan selama 7 bulan
dengan rincian sebagai berikut:
3.1 Tabel jadwal penelitian
No Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
1 Pengajuan Judul besertaProposal Judul
2 Menunggu SK Pembimbing
3 Bimbingan
4 Seminar Proposal
5 Melengkapi Bahan Skripsi
6 Penelitian
7 Sidang
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Profil Gampong Cot Lampise
Gampong Cot Lampise adalah salah satu dari lima Gampong dalam
wilayah Kemukiman Menumbok Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Provinsi Aceh. Gampong Cot Lampise mempunyai luas wilayah 200 Ha,
penduduknya berjumlah 260 jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki-laki 134
jiwa dan perempuan sebanyak 126 jiwa, mayoritas penduduk bermata pencaharian
sebagai petani. Secara Administrasi batas-batas Gampong Cot Lampise adalah
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Perbatasan dengan Gampong Pinem
Sebelah Selatan : Perbatasan dengan Gampong Cot Seulamat
Sebelah Barat : Perbatasan dengan Gampong Suak Panteu Breuh
Sebelah Timur : Perbatasan dengan Gampong Ladang
Gampong Cot Lampise memiliki 3 (Tiga) dusun, yaitu Dusun Phonna,
Dusun Sejahtera, dan Dusun Pelita IV, yang setiap dusunnya dipimpin oleh
seorang Kadus (Kepala Dusun) dan Gampong Cot Lampise dipimpin oleh Kepala
Desa (Keuchik). Masyarakat yang tinggal di Gampong Cot Lampise penduduknya
hanya orang suku aceh. (Sumber: wawancara dengan Sekretaris Desa).
45
4.1.2. Kependudukan dan Pencaharian Masyarakat
Berdasarkan data monografi yang terdapat di Gampong Cot Lampise yang
terletak pada Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat jumlah penduduk
seluruhnya adalah 260 jiwa yang terdiri dari 134 orang laki-laki dan 126 orang
perempuan, dan memiliki 3 dusun yang terdiri dari dusun phonna, sejahtera, dan
Pelita IV Mayoritas penduduk Gampong Cot Lampise mata pencahariannya lebih
dominan sebagai petani, karena masyarakat Gampong Cot Lampise menganggap
bahwa yang dapat mereka kerjakan di desa hanyalah bertani untuk memenuhi
kehidupan mereka ini dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel. 1
Data Keadaan Penduduk dan Fakir Miskin Gampong Cot Lampise
Kecamatan Samatiga (Keadaan Tahun 2014)
No Dusun
Jumlah Penduduk(Orang)
Jumlah FakirMiskin (Orang) Ket
Lk Pr Jumlah Fakir Miskin
1 Phonna 59 49 108 2 4
2 Sejahtera 35 33 68 1 5
3 Pelita IV 42 42 84 5 3
Jumlah 136 124 260 8 12(Sumber: Diolah Berdasarkan Data Gampong Cot Lampise)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa masyarakat Gampong Cot
Lampise dengan jumlah penduduk 260 dan memiliki penduduk fakir miskin 20
orang, fakir 8 orang dan miskin 12 orang.
Yang dimaksud dengan fakir itu orang yang tidak punya harta serta tidak
punya penghasilan yang mencukupi kebutuhan dasarnya atau mencukupi hajat
paling asasinya. Hajat dasar itu sendiri berupa kebutuhan untuk makan yang bisa
meneruskan hidupnya, pakaian yang bisa menutupi sekedar auratnya atau
46
melindungi dirinya dari udara panas dan dingin, serta sekedar tempat tinggal
untuk berteduh dari panas dan hujan atau cuaca yang tidak mendukung.
Sedangkan yang dikatakan miskin yaitu miskin adalah orang yang tidak punya
harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, namun masih ada
sedikit kemampuan untuk mendapatkannya. Dia punya sesuatu yang bisa
menghasilkan kebutuhan dasarnya, namun dalam jumlah yang teramat kecil dan
jauh dari cukup untuk sekedar menyambung hidup dan bertahan.
Tabel. 2
Klasifikasi Jumlah Penduduk Menurut Profesi.
(Keadaan Tahun 2014)
No UraianNama-Nama Dusun
JumlahPhonna Sejahtera Pelita IV
1 Petani 57 27 39 123
2 Pedagang 1 3 4 8
3 Peternak 8 5 5 18
4 Pertukangan 2 - 3 5
5 Sopir - - 1 1
6 Pengrajin 3 3 4 10
7 Penjahit - 2 - 2
8 Wiraswasta 1 1 - 2
9 PNS 5 1 3 9
10 Bengkel - 1 1 2
Total Keseluruhan 180(Sumber: Diolah Berdasarkan Data Gampong Cot Lampise)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Gampong Cot
Lampise memiliki pekerjaan yang bermacam-macam. Dari profesi masyarakat
Gampong Cot Lampise yang terbanyak mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu
123 orang, dan dapat disimpulkan sesuai dengan data yang ada bahwa masyarakat
47
Gampong Cot Lampise profesi sebagai petani itu dapat dikatakan jauh dari
kecukupan.
Tabel. 3
Data : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
(Keadaan Tahun 2014)
No DusunJenis Pendidikan
TidakSekolah
SD/MIN
SLTP/MTSN
SLTA/MAN
D-2 S-1
1 Phonna 3 10 3 14 4 1
2 Sejahtera 1 9 1 16 3 2
3 Pelita IV 6 6 3 17 2 2
Jumlah 10 25 7 47 9 5(Sumber: Diolah Berdasarkan Data Gampong Cot Lampise)
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk paling besar terhadap
pendidikan adalah penduduk yang tamat Sekolah MAN/sederajat yaitu sebanyak
47 orang, diikuti oleh tamat MIN/sederajat 25 orang, yang tidak sekolah 10 orang,
Akademi/Diploma 9 orang, tamat SLTP/sederajat 7 orang dan yang Sarjana/S-1
hanya 5 orang.
4.1.3. Pemahaman Informan terhadap program SPP
Ketika peneliti melakukan wawancara terhadap informan, dapat diketahui
bahwa program SPP dari PNPM MP merupakan suatu program yang sangat baik
untuk dijalankan karena memberi dampak positif bagi kaum perempuan. Hal ini
sesuai dengan perkataan Ainal Mardhiah salah satu anggota kelompok SPP di
Gampong Cot Lampise yang mengatakan bahwa:
“Program SPP sangat bagus untuk dilaksanakan, karena dapat meningkatkan
keberdayaan para perempuan agar mampu mandiri dan tidak hanya bergantung
48
pada suami dalam hal memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga” (wawancara,
12 Agustus 2014).
Hal senada juga dikatakan oleh Mala Wati yang menjadi anggota kelompok
SPP di Gampong Cot Lampise yang mengatakan:
Saya sendiri salah satu anggota yang telah masuk anggota kelompokSPP merasa perekonomian rumah tangga saya sedikit meningkat darisebelumnya. Program dari SPP, saya menjadikan juga sebagai modaluntuk keperluan dari usaha saya dalam jual beli karet (wawancara, 12Agustus 2014).
4.1.4. Pelaksanaan Kegiatan SPP
Berdasarkan yang penulis lakukan Kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise
mulai dilaksanakan pada tahun 2010, dan mempunyai dua kelompok yaitu
kelompok sabee pakat dan kelompok bungong kupula tiap kelompok terdiri dari
10 orang. Dan dari obsevasi penulis juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Umi Salamah salah satu anggota kelompok SPP mengatakan bahwa:
“Kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise ini mulai dilaksanakan pada tahun 2010
yang lalu” (wawancara, 13 Agustus 2014).
Dari keterangan Umi Salamah di atas salah satu anggota kelompok SPP
sangat relevan dengan apa yang telah dikatakan oleh Keuchik Gampong Cot
Lampise yang mengatakan bahwa:
“Kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise mulai dilaksanakan pada tahun 2010
dan mempunyai dua kelompok yaitu kelompok Sabee Pakat dan Kelompok
Bungong Kupula tiap kelompok terdiri dari 10 orang” (wawancara, 11 Agustus
2014).
49
Setelah penulis melalukan penelitian yang mendalam pelaksanaan
kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise mengalami permasalahan yang begitu
berat, yakni sesuai dengan perkataan Keuchik yang Mengatakan bahwa:
Permasalahan yang terjadi yaitu mengalami longgakan uang sebesarRp. 13.500.000 pada kelompok sabee pakat dari jumlah pinjamansemua Rp. 55.000.000, yaitu Rp. 30.000.000 untuk kelompok sabeepakat dan Rp. 25.000.000 untuk kelompok bungong kupula(wawancara, 11 Agustus 2014).
Sementara berkaitan dengan permasalahan tersebut keuchik mengadakan
musyawarah dengan staf gampong dan kelompok SPP ia mengatakan bahwa:
Untuk menahan rasa malu pada pihak PNPM, saya selaku Keuchikbeserta Staf Gampong mengambil keputusan yaitu uang yangmelonggak sebesar Rp. 13.500.000 tersebut akan kami bayar terlebihdahulu dengan cara patungan. Kemudian pihak yang bermasalahtersebut akan membayar kembali uang kami boleh dengan caracicilan (wawancara, 11 Agustus 2014).
Hasil observasi dan wawancara, dengan apa yang telah terjadi selama ini,
kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise masih berlanjut sampai dengan sekarang
yaitu tahun 2014. Namun ada perubahan yang terjadi yaitu dari tahun 2013 s/d
2014 kegiatan SPP di Gampong Cot Lampise hanya terdiri dari satu kelompok
saja yaitu kelompok Bungong Kupula. Jumlah dana yang mereka terima pada
tahun 2013 sebesar Rp. 64.000.000 dan lebih jelasnya dapat dilihat di tabel
dibawah ini.
Tabel. 4
Nama-Nama Penerima Manfaat Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
dan Jenis Usaha yang dilakukan dan Besarnya Dana Masing-Masing
Anggota yang Diterima pada Tahun 2013
No Nama Usaha Dana
1 Cut Roswita Menjahit 5.000.000
50
2 Mala Wati Jualan Karet 15.000.0003 Umi Salamah Membuat Kue 5.000.0004 Ainal Mardhiah Kios 15.000.0005 Opi Marliza Membuat Kue 4.000.0006 Nurjannah Membuat Kue 5.000.0007 Hasnawati Menjahit 3.000.0008 Jahani Menjahit 5.000.0009 Cut Azizah Menjahit 4.000.00010 Siti Rahmah Menjahit 3.000.000
Jumlah 64.000.000(Sumber : diolah berdasarkan wawancara)
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan semua informan, dapat
diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan SPP pada tahun 2013 di Gampong Cot
Lampise masih belum bisa berjalan dengan baik, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan Opi Marliza yang mengambil usaha membuat kue dan
mengatakan bahwa :
Saya meminjam uang Rp. 4.000.000 dengan usaha yang saya ajukanyaitu membuat kue, sebenarnya keuntungan dari usaha tersebut tidaksaya dapatkan karena uang tersebut saya gunakan untuk membeliperalatan rumah tangga dan untuk melunasi uang tiap bulannya yaituhasil kerja suami (wawancara, 15 Agustus 2014).
hal senada juga saya dapatkan dari Jahani yang usahanya menjahit yang
mengatakan bahwa:
Saya meminjam uang sebesar Rp. 5.000.000 memang usaha sayasebagai penjahit namun soal keuntungan tidak saya dapatkan dariusaha tersebut karena kurangnya masyarakat Gampong Cot Lampiseyang memesan baju jahitan, jadi uang tersebut banyak saya gunakanuntuk keperluan yang lainnya (wawancara, 15 Agustus 2014).
Dari apa yang telah peneliti dapatkan bahwa pelaksanaan kegiatan SPP di
Gampong Cot Lampise tidak terpelihara atau hasil kegiatan tidak dapat
dimanfaatkan dengan baik.
51
Pelaksanaanya dapat dilihat ditabel dibawah ini :
Tabel. 5
Kelompok SPP Bungong Kupula dan Pelaksanaannya
(Keadaan Tahun 2014)
No Nama UsahaKeterangan Terhadap Usaha
DilaksanakanTidak
Dilaksanakan1 Cut Roswita Menjahit √2 Mala Wati Jualan Karet √3 Umi Salamah Membuat Kue √4 Ainal Mardhiah Kios √5 Opi Marliza Membuat Kue √6 Nurjannah Membuat Kue √7 Hasnawati Menjahit √8 Jahani Menjahit √9 Cut Azizah Menjahit √10 Siti Rahmah Menjahit √
(Sumber : diolah berdasarkan wawancara)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 10 orang anggota
kelompok SPP Bungong Kupula hanya 3 orang yang benar-benar melaksanakan
tugasnya dengan baik dan dapat berkembang dari hasil pinjaman tersebut, dan
yang 7 orangnya lagi tidak benar-benar melaksanakan kegiatan mereka selaku
kelompok SPP. Mereka menggunakan uang SPP tersebut untuk membeli peralatan
rumah tangganya, dan penghasilan mereka untuk melunasi uang pinjaman yaitu
dengan hasil kerja mereka sehari-hari sebagai petani.
4.1.5. Partisipasi Anggota (Perempuan) dalam Kelompok
Pada kelompok SPP yang ada di Gampong Cot Lampise seluruh anggota
yang terdapat di dalamnya 100% adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan
peraturan dalam PTO (Petunjuk Teknis Operasional) dan MKP yang telah
52
dilaksanakan. Partisipasi dari setiap anggota sangat diharapkan dalam kelompok.
Pembagian tugas harus jelas yakni adanya ketua, sekretaris, dan bendahara juga
bertugas untuk mendukung pertanggungjawaban dari ketua atas pelaksanaan
seluruh kegiatan dalam kelompok. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Keuchik Gampong Cot Lampise :
“Masing-masing kelompok, terdiri dari 10 orang dalam kelompok harus ada
ketua, sekretaris, dan bendahara. Tugasnya masing-masing udah diatur waktu
pembinaan kemarin” (wawancara, 11 Agustus 2014).
Bapak Lukman, ST selaku Ketua UPK di Kecamatan Samatiga juga
mengatakan bahwa :
Partisipasi anggota kelompok terhadap keberhasilan dalammenjalankan program SPP di Gampong Cot Lampise ini masihkurang baik, yakni kurangnya kesadaran mereka terhadap tanggungjawab yang telah mereka terima selaku penerima manfaat dari SPPtersebut, uang yang dipinjam tidak benar-benar digunakan untukmodal usaha (wawancara, 14 Agustus 2014).
4.1.6. Hambatan-hambatan dalam Kelompok SPP
Dalam pelaksanaan kegiatan SPP berdasarkan PTO, bahwa setiap anggota
kelompok yang bertanggung jawab terhadap kelompok masing-masing atas
pengembalian dana pinjaman (rencana ansuran anggota ke kelompok) dan setiap
bulannya laporan dari setiap kelompok harus ada kepada UPK. Dalam hal ini
kelompok menyerahkan cicilan dana yang di pinjam kepada UPK. Di Gampong
Cot Lampise hal ini dijalankan sesuai dengan PTO, namun ada beberapa
hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya, sesuai dengan perkataan Bapak
Ketua UPK di bawah ini:
Terkadang ada anggota dari kelompok SPP yang mengeluh kepadasaya kalau ada anggota mereka yang selalu terlambat menyetor
53
kepada bendahara, jadi mereka terpaksa patungan untuk menutupikekurangan uang yang akan di setor kepada UPK (wawancara, 14Agustus 2014).
4.2. Pembahasan
Dalam pelaksanaan suatu program untuk mencapai hasil yang diinginkan
harus mendapat dukungan dari setiap orang yang terlihat didalamnya. Satu hal
yang tidak kalah penting yakni pelaksanaan yang sesuai dengan aturan-aturan
yang telah ditetapkan dan disetujui bersama oleh anggota.
Demikian halnya dalam pelaksanaan kegiatan kelompok Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) yang ada di Gampong Cot Lampise, ada aturan yang harus
dipatuhi yang menjadi pedoman setiap yang ada didalamnya untuk bertindak.
Apabila dukungan masyarakat dalam pelaksanaan seimbang dengan aturan yang
telah ditetapkan maka hasil yang akan diperoleh pasti akan memberi dampak yang
positif.
Pelaksanaan kegiatan kelompok SPP di Gampong Cot Lampise secara
umum tidak berjalan dengan baik yakni ada beberapa kendala yang dihadapi
masyarakat untuk turut berpartisipasi, yaitu:
a. Ekonomi
Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-masing, untuk memenuhi
kebutuhan hidup ini maka setiap manusia harus melakukan kegiatan ekonomi.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap manusia beraneka ragam. Adapun
kegiatan ekonomi berupa kegiatan dalam bidang pertanian, perdagangan, jasa,
perindustrian dan lain-lain. Dengan melaksanakan kegiatan ekonomi ini maka
masyarakat akan memperoleh suatu imbalan, dan imbalan inilah yang akan
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
54
Masyarakat yang tinggal di Gampong Cot Lampise sebagian besar
tergolong dalam Rumah Tangga Miskin (RTM) dan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, mereka harus bekerja sebagai petani. Namun ada juga yang memiliki usaha
sampingan yakni berjualan, seperti pernyataan dari Keuchik Gampong bahwa
lebih dari 75% masyarakat Gampong Cot Lampise tergolong masyarakat kurang
mampu. Rendahnya pendapatan masyarakat membuat mereka hidup serba
kekurangan, sehingga mereka harus tetap bekerja agar dapat memenuhi kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara peneliti, rendahnya
pendapatan masyarakat ternyata sangat berdampak pada partisipasi mereka dalam
kegiatan yang ada dalam PNPM MP, ia mengatakan bahwa ada beberapa
masyarakat yang tidak mau menjadi anggota SPP sebab mereka merasa tidak
mampu untuk mengolah dan mengembalikan cicilannya.
b. Sumber Daya Manusia
Salah satu modal utama dalam pembangunan adalah sumber daya manusia
yang terlibat didalamnya. Dengan adanya sumber daya manusia yang baik maka
mereka akan bersikap lebih reaktif dalam mengatasi masalah kemiskinan. Sumber
daya manusia dapat dilihat dari wawasan yang dimiliki masyarakat serta tingkat
pendidikannya.
Di Gampong Cot Lampise mayoritas masyarakatnya memiliki SDM yang
masih tergolong rendah, dan itu menjadi penghambat utama masyarakat Gampong
Cot Lampise terutama perempuan untuk dapat turut serta dalam membangun atau
mengembangkan pelaksanaan kegiatan kelompok SPP.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan pada kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan
(SPP) di Gampong Cot Lampise Kecamatan Samatiga belum berjalan dengan baik
yakni masih adanya anggota kelompok yang menyalahgunakan uang SPP, uang
yang seharusnya digunakan untuk modal usaha malah digunakan untuk keperluan
lainnya, sehingga menyebabkan pencapaian tujuan program masih
terkendala/tidak berkembang bahkan terjadinya penunggakan pengembalian.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan sesuai dengan analisa
pelaksanaan PNPM MP pada Kelompok SPP di Gampong Cot Lampise adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan yakni adanya pemberdayaan dan
kemandirian perempuan dalam kelompok SPP, Pelaksanaan harus di
sesuaikan dengan pedoman dan aturan yang telah ditetapkan. Pengawasan
yang dilakukan oleh BP-UPK (Badan Pengawas Unit Pengelola Kegiatan)
juga perlu ditingkatkan sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam
pelaksanaannya.
56
2. Pelatihan bagi kelompok SPP yakni ketua, Sekretaris dan bendahara perlu
dilakukan, sehingga mereka dapat mengelola kegiatan yang ada dalam
kelompok dengan baik serta adanya pembagian tugas yang seimbang.
57
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi dan Narbuko. 2004. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Edward III, Merilee S. 1980. Implementing Public Policy. CongressionalQuarterly Press, Washinton.
Kamus Inggris Indonesia, Karangan John M. Echols dan Hassan Shadily,diterbitkan Oleh PT Gramedia Jakarta. 2002.
Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Karangan Hamzah Ahmad. Surabaya. FajarMulya. 1996.
Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Karangan Poerwadarminta.Diterbitkan oleh Balai Pustaka. Jakarta. 2007.
Mardalis, 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara.Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Siahaan, ddk. 2006. Manajemen pengawas pendidikan. Jakarta: QuantumTeaching.
Sutopo, H.B. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif: dasar teori dan terapannyadalam penelitian, Surakarta: UNS Press.
Subanadan, Sudrajat. 2005. Dasar-dasar penelitian ilmiah, Pustaka Setia.Bandung.
Suparto Susilo. 2005. Kepemimpinan Dasar-dasar dan Pengembangannya.Yogyakarta: CV Andi Offset.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta. Bandung.
Soehartono. 2008. Metode Penelitian Sosial, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Usman, Husaini & Purnomo Setiady Akbar. 2004. Metodelogi Penelitian Sosial.Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wahab, Solichin A. 2004. Analisa Kebijakan Dari Formulasi Ke ImplementasiKebijakan Negara, Malang, Bumi Aksara.
58
Dokumen:
KepmenKoordinator Bidang Kesejahteraan RakyatNo.25/Kep/Menko/kesra/VII/2007 Tentang Pedoman Umum Program NasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri.
Petunjuk Teknis Operasional PNPM MP Tahun 2008. Departemen Dalam NegeriDiroktorat Jenderal Pemberdayaan