Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

63
PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PAPER MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA “Outsource Employee” Sebuah Fenomena Perbudakan dalam Lingkungan Kerja di Indonesiakah? OLEH : ARNALDO LUHUT PARMONANGAN 1

Transcript of Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Page 1: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

PROGRAM KELAS KARYAWANPROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

PAPERMATA KULIAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“Outsource Employee”Sebuah Fenomena Perbudakan dalam Lingkungan

Kerja di Indonesiakah?

OLEH :

ARNALDO LUHUT PARMONANGAN

55108110051

FEBRUARI 2009

1

Page 2: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat peringatan Hari Buruh 1 Mei lalu, banyak serikat buruh yang menolak sistem tenaga

kerja outsourcing. Kenapa kok outsourcing ditolak? Mari kita lihat contoh-contoh

outsourcing yang aku temui, sebut saja namanya Somad, seorang lulusan S1 dari

Universitas Negeri Terkenal di Indonesia. Sebagai seorang sarjana baru, dia mencari apa

saja pekerjaan asalkan halal. Lalu dia diterima bekerja di sebuah bank nasional yang

cukup kondang. “Keren sih, kerja di bank nasional. Pagi berangkat dari rumah, dengan

baju yang licin dan terkesan profesional,”cerita Dimas yang tinggal di Jogja. Tetapi

sebenarnya dia bukan karyawan dari bank tersebut, hanya bekerja di bank itu. Status

Dimas adalah tenaga outsourcing dari PT YX yang dipekerjakan di bank nasional

tersebut. Tugas dia adalah sederhana, yaitu memasukkan data-data transaksi nasabah.

Gajinya sih standar karyawan di Jogja, satu juta lebih dikit. Baru seminggu di bank

tersebut, Dimas memutuskan keluar. Kenapa? “Berat resikonya. Kalau aku salah

memasukkan transaksi, maka aku yang mesti menggantinya. Padahal transaksinya

puluhan sampai ratusan juta. Sementara masih ada kemungkinan error di sistem

komputernya,”ucap Somad. Selain soal resiko pekerjaan yang tidak sesuai dengan

gajinya, Dimas juga memikirkan soal karir. Dengan statusnya tenaga outsourcing, maka

selamanya dia akan berada di posisi itu. Tidak ada kenaikan karir, seandainya prestasinya

cemerlang. Dan dari cerita pada seniornya, untuk mengakali UU Tenaga Kerja, maka

setiap 2 tahun sekali mereka para outsourcer itu akan di-PHK atau tidak diperpanjang

kontraknya. Bila tidak ada masalah apa-apa atau punya relasi baik dengan atasan, lalu

sebulan kemudian akan dikontrak kembali. Perusahaan aman dari tuntutan hukum UU

Tenaga Kerja, si karyawan menurut tak berdaya, di tengah susahnya lapangan kerja.

Dalam UU no 13/2001 tentang Tenaga Kerja, memang tidak ada kata outsourcing, yang

ada istilah “pekerjaan untuk waktu tertentu”. Istilah ini sebenarnya lebih tepat untuk

menggambarkan tenaga kontrak. Sementara outsourcing lebih bermakna, suatu pekerjaan

2

Page 3: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

yang tetap / terus menerus namun menggunakan tenaga dari luar perusahaan. Namun

orang kebanyakan sering mencampuradukkan istilah tenaga kontrak dan tenaga

outsourcing (bahasa Indonesianya apa ya?) Pada pasal 59 UU no 13/2001 dikatakan :

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu

yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu

tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang

bersifat tetap.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui

4. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat

diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu)

kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang memang hanya membutuhkan waktu

temporer/musiman, jelas sistem kontrak adalah menguntungkan. Misalnya menjadi

konsultan, sales girl promotion, dll. Tetapi yang bahaya dari perkembangan sekarang ini ,

pekerjaan yang sifatnya tetap pun diperlakukan seperti tenaga kontrak. Misalnya tenaga

keamanan gedung, petugas kebersihan, sampai posisi seperti teller, customer service, dll.

Begitu juga yang terjadi di kalangan buruh manufaktur, mereka sekarang umumnya

hanya diperlakukan sebagai buruh kontrak. Setelah 2 tahun di PHK, yang dipekerjakan

lagi sebulan kemudian.

Keuntungan bagi perusahaan jelas besar. Dengan status buruh/karyawan kontrak maka

jauh lebih mudah bila PHK. Pesangonnya tidak besar, karena masa kerjanya selalu

terhitung maksimal 2 tahun, walaupun si buruh sudah bekerja di pabrik tersebut selama

10 tahun. Lebih menyedihkan lagi pada sistem outsourcing yang diterapkan untuk

3

Page 4: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

kalangan karyawan, terutama di sektor jasa (petugas keamanan, kebersihan, teller, dll).

Seperti pada kasus Dimas di atas, karena mereka bekerja sebagai tenaga outsourcing,

maka perusahaan tempat mereka bekerja tidak perlu memasukkan tunjangan-tunjangan

seperti kesehatan, kecelakaan, pendidikan dsbnya. Para tenaga outsourcing hanya

menerima gaji pokok, tanpa jenjang karir dan sewaktu-waktu mudah di-PHK (security

job). Tentu ini mengusik rasa keadilan. Karena itulah serikat-serikat buruh di Indonesia

menolak diberlakukannya sistem outsourcing. Karena sistem ini menghilangkan banyak

hal, mulai dari jenjang karir, keamanan pekerjaan, tunjangan-tunjangan (kesehatan,

pendidikan, masa kerja). Juga para serikat buruh tidak menolak sistem kontrak, sejauh

diterapkan dengan benar, yaitu benar-benar untuk pekerjaan yang sifatnya

temporer/musiman.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memfokuskan masalah yang akan diteliti

sebagai berikut :

1. apakah outsourcing tersebut dan bagaimana implementasinya di Indonesia?

2. keuntungan maupun kelemahan apa sajakah bila menggunakan outsourcing di

Indonesia?

3. apakah Implikasi yang ditimbulkan oleh Outsourcing terhadap pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui apa yang dimaksud dengan outsourcing dan bagaimana penerapannya

di Indonesia.

2. mengetahui keuntungan dan kelemahan dari bisnis outsourcing di Indonesia.

3. mengetahui kesimpulan dan saran apa sajakah mengenai Implikasi outsourcing

bagi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

D. Manfaat Hasil Penelitian

4

Page 5: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : Sebagai bahan

informasi kepada para pembaca yang ingin mengetahui tentang dunia outsourcing di

Indonesia terutama dalam hal keuntungan menggunakan tenaga outsourcing pada

Perusahaan-perusahaan di Indonesia dan juga kerugian yang di derita para pegawai

outsourcing karena mereka merasa sama saja apabila mereka loyal ataupun tidak loyal

kepada Perusahaan tempat mereka bekerja dan juga sebagai bahan banding bagi

penelitian yang relevan di kemudian hari untuk peneliti selanjutnya.

5

Page 6: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti "alih daya". Outsourcing

mempunyai nama lain yaitu "contracting out" merupakan sebuah pemindahan operasi

dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya

produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain. Di negara-negara maju

seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian mengglobal

sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada core businessnya

sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servisnya.

Dalam pengertian umum, istilah outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai contract

(work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara

mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut: “ Contract to enter into or make a

contract. From the latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together,

bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary).

Pengertian outsourcing (Alih Daya) secara khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver

II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing:

Decisions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut : “Strategic use of outside parties to

perform activities, traditionally handled by internal staff and respurces.”

Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan

mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada

pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama.

Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan

definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya)

dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan

manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa

outsourcing). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur

Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

6

Page 7: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu

bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada

perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. Dari beberapa

definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing

(Alih Daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.

Pengaturan Outsourcing (Alih Daya) dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum

diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih daya)

menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh.

Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan,

karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga

kerja. Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya)

dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar

pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003.

Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal

65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Pasal 64 adalah dasar

dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat

menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui

perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara

tertulis.”

Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah: penyerahan sebagian

pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1); pekerjaan yang diserahkan

pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;

7

Page 8: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)

Perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai

dengan peraturan perundangan (ayat 4); perubahan atau penambahan syarat-syarat

tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri (ayat 5); hubungan kerja

dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan

pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6) hubungan kerja antara perusahaan lain dengan

pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja

waktu tidak tertentu (ayat 7); bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-

syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan

bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara

pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan

kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).

Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan

penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan

kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi,

kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses

produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung

dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :

1. adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga

kerja;

2. perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga

kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat

secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;

3. perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang

timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

4. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.

Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan

memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal

8

Page 9: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

syarat-syarat diatas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan

kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara

pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Penentuan Pekerjaan Utama (Core Business) dan Pekerjaan Penunjang (Non Coree

Business) dalam Perusahaan sebagai Dasar Pelaksanaan Outsourcing. Berdasarkan pasal

66 UU No.13 Tahun 2003 outsourcing (Alih Daya) dibolehkan hanya untuk kegiatan

penunjang, dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

R.Djokopranoto dalam materi seminarnya menyampaikan bahwa :

“Dalam teks UU no 13/2003 tersebut disebut dan dibedakan antara usaha atau kegiatan

pokok dan kegiatan penunjang. Ada persamaan pokok antara bunyi UU tersebut dengan

praktek industri, yaitu bahwa yang di outsource umumnya (tidak semuanya) adalah

kegiatan penunjang (non core business), sedangkan kegiatan pokok (core business) pada

umumnya (tidak semuanya) tetap dilakukan oleh perusahaan sendiri. Namun ada potensi

masalah yang timbul. Potensi masalah yang timbul adalah apakah pembuat dan penegak

undang-undang di satu pihak dan para pengusaha dan industriawan di lain pihak

mempunyai pengertian dan interpretasi yang sama mengenai istilah-istilah tersebut.”

Kesamaan interpretasi ini penting karena berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan

outsourcing (Alih Daya) hanya dibolehkan jika tidak menyangkut core business. Dalam

penjelasan pasal 66 UU No.13 tahun 2003, disebutkan bahwa :

”Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan

langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha

pokok (core business) suatu perusahaan.Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan

kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering,

usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di

pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.”

Interpretasi yang diberikan undang-undang masih sangat terbatas dibandingkan dengan

9

Page 10: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

kebutuhan dunia usaha saat ini dimana penggunaan outsourcing (Alih Daya) semakin

meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.

Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business dan kegiatan penunjang atau non

core business adalah konsep yang berubah dan berkembang secara dinamis. Oleh karena

itu tidak heran kalau Alexander dan Young (1996) mengatakan bahwa ada empat

pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau core business. Keempat

pengertian itu ialah :

1. Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan.

2. Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.

3. Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang maupun di

waktu yang akan datang.

4. Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang, inovasi, atau

peremajaan kembali.

Interpretasi kegiatan penunjang yang tercantum dalam penjelasan UU No.13 tahun 2003

condong pada definisi yang pertama, dimana outsourcing (Alih Daya) dicontohkan

dengan aktivitas berupa pengontrakan biasa untuk memudahkan pekerjaan dan

menghindarkan masalah tenaga kerja. Outsourcing (Alih Daya) pada dunia modern

dilakukan untuk alasan-alasan yang strategis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif

untuk menghadapi persaingan dalam rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin

kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Outsourcing (Alih Daya) untuk

meraih keunggulan kompetitif ini dapat dilihat pada industri-industri mobil besar di dunia

seperti Nissan, Toyota dan Honda. Pada awalnya dalam proses produksi mobil, core

business nya terdiri dari pembuatan desain, pembuatan suku cadang dan perakitan. Pada

akhirnya yang menjadi core business hanyalah pembuatan desain mobil sementara

pembuatan suku cadang dan perakitan diserahkan pada perusahaan lain yang lebih

kompeten, sehingga perusahaan mobil tersebut bisa meraih keunggulan kompetitif.

Dalam hal outsourcing (Alih Daya) yang berupa penyediaan pekerja, dapat dilihat pada

perkembangannya saat ini di Indonesia, perusahaan besar seperti Citibank banyak

melakukan outsource untuk tenaga-tenaga ahli, Sehingga interpretasi outsource tidak lagi

10

Page 11: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

hanya sekadar untuk melakukan aktivitas-aktivitas penunjang seperti yang didefinisikan

dalam penjelasan UU No.13 tahun 2003. Untuk itu batasan pengertian core business perlu

disamakan lagi interpretasinya oleh berbagai kalangan. Pengaturan lebih lanjut untuk hal-

hal semacam ini belum diakomodir oleh peraturan ketenagakerjaan di Indonesia.

Perusahaan dalam melakukan perencanaan untuk melakukan outsourcing terhadap tenaga

kerjanya, mengklasifikasikan pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang ke dalam suatu

dokumen tertulis dan kemudian melaporkannya kepada instansi ketenagakerjaan

setempat. Pembuatan dokumen tertulis penting bagi penerapan outsourcing di

perusahaan, karena alasan-alasan sebagai berikut :

1. Sebagai bentuk kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan tentang

ketenagakerjaan dengan melakukan pelaporan kepada Dinas Tenaga Kerja

setempat;

2. Sebagai pedoman bagi manajemen dalam melaksanakan outsourcing pada bagian-

bagian tertentu di perusahaan;

3. Sebagai sarana sosialisasi kepada pihak pekerja tentang bagian-bagian mana saja

di perusahaan yang dilakukan outsourcing terhadap pekerjanya;

4. Meminimalkan risiko perselisihan dengan pekerja, serikat pekerja, pemerintah

serta pemegang saham mengenai keabsahan dan pengaturan tentang outsourcing

di Perusahaan.

11

Page 12: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Obyek penelitian diambil dari beberapa sumber yang diambil penulis dari Google Search

yaitu, di :

1. PT Pertamina – dengan KPS-KPSnya

2. PT Jamsostek – dalam Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) dan Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK) dengan RS yang dirujuk

3. PT PLN – dalam penyediaan sumber daya listrik dengan perusahaan pembangkit

listrik (Indonesia Power), juga dalam penyediaan sistem billing tagihan,

pembuatan, perawatan dan perbaikan jaringan PLN.

4. PT TELKOM - dalam penyediaan sistem billing tagihan, dan juga pembuatan,

perawatan dan perbaikan jaringan telepon serta sistem transmisi/panel satelit.

5. Perusahaan Penerbangan – dalam Ticketing, Catering, Cargo dan Perawatan

Pesawat.

6. BANK BNI 46, dalam kasus kelebihan pegawai yang dikatakan oleh IMF

Alasan pemilihan obyek penelitian di ke-6 obyek diatas karena perusahaan perusahaan

diatas telah lebih dulu menggunakan tenaga outsourcing di lini usahanya. Cikal bakal

penggunaan tenaga outsourcing di Indonesia yaitu terbentuk karena proyek – proyek

perusahaan tersebut adalah hal baru bagi Indonesia dan perlu adanya suatu kepastian

hukum yang mengaturnya yaitu dengan dikeluarkannya beberapa UU maupun Perpu

karena di dalamnya bersinggungan dengan Alih teknologi dari negara lain. Ambil contoh

peraturan yang mengaturnya, yaitu :

1. Pengelolaan sumber daya MIGAS didasarkan pada Pasal 33 (2) & (3) UUD

1945:.

a. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

12

Page 13: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

b. Bumi & air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara & digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. Dalam rangka pelaksanaannya telah diundangkan UU No. 40/Prp tahun 1960

tentang Pertambangan MIGAS yang memuat ketentuan:

a. Pertambangan & kekayaan alam yang terkandung dalam bumi (MIGAS)

hanya diusahakan oleh negara dan dalam hal ini oleh perusahaan negara

semata-mata;

b. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk perusahaan

negara tersebut apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang

belum dapat atau tidak dapat dikerjakan sendiri.

3. Selanjutnya ketentuan tersebut diatas dituangkan dalam UU No. 8/1971 tentang

Perusahaan Pertambangan Minyak & Gas Bumi Negara (PERTAMINA);

4. Sifat usaha pencarian MIGAS adalah:

a. Padat modal; diperlukan modal yang sangat besar untuk mencari &

memproduksi MIGAS;

b. Resiko tinggi; resiko kegagalan yang sangat tinggi dalam pencarian

MIGAS berbanding terbalik dengan biaya yang dibutuhkan;

c. Berteknologi tinggi

5. Sadar akan terbatasnya dana, teknologi dan sumber daya yang dimiliki, sejalan

dengan Pasal 12 UU PERTAMINA dalam rangka mengembangkan kegiatan

sektor hulu, PERTAMINA mengadakan kontrak kerjasama dengan para

pengusaha minyak asing dalam bentuk Kontraktor Production Sharing (KPS).

6. Sistem KPS ini terus berkembang dengan mengakomodasikan tidak saja

kepentingan investor tetapi juga kepentingan nasional, terutama pembagian

keuntungan yang lebih layak & peningkatan kadar peran nasional dalam

pengadaan material, jasa & tenaga kerja.

7. Saat ini sistem KPS diterapkan oleh banyak negara produsen minyak lain.

Tetapi disini penulis lebih menitik beratkan obyek penelitian kepada Bank BNI 46 agar

ruang lingkupnya lebih sempit, dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya yang

13

Page 14: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

dikeluarkan penulis untuk mendapatkan data penelitian. Maka dapat dikatakan tujuan

penelitian adalah mengetahui sejauh mana variabel bauran X1, X2, X3 berpengaruh

terhadap Y, pada permasahan Bank BNI 46.

1. (Y) : Pro & Kontra bisnis outsourcing.

2. X1 : Keuntungan menggunakan outsourcing

3. X2 : Kerugian menggunakan outsourcing

4. X3 : Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ekonomi

A. Keuntungan Menggunakan Outsourcing (X1)

Dari pengertian tentang Outsourcing, dapat dikatakan di negara maju bisnis outsourcing

udah bukan lahan baru lagi, ia sudah muncul sejak tahun 1900-an. Namun di negara

berkembang outsourcing baru unjuk gigi sejak dua dekade silam. Outsourcing hadir

karena adanya keinginan dari perusahaan (perusahaan pengguna/pemesan –

user/principal) untuk menyerahkan sebagian kegiatan perusahaan kepada pihak lain

(perusahaan outsourcing) agar ia dapat berkonsentrasi penuh pada proses bisnis

perusahaan (core business). Biar lebih kompetitif tujuannya. Karena itu, pekerjaan yang

di-outsourcing-kan bukanlah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan inti bisnis

perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke bawah), meski terkadang ada

juga posisi manajerial yang di-outsourcing-kan, namun tetap saja hanya untuk pekerjaan

X1

YX2

X3

14

Page 15: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

dalam tenggat waktu tertentu (proyek). Dengan ‘membagi tugas’ kepada perusahaan lain

itu, perusahaan pengguna outsourcing merasa mendapatkan keuntungan dari ‘kerjasama’

tersebut, karena ia tidak perlu pusing-pusing memikirkan dan mengurus pekerjaan-

pekerjaan penunjang sehingga bisa fokus dalam bisnis operasional perusahaan. Dan hal

itulah yang banyak membuat perusahaan beralih ke outsorcing. Buktinya, pertumbuhan

bisnis outsourcing global tercatat mencapai 30% per tahunnya. Dari situ kita bisa lihat,

betapa perusahaan-perusahaan pengguna outsourcing itu sudah mempercayakan sebagian

proses bisnisnya pada perusahaan outsourcing dalam hal perekrutan SDM. Karena

outsourcing sudah merupakan hal yang tidak baru lagi di dunia maupun di Indonesia

sendiri, karena beberapa faktor, yaitu :

1. TREND OUTSOURCING, yaitu :

a. Merupakan kebutuhan dari kondisi saat ini, contohnya adalah untuk

penghasil consumer goods yang memberikan semua bagian non-corenya

kepada pihak lain:

b. Bukanlah hal baru yang dipraktekkan tetapi merupakan praktek yang

sudah dilakukan beberapa perusahaan yang berhasil dalam effisiensi

yang juga dicirikan dengan minimnya masalah-masalah perburuhan;

c. Outsourcing murni akan memberikan nilai tambah dari lepasnya masalah

hubungan industrial, remunerasi, benefits dan hal-hal lain yang sifatnya

melekat pada pekerja karena produk jasalah yang diambil dari sifat

kerjanya;

d. Perubahan dari kondisi sekarang menuju outsourcing merupakan langkah

effisiensi yang sangat strategis untuk kelancaran usaha yang ada pada

saat ini;

2. TUJUAN PROGRAM OUTSOURCING:

a. Melaksanakan anjuran Pemerintah dalam mengembangkan kemitraan

agar perusahaan tidak menguasai kegiatan industri dari hulu ke hilir;

b. Meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah

sub-urban;

c. Mendorong terjadinya proses pendidikan & alih teknologi dalam bidang

industri & managemen pengelolaan pabrik;

15

Page 16: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

d. Mengurangi kegiatan pemusatan industri di perkotaan yang dapat

menimbulkan gangguan kerawanan sosial, keamanan & konflik

perburuhan.

3. MAMFAAT OUTSOURCING

a. BAGI PEMERINTAH:

1) Mengembangkan & mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat

dan pertumbuhan ekonomi nasional;

2) Pembinaan & pengembangan kegiatan koperasi & UKM;

3) Mengurangi beban Pemerintah kota dalam penyediaan fasilitas umum

(transportasi, listrik, air & pelaksanaan ketertiban umum).

b. BAGI MASYARAKAT & PEKERJA:

1) Aktivitas industri di daerah akan mendorong kegiatan ekonomi

penunjang dilingkungan masyarakat (pasar, warung, sewa

rumah/kamar, transportasi dll);

2) Mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja,

disiplin & peningkatan kemampuan ekonomi;

3) Mengurangi pengangguran & mencegah terjadinya urbanisasi;

4) Meningkatkan kemampuan & budaya berusaha dilingkungan

masyarakat.

4. BAGI INDUSTRI:

a. Mengurangi beban keterbatasan lahan untuk pengembangan perusahaan

di kawasan industri;

b. Meningkatkan fleksibilitas dalam pengembangan produk baru &

penyesuaian dengan perkembangan teknologi, sehingga perusahaan dapat

berkonsentrasi untuk mengembangkan produk baru & teknologi;

c. Produk yang sudah stabil & menggunakan teknologi lama bisa

dikembangkan di perusahaan mitra (outsourcing);

d. Meningkatkan daya saing perusahaan dengan effisiensi penggunaan

fasilitas & teknologi yang berkembang pesat.

5. ALASAN UNTUK OUTSOURCING:

16

Page 17: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

a. Fokus pada core bisnis;

b. Perampingan organisasi;

c. Peningkatan produktivitas;

d. Pekerjaan musiman;

6. KAPAN OUTSOURCING DIBUTUHKAN:

a. Cara kerja yang sudah tidak efisien;

b. Operation cost yang tinggi;

c. Secara kualitas kemampuan kurang bersaing;

d. Daya kompetisi rendah.

Padahal, perusahaan-perusahaan pengguna outsourcing itu banyak yang merupakan

perusahaan besar, yang sebenarnya sudah sangat kredibel menangani hal-hal semacam

perekrutan. Seperti: Telkomsel, PT Pembangunan Jaya (Ancol), Unilever, Bank Niaga,

Bank Mandiri, Bank ABN Amro, dll. Mengenai adanya ketidakpercayaan pada sistem

outsourcing, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Sjukur Santo,

mencoba memberikan pandangannya mengenai ketidaknyaman para fresh grad untuk

mencari pekerjaan lewat perusahaan outsourcing. Beliau mengatakan, hal tersebut

mungkin saja terjadi karena hingga kini masih ada saja perusahaan outsourcing yang

berlaku tidak adil terhadap karyawannya. Di lain pihak, Iftida Yasar selaku CEO PT

Persaels dan Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) straight to the

point mengatakan kalau ada perusahaan outsourcing yang berlaku ‘aneh’ seperti itu,

sudah bisa dipastikan perusahaan tersebut adalah perusahaan outsourcing gadungan, yang

hanya mencari kesempatan di atas kesempitan. Perusahaan-perusahaan ini ‘ngerjain’ job

seekers dengan cara yang bermacam-macam. Mereka yakin, karena kita sangat butuh

pekerjaan maka kita akan melakukan apa saja asal bisa dapat pekerjaan. Selain itu,

ketidaktahuan kita akan hak-hak pekerja juga bisa menjadi celah bagi kita untuk

dibodohi. (persaels)

 

B. Kerugian Menggunakan Outsourcing (X2)

17

Page 18: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Pada prinsipnya outsourcing employee atau pekerja outsource atau pekerja kontrak

adalah tenaga kerja yang diperbantukan didalam suatu perusahaan berskala menengah

keatas tentunya dengan segala atribut kompetensinya, tetapi keberadaan mereka tidak

terdapat didalam struktur organisasi perusahaan tersebut. Nah kemudian pertanyaannya,

berada dimanakah mereka ?, siapa yang menggaji mereka ?, bertanggung jawab kepada

siapakah hasil pekerjaan mereka ?, aturan-aturan pekerjaan siapakah yang harus dipenuhi

dan dipatuhi oleh mereka ? kemudian bagaimana recruitment mereka ? dan masih banyak

lagi pertanyaan dibenak saya dan juga mungkin dipemikiran sahabat tentang outsourcing

employee ini. Saya akan mencoba memberikan informasi tentang hal ini kepada sahabat

berdasarkan pengalaman saya sendiri yang pernah mengalami kondisi seperti ini.

Sebenarnya apa sih keuntungan yang didapat oleh suatu perusahaan yang menggunakan

jasa tenaga kerja outsourcing ini ? Dua kalimat sakti bisa menjawab pertanyaan ini yaitu

efisiensi cost pengeluaran rutin dan minimalisasi resiko perusahaan. Efisiensi

cost pengeluaran rutin diantaranya adalah :

1. Pengeluaran gaji atau salary, tentu saja sangat jauh berbeda gaji yang diterima

oleh karyawan yang “diakui” perusahaan dengan outsourcing employee dengan

beban kerja yang rata-rata harus dipikul oleh outsource employee lebih besar dari

karyawan yang “diakui” oleh perusahaan. Secara umum perbandingan atau selisih

gaji yang diterima outsorce employee paling besar 1/4 dari gaji karyawan yang

“diakui” perusahaan. Tentunya dengan asumsi segala atribut kompetensi,

pengalaman, dan skill keduanya sama. Jadi apabila karyawan yang “diakui”

perusahaan tersebut mendapat gaji Rp. 1000,000,- dengan posisi yang sama,

kompetensi yang sama, pokoknya semua sama deh, maka outsorce employee

hanya mendapat Rp. 250.000,- saja. Dari hal ini dapat kita bayangkan berapa

banyak yang dapat dihemat perusahaan dengan 1 item ini saja.

2. Tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, seluruh tunjangan tetap dan tidak tetap

yang diterima sangat-sangat jauh perbedaannya yang penjelasannya hampir persis

sama dengan point 1 diatas

18

Page 19: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

3. Bonus/reward, bisa dikatakan outsource employee tidak bisa mendapatkan bonus

apa-apa dari hasil pekerjaannya yang luarbiasa baik dibandingkan dengan

karyawan yang “diakui” perusahaan yang berlimpah-limpah bonus

4. Fasilitas-fasilitas perusahaan, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan sosial

kemasyarakatan dan kegiatan perusahaan seperti family gathering, perlombaan

memperingati hut perusahaan dan lain sebagainya. keterlibatan outsource disini

barangkali hanya sebagai pekerja yang maaf –kasar — dan bukan sebagai

penikmat dalam artian sebenarnya.

5. Dan masih banyak lagi efisiensi cost yang bisa dihemat oleh perusahaan yang

menggunakan jasa outsource ini.

Berikutnya, perusahaan juga dapat melakukan minimalisasi resiko perusahaan, seperti :

1. Resiko hukum dan perundangan

2. Resiko ketidakpuasan atas keputusan yang dikeluarkan perusahaan

3. Resiko pertanggungjawaban atas kecelakaan kerja

4. Resiko non teknis atas keputusan yang harus dikerjakan oleh outsource

5. dan banyak lagi resiko yang dapat diminimalisasikan oleh perusahaan

Jika saya berdiri diposisi perusahaan, tentulah saya mendapat porsi keuntungan yang

besar dalam menjalankan roda perusaahan, tapi pada kenyataannya saya berada pada

posisi dimana saya adalah bagian dari pekerja outsource.

Nah, kemudian jika kita bertanya bagaimana perasaan bila berada diposisi tersebut, maka

saya akan menjawab bahwa saya mengalami apa yang saya namakan neo slavery

diperusahaan tempat saya bekerja.

Saya tidak mengulas ulang tentang bagaimana pendapatan yang saya terima, tapi ini

nantinya akan ada hubungannya dengan pendapatan. Yang akan saya ungkapkan adalah

bagaimana pengkebirian ide, motivasi, pengkerdilan citra diri, dan “peng-underestimate-

nya kemampuan, serta terbentuknya feodalisme baru dilingkungan kerja saya.

Bagaimana tidak sahabat, dimulai dari rekrutment yang samasekali tidak jelas batasan

kopetensi yang diuji, dan kemudian kopetensi pengujinya — yang belakangan baru

ketahuan kualitas sebenarnya si penguji ini — Kemudian yang menguji itu samasekali

19

Page 20: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

tidak dari perusahaan tempat kita menginduk, tetapi perusahaan yang menggunakan jasa

kita [sampai saat ini saya belum melihat aturan yang jelas mengenai hal tersebut]. Yang

jelas bagi saya adalah lo punya backing kuat, lo masuk, walaupun didalam hasil

rekrutment seseorang tersebut dinilai belum layak digunakan. Kemudian yang jelas juga

bagi saya adalah prinsip like and dislike dalam hal penentuan penerimaan tenaga

outsource.

Kemudian, sangat tidak jelasnya kontrak kerja yang disodorkan kepada pekerja

outsource, apakah angka-angka yang tertera tersebut sesuai dengan komitmen 

perusahaan pemakai jasa ? Ditempat saya bekerja lagi-lagi belakangan diketahui bahwa

hasil keringat kita dipotong rata-rata 30% untuk kepentingan perusahaan induk,

menyebalkan bukan? Masih dalam lingkup kontrak kerja, banyak pasal-pasal dalam

kontrak kerja yang benar-benar tidak menunjukkan azas keadilan atau win-win solusion.

Pertanyaannya adalah, kenapa saya mau menandatangani kontrak kerja tersebut ?

Jawabannya sederhana sahabat, karena saya pada waktu itu belum tahu dan belum pernah

bekerja sebagai pegawai kontrak. Bukan alasan saya membutuhkan uang — walaupun hal

itu juga memotivasi saya untuk bekerja – Begitu banyak ide yang menurut saya begitu

membangun dan mendinamisasikan etos kerja yang tinggi yang kemudian ditolak

mentah-mentah hanya karena ide tersebut keluar dari kepala seorang pekerja outsource,

dan kemudian dengan doktrin-doktrin perilaku membentuk karakter kerja “penjilat” bagi

umumnya pekerja outsource dilingkungan kerja saya.

Feodalisme, itu barangkali idiom yang tepat mengenai hubungan antara pegawai yang

“diakui” dengan outsource di perusahaan saya. Dalam sistem feodal, kita akan mengenal

yang namanya majikan dan budak. Majikan hanya mengenal kebaikan, budak harus

keburukan, jika majikan salah, maka budak sebagai kambing hitamnya, jika budak salah

ya disiksa atau diperlakukan semena-mena.

Dan dizaman Indonesia menghirup udara segar kemerdekaan seperti saat ini, sangat

banyak perilaku-perilaku perbudakan baru yang bermunculan, baik itu yang menimpa

tenaga kerja yang samasekali tidak mempunyai skills sampai tenaga kerja yang

mempunyai pengalaman dan skills

20

Page 21: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

C. Implikasi Outsourcing terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3)

Implikasi yang dapat terjadi akibat Outsourcing yaitu :

1. Akan terjadi restrukturisasi kegiatan industri secara nasional yang akan

mengakibatkan keresahan dikalangan UKM; UKM akan kehilangan kesempatan

untuk berusaha karena semua kegiatan industri akan dipusatkan di perusahaan

induk; Berkurangnya kesempatan kerja karena perusahaan harus menggunakan

teknologi tinggi untuk meningkatkan efisiensi; Hambatan terhadap perkembangan

ekonomi secara nasional.

2. Permasalahan hubungan industrial yang biasa dihadapi di lapangan.

Dilibatkannya Perusahaan Pemberi Pekerjaan oleh pekerja kontraktor / kontraktor

dalam perselisihan hubungan industrial mereka; Ikut campurnya oknum karyawan

Perusahaan Pemberi Pekerjaan dalam  penentuan pemilihan pekerja kontraktor

secara langsung; Terlibatnya Perusahaan Pemberi Pekerjaan (oknum karyawan)

dalam penentuan  remunerasi kontraktor; Proteksi kedaerahan pekerja lokal yang

berlebihan; Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dicampur-adukan

dengan masalah sosial; Pemaksaan penyelesaian masalah perburuhan dengan cara

politis; Kurangnya antisipasi kemungkinan terjadinya perselisihan; Perburuhan

dalam kontrak dokumen.

21

Page 22: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

BAB IV

PEMBAHASAN

Pro-Kontra Outsourcing (Y)

Praktik bisnis outsourcing yang telah lama dilakukan negara-negara maju kini mulai

berkembang di Indonesia, meskipun masih lebih tepat disebut "labor contracting"

ketimbang outsourcing yang sebenarnya. Kegiatan mensubkontrakkan pekerjaan ini oleh

sebagian kalangan dianggap sebagai bentuk perbudakan baru atau memperlemah posisi

pekerja. Inilah solusi terhadap tingkat pengangguran yang begitu tinggi saat ini dan

kebutuhan perusahaan untuk benar-benar kompetitif. Di mana letak pro-kontranya?

Setiap kali membicarakan istilah outsourcing, maka hal yang pertama kali teringat adalah

kasus pegawai kontrak yang terjadi di Bank BNI. Para pegawai kontrak Bank BNI

berdemo di Bank BNI, DPR, dan kantor pusat Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (Depnakertrans). Kondisi ini, tak pelak, mempengaruhi operasional Bank

BNI. Puncaknya tahun 2003 lalu, Pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja

dan Transmigrasi (Depnakertrans) bertindak sebagai mediator pertemuan tripartit

(pemerintah, perusahaan, dan pekerja). Pertemuan itu menghadirkan Direktur Utama

Bank BNI waktu itu Saefuddien dan wakil para pekerja.

Hasilnya, seperti yang tersiar di berbagai media massa, pertemuan tersebut gagal

menghasilkan kesepakatan. Betapa panasnya suasana pertemuan itu terlihat dari

dikejarnya mobil Saefuddien oleh wakil para pekerja yang bertindak emosional. Badan

mobil tersebut digedor-gedor, dan mereka meminta Saefuddien untuk turun. Beruntung,

mobil yang ditumpangi Saefuddien berhasil meloloskan diri. Dan, pertemuan tersebut

berakhir tanpa penyelesaian. Mediasi oleh Depnaker pun gagal. Lantas, apa yang

sesungguhnya terjadi di Bank BNI? Awalnya adalah ketika tahun 2000, IMF menilai

Bank BNI kelebihan pegawai. Hasil ini diperoleh setelah konsultan bisnis Booz Allen

Hamilton yang diminta melakukan studi oleh IMF mengeluarkan rekomendasinya. Bila

Bank BNI ingin tetap bertahan dan tidak ditutup, IMF meminta Bank BNI untuk

mengurangi jumlah pegawai. Hingga 2001, Bank BNI berkutat dalam melakukan

rightsizing. Tetapi, perkembangan yang terjadi pada unit-unit bisnis Bank BNI,

22

Page 23: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

mengharuskan Bank BNI menambah tenaga kerja namun bukan permanen sifatnya. Para

pegawai tersebut dikontrak oleh Bank BNI melalui Koperasi Swadharma milik Karyawan

dan Pensiunan Bank BNI. Dengan demikian, pegawai tersebut bekerja di Bank BNI,

bukan karyawan Bank BNI melainkan karyawan koperasi.

Dalam salah satu klausul perjanjian kerja antara si karyawan kontrak dengan Koperasi

disebutkan, pegawai kontrak akan diangkat menjadi pegawai tetap Bank BNI bila ada

formasi dan mereka lulus seleksi. Bila lulus, mereka menjadi pegawai tetap Bank BNI,

dan jika tidak lulus, tetap menjadi karyawan Koperasi. Inilah pangkal soalnya.

Terbatasnya jumlah karyawan kontrak yang bisa diterima menyebabkan sebagian besar

karyawan kontrak tetap berstatus karyawan kontrak. Kondisi ini terasa menyakitkan bagi

karyawan kontrak yang telah bekerja beberapa tahun dan berharap satu hari kelak mereka

diangkat menjadi karyawan tetap. Mereka berontak setelah sadar tidak lagi berpeluang

menjadi karyawan tetap Bank BNI.

Pihak Bank BNI merasa, karyawan kontrak itu memaksakan kehendaknya di luar

perjanjian kerja yang telah disepakati sejak awal. Sementara, karyawan kontrak menilai,

manajemen Bank BNI telah berlaku tidak adil. Rendahnya kemampuan manajerial

koperasi terhadap karyawan kontrak ini ikut memperburuk situasi. Itu sebabnya, lebih

dari 6 bulan lalu, Koperasi memutuskan mendirikan perusahaan khusus menangani

outsourcing tenaga kerja Bank BNI dengan nama PT Persona Prima Utama (PPU), yang

mengambil-alih pengelolaan karyawan kontrak Bank BNI dari Koperasi Swadharma.

"Dengan demikian, seluruh urusan terkait dengan karyawan kontrak, kini menjadi

tanggung jawab perusahaan ini," ujar Basanto Purno, Direktur Utama PPU, kepada

Human Capital.

Persoalan pegawai kontrak di Bank BNI itu membuka mata banyak pihak tentang praktik

outsourcing tenaga kerja yang ternyata telah berlangsung di Indonesia. Kendati yang

ditonjolkan lebih kepada ekses negatif dari kegiatan outsourcing. Media massa memang

lebih tertarik memberitakan sisi negatif pegawai kontrak di Bank BNI. "Itu karena media

berprinsip good news doesn't sell," ujar Eddy S. Tjahja, Managing Director JobsDB.com,

media sumberdaya manusia (SDM) berbasis Internet. Kenyataannya, kasus pegawai

23

Page 24: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

kontrak di Bank BNI itu berdampak besar terhadap pengembangan praktik outsourcing di

Indonesia. Hal ini diakui oleh Iftida Yasar, Presiden Direktur Persaels, sebuah perusahaan

jasa bidang outsourcing. "Kasus Bank BNI itu menjadi referensi buruk bagi penerapan

kegiatan outsourcing secara profesional. Padahal, kejadian itu hanya kasus saja karena

waktu itu manajemen outsourcing masih ditangani koperasi." Saat Bank BNI menerapkan

sistem pegawai kontrak itu, praktik outsourcing tenaga kerja masih relatif baru di

Indonesia. Toh manajemen Koperasi Swadharma Bank BNI mengambil hikmah dari

kasus tersebut dengan mendirikan PT PPU sebagai wadah professional dalam mengelola

pegawai kontrak, khususnya untuk Bank BNI. Terbukti sejak manajemen pegawai

kontrak diambil-alih PPU, tutur Direktur PPU I.K. Eko Sumarno, tidak ada lagi masalah

besar muncul ke permukaan.

KENAPA HARUS OUTSOURCING? (X1)

Praktik outsourcing sebetulnya bukan hal baru di dunia. Sebelum Perang Dunia II,

Kerajaan Inggris telah menerapkan hal ini dengan merekrut serdadu Gurkha yang

terkenal dengan keberaniannya. Saat Perang Dunia II berlangsung, 1945-1950, Amerika

Serikat adalah negara yang paling banyak menerapkan outsourcing untuk keperluan

perang. Praktik outsourcing kemudian berkembang luas di perusahaan multinasional

sejalan dengan perlunya mereka beroperasi secara efisien dan focus terhadap bisnis

mereka. Perancis kini merupakan negara yang paling berkembang dalam menerapkan

outsourcing. Hampir seluruh perusahaan Perancis, dalam berbagai skala, menerapkan

praktik outsourcing dalam menjalankan usaha. Ada banyak hal yang mendorong

berkembangnya kegiatan outsourcing. Alasan utama, tentu saja, untuk efisiensi usaha.

Pakar manajemen Charles T. Fote, misalnya, mengatakan untuk bisa efisien, perusahaan

jangan mengerjakan semua hal sendiri. Selain lebih efisien, praktik outsourcing juga

mengurangi panjang dan rumitnya mata rantai kendali manajemen usaha. Tanpa

outsourcing, perusahaan akan semakin tambun sehingga tidak lincah bergerak. Di sisi

lain, perusahaan juga harus semakin fokus pada bidang-bidang yang dinilainya strategis,

seperti dikatakan pakar manajemen Al Ries. Fokus pada bidang keahlian utamanya dan

tidak lari kemana-mana, termasuk mengurusi hal-hal tetek bengek. Prinsip ini juga

sejalan dengan keyakinan bahwa ada jenis pekerjaan tertentu yang memerlukan

24

Page 25: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

penanganan khusus oleh tenaga-tenaga ahli tertentu. Dalam industri rekayasa global,

umpamanya, praktik outsourcing untuk tujuan ini diterapkan secara meluas dalam

industri pesawat terbang, otomotif, dan permesinan industri. Industri tersebut

menyerahkan pendesainan pesawat, mobil, atau mesin kepada perusahaan khusus desain.

Rancang-bangun mobil murah Maleo yang rencananya diproduksi Indonesia di era

Habibie dilaksanakan oleh sebuah perusahaan Australia, yang juga mengerjakan hal yang

sama untuk perusahaan otomotif lainnya.

Perusahaan otomotif Jepang menyerahkan sebagian besar pekerjaannya kepada industri

komponen yang memenuhi standar mereka. Selanjutnya, seluruh komponen itu dirakit di

perusahaan otomotif tersebut. Perusahaan otomotif tersebut hanya focus pada desain dan

pengembangan rancangbangun, memproduksi komponen tertentu, merakit, dan

memasarkan mobil-mobil yang telah ditempeli merek mereka. Tengok pula apa yang

dilakukan pemilik merek sepatu olahraga terkemuka di dunia macam Nike, Adidas, Fila,

dan sebagainya. Mereka hanya fokus pada pengembangan desain sepatu,

mendistribusikan, memasarkan, dan mengelola merek. Sedangkan kegiatan produksinya

diserahkan kepada perusahaan-perusahaan lain yang tersebar di seluruh dunia, termasuk

di Indonesia. Mereka memberikan order produksi kepada perusahaan-perusahaan yang

mampu memberikan biaya dan mutu produksi terbaik. Dalam definisi umum, praktik

semacam ini termasuk kegiatan global outsourcing, yaitu mensubkontrakkan produksi ke

banyak perusahaan di dunia. Kegiatan bisnis semacam ini sering juga disebut global

sourcing, mereknya sama namun diproduksi di banyak negara.

Perusahaan perminyakan termasuk yang paling banyak melakukan kegiatan outsourcing,

baik di dunia maupun di Indonesia. Kegiatan yang disubkontrakkan tidak hanya bidang

transportasi, konsumsi, atau asuransi, tetapi meluas ke berbagai hal strategis lainnya.

Mulai dari survei seismic untuk mencari cadangan minyak dan gas hingga kegiatan

eksplorasi serta eksploitasi. Mereka menyewa rig untuk eksploitasi migas lepas pantai,

dan menyerahkan perawatan peralatan kepada ahli dari Schlumberger, misalnya. Langkah

Pertamina memperkenalkan praktik Kontraktor Production Sharing (KPS) sejak tahun

70-an, sejatinya juga tergolong kegiatan outsourcing. Di situ, KPS diberi hak mengelola

25

Page 26: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

blok-blok migas tertentu sebagai mitra Pertamina. Kecuali karena beberapa alasan di atas,

tidak dapat dipungkiri, ada juga perusahaan multinasional yang menerapkan outsourcing

dalam upaya menekan biaya buruh atau tenaga kerja. Praktik global outsourcing yang

terjadi pada industri sepatu maupun industri TPT (tekstil dan produk tekstil) - dua

industri yang sering disebut sebagai sunset industry karena selalu mencari lokasi dengan

biaya produksi termurah - tergolong pada kategori di atas. Merek-merek global itu selalu

mencari negara-negara dengan biaya buruh murah untuk basis produksi. Produk akhirnya

dijual dengan dolar, yang harganya bisa 10 kali lipat dari harga pembelian merek tersebut

dari para produsen. Sementara, gaji tenaga kerja tetap dibayar mengikuti standar

minimum macam UMR (Upah Minimum Regional) atau UMP (Upah Minimum

Propinsi).

Namun demikian, melimpahnya pasokan tenaga kerja dibandingkan lapangan kerja yang

tersedia, menyebabkan para tenaga kerja tidak memiliki pilihan lain, selain menerima

fakta tersebut. Itu pulalah yang terjadi di Indonesia, saat pengangguran makin menjadi-

jadi pasca krisis ekonomi 1997. Dewasa ini, tingkat pengangguran telah mencapai 44 juta

orang lebih akibat lambatnya penciptaan lapangan kerja baru dan terus bertambahnya

tenaga kerja baru. Artinya, rata-rata di setiap rumah tangga, yang bekerja penuh hanya

satu orang saja. Sisanya menganggur. Hukum ekonomi menyebut fakta ini sebagai

seller's market, di mana pasokan buruh terlalu besar dibandingkan permintaan, sehingga

harga buruh cenderung tertekan.

Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, outsourcing sangat membantu mengurangi

pengangguran tersebut. Para pekerja bisa mendapatkan pekerjaan, meskipun dalam

bentuk kontrak kerja dalam jangka waktu tertentu (PKWT/Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu). Upah yang diterima bahkan bisa lebih besar untuk pekerjaan tertentu karena

sifatnya kontrak. Pilihan bagi pencari kerja adalah, menerima semua kondisi ini atau tetap

menjadi pengangguran. "Saya kira, pilihan pertama jauh lebih baik," tukas Kemalsjah

Siregar, Managing Partner Firma Hukum Kemalsjah Chemby Avriline. Dengan bekerja,

lanjutnya, karyawan bisa bersosialisasi dengan baik dan mengasah keterampilannya. Jika

ada lowongan yang sesuai dan bisa memberikan gaji serta fasilitas yang diharapkan, ia

26

Page 27: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

bisa melamar untuk mengisi lowongan tersebut. Daripada jadi pengangguran dan tinggal

di rumah, jelas ini sebuah pilihan yang jauh lebih baik.

"Manfaat utama outsourcing akan sangat dirasakan oleh para lulusan baru yang kesulitan

untuk memasuki dunia kerja," kata Ismaila Tyastanto, Managing Director PT HITSS

Sumberdaya Nusantara Konsultan, sebuah perusahaan jasa outsourcing. Kebanyakan

perusahaan pemberi jasa outsourcing (user) mencari tenaga kerja berusia muda untuk

menangani bidang pekerjaan tertentu. Selain gajinya lebih murah, anak-anak muda itu

masih mudah dididik, haus pengalaman, dan bisa bekerja keras. Perusahaan tidak merasa

rugi jika harus memberikan pelatihan pembekalan bagi mereka dalam mengerjakan

tugasnya secara profesional. Melalui perusahaan jasa outsourcing, mereka bisa bekerja di

perusahaan-perusahaan besar, meskipun bukan menjadi karyawan perusahaan besar itu.

Dalam situasi normal, peluang bekerja di perusahaan besar itu belum tentu tersedia.

Apalagi, setelah krisis ekonomi, perusahaanperusahaan kini sangat berhati-hati

menambah karyawan. Mereka ingin seramping mungkin dan terhindar dari kompleksitas

aturan ketenagakerjaan. Konsekuensi dari penambahan karyawan permanen tidak hanya

menyangkut gaji dan fasilitas, tetapi juga dana pensiun dan jenjang karir. Oleh sebab itu,

mereka menyiasati kebutuhan tenaga kerja akibat tuntutan perkembangan usaha diisi

melalui outsourcing. Tidak semua kalangan internal perusahaan menerima praktik

outsourcing ini dengan tangan terbuka. Serikat Pekerja (SP) dan karyawan tetap,

misalnya, cenderung menolak gagasan outsourcing ini. Mereka khawatir praktik ini akan

mengancam posisi karyawan tetap dan mengacaukan system remunerasi perusahaan.

"Karyawan tetap merasa was-was, setiap saat mereka bisa saja diganti karyawan

outsourcing atau bila bagiannya di-outsource ke luar," ujar seorang karyawan senior

sebuah bank yang enggan disebutkan namanya. Kekhawatiran ini, agaknya, terlalu

berlebihan. Kalaupun bagian dia dioutsource ke luar, perusahaan juga tidak semenamena.

Misalnya departemen atau divisi teknologi informasi. Bila disubkontrakkan kepada

perusahaan penyedia jasa secara penuh, mulai dari peralatan hingga SDMnya, ada satu

perjanjian yang menyebutkan seluruh karyawan departemen/divisi tersebut harus

diambil-alih oleh perusahaan jasa penerima outsourcing. "Otomatis, mereka berubah

status menjadi karyawan kami, dengan sistem remunerasi yang bersaing," ungkap

27

Page 28: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Andreas R. Diantoro, Managing Director Hewlett-Packard Indonesia. HP Indonesia

menerima outsourcing peralatan TI (PC, server, mainframe, printer, dan lainnya) berikut

pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sini. Jasa penyewaan

ini untuk produk PC disebut dengan seat management. Selain menyediakan piranti keras,

pengelolaan dan perawatan peralatan dilakukan sepenuhnya oleh orang-orang HP. "Ini

akan membuat biaya operasional dan investasi perusahaan bisa ditekan," tambahnya.

Tentang tuduhan praktik outsourcing sebagai bentuk perbudakan baru atau modern? "Itu

jelas tidak berdasar," tukas Iftida, Ismaila, dan Hasanuddin Rahman. Meski mengaku ada

juga perusahaan outsourcing yang nakal, mereka menilai tuduhan itu muncul dari orang

yang tidak paham tentang manajemen bisnis. Sebelum bekerja, pekerja maupun

perusahaan telah membuat kesepakatan yang jelas dan saling menguntungkan. "Lagi

pula, sebagian besar perusahaan jasa outsourcing dimiliki atau dikelola oleh orang-orang

yang telah lama bergerak di bidang SDM sehingga tidak mungkin mereka semena-mena,"

ungkap mereka.

KONTROVERSI PERATURAN (X2)

Sejatinya, Indonesia belum memiliki Undang-Undang atau Peraturan Hukum yang secara

jelas mewadahi kegiatan outsourcing. Menurut Purbadi Hardjoprajitno, SH., dari Firma

Hukum Purbadi Associates, satu-satunya referensi hukum tentang outsourcing adalah UU

N0. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 64, 65, dan 66. UU itu tidak menyebutkan

outsourcing, melainkan hanya tentang perjanjian pemborongan pekerjaan dan penyediaan

jasa tenaga kerja. Dengan demikian, sebuah perusahaan bisa memborongkan sebagian

pekerjaan atau pekerjaan tertentu kepada perusahaan pemborong pekerjaan. Atau

menyerahkan tenaga pengelola kepada perusahaan jasa penyedia tenaga kerja. Meski

tidak letterlijk menyebut outsourcing, kedua hal itu kiranya bermakna outsourcing.

Walaupun begitu, terdapat sejumlah kerancuan pada pasal-pasal tentang kegiatan

outsourcing dalam UU No. 13 tersebut, jika praktik pemborongan pekerjaan dan tenaga

kerja itu dianggap sama dengan outsourcing. Pasal 65 menyebutkan, pekerjaan yang

dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat berikut:

dilakukan terpisah dari kegiatan utama, dilakukan dengan perintah langsung/tidak

28

Page 29: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

langsung dari pemberi pekerjaan, merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara

keseluruhan, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. Pasal 66

menjelaskan, pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh

digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang

berhubungan langsung dengan proses produksi (core business), kecuali untuk kegiatan

jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi

(dalam penjelasan Pasal 66 disebutkan, antara lain, cleaning service, catering, satpam,

usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, angkutan pekerja). Benang

merah dari kedua pasal itu adalah adanya batasan jenis-jenis kegiatan yang boleh

diborongkan dengan yang tidak. Di sinilah muncul ketidakjelasan atau kerancuan

penafsiran tentang UU tersebut. S. Lumban Gaol, Direktur Persyaratan Kerja

Depnakertrans, menegaskan, ada perbedaan mendasar antara outsourcing dalam dunia

bisnis dengan pengalihan pekerjaan dan tenaga kerja kepada pihak lain dalam UU

Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 itu. "Dalam dunia bisnis, semua pekerjaan bisa

dioutsourcing, sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan pekerjaan yang bisa diborongkan

kepada pihak lain adalah pekerjaan yang sifatnya penunjang, bukan pekerjaan pokok atau

core business," ujarnya.

Ia memberi contoh, pekerjaan teller di perbankan termasuk pekerjaan pokok, karena

kegiatan perbankan akan terhenti secara keseluruhan kalau pekerjaan teller terhenti atau

terganggu. Oleh karena itu, menurutnya, pekerjaan teller tidak bisa diborongkan atau

diserahkan kepada pihak lain. Bila pihaknya menemukan pelanggaran, maka

Depnakertrans akan memaksa perusahaan bersangkutan merekrut karyawan tersebut

menjadi karyawannya. "Tidak ada sanksi pidana atas pelanggaran ini. Tapi demi hukum,

dengan sendirinya karyawan itu harus menjadi karyawan perusahaan tersebut," jawabnya.

Menurut DR. H. Hasanuddin Rahman, Ketua DPN Apindo Bidang Hubungan Industrial

Advokasi, ketidakjelasan utama UU tersebut adalah soal definisi core business sebuah

perusahaan. "Pemerintah dan pelaku usaha memang belum sepaham tentang banyak hal

dari kegiatan outsourcing," katanya serius. UU tersebut menilai core business terkait

dengan proses produksi. Sementara kemajuan jaman menyebabkan kegiatan produksi

atau core business itu bergeser.

29

Page 30: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Seperti produsen mobil Toyota di Jepang, sebagian besar pengerjaan produknya

diserahkan kepada perusahaan lain. Di Indonesia, pabrik-pabrik otomotif juga menuju ke

sana. Paling-paling mereka hanya memproduksi komponen penting macam mesin,

transmisi, dan axle. Sisanya diserahkan pengerjaannya kepada perusahaan komponen.

Bila UU itu diterapkan, praktik bisnis global ini tidak cocok dan menjadi terlarang.

Bagaimana dengan bisnis jasa? Sami mawon. Teller dan layanan nasabah di perbankan,

misalnya, termasuk kegiatan core business. Tapi, jika perusahaan menetapkan fungsi

teller bukan merupakan core business karena bisa digantikan oleh mesin ATM dan

delivery channel lainnya, maka jabatan-jabatan tersebut kini mulai di-outsourcing ke

perusahaan lain karena perusahaan merasa tidak efisien lagi mengelolanya. Praktik ini

dilakukan oleh bank-bank global ataupun bank-bank besar lokal. Bagi perbankan global,

hal ini sudah menjadi praktik bisnis global sehingga mereka tinggal mengadopsinya di

Indonesia. Bahkan, dalam bisnis kartu kredit, proses bisnisnya banyak yang di-

outsourcing ke perusahaan lain. Mereka mengandalkan karyawan outsourcing untuk

mengelola bisnis, pemasaran, penagihan, dan layanan nasabah. N. Krisbiyanto, GM

Human Resources PermataBank, menangkap kesan adanya kekeliruan penafsiran

berbagai pihak - termasuk pemerintah - saat ini terhadap praktik outsourcing. "Yang

terjadi di Indonesia sebetulnya baru pada taraf contracting, belum sampai ke

outsourcing," ujarnya serius. Padahal, menurut Kris�- begitu sapaan akrabnya - dua hal

itu sangat berbeda. Kris mungkin benar. Apa yang tertulis di UU Indonesia lebih berbau

contracting ketimbang outsourcing. Dalam kegiatan contracting, perusahaan pemberi

kerja berperan penuh dalam kontrol proses bisnis dan atas kualitas kerja. Sementara

perusahaan penyedia jasa hanya menyediakan tenaga kerja dan mengikuti standard proses

bisnis.

Secara definisi, menurut Kris, outsourcing adalah suatu pendelegasian dari satu atau

beberapa proses bisnis kepada pihak luar di mana pihak tersebut akan melakukan proses

administrasi dan proses manajemen tertentu berdasarkan definisi dan ukuran kinerja

tertentu, yang telah disepakati bersama dalam satu kontrak kerja antara pemberi kerja dan

penyedia jasa.

30

Page 31: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Untuk mengatasi ketidakjelasan peraturan ini, diperlukan peraturan pelaksana yang

menyempurnakan UU No. 13 2003 itu berupa Keputusan Menteri Tenaga Kerja

(Kepmenaker). Salah satu kemungkinan, menurut Drs. S. Sianturi, Ketua P4 Pusat,

adalah dengan memberikan batasan mana pekerjaan yang tergolong core business dan

mana yang tidak untuk seluruh jenis industri. Atau membuat daftar jabatan/posisi yang

termasuk core dan yang tidak. "Bisa pula dengan memberikan kebebasan bagi masing-

masing perusahaan atau paling tidak masing-masing subsektor untuk merumuskan sendiri

pekerjaan yang tergolong core dan non-core," ujarnya.

Mewakili kalangan pengusaha, Hasanuddin Rahman juga meminta pemerintah untuk

menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan untuk menentukan kegiatan yang di-

outsourcing dan yang tidak. "Perusahaanlah yang paling tahu tentang jenis kegiatan yang

perlu di-outsourcing dan mana yang tidak. Yang penting, perusahaan melakukannya

tanpa merugikan siapapun," tukas Ketua Tim Perumus RUU Ketenagakerjaan

Apindo/Kadin Indonesia itu. Hal senada disampaikan Sofjan Wanandi, Ketua Umum

Apindo. "Kita semua harus realistis. Ekonomi masih sulit, sementara peraturan

ketenagakerjaan begitu banyak dan ada yang tumpang tindih. Bagi perusahaan,

outsourcing adalah pilihan yang tidak terhindarkan," tegasnya serius.

Di tengah persaingan bisnis yang menajam, perusahaan punya hak untuk melakukan

strategi bisnis yang memungkinkan mereka untuk bertahan dan berkembang. Tanpa

kehadiran perusahaan yang sehat dan berkembang, penciptaan lapangan kerja sulit

terwujud. Tanpa dukungan karyawan prefesional, perusahaan juga sulit berkembang.

Keduanya berkaitan erat satu sama lain.

Hanya saja, menurut Ismaila, pemerintah tidak perlu terlalu jauh ikut campur tangan

mengatur bisnis outsourcing. "Di manapun, pemerintah yang terlalu mengatur hasilnya

malah tidak baik," tegasnya. Salah satu ekses dari UU Ketenagakerjaan, para pegawai

Depnakertrans kerap memata-matai dan menginterogasi pegawai kontrak di berbagai

perusahaan. Niat baik Depnakertrans untuk melindungi kepentingan pekerja seringkali

menimbulkan masalah, khususnya mengganggu ketenangan bekerja para karyawan

31

Page 32: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

perusahaan tersebut. Dikhawatirkan tindakan seperti ini menimbulkan ekses lain, seperti

upaya pemerasan, suap-menyuap, dan sejenisnya.

Eddy S. Tjahja malah mempertanyakan apakah praktik outsourcing sudah saatnya untuk

diatur. "Bisnis ini masih terlalu kecil untuk disebut sebuah industri di Indonesia.

Pengaturan kiri-kanan justru membuat bisnis ini tidak berkembang," tambahnya.

Pengaturan yang terlalu rigid akan menyulitkan dalam pelaksanaannya karena semakin

kompleksnya manajemen perusahaan, berkembangnya bentuk-bentuk baru pengelolaan

pekerjaan yang tidak dikenal sebelumnya, baik karena kompetisi maupun globalisasi

bisnis melalui kehadiran perusahaan multinasional.

Nafas dari peraturan yang dibuat pemerintah tentu untuk melindungi kepentingan

berbagai pihak, khususnya tenaga kerja. Tidak seperti di luar negeri, Drs. S. Sianturi

berpendapat, praktik outsourcing di Indonesia lebih banyak dilakukan untuk menekan

biaya tenaga kerja. Hal itu terlihat dari hubungan kerja yang selalu dalam bentuk kontrak,

upah lebih rendah, jaminan sosial dalam batas minimal, tidak adanya job security, dan

tidak adanya jaminan pengembangan karir.

Pendapat yang lebih kritis disampaikan oleh Yanuar Nugroho, Direktur The Business

Watch Indonesia. "Outsourcing mengaburkan bentuk hubungan industrial yang tidak

menguntungkan buruh. Ada beberapa hak buruh yang terpangkas dan bila ada

perselisihan, terjadi saling lempar tanggung jawab antara perusahaan pemberi pekerjaan

dengan perusahaan penyalur tenaga kerja," ungkapnya. Yanuar menilai, konsekuensi

terbesar dari outsourcing adalah munculnya job insecurity. Selain mereka bekerja hanya

selama masa kontrak yang relative pendek, ketidakpastian pekerjaan juga muncul selama

masa kontrak kerja berlangsung. "Meski dalam keadaan sakit, si pekerja akan tetap

masuk kerja karena takut kontraknya tidak diperpanjang." Kritik semacam ini perlu

menjadi masukan bagi perusahaan pemberi kerja maupun perusahaan penerima kerja

melalui outsourcing. Anggapan bahwa outsourcing sebagai bentuk perbudakan baru atau

perbudakan modern harus direspons secara bijak. UU No. 13 2003 telah

menggarisbawahi bahwa perlindungan dan syarat kerja karyawan kontrak minimal sama

dengan yang berlaku di perusahaan pemberi pemborongan pekerjaan. Maknanya jelas.

32

Page 33: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Karyawan outsourcing yang ditempatkan di satu perusahaan harus memperoleh gaji dan

fasilitas yang sama dengan karyawan tetap level yang sama di perusahaan itu atau

minimal mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pelanggaran atas ketentuan ini harus secepatnya dikoreksi. Bagaimanapun, para

karyawan kontrak adalah asset utama perusahaan jasa outsourcing. "Kesejahteraan

mereka perlu diperhatikan agar mereka bekerja secara sungguh-sungguh," Finny

Widiyanti, Senior Manager PT Solusi Mitra Kerja, mengingatkan. Bila klien puas,

kontrak kerja dengan perusahaan jasa outsourcing itu tentu akan terus diperpanjang. Hal

itu juga menyebabkan kontrak kerja terhadap karyawan kontrak terus diperpanjang.

SEBUAH KENISCAYAAN (X3)

Satu hal yang pasti, praktik bisnis outsourcing sudah menjadi keniscayaan bagi

perusahaan. Di negara maju macam Amerika, dari hari ke hari semakin banyak fungsi

organisasi yang disubkontrakkan kepada perusahaan lain yang lebih pakar dan efisien di

bidangnya. Fungsi dan proses bisnis di bidang teknologi informasi (TI) diserahkan

kepada perusahaan TI raksasa seperti IBM dan HP yang lebih ahli di bidangnya. Kedua

raksasa ini melayani outsourcing penuh di bidang TI, mulai dari perangkat keras, lunak,

hingga SDM, melalui IBM Services dan HP Services. Fungsi dan proses bisnis audit

diserahkan kepada perusahaan audit terkemuka seperti PricewaterhouseCopper, Ernst &

Young, Deloitte, dan banyak lagi. Oleh perusahaan audit raksasa ini, pengerjaan audit

yang bersifat teknis dioutsourcing lagi kepada perusahaan audit yang lebih kecil. Begitu

pula fungsi dan proses bisnis manajemen SDM yang disebut dengan HR Outsourcing -�

meliputi pengelolaan gaji dan layanan informasi SDM. Nilai total outsourcing proses

bisnis (Business Process Outsourcing) bidang SDM di Amerika diperkirakan tumbuh dari

US,5 miliar menjadi US miliar tahun ini. Sungguh sebuah nilai yang sangat besar.

Belakangan, outsourcing proses bisnis di bidang pelatihan dan pembelajaran juga

semakin menjadi tren.

Apakah dunia kiamat dengan meluasnya praktik outsourcing ini? Tentu saja tidak.

Bahkan di negara Jepang sekalipun, yang dikenal dengan filosofi kerja seumur hidup

(lifetime employment), praktik outsourcing meluas pula diterapkan. Jaman terus berubah

33

Page 34: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

dengan berbagai konsekuensinya. Hari ini, kita mungkin masih belum siap dan merasa

tidak nyaman dengan status pegawai kontrak itu. Beberapa tahun lagi, semuanya bisa saja

berubah seiring dengan berubahnya paradigma dunia kerja. Bagi profesional berprestasi,

status karyawan kontrak itu bukanlah sesuatu yang perlu dirisaukan. Apa yang perlu

dilakukan kini adalah sosialisasi praktik outsourcing ini secara benar. Sosialisasi itu harus

dilakukan pemerintah bekerjasama dengan para pelaku bisnis. Sosialisasi terbaik tentunya

melalui pemberian contoh positif oleh perusahaan jasa outsourcing dalam mengelola

karyawan kontrak. Kecuali itu, sosialisasi perlu untuk memberikan gambaran bahwa

outsourcing tidak hanya untuk pegawai rendahan atau kelas asisten manajer.

Auditsi, sebuah perusahaan jasa outsourcing di Indonesia, bahkan melayani pula

outsourcing hingga level Presiden Direktur atau Chief Executive Officer (CEO). Sebuah

perusahaan besar asing kini sedang mencari CEO untuk dikontrak 2 tahun dengan gaji

US.000 plus bonus US.000 per bulan (total US.000 per bulan). Penghasilan yang sangat

besar untuk ukuran Indonesia, bukan? Sosialisasi perlu juga dilakukan kepada

perusahaan-perusahaan pemakai jasa outsourcing agar mereka memahami betul filosofi

dasar dari kegiatan outsourcing ini, yaitu untuk mendapatkan biaya yang efektif (cost

effective). Ada perusahaan yang salah kaprah menerapkan prinsip cost effective ini

dengan benar-benar menekan biaya. Padahal, prinsip itu bermakna mengeluarkan biaya

yang tepat guna. "Perusahaan harus melihat mana biaya tetap yang bisa diubah menjadi

biaya variabel," tutur Ismaila. Baik Iftida maupun Ismaila meminta perusahaan untuk

bertindak bijak dengan mau membayar sedikit lebih mahal sehingga kualitas yang

diperoleh user jauh lebih bagus. "Kalau maunya murah-murah melulu, hasilnya juga tidak

akan bagus," tukas mereka di tempat terpisah. Kemauan berbagai pihak untuk terus

menyempurnakan pelaksanaan praktik outsourcing diyakini akan mempercepat

perkembangan bisnis outsourcing secara profesional. Tahun ini, eksekutif Persaels Farid

Aidit memperkirakan kebutuhan karyawan outsourcing baru sekitar 15.000 pegawai.

"Setidaknya hal ini bisa membantu penyerapan tenaga kerja dan mengurangi

pengangguran," tukasnya.

34

Page 35: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

Terobosan dalam penciptaan lapangan kerja baru memang perlu diambil pemerintah

mengingat tingkat pengangguran yang terus bertambah dan berkurangnya kesempatan

kerja di sektor formal sejak 2001 hingga 2003. Pemerintah sendiri, menurut Direktur

Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Dr. Ir. Bambang Widianto, MA.,

menilai perlunya diterapkan Flexible Labor Market Policies, antara lain, dengan

outsourcing.

Kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja di sector yang relatif

modern, memungkinkan perpindahan pekerja dari pekerjaan dengan produktivitas rendah

ke pekerjaan yang memiliki produktivitas lebih tinggi, dan mempertahankan atau

meningkatkan kesejahteraan bagi mereka yang masih berada di sektor informal. Di

tengah keterpurukan perekonomian saat ini, tidak banyak pilihan yang tersedia bagi

angkatan kerja. Mereka dihadapkan pada pilihan bekerja dengan kondisi yang kurang

memuaskan atau tetap menganggur. Tumbuhnya bisnis outsourcing professional

diharapkan memperbaiki pilihan sulit itu.

35

Page 36: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan

dengan terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan

pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis yang

disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan

pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing, dimana

hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang memuat antara

lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang merupakan

bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja

dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing.

Karyawan outsourcing selama ditempatkan diperusahaan pengguna jasa outsourcing

wajib mentaati ketentuan kerja yang berlaku pada perusahaan outsourcing, dimana hal itu

harus dicantumkan dalam perjanjian kerjasama. Mekanisme Penyelesaian perselisihan

ketenagakerjaan diselesaikan secara internal antara perusahaan outsourcing dengan

perusahaan pengguna jasa outsourcing, dimana perusahaan outsourcing seharusnya

mengadakan pertemuan berkala dengan karyawannya untuk membahas masalah-masalah

ketenagakerjaan yang terjadi dalam pelaksanaan outsourcing.

Dewasa ini outsourcing sudah menjadi trend dan kebutuhan dalam dunia usaha, namun

pengaturannya masih belum memadai. Sedapat mungkin segala kekurangan pengaturan

outsourcing dapat termuat dalam revisi UU Ketenagakerjaan yang sedang dipersiapkan

dan peraturan pelaksanaanya, sehingga dapat mengakomodir kepentingan pengusaha dan

melindungi kepentingan pekerja.

SARAN

Memilih Perusahaan OutsourcingPilih perusahaan outsourcing yang dapat berperan sebagai konsultan.

Perusahaan outsourcing yang profesional akan mampu memberikan opini dan alternatif

solusi bagi masalah yang berkaitan dengan rekrutmen, seleksi, penentuan profile

36

Page 37: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

karyawan, penerapan disiplin sampai dengan pemutusan hubungan kerja. Selain

mematuhi hukum yang berlaku, perusahaan outsourcing yang baik juga harus bisa

berperan sebagai advisor yang dapat memberikan pandangan bagi langkah dan kebijakan

yang diambil oleh perusahaan pengguna sehingga dapat terhindar dari potensi kerugian di

masa mendatang.

Jangan memilih perusahaan outsourcing yang meluluskan apa saja keinginan perusahaan

pengguna. Sebagai advisor, perusahaan outsourcing harus mampu memberikan gambaran

di muka mengenai peraturan yang berlaku, keamanan, kemampuan perusahaan,

efektifitas, efesiensi kerja dan mana yang harus dilakukan oleh perusahaan pengguna dan

mana yang harus dilakukan oleh perusahaan outsourcing.

Pilih perusahaan-perusahaan outsourcing yang dapat berperan sebagai "administrasi

expert".

Pilih penyedia jasa outsourcing yang dapat menjaga kualitas kerjanya dengan selalu

memberikan jasa yang tepat waktu dan dapat diukur, serta mempunyai sistem kerja yang

teratur. Proses administrasi meliputi bagian rekrutmen dan seleksi, pendataan karyawan,

penggajian dan kelengkapan adminsitrasi yang tersimpan baik seperti data karyawan

misalnya. Jangan menjatuhkan pilihan pada perusahaan yang tidak mampu membantu

dalam proses admisnistrasi, karena buat apa memilih mitra kerja yang tidak mampu

meringankan beban perusahaan.

Adanya pembagian peran yang jelas.

Perusahaan pengguna adalah pihak yang paling mengetahui tentang pekerjaan apa yang

akan dilimpahkan pada penyedia jasa outsourcing dan bagaimana hasil yang diharapkan

dapat dilakukan oleh perusahaan outsourcing tersebut. Untuk itu sebelum melimpahkan

pekerjaan pada penyedia jasa outsourcing, perusahaan pengguna diharapkan dapat

memberikan penjelasan dengan lengkap tentang cakupan pekerjaan, karakteristik

pekerjaan dan kompetensi teknik yang diharapkan dari calon karyawan outsource beserta

perencanaan karir dan kompensasi yang diberikan.

Pilih Perusahaan yang dapat berperan sebagai "Culture Developer".

Perusahaan outsourcing harus mampu memahami kebutuhan perusahaan pengguna dalam

mendapatkan kandidat pekerja yang memiliki kesamaan cara pandang meskipun masih

bersifat potensial. Profile kandidat yang tepat dapat diberikan jika perusahaan

37

Page 38: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

outsourcing diberi gambaran yang jelas profile karyawan seperti apa yang dianggap

mampu bekerja sesuai dengan lingkungan perusahaan pengguna.

Perusahaan outsourcing yang mempunyai pengalaman dapat memadukan keinginan klien

dengan data kandidat yang ada agar kandidat yang dikirimkan nantinya tidak akan ditolak

oleh perusahaan pengguna. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan dan diskusi yang dalam

serta keterlibatan perusahaan pengguna dalam menentukan profile kandidat.

Buat Service Level Agreement yang lengkap

Di dalam service Level Agreement sebaiknya dituangkan bagaimana bentuk tanggung

jawab kedua belah pihak, ekspektasi kedua belah pihak, alur kerja, cara kerja, peninjauan

performa dari perusahaan outsourcing, serta komitmen lainnya yang perlu dicantumkan.

38

Page 39: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

DAFTAR PUSTAKA

1. Wirawan, Rubrik Hukum Teropong,Apa yang dimaksud dengan sistem outsourcing?,

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenhukum.htm

2. Artikel “Outsource dipandang dari sudut perusahaan pemberi kerja”,

http://www.apindo.or.id, diakses tanggal 4 Agustus 2006

3. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 TentangKetenagakerjaan,

4. Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi memuat hal-hal yang dituntut untuk

dilakukan revisi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu : Pemutusan

Hubungan Kerjam Perjanjian kerja Waktu Tertentu, Perhitungan Pesangon, Ijin

tenaga Kerja Asing dan istirahat panjang.

5. Nur Cahyo, Pengalihan Pekerjaan Penunjang perusahaan dengan Sistem Outsourcing

(Alih Daya) Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

(Studi Kasus pada Asuransi Astra Buana), Tesis Magister Hukum FHUI, Depok,

2006, hal.56.

6. Chandra Suwondo, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, Elex Media

Computindo, Jakarta, hal 2.

7. Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) ditinjau dari aspek hukum

ketenagakerjaan tidak mengaburkan hubungan industrial,

http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei 2005.

8. Tulisan yang mengkhususkan membahas outsourcing (Alih Daya) yang berupa

penyediaan jasa pekerja/buruh, sedang outsourcing (Alih Daya) berupa pemborongan

pekerjaan hanya akan diulas sekilas dari segi definisi, dan dalam kaitan dengan core

business. Dalam UU No.13 Tahun 2003, istilah outsourcing (Alih Daya) dapat

diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan tenaga kerja, namun pada

rancangan UU Tenaga Kerja yang baru (yang kini sedang dikaji ulang), pengertian

outsourcing (Alih Daya) tampaknya akan disempitkan menjadi penyediaan jasa

pekerja, sementara pemborongan pekerjaan diartikan sebagai sub-kontrak.

39

Page 40: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

9. Draft Revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diakses

dari Sabar Sianturi, pembicara pada Seminar tentang Outsourcing (Alih Daya) dan

Permasalahannya, 12 April 2006, Hotel Aryaduta, diselenggarakan oleh PPM.

10. Pasal 66 ayat (1) UU No.13 tahun 2003

11. Pasal 66 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003

12. Pasal 66 ayat (3) UU No.13 Tahun 2003

13. Pasal 66 ayat (4) UU No.13 Tahun 2003

14. R.Djokopranoto, Outsourcing (Alih Daya) dalam No.13/2003 tentang

Ketenagakerjaan (Perspektif Pengusaha), Materi Seminar disampaikan pada Seminar

Outsourcing: Process and Mangement, World Trade Center Jakarta,13-14 oktober

2005, hal.5.

15. Berdasarkan informasi dari Bapak Ali Nursal, General Manager PT.Outsourcing

(Alih Daya) Indonesia

16. Pelaporan dokumen tentang pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang diatur pada

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

17. Pasal 65 ayat (2) UU No.13 tahun 2003

18. Pasal 66 ayat 2) butir a,b dan c UU No.13 tahun 2003

19. Mengenai PKWT dan PKWTT lihat pasal 56-60 UU No.13 Tahun 2003

20. Berdasarkan informasi dari Bpk. Yayan Hernayanto, Corporate Legal, PT Toyota

Motor Manufacturing Indonesia, 4 Agustus 2006.

40

Page 41: Outsource Sebuah Fenomena Perbudakan Baru Di Indonesia ataukah apa?

41