Outlook Ekonomi 2018 - bulelengkab.go.id filePenguatan 4 Pilar Daya Saing dan Inklusifitas...

79
Penguatan 4 Pilar Daya Saing dan Inklusifitas Perekonomian Nasional Outlook Ekonomi 2018 Pusat Penelitian Ekonomi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kamis, 14 Desember 2017

Transcript of Outlook Ekonomi 2018 - bulelengkab.go.id filePenguatan 4 Pilar Daya Saing dan Inklusifitas...

Penguatan 4 Pilar Daya Saing dan Inklusifitas Perekonomian Nasional

Outlook Ekonomi 2018

Pusat Penelitian Ekonomi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Kamis, 14 Desember 2017

2

Proyeksi

3

Proyeksi PDB

Sumber: BPS, diolah

5.22%

3.50%

4.00%

4.50%

5.00%

5.50%

6.00%

6.50% RAPBN 5.4

IMF 5.3ADB 5.3LPEM UI 5.3OECD 5.1BI 5.1 - 5.5

4

Proyeksi Inflasi

Sumber: BPS, diolah

4.12%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

Lower Bound

5

Proyeksi Nilai Tukar

Sumber: BPS, diolah

13,311

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

15,000

6

Potret Kondisi Makro Ekonomi Indonesia

6.48 6.27 6.01 5.94 6.11 6.215.94 5.87

5.54 5.59 5.52 5.585.12 4.94 4.93 5.05 4.82 4.74 4.77

5.17 4.92 5.18 5.01 4.94 5.01 5.01 5.06

7

Pertumbuhan PDB YoY (%)

Sumber: BPS, diolah

GDP Share (%) Q3-2017Pertumbuhan (%) YoY

Q3 2016 Q2 2017 Q3 2017

Consumption 55.7 5.01 4.95 4.93

Investment 31.9 4.24 5.35 7.11

Govt. Exp. 8.8 -2.95 -1.93 3.46

Export 20.5 -5.65 3.60 17.27

Import 18.8 -3.67 0.22 15.09

8

PDB, Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%) YoY

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Apparel, Footwear Trans. Kom

Hotel Resto Kons HH

Equipments F & B

Kecenderungan penurunan konsumsi sudah tampak sejak

Tahun 2011, dengan kontributor pelemahan utama yaitu

konsumsi pakaian dan sepatu serta Peralatan

9

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

Gross Fixed Capital Formation GFCF: Buildings & Structures

GFCF: Machine & Equipment GFCF: Vehicles

PDB, Pembentukan Modal Tetap (%) YoY

Titik balik investasi mesin dan peralatan sejak Tahun

2012, menjadi Potensi terhadap peningkatan kapasitas produksi

10

PDB, Ekspor-Impor

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

(600.000)

(400.000)

(200.000)

-

200.000

400.000

600.000

800.000

Ekspor Impor Net Ekspor

11

Volatilitas Nilai Tukar

Oct/17, 10,574

Jun/98, 14,900Sep/15, 14,657

Oct/17, 13,572

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

Australia/IDR Canada/IDR USD/IDR

Overshooting Exchange Rate

12

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Primer Sekunder Tersier

Kontribusi Sektoral (2010=100)

Cross-cutting sektor manufaktur dan Jasa,

kecenderungan de-industrialisasi dan

mengarah ke Services-based Economy

13

Tingkat Inflasi YoY (%)

.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

-5

0

5

10

15

20 Inflasi (RHS) Adm. Price Core (RHS)

14

Kontributor Inflasi YoY (%)

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

Food Housing, Electricity, Gas and Fuel Energy (RHS) Transportation, Communication and Finance (RHS)

15

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

Upah Nominal Harian Petani (Rp) Upah Nominal Harian Buruh (Rp)

Upah Real Harian Petani (Rp) Upah Real Harian Buruh (Rp)

Upah Harian Petani & Buruh Bangunan

16

Poverty Rate (Urban & Rural)

8.34

7.72

14.1713.93

11.25

10.64

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Semester 1 Semester 2 Semester 1 Semester 2 Semester 1 Semester 2 Semester 1

2014 2015 2016 2017

% Penduduk Miskin

Kota Desa Indonesia

Gini Ratio

17

0.42 0.41

0.34 0.32

0.41 0.39

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Urban Rural Indonesia

18

19

Pilar SDMMEMBANGUN SDM PELAYARAN YANG INKLUSIF DAN BERDAYA SAING

KERANGKA SDM INDONESIA

20

INDIVIDU

Skills

Knowledge

CharacteristicsAttitude

Productive

Adaptability

Flexible

Working inorganisastion

Pasar KerjaUpah

PerbedaanUpah

Compensatingdifferentials

Labor-marketimperfectionTaste-based

discrimination

Schools

Training

Lingkungan

Pengasuhan

Pengalaman

NILAI SOSIAL INSTITUSIONAL

STABILITAS POLITIK DISTRIBUSI PENDAPATAN

Total FactorProductivity

Inheritted

Rettained

bakat

MODAL SOSIAL

Kesehatan

21

KONDISI SDM INDONESIA

• Indeks modal manusia (Human Capital Index) kita juga dibawah capaian negara-negara se-kawasan Indonesia rangking ke-69, Singapura (24), Filipina (46), Malaysia (52), Thailand (57) dan Vietnam (59).

• Ketertinggalan kualitas sumberdaya manusia Indonesia tercermin pada kualitas pendidikan sejak anak sekolah hingga tenaga kerja usia produktif peringkat PIAAC Indonesia berada dipaling bawah dari 34 negara untuk setiap kelompok usia dan dari seluruh area kompetensi seperti literasi, numerik, dan kapasitas pemecahan masalah dalam lingkungan yang kaya teknologi adanya gap antara kualifikasi dengan profisiensi dimana perusahaan kerap harus melakukan pelatihan bagi pekerja yang juga memiliki nilai akademis yang bagus (Fanggidae, 2016).

22

Kondisi SDM Indonesia

• Tingginya pengangguran usia produktif (15-24 tahun), karena lulusan pendidikan tinggi banyak yang tidak terserap. Angka pengangguran mencapai 7.2 juta atau lebih dari 6% angkatan kerja. Saat ini tenaga kerja pendidikan tinggi hanya sekitar 13,7% dari total tenaga kerja, yang didominasi oleh lulusan SD dan dibawahnya (52,4%) (BPS, 2016).

• Kendala utama rendahnya kualitas SDM ini bersifat kompleks, dari aspek pangan (asupan gizi), kesehatan, pendidikan dan pasar tenaga kerja. Membangun SDM adalah bagian dari membangun modal manusia yang terjadi selama siklus hidup. Kualitas kompetensi anak sekolah dan tenaga kerja yang rendah mengindikasikan ada yang tidak pas dalam sistem pendidikan kita.

Kondisi SDM Indonesia :Kasus Maritim

▪ Tingginya Permintaan Jumlah SDM Pelayaran

MTI Indonesia masih kekurangan tenaga kerja di industri pelayaran: baruterpenuhi 21% atau 1.500 orang dari kebutuhan 7.000 orang per tahun.

Badan Pengembangan SDM Perhubungan kebutuhan pelaut dalam negerimencapai 16.000 orang dan pelaut luar negeri sebanyak 88.552 orang (Rahayu, 2015).

Tahun 2019, diperkirakan kebutuhan 64.897 pelaut dalam negeri dan 93.478 pelaut luar negeri.

Kepelabuhanan memerlukan SDM sebanyak 6.630 orang, 2.155 orang untukpelabuhan umum dan terminal khusus atau terminal untuk kebutuhan sendiriserta untuk mengantisipasi pembangunan 24 pelabuhan baru.

Fase Sekolah: SDM

• Paradigma terhadap pelaut: Stigma negatif dan positif

• Karakter pelaut Indonesia yang mempengaruhi etos kerja: homesick, bahasa Inggris

• Pentingnya affirmative policy untuk mendorong minat anak kelompok miskin

Fase Sekolah: Tata Kelola Institusi Pendidikan Pelayaran

▪ StandarAkreditasi(Kemendikti) vs StandarPengesahan(Kemenhub)

▪ Kurikulum▪ Isu penyetaraan

ijazah tenagapendidik

Pendidikan & Pelatihan

Maritim

Kemendiknas

Kementerian Perhubungan

(IMO)

Kementerianristek dikti

Fase Sekolah: Tata Kelola

• Sentralisasi bussiness process SDM pelayaran

• Disharmonisasi peraturan kementerian pusat: Kem. Perhubungan, Kem. Ristekdikti dan Kem. Dikbud terkait penyelenggaraan sistem pendidikan pelayaran (termasuk didalamnya kurikulum)

• Belum adanya pranata legal yang mengatur profesi pelaut Indonesia perlakuan terhadap pelaut yang berbeda, belum diimplementasikannya ratifikasi IMO oleh semua perusahaan.

Fase Sekolah: Isu Infrastruktur

Gap Kualitas Institusi Pendidikan Negeri VS Swasta.• Saat ini terdapat sekolah pelayaran 48 sekolah tinggi

milik pemerintah dan 300 milik swasta. Sedangkan hanya 25-30 sekolah swasta yang memenuhipersyaratan

• Kemampuan teknis dan keselamatan. Infrastrukturyang mendukung pembentukan soft skill penyelenggara pendidikan dan diklat keahlian bidangkelautan berharga mahal lembaga di bawahpemerintah lebih lengkap dibandingkan denganswasta.

• Regional Gap. Bagaimana membangun linkage untuk menjembatani gap kualitas lembaga

• Daya saing SDM pelayaran, terutama pelaut sangat ditentukan oleh keahlian dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar yang ditetapkan oleh IMOSertifikasi

• Hampir 100% lulusan siswa didikan sekolah pelayaran negeri setiap tahunnya terserap ke dunia industri. Pada tahun 2016, lebih dari 80% lulusan pelayaran terserap ke industri pelayaran dan industri pendukungnya.

• Hanya 4 dari 48 sekolah tinggi pelayaran yang bisa menjalankan peran sebagai lembaga sertifikasi

Fase Pasar Kerja: Link and Match

• Pekerja yang memiliki latar belakang pendidikan yang dimiliki sangat memadai namun skill yang didapatkan masih kurang khususnya kemampuan Bhs Asing/Inggris, attitude, dan teamwork.

• Latar belakang pendidikan menjadi faktor utama dalammeningkatkan produktivitas kerja, walau besaran gaji masihmerupakan penyemangat utama bekerja.

Fase Pasar Kerja: Link and Match

Fase Pasar Kerja: Pengelolaan Keuangan SDM Pelayaran

• Tidak ada skema pembiayaan peningkatan keahlian dan ketrampilan (sertifikasi) dari lembaga keuangan & perusahan harus ada investasi individu memerlukan kemampuan pengeloaan keuangan (investasi dan konsumsi).

Kesimpulan dan Rekomendasi

• Peningkatan daya saing SDM Indonesia khususnya pelayaran membutuhkan intervensi pemerintah (inklusifitas).

• Pembentukan hard skill sudah mengarah pada dimensi daya saing, namun pembentukan Soft skill belum dibangun secara optimal dalam membentuk karakter dan personalities pekerja

• Dimensi inklusifitas belum optimal sehingga Akses anak kelompok miskin (termasuk anak nelayan) belum besar.

• Kolaborasi sekolah tinggi pemerintah dan swasta

• Peran perusahaan pelayaran dlm mendukung peningkatan produktivitas penting.

33

Pilar InfrastrukturPERAN INFRASTRUKTUR EKONOMI DALAM INDUSTRI MARITIM NASIONAL:

Strategi Penguatan Sub - Sektor Transportasi Sebagai Pendukung Sistem Logistik

PENTINGNYA INFRASTRUKTUR DALAM MENDORONG DAYA SAING DAN EKONOMI INKLUSIF

34

•Infrastruktur merupakan barang modal (physical capital)dengan peran melayani kebutuhan dan kepentingan publik(public goods).

•Infrastruktur terbagi menjadi infrastruktur ekonomi daninfrastruktur sosial➢ Infrastruktur Ekonomi secara langsung mendorong tumbuh dan

berkembangnya perekonomian, seperti jalan raya, jalan tol, relkereta api, bandar udara, pelabuhan laut, pembangkit listrik,telekomunikasi, penyediaan air, dan sanitasi

➢ Infrastruktur Sosial secara langsung ataupun tidak langsungberdampak terhadap peningkatan kualitas hidup, sepertipembangunan dan perkembangan kesehatan, pendidikan, dankebudayaan, seperti sekolah, perpustakaan, universitas, klinik,rumah sakit, pengadilan, museum, theater, lapangan bermain(playground), taman.

Prinsip dan Peran Infrastruktur

Sebagai Barang Modal: Sebagai Barang Publik:

35

• produktivitas , akses, efisiensi, tatakelola, kapasitas institusi, interkoneksi

• Meningkatkan efisiensi danproduktivitas perekonomian melaluikemampuannya untuk menekan biayafaktor produksi pada saat proses produksi dan distribusi

• Berperan sebagai jembatan untukmeningkatkan produktivitas faktorproduksi lainnya.

• memiliki backward dan forward linkage sehingga mampu mendorongperkembangan sektor ekonomi lainnya, seperti perdagangan, pariwisata, pertanian dan sebagainya.

• Stimulus untuk mendorong permintaanaggregat

• akses, partisipasi, redistribusi danpemerataan, kapasitas institusidan tata kelola

• Memberikan akses terhadapmasyarakat dan sektor ekonomi untuktumbuh dan berkembang

• Berperan sebagai jembatan untukmeningkatkan produktivitas faktorproduksi lainnya

• Menyediakan eksternalitas untukmemperkuat pembangunan ekonomidan sosial yang lebih inklusif.

Dampak Terhadap Perekonomian

36

TahunAnggaran

InfrastrukturPDB Rasio

2004 17.5 2295.8 0.8

2005 26.1 2774.3 0.9

2006 54 3339.2 1.6

2007 59.8 3950.9 1.5

2008 78.7 4951.4 1.6

2009 91.3 5613.4 1.6

2010 110.1 6422.9 1.7

2011 141 6840.4 2.1

2012 161.4 7298.7 2.2

2013 176.1 9087.3 1.9

2014 163.2 10569.7 1.5

2015 281.7 11531.7 2.4

2016 316.6 12406.8 2.6

2017 386.9 13039.6 3.0

• Elastisitas anggaraninfrastruktur terhadap PDB padaperiode 2004-2017 adalah 0,53%

• Pada Periode 2009-2014, anggaran infrastruktur tumbuh12,3%, sedangkan PDB tumbuh13,5%

• Pada Periode 2014-2017, anggaran infrastruktur tumbuhdengan 33,3%, sementara PDB tumbuh hanya 7,3%

• Anggaran infrastruktur untuktahun 2018 adalah Rp 410,7 trilyun

ECONOMIC RESEARCH CENTRE - LIPI

37

TRANSPORTASI MARITIM

• Terdapat 52 proyek prioritas (4 terkait maritim) dengankebutuhan dana Rp 2420,61 trilyun, tetapi baru 21 proyekyang sedang konstruksi dengan dana Rp 462,75 trilyun

• Terdapat 247 proyek strategis nasional (10 terkait maritim) dengan kebutuhan dana Rp 4210 trilyun

• 16% Desa dan Kelurahan berlokasi di tepi laut

• Biaya pembangunan transportasi maritim sangat mahal, berdurasi sangat panjang dan penuh risiko. Proyek Prioritasbaru terbangun 1 proyek, sedangkan strategis nasional 3 proyek

Daya Saing dari Perspektif GLOBAL COMPETITIVENESS INDEXINDONESIA DAN ASEAN

38

Indonesia

ASEAN

Sumber: WEF Berbagai Tahun, Diolah

INKLUSIvITAS BONGKAR - MUAT KONTAINER:Wilayah Kerja PELINDO IV

39ECONOMIC RESEARCH CENTRE - LIPI

Closing the gap aktivitas bongkar

muat dengan distribusi semakin merata

Sumber: Dokumen Pelindo IV berbagai Tahun, Diolah

MARKET SHARE DAN PERTUMBUHAN BONGKAR MUAT BARANG DI 4 PELABUHAN UTAMA

40

Sumber: Statistik Perhubungan (2017), Diolah

(%)

(%) (%)

KESENJANGAN AKTIVITAS EKONOMI ANTAR PULAU

41ECONOMIC RESEARCH CENTRE - LIPI

Kep. Maluku & PapuaPrimer: 4.78 %

Sekunder: 1.45 %

Tersier: 2.19 %

Kep. Bali dan Nusa TenggaraPrimer: 4.10 %

Sekunder: 1.27 %

Tersier: 4.14 %

Pulau JawaPrimer : 28.27 %

Sekunder: 67.12 %

Tersier: 66.46 %

Pulau SulawesiPrimer: 9.85 %

Sekunder: 4.22 %

Tersier: 5.76 %

Pulau SumateraPrimer : 37.96 %

Sekunder: 20.04 %

Tersier: 16.5%

Pulau KalimantanPrimer: 15.05 %

Sekunder: 5.89 %

Tersier: 4.96 %

Data yang digunakan

yaitu tahun 2016

Sumber: BPS (2017), Diolah

Dwelling Time: Sumber masalah utama?

42

Belum Tercapainya target Dwelling Time akan berimplikasi terhadap biaya logistik di darat dan biaya Waiting Time –waktu sandar dan antrian kapal (di laut). Dari pihak pengguna, relatif lambatmelengkapi dan mengurus dokumen barang. Terkait sar-pras, sebagai

contoh rasio jumlah crane dibanding jumlah bongkar-muatmasih terlalu rendah (lemah) bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN

Sumber: Pelindo dan Hasil Diskusi dengan Stakeholders terkait (2017), Diolah

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

II III IV

Target Dwelling Time: 2 Hari

Harga Barang Tidak

Mencerminkan harga

Keekonomian

Minimnya institusi pendidikan

terkait; Mahalnya biaya sertifikasi

keahlian; Keahlian turun temurun

yang sulit terstandar; vertical

mobility karena kesenjangan upah

Kualitas dan Kuantitas Jalan

Nasional, provinsi kota/ kab;

Kemacetan di pusat pertumbuhan;

dan Terbatasnya Jalan Desa

Pelayaran Rakyat masih terabaikan;

sebagai komplemen menuju pulau-

pulau kecil

Multi - aktor dalam pengelolaan

Kepelabuhanan; perubahan aturan

terkait redefinisi kapal pelra dan

belum adanya regulasi lalu lintas

barang

Keterbatasan tempat; usia sarana-

prasarana bongkar muat relatif tua;

dan sedimentasi tinggi

Imbalance cargo; un-equal growth

poles; skala ekonomi; dan frekuensi

pengiriman

Pelra tidak memiliki akses pembiayaan

formal dan asuransi; Forwarder

cenderung memilih pembiayaan dari

leasing daripada perbankan; pembiayaan

pelabuhan melalui konsesi: pengusaha

bersikap indifferent terhadap pembiayaan

konvensional dan syariah

REALITAS TRANSPORTASI MARITIM

43

Sumber: Hasil FGD dan Diskusi (2017), Diolah

Konsep Tol Lautkonektivitas laut yang efektifBerupa adanya kapal

yang melayari secara rutin dan

Terjadwal dari

barat sampai ke

timur Indonesia

Rekomendasi

44

• Mendorong keberadaan regulasi yang mengatur pergerakan barang

• Integrasi dengan Konsep Logistik menjadi perspektif “Door – Port to Port – Door” untuk mempertajam konsep tol laut

• Bagi Pulau utama pentingnya untuk Pembangunan Jalan desa dengan cara optimalisasi dana desa untuk pengembangan dan peningkatan kualitas jalan, dengan syarat terintegrasi dengan sistem logistik nasional ataupun konsep tol laut

• Penguatan pulau – pulau kecil dengan cara memberdayakan Pelayaran Rakyat sebagai saluran tepi ke pulau-pulau kecil dan menjadi alternatif pelayaran perintis dengan cara subsidi asuransi kapal agar pemilik kapal mampu mengembangkan usahanya (menjadi bankable)

• Pengembangan Pelabuhan melalui Revitalisasi alat bongkar muat dan dermaga perintis, perluasan terminal dan integrasi tata kelola administratif

• Peningkatan keahlian pekerja dan pelaku usaha industri logistik dengan cara reformulasi kurikulum dalam pendidikan vokasi serta melalui pelatihan yang fokus dalam sistem logistik

45

Pilar Keuangan

46

Urgensi INKLUSI KEUANGAN

Aksesibilitas keuangan akan meningkatkan EFISIENSI sumber daya dan INVESTASI produktif (King dan Levine, 1993)

$

$

$

Capital Accumulation

Risk Protection

ConsumptionProtection

AksesKeuangan

Welfare ?Sumber : P2Ekonomi LIPI, 2017

Perkembangan Kredit UMKM (Jenis Usaha)

Sumber : Info UMKM, BI 2017

47

Ketidakseimbangan Keuangan Kronis

LKM

PERBANKAN

UMKM(99,99%)

[80%]

---[20%] ----

Kredit Bank: Rp 616,1 milyar/UBRp 12,2 juta/UMKMSumber : P2Ekonomi LIPI, 2017 48

UB(0,01%)

Bukti Empiris Rendahnya Akses Pada KEUANGAN FORMAL

49

80

515

Sumber Modal (%)

Modal Sendiri

Modal Pihak Lain

Modal Campuran 11.9

10.3

32.6

10.2

0.1

2.9

5.1

26.8

0 10 20 30 40

Lain-lain

Keluarga

Perorangan

Mitra Kerja

Modal Ventura

LKNB

Koperasi

Bank

Usaha Mikro Kecil

Sumber: Statistik IMK, 2013

Modal Pihak Lain (%)

34,9%

65,1%

50

Bukti Empiris Rendahnya Akses Pada KEUANGAN FORMAL

RUMAH TANGGA

Sumber: Susenas, BPS 2014

75%

HAMBATAN AKSES RTM-UMK TERHADAP LAYANAN PERBANKAN

Rendahnya minat RTM dan UMK untuk mengakses kredit perbankan

Hambatan sosial-budaya

Subsidi pemerintah untuk mencapai inklusi keuangan berpotensi memarginalkan LKM

51

Indikator Inklusivitas Keuangan ….?

52

NegaraKepemilikan Rekening di

Perbankan (+15 thn) ATM per 100.000 orang

dewasa

Singapore 96.4 59.5

Korea Selatan 94.3 283

Malaysia 80.7 52.2

RRC 78.9 54.4

Thailand 78.1 111.3

India 53.1 17.8

Indonesia 36.1 49.5

Bangladesh 30.9 5.6Sumber: World Bank, 2014

Temuan Lapangan 2017

59%

41%

Persentase Responden Berdasarkan Kepemilikan

Rekening di Bank

Punya rekening di bank

Tidak punya rekening di bank

24%

76%

Persentase RespondenBerdasarkan Pengajuan

Pinjaman ke Bank

Ya, pernah Tidak pernah

N= 102 Responden (UMKM sektor perikanan)

53

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tidak membutuhkan/masih cukup dengan modal sendiri

Tidak tahu prosedurnya

Prosedurnya rumit dan membutuhkan waktu lama

Tidak ada agunan/agunan tidak mencukupi

Khawatir tidak bisa membayar cicilan/bunga tinggi

Biaya administrasi tinggi

Lainnya

N= 102 Responden (UMKM sektor perikanan)

54

Persentase Responden Berdasarkan Alasan Tidak Pernah Mengajukan Pinjamanke Bank

HasilPenelitian

P2E 2016/17

Rendahnyaliterasi

keuanganmasyarakat

Perbankanberdaya saing

tapi tidakInklusif

LKM tidakberdaya

saing tapiinklusif

• Program edukasi terkait literasi keuangan belum memadai• Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) bias perbankan abai LKM• Program pengembangan LKM dan Koperasi belum memadai• Tumpang tindih/disharmonis kebijakan dan regulasi terkait

LKM/Koperasi

Sumber : P2Ekonomi LIPI, 2017 55

56

DAYA SAING DAN INKLUSIVITAS LEMBAGA KEUANGAN DALAM

PENGEMBANGAN UMKM

Kebijakan dan Ekosistem yang kondusif

Infrastruktur SDMTata

Kelola

ProdukKeuangan

PenguatanICT LKM

StandarisasiKompetensiSDM LKM

Sistem

pengawasan

dan

penilaian

berbasis

proper

governance

Kebijakanpenjaminan

produkfinansial LKM

Pendekatan Daya Saing dan Inklusivitas Lembaga Keuangan (4 Pilar)

Sumber : P2Ekonomi LIPI, 2017

57

PILAR TATA KELOLA

PROPER GOVERNANCE UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN INKLUSIF YANG BERDAYA SAING

URGENSI TATA KELOLA (GOVERNANCE) UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN INKLUSIF YANG BERDAYA SAING

58

Esensi dari Governance mengatur tata kelola" relasi negara dan masyarakat

(state-society relations) yang dapat menjamin terwujudnya tiga tujuan utama,

yaitu:

1) Tata kelola pembangunan ekonomi yang sehat, dalam arti, suatu

managemen pembangunan yang memungkinkan terjadinya penggabungan

antara upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perubahan

struktural, dan pemanfaatan sumberdaya secara bertanggung jawab dan

berkesinambungan dalam kondisi kompetisi global yang sangat ketat;

2) Kehidupan demokratis dan dihargainya hak setiap warga negara. Urgensi

menyertakan aspek demokrasi di sini, karena diyakini dapat berperan

sebagai obat yang paling mujarab dalam mengatasi realitas praktik tata

kelola pemerintahan yang buruk sebagai akibat dari penyalahgunaan

kewenangan oleh para penguasa;

3) Inklusivitas sosial, dalam arti, menjamin setiap warga negara untuk

mendapatkan kehidupan yang layak dan berpartisipasi dalam setiap

urusan nasional

Mkandawire (2007):

59

GOOD GOVERNANCE: Rujukan Konsep dan Praktik Tata Kelola Kontemporer

60

I. World Bank Concept:

Lebih menekankan pada aspek ekonomi dan kapasitas dari

negara (state capacity) dalam mengartikulasi good governance

(Nanda, 2006: 274).

Fokus perhatian: efesiensi administrasi publik, penegakan

hukum, transparansi, dan akuntabilitas.

II. IMF Concept:

Lebih memfokuskan perhatian dan dukungan dalam

memperbaiki kinerja ekonomi dan regulasi yang menyertainya.

III. US AID Concept:

Menurunkan sedikitnya 9 (sembilan) prinsip untuk mencapai

tujuan pembangunan, yaitu: ownership, capacity building,

sustainability, selectivity, assessment, results, partnership,

flexibility, and accountability (U.S. AID 2005b).

61

POTRET KINERJA GOVERNANCE DI INDONESIA

62

Variabel Aspek Institusi DemokrasiIndeks

IDI 2015 IDI 2016

Peran DPRD 42.90 46.76

Peran Partai Politik 59.09 52.29

Peran Birokrasi Pemerintah Daerah 53.11 47.51

63

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA:

KINERJA LEMBAGA DEMOKRASI (2015-2016)

64

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA:

Kinerja Birokrasi Pemerintah Daerah (2015-2016)

IndikatorSkor

2015 2016

Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang

dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN62.93 67.26

Upaya penyediaan informasi APBD oleh

pemerintah daerah 44.85 30.88

65

81.75

47.47

35.7

19.12 18.7123.73

34.14

43.0628.56

49.1756.24

69.9172.51

76.83

87.04

79.42

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sko

r

Persentase demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan terhadap total demonstrasi/mogok

Jumlah pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA:Partisipasi Politik Dalam Pengambilan Keputusan Dan Pengawasan

(2009-2016)

66

Global Competitiveness Index

3.74.3

4.1

4.4

4.34.6

5

4.5

5.7

Public trust in politicians

Efficiency of governmentspending

Burden of governmentregulation

Transparency of governmentpolicymaking

Reliability of police servicesStrength of auditing and

reporting standards

Efficacy of corporate boards

Protection of minority shareholders’ interests

Strength of investorprotection

Pillar Institution (bureaucracy side) of The Global Competitiveness Index 2017-2018

Sumber: World Economic Forum

REALITAS PRAKTIK TATA KELOLA PADA SUBSIDI LPG 3 KG : Temuan Penelitian P2E

67

Realitas dan Permasalahan yang Dihadapi:

68

1)Kebijakan konversi BBM ke LPG 3 Kg bagi nelayan kecil telah berhasil

menurunkan biaya energi untuk melaut.

2)Penggunaan gas (LPG) juga relatif lebih baik bagi lingkungan.

3)Jangkauan program ini masih terbatas, karena baru sebagian kecil

nelayan yang mendapat keuntungan atas program ini.

4)Penikmat kebijakan ini lebih pada nelayan kecil yang sudah memiliki

kapal motor. Sementara itu nelayan kecil yang tidak memiliki kapal motor

tidak tersentuh oleh program ini. Akibatnya, telah terjadi kesenjangan

produktivitas yang semakin besar antara nelayan kecil yang memiliki

kapal motor dan yang tidak.

5)Kebijakan konversi BBM ke LPG, lebih merupakan program yang

terlahir dari keinginan pemerintah pusat. Implikasinya: (i) masih

ditemukan nelayan kecil yang masih menggunakan BBM walaupun

sudah masuk program konversi; (ii) kurangnya daya dukung pihak-pihak

yang mampu menjamin keberlanjutan program ini (pemerintah provinsi

dan kabupaten); (iii) kurang dibangunnya kemampuan nelayan untuk

mampu menyelesaikan permasalahan teknis pasca implementasi

proyek.

6)Orientasi kebijakan masih sangat sektoral. Kementerian ESDM hanya

fokus pada aspek konversi energi, sementara, aspek lainnya seperti

keadilan ekonomi tidak menjadi prioritas.

7)Kebijakan kurang membuka ruang terhadap aspirasi daerah. Pada sisi

lainnya, daerah kurang ‘kritis’ untuk menyikapi kebijakan ini.

8)Paling tidak ada dua aspek local content yang perlu pendapat

perhatian yaitu: (i) sisi sensitivitas para aktor atas dinamika harga di

daerah; dan (ii) sisi adaptasi kebijakan di tingkat lokal.

69

Rekomendasi:

1) Untuk membangun rasa kepemilikan yang tinggi (ownership) atas

program ini maka komunikasi yang intensif terhadap kelompok

nelayan perlu terus dibangun.

2) Keterlibatan dinas kelautan dan perikanan baik di tingkat provinsi

dan kabupaten, perlu dirancang secara baik oleh Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian

Kelautan dan Perikanan.

3) Perlu diberikan persyaratan atau prakondisi tertentu bagi penerima

subsidi. Guna menjaga konsistensi kebijakan dengan program

penanggulangan kemiskinan, subsidi LPG hanya diberikan untuk

nelayan kecil dan nelayan miskin. Untuk nelayan kecil yang tidak

miskin, maka dapat membeli LPG pada harga keekonomian.

70

4) Pelibatan, akademisi/peneliti dan bisnis juga penting dilakukan agar

nelayan kecil dapat menggunakan teknologi ini secara efektif

(technology mastery), bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi,

nelayan kecil atau kelompok nelayan mampu untuk melakukan

perbaikan-perbaikan kecil atau bahkan mampu melakukan

modifikasi teknologi disesuaikan dengan kondisi lokal yang mereka

hadapi (technology effort).

5) Memberikan mesin motor bekas kepada nelayan dalam kelompok

yang belum memiliki kapal juga dapat menjadi persyaratan untuk

mendapatkan bantuan konversi.

6) Dareah perlu menyiapkan kebijakan pendamping (kebijakan proaktif)

untuk mengimbangan eksternalitas negatif yang dapat terjadi akibat

kebijakan pusat yang cenderung menyamakan kondisi masing-

masing daerah.

71

REFLEKSI DAN REKOMENDASI KONSEPTUAL

72

REFLEKSI:

1) Implementasi Governance sejauh ini lebih menekankan

pada arena state. Sementara, arena society (civil society

dan economic society) kurang mendapat perhatian.

2) Pada arena state tersebut, fokus perhatian lebih

diletakkan pada dimensi birokrasi.

3) Prinsip yang diterapkan lebih pada konteks

Developmental dan Democratic.

4) Sementara, prinsip Socially Inclusive dan Local Content

belum mendapat perhatian yang seimbang.

5) Secara keseluruhan, praktik Good Governance sejauh ini

lebih ditekankan pada upaya mendukung DAYA SAING

EKONOMI dan relatif belum banyak menyentuh sisi

INKLUSIvITAS.

73

Rekomendasi Konseptual:

PROPER GOVERNANCE:

Revitalisasi Konsep Good Governance ?

74

One size does not fit for all………..?.

Must be clear guidance about:

1.what’s essential and what’s not,

2.what should come first and what should follow,

3.what can be achieved in the short term and what can only

be achieved over the longer term,

4.what is feasible and what is not.

Grindle (2004, 2011):

75

ARENA DIMENSI PRINSIP

State (Negara) Political Office• Developmental• Democratic• Socially Inclusive• Cultural and

Historycal Contect(Local Content)

Bureucracy

Society

(Masyarakat)

Civil Society

Economic Society

KONSEP PROPER GOVERNANCE:

76

ARENA DIMENSI PRINSIP

Good Governance

•State

•Society

•Birokrasi

•Civil Society

• Akuntabilitas• Transparansi• Keadilan• Partisipasi• Efesiensi• Efektifitas• dll

Proper Governance

•State

•Society

•Birokrasi•Political Office

•Civil Society•Economic Society

•Developmental•Democratic•Socially Inclusive•Cultural and Historycal

Contect (Local Content)

PERBANDINGAN ANTARA KONSEP GOOD GOVERNANCE DAN

PROPER GOVERNANCE: Persamaan dan Perbedaan

77

PROPER GOVERNANCE, COMPETITIVENESS, AND INCLUSIVENESS: Perhatian Media

78

1. Bagaimana proses politik Pilkada

menumbuhkan optimisme?

2. Apa tantangan kepala daerah ke depan yang

berdampak langsung pada ekonomi?

3. Apa hambatan-hambatan yang selama ini

dialami oleh dunia usaha atas kebijakan kepala

daerah yang mengganggu perekonomian dan

optimisme?

TERIMA KASIH